Anda di halaman 1dari 18

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
Diabetes Mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemi yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau kedua-duanya. (PERKENI, 2006)
Neuropati diabetik adalah adanya gejala dan atau tanda dari disfungsi saraf
penderita diabetes tanpa ada penyebab lain selain diabetes mellitus, (setelah
dilakukan eksklusi penyebab lainnya). (Boulton,2004; Syahrir, 2006)
II.2 Epidemiologi
Data epidemiologi menyatakan bahwa kira-kira 30% sampai 40% pasien
dewasa dengan diabetes tipe 2 mempunyai suatu distal peripheral neuropathy
(DPN). DPN telah dihubungkan dengan berbgai faktor resiko mencakup derajat
tingkat hiperglikemi, indeks lipid dan tekanan darah, lama dan beratnya menderita
diabetes. Angka durasi diabetes juga akan meningkat sesuai umur dan durasi
diabetes. Studi epidemiologik menunjukkan bahwa dengan tidak terkontrolnya
kadar gula maka akan mempunyai resiko yang lebih besar untuk terjadinya
neuropati, seperti halnya borok kaki dan amputasi. Suatu kenaikan kadar HbA1c
2% mempunyai resiko komplikasi neuropati sebesar 1,6 kali lipat dalam waktu 4
tahun. (Sjahrir, 2006)




Universitas Sumatera Utara
II.3 Klasifikasi
Tabel 1. Klasifikasi neuropati diabetik

A: Clinical Classification of DNs
Polyneuropathy Mononeuropathy
Sensory Isolated peripheral
Acute sensory
Chronic sensorimotor Mononeuritis
multiplex
Autonomic
Cardiovascular Isolated peripheral
Gastrointestinal
Genitourinary Truncal
Other
Proximal motor (amyotrophy) Truncal

B: Patterns of Neuropathy in Diabetes
Length-dependent diabetic polyneuropathy
Distal symmetrical sensory polyneuropathy
Large fiber neuropathy
Painful symmetrical polyneuropathy
Autonomic neuropathies
Focal and multifocal neuropathies
Cranial neuropathies
Limb neuropathies
Proximal DN of the lower limbs
Truncal neuropathies
Nondiabetic neuropathies more common in diabetes
Pressure palsies
Acquired inflammatory demyelinating polyneuropathy

C: Classification of DN
Rapidly reversible
Hyperglycemic neuropathy
Generalized symmetrical polyneuropathies
Sensorimotor (chronic)
Acute sensory
Autonomic
Focal and multifocal neuropathies
Cranial
Thoracolumbar radiculoneuropathy
Focal limb
Proximal motor (amyotrophy)

Dikutip dari : Boulton, A.J .M, Malik, R.A., Arezzo, J .C., Sosenko., 2004. Diabetic
Somatic Neuropathies. Diabetes Care. 27:1458-1486

Universitas Sumatera Utara
II.4 Patogenesis
Lesi pada saraf perifer akan menimbulkan enam tingkat kerusakan yaitu :
(Brushart, 2002)
a. Grade 1 (Neuropraksia)
Kerusakan yang paling ringan, terjadi blok fokal hantaran saraf, gangguan
umumnya secara fisiologis, struktur saraf baik. Karena tidak terputusnya
kontinuitas aksoplasmik sehingga tidak terjadi degenerasi wallerian.
Pemulihan komplit terjadi dalam waktu 1 2 bulan.
b. Grade II (aksonometsis)
Kerusakan pada akson tetapi membrana basalis (Schwann cell tube),
perineurium dan epineurium masih utuh. Terjadi degenerasi wallerian di
distal sampai lesi, diikutu dengan regenerasi aksonal yang berlangsung 1
inch per bulan. Regenerasi bisa tidak sempurna seperti pada orang tua.
c. Grade III
Seperti pada grade II ditambah dengan terputusnya membrana basalis
(Schwann cell tube). Regenerasi terjadi tetapi banyak akson akan terblok
oleh skar endoneurial. Pemulihan tidak sempurna.
d. Grade IV
Obliterasi endoneurium dan perineurium dengan skar menyebabkan
kontinuitas saraf berbagai derajat tetapi hambatan regenerasi komplit.
e. Grade V
Saraf terputus total, sehingga memerlukan operasi untuk penyembuhan.


Universitas Sumatera Utara
f. Grade VI
Kombinasi dari grade II-IV dan hanya bisa didiagnosa dengan
pembedahan.
Ada tiga proses patologi dasar yang bisa terjadi pada saraf perifer yaitu :
(Adam, 2005)
a. Degenerasi Wallerian
Terjadi degenerasi sekunder pada mielin oleh karena penyakit pada
akson yang meluas ke proksimal dan distal dari tempat akson terputus.
Perbaikan membutuhkan waktu sampai tahunaan, oleh karena pertama
terjadi regenerasi kemudian baru terjadi koneksi kembali dengan otot,
organ sensoris, pembuluh darah.
b. Demielinisasi segmental
Terjadi destruksi mielin tanpa kerusakan akson, lesi primer melibatkan
sel Schwann. Demielinisasimulai daro nodus ranvier meluas tak teratur
ke segmen-segmen internodus lain. Perbaikan fungsi cepat karena tidak
terjadi kerusakan akson.
c. Degenerasi aksonal
Degenerasi pada bagian distal akson saraf perifer dan beberapa tempat
ujung akson sentral kolumna posterior medulla spinalis.
Basis patofisiologik pengembangan timbulnya periferal neuropati dari diabetes
tidaklah dipahami dengan sepenuhnya, dan berbagai hipotesis telah diajukan.
Faktor-faktor etiologik daripada diabetes neuropati diduga adalah vaskuler,
metabolisme, neurotrofik dan immunologik. (Sjahrir, 2006)

Universitas Sumatera Utara
1. Faktor vaskular
Abnormalitas vaskuler yang terjadi pada pasien dengan diabetik
polineuropati meliputi penebalan membran basalis dinding pembuluh
darah, endotelial hiperplasia, disfungsi endotelial, peningkatan ekspresi
endotelin dan peningkatan kadar vascular endotelial growth factor (VEGF).
Diabetes secara selektif merusak sel, seperti endotelial sel dan mesangial
sel, dimana kecepatan pengangkutan glukosa tidak merosot dengan cepat
seperti halnya hasil peningkatan kadar gula, hal ini mendorong ke arah
penumpukan glukosa tinggi dalam sel. Berdasarkan teori ini, terjadi proses
iskemia endoneurial yang berkembang karena adanya peningkatan
endoneural vascular resistance terhadap daerah hiperglikemi. Berbagai
faktor berkenaan dengan metabolisme, termasuk pembentukan glycostatin
end product, juga telah mencakup, mendorong ke arah kerusakan kapiler,
inhibisi transpor aksonal, aktivitas Na+/K+ATPase, dan akhirnya ke
degenerasi aksonal.(Sjahrir, 2006)
2. Teori berkenaan dengan metabolisme
Ada 2 teori utama berhubungan dengan efek yang berkenaan dengan
metabolisme dari hiperglikemi kronis dan efek iskemia pada saraf periferal.
Efek hiperglikemia yang berkenaan dengan metabolisme meliputi
pembuatan potensi neurotoksin (seperti jenis oksigen reaktif dan sorbitol)
dan perubahan tingkatan enzimntraseluler dan molekul pemberian isyarat
(seperti Na+/K+ATPase, protein kinase C, dan protein mitogen-activated
kinase).

Universitas Sumatera Utara
2.1. The polyol pathway
Di dalam status yang normoglikemik, kebanyakan glukosa
intrasellular adalah di phosphorylated ke glucose-6-phosphate oleh
hexoginase. Hanya sebagian kecil dari glukosa masuk polyol
pathway. Dibawah kondisi-kondisi hiperglikemi, hexoginase
disaturasi, maka akan terjadi peningkatan influks glukosa ke dalam
polyol pathway aldose reductase, yang mengkatalisa pengurangan
glukosa ke sorbitol, adalah rate limiting enzim didalam pathway ini.
Aldose reductase, yang secara normal mempunyai fungsi
mengurangi aldehid beracun didalam sel ke alkohol non aktif, tetapi
ketika konsentrasi glukosa di dalam sel menjadi terlalu tinggi, aldose
reductase juga mengurangi glukosa itu ke sorbitol, yang mana
kemudian dioksidasi menjadi fruktose. Sedang dalam proses
mengurangi glukosa intraselluler tinggi ke sorbitol, aldose reductase
mengkonsumsi co-factor NAPH (nicotinamide adenin dinucleotide
phospat hydrolase). NADPH adalah juga co-factor yang penting
untuk memperbaharui suatu intraselluler critical antioxidant, dan
pengurangan glutathione. Dengan mengurangi jumlah
glutathione,polyol pathway meningkatkan kepekaan ke intracelluler
oxidative stress. Oxydative stress berperan utama didalam
patogenesis diabetik periferal neuropati. (Sjahrir, 2006)
Oxidative stress terjadi didalam sistem selluler ketika produksi
radikal bebas melebihi kemampuan antioksidan didalam sel. J ika
antioksidan tidak membuang radikal bebas, radikal akan menyerang
Universitas Sumatera Utara
dan merusak protein, lipid dan asam nukleat. Hasil dari oksidasi atau
nitrosilasi dari radikal bebas akan menyebabkan penurunan aktivitas
biologik, kehilangan kemampuan metabolisme energi, transport, dan
kehilangan kemampuan fungsi utama lainnya. Akumulasi dari proses
ini akan menyebabkan sel mati melalui mekanisme apoptosis atau
nekrotik. ( Vincent dkk, 2004)
Suatu teori mengatakan bahwa gula yang berlebihan dalam sirkulasi
darah di tubuh saling berinteraksi dengan suatu enzim di dalam sel
Schwann, yang disebut aldose reductase. Aldose reductase
mengubah bentuk gula ke dalam sorbitol, yang pada gilirannya
menarik air ke dalam sel Schwann, menyebabkan sel Schwann
membengkak. Ini pada gilirannya menjepit serabut saraf,
menyebabkan kerusakan dan menimbulkan rasa nyeri. Akhirnya sel
Schwann dan serabut saraf dapat nekrosis. (Sjahrir, 2006)
2.2 Aktivasi protein kinase C pathway
Berperan dalam patogenesis diabetic peripheral neuropathy.
Hiperglikemi didalam sel meningkatkan sintesa suatu molekul yang
disebut dicylglycerol (DAG), yaitu suatu critical activating factor untuk
isoforms protein kinase-C,,,. Protein kinase C juga diaktifkan oleh
oxydative stress dan advanced glycation end product. Aktivasi
protein kinase C menyebabkan peningkatan permeabilitas vaskuler,
gangguan sintesa nitric oxyde (NOs), dan perubahan aliran
darah.(Sjahrir,2006)
Universitas Sumatera Utara
advanced glycation end product sangat toksik dan merusak semua
protein tubuh, termasuk sel saraf. Dengan terbentuknya AGEs dan
sorbitol, maka sintesis dan fungsi NO akan menurun, sehingga
vasodilatasi berkurang, aliran darah ke saraf menurun, dan bersama
rendahnya mionisitol dalam sel saraf, terjadilah neuropati diabetik.
(Duby,2004)
2.3 Adenosine diphosphate (ADP)
Ada bukti bahwa poly Adenosine diphosphate (ADP)-ribose
polymerase (PARP) mempunyai suatu peran penting dalam mediator
beberapa pathway dari hyperglicemia induced damage.(Sjahrir,
2006)
2.4 The hexosamine pathway
Ketika hiperglikemia intraselluler berkembang didalam sel target dari
komplikasi diabetes, menyebabkan produksi ROS (reactive oxygen
species) mitokhondria. ROS menerobos inti DNA, yang
mengaktifkan PARP. PARP kemudian memodifikasi enzim GAPDH
(glycolytic glyceryldehyde-3 fosfat dehidrogenase), dengan demikian
mengurangi aktivitasnya. Akhirnya, pengurangan aktivitas GAPDH
akan mengaktifkan polyolpathway, meningkatkan pembentukan AGE
intraseluler (lycation and product), mengaktifkan PKC dan sesudah
itu NFxB, dan mengaktifkan hexosamine pathway flux. (Sjahrir,2006)

Universitas Sumatera Utara
Gambar. 1. J alur utama Hiperglikemi Menyebabkan Injury Sel
. Hyperglycemia activates many signaling mechanisms in cells. Four major pathways that
can lead to cell injury downstream of hyperglycemia are illustrated. 1) Excess glucose
shunts to the polyol pathway that depletes cytosolic NADPH and subsequently GSH. 2)
Excess glucose also undergoes autooxidation to produce AGEs that impair protein function
and also activate RAGEs that useROSas second messengers. 3) PKC activation both
further increases hyperglycemia and also exacerbates tissue hypoxia. 4) Overload and
slowing of the electron transfer chain leads to escape of reactive intermediates to produce
O2_. as well as activation of NADH oxidase that also produces O2 A unifying mechanism of
injury in each case is the production of ROS that impair protein and gene function. TCA,
Trichloroacetic acid; PAI-1, plasminogen activator inhibitor-1.

Dikutip dari : Vincent A.M, Russel J W, Low P, Feldman EL. 2004. Oxidative
Stress in the Pathogenesis of Diabetic Neuropathy. Endocrine Reviews.
26(4):S12-S28.

3. Faktor neurotropik
Nerve growth factor diperlukan untuk mempercepat dan mempertahankan
pertumbuhan saraf. Pada penderita diabetes kadar NGF serum cenderung
turun dan berhubungan dengan derajat neuropati.
Universitas Sumatera Utara
4. Faktor immunologi
Pada penderita diabetes dijumpai adanya antineural antibodies dalam serum
yang secara langsung dapat merusak struktur saraf sensorik dan motorik
yang bisa dideteksi dengan immunoflorens indeks.
Tabel 2. Abnormalitas yang paling banyak ditemukan dalam pathogenesis
neuropati diabetik sesuai dua kelompok utama


Vascular Etiology Metabolic Etiology
Hyperglycemia Hyperglycemia / Hypoinsulinemia
Endoneural vascular resistance Dyslipidaemia
Nerve blood flow (endoneural hypoxia) Aldose reductase activity (
polyols, myo-inositol)
Endothelial dysfunction (prostacyclin and
nitric oxide, endothelin Nerve sodium-potassium ATP-ase
Advanced glycation of vessel wall Rate of synthesis and transport
of intra-axonal proteins
Basement membrane thickening Glycogen accumulation
Endothelial cell swelling and pericyte Monoenzymatic peripheral nerve
protein glycosylation
Closed (collapsed) capillar ies Incorporation into myelin of
glycolipids and aminoacids
Occlusive platelet thrombi Abnormal inositol lipidmethabolism
Epineural vessel atherosclerosis Nerve L-carnitine level
Oxygen free radicals activity Protein kinase C activity

Dikutip dari :Fazan V.P.S.,Vasconcelos, Nessler.2010. Diabetic Peripheral
Neuropathies: a morphometric overview. Int.J .Morphol.28(1):51-64.

Universitas Sumatera Utara
II.5 Gejala Klinis
Gejala bergantung pada tipe neuropati dan saraf yang terlibat. Pada
beberapa orang bisa tidak dijumpai gejala. Kesemutan, tingling atau nyeri
pada kaki sering merupakan gejala yang pertama, bisa juga nyeri dan
kesemutan. Gejala bis amelibatkan sistem saraf sensoris atau motorik
ataupun sistem saraf otonom. (Dyck, 2002)
Tabel.3. Gejala khas pada neuropati diabetik
Nonpainful Painful
Thick Prickling
Stiff Tingling
Asleep Knife-like
Prickling Electric shock-like
Tingling Squeezing
Constricting
Hurting
Burning
Freezing
Throbbing
Allodynia, Hyperalgesia

Dikutip dari : Boulton AJ M. Management of Diabetic Peripheral Neuropathy. 2005.
Clinical Diabetes; 23:9-15.

II.6 Diagnosis
Diagnostik neuropati ditegakkan berdasarkan adanya gejala dua atau lebih dari
empat kriteria dibawah ini : (Sjahrir,2006)
1. Kehadiran satu atau lebih gejala
2. Ketidakhadiran dua atau lebih refleks ankle atau lutut
3. Nilai ambang persepsi getaran/vibration-abnormal.
Universitas Sumatera Utara
4. Fungsi otonomik abnormal (berkurangnya heart rate variability (HRV)
dengan rasio RR kurang dari 1,04 postural hypotension dengan turunnya
tekanan darah sistolik 20 mmHg atau lebih, atau kedua-duanya).
II.7. Penatalaksanaan
Langkah manajemen terhadap pasien adalah untuk menghentikan
progresifitas rusaknya serabut saraf dengan kontrol kadar gula darah secara baik.
Mempertahankan kontrol glukosa darah ketat, HbA1c, tekanan darah, dan lipids
dengan terapi farmakologis dan perubahan pola hidup. Komponen manajemen
diabetes lain yaitu perawatan kaki, pasien harus diajar untuk memeriksa kaki
mereka secara teratur. (Sjahrir, 2006)
II.8 Gamma glutamyltransferase
Gamma glutamyltranspeptidase (Gamma-glutamyltransferase, gamma-
glutamyl transpeptidase, -glutamyltransferase, GGT, GGTP, gamma-GT,) adalah
sejenis enzim yang memindahkan gugus -glutamil dari glutathion dan konjugasi-
S nya serta senyawa -glutamil ke molekul akseptor -glutamil seperti asam
amino, rantai peptida pendek dan H
2
. O

Enzim ini ditemukan pada berbagai
jaringan pada permukaan sel epitelial, namun terutama terdapat di hati, dan sering
digunakan sebagai salah satu parameter diagnosa dalam bidang kedokteran.
Aplikasi yang paling sering digunakan adalah untuk mendiagnosa penyakit pada
hati atau saluran empedu, dan penanda utama pada gejala diabetes mellitus tipe
2. Aktivitas paling tinggi dari GGT ditemukan pada ginjal, usus kecil, pankreas,
hati dan organ lain yang mempunyai fungsi absorbsi dan sekresi. Kadar GGT
dihubungkan dengan beberapa faktor resiko kardiovaskuler, dan ditemukan juga
sebagai prediktor pada hipertensi, diabetes, stroke, dan penyakit jantung. Ada
Universitas Sumatera Utara
hubungan yang kuat antara peningkatan kadar GGT dan insiden diabetes.
Walaupun GGT digunakan secara luas sebagai marker untuk konsumsi alkohol.
(Emdin dkk, 2001; Visvikis dkk, 2001)
Gamma glutamyltransferase memicu katabolisme GSH, menyediakan
pasokan sistein untuk sel dan memelihara rasio GSH intraselular, metabolisme
leukotriena C4 dan xenobiotik. Ekspresi GGT merupakan salah satu mekanisme
pertahanan antioksidan dan sangat sensitif terhadap stres oksidatif. (Simona dkk,
2005)

Gambar 2. Siklus Gamma Glutamyl

Dikutip dari : Ristoff, E., Larson, A. 2003. Gamma glutamyltranspeptidase
deficiency. Available from : http://www.orpha.net/data/patho/GB/uk-
glutamyl.pdf 1

Universitas Sumatera Utara
II.9 Elektromiografi
Elektromiografi adalah pemeriksaan elektrodiagnosis untuk memeriksa saraf
perifer dan otot. Prinsip kerjanya adalah merekam gelombang potensial yang
ditimbulkan baik oleh otot maupun saraf. (Poernomo, 2003)
Gelombang potensial dapat ditimbulkan dalam otot dengan memberikan
stimulus pada saraf motorik yang mengelolanya. Untuk mengukur kecepatan
hantaran saraf (KHS) motorik yaitu dengan merangsang saraf motorik pada dua
tempat disebelah proksimal dan distal. Latensi adalah waktu yang dibutuhkan
dalam menghantarkan impuls dari tempat perangsangan (stimulus) sampai ke
akson terminal dan transmisi dari akson terminal ke motor end plate, sehingga
timbul potensial aksi. Dengan memberi stimulus pada dua tempat, akan timbul
dua gelombang potensial yang masing-masing latensi distalnya berbeda. Agar
lebih akurat hasilnya, sebaiknya jarak antara 2 stimulus adalah 10 cm. KHS
motorik dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

KHS (m/det) = jarak antara ke 2 titik stimulus (mm)

Latensi distal II (proksismal) latensi I (distal) (milidetik)

Untuk mengukur saraf sensorik dilakukan dengan memberikan stimulus
pada saraf sensorik. Aksi potensial saraf sensorik dapat direkam dengan
elektrode permukaan yang dililitkan pada jari. Pengukuran KHS sensorik adalah
dengan menghitung jarak dari stimulus tunggal sampai elektroda perekam dibagi
dengan latensi. Aksi potensialnya jauh lebih kecil daripada otot. (Poernomo, 2003)


Universitas Sumatera Utara
II.10. Kecepatan Hantaran Saraf
Merupakan tekhnik utama untuk studi fungsi saraf perifer yang melibatkan
stimulasi kulit dari saraf sensorik dan motorik. Hasil studi kecepatan hantaran
saraf sensorik dan motorik nampak sebagai amplitudo, conduction velocity, dan
distal latensi. (Adam dan Victor, 2005)
Faktor-faktor yang mempengaruhi KHS adalah :
1. Faktor fisiologis seperti temperatur, umur, tinggi badan, segmen proksismal
dibanding distal dan anomali inervasi.
2. Faktor nonfisiologis : tahanan elektrode dan interferensi 60 hz, stimulus
artefak, filter, posisi katode, stimulus supramaksimal, kostimulasi saraf yang
berdekatan, penempatan elektroda, perekaman antidromik dibandingkan
ortodromik, jarak antara elektrode aktif dan saraf yang diperiksa, jarak
elektrode aktif dengan elektrode referens, posisi ekstremitas dan pengukuran
jarak, sweep speed dan sensitivitas. (Poernomo,2003)

Tabel.4 Kecepatan Hantaran saraf normal orang dewasa 16 65 tahun
Motor Nerve Conduction Studies

Nerve
Distal sti-
mulation
site
Other
stimulasion
site
Recording
site
Onset
latency
(ms)
Amp
(mv)
CV
(m/s)
Distance
(cm)
F-wave
latency
(ms)
Median

Wrist Elbow APB <4,2 >4,4 >49 6-8 <31
Ulnar

Wrist BG,AG ADB <3,4 >6,0 >49 5,5-7,5 <32
Radial Forearm Elbow,
SG
EIP <5,2 >4,0 >50 10 NA
Peroneal

Ankle BFH,AFP EDP <5,8 >2,0 >42 6-11 <58
Peroneal

BFH AFP TA <3,0 >5,0 >42 10 NA
Tibial

Ankle PF AH <6,5 >3,0 >41 6-8 <59
Universitas Sumatera Utara


Key : AG=above ulnar groove; BG=Below ulnar groove; AFP=above fibular head; BFH=
belof fibular head; SG=spiral groove; TA=tibialis anterior; EDB=extensor digital brevis;
EIP=extensor indicis proprius; ADM=abductor digiti minimi; APB=abductor policis brevis;
AH=abductor hallucis; PF=poplitea fossa

Dikutip dari : Adam, R.D., Victor, M. and Ropper, A.H. 2005. Principles of
Neurology. 8nd. Ed. McGraw-Hill. New York.










Sensory nerve conduction studies


Nerve
Stimulation
site
Recording
site
Onset
latency
(ms)
Peak
latency
(ms)
Amp
(V)
CV
(m/s)
Distances
(cm)
Median Wrist Dig2 <2,5 <3,5 >20 >52 13
Ulnar Wrist Dig.5 <2,1 <3,0 >15 >52 11
Radial Forearm Wrist <1,9 <2,8 >20 >48 10
Sural calf ankle <3,2 <4,4 >6 >42 14
Universitas Sumatera Utara
II. 10. Kerangka Teori























Diabetes Mellitus

Vaskuler Metabolik Neurotropik Mekanisme Imun
Oxidative stress( GGT)
Neuropati Diabetik
Kecepatan Hantaran
saraf
Vascular endothelial
Growth factor
(VEGF)

Polyol pathway Protein kinase C
Peranan NGF
Haider(2004),
Sjahrir (2006)
oxidative stress
berperan utama
dalam
patogenesis
diabetik periferal
neuropati
Duk (2004), Duk
(2003) GGT
sebagai oxidative
stress
Cho(2010):
kadar GGT
mempengaru
hi KHS dan
berdampak
pada
neuropati
diabetik
Universitas Sumatera Utara
II.11. Kerangka Konsep























Diabetes Mellitus
Metabolik
Gamma
Glutamyltransferase
Diabetik neuropati KHS
Cho(2010) peningkatan kadar
GGT berdampak penting
terhadap neuropati diabetik
Nakanishi(2004) GGT
prediktor penting
perkembangan diabetes
Duk(2004) GGT berperan
dalam patogenesis
diabetes sebagai oxidative
stress
Cho(2010) GGT
mempengaruhi KHS
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai