Anda di halaman 1dari 86

SISTEM DISPERSA

SISTEM DISPERSA
1. Klasifikasi Sistem Dispersa

Sistem dispersa mengandung zat-zat berupa
partikel yang dikenal sebagai fasa terdispers
terdistribusi di dalam medium pendispers (fasa
kontinu) berdasarkan ukuran partikel sistem
dispersa diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Dispersa Molekuler = Larutan
sebenarnya
= True Solution
- Molekul-molekulnya homogen
- 0 partikel < 1 mu
- Tidak dapat dibawah mikroskop
- Dapat melalui ultrafilter dan membran
semi permeabel
- Sangat cepat terdiffusi
Contoh : molekul-molekul ;
molekul-molekul glukosa.

0
2
2. Dispersa kolloid

- 0 partikel 0.5-1.0 mu
- Dapat dilihat dibawah mikroskop
elektron
- Dapat melalui kertas saring, tetapi
tidak melalui membransemi
permeabel
- Terdiffusi sangat lambat
Contoh : Larutan Ag kolloid, senyawa-
senyawa polimer (alam dan sintesis)

3. Dispersa Kasar = Coarse disperson

- 0 partikel >0.5 u
- Dapat dilihat dibawah mikroskop
- Tidak dapat melalui kertas saring
dan kertas semi permeabel
- Tidak dapat terdiffusi
Contoh : Sel-sel darah merah,
suspensi, emulsi, lotion.

Sifat-sifat dasar dispersa
1. Ukuran Partikel
Ukuran partikel merupakan suatu
pertimbangan yang penting dalam
mengevaluasi sistem dispersa. Untuk ini
perlu dipelajari teknik penentuan ukuran
partikel :
Caranya :

a. Cara Tradisional
Yakni menggunakan ayakan untukk
mendapatkan ukuran partikel tertentu,
keburukan cara ini :
- Bila serbuknya rapuh maka selama
pengayakan ukuran partikelnya akan
selalu berkurang.
- Biasa digunakan untuk partikel ber 0 30-
50 um
- Ukuran partikel tidak seragam sukar
untuk dievaluasi
b. Metode Optikal
Yakni menggunakan mikroskop bermikrometer.
Dengan cara ini ukuran partikelnya langsung dapat
diperoleh.

c. Dengan Mikroskop Elektron
Hanya dilakukan untuk ukuran partikel yang halus.

d. Dengan Coulter Counter
Dengan alat ini selain diperoleh ukuran partikel
sekaligus dapat mengetahui jumlah partikel.


2. Sifat Permukaan

Permukaan partikel fasa terdispers cenderung
bermuatan, akibat absorpsi ion-ion dari pelarut (pembawa)
atau karena muatan pada permukaan partikel mempunyai
konstanta dielektrik yang berbeda dengan pembawa.

Perbedaan potensial antara permukaan partikel dengan
pembawa disebut potensial zeta. Nilai potensial zeta akan
mempengaruhi stabilitas fisis dari sistem dispersa. Alat yang
digunakan untuk mengukur potensial zeta adalah zetamer
atau mikroelektroforesis.



3. Sifat Aliran

Ada 2 jenis sifat aliran :
1. Newton
2. Non newton

Pada sediaan farmasi sistem dispersa sifat
alirannya adalah non newton.

Ada 4 jenis Non Newton :
1. Plastis
2. Pseudopiatis
3. Dilatan
4. Thiksotropik

Aliran thiksotropik : Viskositas meninggi kalau didiamkan ,
tetapi akan menurun jika diberi gaya.
Alat untuk mengukur viskositas = Viskometer
Untuk cairan encer; digunakan viskometer ostwald (bentuk
tabung u)
Untuk cairan kental; digunakan viskometer rotasi
Misalnya : 1. Concentric cylinder Viscometer
2. Cone and plate Viscometer
Bentuk Sediaan yang tergolong dalam
sistem dispersa :

1. Larutan
Menurut F.Ind ed. IV (1995)
Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau
lebih zat kimia/bahan obat yang terlarut , terdispersi secara
molekular dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut
yang saling bercampur karena molekul-molekul dalam
larutan terdispersi secara merata, maka penggunaan
larutan sebagai bentuk sediaan umumnya memberikan
jaminanan keseragaman dosis dan memiliki ketelitian yang
baik.
Bentuk sediaan larutan digolongkan menurut cara
pemberiannya :
- Larutan Oral
- Larutan Topikal

Larutan Oral
Adalah sediaan cair yang dibuat untuk
pemberian oral, mengandung satu atau lebih
zat dengan atau tanpa bahan pengaroma, pemanis
atau pewarna yang larut dalam air.


Larutan oral yang mengandung etanol
(alkohol) sebagai pelarut pembantu (kosolven)
disebut Eliksir
Larutan oral yang mengandung sukrosa atau
gula lain kadar tinggi disebut sebagai sirup


Larutan Topikal
Adalah larutan yang mengandung air,tetapi seringkali
mengandung pelarut lain seperti etanol dan poliol,
untuk penggunaan topikal pada kulit.
Istilah lotion digunakan untuk larutan atau suspensi
yang digunakan secara topikal.
Menurut istilah kimia fisik, larutan dapat berupa
- Padat dalam cairan
- Gas dalam Cairan
- Cairan dalam cairan (yang dapat
bercampur)
- Gas dalam padatan
Tetapi dalam istilah farmasi yang paling umum
adalah di dalam zat cair, cair dalam zat cair dan
sedikit gas dalam cair.
Cara melarutkan obat secara baik adalah
berdasarkan sifat kelarutan dari zat yang akan kita
larutkan.
Selain itu beberapa faktor yang mempengaruhi
kelarutan :
- Suhu/temperatur
- Pengadukan/pengocokan
- Ukuran partikel
a. Suhu/tempetarur
Kebanyakan bahan kimia menyerap panas
bila dilarutkan-panas kelarutan negatif
dengan nainnya suhu kelarutan semakin
besar.
Sebaliknya bila panas kelarutan positif maka
kenaikan suhu menyebabkan kelarutan
bekurang

b.Pengadukan/Pengocokan
Semakin cepat pengadukan, semakin banyak
pelarut yang berkontak dengan obat, sehingga
semakin tinggi kelarutan.

c.Ukuran Partikel
Semakin kecil ukuran partikel suatu obat,
semakin luas permukaan yang berkontak
dengan pelarut akibatnya semakin cepat
proses melarut.

Sediaan farmasi bentuk larutan :
1. Larutan untuk oral
2. Larutan untuk Mulut
seperti : - Obat cuci mulut
(Collutorium)
- Gargarisma
(obat kumur-kumur)
- Obat cuci mulut (Collutorium)
Digunakan untuk membersihkan rongga mulut dan
menghilangkan bau mulut. Biasanya mengandung zat
antibakteri atau astringen ( dan ) pada
kemasannya diberi label : tidak boleh ditelan-
R/listerin.
- Obat Kumur-kumur (Gargarisma)
Digunakan untuk mengurangi rasa sakit pada infeksi
kerongkongan, juga untuk menghilangkan bau mulut.
ZnSO
4
ZnCL
2
Eliksir
Adalah suatu cairan oral yang jernih, manis,
dan berasa enak. Pelarut yang digunakan
biasanya mengandung persen alkohol yang
tinggi, gula, gliserin atau propilen glikol. Selain
itu ada zat warna, pengharum dan pengawet.
Eliksir selalu mengandung obat-obat
berkhasiat keras seperti antihistamin,
antibiotik dan sedativa.
Kadar alkohol dalam eliksir dapat mencapai 5-
12 %. Bahkan ada yang mencapai 20%.
Perbedaan ini disebabkan berbedanya sifat-
sifat bahan yang akan dilarutkan.
Oleh sebab itulah di dalam eliksir perlu juag
ditambahkan pelarut lain seperti tersebut di
atas sebagaipelarut pembantu (Co-Solvent)
yang fungsinya untuk meningkatkan kelarutan.

Peristiwa tersebutCo-Solvency
Eliksir terbagi atas 2 jenis :
1. Eliksir sebagai pelarut
2. Eliksir Obat
Eliksir yang digunakan sebagai pelarut
misalnya untuk obat-obat batuk seperti:
Dekstrometorfan Hbr, CTM,
, Codein fosfat, dan Lain-lain. CL NH
4
Karena pelarut dalam eliksir merupakan
pelarut campur sehingga dapat
mengandung bahan obat yang larut dalam air
atau yang larut dalam alkohol.
Di dalam formula eliksir tidak boleh ditambah
tragakant, akasia (gom arab), agar agar atau
zat-zat an organik, karena dengan adanya
alkohol kadar tinggi terjadi pengendapan.
Sirup
Merupakan sediaan pekat gula dengan atau tanpa penambahan bahan
obat atau pewangi.

Sirup simpleks (F. Ind. Ed. III)
Adalah larutan gula 65% di dalam larutan metil paraben 0.25%

Komponen sirup
Sebagian besar sirup-sirup mengandung komponen berikut :
1. Gula (Sukrosa); atau pengganti gula yang
memberikan rasa manis dan kental.
2. Pengawet/antimikroba
3. Pengharum dan pewarna
4. Pelarut (air)



Sirup dapat digunakan untuk pembawa
sediaan obat bentuk cair yang sangat
menyenangkan terutama untuk anak-anak
karena rasanya yang enak.
Misalnya: Benadryl sirup-obat batuk
karena alergi
Parasetamol-obat penurun
panas
Piperazin-obat cacing

Kebanyakan sirup-sirup ini mengandung gula 60-80%,
mempunyai rasa manis, kental dan sebagai stabilisator.
Karena gula merupakan media yang baik untuk
pertumbuhan mikroba, maka perlu ditambah pengawet
seperti :
- Na benzoat 0.1-0.2%
- Nipakombin 0.1%
Untuk membantu kelarutan bahan obat yang sifatnya larut
dalam alkohol, maka pada formula sirup selalu
ditambahkan alkohol tetapi tidak terlalu tinggi seperti
eliksir.
Bahan-bahan yang sering terdapat dalam obat
kumur-kumur; Gliserin, timol, metilsalisilat,
boraks, Na benzoat.
Sediaan lain dalam bentuk larutan adalah obat-obat
tetes seperti :
- Larutan untuk hidung : - bentuk
spray, bentuk tetes
- Larutan untuk telinga : - bentuk
tetes, bentuk spray
- Larutan untuk mata : - bentuk
tetes, cuci mata (Collirium)
Pelarut untuk sediaan farmasi :

1. Air (aquadest); aqua bidest (aqua pro injeksi untuk sediaan
parenteral)

2. Alkohol (CH2-CH2-OH)
Merupakan pelarut yang kedua setelah air. Alkohol
merupakan pelarut yang bermanfaat dalam sediaan farmasi,
digunakan sebagai pelarut utama untuk senyawa organik.
Alkohol=etanol (96.0%)
Alkohol encer 70%

3. Gliserin=gliserol : CH2-OH-CHOH-CH2OH
Berupa cairan seperti sirup jernih dengan rasa manis. Dapat
bercampur dengan air, alkohol.
Gliserin selain sebagai pelarut, juga berfungsi sebagai
stabilisator dan sebagai pelarut pembantu.
Bersama-sama dengan air dan alkohol (Co-Solven)
Digunakan pada preparat untuk obat dalam dan luar.



4. Propilen Glikol
Suatu cairan kental dapat bercampur
dengan air dan alkohol. Sering digunakan
untuk menggantikan gliserin.
SUSPENSI
Suspensi (F.Ind.Ed.IV. 1995)
Adalah sediaan cair yang mengandung partikel
padat tidak larut yang terdispersi dalam cairan
pembawa.
Biasanya agar suspensi tetap stabil perlu
ditambah dengan zat pensuspensi
(suspending agent).

Pada kenyataannya bahwa suspensi akan
mengendap dan perlu untuk mendispersikan
kembali sebelum digunakan.
Suatu suspensi yang diinginkan harus :
- Dengan mudah didispersikan
kembali dengan pengocokan.
- Tetap tersuspensi cukup lama
untuk memperoleh dosis yang
tepat pada pemberian.


- Mempunyai sifat-sifat alir yang
dikehendaki.
- Bila akan dipakai mudah dituang
dan mengalir dari wadahnya.
- Tidak boleh membentuk endapan
yang mengeras pada dasar wadah.
Yang termasuk dalam kategori suspensi:
a. Suspensi Oral
Adalah sediaan cair yang mengandung
partikel padat yang tidak larut, terdispersi dalam
pembawa cair dengan pembawa bahan pengaroma
yang sesuai dan ditujukan untuk
penggunaan oral.
b. Suspensi Topikal
Adalah sediaan cair yang
mengandung partikel padat yang
terdispersi dalam pembawa cair
yang ditujukan untuk penggunaan
pada kulit.

lotio merupakan sediaan yang
termasuk dalam kategori ini.
Hampir semua sediaan suspensi akan
memisah jika didiamkan atau disimpan. Oleh
sebab itu dalam proses pembuatan kita tidak
perlu memikirkan bagaimana caranya untuk
memperkecil derajat pemisahan sehingga
didispersikan kembali.
Beberapa hal yang perlu dipikirkan, antara lain
:
1. Proses Pembasahan
Bahan-bahan obat yang bersifat hidrofilik
dan hidrofobik.
Bahan Hidrofilik adalah :
Bahan yang mudah dibasahi
oleh air atau zat cair lain yang
bersifat polar.
Bahan hidrofilik ini biasanya dapat disebarkan di
dalam suspensi tanpa penambahan zat pembasah
(Wetting agent).Untuk mengkaji sifat
keterbasahan dan sifat-sifat permukaan suatu zat
padat dikenal dengan istilahkonsep
sudut kontak. Suatu zat padat yang
sukar atau tidak terbasahi, sudut
kontak > dan < , sedangkan zat
padat yang sukar atau tidak terbasahi, sudut
kontaknya > .
0
0
90
0
90
0
Bahan hidrofobik adalah :
Bahan yang tidak terbasahi (=takut air).
Bahan-bahan ini selalu terapung pada
permukaan air, dan untuk
mendispersikannya
perlu penambahan zat pembasah.
Contoh : Gliserin, tween 80, span
20, senyawa-senyawa
polimer seperti Na CMC.

Tetapi penggunaan bahan-bahan ini perlu
diperhitungkan, karena dapat meningkatkan
viskositas suspensi. Semakin kental suspensi
sukar untuk dikocok dan sukar untuk mengalir
dari wadahnya.
2. Kecepatan Pengendapan (Laju
sedimentasi)
Beberapa faktor yang terlibat
dalam kecepatan pengendapan
partikel fasa terdispersi tercakup dalam
persamaan berikut (hukum stokes)
persamaan berikut (hukum stokes)



V = kecepatan pengendapan partikel
d = diameter partikel
p1 = berat jenis partikel
p2 = berat jenis medium
g = grafitasi
n = viskositas medium pendispers


18
2 1
2
n
g p p
d


Dari persamaan tersebut, jelas bahwa
kecepatan pengendapan partikel semakin
besar bila ukuran partikelnya besar, bila
faktor-faktor lain tetap. Dengan memperkecil
ukuran partikel, diharapkan kecepatan
pengendapan semakin lambat. Demikian pula
semakin besar p1 partikel, semakin besar laju
pengendapan, dengan catatan p2 tidak
diubah.
V dapat berkurang dengan meningkatkan n
medium pendispers asal dalam batas-batas
tertentu, sebab n yang terlalu tinggi
menyebabkan sediaan sukar dihomogenkan
kembali dan sukar dituang dari wadahnya.
Keadaan ini tidak diinginkan di dalam
formulasi suspensi. Kebanyakan stabilitas fisik
dari sediaan suspensi paling sesuai dengan
merubah ukuran partikel dan sekaligus
keseragaman ukuran partikel fase terdispers.
3. Interaksi Partikel
Meskipun pengurangan ukuran partikel
menghasilkan kecepatan pengendapan yang
lambat, namun pengurangan ukuran
partikel yang terlalu besar dihindarkan
karena partikel- partikel yang sangat halus
mempunyai kecenderungan
membentuk endapan yang keras (cake) dan
kompak pada dasr wadah yang sangat sukr
dikocok.
Untuk mencegah pembentuk cake adalah dengan
mengurangi sifat kohesi yang cukup kuat dari
partikel-partikel fase terdispers sehingga daya ikat
antar partikel menjadi lemah.
Penggumpalan seperti ini disebut flokulasi; partikel
mengendap lebih cepat, endapan mempunyai
volume yang besar. Strukturnya lemah dan
memungkinkan endapan lebih mudah pecah dan
terdispersi kembali bila dikocok sedikit saja.
4. Medium pendipers
Pengendapan yang cepat dari partikel zat
tersuspensi dapat mempengaruhi pengukuran dosis
yang tepat, dari segi estetis menghasilkan suatu
lapisan jernih (supernatan). Yang tidak sedap
dipandang. Beberapa zat pensuspensi yang
ditambahan ke dalam medium pendispers untuk
meningkatkan viskositas dan membantu
terdispersinya partikel fasa terdispers antara lain
: CMC Na, Metil Selulosa, Bentonit.
Jenis-jenis Suspending Agent
1. Golongan Karbohidrat (Polisakarida)
a. Berasala dari Alam
- Akasia(gom arab)=PGA
Akasia mengandung enzim
oksidase, sehingga apabila di
dalam formulanya ada zat-zat yang
mudah teroksidasi perlu perhatikan
Akasia dalam bentuk musilgo
(cairan kental) tidak boleh disimpan
lama karena akan terjadi peruraian
enzim dan sediaan menjadi bersifat
asam. Viskositas yang paling tinggi pada
pH 5-9, dan berkurang pada pH 4.

- Tragakan
Biasanya digunakan dalam
bentuk serbuk 1-2%. pH
musilago tragakan mendekati 5,
bila pH <4.5 atau >6 trgakan akan
kehilangan viskositasnya dan bila disimpan
viskositansnya akan berkurang.
- PGS=Pulvis Gummosus
Merupakan campuran sama banyak
Gom Arab, Tragakan dan serbuk gula.
- Na Alginat
Pada konsentrasi 1%, kekuatannya sebagai zat
pensuspensi sama dengan larutan
musilago tragakan

Na Alginat bersifat an ionik, stabil pada
pH4-9 dan pada pH<4 akan
mengendapkan asam alginat.
Na Alginat tidak tercampurkan
dengan logam berat, garam Ca, dan garam fenil
merkuri.

b. Polisakarida Sintetik
- Metil Selulosa
Untuk melarutkan metil selulosa
digunakan cara :
1. Serbuk metil selulosa ditamka
dengan 1/3 dari volume air yang
diperlukan panakan sampai
mendidih, kemudian dibiarkan selama jam,
ditambahkan sisa air yang dingin diaduk sampai
homogen.
2. Serbuk metil selulosa
ditaburkan di dalam air
mendidih volumenya 20 kali jumlah serbuk
diaduk terus menerus selama 2 jam.
Tambahkan semua sisa air
yang diperlukan, musilago
yang terbentuk dibiarkan
selama 16 jam.
Musilago metil selulosa bersifat
netral, jernih, tidak berbau dan tidak
berasa. Penggunaan : 0.5-2%
- Na CMC
Tersebar dalam air dan
membentuk larutan jernih yang
kental. 1% larutanya
mempunyai viskositas 6-4000 CPS.
Na CMC stabil pada pH 5-10. Penggunaan : 0.25-
1%

1. Golongan Zat Padat An Organik
- Bentonit
Dengan formula Al
2
O
2
4 Si O
2
H
2
O
dan mengandung sedikit Mg
2+
, Fe
2+
dan
CaCo
3.
Penggunaan : 2%
- Veegum
Digunakan unutk sediaan luar dan
dalam pada konsentrasi 0.5- 2%.
3. Golongan Protein
Misalnya : Gelatin (jarang
digunakan)
4. Golongan Surfaktan
Contoh : Tween 80 (polisorbat
80), Span 20 (Sorbitol 20)

Pembuatan suspensi secara Umum
Prinsip :
Ban padat yang tidak larut disuspensikan
dengan penambahan suspending agent. Bila zat
padatnya bersifat hidrofobik maka dibasahi
terlebih dahulu dengan zat pembasah
(wetting agent). Baru dihomogenkan dengan
suspending agent. Tambahkan aqua dalam
jumlah tertentu, digerus samapai diperoleh
massa seperti bubur dan diencerkan dengan sirup.
tahapannya :
1. Haluskan Bahan padat yang
tidak larut.
2. Tambahkan zat pensuspensi (dalam
keadaan kering atau basah).
3. Tambahkan cairan pembawa secukupnya digerus
sampai diperoleh massa seperti bubur.
4. Encerkan dengan sirup.
5. Bahan-bahan yang lain yang ada dalam formula
ditambahkan setelah dilarutkan terlebih dahulu dengan
aqua (pembawa)
6. Tambahkan cairan pembawa sampai
diperoleh volume yang dikehendaki.
Beda Suspensi Flokulasi dengan Deflokulasi :
1. Flokulasi
- Pengendapan terjadi dengan
cepat dan volume endapannya besar.
- Endapan yang terjadi longgar sehingga
mudah didipersikan kembali.
- Ditambahkan zat pemflokulasi
(surfaktan, bentonit, veegum).
2. Deflokulasi
1. Pengendapan cukup lambat dan
volume endapan rendah
(endapan=caking).
2. Endapan yang terjadi kaku dan
ikatannya kuat sehingga sukar didispersikan
kembali.
3. Tidak ditambahkan zat
pemflokulasi.
Metode Evaluasi Suspensi
1. Pengamatan Ukuran Partikel
Diamati pada saat suspensi setelah dibuat,
disimpan beberapa waktu.
Ukuran partikel sebaiknya tidak boleh
berubah selama penyimpanan, sebab bila
berubah menjadi bertambah besar akan
mempercepat pengendapan.
2. Mudah tidaknya endapan yang terjadi terdispersi
kembali secara homogen
3. Pengamatan sifat alir (Reologi)
Sediaan suspensi yang diinginkan ` adalah
yang mempunyai sifat alir, bila sediaan
didiamkan viskositanya meninggi, tetapi bila
diberi suatu tenaga viskositasnya menurun
sehingga mudah dikocok dan mudah mengalir
dari wadahnya.
4. Pengukuran potensial zeta dengan zetameter.

5. Pengamatan Sedimentasi Ratio
(volume sedimentasi)
Sedimentasi ratio adalah perbandingan
antara volume endapan dengan volume
suspensi mula-mula.



Hu = Volume Endapan
Ho = Volume Suspensi mula-mula
(perlu dijelaskan)

0 H
Hu
F
Emulsi
- Farmakope Indonesia Ed.IV, 1995
Emulsi adalah sistem dua fase yang
salah satu cainrannya terdispersi
dalam cairan lain dalam bentuk tetesan kecil.

Emulsi dapat distabilkan dengan
penambahan bahan pengemulsi
(emulgator) yang mencegah koalesensi
yaitu bersatunya tetesan kecil menjadi
tetesan besar dan akhirnya terjadi
pemisaha.


- Farmakope Indonesia Ed.III, 1979
Emulsi merupakan sediaan cair,
mengandung dua atau lebih cairan
yang tidak dapat bercampur salah
satu cairan terdispersi di dalam cairan
lainnya.
* Cairan yang terdispersi disebut
fase terdispers = fase dalam =
fase internal.
* Cairan lainnya disebut fase
pendispers=fase luar=fase
eksternal.

Tipe Emulsi :
1. Tipe m/a (minyak dalam air), minyak
sebagai fase terdispers dan air sebagai fase
pendispers.
2. Tipe a/m (air dalam minyak), air sebagai
fase terdispers dan minyak sebagai fase
pendispers.
Jenis/tipe mana emulsi terjadi tergantung pada
beberapa faktor a.I:
1. Jenis emulgator yang digunakan
Emulgator yang sifatnya larut dalam air
umumnya digunakan untuk emulsi tipe m/a
dan sebaliknya.
2. Volume fase yang digunakan yaitu
perbandingan antara fase air dan fase
minyak.
3. Pencampuran komponen yang akan d dibuat
apakah fase air ke dalam fase minyak ke dalam
fase air.

Biasanya jenis emulsi tergantung pada ketiga
faktor diatas.
Misalnya :
Bila fase air > 30% akan terjadi emulsi
m/a, dengan syarat emulgatornya larut dalam
air.
Bila fase air < 25% akan terjadi emulsi
a/m pada umumnya bila fase internal masih
dalam jarak (range) 30-60%
Ada emulsi jenis lain yang disebut dengan
emulsi berganda (multiple emulsion) yakni
jenis:
- a/m/a : air terdispersi dalam
minyak (a/m sebagai emulsikan
primer) dan diemulsikan kembali
dalam fase air eksternal).
- m/a/m : minyak terdispersi dalam
air (m/a sebagai emulsi primer)
dan diemulsikan kembali dalam
fase minyak eksternal.
Metode untuk mengetahui tipe emulsi :

1. Metode pengenceran
Prinsip : Suatu emulsi dapat
bercampur dengan fase luarnya
(dijelaskan).

2. Metode kelarutan zat warna
Prinsip : Bahan pewarna akan
tersebar merata di dalam emulsi jika zat
warna tersebut larut di dalam fase
luarnya.
Contoh zat warna :
- Biru metil, larut dalam air
(warna biru).
- Sudan Lil, Larut dalam
minyak (warna merah)
(dijelaskan).

3. Metode konduktifitas elektrik
Prinsip : Air dapat menghantarkan arus
listrik, minyak tidak (dijelaskan)
4. Metode Fluoresensi
Prinsip : Bahwa yang dapat berfluoresensi bila
disinari dengan lampu UV adalah minyak
(dijelaskan)


Jenis-jenis Emulgator=Suspending Agent
Golongan Surfaktan (Surface Active Agent).

Surfaktan adalah zat yang aktif pada permukaan
ada 4 Jenis :
1. Surfaktan An ionik
Dalam air akan terionisasi, dan bagian yang
aktif adalah bagian an ioniknya.

Misalnya : sabun-sabun alkali,
sabun logam, sabun amin dan ester asam sulfat.

2. Surfaktan Kationik
Dalam air terionisasi dan bagian
yang aktif adalah bagian kationnya.
Misalnya : garam-garam amin, garam
ammonium quartener.

3. Surfaktan non ionik.
tidak terinonisasi dalam air dan tidak
mengandung muatan listrik, untuk aktifitas
permukaan tergantung pada seluruh molekul
surfaktan tersebut.



Contoh: Tween 80 (=polisorbat 80)
Span 20 (=sorbitol 20)
Tween 20, 60 dan lain-lain
Span 40,60,80 dan lain-lain
4. Amfolik
Mengandung paling sedikit 1 group kation
hidrofilik ini dapat berjumlah sama
(seimbang) atau tidak seimbang
surfaktan ini dapat bermuatan positif
atau negatif atau netral tergantung pada
pH larutan. Misalnya : Setrimid
Nilai HLB
Dalam pembuatan emulsi surfaktan yang banyak
digunakan adalah surfaktan non ionik. Surfaktan non
ionik ini mempunyai niali HLB.

Hidrofolik lipofilik balance
Adalah nilai keseimbangan antara gugus hidrofil dan
lipofil. Secara umum nilai HLB surfaktan berkisar
antara 0-20. Surfaktan dengan nilai HLB < 10, bersifat
hidrofil. Suka air=untuk emulsi tipe m/a.

Teori Emulsifikasi
Kerja surfaktan selain menurunkan antara
minyak dan air juga membentuk lapisan pada setiap partikel
fase terdispers, sehingga emulsi tetap stabil. Untuk
menjelaskan bagaimana emulgator bekerja untuk
meningkatkan stabilitas emulsi, digunakan 3 teori yang paling
umum yakni teori emulsifikasi.
1. Teori tegangan permukaan ( )
(Surface Tension Theory)
2. Teori Penyusunan diri
(Oriented wedge Theory)
3. Teori Lapisan Theory
(Plastic Film Theory)


1. Teori tegangan permukaan ( )


(Surface Tension Theory)
Apabila suatu jenis cairan diteteskan setiap tetesan
cairan tersebut cenderung berbentuk bulat, di
dalam tetesan tersebut ada satu gaya
(gaya kohesi=saling tarik menarik sesamanya).
Jika 2 atau lebih dari tetesan cairan yang sama
saling bertemu, maka mereka cenderung
bergabung membentuk tetesan yang
lebih besar. Jika lingkungan cairan
tersebut udara, maka dikenal dengan
permukaan cairan.

Jika 2 cairan berkontak dan tidak


saling bercampur, maka terjadi
gaya adhesi yang menyebabkan
timbulnya suatu tegangan yang
disebut dengan tegangan
batas=tegangan antar pemukaan
(dijelaskan).
Zat-zat yang dapat menurunkan ini untuk
merangsang cairan menjadi partikel kecil
disebut zat aktif permukaan (surfaktan).
Surfaktan akan mengurangi gaya tolak
menolak antara kedua cairan dan mengurangi gaya
tarik menarik antara molekul sejenis.

Dpl : Surfaktan membantu memecahkan


bola-bola besar menjadi bola-bola kecil yang
kemungkinan sangat kecil untuk bersatu
kembali.

2. Oriented Wedge Theory
Teori ini berdasarkan anggapan bahwa
surfaktan mengarahkan dirinya ke dalam
cairan yang menggambarkan kelarutannya dalam
cairan tersebut. Fase dimana emulgator lebih larut
umumnya fase luar emulsi tersebut.
(dijelaskan)
3. Plastic Film Theory
Menurut teori ini emulgator/
surfaktan akan mengelilingi partikel fase
terdispers sebagai lapisan film yang
tipis dan diabsorpsi pada permukaan
partikel tersebut. Lapisan film tadi akan
mencegah kontak dan bersatunya fase
terdispers.
Semakin kuat dan lentur lapisan tersebut
emulsi yang terjadi makin stabil.
Faktor faktor yang diperhatikan dalam
pembuatan Emulsi
1. Pemilihan Emulgator

Emulgator yang harus digunakan harus :
a. Mempunyai kualitas yang baik.
b. Dapat bercampur dengan
bahan-bahan yang ada dalam
formula emulsi.
c. Tidak boleh mengganggu zat efektifitas zat
aktifnya.
d. Tidak Toksis
e. Mempunyai kemampuan untuk
membentuk emulsi dan menjaga
stabilitasnya.
Untuk ini dipilih tipe emulgator yang sesuai dengan
jenis/tipe emulsi yang akan dihasilkan.



2. Pemilihan Jenis minyak
Umumnya yang banyak digunakan adalah
minyak tumbuh-tumbuhan
karena bersifat tidak toksis.
Misalnya : Ol, Cocos, Ol, Arachidis, paraffin liq
(minyak mineral).

3. Perbandingan Volume Fasa
yang paling ideal dan stabil adalah 50:50.
Tetapi ada juga yang menyatakan jika fase dalam =
70%, masih diperoleh emulsi yang stabil.

Metode Pembuatan Emulsi
Dalam skala kecil (di Lab.)ada 3 metode untuk
membuat emulsi :

1. Metode GOM Kering (Metode Kontinental)
Dikenal metode 4:2:1
Untuk 4 bagian minyak, 2 bagian air, dan 1
bagian emulgator (gom arab), digunakan untuk
membuat emulsi awal (=corpus emulsi)
Caranya : Gom dihasluskan + minyak
sehingga bercampur + air sekaligus. Gerus
dengan cepat dan terus menerus lebih kurang
3 menit sampai terbentuk korpus emulsi yang
berwarna putih/krim, encerkan dengan sirup,
bahan-bahan lain dalam formula di
tambahkan ke dalamnya setelah dilarutkan.
2. Metode GOM basah (Metode Inggris)
Perbandingannya=metode 1
Tetapi cara pencampurannya berbeda
yaitu :
Gom+air digerus samapai terbentuk
musilago
Tambahkan s.d.s minyaknya sambil
digerus, encerkan dengan sirup akhirnya
tambahkan sisa air dan dihomogenkan,
Selanjutnya=No.1
3. Metode Botol
Untuk membuat emulsi yang
mengandung minyak menguap.
caranya :
Gom dimasukan ke dalam
botol kering tambahkan 2
bagian air, tutup lalu dikocok
kuat. Tambahkan minyak dan air
volume sama banyak s.d.s sambil
dikocok sehingga terbentuk
emulsi. Akhirnya encerkan dengan
sisa air yang masih ada.
Stabilitas Emulsi
Umumnya emulsi dianggap tidak stabil secara
fisik jika :
1. Fase terdispers cenderung membentuk
agrerat (gumpalan gumpalan besar)
2. Menurut hukum stokes
Bila P1<P2 berarti nilai V negatif (sangat
kecil) akan terbentuk massa krim yang
mengarah ke atas (up ward creaming)
Bila P1<P2 berarti nilai V positif terbentuk
massa krim mengarah ke bawah (ke dasar
emulsi)= down ward creaming
3. Breaking = pecah
Jika semua fase dalam tidak
teremulsikan dan membentuk lapisan
yang berbeda


4. Pembalikan fasa
Adalah perubahan tipe emulsi dari
m/a-a/m atau sebaliknya. Hal ini dapat
terjadi karena :
- Kenaikan suhu
- Penambahan elektrolit
- Perubahan perbandingan volume
fasa, Evaluasi Emulsi = Suspensi

Anda mungkin juga menyukai