Anda di halaman 1dari 5

TUGAS

APLIKASI PJ & SIG UNTUK PENGEMBANGAN WILAYAH



KEBIJAKAN PEMERINTAH YANG MEMERLUKAN DATA SPASIAL
DALAM PELAKSANAANNYA






Oleh:
MUHAMMAD BARIED IZHOM (1306493423)





DEPARTEMEN GEOGRAFI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS INDONESIA
2014
Kebijakan tentang Penanggulangan Bencana

A. Latar Belakang
Negara Kesatuan Republik Indonesia dilihat kondisi geografis, geologis, hidrologis,
dan demografis sangat berpotensi terjadinya bencana, baik yang disebabkan oleh faktor
alam, faktor nonalam maupun faktor manusia. Secara geografis Indonesia merupakan negara
kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia
dan Benua Australia serta lempeng Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Terdapat 130
gunung merapi aktif dan terdapat lebih dari 5.000 sungai besar dan kecil yang 30% di
antaranya melewati kawasan padat penduduk dan berpotensi terjadinya banjir, banjir
bandang dan tanah longsor pada musim hujan.
Kejadian bencana di Indonesia sering kali menyebabkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis yang dalam
keadaan tertentu dapat menghambat pembangunan nasional. Kompleksitas dari
permasalahan bencana tersebut memerlukan suatu penataan atau perencanaan yang matang
dalam penanggulangannya, sehingga dapat dilaksanakan secara terarah dan terpadu.
Penanggulangan yang dilakukan selama ini belum didasarkan pada langkah-langkah yang
sistematis dan terencana, sehingga seringkali terjadi tumpang tindih dan bahkan terdapat
langkah upaya yang penting tidak tertangani. Mengingat begitu besar potensi dampak yang
ditimbulkan dari bencana, maka Negara Kesatuan Republik Indonesia mengeluarkan
peraturan perundang-undangan mengenai penanggulangan bencana.

B. Peraturan Mengenai Penanggulangan Bencana
Berapa peraturan mengenai penanggulangan bencana yang ada di Negara Kesatuan
Republik Indonesia antara lain,
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana.
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana.
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 4 Tahun
2008 Tentang Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana.
Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 2 Tahun
2012 Tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana.

C. Penjelasan Peraturan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana
mengamanatkan pada pasal 35 dan 36 agar setiap daerah dalam upaya penanggulangan
bencana, mempunyai perencanaan penanggulangan bencana. Sebagaimana didefinisikan
dalam undang-undang tersebut, penyelenggaraan Penanggulangan Bencana adalah
serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya
bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Penyelenggaraan
perencanaan penanggulangan bencana bertujuan untuk menjamin terselenggaranya
pelaksanaan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan
menyeluruh dalam rangka memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman,
risiko, dan dampak bencana, hal ini tertuang di dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor
21 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana.
Salah satu unsur penting dalam terwujudnya pelaksanaan penanggulangan bencana
secara terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh dalam rangka memberikan
perlindungan kepada masyarakat dari ancaman, risiko, dan dampak bencana adalah analisis
risiko bencana. Untuk mendapatkan analisis tersebut tidak terlepas dari peranan data spasial.
Penggunaan data spasial dalam upaya penanggulan bencana secara jelas disebutkan dalam
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 pada pasal 21 dijelaskan bahwa secara kelembagaan,
Badan Penanggulangan Bencana baik pusat maupun daerah, berkewajiban menyusun,
menetapkan, dan menginformasikan peta rawan bencana. Dengan tujuan agar wilayah-
wilayah yang beresiko terjadinya bencana terpetakan dan seluruh elemen masyarakat dapat
tanggap bencana sehingga dapat mengurangi dampak yang ditimbulkan bencana.
Secara lebih rinci penggunaan data spasial disebutkan di dalam Peraturan Kepala
Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana dan Peraturan Kepala Badan Nasional
Penanggulangan Bencana Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko
Bencana. Pengkajian risiko bencana untuk menghasilkan kebijakan penanggulangan bencana
disusun berdasarkan komponen ancaman dan penduduk terpapar, kerugian, dan kapasitas.
Komponen ancaman disusun berdasarkan parameter intensitas dan probabilitas kejadian.
Komponen kerugian disusun berdasarkan parameter ekonomi, fisik, dan lingkungan.
Komponen kapasitas disusun berdasarkan parameter kapasitas regulasi, kelembagaan, sistem
peringatan, pendidikan pelatihan keterampilan, mitigasi dan sistem kesiapsiagaan. Parameter-
parameter yang membentuk komponen-komponen dalam pengkajian risiko bencana, tidak
terlepas dari penggunaan data spasial. Dalam Peraturan Kepala Badan Nasional
Penanggulangan Bencana Nomor 2 Tahun 2012, terdapat contoh data spasial yang
dibutuhkan untuk mendapatkan komponen ancaman masing-masing bencana antara lain,
Banjir
Parameter yang dilihat untuk menghitung indeks ancaman bencana banjir
adalah geomorfologi, persentase luas DAS, land use (penggunaan lahan), jenis
tanah, intensitas hujan tahunan sehingga menghasilkan skor bahaya.
Kebakaran Hutan dan Lahan
Penghitungan indeks ancaman bencana kebakaran hutan dan lahan mengacu
kepada beberapa parameter. Parameter yang dilihat untuk menghitung indeks
ancaman bencana kebakaran hutan dan lahan adalah jenis hutan, curah hujan
tahunan, jenis tanah sehingga menghasilkan skor bahaya.
Kekeringan
Parameter yang dilihat untuk menghitung indeks ancaman bencana kekeringan
adalah peta SNI kekeringan, curah hujan tahunan, tutupan vegetasi sehingga
menghasilkan skor bahaya.
Epidemi dan Wabah Penyakit
Parameter yang dilihat untuk penghitungan indeks ancaman bencana epidemi
dan wabah penyakit adalah kepadatan penderita malaria, kepadatan penderita
demam berdarah, kepadatan penderita HIV/AIDS dan kepadatan penduduk
sehingga menghasilkan skor bahaya.
Cuaca Ekstrim
Parameter yang dilihat untuk menghitung indeks ancaman bencana cuaca
ekstrim adalah keterbukaan lahan, kemiringan lereng, curah hujan tahunan
sehingga menghasilkan skor bahaya.
Tanah Longsor
Parameter yang dilihat untuk penghitungan indeks ancaman bencana tanah
longsor adalah gemorfologi, tutupan vegetasi, jarak sesar/patahan sehingga
menghasilkan skor bahaya.
Gelombang Ekstrim dan Abrasi
Parameter yang dilihat untuk penghitungan indeks ancaman bencana
gelombang ekstrim dan abrasi adalah tinggi gelombang, arus, tutupan vegetasi,
bentuk garis pantai sehingga menghasilkan skor bahaya.
Kegagalan Teknologi
Parameter yang dilihat untuk penghitungan indeks ancaman bencana
kegagalan teknologi adalah kapasitas industri dan jenis industri sehingga
menghasilkan skor bahaya.

Anda mungkin juga menyukai