Anda di halaman 1dari 9

Saussure Untuk Sastra

Diposkan oleh Be ur Self


Judul : Saussure Untuk Sastra
Sebuah metode kritik sastra struktural
Penulis : Rh. WIDADA
Penerbit : JALASUTRA Anggota IKAPI
BAB I
Bukan merupakan hal yang asing lagi tentang kurangnya referensi kritik sastra, jika
dibandingkan dengan rumpun ilmu humaniora yang lain hanya kritik sastra lah yang kurang
dalam referensi dan perbincangan dalam hal tersebut sangat sulit ditemukan, para sastrawanpun
dalam bekerjanya bukan tidak menggunakan metode disebabkan hal tersebut akan tetapi mereka
sudah terlatih dalam metodologi kritik sastra hanya saja tidak semua metodologi dicantumkan
secara ekspilit.
Sempat ada perdebatan dalam teori M Abrams (teeuw, 1988) dalam penelitian teori-teori sastra
pada zaman romantik dalam genre puisi dan sastra inggris abad ke-19. Model penelitian yang
dibuat Abrams adalah
semesta
Pengarang karya pembaca
Dari model tersebut pendekatan terhadap sastra dikategorikan dalam empat golongan yaitu:
1. Pendekatan mimetik
2. Pendekatan ekspresif
3. Pendekatan pragmatik
4. Pendekatan objektif
Dalam metode ini masih ditemukan beberapa faktor penting yang belum dijelaskan,
menurut teeuw yaitu:
1. Faktor sistem bahasa sebagai media karya sastra.
2. Faktor konveksi sastra.
3. Faktor pembaca sebagai variabel sosial dan historis.
4. Faktor bentuk karya sebagai variabel.
5. Faktor kriteria penilaian sastra
Cara atau awal mula pengenalan sastra yaitu harus dengan memahami bahasa terlebih
dahulu akan tetapi teori yang berkembang dalam bahasa sendiri sangatlah bermacam-macam
sehingga menambah daftar kesulitan dalam mempelajari sastra. Salah satu teori yang
berkembang yaitu yang dicetuskan oleh Saussure yang mengacu pada bidang linguistiknya.
BAB II
Nama Ferdinand De Saussure bukan hal asing lagi di telinga kita terutama para penikmat
sastra dalam bidang linguis. Dia adalah salah satu pencetus prinsip-prinsip linguistik, yang mana
prinsip-prinsip tersebut dapat disederhanakan sebagai berikut:
1. Bahasa adalah sebuah fakta sosial
2. Bahasa bersifat laten
3. Bahasa adalah suatu sistem atau struktu tanda-tanda
4. Adanya hubungan paradigmatik dan sintagmatik
5. Pentingnya relasiatau hubungan-hubungan antar unsur
6. Bahasa hanya dapat dikaji melalui pendekatan sinkronik
Menurut Saussure bahasa adalah fakta sosial yang mana bahasa merupakan fenomena sosial
yang tidak dapat dipisahkan dari manusia begitu juga manusia tidak dapat dipisahkan dari sebuah
bahasa, bahasa tidak akan pernah ada jika tidak ada manusia yang memperhatikannya begitu juga
sebaliknya.
Salah satu prinsip bahasa yang polpuler menurut Saussure juga bahwa bahasa sebagai Langue
dan Parol, yang mana bahasa penuh dengan kaida-kaidah didalamnya dan tanpa sadar manusia
seringkali membuat kaidah sendiri atau kaidah baru dalam kemunculan bahasa. Bahasa juga
mempunyai sifat yang tentu yang bisa berubah sewaktu-waktu dan berkembang dengan pesat.
Bahasa sebagai sistem tanda juga merupakan dari salah satu prinsip bahasa menurut Saussure,
yakni bahasa sendiri merupakan sistem tanda dan terdapat hubungan antar tanda-tanda tersebut
yang menggunakan aturan-aturan tertentu yang memungkinkan bahasa untuk mengembangkan
sayapnya dalam sarana komunikasi dan pemahaman tentang bahasa tidaklah sesederhana saat ini
yang kita fahami bahwa bahasa tidak dapat dipisahkan berbagai nama benda, aktivitas, keadaan
dan sebagainya.
BAB III
Setelah mengetahui tentang bebrapa prinsip Saussure akhirnya kahirlah prinsip baru dikalangan
para ahli tentang prinsi strukturalisme.kemunculan strukturalisme sendiri mempunyai dampak
yang besar terhadap para pemikir karena sebab kemunculannya tersebut membawa banyak
pertentangan dikalangan ahli bahasa. Disamping itu strukturalisme dianggap sebagai filsafat
yang bisa melenyapkan manusia. Akan tetapi semua hal tersebut dibantah oleh Wahl, Wahl
beranggapan bahwa desas-desus yang ada merupakan komentar-komentar miring yang tak
bertanggung jawab.
Terdapat banyak perdebatan dalam keterlibatan strukturalisme yang memasuki ranah kritik
sastra, diantaranya ialah:
1. Sebuah kritik sastra yang beranggapan bahwa kritik tersebut menggunakan sistem strukturalis
ternyata tidak sepenuhnya dalam memahami tentang strukturalisme sehingga penalaran-
penalaran yang disandari tidak sempurna.
2. Kerancuan tentang kritik Saussure yang mana sebagian dari akademisi masih terlalu kurang
pemahaman juka kritik Saussure dianggap sebagai kajian sastra.
3. Adanya pemahaman tentang analisis semiotik dalam kritik sastra merupakan tahapan yang
terpisah dalam segi strukturalisme padahal suatu analisis masih merupakan genggaman dari
Saussure maka secara tidak langsung merupakan bagian dari semiotik dan semiologi.
4. Adanya isu-iisu tentang kritik terlalalu mencondongkan diri pada unsur-unsur instrinsik karya
sastra dalam kritik struktural.
5. Dengan semua isu dan kerancuan serta perdebatan diatas sangatlah berdampak pada metode yang
digunakan.
semua permasalahan diatas tentang kerancuan dan adanya percampuran dalam kritik-kritik
tersebut berdampak pada kritik sastra struktural yang dianggap sebagai pendekatan yang buntu
dan tanpa solusi serta hanya berputar-putardalam permasalah instrinsik sastra. Dengan berbagai
komentar tentang strukturalisme maka, sangatlah dibutuhkan pengetahuan yang bisa membantu
menjawab isu-isu yang ada serta bisa meluruskannya secara ilmiah.
BAB IV
Banyaknya teori dan referensi yang disumbangkan dalam penkajian teori sastra maka dapat kita
gabungkan beberapa pernyataan yang telah tertuang menjadi satu sehingga bisa menghasilkan
sutu tori kritik sastra yang baru lagi. Terdapat berbagai macam metode dalam memahami aliran
strukturalisme yang dihubungkan dengan teori Sauusure, adapun langkah-langkahnya sebagai
berikut:
1. Membaca suatu karya sastra dengan teliti dan cermat.
2. Mencatat atau mereview ulang semua kesan-kesan pada saat membaca.
3. Mengelompokkan kesan-kesan tersebut menjadi satu.
4. Mencari hal-hal yang sekiranya merupakan bagian dari tanda dan isyarat dari karya tersbut.
5. Mencari kemiripan nalar dalam oposisi biner dalam karya tersebut.
6. Mengumpulkan oposisi biner yang awal mula masih sebuah anggapan menjadi satu kesatuan yang
sempurna dengan oposisi biner yang lain.
7. Menarik kesimpulan tentang makna dari oposisi biner tersebut.
8. Membahas atau mendiskusikan kembali nalar dari oposisi biner yang dijadikan sebagai rujukan.
Yang perlu kita catat bahwa analisis kritik sastra struktural tidak boleh bersifat deduktif. Akan
tetapi harus berangkat dari asumsi-asumsi awal atau penelitian secara mendalam terlebih dahulu
dalam penentuan analisis ini dengan merujuk pada oposisi biner yang telah ada.
Segi positiv dari analisis strukturalisme patut diperhitungkan juga karena strukturalisme
merupakan jalan menuju metode untuk melihat bentuk dan isi secara garis besar. Hal tersebut
sangatlah efektif untuk penalaran sebuah analisis karya sastra dan memungkinkan teori dan
kajian poststruktural dengan bebas dan luas dapat terkuak.
BAB V
Bab V disini menjelaskan lebih rinci tentang langkah-langkah yang disunakan dalam analisis
struktural yang telah disebutkandalam bab IV diatas. Langkah pertama yaitu harus membaca
dengan cermat terlebih dahulu dalam karya sastra. Ada sebuah anggapan bahwa pembacaan
secara cermat dalam sebuah karya sastra akan mematikan sense sastra yang terkandung dalam
maknanya. Hal itu bukanlah hal utama yang dihawatirkan karena pembacaan secara cermat ini
untu menghasilkan suatu analisi strukturalisme yang sempurna.
Langkah selanjutnya yaitu mencatat kembali kesan-kesan pembacaan yang ada dalam karya
sastra tersebut. Hal ini untuk lebih memudahkan penganalisisan sebuah karya karena tidak
menutup kemungkinan jika dalam menganalisis akan menamukan hal-hal yang sulit kita pahami
atau bahasa yang digunakan belum terlalu dikenal dalam bahasa-bahasa sastra sehingga dengan
mecatat kembali kesan-kesan yang ada maka se peneliti bisa lebih mengembangkan analisisnya.
Tugas seorang pengkaji sastra adalah menyajikan hasil karyanya. Jika kajian yang dilakukan
berbentuk ilmiah maka didalamnya harus mengandung metode-metode dan pemberian argumen
yang logis. Begitu juga jika disajikan dalam bentuk essai, didalamnya juga harus menggunakan
metode-metode yang jelas sesuai dengan kaidah pembuatan essai, intinya, apapun karya kita dan
penyajian yang menggunakan metode apapun maka wajib memakai kaidah-kaidah yang sesuai
dengan metodenya.
Langkah yang diambil juga pengklasifikasian kesan-kesan dalam karya sastra untuk selanjutnya
bisa kita kumpulkan menjadi satu dalam kesempurnaan sebuah narasi dengan pendekatan-
pendekatan yang lebih sesuai.ketika terdapat kesan yang kuat dan menantang dalam salah satu
unsurnya maka dari situlah kebenaran suatu karya diperhitungkan.
Pengelompokan kesan-kesan tersebut juga tidak bisa dilakukan secara ketat karena seyogyanya
hasil karya sastra yang kita baca merupakan analisis-analisis manusia yang juga banyak
dipengaruhi oleh analisis lain. Jadi, jika akan mendalami sebuah analisis struktural maka dituntut
untuk cermat dan peka terhadap hal-hal yang berhubungan dengan asumsi-asumsi struktural
dalam karya sastra agar analisis yang ditempuh tidak separuh-separuh akan tetapi bisa sempurna.
BAB VI
Langkah-langkah penafsiran dalam suatu karya membutuhkan pembacaan berulang-ulang dari
sstu tahap ke tahap yang lain begitu pula dari satu unsur ke unsur yang lain, dan hal seperti ini
disebut dengan penafsiran hermeneutis. Penafsiran seperti ini disebut metode penafsiran
strukturalisme karena proses penemuan maknanya rumit dan berlangsung bolak-balik dari satu
tahap ke tahap yang lain, jadi membutuhkan pembacaan yang berulang-ulang untuk mencapai
suatu penafsiran yang sempurna.
Dengan kerumitan dari proses hermeneutis bukan tidak mungkin untuk melakukan suatu
penafsiran karya suatu karya tetap membutuhkan kritikan. Buku ini menawarkan langkah-
langkah penafsiran yang cukup mudah seperti dengan langkah awal yaitu menemukan
pertentangan-pertentangan relasional antar unsur yang sejenis dan sebanding dalam semesta
struktur. Strukturalisme mengasumsikan dirinya bahwa makna akan ditemukan dalam prinsip
perbedaan tanda, maka dari itu penafsiran sebuah karyanya dapat dimulai dengan cara
menemukan relasi-relasi perbedaan antar tanda.
Perbedaan yang muncul dalam makna sudah cukup eksis di masyarakat kita. Seperti contoh
dalam dunia ekonomi dan perdagangan, bahwa para pengusaha sudah sangat memahami bahwa
nilai keunggulan suatu produk terletak pada perbedaannya dengan produk lain. Bahkan jika
dalam mencari nilai keunggulannya tidak ditemukan sebuah perbedaan, mereka akan tetap
mencari perbedaan-perbedaan semu dengan menciptakan citra atau image dengan sangat gencar.
Prinsip linguistik Saussure yakni sebuah tanda memiliki makna, arti atau nilai karena ia
dibedakan dari tanda lainnya dalam sebuah sistem bahasa. Oleh karenanya untuk menemukan
sebuah makna maka berangkat dari penemuan sebuah relasi perbedaan-perbedaan dan
mengerefensikan nalar-nalar yang terdapat dalam perbedaan tersebut. Dalam linguistik Saussire
juga narasi satramengandung makna tertentu karena strukturnya memiliki aturan-aturan atau
sebuah formasi yang menempatkan berbagai konstitusi narasinya dal;am relasi pertentangan atu
biasa disebut dengan oposisi binner.
Dalam linguistik Saussure juga kita dapat melihat tanda-tanda struktur narasi sebagai tanda yang
terhubung dalam poros sintagmati dan paradigmatik.
1. Poros sintagmatik adalah: cara mengetahui poros sintagmatik adalah dengan cara
membaca terlebih dahulu karya-karya sastra secara urut dari awal hingga akhir sambil
mencari relasi-relasi perbedaan atau pertentantangan gagasan yang muncul
didalamnya.
Cara membagi rentangan narasi sintagmatik bisa menjadi suatu kestuan yang dapat
dianalisis yaitu dengan cara berthap dalam melakukan peninjauan bolak-balik antar
tahap, dari tahap awal sampai akhir hingga meneukan penafsiran secara final.
2. Jika penelusuran hubungan paradigmatiktidak dapat dilihatsecara jelas karena
hubungannya tidak bersifat tidak hadir secara fisik dalam narasi. Dalam penelusuran
paradigmatik ini sudah dapat menjawab tentang analisis struktural yang selama ini
dianggap telah mengaburkan sebuah karya sastra.
BAB VII
Cara berbahasa yang khas , sastra mengandung tujuan untuk menghasilkan efek-efek makna
tertentu yang tidak mungkin dicapai oleh penggunaan bahasa biasa. Dengan kata lain, karya
sastra merupakan suatu eksploitasi. Penafsiran karya sastra tidak sama dengan penggunaan
penafsiran bahasa biasa. Maka dari itu analisis struktural mengambil dari linguistik Saussure.
Dalam teori mitologinya Barthes dikemukakan bahwa mitos adalah sebuah bentuk tuturan yang
menggunakan sistem tanda tingkat kedua. Menurut Barthes juga bahwa mitos telah membangun
makna dengan cara mengekspolitasi, merekayasa atu mempermainkan sistem tanda bahasa,
karena dengan itu mitos bukan hanya memiliki makna ditingkat primer akan tetapi
menyembunyikan makna lain atau menjadi makna kiasan.
Penafsiran mitos adalah upaya untuk menemikan makna-makna tersembunyi melalui sebuah
analisis primer. Sebenarnya proses ini cukup rumit karena si peneliti dituntut untuk menemukan
berbagai asosiasi semantik bisa terbentu dari tuturan-tuturan mistis. Akan tetapi walaupun cukup
rumit, penulis menawarkan sebuah solusi cara menganalisis alur mitos. Cara-caranya sebagai
berikut:
1. Meninjau paparan sintagmatik mitos dan menemukan prosedur mitos dalam
merekayasa sistem tanda primernya.
2. Meninjau berbagai kemungkinan implikasi dan asosiasi maknawi dari rekayasa
tersebut.
3. Mengiferensikan makna lainsecara logis.
Terdapat beberapa prosedur-prodedur pemitosan dalam suatu karya, yaitu sebagai berikut:
1. Penumpangtindihan tanda-tanda dalam sistem tanda primer. Prosedur ini
memanfaatkan tanda yang mempunyai homologi-homologi makna atau bentuk.
2. Pembelokan dan pembalikan sistem tanda primer. Jika menggunakan prosedur ini maka
atura-aturan sintagmatis dan juga makna-makna dalam sistem tanda primer
disimpangkan dan dibalikkan.
3. Pengacauan atau penghancuran sistem tanda. Prosedur ini memperlakukan sistem tanda
primer dalam sebuah mitos dengan menjungkirbalikkan, mengacaukan atau sama
sekali tidak memenuhi aturan-aturannya.
Biografi Ferdinad De Saussure
Ferdinand de Saussure (26 November 1857 - 22 Februari 1913) adalah seorang ahli bahasa
Swiss.

Dia dianggap linguistik sebagai cabang ilmu pengetahuan umum tanda ia mengusulkan untuk
memanggil semiologi. Hal ini menjadi sebuah karya linguistik mani, mungkin karya linguistik
strukturalis mani, di abad ke-20. (Lebih Untuk kajian sejarah bahasa, lihat tampilan Filologi.)
Sinkronis tampak pada struktur bahasa sebagai sistem berfungsi pada titik waktu tertentu. This
distinction was a breakthrough and became generally accepted. Perbedaan ini adalah sebuah
terobosan dan menjadi yang berlaku umum. (For further consideration of the importance of
history in the study of language, see Linguistics.) (Untuk pertimbangan lebih lanjut tentang
pentingnya sejarah dalam studi bahasa, lihat Linguistik.)

"Tanda adalah unit dasar langue (bahasa tertentu dengan diberi waktu). Langue Setiap adalah
sebuah sistem lengkap tanda (. Parole pidato individu) merupakan manifestasi eksternal langue."
Perbedaan penting lainnya adalah bahwa hubungan sintaksis antara, yang terjadi dalam teks
tertentu, dan hubungan paradigmatik. De Saussure membuat penemuan penting dalam filologi
Indo-Eropa yang sekarang dikenal sebagai teori laringeus. dalam bukunya Mythologies,
menunjukkan bagaimana sistem de Saussure analisis tanda dapat diperluas ke tingkat yang
kedua, mitos.

Anda mungkin juga menyukai