Anda di halaman 1dari 23

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus (DM) yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis
adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa
dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh,
dimana organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan
tubuh.
1

Menurut American Diabetes Association (ADA) 2003, DM merupakan suatu
kelompok penyakit metabolik dengan adanya hiperglikemia yang terjadi karena
kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya.
11
Sedangkan menurut
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) (2002) DM merupakan kumpulan
gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan
kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin yang dapat dilatarbelakangi
oleh kerusakan sel beta pankreas dan resistensi insulin.
4
Apabila hormon insulin yang
dihasilkan oleh sel beta pankreas tidak mencukupi untuk mengubah glukosa menjadi
sumber energi bagi sel, maka glukosa tersebut akan tetap berada dalam darah dan
kadar glukosa dalam darah akan meningkat sehingga timbullah DM.
14


2.2 Patogenesis Diabetes Mellitus
Di dalam saluran pencernaan makanan dipecah menjadi bahan dasar dari
makanan itu. Karbohidrat menjadi glukosa, protein menjadi asam amino dan lemak
menjadi asam lemak. Agar dapat berfungsi sebagai bahan bakar, zat makanan itu
Universitas Sumatera Utara
harus masuk terlebih dahulu ke dalam sel agar dapat diolah. Di dalam sel, zat
makanan terutama glukosa dibakar melalui proses metabolisme, yang hasil akhirnya
adalah timbulnya energi. Dalam proses metabolisme ini insulin memegang peran
yang sangat penting yaitu memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya dapat
digunakan sebagai bahan bakar. Hidrat arang dalam makanan diserap oleh usus halus
dalam bentuk glukosa. Glukosa darah dalam tubuh manusia diubah menjadi glikogen
hati dan otot oleh insulin. Sebaliknya, jika glikogen hati maupun otot akan
digunakan, dipecah lagi menjadi glukosa oleh adrenalin. J ika kadar insulin darah
berkurang, kadar glukosa darah akan melebihi normal, menyebabkan terjadinya
hiperglikemia.

Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta pankreas dapat diibaratkan sebagai anak
kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di
dalam sel glukosa itu dimetabolisasikan menjadi tenaga. Bila insulin tidak ada, maka
glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel, akibatnya glukosa akan tetap berada di
dalam pembuluh darah yang artinya kadarnya di dalam darah meningkat. Dalam
keadaan ini badan akan menjadi lemah karena tidak ada sumber energi di dalam sel.
Inilah yang terjadi pada Diabetes Mellitus.
4


2.3 Gejala-Gejala Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit
ini dapat mengenai semua organ tubuh serta menimbulkan berbagai macam keluhan
dan gejalanya sangat bervariasi. Diabetes mellitus dapat timbul secara perlahan-lahan
sehingga penderita tidak menyadari akan adanya perubahan seperti sering merasa
Universitas Sumatera Utara
haus (polidipsia), sering buang air kecil (poliuria), sering merasa lapar (polifagia)
serta berat badan yang menurun.
15

Selain gejala-gejala utama di atas, gejala selanjutnya adalah badan terasa lemah,
kurang gairah kerja, mudah mengantuk, timbul kesemutan pada jari tangan dan kaki,
gatal-gatal, gairah seks menurun bahkan sampai impotensi, luka yang sulit sembuh,
penglihatan kabur, dan keputihan. Terkadang, ada sekelompok orang yang sama
sekali tidak mengalami gejala-gejala tersebut, namun penyakit ini baru diketahui
secara kebetulan pada waktu check up atau melakukan pemeriksaan darah.
16

2.4 Tipe Diabetes Mellitus
17,18

2.4.1 Diabetes Mellitus Tipe 1 (Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
Diabetes mellitus Tipe 1 terjadi karena sel-sel beta pada pankreas telah
mengalami kerusakan, sehingga pankreas sangat sedikit atau tidak sama sekali
memproduksi insulin.
18
Kerusakan sel beta pankreas dapat disebabkan oleh adanya
peradangan pada sel beta pankreas (insulitis). Insulitis dapat disebabkan macam-
macam diantaranya virus, seperti virus cocksakie, rubella, CMV (Cytomegalovirus),
herpes dan lain-lain. Hal ini mengakibatkan tubuh sedikit memproduksi atau sama
sekali tidak menghasilkan insulin, sehingga penderita DM Tipe 1 bergantung pada
insulin dari luar, yaitu melalui suntikan/injeksi insulin secara teratur agar pasien tetap
sehat.
4,17
Secara global DM Tipe 1 tidak begitu umum, hanya kira-kira 10-20 % dari
semua penderita DM yang menderita DM Tipe 1. DM Tipe 1 ini biasanya bermula
Universitas Sumatera Utara
pada saat kanak-kanak dan puncaknya pada masa akil baliq atau remaja. Biasanya
penderita DM Tipe 1 mempunyai berat badan yang kurus.
21


2.4.2 Diabetes Mellitus Tipe 2 (Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus)
DM Tipe 2 atau DM Tidak Tergantung Insulin adalah DM yang paling sering
dijumpai. DM Tipe 2 terjadi karena kombinasi dari kecacatan dalam produksi
insulin dan resistensi terhadap insulin. Pankreas masih bisa menghasilkan insulin,
tetapi kualitasnya buruk, tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai kunci untuk
memasukkan glukosa ke dalam darah. Akibatnya, glukosa dalam darah meningkat.
Pasien biasanya tidak memerlukan tambahan suntikan insulin dalam pengobatannya,
tetapi memerlukan obat yang bekerja memperbaiki fungsi insulin dan menurunkan
kadar gula dalam darah.
20,22

DM Tipe 2 biasanya didiagnosa setelah berusia 40 tahun, dan 75 % individu
dengan DM Tipe 2 adalah obesitas atau dengan riwayat obesitas.

Penyakit DM Tipe 2
biasanya terjadi pada usia dewasa yang berusia menengah atau lanjut. Di Indonesia,
sekitar 95 % kasus DM adalah DM Tipe 2, yang cenderung disebabkan oleh faktor
gaya hidup yang tidak sehat.
17,23







Universitas Sumatera Utara
2.5 Epidemiologi Diabetes Mellitus
2.5.1 Distribusi dan Frekuensi
a. Menurut Orang
Pada negara berkembang, DM cenderung diderita oleh penduduk usia 45-64
tahun, sedangkan pada negara maju penderita DM cenderung diderita oleh penduduk
usia di atas 64 tahun.
24
Penderita DM Tipe 1 biasanya berumur <40 tahun dan
penderita DM Tipe 2 biasanya berumur 40 tahun.
21

Hasil penelitian Ditjen Yanmed Depkes RI pada tahun 2002, diperoleh data
bahwa DM berada di urutan keenam dengan PMR sebesar 3,6% dari sepuluh penyakit
utama yang ada di Rumah Sakit yang menjadi penyebab utama kematian. Dan
penelitian Ditjen Yanmed Depkes pada tahun 2005 menyatakan bahwa DM menjadi
penyebab kematian tertinggi pada pasien rawat inap akibat penyakit metabolik, yaitu
sebanyak 42.000 kasus dengan 3.316 kematian (CFR 7,9%).
25

Berdasarkan penelitian Junita L.R marpaung di RSU Pematang Siantar tahun
2003-2004 terdapat 143 orang (80,79 %) pasien DM yang berusia 45 tahun dan 34
orang (19,21 %) yang berusia <45 tahun.
26
Menurut penelitian Renova di RS. Santa
Elisabeth tahun 2007 terdapat 239 orang (96 %) pasien DM yang berusia 40 tahun
dan 10 orang (4 %) yang berusia <40 tahun.
27
b. Menurut Tempat
Pada Tahun 2000, lima Negara dengan jumlah penderita Diabetes mellitus
terbanyak pada kelompok 20-79 tahun adalah India (31,7 juta), Cina (20,8 juta),
Amerika (17,7 juta), Indonesia (8,4 juta), dan Jepang (6,8 juta).
24
Berdasarkan survei
lokal, prevalensi DM di Pulau Bali pada tahun 2004, mencapai angka 7,2%. Pada
Universitas Sumatera Utara
tahun 2005, di DKI Jakarta telah dilakukan survei, dan diperoleh prevalensi DM
sebesar 12,8%.
5

Menurut laporan PERKENI tahun 2005 dari berbagai penelitian epidemiologi di
Indonesia, menunjukkan bahwa angka prevalensi DM terbanyak terdapat di kota-kota
besar, antara lain : Jakarta 12,8 %, Surabaya 1,8 %, Makassar 12,5 %,dan Manado 6,7
%. Sedangkan prevalensi DM terendah terdapat di daerah pedesaan antara lain
Tasikmalaya sebesar 1,8 % dan Tanah Toraja sebesar 0,9 %. Adanya perbedaan
prevalensi DM di perkotaan dengan di pedesaan menunjukkan bahwa gaya hidup
mempengaruhi kejadian DM.
4

c. Menurut Waktu
Pada tahun 2000, terdapat 2,9 juta kematian akibat DM di dunia, dimana 1,4
juta atau 48,28% kematian terjadi pada pria, dan selebihnya 1,5 juta atau 51,72%
pada wanita. Dari jumlah kematian ini, 1 juta atau 34,48% kematian terjadi di negara
maju dan 1,9 juta atau 65,52% kematian terjadi di negara berkembang.
8
Pada tahun
2003, WHO menyatakan 194 juta jiwa atau 5,1% dari 3,8 miliar penduduk dunia usia
20-79 tahun menderita Diabetes mellitus dan tahun 2007 mengalami peningkatan
menjadi 7,3%.
20
Peningkatan angka kesakitan DM dari waktu ke waktu lebih banyak disebabkan
oleh faktor herediter, life style (kebiasaan hidup) dan faktor lingkungannya. WHO
menyatakan penderita DM Tipe 2 sebanyak 171 juta pada tahun 2000 akan meningkat
menjadi 366 juta pada tahun 2030.
9



Universitas Sumatera Utara
2.5.2 Determinan
Beberapa faktor yang mempengaruhi DM adalah :
a. Genetik atau Faktor Keturunan
DM cenderung diturunkan atau diwariskan, dan tidak ditularkan. Faktor genetis
memberi peluang besar bagi timbulnya penyakit DM. Anggota keluarga penderita
DM memiliki kemungkinan lebih besar menderita DM dibandingkan dengan anggota
keluarga yang tidak menderita DM. Apabila ada orangtua atau saudara kandung yang
menderita DM, maka seseorang tersebut memiliki resiko 40 % menderita DM.
29,30
DM Tipe 1 lebih banyak dikaitkan dengan faktor keturunan dibandingkan
dengan DM Tipe 2. Sekitar 50 % pasien DM Tipe 1 mempunyai orang tua yang juga
menderita DM, dan lebih dari sepertiga pasien mempunyai saudara yang juga
menderita DM. Pada penderita DM Tipe 2 hanya sekitar 3-5 % yang mempunyai
orangtua menderita DM juga.
20

Pada DM tipe 1, seorang anak memiliki kemungkinan 1:7 untuk menderita DM
bila salah satu orang tua anak tersebut menderita DM pada usia <40 tahun dan 1:13
bila salah satu orang tua anak tersebut menderita DM pada usia 40 tahun. Namun
bila kedua orang tuanya menderita DM tipe 1, maka kemungkinan menderita DM
adalah 1:2.
29

b. Usia
DM dapat terjadi pada semua kelompok umur, terutama 40 tahun karena
resiko terkena DM akan meningkat dengan bertambahnya usia dan manusia akan
mengalami penurunan fisiologis yang akan berakibat menurunnya fungsi endokrin
pankreas untuk memproduksi insulin. DM tipe 1 biasanya terjadi pada usia muda
Universitas Sumatera Utara
yaitu pada usia <40 tahun, sedangkan DM tipe 2 biasanya terjadi pada usia 40
tahun. Di negara-negara barat ditemukan 1 dari 8 orang penderita DM berusia di atas
65 tahun, dan 1 dari penderita berusia di atas 85 tahun.
21,31

Menurut penelitian Handayani di RS Dr. Sardjito Yogyakarta (2005) penderita
DM Tipe 1 mengalami peningkatan jumlah kasusnya pada umur <40 tahun (2,7%),
dan jumlah kasus yang paling banyak terjadi pada umur 61-70 tahun (48 %).
32
Menurut hasil penelitian Renova di RS. Santa Elisabeth tahun 2007 terdapat 239
orang (96%) pasien DM berusia 40 tahun dan 10 orang (4%) yang berusia < 40
tahun.
28

c. Jenis Kelamin
Perempuan memiliki resiko lebih besar untuk menderita Diabetes Mellitus,
berhubungan dengan paritas dan kehamilan, dimana keduanya adalah faktor resiko
untuk terjadinya penyakit DM. Dalam penelitian Martono dengan desain cross
sectional di Jawa Barat tahun 1999 ditemukan bahwa penderita DM lebih banyak
pada perempuan (63%) dibandingkan laki-laki (37%). Demikian pula pada penelitian
Media tahun 1998 di seluruh rumah sakit di Kota Bogor, proporsi pasien DM lebih
tinggi pada perempuan (61,8%) dibandingkan pasien laki-laki (38,2%).
42

d. Pola Makan dan Kegemukan (Obesitas)
Perkembangan pola makan yang salah arah saat ini mempercepat peningkatan
jumlah penderita DM di Indonesia. Makin banyak penduduk yang kurang
menyediakan makanan yang berserat di rumah. Makanan yang kaya kolesterol,
lemak, dan natrium (antara lain dalam garam dan penyedap rasa) muncul sebagai tren
Universitas Sumatera Utara
menu harian, yang ditambah dengan meningkatnya konsumsi minuman yang kaya
gula.
30

Kegemukan adalah faktor resiko yang paling penting untuk diperhatikan, sebab
meningkatnya angka kejadian DM Tipe 2 berkaitan dengan obesitas. Delapan dari
sepuluh penderita DM Tipe 2 adalah orang-orang yang memiliki kelebihan berat
badan. Konsumsi kalori lebih dari yang dibutuhkan tubuh menyebabkan kalori ekstra
akan disimpan dalam bentuk lemak. Lemak ini akan memblokir kerja insulin
sehingga glukosa tidak dapat diangkut ke dalam sel dan menumpuk dalam peredaran
darah. Seseorang dengan IMT (Indeks Massa Tubuh) 30 kg/m
2
akan 30 kali lebih
mudah terkena DM dari pada seseorang dengan IMT normal (22 Kg/m
2
). Bila IMT
35 Kg/m
2
, kemungkinan mengidap DM menjadi 90 kali lipat.
20
e. Kurang Gerak Badan
Melakukan aktivitas fisik seperti olahraga secara teratur dapat membuang
kelebihan kalori sehingga dapat mencegah terjadinya kegemukan dan kemungkinan
untuk menderita DM. Pada saat tubuh melakukan aktivitas/gerakan, maka sejumlah
gula akan dibakar untuk dijadikan tenaga gerak. Sehingga sejumlah gula dalam tubuh
akan berkurang dan kebutuhan akan hormon insulin juga akan berkurang. Pada orang
yang jarang berolah raga zat makanan yang masuk ke dalam tubuh tidak dibakar,
tetapi hanya akan ditimbun dalam tubuh sebagai lemak dan gula. Proses perubahan
zat makanan dan lemak menjadi gula memerlukan hormon insulin. Namun jika
hormon insulin kurang mencukupi, maka akan timbul gejala DM.
33,34


Universitas Sumatera Utara
f. Infeksi
Virus yang dapat memicu DM adalah rubella, mumps, dan human
coxsackievirus B4. Melalui mekanisme infeksi sitolitik dalam sel beta pankreas, virus
ini menyebabkan kerusakan atau destruksi sel. Virus ini dapat juga menyerang
melalui reaksi autoimunitas yang menyebabkan hilangnya autoimun dalam sel beta
pankreas. Pada kasus DM Tipe 1 yang sering dijumpai pada anak-anak, seringkali
didahului dengan infeksi flu atau batuk pilek yang berulang-ulang, yang disebabkan
oleh virus mumps dan coxsackievirus. DM akibat bakteri masih belum bisa dideteksi.
Namun para ahli kesehatan menduga bakteri cukup berperan menyebabkan DM.
21


2.6 Komplikasi Diabetes Mellitus
DM sering disebut dengan the great imitator, yaitu penyakit yang dapat
menyerang semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai keluhan. Penyakit ini
timbul secara perlahan-lahan, sehingga seseorang tidak menyadari adanya berbagai
perubahan dalam dirinya. Karena itu, jelas bahwa DM bisa menjadi penyebab
terjadinya komplikasi baik yang akut maupun kronis.
20

2.6.1 Komplikasi Akut
Komplikasi yang akut akibat DM terjadi secara mendadak. Keluhan dan
gejalanya terjadi dengan cepat dan biasanya berat. Komplikasi akut umumnya timbul
akibat glukosa darah yang terlalu rendah (hipoglikemia) atau terlalu tinggi
(hiperglikemia).
20

Universitas Sumatera Utara
a. Hipoglikemia
Kadar glukosa darah yang terlalu rendah sampai di bawah 60 mg/dl disebut
hipoglikemia. Hipoglikemia dapat terjadi pada penderita DM yang diobati dengan
suntikan insulin ataupun minum tablet anti-diabetes, tetapi tidak makan dan olah
raganya melebihi biasanya.
37
Bisa juga terjadi pada alkoholik, adanya tumor yang
mensekresi glukagon, malnutrisi, dan yang jarang terjadi pada sepsis. Hipoglikemia
dapat juga terjadi tanpa gejala awal pada sebagian pasien DM yang juga menderita
hipertensi, khususnya di malam hari atau saat menggunakan obat bloker beta (obat
hipertensi).
36

Keluhan dan gejala hipoglikemia dapat bervariasi, tergantung pada sejauh
mana glukosa turun. Keluhan hipoglikemia pada dasarnya dapat dibagi dalam dua
kategori besar, yaitu :
a.1. Keluhan akibat otak tidak mendapat cukup kalori sehingga menggangu fungsi
intelektual, antara lain sakit kepala, kurang konsentrasi, mata kabur, capek,
bingung, kejang, dan koma.
a.2. Keluhan akibat efek samping hormon lain (adrenalin) yang berusaha
menaikkan kadar glukosa darah, yaitu pucat, berkeringat, nadi berdenyut cepat,
berdebar, cemas, serta rasa lapar.
Pada awalnya ketika glukosa darah berada pada tingkat 40-50 mg/dl, pasien
DM mengalami gemetaran, keringat dingin, mata kabur, lemah, lapar, pusing, sakit
kepala, tegang, mual, jantung berdebar, dan kulit dingin. Pada saat glukosa darah di
bawah 40 mg/dl, pasien akan merasa mengantuk, sukar bicara seperti orang mabuk,
dan bingung. Dan pada saat glukosa di bawah 20 mg/dl keluhan atau gejala yang
Universitas Sumatera Utara
terjadi adalah kejang, tidak sadarkan diri (koma hipoglikemia), dan bisa
menyebabkan kematian.
35
b. Ketoasidosis Diabetik
Ketoasidosis Diabetik (KAD) adalah gawat darurat akibat hiperglikemia
dimana terbentuk banyak asam dalam darah. Hal ini terjadi akibat sel otot tidak
mampu lagi membentuk energi sehingga dalam keadaan darurat ini tubuh akan
memecah lemak dan terbentuklah asam yang bersifat racun dalam peredaran darah
yang disebut keton. Keadaan ini terjadi akibat suntikan insulin berhenti atau kurang,
atau mungkin karena lupa menyuntik atau tidak menaikkan dosis padahal ada
makanan ekstra yang menyebabkan glukosa darah naik.
20,37
Biasanya paling sering
ditemukan pada penderita DM Tipe 1, namun pada penderita DM Tipe 2 pada
keadaan tertentu seperti stress, infeksi, kelainan vaskuler ataupun stress emosional
juga beresiko mendapatkan KAD.
38
Keluhan dan gejala KAD timbul akibat adanya keton yang meningkat dalam
darah. Keluhan dan gejala tersebut berupa nafas yang cepat dan dalam, nafas bau
keton atau aseton, nafsu makan turun, mual, muntah, demam, nyeri perut, berat badan
turun, capek, lemah, bingung, mengantuk, dan kesadaran menurun sampai koma.
35

Hasil pengamatan di bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM tahun 1990, terdapat
152 pasien DM yang dirawat dengan CFR sebesar 24,9 % dari 15 kasus KAD.
10




Universitas Sumatera Utara
c. Hiperosmolar Non-Ketotik
Hiperosmolar Non-Ketotik adalah suatu keadaan dimana kadar glukosa darah
sangat tinggi sehingga darah menjadi sangat kental, kadar glukosa darah DM bisa
sampai di atas 600 mg/dl. Glukosa ini akan menarik air keluar sel dan selanjutnya
keluar dari tubuh melalui kencing. Maka, timbullah kekurangan cairan tubuh atau
dehidrasi.
20
Gejala Hiperosmolar Non-Ketotik mirip dengan ketoasidosis. Perbedaannya,
pada Hiperosmolar Non-Ketotik tidak dijumpai nafas yang cepat dan dalam serta
berbau keton. Gejala yang ditimbulkan adalah rasa sangat haus, banyak kencing,
lemah, kaki dan tungkai kram, bingung, nadi berdenyut cepat, kejang dan koma.
20

2.6.2 Komplikasi Kronik
Kadar gula darah pada penderita DM dapat dikontrol. J ika kadar gula darah
tetap tinggi akan timbul komplikasi kronik. Komplikasi kronik diartikan sebagai
kelainan pembuluh darah yang akhirnya bisa menyebabkan serangan jantung,
gangguan fungsi ginjal, dan gangguan saraf. Komplikasi kronik sering dibedakan
berdasarkan bagian tubuh yang mengalami kerusakan, seperti kerusakan pada saraf,
ginjal, mata, jantung, dan lainnya.
10,20
a. Kerusakan Ginjal (Nephropathy)
DM dapat mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal. Ginjal menjadi tidak dapat
menyaring zat yang terkandung dalam urin. Bila ada kerusakan ginjal, racun tidak
dapat dikeluarkan, sedangkan protein yang seharusnya dipertahankan ginjal bocor
Universitas Sumatera Utara
keluar. Penderita DM memiliki resiko 20 kali lebih besar menderita kerusakan ginjal
dibandingkan dengan orang tanpa DM.
20,21,35
Gambaran gagal ginjal pada penderita DM yaitu : lemas, mual, pucat, sesak
nafas akibat penimbunan cairan. Adanya gagal ginjal dibuktikan dengan kenaikan
kadar kreatinin/ureum serum ditemukan berkisar 2-7 % dari penderita DM. selain itu
adanya proteinuria tanpa kelainan ginjal yang lain merupakan salah satu tanda awal
nefropati diabetik.
15
b. Kerusakan Saraf (Neuropathy)
Kerusakan saraf adalah komplikasi DM yang paling sering terjadi. Baik
penderita DM Tipe 1 maupun Tipe 2 bisa terkena neuropati. Hal ini bisa terjadi
setelah glukosa darah terus tinggi, tidak terkontrol dengan baik, dan berlangsung
sampai 10 tahun atau lebih. Akibatnya saraf tidak bisa mengirim atau menghantar
pesan-pesan rangsangan impuls saraf, salah kirim, atau terlambat dikirim.
20,21
Keluhan dan gejala neuropati tergantung pada berat ringannya kerusakan saraf.
Kerusakan saraf yang mengontrol otot akan menyebabkan kelemahan otot sampai
membuat penderita tidak bisa jalan. Gangguan saraf otonom dapat mempercepat
denyut jantung dan membuat muncul banyak keringat. Kerusakan saraf sensoris
(perasa) menyebabkan penderita tidak bisa merasakan nyeri panas, dingin, atau
meraba. Kadang-kadang penderita dapat merasakan kram, semutan, rasa tebal, atau
nyeri. Keluhan neuropati yang paling berbahaya adalah rasa tebal pada kaki, karena
tidak ada rasa nyeri, orang tidak tahu adanya infeksi.
22,35


Universitas Sumatera Utara
c. Kerusakan Mata
Penyakit DM dapat merusak mata dan menjadi penyebab utama kebutaan.
Setelah mengidap DM selama 15 tahun, rata-rata 2 persen penderita DM menjadi buta
dan 10 persen mengalami cacat penglihatan.
20
Kerusakan mata akibat DM yang
paling sering adalah Retinopati (Kerusakan Retina). Glukosa darah yang tinggi
menyebabkan rusaknya pembuluh darah retina bahkan dapat menyebabkan kebocoran
pembuluh darah kapiler. Darah yang keluar dari pembuluh darah inilah yang menutup
sinar yang menuju ke retina sehingga penglihatan penderita DM menjadi kabur.
39,10
Kerusakan yang lebih berat akan menimbulkan keluhan seperti tampak bayangan
jaringan atau sarang laba-laba pada penglihatan mata, mata kabur, nyeri mata, dan
buta.
20
Selain menyebabkan retinopati, DM juga dapat menyebabkan lensa mata
menjadi keruh (tampak putih) yang disebut katarak serta dapat menyebabkan
glaucoma (menyebabkan tekanan bola mata).
40
d. Penyakit jantung
DM merusak dinding pembuluh darah yang menyebabkan penumpukan lemak
di dinding yang rusak dan menyempitkan pembuluh darah. J ika pembuluh darah
koroner menyempit, otot jantung akan kekurangan oksigen dan makanan akibat suplai
darah yang kurang. Selain menyebabkan suplai darah ke otot jantung, penyempitan
pembuluh darah juga mengakibatkan tekanan darah meningkat, sehingga dapat
mengakibatkan kematian mendadak.
40


Universitas Sumatera Utara
e. Hipertensi
Penderita DM cenderung terkena hipertensi dua kali lipat dibanding orang
yang tidak menderita DM. Hipertensi bisa merusak pembuluh darah. Hipertensi dapat
memicu terjadinya serangan jantung, retinopati, kerusakan ginjal, atau stroke. Antara
35-75% komplikasi DM disebabkan oleh hipertensi. Faktor-faktor yang dapat
mengakibatkan hipertensi pada penderita DM adalah nefropati, obesitas, dan
pengapuran atau pengapuran atau penebalan dinding pembuluh darah.
20
f. Gangguan Saluran Pencernaan
Mengidap DM terlalu lama dapat mengakibatkan urat saraf yang memelihara
lambung akan rusak sehingga fungsi lambung untuk menghancurkan makanan
menjadi lemah. Hal ini mengakibatkan proses pengosongan lambung terganggu dan
makanan lebih lama tinggal di dalam lambung.

Gangguan pada usus yang sering
diutarakan oleh penderita DM adalah sukar buang air besar, perut gembung, dan
kotoran keras. Keadaan sebaliknya adalah kadang-kadang menunjukkan keluhan
diare, kotoran banyak mengandung air tanpa rasa sakit perut.
40,41

2.7 Upaya Pencegahan Diabetes Mellitus
Jumlah penderita DM tiap tahun semakin meningkat (prevalensinya
menunjukkan peningkatan per tahun) dan besarnya biaya pengobatan serta perawatan
penderita DM, terutama akibat-akibat yang ditimbulkannya. J ika telah terjadi
komplikasi, usaha untuk menyembuhkan keadaan tersebut ke arah normal sangat
sulit, kerusakan yang terjadi umumnya akan menetap, maka upaya pencegahan sangat
bermanfaat baik dari segi ekonomi maupun terhadap kesehatan masyarakat.
4,18

Universitas Sumatera Utara
Usaha pencegahan pada penyakit DM terdiri dari : Pencegahan primordial yaitu
pencegahan kepada orang-orang yang masih sehat agar tidak memilki faktor resiko
untuk terjadinya DM, pencegahan primer yaitu pencegahan kepada mereka yang
belum terkena DM namun memiliki faktor resiko yang tinggi dan berpotensi untuk
terjadinya DM agar tidak timbul penyakit DM, pencegahan sekunder yaitu mencegah
agar tidak terjadi komplikasi walaupun sudah terjadi penyakit, dan pencegahan tersier
yaitu usaha mencegah agar tidak terjadi kecacatan lebih lanjut walaupun sudah terjadi
komplikasi.
4

2.7.1 Pencegahan Primordial
Pencegahan primordial dilakukan dalam mencegah munculnya faktor
predisposisi/resiko terhadap penyakit DM. Sasaran dari pencegahan primordial adalah
orang-orang yang masih sehat dan belum memiliki resiko yang tinggi agar tidak
memiliki faktor resiko yang tinggi untuk penyakit DM. Edukasi sangat penting
peranannya dalam upaya pencegahan primordial. Tindakan yang perlu dilakukan
seperti penyuluhan mengenai pengaturan gaya hidup, pentingnya kegiatan jasmani
teratur, pola makan sehat, menjaga badan agar tidak terlalu gemuk dan menghindari
obat yang bersifat diabetagenik.
42

2.7.2 Pencegahan Primer
Sasaran dari pencegahan primer adalah orang-orang yang termasuk kelompok
resiko tinggi, yakni mereka yang belum terkena DM, tetapi berpotensi untuk
mendapatkan penyakit DM. pada pencegahan primer ini harus mengenal faktor-faktor
Universitas Sumatera Utara
yang berpengaruh terhadap terjadinya DM dan upaya untuk mengeliminasi faktor-
faktor tersebut.
42

Pada pengelolaan DM, penyuluhan menjadi sangat penting fungsinya untuk
mencapai tujuan tersebut. Materi penyuluhan dapat berupa : apa itu DM, faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap timbulnya DM, usaha untuk mengurangi faktor-faktor
tersebut, penatalaksanaan DM, obat-obat untuk mengontrol gula darah, perencanaan
makan, mengurangi kegemukan, dan meningkatkan kegiatan jasmani.
43

a. Penyuluhan
Edukasi DM adalah pendidikan dan latihan mengenai pengetahuan mengenai
DM. Disamping kepada pasien DM, edukasi juga diberikan kepada anggota
keluarganya, kelompok masyarakat beresiko tinggi dan pihak-pihak perencana
kebijakan kesehatan. Berbagai materi yang perlu diberikan kepada pasien DM adalah
definisi penyakit DM, faktor-faktor yang berpengaruh pada timbulnya DM dan
upaya-upaya menekan DM, pengelolaan DM secara umum, pencegahan dan
pengenalan komplikasi DM, serta pemeliharaan kaki.
4,45
b. Latihan Jasmani
Latihan jasmani yang teratur (3-4 kali seminggu selama kurang lebih 30 menit)
memegang peran penting dalam pencegahan primer terutama pada DM Tipe 2. Orang
yang tidak berolah raga memerlukan insulin 2 kali lebih banyak untuk menurunkan
kadar glukosa dalam darahnya dibandingkan orang yang berolah raga. Manfaat
latihan jasmani yang teratur pada penderita DM antara lain
42
:
b.1. Memperbaiki metabolisme yaitu menormalkan kadar glukosa darah dan
lipid darah
Universitas Sumatera Utara
b.2. Meningkatkan kerja insulin dan meningkatkan jumlah pengangkut glukosa
b.3. Membantu menurunkan berat badan
b.4. Meningkatkan kesegaran jasmani dan rasa percaya diri
b.5. Mengurangi resiko penyakit kardiovaskular
Laihan jasmani yang dimaksud dapat berupa jalan, bersepeda santai, jogging,
dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status
kesegaran jasmani.
42

c. Perencanaan Pola Makan
Perencanaan pola makan yang baik dan sehat merupakan kunci sukses
manajemen DM. Seluruh penderita harus melakukan diet dengan pembatasan kalori,
terlebih untuk penderita dengan kondisi kegemukan. Menu dan jumlah kalori yang
tepat umumnya dihitung berdasarkan kondisi individu pasien.
29,39,41
Perencanaan makan merupakan salah satu pilar pengelolaan DM, meski sampai
saat ini tidak ada satupun perencanaan makan yang sesuai untuk semua pasien,
namun ada standar yang dianjurkan yaitu makanan dengan komposisi yang seimbang
dalam karbohidrat, protein, dan lemak sesuai dengan kecukupan gizi baik sebagai
berikut: Karbohidrat =60-70 %, Protein =10-15 %, dan Lemak =20-25 %.
4

Jumlah asupan kolesterol perhari disarankan <300 mg/hari dan diusahakan
lemak berasal dari sumber asam lemak tidak jenuh dan membatasi PUFA (Poly
Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh. Jumlah kalori disesuaikan dengan
pertumbuhan, status gizi, umur, ada tidaknya stress akut dan kegiatan jasmani.
42


Universitas Sumatera Utara
2.7.3 Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya untuk mencegah atau menghambat
timbulnya komplikasi dengan tindakan-tindakan seperti tes penyaringan yang
ditujukan untuk pendeteksian dini DM serta penanganan segera dan efektif. Tujuan
utama kegiatan-kegiatan pencegahan sekunder adalah untuk mengidentifikasi orang-
orang tanpa gejala yang telah sakit atau penderita yang beresiko tinggi untuk
mengembangkan atau memperparah penyakit.
44,37

Memberikan pengobatan penyakit sejak awal sedapat mungkin dilakukan untuk
mencegah kemungkinan terjadinya komplikasi menahun. Edukasi dan pengelolaan
DM memegang peran penting untuk meningkatkan kepatuhan pasien berobat.
42
a. Diagnosis Dini Diabetes Mellitus
Dalam menetapkan diagnosis DM bagi pasien biasanya dilakukan dengan
pemeriksaan kadar glukosa darahnya. Pemeriksaan kadar glukosa dalam darah pasien
yang umum dilakukan adalah :
a.1. Pemeriksaan kadar glukosa darah setelah puasa.
Kadar glukosa darah normal setelah puasa berkisar antara 70-110 mg/dl.
Seseorang didiagnosa DM bila kadar glukosa darah pada pemeriksaan darah
arteri lebih dari 126 mg/dl dan lebih dari 140 mg/dl jika darah yang diperiksa
diambil dari pembuluh vena.
a.2. Pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu.
J ika kadar glukosa darah berkisar antara 110-199 mg/dl, maka harus dilakukan
test lanjut. Pasien didiagnosis DM bila kadar glukosa darah pada pemeriksaan
darah arteri ataupun vena lebih dari 200 mg/dl.
16
Universitas Sumatera Utara

a.3. Test Toleransi Glukosa Oral (TTGO).
Test ini merupakan test yang lebih lanjut dalam pendiagnosaan DM. Pemeriksaan
dilakukan berturut-turut dengan nilai normalnya : 0,5 jam <115 mg/dl, 1 jam <
200 mg/dl, dan 2 jam <140 mg/dl.
17
Selain pemeriksaan kadar gula darah, dapat juga dilakukan pemeriksaan HbA1C
atau glycosylated haemoglobin. Glycosylated haemoglobin adalah protein yang
terbentuk dari perpaduan antara gula dan haemoglobin dalam sel darah merah.
18
Nilai
yang dianjurkan oleh PERKENI untuk HbA1C normal (terkontrol) 4 % - 5,9 %.
17

Semakin tinggi kadar HbA1C maka semakin tinggi pula resiko timbulnya komplikasi.
Oleh karena itu pada penderita DM kadar HbA1C ditargetkan kurang dari 7 %.
19
Ketika kadar glukosa dalam darah tidak terkontrol (kadar gula darah tinggi)
maka gula darah akan berikatan dengan hemoglobin (terglikasi). Oleh karena itu,
rata-rata kadar gula darah dapat ditentukan dengan cara mengukur kadar HbA1C. bila
kadar gula darah tinggi dalam beberapa minggu maka kadar HbA1C akan tinggi juga.
Ikatan HbA1C yang terbentuk bersifat stabil dan dapat bertahan hingga 2-3 bulan
(sesuai dengan umur eritrosit). Kadar HbA1C akan menggambarkan rata-rata kadar
gula darah dalam jangka waktu 2-3 bulan sebelum pemeriksaan.
19
Jadi walaupun
pada saat pemeriksaan kadar gula darah pada saat puasa dan 2 jam sesudah makan
baik, namun kadar HbA1C tinggi, berarti kadar glukosa darah tetap tidak terkontrol
dengan baik.
20


Universitas Sumatera Utara
b. Pengobatan Segera
Intervensi fakmakologik ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai
dengan pengaturan makanan dan latihan jasmani. Dalam pengobatan ada 2 macam
obat yang diberikan yaitu pemberian secara oral atau disebut juga Obat Hipoglikemik
Oral (OHO) dan pemberian secara injeksi yaitu insulin. OHO dibagi menjadi 3
golongan yaitu : pemicu sekresi insulin (Sulfonilurea dan Glinid), penambah
sensitivitas terhadap insulin (Metformin dan Tiazolidindion), penambah absobsi
glukosa (penghambat glukosidase alfa).
42

Selain 2 macam pengobatan tersebut, dapat juga dilakukan dengan terapi
kombinasi yaitu dengan memberikan kombinasi dua atau tiga kelompok OHO jika
dengan OHO tunggal sasaran kadar glukosa darah belum tercapai. Dapat juga
menggunakan kombinasi kombinasi OHO dengan insulin apabila ada kegagalan
pemakaian OHO baik tunggal maupun kombinasi.
42

2.7.4 Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier adalah semua upaya untuk mencegah kecacatan akibat
komplikasi. Kegiatan yang dilakukan antara lain mencegah perubahan dari
komplikasi menjadi kecatatan tubuh dan melakukan rehabilitasi sedini mungkin bagi
penderita yang mengalami kecacatan. Sebagai contoh, acetosal dosis rendah (80-325
mg) dapat dianjurkan untuk diberikan secara rutin bagi pasien DM yang sudah
mempunyai penyakit makroangiopati.
37,42

Dalam upaya ini diperlukan kerjasama yang baik antara pasien pasien dengan
dokter mapupun antara dokter ahli diabetes dengan dokter-dokter yang terkait dengan
Universitas Sumatera Utara
komplikasinya. Penyuluhan juga sangat dibutuhkan untuk meningkatkan motivasi
pasien untuk mengendalikan penyakit DM. Dalam penyuluhan ini yang perlu
disuluhkan mengenai :
a. Maksud, tujuan, dan cara pengobatan komplikasi kronik diabetes
b. Upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan
c. Kesabaran dan ketakwaan untuk dapat menerima dan memanfaatkan keadaan
hidup dengan komplikasi kronik.
43

Pelayanan kesehatan yang holistik dan terintegrasi antar disiplin terkait juga
sangat diperlukan, terutama di rumah sakit rujukan, baik dengan para ahli sesama
disiplin ilmu seperti konsultan penyakit jantung dan ginjal, maupun para ahli disiplin
lain seperti dari bagian mata, bedah ortopedi, bedah vaskuler, radiologi, rehabilitasi,
medis, gizi, pediatri dan sebagainya.
42











Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai