Anda di halaman 1dari 22

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN PELAKSANAAN KEGIATAN


a. Hasil Pengamatan

I. KEADAAN KESEHATAN MASYARAKAT DESA PUUPI
Berdasarkan tabel hasil pendataan di atas, maka dapat dikemukakan
berbagai fenomena tentang hasil kesehatan masyarakat di Desa Puupi
Kec. Kolono, yaitu sebagai berikut:
1. Data Riwayat Kejadian Penyakit
Berdasarkan tabel hasil pendataan di atas, menunjukkan bahwa
jumlah responden menurut jenis penyakit yang pernah diderita selama
enam bulan terakhir adalah malaria
2. Masalah Kesehatan Lingkungan
Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi
atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif
terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimum pula. Masalah-
masalah kesehatan lingkungan yang sempat kami teliti di lapangan,
dalam hal ini di Desa Puupi Kecamatan Kolono yaitu :
a. Jamban keluarga
Jamban merupakan tempat pembuangan tinja. Dilihat dari
kesehatan masyarakat, masalah pembungan kotoran manusia
merupakan masalah pokok yang perlu diatasi sedini mungkin.
Karena kotoran manusia adalah sumber penyebaran penyakit yang
multikompleks. Penyebaran penyakit yang bersumber pada feses
dapat melalui berbagai macam jalan atau cara.
Peranan tinja dalam menyebarkan penyakit sangat besar.
Disamping dapat langsung mengkontaminasi makanan, minuman,
sayuran dan sebagainya, juga air, tanah dan bagian-bagian tubuh
kita dapat terkontaminasi oleh tinja tersebut. Kurangnya perhatian
terhadap pengelolaan tinja, jelas akan mempercepat penyebaran
penyakit yang ditularkan melalui tinja. Beberapa penyakit yang
dapat disebarkan oleh tinja yaitu tipus, disentri, kolera dan
sebagainya.
Untuk mencegah sekurang-kurangnya mengurangi
kontaminasi tinja terhadap lingkungan , maka pembuangan kotoran
manusia harus dikelola dengan baik, maksudnya pembuangan
kotoran manusia harus disuatu tempat tertentu yaitu jamban yang
sehat.
Suatu jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan apabila
memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut:
- tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban tersebut
- tidak mengotori air permukaan disekitarnya
- tidak mengotori air tanah disekitarnya
- tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat,kecoak dan
binatang-binatang lainnya.
- Tidak menimbulkan bau
- Mudah digunakan dan dipelihara
- Sederhana Desainnya, murah, dapat di terima oleh
pemakainya
Agar persyaratan-persyaratan ini dapat dipenuhi maka
perlu diperhatikan antara lain hal-hal lain sebagai berikut:
- Sebaiknya jamban tersebut tertutup, artinya bangunan jamban
terlindung dari panas dan hujan, serangga dan binatang-
binatang lain, terlindung dari pandangan orang dan sebagainya
- Bangunan jamban sebaiknya mempunyai lantai yang kuat,
tempat berpijak yang kuat dan sebagainya
- Bangunan jamban sedapat mungkin ditempatkan pada lokasi
yang tidak mengganggu pandangan, tidak menimbulkan baud
an sebagainya.
- Sedapat mungkin disediakan alat pembersih seperti air atau
kertas pembersih
Didesa Wawatu masyarakat yang memiliki kebiasaan buang
air besar (BAB) di kakus atau WC sangat minim. Dari 246
responden yang membuang air besar di kakus/WC sebanyak 36
KK atau sekitar (14,64%), sedangkan 210 KK lainnya (85,36%)
tidak membuang kotoran di kakus/WC.
Faktor-faktor yang mempengaruhi minimnya kepemilikan
jamban pada masyarakat Desa Puupi yaitu:
- Perilaku

- pengetahuan

- Ekonomi
Masyarakat Desa Puupi memiliki tingkat pendapatan
dengan kategori ekonomi menengah ke bawah, dalam artian
rata-rata masyarakat Desa memiliki pendapatan kurang dari Rp
1.000.000,00-/perbulan. Hal ini disebabkan mayoritas mata
pencaharian masyarakatnya adalah Nelayan yang tidak
memiliki pendapatan yang tetap. Apalagi dengan banyaknya
jumlah tanggungan dalam satu keluarga dan ditambah dengan
cuaca buruk. Kondisi ini menyebabkan masyarakat sulit untuk
membuat jamban keluarga yang sehat, dikarenakan faktor
biaya.
b. Sarana dan Kualitas Jamban Keluarga
Berdasarkan tabel hasil pendataan di atas, menunjukkan
bahwa jumlah responden menurut adanya SPAL, dimana semua
responden tidak memiliki SPAL, dengan jumlah 97 (100 %), dimana
persebaran observasi SPAL nya yang memenuhi syarat tidak ada,
dan yang tidak memenuhi syarat sebanyak 97 (100 %).
Sanitasi lingkungan tidak hanya memperhatikan
kebutuhan sehari-hari yang kita pakai, tetapi harus pula
diperhatikan hal-hal dalam kehidupan yang tidak lagi dimanfaatkan,
yang merupakan sisa dari hasil buangan rumah tangga yaitu
limbah cair.
Sanitasi lingkungan sangatlah penting untuk memelihara
derajat kesehatan dengan baik. Orang menjadi jatuh sakit perlu
diperhatikan dan ditelusuri awal dari timbulnya penyakit tersebut.
Maka perlu suatu usaha sanitasi dalam perilaku kehidupan
manusia. Jadi, usaha sanitasi bertujuan untuk menurunkan jumlah
bibit penyakit yang terdapat dalam lingkungan fisik manusia,
sedemikian rupa sehingga derajat kesehatan manusia dapat
terpelihara dengan sempurna.
Yang dimaksud dengan air limbah (sewage) adalah hasil
ekskresi manusia, air kotor dari dapur, kamar mandi dari WC,
termasuk pula air kotor dari permukaan tanah dan air hujan.
Salah satu aspek sanitasi lingkungan adalah terkait
keberadaan SPAL. SPAL yang memenuhi syarat kesehatan
bertujuan untuk mencegah pengotoran sumber air rumah tangga
dan menghindari pengotoran tanah permukaan. Dengan adanya
sarana SPAL yang tidak mmenuhi syarat, akan menimbulkan bau
yang tidak sedap dan dapat mempengaruhi kesehatan msyarakat
yang ada di sekitarnya. Sehingga selokan tersebut perlu
dibersihkan agar tidak terjadi genangan air yang dapat
menimbulkan bau yang tidak sedap.
Intinya, maksud pengaturan pembuangan air limbah adalah:
1) Untuk mencegah pengotoran sumber air rumah tangga
2) Menjaga makanan kita misalnya : sayuran yang dicuci dengan
air permukaan
3) Perlindungan terhadap ikan yang hidup dalam kolam ataupun di
kali
4) Menghindari pengotoran tanah permukaan
5) Perlindungan air untuk ternak
6) Menghilangkan tempat berkembang biaknya bibit-bibit penyakit
(cacing dan sebagainya) dan vektor penyebar penyakit
(nyamuk, lalat, dan sebagainya)
7) Menghilangkan adanya bau-bauan dan pemandangan yang
tidak sedap.
Oleh karena itu, manajemen pengelolaan limbah cair rumah
tangga perlu mendapat perhatian serius khususnya oleh
masyarakat itu sendiri. Sedemikian pentingnya SPAL, maka
masyarakat dianjurkan untuk memiliki SPAL yang memenuhi
syarat.
Faktor-faktor yang mempengaruhi minimnya kepemilikan
SPAL pada masyarakat Desa Wawatu yaitu:
- Pendidikan
Tingkat pendidikan berkaitan erat dengan tingkat
pengetahuan yang dimiliki, termasuk pengetahuan tentang
pentingnya kesehatan. Tingkat pengetahuan masyarakat tentang
pentingnya menjaga kesehatan lingkungan khususnya dalam
pembuanagan air limbah masih sangat kurang. Pengetahuan
tersebut mempengaruhi sikap bahkan tindakan mereka.
- Ekonomi
Masyarakat Desa Wawatu memiliki tingkat pendapatan
dengan kategori ekonomi menengah ke bawah, dalam artian rata-
rata masyarakat Desa memiliki pendapatan kurang dari Rp
1.000.000,00-/perbulan. Hal ini disebabkan mayoritas mata
pencaharian masyarakatnya adalah Wiraswasta yang notabenenya
tidak memiliki pendapatan yang tetap. Apalagi dengan banyaknya
jumlah tanggungan dalam satu keluarga. Kondisi ini menyebabkan
masyarakat belum bisa memiliki SPAL dengan alasan biaya.
- Kebiasaan/budaya
Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah masalah kebiasaan.
Prilaku masyarakat yang selalu ingin lebih praktis menyebkan
mereka lebih suka membuang sampahnya langsung ke laut atau
ke halaman rumah. Hal ini akhirnya membudaya dalam suatu
masyarakat sehingga sulit untuk dirubah.

1. Masalah PHBS Tatanan Rumah Tangga
PHBS (Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat) adalah tindakan yang
dilakukan oleh perorangan, kelompok atau masyarakat yang sesuai
dengan norma-norma kesehatan, menolong dirinya sendirinya dan
berperan aktif dalam pembangunan kesehatan untuk memperoleh
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Menerapkan PHBS dalam tatanan rumah tangga atas
kesadaran sendiri dan secara sukarela sudah merupakan kebutuhan
yang tidak bisa ditawar lagi. Rumah tangga sehat berarti mampu
menjaga, meningkatkan dan melindungi kesehatan setiap anggota
rumah tangga dari gangguan ancaman penyakit dan lingkungan yang
kurang kondusif. Dengan PHBS setiap anggota keluarga meningkat
kesehatannya dan tidak mudah sakit sehingga produktivitas kerja
anggota keluarga juga meningkat. Anak-anak akan tumbuh sehat dan
cerdas. Karenanya pengeluaran biaya rumah tangga dapat difokuskan
untuk pemenuhan gizi keluarga, pendidikan dan modal usaha untuk
peningkatan pendapatan keluarga.
Ada beberapa indikator yang digunakan dalam PHBS tatanan
rumah tanggga antara lain, Perilaku anggota keluarga mencuci tangan
sebelum makan, anggota keluarga tidak merokok, Kebiasaan mandi
keluarga dalam sehari 2 (dua) kali. Gambaran PHBS tatanan rumah
tangga di desa Wawatu berdasarkan hasil identifikasi yang kami
lakukan yaitu sebagai berikut:
a. Perilaku anggota keluarga mencuci tangan sebelum makan
adalah sebesar 99,59%
b. Sebagian rumah tangga masih kurang menerapkan prilaku
tidak merokok yaitu hanya sebesar 27,23%
c. Kebiasaan mandi keluarga dalam sehari 2 (dua) kali sangat
rendah hanya 23,77%
Berdasarkan hasil diatas dapat dilihat perilaku anggota
keluarga mencuci tangan sebelum makan sangat tinggi karena
penggunaan air untuk mencucui tangan tidak terlalu banyak
sehingga masyarakat yang mencucui tangan sebelum makan
sudah sangat banyak. Sebagian rumah tangga masih kurang
menerapkan prilaku tidak merokok salah satu faktor yang
mempengaruhi adalah tingkat pendidikan , tingkat pendidikan
berkaitan erat dengan tingkat pengetahuan yang dimiliki, termasuk
pengetahuan tentang pentingnya kesehatan. Tingkat pengetahuan
masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan khususnya
bahaya dari rokok. Kebiasaan mandi keluarga dalam sehari 2 (dua)
kali sangat rendah hal ini disebabkan karena sarana air bersih di
Desa Wawatu masih sangat kurang.
2. PELAYANAN KESEHATAN
Berdasarkan tabel hasil pendataan di atas, menunjukkan
bahwa jumlah responden menurut pendapat tentang pelayanan
puskesmas, dimana seluruh responden berpendapat baik dengan
jumlah 246 (100 %). Untuk pendapat tentang pelayanan pustu, dimana
seluruh responden berpendapat baik dengan jumlah 246 (100 %).
Untuk pendapat tentang pelayanan polindes, dimana seluruh
responden berpendapat baik dengan jumlah 246 (100 %). Untuk
pendapat tentang pelayanan posyandu, dimana seluruh responden
berpendapat baik dengan jumlah 90 (100 %). Dan untuk kepemilikan
kartu jaminan pemeliharaan kesehatan Askes PNS/ABRI/POLRI
sebanyak 0, Jamkesmas sebanyak 118 (47,97 %), Bahteramas
sebanyak 0 dan Tidak memiliki kartu jaminan pemeliharaan kesehatan
sebanyak 128 (52,03 %).
Pelayanan kesehatan yang bermutu sangatlah diperlukan
guna menjamin kepuasan pasien akan pelayanan yang diberikan oleh
institusi pelayanan kesehatan masyarakat. Dengan demikian,
pelayanan kesehatan yang baik sangatlah menunjang tercapainya
derajat kesehatan kesehatan masyarakat yang optimal.
II. MASALAH KESEHATAN MASYARAKAT DI DESA PUUPI
Berdasarkan hasil pendataan, ditemukan 2 macam masalah
kesehatan yang terdapat di Desa Puupi, yaitu pembuangan tinja tidak
memenuhi syarat dan pembuangan sampah yang tidak memenuhi syarat
Dalam analisis penyebab masalah perlu dipertimbangkan faktor
lain yang mempengaruhi, salah satunya dapat dikemukakan dengan
konsep atau pendekatan Blum (Inputs for Health), dimana dijelaskan
bahwa masalah atau derajat kesehatan ditentukan oleh 4 faktor
(determinant) utama, yaitu sebagai berikut :
a. Lingkungan
Aspek lingkungan adalah faktor yang memiliki pengaruh
yang paling besar terhadap derajat kesehatan. Secara spesifik,
aspek lingkungan yang berhubungan dengan kesehatan dapat
dikategorikan dalam aspek :
1) Lingkungan Fisik
Termasuk dalam kategori lingkungan fisik adalah suhu
udara, kelembaban, penyinaran matahari, kebisingan, dan lain-
lain. Semua aspek di atas mempengaruhi terjadinya penyakit
dan tingkat kesehatan masyarakat. Indikator yang digunakan
sangat bervariasi tergantung dari jenis data yang digunakan.

2) Lingkungan Biologis
Komponen yang termasuk dalam lingkungan biologis
adalah sanitasi, kuman penyakit, vektor binatang ternak, dan
lain-lain. Ada berbagai jenis indikator yang dapat digunakan
dalam menganalisis lingkungan biologis seperti akses terhadap
air bersih, jumlah jamban, tempat pembuangan sampah, dan
keberadaan vektor penyakit.
3) Lingkungan Sosial Ekonomi
Informasi mengenai keadaan sosial ekonomi
masyarakat juga sangat bermanfaat dalam menganalisis faktor
lingkungan yang berpengaruh terhadap derajat kesehatan.
Tingkat ekonomi masyarakat juga dapat menjadi indikator dari
kemampuan masyarakat untuk memanfaatkan pelayanan
kesehatan.
b. Perilaku
Perilaku kesehatan yang mempengaruhi derajat kesehatan
juga sangat diperlukan dalam analisis penyebab masalah. Yang
dimaksud dengan analisis perilaku kesehatan adalah konsep
sehat-sakit dan juga kepercayaan tentang kesehatan yang ada di
masyarakat.
c. Pelayanan Kesehatan
Analisis terhadap pelayanan kesehatan merupakan
analisis untuk melihat adanya kesenjangan upaya kesehatan yang
sedang berjalan. Kesenjangan tersebut dapat terjadi pada input,
proses, dan output. Analisis ini umumnya meliputi aspek
ketenagaan, pembiayaan, dan peran serta masyarakat dalam
upaya kesehatan. Input dalam upaya kesehatan adalah tenaga,
dana, sarana, kebijaksanaan, teknologi, dan lain-lain.
d. Genetik
Dalam praktek sering diganti dengan faktor kependudukan.
Data faktor keturunan / hereditas yang mempengaruhi status
kesehatan biasanya sulit didapat. Oleh karena itu, faktor
kependudukan dilakukan dengan analisis demografi. Data
demografis penting untuk menentukan besarnya masalah dan juga
besaran target program.
Manfaat dari pendekatan Blum adalah untuk memperoleh
informasi tentang faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi kejadian
suatu masalah dari berbagai aspek yaitu lingkungan, perilaku,
pelayanan kesehatan, dan hereditas (kependudukan).
Dari hasil pendataan, ditemukan 2 macam masalah kesehatan
di Desa Puupi, tempat pembuangan tinja yang tidak memenuhi syarat
dan sarana pembuanagan air limbah yang tidak memenuhi syarat.
Adapun jika ditinjau dengan teori atau pendekatan Blum, dapat
dikemukakan sebagai berikut:
Tabel 47. Analisis Penyebab Masalah dengan Pendekatan
Blum
Masalah
Kesehatan
Determinan Faktor
Lingkungan Perilaku
Pelayanan
Kesehatan
Kependudukan
Pembuanga
n tinja tidak
memenuhi
syarat
Kurangnya
tempat
pembuangan
tinja yang
memenuhi
syarat
Rumah yang
berada
dipesisir
menjadikan
laut sebagai
tempat
pembuangan
tinja

Kesadaran
masyarakat
yang masih
kurang
akan
pentingnya
tempat
pembuanga
n tinja yang
memenuhi
syarat
Pengetahu
an yang
masih
kurang
Masih kurangnya
tenaga kesehatan
Petugas
kesehatan kurang
mensosialisasika
n tentang cara
pembuangan tinja
yang memenuhi
syarat
Budaya /
kebiasaan
masyarakat
membuang
tinja di laut
Rendahnya
tingkat
ekonomi
masyarakat
menyebabkan
mereka
kurang
mampu
membuat
tempat
pembuangan
tinja yang
memenuhi
syarat
Srana
pembuanga
n air limbah
(SPAL) tidak
memenuhi
syarat
Kurangnya
SPAL yang
memenuhi
syarat
Lahan
pekarangan
belakang yang
masih luas
dijadikan
sarana
pembuangan
air limbah
Kesadaran
masyarakat
yang masih
kurang akan
pentingnya
SPAL yang
memenuhi
syarat
Pengetahua
n yang
masih
kurang
Masih kurangnya
tenaga kesehatan
Petugas kesehatan
kurang
mensosialisasikan
tentang cara
pembuangan
sampah yang
memenuhi syarat
Budaya /
kebiasaan
masyarakat
membuang
sampah di
sembarang
tempat
Rendahnya
tingkat ekonomi
masyarakat
menyebabkan
mereka kurang
mampu
membuat SPAL
yang memenuhi
syarat

Data di atas diperoleh berdasarkan hasil survei lapangan
dengan menggunakan instrumen kuesioner responden di Desa
Wawatu. Setelah dilakukan brainstorming (curah pendapat) dengan
tokoh-tokoh masyarakat di Desa Wawatu, maka dapat disimpulkan
akar penyebab masalah, yang dalam hal ini menjadi masalah
kesehatan itu sendiri, yaitu sebagai berikut:
Masalah 1 : Kurangnya tempat pembuangan tinja yang
memenuhi syarat
Masalah 2 : Kurangnya Saluran Pembuangan Air Limbah
(SPAL) yang memenuhi syarat


III. PRIORITAS MASALAH
Pada penentuan prioritas masalah kesehatan masyarakat yang
ditemukan selama melakukan Pengalaman Belajar Lapangan 1 (PBL 1)
ini, khususnya di Desa Puupi Kec. Kolono, maka metode yang di gunakan
untuk memprioritaskan masalah kesehatan tersebut adalah metode
MCUA.
Metode MCUA merupakan suatu teknik atau suatu cara yang
digunakan untuk membantu dalam mengambil keputusan atas beberapa
pilihan atau alternatif. Alternatif dapat berupa masalah pada langkah
penentuan prioritas masalah atau pemecahan masalah pada langkah
penetapan prioritas masalah. Untuk menyaring alternatif masalah yang
sesuai dengan kebutuhan dibutuhkan suatu batasan atau kriteria. Kriteria
itu sendiri adalah suatu batasan yang digunakan untuk menyaring
alternatif masalah yang sesuai dengan kebutuhan.
Kriteria yang digunakan dalam metode MCUA adalah sebagai berikut:
1. Besarnya masalah
2. Keseriusan masalah
3. Kemampuan Sumber Daya Manusia dan Non Sumber Daya
Manusia
4. Kerawanan politik.
Tabel 48. Penentuan Prioritas Masalah dengan Metode MCUA
Kriteria Bobot
Masalah 1 Masalah 2
S BS S BS
Besarnya Masalah 35 4 140 3 105
Keseriusan
Masalah
25 4 100 3 75
Kemampuan SD 20 3 60 3 60
Kerawanan Politik 20 3 30 3 30
Total 100 330 270
Rangking 1 2

Skor : 5 = Sangat tinggi
4 = Tinggi
3 = Cukup
2 = Rendah
1 = Sangat rendah
Ket. : Masalah 1 = Kurangnya jamban keluarga
Masalah 2 = Kurangnya saluran pembuangan air limbah
Dengan menggunakan metode MCUA pada prioritas masalah
sebagaimana yang diungkapkan di atas, maka yang menjadi prioritas
masalah adalah yang memiliki total serta rangking tertinggi, yaitu
kurangnya jamban keluarga yang memenuhi syarat.
Setelah diperoleh prioritas masalah dengan menggunakan
metode MCUA, maka diperoleh masalah yang paling diprioritaskan
untuk diintervensi. Namun, pada beberapa masalah ini diberikan suatu
alternatif pemecahan masalah, maka digunakan metode CARL. Dan
selanjutnya akan diprioritaskan kembali untuk memperoleh prioritas
pemecahan masalah kesehatan masyarakat yang telah ada.
Metode CARL merupakan suatu cara untuk menentukan
pemecahan masalah dari berbagai alternatif pemecahan masalah.
Dilakukan dengan menentukan skor atas kriteria tertentu, yaitu
Capability, Accesibility, Readiness, dan Leverage (CARL). Semakin
besar skor maka semakin menjadi prioritas untuk dilaksanakan.
Dari prioritas masalah yang telah ditentukan dengan
menggunakan metode MCUA, maka untuk memperoleh pemecahan
masalah dari berbagai alternatif pemecahan masalah, maka
digunakan metode CARL yaitu sebagai berikut:
Tabel 49. Prioritas Alternatif Pemecahan Masalah dengan Metode
CARL
No.
Alternatif Pemecahan
Masalah
Skor Hasil
CxAxRxL
Rangking
C A R L
1 Pembuatan jamban
percontohan
5 5 4 5 500 1
2 Penyuluhan tentang PHBS 5 5 4 4 400 2
3 melakukan kesepakatan
dengan masyarakat
mengenai larangan
membuang sampah dan tinja
di laut.
5 4 3 3 180 3
4 Memberikan hukuman /
sanksi kepada masyarakat
yang membuang tinja di
sembarang laut.
4 3 3 4 144 4

Dengan menggunakan metode CARL diatas, maka yang
menjadi prioritas dari alternatif pemecahan masalah adalah :
1. Pembuatan jamban percontohan percontohan (intervensi fisik).
Penyuluhan tentang pentingnya PHBS serta pentingnya jamban
keluarga yang memenuhi syarat (intervensi nonfisik).
IV. POA
Dari tabel Plan Of Action (POA) di atas, maka untuk meningkatkan
angka kepemilikan jamban keluarga yang memenuhi syarat di Desa
Puupi, maka ditentukan dua bentuk intervensniya, intervensi fisik meliputi
pembuatan sarana pembuangan air limbah percontohan dan intervensi
nonfisik meliputi penyuluhan tentang PHBS. Adapun yang bertanggung
jawab terhadap kedua program ini adalah Kepala Desa Puupi, dimana
waktu pelaksanaannya pada pekan ke 2013, dan bertempat di
Desa Puupi. Pelaksananya adalah masyarakat bersama mahasiswa, serta
sasarannya adalah masyarakat Desa Puupi itu sendiri. Target dari
kegiatan ini adalah meningkatnya angka kepemilikan tempat
pembuangan tinja yang memenuhi syarat dari 13,59 % bulan 2013
menjadi 70 % bulan 2014. Kegiatan ini memerlukan dana sebesar Rp
untuk pembuatan sarana pembuangan jamban percontohan serta
penyuluhan tentang PHBS dengan biaya Rp , . Indikator keberhasilan
dari kegiatan ini adalah adanya sarana pembuangan jamban
percontohan (sebanyak unit). Kegiatan ini dievaluasi pada bulan
2013 oleh Kepala Desa Puupi dan Tim dari Puskesmas Kolono dengan
melihat pertambahan jumlah sarana jamban keluarga yang memenuhi
syarat, dengan mengacu pada format rencana operasional.
V. FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBAT

1. Faktor Pendukung
Adapun faktor pendukung selama melaksanakan PBL I di
Desa Puupi ini adalah sebagai berikut:
a. Masyarakat desa yang ramah-ramah, sehingga memudahkan
dalam proses pendataan
b. Masyarakat yang mau membaur dengan para mahasiswa
c. Adanya kerja sama yang baik antara aparat desa, tokoh-tokoh
agama, masyarakat, dan mahasiswa sehingga memudahkan dalam
mendapatkan informasi tentang keadaan desa
d. Jarak rumah yang saling berdekatan sehingga memudahkan dalam
melakukan pendataan.
2. Faktor Penghambat
Adapun faktor penghambat selama melaksanakan PBL I di Desa
Wawatu ini adalah sebagai berikut:
a. Masyarakat yang kurang terbuka / cenderung menutup-nutupi fakta
yang terjadi di lapangan seperti kejadian penyakit yang pernah
diderita.
b. Adanya kesibukan masyarakat yang sebagian besar berprofesi
sebagai nelayan, sehingga sulit ditemui pada saat pendataan.

Anda mungkin juga menyukai