Anda di halaman 1dari 23

ISU-ISU PERTANIAN

DI INDONESIA
Sumaryo Gs
1. Isu Penguasaan Lahan / Modal
Lahan (tanah) mrpk modal usahatani luas tanah tetap, tetapi
jumlah penduduk terus meningkat
Tanah di Jawa terbatas kolonisasi jaman Belanda, kolonisasi
pertama thn 1905 di Kampung Bagelen, Gedong Tataan
(mereka berasal dari Desa Bagelen, Purworejo, Jateng)
sekarang di Gedong Tataan sudah dibangun museum
transmigrasi
Kolonisasi sebagai cikal bakal transmigrasi penduduk antar
pulau di Indonesia
Pendatang bekerja membuka hutan, dijadikan perkebunan karet.
Kolonisasi juga dilakukan oleh Belanda dengan membawa
tenaga kerja dari Jawa ke Suriname (jajahan Belanda di Amerika
selatan)
Setelah Indonesia merdeka penguasaan di atur dengan
UU Pokok Agraria 1960 (UUPA) pemilikan lahan tidak
lebih dari 2 ha per orang
Di jaman Orde Baru UUPA tidak efektif karena dianggap
sbg produk PKI (komunis), karena ada pembatasan
pemilikan lahan
Jaman Orba, pembukaan lahan (terutama hutan di luar
Jawa) makin tidak terkendali dg dalih untuk peningkatan
produksi, termasuk untuk pemukiman transmigrasi.
Di era reformasi, pembalakan liar dan perambahan hutan
semakin tidak terkendali hutan kemasyarakatan (HKm),
pengelolaan hutan bersama masyarakat (PHBM),
perhutanan sosial (social forestry), dsb.
Masyarakat adat menuntut kepemilikan lahan (hutan)
hak ulayat


Kemiskinan sudah ada sejak zaman nabi-nabi
kita harus menyantuni fakir miskin
Kemiskinan disebabkan oleh berbagai faktor,
termasuk ketiadaan lahan pertanian (tanah).
Kemiskinan dapat disebabkan faktor ekonomi
dan faktor non-ekonomi.
Kemiskinan dapat menjadi komoditas politik
raskin (beras miskin), BLT
Mulai tahun ini kemiskinan sbg bidang
garapan Departemen Sosial

Pengertian Kemiskinan
Kemiskinan diartikan sebagai suatu keadaan dimana seseorang
tidak sanggup memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf
kehidupan kelompok dan juga tidak mampu memanfaatkan
tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut
(Soekanto, 1982)
Kemiskinan adalah suatu tingkat kehidupan yang berada di
bawah standar kebutuhan hidup minimum yang ditetapkan
berdasarkan atas kebutuhan pokok pangan yang membuat
orang cukup bekerja dan hidup sehat berdasar atas kebutuhan
besar dan kebutuhan gizi. (Sajogyo dalam Prayitno, 1987),
Kemiskinan merupakan suatu kondisi dimana seseorang,
sejumlah atau segolongan orang berada dalam tingkatan
kekurangan dibandingkan dengan standar kehidupan yang
layak yang berlaku di masyarakat (Darwis, 2004),
Kemiskinan adalah situasi serba kekurangan yang terjadi bukan
karena kehendak si miskin, melainkan karena tidak dapat
dihindari oleh kekuatan yang ada padanya (Usman, 2006)
Jenis-jenis Kemiskinan
Nasikun (2006) mengelompokkan kemiskinan menjadi empat:
Kemiskinan absolut apabila pendapatan dibawah garis kemiskinan
atau tidak cukup untuk memenuhi pangan, sandang, kesehatan,
perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bias hidup dan
bekerja.
Kemiskinan relatif kondisi miskin karena pengaruh kebijakan
pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat sehingga
menyebabkan ketimpangan pada pendapatan.
Kemiskinan kultural mengacu pada persoalan hidup seseorang
atau masyarakat yang disebabkan oleh faktor budaya, seperti tidak
mau berusaha memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, dan
tidak kreatif walaupun ada bantuan dari luar.
Kemiskinan struktural situasi miskin yang disebabkan karena
rendahnya akses terhadap sumberdaya yang terjadi dalam sistem
sosial budaya dan sistem sosial politik yang tidak mendukung
pembebasan kemiskinan, tetapi seringkali menyebabkan suburnya
kemiskinan.
Ukuran Kemiskinan
Ginneken (1969) Kebutuhan gizi minimum per orang
per hari
1. Kalori (kkal) : 2.000
2. Protein (g) : 500

Sayogyo (1971) Tingkat Pengeluaran ekuivalen beras per
orang pe tahun
1. Miskin (M) 480 kg (kota) 320 kg (desa)
2. Miskin Sekali (MS) 360 kg 240 kg
3. Paling Miskin (PM) 270 kg 180 kg

Ukuran kemiskinan (lanjutan)
BPS (1984)
1. Konsumsi kalori per kapita per hari: 2.100 kkal
2. Pengeluaran per kapita per bulan (Rp)
13.731 (kota), 7.746 (desa) sudah tidak dipakai

World Bank (2007) pengeluaran $ 2 per kapita per hari
BPS modifikasi pengeluaran $ 1 per kapita per hari
Bila kita ikuti World Bank > 50% penduduk Indonesia
miskin
Dengan standar BPS 16,58% penduduk Indonesia
miskin
Data BPS (2007)
Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah
Garis Kemiskinan) di Indonesia pada bulan Maret 2007
sebesar 37,17 juta (16,58 %). Dibandingkan dengan
penduduk miskin pada bulan Maret 2006 yang berjumlah
39,30 juta (17,75 %), berarti jumlah penduduk miskin
turun sebesar 2,13 juta.
Selama periode Maret 2006-Maret 2007, penduduk
miskin di daerah perdesaan berkurang 1,20 juta,
sementara di daerah perkotaan berkurang 0,93 juta orang
Persentase penduduk miskin antara daerah perkotaan
dan perdesaan tidak banyak berubah. Pada bulan Maret
2007, sebagian besar (63,52 persen) penduduk miskin
berada di daerah perdesaan.
3. Isu Ketahanan Pangan
Ketahanan Pangan : kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga
yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik dalam
jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau (UU No.7
tahun 1996 tentang Pangan)

Swasembada Pangan : Kemampuan memenuhi kebutuhan pangan
dari produksi dalam negeri

Kemandirian Pangan : Kondisi terpenuhinya pangan tanpa adanya
ketergantungan dari pihak luar dan mempunyai daya tahan tinggi
terhadap perkembangan dan gejolak ekonomi dunia.

Kedaulatan Pangan : hak setiap orang, masyarakat dan negara untuk
mengakses dan mengontrol aneka sumberdaya produktif serta
menentukan dan mengendalikan sistem (produksi, distribusi,
konsumsi) pangan sendiri sesuai kondisi ekologis, sosial, ekonomi,
dan budaya khas masing-masing (Hines, 2005 dalam Khudori, 2008)
Arah Kebijakan Pangan dan Pertanian 2005-2025
Mewujudkan bangsa yang berdaya saing efisiensi,
modernisasi dan nilai tambah pertanian agar mampu
bersaing di pasar lokal dan internasional untuk
penguatan ketahanan pangan

Mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu
sistem ketahanan pangan diarahkan untuk menjaga
ketahanan dan kemandirian pangan nasional dengan
mengembangkan kemampuan produksi dalam negeri
yang didukung kelembagaan ketahanan pangan yang
mampu menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang
cukup di tingkat rumahtangga, baik dalam jumlah, mutu,
keamanan, maupun harga yang terjangkau, yang
didukung oleh sumber-sumber pangan yang beragam
yang sesuai dengan keragaman lokal

(UU. 17 Tahun 2007 tentang RPJPN 2005-2025)


DEMAND

LAHAN
Konversi lahan
meningkat
Kualitas lahan
turun

SUPPLY

KELEMBAGAAN
Permodalan
Organisasi petani
Institusi pendukung
TEKNOLOGI
Diversifikasi
Konsumsi
pangan
lambat
Pertumbuhan
penduduk
meningkat
PASAR
Harga fluktuatif
SARANA
PRASARANA
Penyediaan masih
kurang
FOOD, FUEL, FEED
PASAR INTERNASIONAL
Penguasaan pasar
internasional oleh sekelompok
korporasi
Pendapatan
masyarakat
meningkat
Kendala dan Tantangan
SARANA PRASARANA
- Jalan desa dan irigasi - Jaringan Listrik
- Sarana pendidikan & kesehatan - Jaringan informasi
- Sarana Transportasi - Pasar

INPUT

- SDM
- Dana
- Mekanisme
- Teknologi


KETERSEDIAAN

- Peningkatan
Produksi Pangan
- Peningkatan
Usaha
Pemenuhan
Cadangan
Pangan
DISTRIBUSI

- Akses pangan
secara fisik dan
ekonomi
- Perdagangan
dan harga
KONSUMSI

- Penganekaraga-
man konsumsi
pangan
- Konsumsi
pangan 3B dan
aman
OUTPUT

1. Meningkatnya
ketersediaan dan
distribusi pangan
2. Meningkatnya
akses pangan
rumah tangga
3. Berkembangnya
usaha produktif
4. Meningkatnya
konsumsi pangan
3B dan aman
5. Teratasinya
masalah pangan
OUTCOME

Berkurangnya
Kerawanan Pangan
dan Gizi

IMPACT

Desa Tahan
Pangan dan Gizi
SISTEM KETAHANAN PANGAN
Kebijakan dan Strategi Pangan 2010-2014

Memantapkan ketahanan pangan dengan paradigma baru
Menjamin ketersediaan pangan berbasis produksi dalam negeri
(mandiri)
Peningkatan produktivitas melalui insentif bagi petani
Pertanian modern, efisien, ramah lingkungan dan berkelanjutan
Pengembangan infrastruktur pertanian
Sistem inovasi dan diseminasi teknologi
Pengembangan diversifikasi pangan
Membangun dan memperkuat industri pengolahan pangan
Regulasi retail modern membantu petani menjadi kompetitif
untuk dapat bersaing
Kebijakan perdagangan yang berpihak kepada kepentingan nasional
Pengembangan sistem pembiayaan yang tepat
4. Isu Perdagangan Hasil Pertanian
Proteksi hasil pertanian oleh negara-negara maju,
seperti Jepang dan AS.
Tarif impor yg dikenakan thd produk hasil
pertanian dari negara miskin ke negara maju
terlalu tinggi.
Negara miskin harus membeli hasil pertanian
(pangan) dengan harga mahal.
Kualitas produk pertanian negara miskin kalah
kualitas atau tdk dpt memenuhi standar yg
ditetapkan negara maju, misal residu pestisida,
dsb.
Masalah perdagangan diatasi oleh
WTO (world trade organization)
Struktur dasar persetujuan WTO, meliputi:
Barang/ goods (General Agreement on
Tariff and Trade/ GATT)
Jasa/ services (General Agreement on
Trade and Services/ GATS)
Kepemilikan intelektual (Trade-Related
Aspects of Intellectual Properties/ TRIPs)
Penyelesaian sengketa (Dispute
Settlements)
Persetujuan-persetujuan WTO berhubungan
antara lain dengan sektor-sektor:
Pertanian
Sanitary and Phytosanitary/ SPS
Badan Pemantau Tekstil (Textiles and Clothing)
Standar Produk
Tindakan investasi yang terkait dengan perdagangan (TRIMs)
Tindakan anti-dumping
Penilaian Pabean (Customs Valuation Methods)
Pemeriksaan sebelum pengapalan (Preshipment Inspection)
Ketentuan asal barang (Rules of Origin)
Lisensi Impor (Imports Licencing)
Subsidi dan Tindakan Imbalan (Subsidies and Countervailing
Measures)
Tindakan Pengamanan (safeguards)
Untuk jasa GATS
Pergerakan tenaga kerja (movement of
natural persons)
Transportasi udara (air transport)
Jasa keuangan (financial services)
Perkapalan (shipping)
Telekomunikasi (telecommunication)
5. Penyuluhan & Pembangunan Pertanian
Peran penyuluhan pertanian menonjol di masa Orde
Baru swasembada beras 1984/85
Penyuluhan pertanian didukung FAO melalui project
NFCEP (National Food Crop Extension Project) dan
NAEP (National Agricultural Extension Project)
Menjelang berakhirnya Orba, kita impor beras lagi
revitalisasi pertnian da revitalisasi penyuluhan
pertanian
Revitalisasi penyuluhan UU No. 16 Tahun 2006
tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan
Kehutanan (ditetapkan 15 Nopember 2006)
Kendala yang dihadapi oleh penyuluhan pertanian
era otonomai daerah
Kinerja dan aktivitas penyuluhan pertanian menurun, disebabkan
oleh:
1) perbedaan persepsi antara pemerintah pusat dengan daerah
dan antara eksekutif dengan legislatif terhadap arti penting dan
peran penyuluhan pertanian,
2) keterbatasan alokasi anggaran untuk kegiatan penyuluhan
pertanian dari pemerintah daerah,
3) ketersediaan materi informasi pertanian terbatas, penurunan
kapasitas dan kemampuan managerial dari penyuluh
4) penyuluh pertanian kurang aktif untuk mengunjungi petani dan
kelompoknya, kunjungan lebih banyak dikaitkan dengan
proyek.
Menurut Mawardi (2004)
adanya perbedaan pandangan antara
pemerintah daerah dan anggota DPRD dalam
memahami penyuluhan pertanian dan perannya
dalam pembangunan pertanian,
Kecilnya alokasi anggaran pemerintah daerah
untuk kegiatan penyuluhan pertanian,
Ketersediaan dan dukungan informasi pertanian
sangat terbatas,
makin merosotnya kemampuan manajerial
penyuluh.
Isu pembangunan pertanian di era otonomi daerah
Pengembangan pertanian yang mampu menumbuh
kembangkan perekonomian wilayah
Penyiapan SDM (sumberdaya manusia) dan organisasi
pemerintah daerah
Pengembangan infrastruktur / penunjang pertanian
menjadi tanggung jawab daerah
Pengembangan jenis komoditi sesuai dengan potensi
daerah.
Tuntutan peran serta wilayah dalam menjaga kelestraian
sumberdaya
Promosi untuk pengembangan pasar pertanian yang akses
terhadap pasar internasional menjadi tanggung Jawab
daerah.
Tuntutan kelembagaan di wilayah yang akses ke pasar
internasional
Tantangan dalam pemberdayaan petani
Pemberdayaan kesempatan usaha yang lebih luas
mengenai pemanfaatan sumberdaya
Peningkatan teknologi usaha pertanian bagi petani
kecil.
Peningkatan aksesibilitas petani kecil terhadap kredit.
Peningkatan aksesibilitas pasar yang lebih luas
(aksesibitas informasi pasar) terhadap petani kecil
Pemberdayaan kelembagaan petani untuk
meningkatkan posisi tawar yang sesuai dengan
karakteristik daerahnya
Meningkatkan peran kelembagaan petani selaku
pengambil inisiatif dalam pengambilan keputusan
dalam perencanaan dan pelaksanaan pemanfaatan
sumberdaya di wilayahnya

Anda mungkin juga menyukai