Anda di halaman 1dari 10

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aspek psikososial dari sakit kritis merupakan suatu tantangan yang unik bagi perawat
pada keperawatan kritis. Perawat harus secara seimbang dalam memenuhi kebutuhan fisik
dan emosional dirinya maupun kliennya dalam suatu lingkungan yang dapat menimbulkan
stress dan dehumanis. Untuk mencapai keseimbangan ini perawat harus mempunyai
pengetahuan tentang bagaimana keperawatan kritis yang dialami mempengaruhi kesehatan
psikososial pasien, keluarga dan petugas kesehatan.
Saat ini jumlah pasien kritis dengan penyakit yang belum dapat disembuhkan baik
pada dewasa dan anak meningkat. Pasien tersebut memerlukan perawatan paliatif, kegiatan
promotif, preventif, kuratif, serta rehabilitatif. Menurut Kepmenkes RI (2007) pasien kritis
yang dimaksud yaitu pasien dengan penyakit kanker, penyakit degeneratif, penyakit paru
obstruktif kronis, cystic fibrosis, stroke, parkinson, gagal jantung/heart failure, penyakit
genetika dan penyakit infeksi seperti HIV/AIDS.
Banyak pasien kritis yang mengalami disfungsi atau kegagalan satu atau lebih
organ/sistem sehingga hidupnya tergantung pada alat, monitoring serta terapi canggih. Dalam
upaya pemenuhan kebutuhannya, ICU merupakan tempat yang paling aman untuk
menangani pasien kritis.
Intensive Care Unit (ICU) merupakan suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri
dengan staf khusus dan perlengkapan yang khusus. Pasien yang layak dirawat di ICU yaitu
pasien yang memerlukan intervensi medis segera, pemantauan kontinyu serta pengelolaan
fungsi sistem organ tubuh secara terkoordinasi oleh tim intensive care. Hal tersebut
dilakukan supaya pasien terhindar dari dekompensasi fisiologis serta dapat dilakukan
pengawasan yang konstan, terus menerus dan pemberian terapi titrasi dengan tepat.
Pasien yang dirawat di ICU kebanyakan adalah pasien yang dalam keadaan kritis dan
hilang kesadaran. Akan tetapi ada juga yang masih sadar dan sebelumnya dapat berperan
aktif dalam pengambilan keputusan selama proses perawatannya. Tidak sedikit dari mereka
yang menolak dan menganggap bahwa terapi-terapi yang diberikan untuk mempertahankan
hidupnya bukan merupakan pilihan yang terbaik di akhir kehidupannya (Cosgrove et al.,
2006). Karena beratnya penyakit tersebut, meskipun telah mendapatkan terapi, beberapa
2

pasien meninggal atau tetap dalam keadaan sakit kritis yang kronik (Angus et al., 2004).
Beberapa pasien juga sangat tergantung pada teknologi di fase akhir kehidupannya sehingga
tidak mungkin di pindah ke tempat lain atau dipulangkan. Hal tersebut dapat mengganggu
perawatan pasien dan mengganggu proses menuju kematiannya (Truog et al., 2008; 9),
sehingga ICU pun menjadi salah satu tempat kematian yang umum bagi pasien (Truog et al.,
2008).

B. Rumusan Masalah
1. Stres dan Penyakit
2. Perilaku Koping
3. Respon Stres
4. Respon Psikososial
5. Mekanisme Koping
6. Intervensi untuk kecemasan dan kehilangan pada pasien atau keluarga

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui stress dan penyakit
2. Untuk mengetahui perilaku koping
3. Untuk mengetahui respon stress
4. Untuk mengetahui respon psikososial
5. Untuk mengetahui mekanisme koping
6. Untuk mengetahui intervensi untuk kecemasan dan kehilangan pada pasien atau kelurga









3

BAB II
PEMBAHASAN
A. Stres dan Penyakit
Penerimaan di unit perawatan kritis menandakan suatu ancaman terhadap kehidupan
dan kesejahteraan pada semua orang yang diterima disana. Stres didefinisikan sebagai suatu
stimulus yang mengakibatkan ketidakseimbangan fungsi fisiologi dan psikologis. Upaya
koping mungkin efektif atau tidak efektif dalam mengatasi stres dan ini mengakibatkan
ansietas.jika perilaku koping efektif, energi dibebaskan dan diarahkan langsung pada
penyembuhan. Jika upaya koping gagal atau tidak efektif, maka keadaan akan tegang
meningkat, peningkatan kebutuhan energi, ketidakseimbangan terjadi dan respon pikiran
serta tubuh akan meningkat berupaya untuk mengembalikan keseimbangan.

B. Perilaku Koping
1. Ansietas
Ansietas dapat dipandang sebagai suatu keadaan ketidakseimbangan atau
tegangan yang cepat mengusahakan koping. Koping kemudian dapat dipandang sebagai
suatu transaksi antara orang dengan lingkungan. Keberhasilan transaksi menurunkan
tegangan dan meningkatkan rasa sejahtera. Respon perilaku yang menunjukkan ansietas
sering berdasarkan lingkungan keluarga dan secara budaya dipelajari. Tujuan asuhan
keperawatan selalu meningkatkan keseimbanagn fisiologik dan emosional. Pengkajian
dan penatalaksanaan keperawatan.
a. Membantu Koping Pasien
Perawat harus mengkaji keefektifan perilaku koping pasien dan dukungannya,
membantu pasien memodifikasi, atau mengajarkan perilaku koping baru. Daerah
keperawatan kritis berisi stimulus yang mengakibatkan stres. Pada saatnya pasien
mungkin lebih mampu mengalami keprihatinan dan kuatir yang berlebihan pada
macam-macam alat yang mengelilingi mereka daripada memikirkan ancaman
kehidupan. Ansietas dapat terjadi bila ada ancaman ketidakberdayaan, kehilanagn
kendali, perasaan kehilangan fungsi dan harga diri, kegagalan membentuk
pertahanan, perasaan terisolasi dan takut mati. Perawat akan membantu meningkatkan
perasaan pengendalian pasien melalui :
4

1) Pemberian perintah
2) Penggunaan pedoman antisipasi
3) Mengikutkan pasien dalam keputusan
4) Pemberian informasi dan penjelasan
b. Teknik kognitif mengatasi ansietas
Teknik ini menjanjikan sebab dapat dilakukan oleh pasien dan tidak
tergantung pada wawasan dan pemahaman yang kompleks dari kondisi psikologik
diri sendiri. Teknik ini juga dapat digunakan untuk menurunkan ansietas dengan cara
menghindari. Untuk pemberian secara mendalam stimulus sensori yang bermakna,
perawat harus mengumpulkan data dari tiap orang yang mengetahui pasien dan siapa
yang dapat memberikan informasi. Perawat selalu mencari petunjuk dan informasi
yang mempermudah pasien berhubungan dengan dunia yang dikenalnya. Mendukung
keluarga dan teman-teman untuk berkunjung dan berkomunukasi men ciptakan
stimulasi sensori lanjut yang bermakna.
1) Pemberian informasi keamanan
Informasi keamanan membantu mencegah ansietas dan disorientasi yang tidak
perlu gkatterjadi, khususnya untuk orang-orang dengan perubahan tingkat
kesadaran atau sensori. Hal ini meliputi informasi tentang bulan, tanggal, waktu,
dan tempat.
2) Dialog Internal
Orang dengan ansietas yang tinggi umumnya memberikan pesan peningkatan atau
menetapnya ansietas mereka. Membantu pasien mengembangkan pesan dialog
sendiri yang meningkatkan :
a) Percaya diri
b) Perasaan pengendalian
c) Kemampuan untuk mengatasi
d) Optimisme
e) Harapan
3) Khayalan Mental dan Relaksasi
Ada dua teknik lain yang bermanfaat untuk dipikirkan pasien dapat membantu
menurunkan ketegangan. Perawat dapat mendorong pasien untuk mengkhayalkan
5

tempat yang indah atau menjadi bagian dari pengalaman yang menyenangkan.
pasien diinstruksikan untuk memfokuskan dan merasakan sensasi yang
dialaminya.

C. Respon Stres
Respon stress dapat diinduksi oleh stressor biofisik, psikososial atau stressor social.
Hans Selye dalam Emanuelsen & Rosenlicht (1986) mengemukakan temuanya tentang stress
kedalam suatu model stress yang disebut general adaptation syndrome (GAS). GAS terdiri
atas 3 tahap yaitu :
1. Alarm respon. Merupakan tahap pertama dan ditandai oleh respon cepat, singkat,
melindungi/memelihara kehidupan dimana merupakan aktivitas total dari system saraf
simpatis. Tahap ini sering disebut dengan istilah menyerang atau lari (fight-or-flight
response).
2. Stage of resistance. Merupakan tahap kedua, dimana tubuh beradaptasi terhadap
ketidakseimbangan yang disebabkan oleh stressor. Tubuh bertahan pada tahap ini sampai
stressor yang membahayakan hilang dan tubuh mampu kembali kekeadaan homeostasis.
Jika semua energi tubuh tubuhnya digunakan untuk koping, maka dapat terjadi tahap
yang ketiga yaitu tahap kelelahan.
3. Stage of exhaustion. Saat semua energi telah digunakan untuk koping, maka tubuh
mengalami kelelahan dan berakibat pada terjadinya sakit fisik, gangguan psikososial dan
kematian.

D. Respon Psikososial
Respon psikososial klien terhadap pengalaman keperawatan kritis mungkin dimediasi
oleh fenomena internal seperti keadaan emosional dan mekanisme koping atau oleh
fenomena eksternal seperti kuantitas dan kualitas stimulasi lingkungan.
Intensitas reaksi emosional dapat mudah dipahami jika menganggap bahwa ICU
adalah tempat dimana klien berusaha menghindari kematian. Klien dengan keperawatan
kritis memperlihatkan reaksi emosional yang dapat diprediksi dimana mempunyai cirri-ciri
yang umum, berkaitan dengan sakitnya. Takut dan kecemasan secara umum adalah reaksi
6

pertama yang tampak. Klien mungkin mengalami nyeri yang menakutkan, prosedur yang
tidak nyaman, mutilasi tubuh, kehilangan kendali, dan/atau meninggal.
Depresi seringkali muncul setelah takut dan kecemasan. Depresi seringkali
merupakan respon terhadap berduka dan kehilangan.pengalaman kehilangan dapat memicu
memori dimasa lalu muncul kembali dengan perasaan sedih yang lebih hebat.
Marah dapat terjadi setelah atau selama depresi. Seringkali marah menyembunyikan
adanya depresi dan dapat mencegah klien jatuh ke dalam depresi yang lebih dalam. Klien
dapat merasa marah atau benci tentang sakitnya dan seringkali mengeluh bahwa hidup
tidaklah adil.

E. Mekanisme Koping
Mekanisme koping merupakan sekumpulan strategi mental baik disadari maupun
tidak disadari yg digunakan untuk menstabilkan situasi yang berpotensi mengancam dan
membuat kembali ke dalam keseimbangan (Emanuelsen & Rosenlicht, 1986).
Strategi koping klien merupakan upaya untuk menimbulkan stabilitas emosional,
menguasai lingkungan, mendefinisikan kembali tugas/tujuan hidup, dan memecahkan
masalah yang ditimbulkan oleh karena sakit/penyakit. Beberapa contoh perilaku koping
adalah humor, distraksi, bertanya untuk suatu informasi berbicara dengan yang lain tentang
keluhan/perasaan-perasaannya, mendefinisikan kembali masalah kedalam istilah yang lebih
disukai, menghadapi masalah dengan dengan melakukan beberapa tindakan, negosiasi
kemungkinan pilihan/alternatif, menurunkan ketegangan dengan minum, makan atau
menggunakan obat, menarik diri, menyalahkan seseorang atau sesuatu, menyalahkan diri
sendiri menghindar dan berkonsultasi dengan ahli agama.

F. Intervensi untuk Kecemasan dan Kehilangan pada Pasien atau Keluarga
Perawat selain memberikan asuhan keperawatan untuk mempertahankan kehidupan,
mencegah perburukan, dan mengurangi kecacatan, juga bertanggung jawab terhadap
kesehatan mental dan spiritual pasien dan keluarga. Kondisi mental dan spiritual yang sehat
akan mengoptimalkan kerjasama pasien, keluarga, dan tim kesehatan.


7

1. Cemas
a. Manifestasi:
berulang-ulang menanyakan hal tertentu
gerakan yang berulang-ulang
mimik muka tidak tenang
tidak dapat bekerja sama
peningkatan Tekanan darah, nadi dan pernapasan.
b. Intervensi:
Kaji tanda-tanda vital pasien
Kaji fokus pembicaraan
Kaji alasan dan tingkat kecemasan
Orientasikan orang, ruang, dan waktu
Jelaskan program pengobatan dan alasan
Biarkan org terdekat menemani/membantu pasien
Bersikap tenang, tidak panik dan tegas.
2. Kehilangan
a. Sebab:
kehilangan kesehatan
kehilangan kemandirian
kehilangan orang yang dicintai/kematian
b. Proses kehilangan:
Menolak/tidak percaya
Marah
Tawar menawar
Depresi
Menerima
c. Intervensi
Memahami perasaan pasien
Mendukung kearah penerimaan, katakan kenyataan yang ada
Tidak memaksa pasien untuk percaya
8

Mendengarkan pembicaraan
Mengarahkan pemecahan masalah secara optimal
Memberikan waktu mengeluarkan kesedihan
Menyediakan ruang yang nyaman/tenang
3. Prinsip tindakan keperawatan untuk keluarga pasien yang meninggal
a. Cek agama agar dapat memberikan asuhan yang sesuai agama pasien
b. Empati akan kondisi keluarga; menunjukkan ekspresi muka tenang
c. Mendengar aktif keluhan
d. Berdiri di samping keluarga dengan tenang
e. Memberikan lingkungan yang tenang
f. Memberikan dukungan sesuai agama
g. Merujuk ke tim bina rohani
4. Prinsip Komunikasi Terapeutik
a. Ciptakan lingkungan terapeutik dengan menunjukkan perilaku dan sikap :
- Caring ( sikap pengasuhan yang ditunjukkan peduli dan selalu ingin memberi
bantuan)
- Acceptance (menerima pasien apa adanya)
- Respect (hormatati keyakinan pasien apa adanya)
- Empaty (merasakan perasaan pasien)
- Trust (memberi kepercayaan)
- Integrity (berpegang pd prinsip profesional yang kokoh)
b. Identifikasikan bantuan yang diperlukan
c. Terapkan teknik komunikasi: terfokus, bertanya.
d. Bahasa yang mudah dimengerti
e. Pastikan hubungan profesional dimengerti oleh pasien/keluarga
f. Motivasi dan hargai pendapat & respon klien
g. Hindari: menyalahkan, memojokkan, dan memberikan sebutan yang negatif.



9

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penerimaan di unit perawatan kritis menandakan suatu ancaman terhadap kehidupan
dan kesejahteraan pada semua orang yang diterima disana. Stres didefinisikan sebagai suatu
stimulus yang mengakibatkan ketidakseimbangan fungsi fisiologi dan psikologis dan ansietas
dapat dipandang sebagai suatu keadaan ketidakseimbangan atau tegangan yang cepat
mengusahakan koping. Koping kemudian dapat dipandang sebagai suatu transaksi antara
orang dengan lingkungan.
Strategi koping klien merupakan upaya untuk menimbulkan stabilitas emosional,
menguasai lingkungan, mendefinisikan kembali tugas/tujuan hidup, dan memecahkan
masalah yang ditimbulkan oleh karena sakit/penyakit. Klien dengan keperawatan kritis
memperlihatkan reaksi emosional yang dapat diprediksi dimana mempunyai cirri-ciri yang
umum, berkaitan dengan sakitnya. Takut dan kecemasan secara umum adalah reaksi pertama
yang tampak. Klien mungkin mengalami nyeri yang menakutkan, prosedur yang tidak
nyaman, mutilasi tubuh, kehilangan kendali, dan/atau meninggal. Sehingga disini peran
perawat selain memberikan asuhan keperawatan untuk mempertahankan kehidupan,
mencegah perburukan, dan mengurangi kecacatan, juga bertanggung jawab terhadap
kesehatan mental dan spiritual pasien dan keluarga. Kondisi mental dan spiritual yang sehat
akan mengoptimalkan kerjasama pasien, keluarga, dan tim kesehatan.

B. Saran
Bagi mahasiswa semoga dapat memahami dan mengerti dari isi makalah ini serta
dapat diaplikasikan dalam asuhan keperawatan sesuai dengan prosedur yang ada.






10

DAFTAR PUSTAKA
Rohman Azzam. 2013. Implikasi Dan Dukungan Psikososial. (Online) diakses pada tanggal 29
September 2014. http://www.scribd.com/doc/121936419/3a-Implikasi-Dan-Dukungan-
Psikososial#download
Bambang Sumantri. 2012. PERUBAHAN PSIKOSOSIAL PADA KEPERAWATAN KRITIS.
(Online) diakses pada tanggal 29 September 2014.
http://mantrinews.blogspot.com/2012/03/perubahan-psikososial-pada-keperawatan.html

NN. 2010. IMPLIKASI PSIKOSOSIAL DALAM KEPERAWATAN KRITIS. (Online) diakses
pada tanggal 29 September 2014. http://www.askep-askeb.cz.cc/2010/01/implikasi-psikososial-
dalam-keperawatan.html

Anda mungkin juga menyukai