Anda di halaman 1dari 65

SEJARAH LAHIRNYA PANCASILA (Sebagai Ideologi & Dasar Negara)

31 Mei 2011 pukul 9:13


Oleh : Junaidi Farhan
Dari berbagai sumber sejarah.


Tiga setengah abad lebih, bangsa kita dijajah bangsa asing.
Tahun 1511 Bangsa Portugis merebut Malaka dan masuk kepulauan Maluku, sebagai awal sejarah
buramnya bangsa ini, disusul Spanyol dan Inggris yang juga berdalih mencari rempah - rempah di bumi
Nusantara. Kemudian Tahun 1596 Bangsa Belanda pertama kali datang ke Indonesia dibawah pimpinan
Houtman dan de Kyzer. Yang puncaknya bangsa Belanda mendirikan VOC dan J.P. Coen diangkat
sebagai Gubernur Jenderal Pertama VOC.

Penjajahan Belanda berakhir pada tahun 1942, tepatnya tanggal 9 Maret 1942 Pemerintah Hindia Belanda
menyerah tanpa syarat kepada Jepang. Sejak saat itu Indonesia diduduki oleh bala tentara Jepang.
Namun Jepang tidak terlalu lama menduduki Indonesia, sebab tahun 1944, tentara Jepang mulai kalah
melawan tentara Sekutu.

Untuk menarik simpati bangsa Indonesia agar bersedia membantu Jepang dalam melawan tentara Sekutu,
Jepang memberikan janji kemerdekaan di kelak kemudian hari. Janji ini diucapkan oleh Perdana Menteri
Kaiso pada tanggal 7 September 1944. Oleh karena terus menerus terdesak, maka pada tanggal 29 April
1945 Jepang memberikan janji kemerdekaan yang kedua kepada bangsa Indonesia, yaitu janji
kemerdekaan tanpa syarat yang dituangkan dalam Maklumat Gunseikan (Pembesar Tertinggi Sipil dari
Pemerintah Militer Jepang di Jawa dan Madura) Dalam maklumat tersebut sekaligus dimuat dasar
pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI). Tugas badan
ini adalah menyelidiki dan mengumpulkan usul-usul untuk selanjutnya dikemukakan kepada pemerintah
Jepang untuk dapat dipertimbangkan bagi kemerdekaan Indonesia.

Keanggotaan badan ini dilantik pada tanggal 28 Mei 1945, dan mengadakan sidang pertama pada tanggal
29 Mei s/d 1 Juni 1945. Dalam sidang pertama tersebut yang dibicarakan khusus mengenai dasar negara
untuk Indonesia merdeka nanti. Pada sidang pertama tersebut 2 (dua) Tokoh membahas dan mengusulkan
dasar negara yaitu Muhammad Yamin dan Ir. Soekarno.

Tanggal 29 Mei 1945, Muhammad Yamin mengajukan usul mengenai calon dasar negara secara lisan
yang terdiri atas lima hal, yaitu :
1. Peri Kebangsaan
2. Peri Kemanusiaan
3. Peri Ketuhanan
4. Peri Kerakyatan
5. Kesejahteraan Rakyat

Selain secara lisan M. Yamin juga mengajukan usul secara tertulis yaitu :
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
2. Persatuan Indonesia
3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Kemudian pada tanggal 1 Juni 1945 Ir. Soekarno (Bung Karno) mengajukan usul mengenai calon dasar
negara yaitu :
1. Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia)
2. Internasionalisme (Perikemanusiaan)
3. Mufakat atau Demokrasi
4. Kesejahteraan Sosial
5. Ketuhanan yang Berkebudayaan

Kelima hal ini oleh Bung Karno diberi nama PANCASILA, lebih lanjut Bung Karno mengemukakan bahwa
kelima sila tersebut dapat diperas menjadi Trisila, yaitu:
1. Sosio nasionalisme
2. Sosio demokrasi
3. Ketuhanan.
Selanjutnya oleh Bung Karno tiga hal tersebut masih bisa diperas lagi menjadi Ekasila yaitu GOTONG
ROYONG.

Selesai sidang pembahasan Dasar Negara, maka selanjutnya pada hari yang sama (1 Juni 1945) para
anggota BPUPKI sepakat untuk membentuk sebuah panitia kecil yang tugasnya adalah menampung usul-
usul yang masuk dan memeriksanya serta melaporkan kepada sidang pleno BPUPKI. Tiap-tiap anggota
diberi kesempatan mengajukan usul secara tertulis paling lambat sampai dengan tanggal 20 Juni 1945.

Adapun anggota panitia kecil ini terdiri atas 8 orang, yaitu:
1. Ir. Soekarno
2. Ki Bagus Hadikusumo
3. K.H. Wachid Hasjim
4. Mr. Muh. Yamin
5. M. Sutardjo Kartohadikusumo
6. Mr. A.A. Maramis
7. R. Otto Iskandar Dinata dan
8. Drs. Muh. Hatta

Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan rapat gabungan antara Panitia Kecil, dengan para anggota BPUPKI
yang berdomisili di Jakarta. Hasil yang dicapai antara lain disetujui dibentuknya sebuah Panitia Kecil
Penyelidik Usul - usul/ Perumus Dasar Negara, yang terdiri atas sembilan orang, yaitu: Ir. Soekarno, Drs.
Muh. Hatta, Mr. A.A. Maramis, K.H. Wachid Hasyim, Abdul Kahar Muzakkir, Abikusno Tjokrosujoso, H.
Agus Salim, Mr. Ahmad Subardjo dan Mr. Muh. Yamin. Panitia Kecil yang beranggotakan sembilan orang
ini berhasil merumuskan Mukadimah Hukum Dasar, yang kemudian dikenal dengan sebutan PIAGAM
JAKARTA.

Dalam sidang BPUPKI kedua, Tanggal 10 s/d 16 Juli 1945, hasil yang dicapai adalah merumuskan
rancangan Hukum Dasar. Tanggal 9 Agustus 1945 dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(PPKI). Dan pada Tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, sejak saat itu
Indonesia kosong dari kekuasaan. Keadaan tersebut dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh para
pemimpin bangsa Indonesia, yaitu dengan mem-Proklamasi-kan Kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 17
Agustus 1945. Sehari setelah proklamasi kemerdekaan PPKI mengadakan sidang, dengan acara utama :
1. Mengesahkan Rancangan Hukum Dasar dengan Preambulnya (Pembukaan)
2. Memilih Presiden dan Wakil Presiden.
Untuk pengesahan Preambul, terjadi proses yang sangat panjang, sehingga sebelum mengesahkan
Preambul, Drs. Muhammad Hatta terlebih dahulu mengemukakan bahwa pada tanggal 17 Agustus 1945
sore hari, sesaat setelah Proklamasi Kemerdekaan, ada utusan dari Indonesia bagian Timur yang
menemuinya. Intinya, rakyat Indonesia bagian Timur mengusulkan agar pada alinea keempat preambul, di
belakang kata KETUHANAN yang berbunyi 'dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-
pemeluknya' dihapus. Jika tidak maka rakyat Indonesia bagian Timur lebih baik memisahkan diri dari
negara RI yang baru saja diproklamasikan.

Usul ini oleh Muh. Hatta disampaikan kepada sidang pleno PPKI, khususnya kepada para anggota tokoh-
tokoh Islam, antara lain kepada Ki Bagus Hadikusumo, KH. Wakhid Hasyim dan Teuku Muh. Hasan. Bung
Hatta berusaha meyakinkan tokoh-tokoh Islam, demi persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh karena
pendekatan yang terus-menerus dan demi persatuan dan kesatuan, mengingat Indonesia baru saja
merdeka, akhirnya tokoh-tokoh Islam itu merelakan dicoretnya 'dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya' di belakang kata Ketuhanan dan diganti dengan 'Yang Maha Esa',
sehingga Preambule (Pembukaan) UUD1945 disepakati sebagai berikut :

UNDANG-UNDANG DASAR
NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

PEMBUKAAN (Preambule)

Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di
atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan perikeadilan.

Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia
dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara
Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.

Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya.

Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan
Indonesia itu dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan dengan berdasar
kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Ke-
rakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan, serta dengan
mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dan untuk dapat melaksanakan PANCASILA sebagai ideologi dan dasar negara sekaligus sebagai
pandangan hidup seluruh Rakyat Indonesia, maka Pancasila diterjemahkan dalam butir - butir Pancasila
yaitu :

1. KETUHANAN YANG MAHA ESA :
Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaannya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk agama dengan penganut
kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa.
Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah yang
Menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing.
Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa kepada orang lain.

2. KEMANUSIAAN YANG ADIL DAN BERADAB :
Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk Tuhan
Yang Maha Esa.
Mengakui persamaan derajad, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-
bedakan suku, keturrunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan
sebagainya.
Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira.
Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
Berani membela kebenaran dan keadilan.
Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
3. PERSATUAN INDONESIA :
Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara
sebagai kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
Sanggup dan rela berkorban untuk kepentingan negara dan bangsa apabila diperlukan.
Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa.
Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia.
Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
4. KERAKYATAN YANG DIPIMPIN OLEH HIKMAH KEBIJAKSANAAN DALAM PERMUSYAWARATAN/
PERWAKILAN :
Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia mempunyai kedudukan, hak dan
kewajiban yang sama.
Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain.
Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama.
Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan.
Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai hasil musyawarah.
Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah.
Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas kepentingan pribadi dan golongan.
Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur.
Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa,
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan
persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama.
Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai untuk melaksanakan pemusyawaratan.
5. KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA :
Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan
kegotongroyongan.
Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Menghormati hak orang lain.
Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri.
Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat pemerasaN terhadap orang lain.
Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan gayA hidup mewah.
Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau merugikaN kepentingan umum.
Suka bekerja keras.
Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan bersama.
Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.





Reformasi Birokrasi Melalui Ideologi Pancasila

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya
yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah kewarganegaraan ini yang
berjudul Reformasi Birokrasi Melalui Ideologi Pancasila.Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Pendidikan Kewarganegaraan
Penulis banyak mendapatkan dukungan, arahan, bimbingan, dan doa dari berbagai pihak dalam
penyusunan makalah.
Penulis menyadari keterbatasan dan kekurangan dalam penyusunan makalah ini, kami
mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan selanjutnya. Akhirnya, semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca.

Jakarta, 03 juni 2012

Iman Rivai


BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Birokrasi dalam suatu negara sangatlah penting karena merupakan penggerak pemerintahan
serta menjadi alat untuk menjaga konsistensi,keteraturan, keseragaman, dan persatuan. Namun di
Indonesia kondisi birokrasisangat memprihatinkan. Karena jalannya birokrasi di negara ini masih sangat
berbelit-belit, disamping itu, para pelaksananya pun lebih mementingkankepentingan dirinya sendiri dan
kelompok. Sehingga banyak terjadi praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme di dalamnya sehingga fungsi
utama untuk pelayanan terhadap masyarakatpun tidak berjalan maksimal.Keadaan inilah yang mendorong
penulis untuk membuat makalah ini. Karena dirasakan birokrasi di Indonesia sangat membutuhkan
reformasi. Sehingga diharapkan dengan pembahasan inilah, membuat kita lebih kritis dan mengerti tentang
birokrasi di Indonesia
1.2. Perumusan Masalah
Adapun rumusan dan pembatasan masalah dari laporan ini dapat dijelaskansebagai berikut.
1. Apakah yang dimaksud reformasi birokrasi?
2. Bagaimana kondisi birokrasi di Indonesia?
3. Bagaimana hubungan antara reformasi birokrasi dengan pancasila?
4. Bagaimana langkah yang tepat dalam mengatasi masalah birokrasi ini?

1.3 Tujuan dan Manfaat
Maksud dan tujuan dari penyusunan makalah ini disajikan sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui arti reformasi birokrasi.
2. Untuk mengetahui kondisi birokrasi di Indonesia.
3. Untuk mengetahui bagaimana hubungan antara reformasi birokrasi dengan Pancasila
4. Untuk mengetahui langkah yang tepat dalam pelaksanaan reformasi birokrasi.
Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang berdampak bagi semua
orang, terutama bagi para pembaca. Adapun manfaat dari penyusunan laporan dan pembahasan ini
adalah sebagai berikut.
1. Dapat berpikir kritis dalam menghadapi permasalahan birokrasi diIndonesia
2. Dapat mengerti arti penting Pancasila
3. Dapat mengimplementasikan Pancasila dalam kehidupan berbangsadan bernegara.
4. Dapat membantu dalam pengawasan birokrasi di Indonesia

1.4 Metodologi Penulisan
Metode penulisan yang dilakukan penulis adalah: pertama, melakukan perumusan masalah dengan
menemukan dan mengembangkan indikator masalah yang ada. Penemuan dan pengembangan masalah
dilakukan dengan menelusuri objek yang menarik minat dan masih dapat dijangkau oleh kemampuan
pengetahuan penulis.
Kedua, mencari data dan informasi. Pencarian data dan informasi ini dilakukan dengan studi literatur
dari artikel di internet, laporan, jurnal ilmiah, dan thesis. Informasi yang digunakan penulis diterbitkan oleh
lembaga yang kredibel dan terpercaya.
Ketiga, melakukan sitesa berupa naskah dari masalah dan informasi yang diperoleh. Keempat,
melakukan pemeriksaan terhadap tulisan yang sudah dibuat. Kelima, membuat kesimpulan dan
memberikan rekomendasi dari hasil analisa penulis.



BAB II
TELAAH PUSTAKA

2.1 Birokrasi
Secara etimologis, Birokrasi berasal dari kata bureaucracy (bahasa inggris bureau dan cracy),
diartikan sebagai suatu organisasi yang memilikirantai komandodengan bentuk piramida,dimana lebih
banyak orang berada ditingkat bawah dari pada tingkat atas, biasanya ditemui pada instansi
yangsifatnyaadministratif maupunmiliter . Birokrasi adalah syarat dalam kehidupan bersama. Birokrasi
menjadi alat untuk menjaga konsistensi, keteraturan,keseragaman, kekompakan. Birokrasi melayani setiap
orang sesuai dengan aturanmain. Birokrasi bisa mengakomodasi hak dan kebebasan begitu banyak orang
dankepentingan, tanpa menjadi anarkis. Birokrasi bukan hanya dibutuhkan di negaraotoriter, tetapi juga di
negara demokratis. Reformasi sendiri berarti perubahan secaramenyeluruh. Jadi reformasi birokrasi
merupakan suatu proses perubahan secaramenyeluruh dari suatu organisasi atau pemerintahan sehingga
kinerja menjadi efektif,efisien dan optimal sehingga tercipta tujuan dari organisasi tersebut.


2.2 Pancasila
Pancasila merupakan ideologi bangsa Indonesia yang dikumandangkan pertama kali oleh
Soekarno pada tanggal I Juni 1945, yakni pada saat berlangsungnya sidang Badan Penyelidik Usaha
Persiapan Kemerdekaan Republik Indonesia (BPUPKI). Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa
Pancasila secara formal yudiris terdapat dalam alinea IV pembukaan UUD 1945. Di samping pengertian
formal dalam arti formal menurut hukum atau formal yudiris maka Pancasila juga mempunyai bentuk
dan juga mempunyai isi dan arti (unsur-unsur yang menyusun Pancasila tersebut). Hal ini didasarkan pada
interpretasi histories diamana rumusan dalam alinea IV pembukaan UUD 1945 diberi nama dengan bentuk
istilah Pancasila sejak tanggal 1 Juni 1945.
Pancasila, secara etimologis berasal dari dua kata yaitu Panca yang berarti lima dan Sila yang
berarti dasar. Pancasila dari akar kata berarti lima dasar, tepatnya adalah dasar bagi negara Indonesia
yang merdeka.
Semenjak dikumandangkan pada tanggal 1 Juni 1945, Pancasila mengalami beberapa kali
perubahan urutan sila maupun kata. Dalam rumusan Soekarno sebagai berikut:
1.) Kebangsaan Indonesia,
2.) Internasionalisme atau peri kemanusiaan,
3.) Mufakat atau demokrasi,
4.) Kesejahteraan sosial dan
5.) Indonesia merdeka dengan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa atau prinsip Ketuhanan.
Berikut dalam Piagam Jakarta 22 Juni 1945, terdapat perubahan kata dalam Pancasila sebagai berikut:
1.) Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya,
2.) Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3.) Persatuan Indonesia,
4.) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan dan
5.) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Perubahan berikutnya terlihat dalam Mukadimah UUD RIS tahun 1950, di mana kata-kata dalam Pancasila
adalah:
1.) Ketuhanan Yang Maha Esa,
2.) Peri kemanusiaan,
3.) Kebangsaan
4.) Kerakyatan dan
5.) Keadilan sosial.
Adapun urutan dan kata-kata dalam Pancasila yang digunakan saat ini adalah seperti yang tertuang dalam
Pembukaan UUD45 yakni:
1.) Ketuhanan Yang Maha Esa,
2.) Kemanusiaan yang adil dan beradab,
3.) Persatuan Indonesia,
4.) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dan
5.) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Dalam masyarakat Indonesia yang majemuk, Pancasila dapat diterima sebagai ideologi nasional
karena sifatnya yang menyatukan berbagai kelompok masyarakat, memberi arah dan pedoman tingkah
laku dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta menjadi prosedur penyelesaian konflik.
Pancasila sebagai Dasar Filsafat Negara Republik Indonesia digali dari nilai-nilai budaya dan nilai-
nilai agama bangsa Indonesia. Menurut Prof. Dr. Notonagoro, S.H., Pancasila jika ditinjau dari mulanya
atau sebab terjadinya maka Pancasila memenuhi syarat empat sebab (kausalitas) menurut Aristoteles,
yaitu:
1.) Causa Meterialis (asal mula bahan)
Sebelum Pancasila dirumuskan sebagai asas kehidupan kenegaraan, unsur-unsurnya telah terdapat pada
Bangsa Indonesia sejak zaman dahulu, terdapat dalam istiadat, kebudayaan dan dalam agama-agama.
2.) Causa Formalis (asal mula bentuk)
Hal ini dimaksudkan bagaimana asal mula benuk, atau bagaimana bentuk Pancasila itu dirumuskan. Hal ini
yang dimaksudkan adalah Pembentuk Negara dalam hal ini Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta sebagai
anggota BPUPKI dan bersama-sama anggota BPUPKI. Dimana pada sidang BPUPKI pertama dirumuskan
dan dibahas Pancasila. Disamping itu sekaligus juga merupakan asal mula tujuan.
3.) Causa Effisien (asal mula karya)
Dalam rangka sejak mulai dirumuskannya, dibahas dalam sidang BPUPKI pertama dan kedua, juga dalam
rangka proses pengesahan Pancasila Dasar Filsafat Negara oleh PPKI tanggal 18 Agustus 1945 dipimpin
oleh Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta sebagai asal mula karya. Juga di dalam Panitia Sembilan 22 Juni
1945 yang merumuskan Piagam Jakarta yang memuat calon ruusan Dasar Negar Pancasila sebagai asal
mula sambungan.
4.) Causa Finalis (asal mula tujuan)
Asal mula dalam hubungannya dengan tujuan dirumuskannya Pancasila sebgai Dasar Negara Republik
Indonesia. Hal ini diwujudkan oleh Panitia Sembilan termasuk Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta, di mana
semuanya sebagai anggota BPUPKI yang menyusun Piagam Jakarta (Pembukaan UUD 1945) pertama
kali dibentuk dan memuat Pancasila. Kemudian BPUPKI menerima rancangan tersebut dengan segala
perubahannya, hal ini dimaksudkannya dengan Pancasila dengan tujuan untuk dijadikan Dasar Filsafat
Negara Republik Indonesia.

2.3 Etika Profesi
Etika profesi sebagai ilmu praktis dan ilmu terapan terdiri dari 3 macam pendekatan.
Yaitu pragmatis, utilaristis dan deontologis.
1) Pragmatis: Aspek dimana kita melihat efek dari tindakan positif yang memberikan dampak kepada klient,
pasien, pelanggan, dll
2) Utilaristis: Sikap untuk menghargai dan menyukai pekerjaannya
3) Deontologis: Pekerjaan yang dilakukan dianggap baik jika disertai maksud yang tulus dan baik dari
pekerjaan itu sendiri.
Etika/ilmu terapan merupakan terapan ilmu dari berbagai kumpulan norma yang ada. Etika terapan
mencakup berbagai aspek dalam kehidupan. Contoh aspek ekonomi, sosial, budaya, dsb. Etika terapan
memiliki kesamaan dengan ilmu terapan karena sama - sama memilki kegunaan aplikatif baik secara
teoritis maupun pada praktiknya. Terapan itu mengkaji berbagai permasalahan yang ada di sekitar.
Ilmu merupakan kumpulan penghetahuan yang padat dan proses mengetahui melalui
penyelidiikan yang sistematis dan terkendali (metode ilmiah).Tetapi ilmu bukan sekedar pengetahuan
(knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan
dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam bidang ilmu tersebut. Menurut
tujuannya, ilmu terbagi menjadi dua :
1. Ilmu teoritis adalah ilmu yang berupaya menjelaskan penghertian yang benar demi pengertian itu sendiri
2. Ilmu praktis adalah ilmu yang langsung diarahklan pada pemanfaatan ilmu itu sendiri

BAB III
PEMBAHASAN

A. Reformasi Birokrasi
Secara etimologis, Birokrasi berasal dari kata bureaucracy (bahasa inggris bureau dancracy),
diartikan sebagai suatu organisasi yang memiliki rantai komando dengan bentuk piramida, dimana lebih
banyak orang berada ditingkat bawah dari pada tingkat atas, biasanya ditemui pada instansi yang
sifatnya administratif maupun militer. Birokrasi adalah syarat dalam kehidupan bersama. Birokrasi menjadi
alat untuk menjaga konsistensi, keteraturan, keseragaman, kekompakan. Birokrasi melayani setiap orang
sesuai dengan aturan main. Birokrasi bisa mengakomodasi hak dan kebebasan begitu banyak orang dan
kepentingan, tanpa menjadi anarkis. Birokrasi bukan hanya dibutuhkan di negara otoriter, tetapi juga di
negara demokratis. Reformasi sendiri berarti perubahan secara menyeluruh. Jadi reformasi birokrasi
merupakan suatu proses perubahan secara menyeluruh dari suatu organisasi atau pemerintahan sehingga
kinerja menjadi efektif, efisien dan optimal sehingga tercipta tujuan dari organisasi tersebut.
Di pemerintahan, reformasi birokrasi pada hakikatnya merupakan upaya untuk melakukan
pembaruan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan, terutama
menyangkut aspek-aspek berikut :
1. Kelembagaan (organisasi)
2. Ketatalaksanaan (business process)
3. sumber daya manusia aparatur
Reformasi Birokrasi dilaksanakan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik
(good governance). Dengan kata lain, Reformasi Birokrasi adalah langkah strategis untuk membangun
aparatur negara agar lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam mengemban tugas umum pemerintahan
dan pembangunan nasional. Selain itu, dengan pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi informasi
dan komunikasi serta perubahan lingkungan strategis menuntut birokrasi pemerintahan untuk direformasi
dan disesuaikan dengan dinamika tuntutan masyarakat. Oleh karena itu, harus segera diambil langkah
langkah yang bersifat mendasar, komprehensif dan sistemik, sehingga tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan dapat dicapai dengan efektif dan efisien.Hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor :15/M.PAN/7/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi,
Visi Reformasi Birokrasi secara nasional adalah TERCIPTANYA TATA KELOLA PEMERINTAHAN YANG
BAIK TAHUN 2025. Visi tersebut tentunya merupakan acuan yang dipedomani seluruh
kementerian/lembaga/ pemerintah daerah sebagai bagian pemerintahan secara utuh.

B. Reformasi di Indonesia
Dari hasil penelitian sebuah lembaga tertentu, dinyatakan bahwa birokrasi di Indonesia sangatlah
buruk bahkan menempati posisi kedua terburuk setelah India. Hal ini menjadi sebuah pukulan bagi bangsa
Indonesia.
Dalam sejarah perkembangannya, birokrasi di Indonesia mengadopsi nilai-nilai luhur budayanya
sendiri berupa azas gotong royong dan kekeluargaan sebagai alat untuk mencapai tujuan dan berubah
menjadi pamong praja (pegawai negara). Tapi apa yang ada ternyata telah mengalami distorsi sehingga
mengalami perubahan dengan berbagai variasi karakter yang ada sekarang ini. Kelemahan dari birokrasi
adalah perilaku paternalistik yang berlebihan. Pelayanan yang semakin menyimpang tidak lagi berbasis
kepada peningkatan kesejahteraan umum dan publik sebagaimana fungsi semula tetapi lebih berat kepada
pemenuhan kebutuhan atau kesejahteraan segelintir orang yang disebut hubungan patron-klien.
Kelemahan birokrasi juga bersumber dari luar dan salah satunya adalah faktor politik dimana pada
pemerintahan masa lalu dan sekarang ditempatkan sebagai arena pertarungan antar berbagai kekuatan
politik. Realita yang terjadi pada birokrasi Indonesia. Pengaruhnya jelas, birokrasi terkotak-kotak kedalam
berbagai perpecahan berdasarkan kekuatan kutub-kutub politik yang ada ketika itu yang mengakibatkan
pelayanannya kepada publik melahirkan standar ganda antara loyal pada pemerintah atau tunduk pada
partai politik yang menunjuknya, dan pada era reformasi yang menjadi noda hitam pemberdayaan birokrasi
adalah politisi yang mempolitisasi birokrasi.
Permasalahan birokrasi Indonesia saat ini tidak lepas dari rendahnya kualitas SDM aparat
birokrasi, semangat kerja dan kesadaran atas tugas dan tanggung jawab yang rendah, kurangnya
pemahaman atas fokus tujuan dari tugasnya, lemahnya fungsi koordinasi, masih tingginya budaya korupsi,
dan pemahaman yang rendah atas tugasnya sebagai pelayan publik.


C. Reformasi Birokrasi Hubungannya dengan Pancasila
Buruknya sistem demokrasi di Indonesia tidak terlepas dari kurangnya implementasi Pancasila
dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.Selain itu kurangnya penghayatan Pancasila di masyarakat.
Pancasila dianggap sebagai simbol bukan sebagai peddoman. Sebenarnya Pancasila tersebut merupakan
sebuah dasar negara sekaligus sebagai ideologi negara. Pancasila juga berfungsi sebagai pedoman hidup.
Karena Pancasila diambil dari akar-akar budaya bangsa Indonesia tentulah sangatcocok dengan iklim
kehidupan bangsa kita sendiri.
Reformasi kaitanya dengan kaidah berpikir kritis dan logis dimana dengan kita semakin kritis
menghadapi permasalahan terutama masalah birokrasi, sehingga dapat tercapainya penyelesaian yang
tepat.Selain itu reformasi birokrasi kaitannya dengan etika profesi adalah, ketika pelaksanaan birokrasi ini,
hendaknya para pegawai yang bersangkutan tetap melaksanakan etika profesinya yakni senantiasa
melayani masyarakat, bukan seperti yang terjadi sekarang yakni pegawai dan pejabat lebih mementingkan
diri sendiri dan golongan sehingga pelayanaan terhadap masyarakat pun terbengkalai dan tidak maksimal.
Dalam kaitanya dengan sistem birokrasi kiata. Pancasila yuang mengan dung sistem nilai tenulah
memberikan pedoman yang baik selain itu pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional. Oleh
karena itu, pancasila seharusnya hadir di semua sendi-sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
Sehingga dapat disumpulkan bahwa implementasi Pancasila juga sangat berpengaruh kepada
keberhasilan reformasi birokrasi. Dengan implementasi dan penghayatan yang benar tentang Pancasila
tersebut maka, terciptalah birokrasi yang baik, efektif, efisien, dan melayani masyarakat.

D. Upaya Reformasi Birokrasi
Selain daripada penerapan pancasila dalam kehidupan berbangsa dan bernegara tersebut,dalam
reformasi birokrasi ini diperlukan langkah konkret sehingga reformasi ini dapat berjalan dengan baik dan
sukses. Diantara langkah-langkah tersebut adalah
1. Meluruskan orientasi
Reformasi birokrasi harus berorientasi pada demokratisasi dan bukan pada kekuasaan. Perubahan
birokrasi harus mengarah pada amanah rakyat karena reformasi birokrasi harus bermuara pada pelayanan
masyarakat.

2. Memperkuat komitmen
Tekad birokrat untuk berubah harus ditumbuhkan. Ini prasyarat penting, karena tanpa disertai tekad yang
kuat dari birokrat untuk berubah maka reformasi birokrasi akan menghadapi banyak kendala. Untuk
memperkuat tekad perubahan di kalangan birokrat perlu ada stimulus, seperti peningkatan kesejahteraan,
tetapi pada saat yang sama tidak memberikan ampun bagi mereka yang membuat kesalahan atau bekerja
tidak benar.

3. Membangun kultur baru
Kultur birokrasi kita begitu buruk, konotasi negatif seperti mekanisme dan prosedur kerja berbelit -belit dan
penyalahgunaan status perlu diubah. Sebagai gantinya, dilakukan pembenahan kultur dan etika birokrasi
dengan konsep transparansi, melayani secara terbuka, serta jelas kode etiknya.
4. Rasionalisasi
Struktur kelembagaan birokrasi cenderung gemuk dan tidak efisien. Rasionalisasi kelembagaan dan
personalia menjadi penting dilakukan agar birokrasi menjadi ramping dan lincah dalam menyelesaikan
permasalahan serta dalam menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat,
termasuk kemajuan teknologi informasi.

5. Memperkuat payung hukum
Upaya reformasi birokrasi perlu dilandasi dengan aturan hukum yang jelas. Aturan hukum yang jelas bisa
menjadi koridor dalam menjalankan perubahan- perubahan .

6. Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia
Semua upaya reformasi birokrasi tidak akan memberikan hasil yang optimal tanpa disertai sumber daya
manusia yang handal dan profesional. Oleh karena itu untuk mendapatkan sumber daya manusia (SDM)
yang memadai diperlukan penataan dan sistem rekrutmen kepegawaian, sistem penggajian, pelaksanaan
pelatihan, dan peningkatan kesejahteraan.

7. Komitmen dan keteladanan elit politik
Reformasi birokrasi merupakan pekerjaan besar karena menyangkut sistem besar negara yang mengalami
tradisi buruk untuk kurun yang cukup lama. Untuk memutus tradisi lama dan menciptakan tatanan dan
tradisi baru, perlu kepemimpinan yang kuat dan yang patut diteladani. Kepemimpinan yang kuat berarti
hadirnya pemimpin-pemimpin yang berani dan tegas dalam membuat keputusan. Sedangkan keteladanan
adalah keberanian memberikan contoh kepada bawahan dan masyarakat.

8. Pengawasan masyarakat
Reformasi birokrasi akan berdampak langsung pada masyarakat, karena peran birokrasi yang utama
adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sehingga diharapkan masyarakat bisa mengawasi
kinerja dari birokrasi ini sehingga dapat tercipta birokrasi yang baik untuk pelayanan masyarakat.


BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat kita ambil adalah:
a) Birokrasi di Indonesia sangatlah buruk dan membutuhkan reformasi yang capat dan tepat sehingga tidak
merugikan masyarakat luas.
b) Kurangnya penghayatan terhadap Pancasila dan kurangnya implementasi dalam kehidupan sehari-hari
membuat buruk birokrasi di Indonesia. Sehingga Pancasila inilah sangat berpengaruh dalam reformasi
tersebut
c) Perlunya implementasi Pancasila dalam mereformasi birokrasi selain itu diperlukan langkah-langkah
konkret demi mendukung terlaksanakanya reformasi tersebut
B. Saran
1. Diperlukan suatu kajian mengenai birokrasi di Indonesia lebih mendalam sebagai bahan perbandingan.
2. Diperlukan suatu kajian menenai arti penting Pancasila sehingga dapat digunakan bahan penyelesaian
masalah birokrasi.



DAFTAR PUSTAKA

Meliono, Irmayanti, et al. Logika, Filsafat, dan Pancasila. Jakarta: Badan Penerbit FK UI, 2010.
Kaelan. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Penerbit Paradigma, 2004.
Mustopadidjaja AR. Reformasi Birokrasi, Perwujudan Good Governance,dan Pembangunan Masyarakat
Madani. http://aparaturnegara.bappenas.go.id/
makalahsql/download.php?doc=ref_birokrasi&file=R diunduh pada 2 Juni 2012 pukul 18.43
Sublihar, et al.(ed.). Reformasi Birokrasi dan Korupsi di Indonesia. http://usupress.
usu.ac.id/files/Reformasi%20Birokrasi%20dan%20Korupsi%20di%20Indo R diunduh pada 2 Juni 2012
Pukul 18.55).
Hardjapakemas, Erry Riana. Reformasi Birokrasi Sebagai Syarat Penegakan dan Pemberantasan
KKN. http://www.lfip.org/english/pdf/bali-seminar/Reformasi
%20birokrasi%20-%20erry%20rian diunduh pada 3 Juni 2012 pukul 20.07










Landasan dan Prinsip Politik Luar Negeri Republik Indonesia
Sebuah negara tentunya memiliki hukum, asas, ideologi, dan landasan. Indonesia sebagai negara yang
merdeka juga mempunyai landasan landasan yang dipegang teguh sebagai panutan bangsa Indonesia.
Landasan landasan ini juga berfungsi sebagai pedoman bangsa dalam berinteraksi dengan negara lain.
Politik luar negeri tentunya juga memiliki landasan yang kuat agar bisa tetap mempertahankan eksistensi
negara yang bersangkutan. Begitu pula dengan politik luar negeri Indonesia. Politik luar negeri Indonesia
dirumuskan pertama kali sejak Indonesia merdeka pada tahun 1945. Dalam perumusannya, politik luar
negeri Indonesia memiliki tiga landasan yang menjadi pilar utamanya berdiri, ketiga landasan tersebut ialah
landasan idiil, konstitusional, dan operasional.
Landasan idiil politik luar negeri Indonesia adalah pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Pancasila
merupakan pencitraan dari lima sila didalamnya, setiap sila mempunyai arti dan menjadi pedoman bangsa
indonesia yang dinilia ideal dalam kehidupan bernegara yang adanya hubungan antar sila sila di
dalamnya. Seperti yang kita ketahui, Pancasila juga merupakan dasar negara dan sumber dari segala
hukum dan konstitusi di Indonesia. Oleh sebab itu, pancasila menjadi salah satu faktor objektif yang
berpengaruh dalam poltik luar negeri Indonesia (Alami, 2008). Kelima sila yang termuat dalam Pancasila,
berisi pedoman dasar bagi pelaksanaan kehidupan berbangsa dan bernegara yang ideal dan mencakup
seluruh sendi kehidupan manusia (Alami, 2008). Sebagai contoh, sila kedua pancasila,kemanusiaan yang
adil dan beradab, yang jika diaplikasikan pada politik luar negeri, ini membuktikan bahwa politik luar negeri
Indonesia harus didasarkan atas asas kesamaan derajat, saling menghormati dan menguntungkan, dan
saling tidak mencampuri urusan dalam negeri masing-masing.
Sedangkan landasan konstitusional dari politik luar negeri Indonesia berupa Undang Undang
Dasar 1945, dimana kehidupan berbangsa dan bernegara telah diatur di dalamnya dan berkaitan dalam
penentuan kebijakan luar negeri Indonesia, yang berarti bahwa politik luar negeri yang dijalankan oleh
Indonesia tidak lain merupakan salah satu cara mencapai kepentingan nasional. Hal ini selaras dengan
apa yang disampaikan oleh Pemerintah Republik Indonesia, bahwa Indonesia akan tetap menjalankan
politik luar negeri berdasarkan kepentingannya sendiri dan tidak ditentukan oleh arus politik negara lain
(Hatta, 1953: 17). UUD 1945 juga berfungsi sebagai pemerkuat hukum hukum pancasila, dalam UUD
1945 tertera secara lengkap segala macam hukum yang mengatur aktivitas seluruh warga negara
Indonesia. Kemudian beranjak pada konteks konstitusional, dimana kehidupan berbangsa dan bernegara
telah diatur di dalam Undang-Undang Dasar dan berkaitan dalam penentuan kebijakan luar negeri
Indonesia, yang berarti bahwa politik luar negeri yang dijalankan oleh Indonesia tidak lain merupakan salah
satu cara mencapai kepentingan nasional. Hal ini selaras dengan apa yang disampaikan oleh Pemerintah
Republik Indonesia, bahwa Indonesia akan tetap menjalankan politik luar negeri berdasarkan
kepentingannya sendiri dan tidak ditentukan oleh arus politik negara lain (Hatta, 1953: 17).
Pada UUD 1945 juga tertera pedoman bagi pemerintah negara dalam menentukan kebijakan kebijakan
dalam maupun luar negeri. Dalam pembukaan UUD 1945 terdapat landasan konstitusional serta tujuan
negara yang tercantum pada alinea pertama yang berbunyi Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah
hak segala bangsa dan oleh sebab itu maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak
sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan dan keempat dan ikut melaksanakan ketertiban
dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial, serta pada batang tubuh UUD
1945 pasal 11,Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat menyatakan perang, membuat
perdamaian, dan perjanjian dengan negara lain. dan pasal 13 yang terdiri dari 3 ayat. Hal tersebut telah
mencerminkan bentuk politik luar negeri Indonesia, bahwa Indonesia sebagai negara yang merdeka dan
berdaulat turut serta dalam menjaga ketertiban dan perdamaian dunia melalui politik luar negerinya. Maka
dari itu, terlepas dari faktor individu pemimpin, seharusnya pemimpin Indonesia menjalankan politik dan
membuat kebijakan luar negeri untuk berpedoman terhadap pancasila dan UUD 1945.
Landasan yang terakhir merupakan landasan operasional politik luar negeri Indonesia. Landasan ini selalu
berubah mengikuti perkembangan jaman demi tercapainya kepentingan nasional. Dikarenakan politik luar
negeri Indonesia menganut sistem bebas-aktif, maka setiap periode pemerintahan haruslah menetapkan
landasan operasional mereka sendiri. Namun secara garis besar landasan operasional politik luar negeri
Indonesia seperti yang dicantumkan dalam TAP MPR tentang Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Sebenarnya, yang dimaksud dengan landasan operasional adalah Politik Luar Negeri Indonesia itu sendiri.
Sesuai dengan UU RI NO. 37 tahun 1999, pasal 3 yang berbunyi Yang dimaksud dengan "bebas aktif"
adalah politik luar negeri yang pada hakikatnya bukan merupakan politik netral, melainkan politik luar
negeri yang bebas menentukan sikap dan kebijaksanaan terhadap permasalahan internasional dan tidak
mengikatkan diri secara apriori pada satu kekuatan dunia serta secara aktif memberikan sumbangan, baik
dalam bentuk pemikiran maupun partisipasi aktif dalam menyelesaikan konflik, sengketa dan
permasalahan dunia lainnya, demi terwujudnya ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi dan keadilan sosial. Yang dimaksud dengan diabdikan untuk "kepentingan nasional"
adalah politik luar negeri yang dilakukan guna mendukung terwujudnya tujuan nasional sebagaimana
tersebut di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Konsep Politik Bebas-Aktif yang dipilih oleh Indonesia mengalami proses yang panjang dalam
pelaksanaannya. Untuk mencapai tujuan dari Politik Bebas-Aktif tersebut, Indonesia mengimplementasikan
prinsip damai, saling menghargai antarbangsa dengan tidak melakukan intervensi, memperkuat sendi-
sendi hukum internasional dan organisasi internasional demi menjamin perdamaian, mempermudah proses
pertukaran dan perdagangan internasional, membantu pelaksanaan keadilan sosial internasional dengan
berdasar pada Piagam PBB, serta mempertahankan kemerdekaan untuk mencapai persaudaraan dan
perdamaian internasional (Hatta, 1953: 7-8). Di samping itu, untuk menjalankan politik luar negeri yang
bebas-aktif, Indonesia melihat pada dua aspek yakni politik jangka pendek dan politik jangka panjang.
Adapun yang dimaksud dengan politik jangka pendek adalah tujuan-tujuan politik yang harus tercapai
dalam waktu dekat atau saat itu juga, baik mengenai kepentingan nasional maupun kepentingan
internasional. Sedangkan politik jangka panjang adalah tujuan-tujuan politik yang baru bisa tercapai atau
dilaksanakan di masa mendatang. Selain itu Indonesia juga menjalankan politik luar negeri dengan
bersikap sewajarnya dalam hubungan antarnegara, yakni tetap pada prinsip untuk tidak berpihak
kemanapun dalam suatu pertentangan (independent policy) dan lebih fokus pada kepentingan rakyatnya
(Hatta, 1953: 10-17).
Cara yang digunakan untuk menjalankan politik luar negeri selalu berbeda dari waktu ke waktu. Ada
saatnya untuk menjalankan politik isolasionalism, menjalankan kerjasama antar negara sahabat, ada
saatnya untuk menjaga balance of power, ataupun menempuh imperialism untuk menjalankan politik luar
negerinya. (Hatta, 1953 : 1). Sebagai bangsa yang merdeka dari sebuah kolonialisme, Indonesia sadar
akan hak-hak kemerdekaan segala bangsa dan hak untuk bebas dari kolonialisme adalah suatu hal mutlak
yang harus diwujudkan. Akan tetapi, usaha-usaha itu tentu saja tidak akan berjalan mudah, karena pasti
akan selalu ada suatu pertentangan dari pihak-pihak yang tidak ingin terciptanya perdamaian abadi bagi
bangsa-bangsa di dunia. Kita sebagai bangsa, tentunya sadar bahwa terciptanya cita-cita itu Republik
Indonesia tentu saja perlu diadakan suatu kerjasama intensif dan mengadakan hubungan baik dengan
bangsa lain untuk memperkuat pertalian internasional dan mengikrakan persaudaraan antara bangsa.
(Hatta, 1953 : 3). Secara konseptual pelaksanaan politik luar negeri Indonesia didasarkan pada prinsip-
prinsip bebas aktif, namun penerapannya disesuikan dengan kepentingan nasional atau kepentingan
Indonesia dalam kurun waktu tertentu.
Politik bebas aktif Indonesia sangat berpengaruh terhadap dinamika politik regional dan internasional. Dari
segi regional misalnya, ketika Indonesia turut berpartisipasi aktif dalam kegiatan di ASEAN. Kementerian
Luar Negeri di situs resminya menyatakan bahwa pemerintah Indonesia berniat untuk menjadi bagian dari
pelaksanaan Piagam ASEAN dan menjadi salah satu kekuatan pendorong utamanya dan pemerintah
Indonesia pun memimpin ASEAN pada tahun 2011 dengan tujuan untuk dapat menjalin kerjasama dan
hubungan yang semakin baik dengan negara-negara anggota, serta dengan tujuan kepentingan nasional
Indonesia sendiri. Selain itu, sebagai satu-satunya negara anggota G20 dari wilayah ASEAN, Indonesia
pun menggunakan kesempatannya untuk mewakili kepentingan Asia Tenggara dan sekaligus bertindak
sebagai juru bicara dan membela kepentingan serta negara berkembang (Weck, n.d.).
Sedangkan dari segi internasional, karena politik bebas aktif ini yang tidak memihak salah satu blok yang
bertikai, politik dalam negeri Indonesia dalam pelaksanaannya dapat tetap berjalan dalam koridor
Pancasila. Beberapa opini yang menentang politik bebas aktif ini pun bermunculan. Mereka berpendapat
bahwa Indonesia seharusnya memihak Blok Timur yang dipimpin oleh Uni Soviet. Namun, dengan alasan
yang kuat demi menjaga perdamaian dunia, Indonesia bersikukuh tidak menunjukan adanya sikap yang
memihak. Atas dasar itulah Indonesia akhirnya memprakarsai Gerakan Non Blok. Gerakan ini kebanyakan
diikuti oleh negara-negara yang baru merdeka di Asia dan Afrika. Berkat hal ini, Indonesia mendapat
sambutan hangat dunia internasional akan komitmennya menjaga perdamaian dan usaha untuk
perjuangan kemerdekaan bagi negara-negara yang masih dijajah. Dengan ini pulalah Indonesia
menunjukan eksistensinya di dunia internasional. Hal ini membuktikan bahwa dasar digunakannya Politik
Bebas-Aktif yakni menekankan pada sikap netral untuk tidak memihak terhadap pihak manapun saat
terjadi pertentangan dan menghindari intervensi serta semangat menjalin kerjasama dan hubungan baik
dengan negara lain seperti yang telah dijelaskan di atas, memicu Indonesia berpartisipasi aktif di dunia
internasional dan cukup berpengaruh dalam dinamika politik regional maupun internasional. Hal ini
membuktikan bahwa dasar digunakannya Politik Bebas-Aktif yakni menekankan pada sikap netral untuk
tidak memihak terhadap pihak manapun saat terjadi pertentangan dan menghindari intervensi serta
semangat menjalin kerjasama dan hubungan baik dengan negara lain seperti yang telah dijelaskan di atas,
memicu Indonesia berpartisipasi aktif di dunia internasional dan cukup berpengaruh dalam dinamika politik
regional maupun internasional.
Dengan demikian maka jelas adanya bahwa bagaimanapun, politik luar negeri yang diterapkan oleh
masing-masing negara sedikit banyak memberikan kontribusi dan akan berpengaruh terhadap dinamika
politik, baik regional maupun internasional. Hal ini lantas membuat masing-masing negara harus
mempertimbangkan dengan matang dan jangka panjang dalam menentukan bentuk politik luar negeri
seperti apa yang ingin digunakan.

REFERENSI
Alami, Atiqah Nur. 2008. Landasan dan Prinsip Politik Luar Negeri Indonesia, dalam
Ganewati Wuryandari (ed.), 2008. Politik Luar Negeri Indonesia di Tengah Pusaran
Politik Domestik. Jakarta: P2P LIPI dan Pustaka Pelajar
Hatta, Mohammad. 1953. Dasar Politik Luar Negeri Indonesia. Jakarta: Tintamas
Winfried Weck. Indonesia dalam Perspektif Regional dan Global [online]. Dalam
http://www.kas.de/wf/doc/kas_3135-1442-20-30.pdf?110311094607 [diakses pada 23
September 2013].









ASAS-ASAS dan SIFAT-SIFAT KETAHANAN NASIONAL INDONESIA

ASAS-ASAS KETAHANAN NASIONAL INDONESIA
Asas ketahanan nasional Indonesia adalah tata laku yang didasari nilai-nilai hukum yang tersusun
didalam Pancasila, UUD 1945, dan wawasan nasional yang terdiri dari:
1. Asas kesejahteraan dan keamanan
Kesejahteraan dan keamanan merupakan kebutuhan dasar dan esensial bagi manusia secara
perorangan maupun secara berkelompok dalam masyarakat, bangsa dan negara. Karena itu
kesejahteraan dan keamanan menjadi asas dalam sistem kehidupan nasional beserta nilai intrinsiknya.
Dalam realisasinya, kesejahteraan menjadi titik focus tetapi dengan tidak mengabaikan keamanan, begitu
juga sebaliknya. Oleh karena itu keduanya harus sama-sama tidak boleh diabaikan dan tetap dibutuhkan
pada kondisi apapun, karena keduanya merupakan parameter tingkat ketahanan nasional sebuah bangsa
dan negara.

2. Asas komprehensif integhral atau menyeluruh terpadu
Sistem kehidupan nasonal mencakup semua aspek kehidupan bangsa secara menyeluruh dan
tersistem dalam perwujudan persatuan dan perpaduan yang seimbang, serasi dan selaras daris eluruh
aspek kehidupan masyarakat, brbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, ketahanan nasional mancakup
ketahanan segenap aspek kehidupan bangsa secara utuh, menyeluruh dan terpadu atau komprehensif
integral.

3. Asas mawas ke dalam dan mawas ke luar
Sistem kehidupan nasional merupakan perpaduan antara interaksi aspek kehidupan bangsa. Sistem
kehidupan nasional juga berinteraksi dengan lingkungan luar terutama dengan lingkungan yang ada
disekitarnya. Karena dari itu setiap proses interaksi pasti akan timbul berbagai dampak yang baik maupun
dampak yang buruk bagi kehidupan bangsa itu sendiri. Untuk itu perlu adanya sikap mawas ke dalam dan
mawas ke luar.

a. Mawas ke dalam
Yang dimaksud dengan mawas ke dalam adalah sikap waspada atau hati-hati dengan keadaan
atau situasi yang tidak diinginkan didalam suatu bangsa dan negeri. Mawas ke dalam bertujuan untuk
menjaga kondisi kehidupan nasional dari dampak negatf yang berasal dari lingkungan aspek didalam
negeri. Juga untuk menumbuhkan hakikat, sifat dan kondisi kehidupan nasional itu sendiri berdasarkan
pada nilai-nilai kemandirian untuk meningkatkan kualitas derajat kemandirian bangsa. Tetapi tidak
mengandung sikap isolasi atau nasionalisme sempit atau tertutup.

b. Mawas ke luar
Mawas ke luar berarti waspada atau bersikap hati-hati dengan dampak negarif yang disebabkan
oleh dampak interaksi yang berasal dari lingkungan strategis luar negeri. Mawas ke luar bertujuan untuk
mengantisipasi dan ikut berperan dalam menghadapi dan mengatasi dam pak negative yang berasal dari
lingkungan strategis luar negeri. Untuk menjamin kepentingan nasional maka kehidupan nasional harus
dapat mengembangkan ketahanan nasionalnya, agar dampak negative bisa diatasi dan ditangkal. Untuk itu
perlu adanya kemampuan untuk membedakan tindakan yang dapat memberikan dampak negaif dan positif
bagi bangsa dan negara. Dan juga harus bisa berfikir panjang ke masa depan supaya bisa menghindari
hal-hal yang tidak diinginkan dan disesali dimasa depan. Maka demikian, interaksi dengan pihak luar harus
diutamakan dalam bentuk kerjasama yang saling menguntungkan.

4. Asas kekeluargaan
Asas kekeluargaan mengandung nilai keadilan, kearifan, kebersamaan, gotong-royong, tenggang rasa,
kepedulian antar sesama, saling membantu, saling menghormati dan menghargai juga saling bertanggung
jawab dalam kehidupan bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa. Dalam asas ini diakui adanya
perbedaan yang harus dihargai dan dihormati serta berdampingan secara serasi dalam hubungan
kemitraan dan dijaga supaya tidak terjadinya konflik yang berujung saling merugikan antara 2 pihak negara
atau lebih dan dapat saling menghancurkan satu sama lain.

SIFAT-SIFAT KETAHANAN NASIONAL INDONESIA
Ketahanan nasional memiliki sifat yang terbentuk dari nilai-nilai yang terkandung dalam landasan
dan asas-asasnya yaitu:
1. Mandiri
Ketahanan nasional bersifat percaya pada kemampuan dan kekuatan sendiri dengan keuletan dan
ketangguhan dengan tidak mudah meyerah dan tetap menjaga nilai-nilai identitas, integritas dan
kepribadian bangsa. Kemandirian juga berarti mempunyai kemampuan dalam tindakan dan berfikir yang
lebih dewasa dan dapat bertanggung jawab dalam setiap tindakannya. Kemandirian merupakan prasyarat
untuk menjalin kerjasama dengan negara lain untuk memperoleh hal yang saling menguntungkan dalam
perkembangan global.

2. Dinamis
Ketahanan nasional tidak bersifat tetap melainkan dinamis atau dapat meningkat ataupun dapat
menurun tergantung dengan situasi dan kondisi bangsa dan negara serta kondisi lingkungan strategisnya
yang sedang terjadi. Seperti pada pengertian dan hakikatnya sendiri yaitu segala sesuatu didunia ini
senantiasa berubah dan perubahan itu selalu senantiasa berubah pula. Maka dari itu, usaha untuk
meningkatkan pertahanan nasional harus selalu diprioritaskan dan diorientasikan ke masa depan untuk
mengkembangkan kondisi kehidupan nasional yang lebih baik lagi.

3. Wibawa
Keberhasilan dalam sistem ketahanan nasional Indonesia yang ulet, kuat dan tangguh secara
berlanjut, berkesinambungan serta seimbang akan meningkatkan kemampuan dan kekuatan bangsa yang
dapat menjadi perhatian dari pihak lain. Makin tinggi dan kuatnya ketahanan nasional Indonesia maka
makin tinggi pula kewibawaan nasional yang berarti makin tinggi pula pandangan mengenai bangsa dan
negara Indonesia dimata dunia serta makin berkemampuan dalam menangkal dan menghindari dampak
negative dari lingkunangan srategis luar negeri yang dimiliki oleh bangsa dan negara Indonesia.

4. Konsultasi dan kerjasama
Konsep ketahanan nasioanal tidak mengutamakan sikap konfrontasi dan antagonis, tidak
mengandalkan kekuasaan dan kekuatan fisik semata hanya untuk mencari keuntungan sendiri, tetapi lebih
pada sikap konsultatif dan kerjasama serta saling menghargai, menghormati dan mengandalkan pada
kekuatan moral dan kepribadian bangsa.

REFRENSI:
Muchji, Achmad, dkk. PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN. 2007. Jakarta: Gunadarma



KETAHANAN NASIONAL (PENGERTIAN, ASAS-ASAS, SIFAT)
Posted by putri annisa at 21:16

PENGERTIAN KETAHANAN NASIONAL
Ketahanan Nasional adalah kondisi hidup dan kehidupan nasional yang harus senantiasa diwujudkan dan
dibina secara terus-menerus secara sinergi. Hal demikian itu, dimulai dari lingkungan terkecil yaitu diri
pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa dan negara dengan modal dasar keuletan dan ketangguhan yang
mampu mengembangkan kekuatan nasional.
Dengan singkat dapat dikatakan bahwa ketahanan nasional ialah kemampuan dan ketangguhan suatu
bangsa untuk dapat menjamin kelangsungan hidupnya, menuju kejayaan bangsa dan negara.
Hakekat Ketahanan Nasional Indonesia adalah keuletan dan ketangguhan bangsa yang mengandung
kemempuan menggambarkan kekuatan nasional untuk dapat menjamin kelangsungan hidup bangsa dan
negara dalam mencapai tujuan nasional.

A. KETAHANAN NASIONAL INDONESIA
Dewasa ini istilah ketahanan nasional sudah dikenal diseluruh Indonesia. Dapat dikatakan bahwa istilah itu
telah menjadi milik nasional. Ketahanan Nasional baru dikenal sejak permulaan tahun 60 an. Pada saat itu
istilah itu belum diberi devenisi tertentu. Disamping itu belum pula disusun konsepsi yang lengkap
menyeluruh tentang ketahanan nasional. Istilah ketahanan nasional pada waktu itu dipakai dalam rangka
pembahasan masalah pembinaan ter itorial atau masalah pertahanan keamanan pada umumnya.
Walaupun banyak instansi maupun perorangan pada waktu itu menggunakan istilah ketahanan nasional,
namun lembaga yang secara serius dan terus-menerus mempelajari dan membahas masalah ketahanan
nasional adalah lembaga pertahanan nasional atau lemhanas. Sejak Lemhanas didirikan pada tahun 1965,
maka masalah ketahanan nasional selalu memperoleh perhatian yang besar.
Dalam pidato kenegaraan Presiden Republik Indonesia Jendral Suharto di depan siding DPR tanggal 16
Agustus 1975, dikatakan bahwa ketahanan nsional adalah tingkat keadaan dan keuletan dan ketangguhan
bahwa Indonesia dalam menghimpun dan mengarahkan kesungguhan kemampuan nasional yang ada
sehingga merupakan kekuatan nasional yang mampu dan sanggup menghadapi setiap ancaman d an
tantangan terhadap keutuhanan maupun kepribadian bangsa dan mempertahankan kehidupan dabn
kelangsungan cita-citanya.
Karena keadaan selalu berkembang serta bahaya dan tantangan selalu berubah, maka ketahanan
nasional itu juga harus dikembangkan dan dibina agar memadai dengan perkembangan keadaan. Karena
itu ketahanan nasional itu bersift dinamis, bukan statis.
Ikhtiar untuk mewujudkan ketahanan nasional yang kokoh ini bukanlah hl baru bagi kita. Tetapiu
pembinaan dan peningkatannya sesuai dengan kebutuhan kemampuan dan fasililitas yang tersedi pula.
Pembinaan ketahanan nasional kita dilakukan dipelgai bidang : ideology , poluitik, ekonomi , sosial budaya
dan hankam, baik secara serempak maupun menurut prioritas kebutuhan kita.

PENGARUH ASPEK KETAHANAN NASIONAL PADA KEHIDUPAN BERBANGSA DAN BERNEGARA:
Berdasarkan rumusan pengertian tannas dan kondisi kehidupan nasional Indonesia,sesungguhnya tannas
merupakan gambaran dari kondisi system kehidupan nasional dalam berbagai aspek dalam saat tertentu.
Berdasarkan dalam pemahaman hubungan tersebut diperoleh gambaran bahwa konsepsi ketahanan
nasional akan menyangkut hubungan antar aspek yang mendukung kehidupan yaitu :
1. Aspek yang berkaitan dengan alamiah bersifat statis meliputi aspek geografis,aspek kependudukan dan
aspek sumber kekayaan alam.
2. Aspek yang berkaitan dengan soaial bersifat dinamis meliputi aspek ideologi,aspek politik,aspek sosial
budaya dan aspek pertahanan dan keamanan.
B. ASAS KETAHANAN NASIONAL
Asas-asas ketahanan nasional Indonesia adalah tata laku yang didasari nilai-nilai yang tersusun
berlandaskan Pancasila, UUD 1945 dan Wawasan Nasional yang terdiri dari :

1. Asas Kesejahteraan dan Keamanan
Kesejahteraan dan keamanan dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dan merupakan kebutuhan
manusia yang mendasar dan esensial, baik sebagai perorangan maupun kelompok dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

2. Asas Komprehensif integral atau menyeluruh terpadu
Ketahanan nasional mencakupketahanan segenap aspek kehidupan bangsa secara utuh, menyeluruh dan
terpadu.

3. Asas mawas ke dalam dan mawas ke luar
Sistem kehidupan nasionalmerupakan perpaduan segenap aspek kehidupan bangsa yang saling
berinteraksi. Mawas ke dalam bertujuan menumbuhkan hakikat, sifat dan kondisi kehidupan nasional itu
sendiri. Mawasw ke luar bertujuan untuk dapat mengantisipasi dan ikut berperan serta menghadapi dan
mengatasi dampak lingkungan strategis luar negeri.

4. Asas kekeluargaan
Mengandung keadilan, kearifan, kebersamaan, kesamaan, gotong rotong, tenggang rasa dan tanggung
jawab dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

C. SIFAT KETAHANAN NASIONAL
1. Mandiri
Ketahanan nasional bersifat percaya pada kemampuan dan kekuatan sendiri dengan keuletan dan
ketangguhan yang mengandung prinsip tidak mudah menyerah serta bertumpu pada identitas, integritas
dan kepribadian bangsa.

2. Dinamis
Ketahanan nasional tidaklah tetap melainkan dapat meningkat dan atau menurun tergantung pada situasi
dan kondisi bangsa dan negara serta kondisi lingkungan strategisnya.

3. Wibawa
Makin tinggi tingkat ketahanan nasional Indonesia makin tinggi pula nilai kewibawaan nasional yang berarti
makin tinggi tingkat daya tangkal yang dimiliki bangsa dan negara Indonesia.
4. Konsultasi dan kerjasama
Konsepsi ketahanan nasional Indonesia tidak mengutamakan sikap konfrontatif dan antagonis, tidak
mengandalkan kekuasaan dan kekuatan fisik semata tetapi lebih pada sikap konsultatif dan kerjasama
serta saling menghargai dengan mengandalkan pada kekuatan moral dan kepribadian bangsa.

C. SIFAT KETAHANAN INDONESIA
Ketahanan Nasioanal memiliki sifat yang terbentuk dari nilai-nilai yang terkadang dalam landasan dan
asas-asanya, yaitu:

1. Mandiri

Ketahanan Nasional percaya pada kemampuan dan kekuatan sendiri serta pada keuletan dan
ketangguhan, yang mengandung prinsip tidak mudah menyerah, dengan tumpuan pada identitas, integritas
dan kepribadian bangsa. Kemandirian (idenpendency) ini merupakan prasyarat untuk menjalin kerjasama
yang saling menguntungkan dalam perkembangan global (interdependent).

2. Dinamis

Ketahanan Nasional tidaklah tetap. Ia dapat meningkat atau menurun, tergantung pada situasi dan kondisi
bangsa, Negara serta lingkungan strategisnya. Hal ini sesuai dengan hakikat bahwa segala sesuatu di
dunia ini senantiasa berubah dan perubahan itu senantiasa berubah pula. Karena itu, upaya peningkatan
Ketahanan Nasional harus senantiasa diorientasikan ke masa depan dan dinamikanya diarahkan untuk
pencapaian kondisi kehidupan nasional yang lebih baik.

3. Wibawa

Keberhasioan pembinaan Ketahanan Nasional Indonesia secara lanjut dan berkesinambungan akan
meningkatkan kemampuan dan keseimbangan akan meningkatkan kemampuan dan kekuatan bangsa.
Makin tinggi tingkat Ketahanan Nasional Indonesia makin tinggi pula nilai kewibawaan dan tingkat daya
tangkal yang dimiliki oleh bangsa dan negara Indonesia.

4. Konsultasi dan Kerjasama

Konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia tidak mengutamakan sikap konfrontatif dan atagonistis, tidak
mengandalkan kekuasaan dan kekuata fisik semata, tetapi lebih mengutamakan sikap konsultatif,
kerjasama serta saling menghargai dengan mengandalkan kekuatan, moral dan kepribadian bangsa.

sumber :
1. Buku Pendidikan Kewarganegaraan, penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2005
2. www.slideshare.net/theshizuka11/ketahanan-nasional-14455072











KETAHANAN NASIONAL

Ketahanan Nasional


1. PENGERTIAN
Ketahanan nasional adalah kondisi dinamis suatu bangsa, meliputi seluruh aspek kehidupannasional yang
terintegrasi, berisi keuletan, dan ketangguhan serta mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan
nasional dalam menghadapi segala tantangan, ancaman, hambatan, serta gangguan dari luar maupun dari
dalam, langsung maupun tidak langsung membahayakan integrasi, identitas, kelangsungan hidupbangsa
dan negara , serta perjuangan mengejar tujuan nasionalnya.

2. ASAS KETAHANAN NASIONAL
Asas Ketahanan Indonesia adalah taat laku berdasarkan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, dan Wawasan
Nusantara, yang terdiri dari :

1. Asas Kesejahteraan dan Keamanan
Kesejahteraan dan kemakmuran dapat dibedakan tetapi tidak dapat dipisahkan dan merupakan
kebutuhan manusia yang mendasar dan esensial. Dengan demikian, kesejahteraan dan keamanan
merupakan asa dalam sistem kehidupan nasional. Tanpa kesejateraaan dan keamanan, sesitem
kehidupan nasional tidak akan dapat berlangsung. Kesejahteraan dan keamanan merupakan nilai intrinsik
yang ada pada sistem kehidupan nasuional itu sendiri. Kesejahtrean maupun keamanan harus selalu ada,
berdampingan pada kondisi apa pun. Dalam kehidupan nasional, tingkat kesejahteraan dan keamanan
nasional yang dicapai merupakan tolok ukur Ketahanan Nasional
2. Asas Komprehensif Integral atau Menyeluruh Terpadu
Sistem kehidupan nasional mencakup segenap aspek kehidupan bangsa dalam bentuk perwujudan
persatuan dan perpaduan yang seimbang, serasi dan selaras pada seluruh aspek kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Ketahanan Nasional mencakup ketahanan segenap aspek
kehidupan bangsa secara utuh, menyeluruh dan terpadu (komprehensif intergral).

3. Asas Mawas ke Dalam da Mawas ke Luar
Sistem kehidupan naasional merupakan perpaduan segenap aspek kehidupan bangsa yang saling
berinteraksi. Di samping itu, sistem kehidupan nasional juga berinteraksi dengan linkungan sekelilingnya.
Dalam proses interaksi tersebut dapat timbul berbagai dampak baik yang bersifat positif maupun negatif.
Untuk itu diperlukan sikap mawas ke dalam maupun keluar.
a. Mawas ke Dalam
Mawas ke dalam bertujuan menumbuhkan hakikat, sifat, dan kondisi kehidupan nasional itu sendiri
berdasarkan nilai-nilai kemadirian yang proporsional untuk meningkatkan kualitas derajat kemandirian
bangsa yang ulet dan tangguh.
b. Mawas ke Luar
Mawas Ke luar bertujuan untuk dapat mengantisipasi dan berperan serta mengatasi dampak
lingkungan stategis luar negeri dan menerima kenyataan adanya interaksi dan ketergantungan dengan
dunia internasional.

4. Asas Kekeluargaan
Asas kekeluargaan mengandung keadilan, kearifan kebersamaan, kesamaan, gotong royong, tenggang
rasa dan tanggung jawab dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Perbedaan tersebut
harus dikembangkan secara serasi dalam hubungan kemitraan agar tidak berkembangkan menjadi konflik
yang bersifat saling menghancurkan.

3. SIFAT KETAHANAN NASIONAL
Sifat Ketahanan Nasional Indonesia

1. Mandiri
Ketahanan Nasional percaya pada kemampuan dan kekuatan sendiri serta pada keuletan dan
ketangguhan, yang mengandung prinsip tidak mudah menyerah, dengan tumpuan pada identitas, integritas
dan kepribadian bangsa. Kemandirian (idenpendency) ini merupakan prasyarat untuk menjalin kerjasama
yang saling menguntungkan dalam perkembangan global (interdependent).

2. Dinamis
Ketahanan Nasional tidaklah tetap. Ia dapat meningkat atau menurun, tergantung pada situasi dan
kondisi bangsa, Negara serta lingkungan strategisnya. Hal ini sesuai dengan hakikat bahwa segala
sesuatu di dunia ini senantiasa berubah dan perubahan itu senantiasa berubah pula. Karena itu, upaya
peningkatan Ketahanan Nasional harus senantiasa diorientasikan ke masa depan dan dinamikanya
diarahkan untuk pencapaian kondisi kehidupan nasional yang lebih baik.

3. Wibawa
Keberhasilan pembinaan Ketahanan Nasional Indonesia secara lanjut dan berkesinambungan akan
meningkatkan kemampuan dan keseimbangan akan meningkatkan kemampuan dan kekuatan bangsa.
Makin tinggi tingkat Ketahanan Nasional Indonesia makin tinggi pula nilai kewibawaan dan tingkat daya
tangkal yang dimiliki oleh bangsa dan negara Indonesia.

4. Konsultasi dan Kerjasama
Konsepsi Ketahanan Nasional Indonesia tidak mengutamakan sikap konfrontatif dan atagonistis, tidak
mengandalkan kekuasaan dan kekuata fisik semata, tetapi lebih mengutamakan sikap konsultatif,
kerjasama serta saling menghargai dengan mengandalkan kekuatan, moral dan kepribadian bangsa.


4. Kedudukan dan Fungsi Ketahanan Nasional
Kedudukan dan fungsi ketahanan nasional dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Kedudukan :
ketahanan nasional merupakan suatu ajaran yang diyakini kebenarannya oleh seluruh bangsa Indonesia
serta merupakan cara terbaik yang perlu di implementasikan secara berlanjut dalam rangka membina
kondisi kehidupan nasional yang ingin diwujudkan, wawasan nusantara dan ketahanan nasional
berkedudukan sebagai landasan konseptual, yang didasari oleh Pancasil sebagai landasan ideal dan UUD
sebagai landasan konstisional dalam paradigma pembangunan nasional.
b. Fungsi :
Ketahanan nasional nasional dalam fungsinya sebagai doktrin dasar nasional perlu dipahami untuk
menjamin tetap terjadinya pola pikir, pola sikap, pola tindak dan pola kerja dalam menyatukan langkah
bangsa yang bersifat inter regional (wilayah), inter sektoral maupun multi disiplin. Konsep doktriner ini
perlu supaya tidak ada cara berfikir yang terkotak-kotak (sektoral). Satu alasan adalah bahwa bila
penyimpangan terjadi, maka akan timbul pemborosan waktu, tenaga dan sarana, yang bahkan berpotensi
dalam cita-cita nasional. Ketahanan nasional juga berfungsi sebagai pola dasar pembangunan nasional.
Pada hakikatnya merupakan arah dan pedoman dalam pelaksanaan pembangunman nasional disegala
bidang dan sektor pembangunan secara terpadu, yang dilaksanakan sesuai dengan rancangan program.

5. Ketahanan Nasional dan Konsepsi Ketahanan Nasional
Ketahanan nasional adalah kondisi dinamis suatu bangsa yang meliputi segenap kehidupan nasional yang
terintegrasi, berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan mengembangkan kekuatan
nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan, baik
yang datang dari dalam maupun dari luar, untuk menjamin identitas, integrasi dan kelangsungan hidup
bangsa dan negar serta perjuangan mencapai tujuan nasional dapat dijelaskan seperti dibawah ini :
Ketangguhan
Adalah kekuatan yang menyebabkan seseorang atau sesuatu dapat bertahan, kuat menderita atau dapat
menanggulangi beban yang dipikulnya.
Keuletan
Adalah usaha secara giat dengan kemampuan yang keras dalam menggunakan kemampuan tersebut
diatas untuk mencapai tujuan.
Identitas
Yaitu ciri khas suatu bangsa atau negara dilihat secara keseluruhan. Negara dilihat dalam pengertian
sebagai suatu organisasi masyarakat yang dibatasi oleh wilayah dengan penduduk, sejarah, pemerintahan,
dan tujuan nasional serta dengan peran internasionalnya.
Integritas
Yaitu kesatuan menyeluruh dalam kehidupan nasional suatu bangsa baik unsur sosial maupun alamiah,
baik bersifat potensional maupun fungsional.
Ancaman
Yang dimaksud disini adalah hal/usaha yang bersifat mengubah atau merombak kebijaksanaan dan usaha
ini dilakukan secara konseptual, kriminal dan politis.
Hambatan dan gangguan
Adalah hal atau usaha yang berasal dari luar dan dari diri sendiri yang bersifat dan bertujuan melemahkan
atau menghalangi secara tidak konsepsional.


1. Konsepsi Ketahanan Nasional
Konsepsi pengembangan kekuatan nasional melalui pengaturan dan penyelenggaraan kesejahteraan dan
keamanan yang seimbang, serasi dan selaras dalam seluruh aspek kehidupan secara utuh dan terpadu
berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 dan wawasan nusantara dengan kata lain konsepsi ketahanan
nasional merupakan pedoman untuk meningkatkan keuletan dan ketangguhan bangsa yang mengandung
kemampuan mengembangkan kekuatan nasional dengan pendekatan kesejahteraan dan keamanan.
Kesejahteraan dapat digambarkan sebagai kemampuan bangsa dalam menumbuhkan dan
mengembangkan nilai-nilai nasionalnya demi sebesar-besarnya kemakmuran yang adil dan merata,
rohaniah dan jasmaniah. Sedangkan keamanan adalah kemampuan bangsa melindungi nilai-nilai nasional
terhadap ancaman dari luar maupun dari dalam.

a. Aspek Ekonomi
Ketahanan Ekonomi diartikan sebagai kondisi dinamis kehidupan perekonomian bangsa yang berisi
keuletan dan ketangguhan kekuatan nasional dalam menghadapi serta mengatasi segala tantangan,
ancaman, hambatan dan gangguan yang egara dari luar maupun dari dalam secara langsung maupun
tidak langsung untuk menjamin kelangsungan perekonomian bangsa dan egara berlandaskan Pancasila
dan UUD 1945.
b. Aspek Sosial Budaya
Ketahanan sosial budaya diartikan sebagai kondisi dinamis budaya Indonesia yang berisi keuletan dan
ketangguhan kekuatan nasional dalam menghadapi serta mengatasi segala tantangan, ancaman,
hambatan dan gangguan yang datang dari luar maupun dari dalam secara langsung maupun tidak
langsung membahayakan kelangsungan kehidupan sosial budaya.


c. Aspek Pertahanan dan Keamanan
Ketahanan pertahanan dan keamanan diartikan sebagai kondisi dinamis kehidupan pertahanan dan
keamanan bangsa Indonesia mengandung keuletan, ketangguhan, dan kemampuan dalam
mengembangkan, menghadapi dan mengatasi segala tantangan dan hambatan yang datang dari luar
maupun dari dalam yang secara langsung maupun tidak langsung membahayakan identitas, integritas, dan
kelangsungan hidup bangsa dan negara Kesatuan Republik Indonesia.
d. Aspek Politik
Ketahanan pada aspek politik diartikan sebagai kondisi dinamis kehidupan politik bangsa Indonesia yang
berisi keuletan dan ketangguhan kekuatan nasional dalam menghadapi serta mengatasi segala tantangan,
ancaman, hambatan dan gangguan yang datang dari luar maupun dari dalam secara langsung maupun
tidak langsung untuk menjamin kelangsungan kehidupan politik bangsa dan negara Republik Indonesia
berdasar Pancasila dan UUD 1945.
e. Aspek Ideologi
Dapat diartikan sebagai kondisi dinamis kehidupan ideologi bangsa Indonesia. Ketahanan ini diartikan
mengandung keuletan dan ketangguhan kekuatan nasional dalam menghadapi serta mengatasi segala
tantangan, ancaman, hambatan dan gangguan yang datang dari luar maupun dari dalam secara langsung
maupun tidak langsung membahayakan kelangsungan kehidupan ideologi bangsa dan negara Indonesia.

2. Mewujudkan Keberhasilan Ketahanan Nasional
a. Aspek Ekonomi
Pencapaian tingkat ketahanan ekonomi memerlukan pembinaan sebagai berikut:
Sistem ekonomi Indonesia diarahkan untuk dapat mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan yang adil
dan merata di seluruh wilayah Nusantara melalui eknomi kerakyatan
Ekonomi kerakyatan harus menghindari sistem free fight liberalism, etatisme, dan monopoli ekonomi
Pembangunan ekonomi merupakan usaha bersama atas asas kekeluargaan
Pemerataan pembangunan dan pemanfaatan hasilnya dengan memperhatikan keseimbangan dan
keserasian pembangunan antarwilayah dan antar sektor.
b. Aspek Sosial Budaya
Untuk mewujudkan keberhasilan ketahanan sosial budaya warga negara Indonesia perlu:
Kehidupan sosial budaya bangsa dan masyarkat Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, rukun, bersatu, cinta tanah air, maju, dan sejahtera dalam kehidupan yang serba selaras,
serasi dan seimbang serta mampu menangkal penetrasi budaya asing yang tidak sesuai dengan
kebudayaan nasional.
c. Aspek Pertahanan dan Keamanan
Untuk mewujudkan keberhasilan Ketahanan Nasional setiap warga negara Indonesia perlu:
Memiliki semangat perjuangan bangsa dalam bentuk perjuangan non fisik yang disertai keuletan dan
ketangguhan tanpa kenal menyerah dan mampu mengembangkan kekuatan nasional dalam rangka
menghadapi segala tantangan, ancaman, hambatan, dan gangguan yang datang dari luar maupun dari
dalam untuk menjamin identitas, integritas, kelangsungan hidup bangsa dan negara serta pencapaian
tujuan nasional.
Sadar dan peduli akan pengaruh-pengaruh yang timbul pada aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial
budaya dan pertahanan keamanan.

d. Aspek Ilmu Pengetahuan
Untuk mecapai percepatan kemandirian dan kesejahteraan berbasis dukungan ilmu pengetahuan dan
teknologi ( Iptek )
Dilakukan lewat penguatan empat pilar knowledge based economy ( KBE ), yaitu :
- Sistem pendidikan
- Sisten inovasi
- Infrastruktur masyarakat informasi
- Kerangka kelembagaan, peraturan perundangan, dan ekonomi
Perbaikan kualitas pelayanan kesehatan dan pendidikan
Mewujudkan tumbuhnya masyarakat yang berbudaya iptek
e. Aspek Ideologi
Upaya memperkuat Ketahanan Ideologi memerulkan memerlukan langkah pembinaan berikut:
Pengamalan pancasila secara obyektif dan subyektif
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa dan negara Republik Indonesia
Pendidikan moral Pancasila
Sesanti Bhineka Tunggal Ika dan konsep Wawasan Nusantara bersumber dari Pancasila
f. Aspek Politik
Upaya mewujudkan ketahan pada aspek politik:
1. Politik Dalam Negeri
Sistem pemerintahan yang berdasarkan hukum
Mekanisme politik yang memungkinakan adanya perbedaan pendapat
Terjalin komunikasi politik timbal balik antara pemerintah dan masyarakat
2. Politik Luar Negeri
Hubungan luar negeri ditujukan untuk meningkatkan kerjasama interansional di berbagai bidang
Politik luar negeri terus dikembangkan menurut prioritas dalam rangka meningkatkan persahabatan dan
kerjasama antarnegara
Peningkatan kualitas sumber daya manusia perlu dilaksanakan dengan pembenahan sistem pendidikan,
pelatihan dan penyuluhan
Perjuangan bangsa Indonesia yangf menyakut kepentingan nasiona










































PASAL-PASAL DALAM UUD 1945 YANG MENGATUR TENTANG HAM
1) Pasal 27 UUD 1945, berbunyi:
(1) Segala warga negara bersamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib
menjungjung hukum dan pemerinatah itu dengan tidak ada kecualinya.
(2) Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
(3) Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
2) Pasal 28 UUD 1945
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya
ditetapkan dengan undang-undang

3) Pasal 28 A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya
4) Pasal 28 B
(1) Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah
(2) Setiap orang berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi
5) Pasal 28 C
(1) Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak
mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya
demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
(2) Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara kolektif untuk
membangun masyarakat, bangsa dan negaranya
6) Pasal 28 D
(1) Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlidungan dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama dihadapan hukum
(2) Setiap orang berhak untuk berkerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam
hubungan kerja
(3) Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalm pemerintahan
(4) Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan
7) Pasal 28 E
(1) Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadah menurut agamanya, memilih pendidikan dan
pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan
meninggalkannya serta berhak kembali.
(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai hati
nuraninya.
(3) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat.
8) Pasal 28 F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan
lingkungan sosialnya serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan
menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
9) Pasal 28 G
(1) Setiap orang berhak atas perlindung diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda yang
di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan untuk
berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasinya.
(2) Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat
manusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.
10) Pasal 28 H
(1) Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal dan mendapat lingkungan hidup
yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
(2) Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan
manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan
(3) Setiap orang berhak atas imbalan jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya secara
utuh sebagai manusia yang bermartabat
(4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih
sewenang-wenang oleh siapapun.
11) Pasal 28 I
(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak
untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dihadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut
atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan
apapun.
(2) Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yanbg bersifat diskriminatif atas dasar apaun dan berhak
mendapat perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif itu.
(3) Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan
peradaban.
(4) Perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab
negara terutama pemerintah
(5) Untuk menegakkan dan melindungi hak asaso manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang
demokrastis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur dan dituangkan dalam peraturan
perundang-undangan.
12) Pasal 28 J
(1) Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
(2) Dalam menajlan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada pembatasan yang
ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan serta
penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan
pertimabangan moral, nilai-nilai agama, keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat
demokrastis.
13) Pasal 29
(1) Negara berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa
(2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan
untuk berinadah menurut agama dan kepercayaannya itu.
14) Pasal 30 ayat (1)
(1) Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara.
15) Pasal 31
(1) Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan
(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
16) Pasal 32 AYAT (1)
(1) Negara mamajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin
kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya.
17) Pasal 33
(1) Perekonomian disusun sebagi usaha bersama berdasarkan atas azas kekeluargaan
(2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak
dikuasai oleh negara.
(3) Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
18) Pasal 34
(1) Fakir miskin dan anak-anak yang terlantar dipelihara oleh negara.


Hak Hak Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)
Posted: 28 November 2012 in Tak Berkategori
17
1. Hak angket, adalah hak DPR untuk mengadakan penyelidikan mengenai masalah tertentu.
2. Hak Interpelasi, adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada pemerintah atau presiden.
3. Hak menyatakan pendapat, adalah hak DPR untuk menyatakan pendapat atas kebijakan pemerintah
atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di tanah air, maupun di kancah internasional.
4. Hak budget, adalah hak DPR untuk mengesahkan RAPBN (Rancangan Anggaran Pendapatan Balanja
Negara) menjadi APBN (Anggaran Pendapatan Belanja Negara).
5. Hak Bertanya, adalah hak DPR untuk mengajukan pertanyaan kepada pemerintah atau presiden secara
tertulis.
6. Hak Imunitas, adalah hak DPR yang tidak dapat diganggu gugat di muka pengadilan dari hasil ketetapan
atau keputusan yang telah dibuatnya.
7. Hak Petisi, adalah hak DPR untuk mengajukan usul / anjuran serta pertanyaan mengenai suatu
masalah.
8. Hak inisiatif, adalah hak DPR untuk mengajukan usul RUU (Rancangan Undang-Undang)
9. Hak Amandemen, adalah hak DPR untuk mengadakan/mengajukan perubahan terhadap RUU
(Rancangan Undang-Undang)
Sebenarnya masih banyak hak-hak DPR yang lain, tetapi intinya hanya sembilah hak. yang lainnya
merupakan penjelasan dari sembilan hak tersebut.














Tata Tertib
Bab IX
Tata Cara Pelaksanaan Hak DPR
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 161
DPR mempunyai hak:
a. interpelasi ;
b. angket; dan
c. menyatakan pendapat.
Bagian Kedua
Tata Cara Pelaksanaan Hak Interpelasi
Pasal 162
1. Hak interpelasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 61 huruf a diusulkan oleh paling sedikit 25
(dua puluh lima) orang anggota dan lebih dari 1 (satu) fraksi.
2. Pengusulan hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diserta i dengan dokumen yang
memuat sekurang-kurangnya :
a. materi kebijakan dan/atau pelaksanaan kebijakan Pemerintah yang akan dimintakan
keterangan; dan
b. alasan permintaan keterangan.
Pasal 163
1. Usul hak interpelasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 162 disampaikan oleh pengusul kepada
pimpinan DPR.
2. Usul hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan oleh pimpinan DPR dalam
rapat paripurna dan dibagikan kepada seluruh anggota.
3. Badan Musyawarah membahas dan menjadwalkan rapat paripurna atas usul interpelasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan dapat memberikan kesempatan kepada pengusul untuk
memberikan penjelasaan atas usul interpealsinya secara ringkas.
4. Selama usul hak interpelasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum disetujui oleh rapat
paripurna pengusul berhak mengadakan perubahan dan menarik usulnya kembali.
5. Perubahan atau penarikan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus ditandatangani
oleh semua pengusul dan disampaikan kepada pimpinan DPR secara tertulis dan pimpinan
membagikan kepada seluruh anggota
6. Dalam hal jumlah penandatangan usul hak interpelasi yang belum memasuki Pembicaraan
TingkatI menjadi kurang dari jumlah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 162 ayat (1), harus
diadakan penambahan penandatangan sehingga jumlahnya mencukupi.
7. Dalam hal terjadi pengunduran diri penandatangan usul hak interpelasi sebelum dan pada saat
rapat paripurna yang telah dijadwalkan oleh Badan Musyawarah, yang berakibat terhadap jumlah
penandatangan tidak mencukupi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 162 ayat (1), Ketua rapat
paripurna mengumumkan pengunduran diri tersebut dan acara rapat paripurna untuk itu dapat
ditunda dan/atau dilanjutkan setelah jumlah penandatangan mencukupi.
8. Apabila sebelum dan/atau pada saat rapat paripurna terdapat anggota yang menyatakan ikut
sebagai pengusul hak interpelasi dengan membubuhkan tandatangan pada lembar pengusul,
Ketua rapat paripurna mengumumkan hal tersebut dan rapat paripurna sebagaimana dimaksud
pada ayat (7) tetap dapat dilanjutkan.
9. Apabila sampai 2 (dua) kali masa persidangan jumlah penandatangan yang dimaksud tidak
terpenuhi, usul tersebut menjadi gugur.
Pasal 164
1. Apabila usul hak interpelasi tersebut disetujui sebagai interpelasi DPR, pimpinan DPR
menyampaikannya kepada Presiden dan mengundang Presiden untuk memberikan keterangan.
2. Terhadap keterangan Presiden, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan kesempatan
kepada pengusul dan anggota yang lain untuk mengemukakan pendapatnya.
3. Atas pendapat pengusul dan/atau anggota yang lain, sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
Presiden memberikan jawabannya.
4. Keterangan dan jawaban Presiden, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), dapat
diwakilkan kepada Menteri/pejabat terkait.
Pasal 165
1. Dalam hal DPR menolak keterangan dan jawaban Presiden, sebagaimana dimaksud dalam Pasal
1 6 4 ayat (1) dan ayat (3) dapat menggunakan hak menyatakan pendapat.
2. Dalam hal DPR menerima keterangan dan jawaban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 164 ayat
(1) dan ayat (3) usul hak interpelasi dinyatakan selesai, dan materi interpelasi tersebut tidak dapat
diusulkan kembali.
3. Apabila sampai waktu penutupan masa sidang yang bersangkutan ternyata tidak ada usul
pernyataan pendapat yang diajukan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pembicaraan
mengenai permintaan keterangan kepada Presiden tersebut dinyatakan selesai dalam rapat
paripurna
Bagian Ketiga
Tata Cara Pelaksanaan Hak Angket
Pasal 166
1. Hak angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161 huruf b diusulkan oleh paling sedikit 25 (dua
puluh lima) orang anggota dan lebih dari 1 (satu) fraksi.
2. Pengusulan hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan dokumen yang
memuat sekurang-kurangnya:
a. materi kebijakan dan/atau pelaksanaan undangundang yang akan diselidiki; dan
b. alasan penyelidikan.
Pasal 167
1. Usul hak angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 166 disampaikan oleh pengusul kepada
pimpinan DPR.
2. Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan oleh pimpinan DPR dalam rapat paripurna
dan dibagikan kepada seluruh anggota.
3. Badan Musyawarah membahas dan menjadwalkan rapat paripurna atas usul hak angket
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan dapat memberikan kesempatan kepada pengusul untuk
memberikan penjelasaan atas usul hak angket secara ringkas.
4. Selama usul hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum disetujui oleh rapat paripurna
pengusul berhak mengadakan perubahan dan menarik usulnya kembali.
5. Perubahan atau penarikan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus ditandatangani
oleh semua pengusul dan disampaikan kepada pimpinan DPR secara tertulis dan pimpinan
membagikan kepada seluruh anggota
6. Dalam hal jumlah penandatangan usul hak angket yang belum memasuki Pembicaraan TingkatI
menjadi kurang dari jumlah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 166 ayat (1), harus diadakan
penambahan penandatangan sehingga jumlahnya mencukupi.
7. Dalam hal terjadi pengunduran diri penandatangan usul hak angket sebelum dan pada saat rapat
paripurna yang telah dijadwalkan oleh Badan Musyawarah, yang berakibat terhadap jumlah
penandatangan tidak mencukupi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 166 ayat (1), Ketua rapat
paripurna mengumumkan pengunduran diri tersebut dan acara rapat paripurna untuk itu dapat
ditunda dan/atau dilanjutkan setelah jumlah penandatangan mencukupi.
8. Apabila sebelum dan/atau pada saat rapat paripurna terdapat anggota yang menyatakan ikut
sebagai pengusul angket dengan membubuhkan tandatangan pada lembar pengusul, Ketua rapat
paripurna mengumumkan hal tersebut dan rapat paripurna sebagaimana dimaksud pada ayat (7)
tetap dapat dilanjutkan.
9. Apabila sampai 2 (dua) kali masa persidangan jumlah penandatangan yang dimaksud tidak
terpenuhi, usul tersebut menjadi gugur.
Pasal 168
1. Dalam hal rapat paripurna memutuskan untuk menyetujui usul mengadakan angket, DPR
membentuk panitia khusus yang dinamakan panitia angket.
2. Keputusan DPR untuk mengadakan angket mencakup juga penentuan biaya panitia angket.
3. Keputusan DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan kepada Presiden
dan diumumkan dalam Berita Negara.
4. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Bab V bagian kesebelas tentang panitia khusus berlaku
bagi panitia angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Pasal 169
1. Dalam melaksanakan hak angket, panitia khusus berhak meminta pejabat negara, pejabat
pemerintah, badan hukum, atau warga masyarakat untuk memberikan keterangan.
2. Panitia khusus meminta kehadiran pejabat negara, pejabat pemerintah, badan hukum, atau warga
masyarakat secara tertulis dalam jangka waktu yang cukup dengan menyebutkan maksud
permintaan tersebut dan jadwal pelaksanaannya.
3. Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib hadir untuk memberikan keterangan, termasuk
menunjukkan dan/atau menyerahkan segala dokumen yang diperlukan kepada panitia khusus.
4. Panitia khusus dapat menunda pelaksanaan rapat akibat ketidakhadiran pihak sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) karena suatu alasan yang dapat diterima.
5. Dalam hal pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak hadir tanpa alasan yang dapat
diterima atau menolak hadir, panitia khusus dapat meminta sekali lagi kehadiran yang
bersangkutan pada jadwal yang ditentukan.
6. Dalam hal pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memenuhi permintaan kehadiran
yang kedua tanpa alasan yang dapat diterima atau menolak hadir, bagi yang bersangkutan dikenai
panggilan paksa oleh aparat yang berwajib yaitu kepolisian atau kejaksaan atas permintaan panitia
khusus.
7. Dalam hal panggilan paksa sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dipenuhi tanpa alasan
yang sah, yang bersangkutan dapat disandera paling lama 15 (lima belas) hari oleh aparat yang
berwajib, sesuai dengan peraturan perundangundangan.
Pasal 170
1. Setelah menyelesaikan pekerjaannya, panitia angket menyampaikan laporan dalam rapat
paripurna, kemudian laporan tersebut dibagikan kepada seluruh anggota.
2. Pengambilan keputusan tentang laporan panitia angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
didahului dengan laporan hasil panitia angket dan pendapat akhir fraksi, kemudian keputusan
tersebut disampaikan kepada Presiden.
3. DPR dapat menindaklanjuti keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan
kewenangan DPR menurut peraturan perundang-undangan.
Bagian Keempat
Tata Cara Pelaksanaan Hak Menyatakan Pendapat
Pasal 171
1. Hak menyatakan pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 161 huruf c diusulkan oleh paling
sedikit 25 (dua puluh lima) orang anggota.
2. Pengusulan hak menyatakan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai dengan
dokumen yang memuat sekurang-kurangnya:
a. materi dan alasan pengajuan usul pernyataan pendapat ;
b. materi hasil pelaksanaan hak interpelasi atau hak angket; atau
c. materi dan bukti yang sah atas dugaan adanya tindakan atau materi dan bukti yang sah
atas dugaan tidak dipenuhinya syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Pasal 172
1. Usul hak menyatakan pendapat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 171 disampaikan oleh
pengusul kepada pimpinan DPR.
2. Usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diumumkan oleh pimpinan DPR dalam rapat paripurna
dan dibagikan kepada seluruh anggota.
3. Badan Musyawarah membahas dan menjadwalkan rapat paripurna atas usul menyatakan
pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan dapat memberikan kesempatan kepada
pengusul untuk memberikan penjelasaan atas usul menyatakan pendapat nya secara ringkas.
4. Selama usul hak menyatakan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum disetujui oleh
rapat paripurna pengusul berhak mengadakan perubahan dan menarik usulnya kembali.
5. Perubahan atau penarikan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (4) harus ditandatangani
oleh semua pengusul dan disampaikan kepada pimpinan DPR secara tertulis dan pimpinan
membagikan kepada seluruh anggota
6. Dalam hal jumlah penandatangan usul menyatakan pendapat yang belum memasuki Pembicaraan
TingkatI menjadi kurang dari jumlah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 171 ayat (1), harus
diadakan penambahan penandatangan sehingga jumlahnya mencukupi.
7. Dalam hal terjadi pengunduran diri penandatangan usul hak menyatakan pendapat sebelum dan
pada saat rapat paripurna yang telah dijadwalkan oleh Badan Musyawarah, yang berakibat
terhadap jumlah penandatangan tidak mencukupi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 171 ayat
(1), Ketua rapat paripurna mengumumkan pengunduran diri tersebut dan acara rapat paripurna
untuk itu dapat ditunda dan/atau dilanjutkan setelah jumlah penandatangan mencukupi.
8. Apabila sebelum dan/atau pada saat rapat paripurna terdapat anggota yang menyatakan ikut
sebagai pengusul hak menyatakan pendapat dengan membubuhkan tandatangan pada lembar
pengusul, Ketua rapat paripurna mengumumkan hal tersebut dan rapat paripurna sebagaimana
dimaksud pada ayat (7) tetap dapat dilanjutkan.
9. Apabila sampai 2 (dua) kali masa persidangan jumlah penandatangan yang dimaksud tidak
terpenuhi, usul tersebut menjadi gugur.
Pasal 173
1. Dalam hal rapat paripurna menyetujui usul hak menyatakan pendapat, rapat paripurna membentuk
panitia khusus.
2. Panitia khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), melakukan pembahasan dengan Presiden.
3. Dalam melakukan pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) , Presiden dapat diwakilkan
oleh Menteri atau pejabat terkait
4. Dalam pembahasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), panitia khusus dapat mengadakan
rapat kerja, rapat dengar pendapat, dan/atau rapat dengar pendapat umum dengan pihak yang
dipandang perlu, termasuk pengusul.
Pasal 174
1. Setelah pembahasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 173 ayat (2), dilanjutkan dengan
pengambilan keputusan dalam rapat paripurna untuk menyetujui atau menolak pernyataan
pendapat tersebut.
2. Pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dihadiri oleh sekurang-kurangnya
lebih dari separuh dari seluruh anggota.
3. Keputusan untuk menyetujui atau menolak pernyataan pendapat, sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), harus didukung oleh lebih dari separuh anggota yang hadir dalam rapat tersebut.
4. Pengambilan keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dihadiri oleh sekurang-kurangnya
2/3 (dua pertiga) dari seluruh anggota.
5. Keputusan untuk menyetujui atau menolak pernyataan pendapat, sebagaimana dimaksud pada
ayat (4), harus didukung oleh sekurang-kurangnya 2/3 (dua pertiga) dari anggota yang hadir dalam
rapat tersebut.
Pasal 175
1. Keputusan DPR mengenai usul menyatakan pendapat yang berupa dugaan bahwa Presiden
dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara,
korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela maupun tidak memenuhi
syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 172 ayat
(2) huruf c, disampaikan kepada Mahkamah Konstitusi untuk mendapatkan putusan.
2. Keputusan DPR mengenai usul menyatakan pendapat selain yang dimaksud pada ayat (1),
disampaikan kepada Presiden.
Pasal 176
Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan membenarkan pendapat DPR sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 175 ayat (1), DPR menyelenggarakan rapat paripurna untuk meneruskan usul
pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat.



Tata Tertib
Bab X
Tata Cara Pelaksanaan Hak Anggota
Bagian Kesatu
Hak Mengajukan Usul Rancangan Undang-Undang
Pasal 177
1. Anggota mempunyai hak mengajukan usul rancangan undang-undang.
2. Ketentuan mengenai tata cara mengajukan usul rancangan undang-undang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) mengacu pada ketentuan dalam Bab VI Tentang Tata Cara Pembentukan
Undang-Undang.
Bagian Kedua
Hak Mengajukan Pertanyaan
Pasal 178
1. Anggota mempunyai hak mengajukan pertanyaan.
2. Apabila pertanyaan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan kepada Presiden, pertanyaan
tersebut disusun secara tertulis, singkat, dan jelas, serta disampaikan kepada pimpinan DPR.
Pasal 179
1. Hak mengajukan pertanyaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 178 ayat (1) dapat disampaikan
anggota secara lisan atau tertulis dalam rapat DPR sesuai dengan ketentuan Peraturan DPR ini.
2. Dalam mengajukan pertanyaan dalam rapat, anggota terlebih dahulu mendaftar kepada ketua
rapat.
3. Hak mengajukan pertanyaan dalam rapat diberikan terlebih dahulu kepada anggota yang datang
lebih awal.
4. Terhadap anggota yang datang terlambat lebih dari 15 (lima belas) menit setelah acara rapat
dibuka untuk dimulai oleh ketua rapat, hak mengajukan pertanyaan dalam rapat tidak diberikan.
5. Hak mengajukan pertanyaan, tidak boleh melebihi waktu 3 (tiga) menit.
6. Ketua rapat mempunyai hak menghentikan anggota yang mengajukan pertanyaan apabila
melebihi waktu yang telah ditetapkan.
7. Dalam hal anggota ingin menambah waktu untuk mengajukan pertanyaan dalam rapat harus
mendapat izin dari ketua rapat.
8. Pertanyaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan secara singkat dan jelas.
9. Dalam hal dipandang perlu, ketua rapat dapat meminta anggota untuk memperjelas pertanyaan
yang diajukannya.
10. Anggota yang meninggalkan ruang rapat setelah mengajukan pertanyaan, diberikan jawaban atas
pertanyaan setelah anggota yang bersangkutan berada dalam ruang rapat atau tidak diberikan
jawaban apabila anggota yang bersangkutan tidak kembali ke dalam ruang rapat sampai waktu
rapat ditutup oleh ketua rapat.
Pasal 180
1. Dalam hal anggota mengajukan pertanyaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 178 ayat (2),
dapat meminta agar pertanyaannya dijawab oleh Presiden secara lisan atau tertulis.
2. Dalam hal anggota mengajukan pertanyaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pimpinan DPR
paling lama 7 (tujuh) hari terhitung sejak tanggal menerima pertanyaan dari anggota, dapat
meminta penjelasan kepada anggota yang mengajukan pertanyaan.
3. Penjelasan dari anggota sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diberikan kepada pimpinan paling
lambat 3 (tiga) hari.
4. Pimpinan DPR menyampaikan pertanyaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Presiden
paling lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak pertanyaan diterima oleh pimpinan DPR.
5. Dalam hal pimpinan DPR tidak meminta penjelasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2),
pertanyaan disampaikan kepada Presiden.
6. Pertanyaan yang diajukan oleh anggota kepada Presiden menjadi lampiran surat pimpinan DPR
kepada Presiden.
7. Pimpinan DPR tidak dapat mengubah isi dan/atau memperbaiki rumusan pertanyaan anggota.
Pasal 181
1. Dalam hal pimpinan DPR menerima surat jawaban pertanyaan dari Presiden, pimpinan
mengumumkan dan membagikan surat jawaban pertanyaan Presiden kepada anggota dalam rapat
paripurna DPR.
2. Apabila jawaban pertanyaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan oleh Presiden
secara tertulis, tidak diadakan pembicaraan secara lisan.
3. Dalam hal Presiden menjawab pertanyaan secara lisan, Badan Musyawarah menentukan jadwal
rapat paripurna untuk mendengarkan jawaban Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
4. Penyampaian jawaban Presiden, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), dapat
diwakilkan kepada Menteri/pejabat terkait.
5. Dalam hal anggota tidak dapat menerima jawaban yang disampaikan Presiden, anggota yang
mengajukan pertanyaan dapat menindaklanjuti pertanyaannya dalam rapat kerja.
6. Dalam hal jawaban Presiden mengemukakan kebijakan untuk mengatasi permasalahan yang
terkait dengan pertanyaan anggota, anggota dapat menindaklanjutinya melalui rapat kerja.
Bagian Ketiga
Hak Menyampaikan Usul dan Pendapat
Pasal 182
1. Anggota berhak menyampaikan usul dan pendapat mengenai suatu hal, baik yang sedang
dibicarakan maupun yang tidak dibicarakan dalam rapat.
2. Dalam menyampaikan usul dan pendapat dalam rapat, anggota mendaftar pada ketua rapat.
3. Hak menyampaikan usul dan pendapat dalam rapat diberikan terlebih dahulu kepada anggota
yang datang lebih awal.
4. Terhadap anggota yang datang terlambat lebih dari 15 (lima belas) menit setelah acara rapat
dibuka untuk dimulai oleh ketua rapat, hak menyampaikan usul dan pendapat dalam rapat tidak
dapat digunakan.
5. Hak menyampaikan usul dan pendapat dalam rapat, tidak boleh melebihi waktu 5 (lima) menit.
6. Ketua rapat mempunyai hak menghentikan usul dan pendapat anggota yang melebihi waktu yang
telah ditetapkan.
7. Dalam hal anggota ingin menambah waktu menyampaikan usul dan pendapat dalam rapat harus
mendapat izin dari ketua rapat.
8. Usul dan pendapat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diajukan secara lisan dan/ atau
tertulis, singkat, dan jelas kepada ketua rapat.
9. Apabila diperlukan, ketua rapat dapat meminta anggota yang menyampaikan usul dan pendapat
untuk memperjelas usul dan pendapatnya.
10. Anggota yang meninggalkan ruang rapat setelah menyampaikan usul dan pendapat, diberikan
tanggapan atas usul dan pendapat setelah anggota yang bersangkutan berada dalam ruang rapat
atau tidak diberikan tanggapan apabila anggota yang bersangkutan tidak kembali ke dalam ruang
rapat sampai waktu rapat ditutup oleh ketua rapat.
Bagian Keempat
Hak Memilih dan Dipilih
Pasal 183
1. Anggota mempunyai hak memilih dan dipilih untuk menduduki jabatan tertentu pada alat
kelengkapan DPR.
2. Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan hak memilih dan dipilih sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) mengacu pada ketentuan dalam Peraturan DPR ini.
Bagian Kelima
Hak Membela Diri
Pasal 184
1. Anggota yang diduga melakukan pelanggaran sumpah/janji, kode etik, dan/atau tidak
melaksanakan kewajiban sebagai anggota diberi kesempatan untuk membela diri dan/atau
memberikan keterangan kepada Badan Kehormatan.
2. Tata cara membela diri dan/atau memberikan keterangan diatur dengan Peraturan DPR tentang
Tata Beracara Badan Kehormatan.
Bagian Keenam
Hak Imunitas
Pasal 185
1. Anggota mempunyai hak imunitas.
2. Anggota tidak dapat dituntut di depan pengadilan karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau
pendapat yang dikemukakannya baik secara lisan maupun tertulis di dalam rapat DPR ataupun di
luar rapat DPR yang berkaitan dengan fungsi serta tugas dan wewenang DPR.
3. Anggota tidak dapat diganti antarwaktu karena pernyataan, pertanyaan, dan/atau pendapat yang
dikemukakannya baik di dalam rapat DPR maupun di luar rapat DPR yang berkaitan dengan fungsi
serta tugas dan wewenang DPR.
4. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal anggota yang
bersangkutan mengumumkan materi yang telah disepakati dalam rapat tertutup untuk dirahasiakan
atau hal lain yang dimaksud dalam ketentuan mengenai rahasia negara sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan.
Bagian Ketujuh
Hak Protokoler
Pasal 186
1. Pimpinan dan anggota mempunyai hak protokoler.
2. Ketentuan mengenai tata cara pelaksanaan hak protokoler sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diatur dalam peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedelapan
Hak Keuangan dan Administratif
Pasal 187
1. Pimpinan dan anggota mempunyai hak keuangan dan administratif.
2. Hak keuangan dan administratif pimpinan dan anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
disusun oleh pimpinan DPR dan diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Tata Tertib
Bab I:
Ketentuan Umum
Bab II:
Susunan dan Kedudukan, Fungsi, Serta Tugas dan Wewenang
Bab III:
Keanggotaan
Bab IV:
Fraksi
Bab V:
Alat Kelengkapan
Bab VI:
Tata Cara Pembentukan Undang-Undang
Bab VII:
Tata Cara Penetapan Pendapatan dan Belanja Negara
Bab VIII:
Tata Cara Pelaksanaan Pengawasan
Bab IX:
Tata Cara Pelaksanaan Hak DPR
Bab X:
Tata Cara Pelaksanaan Hak Anggota
Bab XI:
Tata Cara Pemilihan Pimpinan MPR Dari DPR
Bab XII:
Menghadirkan Seseorang Untuk Dimintai Keterangan
Bab XIII:
Mengajukan dan Memberikan Persetujuan, atau Memberikan Pertimbangan/Konsultasi,
Berdasarkan Mufakat
Bab XIV:
Representasi Rakyat dan Partisipasi Masyarakat
Bab XV:
Konsultasi dan Koordinasi Sesama Lembaga Negara
Bab XVI:
Tata Cara Pelaksanaan Persidangan dan Rapat
Bab XVII:
Tata Cara Pengambilan Keputusan
Bab XVIII:
Larangan dan Sanksi
Bab XIX:
Kode Etik
Bab XX:
Penyidikan
Bab XXI:
Sistem Pendukung
Bab XXII:
Surat Masuk dan Surat Keluar
Bab XXIII:
Lambang dan Tanda Anggota
Bab XXIV:
Tata Cara Perubahan Tata Tertib dan Kode Etik
Bab XXV:
Ketentuan Penutup


















Pengertian, Tugas, Fungsi, Hak DPR | DPRadalah singkatan dari Dewan Perwakilan Rakyat. DPR
merupakan lembaga negara yang memegang kekuasaan legislatif. Anggota DPRdipilih melalui pemilu
(UUD 1945 Pasal 19 Ayat 1) dan bersidang sedikitnya sekali dalam satu tahun (UUD 1945 Pasal 19 Ayat}.
Susunan DPR diatur dengan undang-undang (UUD 1945 Pasal 19 Ayat 2). Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) adalah wakil rakyat yang menyampaikan aspirasi rakyat. Untuk itu, DPR harus mengadakan
kunjungan ke masyarakat untuk mendengarkan usul dan saran masyarakat. Jumlah anggota DPR adalah
550 orang. Keanggotaan DPR diresmikan dengan keputusan presiden. Anggota DPR berkedudukan di
Jakarta.


Gedung DPR
Tugas dan wewenang DPR yang tercantum dalam UUD 1945 antara lain sebagai berikut.
Membentuk undang-undang (Pasal 20)
Tiap rancangan undang-undang dibahas bersama presiden untuk mendapat persetujuan bersama
(Pasal 20 Ayat 2).
Menetapkan APBN bersama presiden setiap tahunnya (Pasal 23).
Mengontrol dan mengawasi jalannya pemerintahan.
Mengusulkan rancangan undang-undang (Pasal 21).
Fungsi-fungsi DPR, yaitu fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.
Fungsi legislasi: artinya DPR berfungsi sebagai lembaga pembuat Undang-Undang.
Fungsi Anggaran: Fungsi anggaran artinya fungsi yang berkaitan dengan wewenang DPR dalam
menyusun dan menetapkan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN)
bersama Presiden. Di tingkat provinsi, DPRD Provinsi bersama-sama gubernur dalam menyusun
dan menetapkan RencanaAnggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) Provinsi.
Sedangkan, di tingkat kabupaten/kota, DPRD Kabupaten/Kota bersama-sama bupati/walikota
menyusun dan menetapkan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD)
Kabupaten/Kota.
Fungsi Pengawasan: Fungsi pengawasan. artinya DPR sebagai lembaga yang melakukan
pengawasan terhadap pemerintahan dalam menjalankan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Selain mempunyal fungsi dan wewenang, DPR juga mempunyai hak berhubungan dengan pelaksanaan
fungsi dan wewenangnya. Hak-hak DPR itu, antara lain hak interpelasi, hak angket. dan hak menyatakan
pendapat.
Hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta pertanggungjawahan pemerintah berhuhungan
dengan kebijakan pemerintah yang strategis serta berdampak luas kepada masyarakat.
Hak angket adalah hak untuk melakukan penyelidikan alas kebijakan pcmerintah yang diduga
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Hak menyatakan pendapat adalah hak DPR sebagai lembaga untuk menyatakan pendapat
berkaitan dengan kebijakan pemerintah dan tentang kejadian luar biasa di tanah air atau situasi
dunia internasional dengan cara penyelesaiannya, misalnya dugaan korupsi, penyuapan. dan
tindakan pidana lainnya.
Hak inisiatif, yaitu hak untuk mengajukan usulan rancangan undang-undang.
Hak amandemen, yaitu hak untuk mengadakan perubahan alat suatu rancangan undang-undang.
Hak budget, yaitu hak untuk menetapkan anggaran belanja negara.
Hak petisi, yaltu hak untuk mengajukan sesuatu kepada yang berwajib.
Hak bertanya, yaitu hak untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara tertulis kepada
pemerintah.
Jumlah anggota DPR yang 550 orang itu bekerja bersama-sama digedung DPR. Oleh karena itu dalam
mengerjakan tugas-tugas sehagai DPR diperlukan pembagian tugas yang jelas sehingga iungsi dan tugas
DPR dapat berjalan dengan balk. Dalam melaksanakan tugas-tugasnya, DPR dibagi dalam komisi-komisi.
Setiap komisi mempunyai tugas sendiri-sendiri. Ada 11 komisi di DPR dan ditambah Panitia Anggaran.
Komisi-komisi yang ada di DPR:
Komisi I membidangi urusan luar negeri, pertahanan, dan informasi.
Komisi II membidangi urusan pemerintahan. otonomi daerah, dan aparatur negara.
Komisi III membidangi urusan hukum dan keamanan: pertanian, kehutanan, kelautan, dan
perikanan.
Komisi IV membidangi urusan perhuhubungan, komunikasi dan pekerjaan umum.
Komisi VI membidangi urusan industri, perdagangan, investasi, dan BUMN.
Komisi VII membidangi urusan pertambangan dan lingkungan hidup; sosial, agama. dan
pemberdayaan perempuan.
Komisi VIII membidangi urusan kesehatan dan tenaga kerja.
Komisi IX membidangi urusan pendidikan. pemuda. dan olahraga.
Komisi X membidangi urusan keuangan dan perbankan.
Komisi XI membidangi urusan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN).
Panitia Anggaran mengurus Rencana Auggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN).
Sekian uraian tentang Pengertian, Tugas, Fungsi, Hak DPR. Baca juga artikel lembaga negara lainnya
tentang Mahkamah Konstitusi. Terimakasih, semoga bermanfaat.




tugas, wewenang, hak, kewajiban, dan fungsi Lembaga Pemerintah

v Tugas dan wewenang Presiden

1. menjalankan pemerintahannya sesuai dengan UUD dan UU.
2. memastikan apakah jajaran pemerintahannya
temasuk kepolisian dan kejaksaan telah patuh kepada UUD dan UU itu.
3. Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD
4. Memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat,Angkatan Laut,
danAngkatanUdara
5. Mengajukan Rancangan Undang-Undang kepada Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR).Presiden melakukan pembahasan dan pemberian persetujuan atas RUU bersama
DPR serta mengesahkan RUU menjadi UU.
6. Menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (dalam kegentingan yang
memaksa)
7. Menetapkan Peraturan Pemerintah
8. Mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri
9. Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan
persetujuan DPR
10. Membuat perjanjian internasional lainnya dengan persetujuan DPR
11. Menyatakan keadaan bahaya
12. Mengangkat duta dan konsul. Dalam mengangkat duta, Presiden memperhatikan
pertimbangan DPR
13. Menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
14. Memberi grasi, rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung
15. Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR
16. Memberi gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan lainnya yang diatur dengan UU
17. Meresmikan anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang dipilih oleh DPR dengan
memperhatikan pertimbangan Dewan Perwakilan Daerah ( DPD )
18. Menetapkan hakim agung dari calon yang diusulkan oleh Komisi Yudisial dan disetujui
DPR
19. Menetapkan hakim konstitusi dari calon yang diusulkan Presiden, DPR, dan Mahkamah
Agung
20. Mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan persetujuan DPR.

v Tanggungjawab Presiden

1. Didorong untuk memperkuat konstitusi yang menjadi kontrak sosial seluruh lapisan
masyarakat Indonesia.presiden dan kabinetnya bekerja keras untuk memberi kepastian kepada
masyarakat, bahwa pemerintahannya tunduk dibawah konstitusi UUD 1945 ( Hasil Amandemen ).
2. Membangun sebuah suksesi dengan terus menjaga kontinuitas kekuasaan partai
berkuasa, dengan memperhatikan konstitusi maupun landasan ideology pancasila, kedaulatan
rakyat dan pemanusiawiannya di nomor satukan.

v Fungsi presiden sebagai kepala Negara

1. Memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Udara, dan Angkatan
Laut.
2. Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan negara lain dengan
persetujuan DPR.
3. Dalam membuat perjanjian lainnya yang menimbulkan akibat luas dan mendasar bagi
kehidupan rakyat yang terkait dengan beban keuangan negara, dan / atau mengharuskan
perubahan atau pembentukan UU harus dengan persetujuan DPR.
4. Menyatakan kondisi bahaya, Ketentuan dan akibat kondisi bahaya ditetapkan dengan UU.
5. Mengangkat Duta dan Konsul, Dalam mengangkat Duta, memperhatikan pertimbangan
DPR.
6. Menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
7. Memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung
(MA).
8. Memberi abolisi dan amnesti dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
9. Memberi gelar, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan Hukum.
10. Membentuk dewan pertimbangan yang bertugas member nasehat dan pertimbangan
kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dengan Undang-Undang.
11. Membahas Rancangan Undang-Undang untuk mendapatkan persetujuan bersama DPR.
12. Mengkonfirmasi Rancangan Undang-Undang yang telah disetujui bersama DPR untuk
menjadi UU.
13. Dalam hal lkhwal kegentingan memaksa, Presiden berhak menetapkan Peraturan
Pemerintah sebagai pengganti UU.
14. Mengajukan RUU APBN untuk dibahas bersama DPR dengan memperhatikan
pertimbangan DPD.
15. Meresmikan anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang telah dipilih oleh DPR atas dasar
pertimbangan DPD.
16. Menetapkan Calon Hakim Agung yang diusulkan Komisi Yudisial dan telah mendapat
persetujuan DPR untuk menjadi Hakim Agung.
17. Mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial dengan persetujuan DPR.
18. Menetapkan dan mengajukan anggota hakim konstitusi.
v Kewenangan dan Kekuasaan Presiden
1. Menetapkan dan mengajukan anggota dari hakim konstintusi.
2. Mengangkat duta dan konsul untuk negara lain dengan pertimbangan DPR.
3. Menerima duta dari negara lain dengan pertimbangan DPR.
4. Memberikan Grasi dan Rehabilitasi dengan pertimbangan dari MA / Mahkamah Agung.
5. Memberikan Amnesti dan Abolisi Rehabilitasi dengan pertimbangan dari DPR.
6. Memegang kekuasaan tertinggi atas AU / Angkatan Udara, AD / Angkatan Darat dan AL /
Angkatan Laut.
7. Menyatakan keadaan bahaya yang syarat-syaratnya ditetapkan oleh Undang-Undang
8. Menyatakan perang dengan negara lain, damai dengan negara lain dan perjanjian
dengan negara lain dengan persetujuan DPR.
9. Membuat perjanjian yang menyangkut hajat hidup orang banyak, mempengaruhi beban
keuangan negara dan atau mengharuskan adanya perubahan / pembentukan Undang-Undang
harus dengan persetujuan DPR.
10. Memberi gelar, tanda jasa, tanda kehormatan dan sebagainya yang diatur oleh UU.
11. Menetapkan calon Hakim Agung yang diusulkan oleh KY / Komisi Yudisial dengan
persetujuan DPR.
v Kewajiban dan Hak Presiden
1. Memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD ( Pasal 4 ayat 1 )
2. Berhak mengajukan RUU kepada DPR ( Pasal 5 ayat 1 )
3. Menetapkan peraturan pemerintahan ( Pasal 5 ayat 2 )
4. Memegang teguh UUD dan menjalankan segala UU dan peraturannya dengan selurus-
lurusnya serta berbakti kepada Nusa dan Bangsa ( Pasal 9 ayat 1 )
5. Memegang kekuasaan yang tertinggi atas AD, AL dan AU ( Pasal 10 )
6. Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian dengan Negara lain dengan
persetujuan DPR ( Pasal 11 ayat 1 )
7. Membuat perjanjian internasional lainnya, dengan persetujuan DPR ( pasal 11 ayat 2 )
8. Menyatakan keadaan bahaya ( Pasal 12 )
9. Mengangkat duta dan konsul ( Pasal 13 ayat 1 ). Dalam mengangkat duta, Presiden
memperhatikan pertimbangan DPR ( Pasal 13 ayat 2 )
10. Menerima penempatan duta Negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR (
Pasal 13 ayat 3 )
11. Memberi grasi dan rehabilitas dengan memperhatikan pertimbangan MA ( Pasal 14 ayat 1
)
12. Memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR ( Pasal 14 ayat 2
)
13. Memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dalam UU ( pasal
15 )
14. Membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat dan
pertimbangan kepada presiden ( Pasal 16 )
15. Pengangkatan dan pemberhentian menteri-menteri ( pasal 17 ayat 2 )












v Tugas dan Wewenang Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR )

1. Membentuk undang-undang yang dibahas dengan Presiden untuk mendapat
persetujuan bersama
2. Membahas dan memberikan atau tidak memberikan persetujuan terhadap Peraturan
Pernerintah Pengganti Undang-Undang
3. Menerima dan membahas usulan Rancangan UndangUndang yang diajukan oleh DPD
yang berkaitan dengan bidang otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan,
pemekaran, dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi Iainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah dan
mengikut sertakan dalam pembahasannya dalam awal pembicaraan tingkat I
4. Mengundang DPD pntuk melakukan pembahasan rancangan undang-undang yang
diajukan oleh DPR maupun oleh pemerintah sebagaimana dimaksud pada huruf c, pada awal
pembicaraan tingkat I
5. Memperhatikan pertimbangan DPD atas Rancangan Undang-Undang Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara dan Rancangan Undang-Und ng yang berkaitan dengan
pajak, pendidikan, dan agama dalam awal pembicaraan tingkat I
6. Menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara bersama Presiden dengan
memperhatikan pertimbangan DPD
7. Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang diajukan oleh DPD terhadap
pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan
penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya, pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, pajak, pendidikan,
dan agama
8. Memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan dengan memperhatikan pertimbangan
DPD
9. Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas pertanggungjawaban keuangan
negara yang disampaikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan
10. Mengajukan, memberikan persetujuan, pertimbangan/konsultasi, dan pendapat
11. Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat
12. Melaksanakan tugas dan wewenang lainnya yang ditentukan dalam Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan undang-undang.

v Hak-Hak Anggota DPR RI
1. Mengajukan rancangan undang-undang
2. Mengajukan pertanyaan
3. Menyampaikan usul dan pendapat
4. Memilih dan dipilih
5. Membela diri
6. Imunitas
7. Protokoler
8. Keuangan dan administrative

v Kewajiban Anggota DPR RI
1. Mengamalkan Pancasila
2. Melaksanakan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan
mentaati segala peraturan perundang-undangan
3. Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintah
4. Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan negara kesatuan
Republik Indonesia
5. Memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat
6. Menyerap,menghimpun,menampung,dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat
7. Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi,kelompok dan golongan
8. Memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada pemilih dan daerah
pemilihannya
9. Mentaati kode etik dan Peraturan Tata tertib DPR
10. Menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait.

v Fungsi Anggota DPR RI
1. Legislasi
Fungsi legislasi dilaksanakan sebagai perwujudan DPR selaku pemegang kekuasaan membentuk
undang-undang.
2. Anggaran
Fungsi anggaran dilaksanakan untuk membahas dan memberikan persetujuan atau tidak
memberikan persetujuan terhadap rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh Presiden.
3. Pengawasan
Fungsi pengawasan dilaksanakan melalui pengawasan atas pelaksanaan undang-undang dan
APBN.





v Tugas dan wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat ( MPR )

1. Mengubah dan menetapkan UUD
2. Memutuskan usul DPR berdasarkan putusan MK untuk memberhentikan p-residen dan
wakilnya dalam masa jabatanya dan wakil presiden diberi kesempatan untuk menyampaikan
alasannya didalam siding
3. Melantik presiden dan wakil presiden dalam sidang paripurna MPR
4. memutuskan usul Dewan Perwakilan Rakyat berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi
untuk
5. memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden dalam masa jabatannya setelah Presiden
dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan untuk menyampaikan penjelasan untuk
menyampaikan penjelasan dalam Sidang Paripurna Majelis;
6. melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti,
diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya;
7. memilih dan melantik Wakil Presiden dari dua calon yang diajukan Presiden apabila
terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatanya selambat-lambatnya dalam
waktu enam puluh hari;
8. memilih dan melantik Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara
bersamaan dalam masa jabatannya, dari dua paket calon Presiden dan Wakil Presiden yang
diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang paket calon Presiden dan Wakil
Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan umum sebelumnya
sampai habis masajabatanya.

v Hak-hak Anggota MPR RI

1. mengajukan usul pengubahan pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
2. menentukan sikap dan pilihan dalam pengambilan keputusan
3. memilih dan dipilih
4. membela diri
5. imunitas
6. Protokoler, dan
7. keuangan dan administratif.

v Kewajiban Anggota MPR RI

1. memegang teguh dan mengamalkan Pancasila
2. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
menaati peraturan perundang-undangan
3. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan menjaga keutuhan
Negara Kesatuan Republik Indonesia
4. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan
golongan.
5. melaksanakan peranan sebagai wakil rakyat dan wakil daerah.

v Fungsi Anggota MPR RI
1. Berfungsi untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden yang baik, jujur, dan adil.
2. Berfungsi untuk mengubah atau mengganti Presiden yang tidak adil dalam menjalankan
tugasnya.





















v Tugas Dewan Perwakilan Daerah ( DPD )

1. dapat mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang yang berkaitan dengan
otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya,serta
yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
2. ikut membahas bersama DPR dan Presiden rancangan undang-undang yang berkaitan
dengan hal sebagaimana dimaksud dalam penjelasan diatas
3. ikut membahas bersama DPR dan Presiden rancangan undang-undang yang diajukan
oleh Presiden atau DPR.
4. memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang tentang
APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
5. dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi
daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah,
pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya,
pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, dan agama.
6. menyampaikan hasil pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai
otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan
daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan
undang-undang APBN, pajak, pendidikan, dan agama kepada DPR sebagai bahan
pertimbangan untuk ditindaklanjuti.

v Wewenang Dewan Perwakilan Daerah ( DPD )

1. Dapat mengajukan ke DPR RUU yang terkait dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemerkaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya ekonomi lainnya dan pertimbangan keuangan pusat dan daerah.
2. Ikut membahas RUU yang terkait dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan
dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi
lainnya dan pertimbangan keuangan pusat dan daerah.
3. Memberi pertimbangan kepada DPR atas RUU PABN dan RUU yang terkait dengan pajak, pendidikan
dan agama.
4. Melakukan pengawasan atas pelaksanaan UU yang terkait otonomi daerah, hubungan pusat dan
daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan
sumber daya ekonomi lainnya dan pertimbangan keuangan pusat dan daerah serta menyampaikan hasil
pengawasan kepada DPR.
5. Menerima hasil pemeriksaan keuangan dari BPK.
6. Memberikan pertimbangan kepada DPR mengenai pemilihan anggota BPK.

v Hak-Hak Anggota DPD RI
1. Menyampaikan usul dan pendapat
2. Memilih dan dipilih
3. Membela diri
4. Imunitas
5. Protokoler, dan
6. Keuangan dan Administratif

v Kewajiban Anggota DPD RI
1. Mengamalkan Pancasila
2. Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dam
menaati segala peraturan perundang-undangan
3. Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan
4. Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia
5. Memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat
6. Menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat dan
daerah
7. Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok dan golongan
8. Memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada pemilih dan daerah
pemilihannya
9. Menaati kode etik dan peraturan tata tertib DPD, dan
10. Menjaga etika dan norma adat daerah yang diwakilinya






















v Tugas Badan Pemeriksaan Keuangan ( BPK )
1. Memeriksa tanggungjawab tentang keuangan Negara. Hasil pemeriksaan itu diberitahukan
kepada DPR
2. Badan Pemeriksa Keuangan memeriksa semua pelaksanaan APBN
a. Memeriksa tanggungjawab pemerintah tentang keuangan Negara
b. Memeriksa semua pelaksanaan APBN
c. Pelaksanaan pemerintah dilaksanakan berdasarkan ketentuan-ketentuan UU
d. Hasil pemeriksaan BPK diberitahukan kepada DPR
e. Memeriksa tanggung jawab keuangan Negara apakah telah digunakan sesuai yang telah disetujui DPR.
v Wewenang Badan Pemeriksaan Keuangan ( BPK )
1. Menentukan objek pemeriksaan, merencanakan dan melaksanakan
pemeriksaan, menentukan waktu dan metode pemeriksaan serta menyajikan laporan pemeriksaan.
2. Meminta keterangan dan/atau dokumen yang wajib diberikan oleh setiap orang dan atau
unit organisasi yang mengelola keuangan negara.
3. Menetapkan standar pemeriksaan keuangan negara dan kode etik pemeriksaan
4. Menilai dan/atau menetapkan jumlah kerugian Negara
5. Meminta keterangan yang wajib diberikan oleh setiap orang, badan pemerintah atau
badan swasta sepanjang tidak bertentangan terhadap undang undang.
v Tugas Komisi Yudisial ( KY )

1. Mengusulkan calon hakim agung kepada DPR untuk mendapat kan persetujuan dan
selanjut nya ditetapkan sebagai hakim agung oleh presiden
2. Mengusulkan pengangkatan Hakim Agung
3. Melakukan pendaftaran calon Hakim Agung
4. Melakukan seleksi terhadap Calon Hakim Agung
5. Menetapkan calon Hakim Agung
6. Mengajukan Calon Hakim Agung ke DPR
7. Menjaga dan menegakkan kehormatan, kleluhuran martabat, serta perilaku hakim.

v Wewenang Komisi Yudisial ( KY )
1. Memutuskan pengangkatan hakim agung
2. Mempunyai wewenang lain dalam rangka menegakkan kehormatan,keluhuran,martabat
serta perilaku hukum.
v Tugas dan Wewenang Mahkamah Agung ( MA )

1. Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-
undangan dibawah Undang-Undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan
olehUndang-Undang
2. Mengajukan 3 orang anggota Hakim Konstitusi
3. Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden membergrasi dan rehabilitasi.
4. Mengawasi dan memimpin jalannya perelihan pemerintahan pada seluruh tingkat
pengadilan
5. Menguji secara meteril perundang undangan dibawah UU.

v Fungsi Anggota Mahkamah Agung ( MA )

Fungsi Peradilan
1. Sebagai Pengadilan Negara Tertinggi, Mahkamah Agung merupakan pengadilan kasasi
yang bertugas membina keseragaman dalam penerapan hukum melalui putusan kasasi dan
peninjauan kembali menjaga agar semua hukum dan undang-undang diseluruh wilayah negara RI
diterapkan secara adil, tepat dan benar.
2. Disamping tugasnya sebagai Pengadilan Kasasi, Mahkamah Agung berwenang
memeriksa dan memutuskan pada tingkat pertama dan terakhir
3. Erat kaitannya dengan fungsi peradilan ialah hak uji materiil, yaitu wewenang
menguji/menilai secara materiil peraturan perundangan dibawah Undang-undang tentang hal
apakah suatu peraturan ditinjau dari isinya (materinya) bertentangan dengan peraturan dari tingkat
yang lebih tinggi (Pasal 31 Undang-undang Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985).
Fungsi Pengawasan
1. Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi terhadap jalannya peradilan di semua
lingkungan peradilan dengan tujuan agar peradilan yang dilakukan Pengadilan-pengadilan
diselenggarakan dengan seksama dan wajar dengan berpedoman pada azas peradilan yang
sederhana, cepat dan biaya ringan, tanpa mengurangi kebebasan Hakim dalam memeriksa dan
memutuskan perkara (Pasal 4 dan Pasal 10 Undang-undang Ketentuan Pokok Kekuasaan Nomor
14 Tahun 1970).
2. Mahkamah Agung juga melakukan pengawasan, terhadap pekerjaan pengadilan dan
tingkah laku para Hakim dan para pejabat pengadilan dalam menjalankan tugas yang berkaitan
dengan pelaksanaan tugas pokok kekuasaan, Kehakiman, yakni dalam hal Menerima, memeriksa,
mengadili, dan menyelesaikan setiap perkara yang diajukan kepadanya dan menerima keterangan
tentang hal-hal yang bersangkutan dengan teknis peradilan serta memberi peringatan, teguran
dan petunjuk yang diperlukan tanpa mengurangi Kebebasan Hakim ( Pasal 32 Undang-Undang
Mahkamah Agung Nomor 14 Tahun 1985 ).
Fungsi Mengatur
1. Mahkamah Agung dapat mengatur lebih lanjut hal-hal yang diperlukan bagi kelancaran
penyelenggaraan peradilan apabila terdapat hal-hal yang belum cukup diatur dalam Undang-
undang tentang Mahkamah Agung sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan atau kekosongan
hukum yang diperlukan bagi kelancaran penyelenggaraan peradilan (Pasal 27 Undang-undang
No.14 Tahun 1970, Pasal 79 Undang-undang No.14 Tahun 1985).
2. Mahkamah Agung dapat membuat peraturan acara sendiri bilamana dianggap perlu untuk
mencukupi hukum acara yang sudah diatur Undang-undang
Fungsi Nasehat
1. Mahkamah Agung memberikan nasihat-nasihat atau pertimbangan-pertimbangan dalam
bidang hukum kepada Lembaga Tinggi Negara lain (Pasal 37 Undang-undang Mahkamah Agung
No.14 Tahun 1985). Mahkamah Agung memberikan nasihat kepada Presiden selaku Kepala
Negara dalam rangka pemberian atau penolakan grasi (Pasal 35 Undang-undang Mahkamah
Agung No.14 Tahun 1985). Selanjutnya Perubahan Pertama Undang-undang Dasar Negara RI
Tahun 1945 Pasal 14 Ayat (1), Mahkamah Agung diberikan kewenangan untuk memberikan
pertimbangan kepada Presiden selaku Kepala Negara selain grasi juga rehabilitasi. Namun
demikian, dalam memberikan pertimbangan hukum mengenai rehabilitasi sampai saat ini belum
ada peraturan perundang-undangan yang mengatur pelaksanaannya
2. Mahkamah Agung berwenang meminta keterangan dari dan memberi petunjuk kepada
pengadilan disemua lingkunga peradilan dalam rangka pelaksanaan ketentuan Pasal 25 Undang-
undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. (Pasal 38
Undang-undang No.14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung).
Fungsi Administratif
1. Badan-badan Peradilan (Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer dan
Peradilan Tata Usaha Negara) sebagaimana dimaksud Pasal 10 Ayat (1) Undang-undang No.14
Tahun 1970 secara organisatoris, administrative dan finansial sampai saat ini masih berada
dibawah Departemen yang bersangkutan, walaupun menurut Pasal 11 (1) Undang-undang Nomor
35 Tahun 1999 sudah dialihkan dibawah kekuasaan Mahkamah Agung.
2. Mahkamah Agung berwenang mengatur tugas serta tanggung jawab, susunan organisasi
dan tata kerja Kepaniteraan Pengadilan (Undang-undang No. 35 Tahun 1999 tentang Perubahan
Atas Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman).
Fungsi Lain-lain
1. Selain tugas pokok untuk menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan
setiap perkara yang diajukan kepadanya, berdasar Pasal 2 ayat (2) Undang-undang Nomor 14
Tahun 1970 serta Pasal 38 Undang-undang Nomor 14 Tahun 1985, Mahkamah Agung dapat
diserahi tugas dan kewenangan lain berdasarkan Undang-undang.

v Kekuasaan Mahkamah Agung ( MA )
1. memeriksa dan memutus
1) permohonan kasasi;
2) sengketa tentang kewenangan mengadili;
3) permohonan peninjauan kembali putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap.
2. memberikan pertimbangan dalam bidang hukum baik diminta maupun tidak, kepada
Lembaga Tinggi Negara.
3. memberikan nasehat hukum kepada Presiden selaku Kepala Negara untuk pemberian
atau penolakan grasi.
4. menguji secara materiil hanya terhadap peraturan perundang-undangan di bawah
undang-undang.
5. melaksanakan tugas dan kewenangan lain berdasarkan Undang-undang.

v Dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman ditegaskan bahwa :
1. Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya
negara hukum Republik Indonesia.
2. Penyelenggara Kekuasaan Kehakiman adalah Pengadilan di lingkungan
- Peradilan Umum
- Peradilan Agama
- Peradilan Militer
- Peradilan Tata Usaha Negara.
3. Mahkamah Agung adalah Pengadilan Tertinggi dan melakukan pengawasan tertinggi atas
perbuatan Pengadilan.
4. Untuk memperoleh Hakim Agung yang merdeka, berani mengambil keputusan dan bebas
dari pengaruh, baik dari dalam maupun dari luar.

v Hak Mahkamah Agung ( MA )
1. berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundangundangan di
bawah undang-undang terhadap undang-undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang
diberikan oleh undang-undang;
2. mengajukan tiga orang anggota hakim konstitusi
3. memberikan pertimbangan dalam hal presiden memberi grasi dan rehabilitasi.

v Untuk dapat menyelenggarakan kekuasaan dan kewenangan tersebut dengan sebaik-baiknya,
Mahkamah Agung melaksanakan hal-hal sebagai berikut :
1. wewenang pengawasan meliputi :
1) jalannya peradilan
2) pekerjaan Pengadilan dan tingkah laku para Hakim di semua Lingkungan Peradilan
3) pengawasan yang dilakukan terhadap Penasihat Hukum dan Notaris sepanjang yang
menyangkut peradilan
4) pemberian peringatan, tegoran, dan petunjuk yang diperlukan.
2. meminta keterangan dan pertimbangan dari :
1) Pengadilan di semua Lingkungan Peradilan
2) Jaksa Agung
3) Pejabat lain yang diserahi tugas penuntutan perkara pidana.
3. membuat peraturan sebagai pelengkap untuk mengisi kekurangan atau kekosongan
hukum yang diperlukan bagi kelancaran jalannya peradilan.
4. mengatur sendiri administrasinya baik mengenai administrasi peradilan maupun
administrasi umum.




v Tugas Mahkamah Konstitusi ( MK )

1. Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang keputusannya bersifat final
untuk menguji Undang-Undang terhadap Undang-Ungang Dasar, memutus sengketa kewenangan
lembaga Negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai
politik dan memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum.
2. Wajib memberi keputusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat mengenai digaan
pelanggaran oleh Presiden dan Wakil Presiden Menurut UUD 1945.

v Wewenang Mahkamah Konstitusi ( MK )

1. Menguji Undang-Undang terhadap UUD 1945
2. Memutus sengketa kewenangan antara lembaga-lembaga Negara, yang kewenangannya
diberikan oleh UUD 1945
3. Memutus pembubaran partai politik
4. Memutus perselisihan tentang hasil Pemilu

v Kewajiban Mahkamah Konstitusi ( MK )
Mahkamah Konstitusi wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan/atau Wakil
Presiden diduga:
1. Telah melakukan pelanggaran hukum berupa
a) penghianatan terhadap negara
b) korupsi
c) penyuapan
d) tindak pidana lainnya
2. atau perbuatan tercela, dan/atau
3. tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden sebagaimana
dimaksud dalam UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
v Hak Mahkamah Konstitusi ( MK )
1. Perorangan warga negara Indonesia (untuk pengujian UU)
2. Kesatuan masyarakat hukum adat (untuk pengujian UU)
3. Badan hukum publik atau privat (untuk pengujian UU)
4. Lembaga negara (untuk pengujian UU dan sengketa antar lembaga)
5. Pemerintah (untuk pembubaran partai politik)
6. Peserta pemilihan umum, baik pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD, maupun pemilihan
umum Presiden dan Wakil Presiden (untuk perselisihan hasil pemilu)
v Fungsi Mahkamah Konstitusi ( MK )
1. menjaga konstitusi guna tegaknya prinsip konstitusionalitas hukum.
2. pengujian undang-undang itu tidak dapat lagi dihindari penerapannya dalam ketatanegaraan Indonesia
sebab UUD 1945 menegaskan bahwa anutan sistem bukan lagi supremasi parlemen melainkan supremasi
konstitusi.
3. untuk menjamin tidak akan ada lagi produk hukum yang keluar dari koridor konstitusi sehingga hak-hak
konstitusional warga terjaga dan konstitusi itu sendiri terkawal konstitusionalitasnyaUntuk menguji apakah
suatu undang-undang bertentangan atau tidak dengan konstitusi.
v Fungsi lanjutan selain judicial review
1. memutus sengketa antarlembaga negara
2. memutus pembubaran partai politik, dan
3. memutus sengketa hasil pemilu
v Dalam melaksanakan tugasnya, Komisi Yudisial berpedoman kepada UU no. 22 Tahun 2004 tentang
Komisi Yudisial. Sebagaimana yang tertulis dalam UU tersebut, Komisi Yudisial memiliki tujuan,
yaitu :
1. Agar dapat melakukan monitoring secara intensif terhadap penyelenggaraan kekuasaan kehakiman
dengan melibatkan unsur-unsur masyarakat
2. Meningkatkan efisiensi dan efektifitas kekuasaan kehakiman baik yang menyangkut rekruitmen hakim
agung maupun monitoring perilaku hakim
3. Menjaga kualitas dan konsistensi putusan lembaga peradilan, karena senantiasa diawasi
secara intensif oleh lembaga yang benar-benar independen
4. Menjadi penghubung antara kekuasaan pemerintah dan kekuasaan kehakiman untuk
menjamin kemandirian kekuasaan kehakiman.

























Sabtu, 24 Maret 2012
Undang-Undang yang di Amandemen Setelah reformasi

Berapa kali UUD diamandemen? 4 kali
Yang pertama pasal : 5, 7, 9, 13, 14, 15, 17, 20 dan 21 (19 oktober 1999)
Yang kedua pasal : 18, 19, 20, 22, 25, 26, 27, 28, 30, dan 35 (18 agustus 2000)
Yang ketiga pasal : 1, 3, 6, 11, 17, 23, dan 24 (9 november 2001)
Yang keempat pasal : 2, 6, 8, 11, 16, 23, 24, 29, 31, 32, 33, 34, dan 37 (11 agustus 2002)
Brikut adalah Undang-Undang yang belum diamandemen dan Undang Undang Yang sudah
diamandemen setelah Masa Reformasi.
Pasal 5
1. Presiden memegang kekuasan membentuk undang-undang dengan persetudjuan
Dewan Perwakilan rakyat.
2. Presiden menetapkan peraturan pemerintah untuk mendyalankn undang-undang
sebagaimana mestinya.
Perubahan Pasal 5
1. Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang kepada Dewan Perwakilan
Rakyat.

Pasal 7
Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat
dipilih kembali.
Perubahan Pasal 7
Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih
kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

Pasal 9
Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama atau
berdyandji dengan sungguh-sungguh dihadapan Majelis Permusjawaratan rakyat atau Dewan
Perwakilan rakyat sebagai berikut : Sumpah Presiden (Wakil Presiden) :
,,Demi Allah, saja bersumpah akan memenuhi kewadjiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden
Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh Undang-Undang Dasar
dan mendyalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya sert berbakti
kepada Nusa dan Bangsa." dyanji Presiden (Wakil Presiden) :
,,Saja berdyandji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi kewadjiban Presiden Republik Indonesia
(Wakil Presiden Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya, memegang teguh
Undang-Undang Dasar dan mendyalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-
lurusnya sert berbakti kepada Nusa dan Bangsa."
Perubahan Pasal 9
1. Sebelum memangku jabatannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut
agama atau berjanji dengan sungguh-sungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
atau Dewan Perwakilan Rakyat sebagai berikut :
Sumpah Presiden (Wakil Presiden) :
"Demi Allah, saja bersumpah akan memenuhi kewajiban Presiden
Republik Indonesia (Wakil Presiden Republik Indonesia)
dengan sebaik-baiknja dan seadil-adilnja, memegang teguh
Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala undang-undang
dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti
kepada Nusa dan Bangsa."
Janji Presiden (Wakil Presiden) :
"Saya berjanji dengan sungguh-sungguh akan memenuhi
kewajiban Presiden Republik Indonesia (Wakil Presiden
Republik Indonesia) dengan sebaik-baiknja dan seadil-adilnja,
memegang teguh Undang-Undang Dasar dan menjalankan segala
undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya
sert berbakti kepada Nusa dan Bangsa."
2. Jika Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilian Rakyat tidak dapat
mengadakan Sidang, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji
dengan sugguh-sungguh di hadapan pimpinan Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan
disaksikan oleh pimpinan Mahkamah Agung.

Pasal 13
1. Presiden mengangkat duta dan konsul.
2. Presiden menerima duta Negara lain.
Perubahan Pasal 13
2. Dalam hal mengangkat duta, Presiden memperhatikan pertimbangan Dewan
Perwakilan Rakyat.
3. Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan
pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat.

Pasal 14
Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi.
Perubahan Pasal 14
1. Presiden memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan pertimbangan
Mahkamah Agung.
2. Presiden memberi amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan Dewan
Perwakilan Rakyat
Pasal 15
Presiden memberi gelaran, tanda dyasa dan lain-lain tanda kehormatan.
Perubahan Pasal 15
Presiden memberi gelar tanda jasa, dan lain-lain tanda kehormatan yang diatur dengan undang-
undang.

Pasal 17
1. Presiden dibantu oleh Menteri-Menteri Negara.
2. Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
3. Menteri-menteri itu memimpin Departemen Pemerintahan.
Perubahan Pasal 17
2. Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
3. Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.

BAB VI. PEMERINTAH DAERAH
Pasal 18

Pembagian Daerah Indonesia atas Daaerah besar dan ketjil, dengan bentuk susunan pemerintahannya
ditetapkan dengan undang-undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusjawaratan dalam
sistim Pemerintahan Negara, dan hak-hak asal-usul dalam Daerah-Daerah yang bersifat istimewa.
Perubahan Pasal 18
1. Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah
provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu
mempunyai pemerintahan daerah, yang diatur dengan undang-undang.
2. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus
sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
3. Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah yang anggota-anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
4. Gubernur, Bupati, and Walikota masing-masing sebagai kepala pemrintah daerah
provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
5. Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan
pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan Pemerintah Pusat.
6. Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan
lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
7. Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintahan daerah diatur dalam undang-
undang.
Pasal 18A
1. Hubungan wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi,
kebupaten, dan kota, atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-
undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
2. Hubungan keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber
daya lainya antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah diatur dan dilaksanakan
secara adil dan selaras berdasarkan undang-undang.
Pasal 18B
1. Negara mengakui dan menghormati satuan-satuan pemerintahan daerah yang
bersifat khusus atau bersifat istimewa yang diatur dengan undang-undang.
2. Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat
beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan
masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur damam undang-
undang.
BAB VII. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
Pasal 19
1. Susuan Dewan Perwakilan rakyat ditetapkan dengan undang-undang.
2. Dewan Perwakilan rakyat bersidang sedikitnya sekali dalam setahun.
Perubahan Pasal 19
1. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dipilih melalui pemilihan umum.
2. Susunan Dewan Perwakilan Rakyat diatur dengan undang-undang.
3. Dewan Perwakilan Rakyat bersidang sedikitnya sekaili dalam setahun.
Pasal 20
1. Tiap-tiap undang-undang menghendaki persetudjuan Dewan Perwakiln rakyat.
2. Jika sesuatu rantjangan undang-undang tidak mendapat persetujuan Dewan Perwakilan
rakyat, maka rantjangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan Perwakilan
rakyat masa itu.
Perubahan Pasal 20
1. Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang.
2. Setiap rancangan undang-undang dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat dan
Presiden untuk mendapat persetujuan bersama.Jika rancangan undang-undang itu tidak
mendapat persetujuan bersama, rancangan undang-undang itu tidak boleh dimajukan lagi
dalam persidangan Dewan Perwakilan Rakyat masa itu.
3. Presiden mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama untuk
menjadi undang-undang.
4. Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak
disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang
tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib
diundangkan.
Pasal 20A
1. Dewan Perwakilian Rakyat memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi
pengawasan.
2. Dalam melaksanakan fungsinya, selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-
Undang Dasar ini, Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak interpelasi, hak angket, dan hak
menyatakan pendapat.
3. Selain hak yang diatur dalam pasal-pasal lain Undang-Undang Dasar ini, setiap
anggota Dewan Perwakilan Rakyat mempunyai hak mengajukan pertanyaan, menyampaikan
usul dan pendapat, serta hak imunitas.
4. Ketentuan lebih lanjut tentang hak Dewan Perwakilan Rakyat dan hak anggota Dewan
Perwakilan Rakyat diatur dalam undang-undang.
Pasal 21
1. Anggauta-anggauta Dewan Perwakilan rakyat berhak memajukan rantjangan undang-
undang.
2. Jika rantjangan itu, meskipun disetudjui oleh Dewan Perwakilan rakyat, tidak disahkan
oleh Presiden, maka rantjangan tadi tidak boleh dimajukan lagi dalam persidangan Dewan
Perwakilan rakyat masa itu.
Perubahan Pasal 21
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat berhak mengajukan usul rancangan undang-undang.
Pasal 22
1. Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan peraturan
pemerintah sebagai pengganti undang-undang.
2. Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetudjuan Dewan Perwakilan rakyat
dalam persidangan yang berikut.
3. Djika tidak mendapat persetudjuan, maka peraturan pemerintah itu harus ditjabut.
Pasal 22A
Ketentuan lebih lanjut tentang tata cara pembentukan undang-undang diatur dengan undang-undang.
Pasal 22B
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dapat diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata
cara caranya diatur dalam undang-undang.

BAB X. WARGA NEGARA
Pasal 26
1. Jang mendyadi warga Negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang
bangsa lain yang disjahkan dengan undang-undang sebagai warga Negara.
2. Sjarat-sjarat yang mengenai kewargaan Negara ditetapkan dengan undang-undang.
BAB X WARGA NEGARA DAN PENDUDUK
Perubahan Pasal 26
1. Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa ndonesia asli dan orang-orang
bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara.
2. Penduduk ialah waraga negara Indonesia dan orang asing yang bertempat tinggal di
Indonesia.
3. Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang.
Pasal 27
1. Segala warga negara bersamaan kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dan
wadjib mendjundjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada ketjualinya.
2. Tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerdyaan dan penghidupan yang lajak bagi
kemanusiaan.
Perubahan Pasal 27
3. Setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara.
Pasal 28
Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya
ditetapkan dengan undang-undang.
BAB XA HAK ASASI MANUSIA
Pasal 28A
Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
Pasal 28B
1. Setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui
perkawinan yang sah.
2. Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak
atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Pasal 28C
1. Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya,
berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi,
seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan uman
manusia.
2. Setiap orang berhak untuk memajukan dirinya dalam memperjuangkan haknya secara
kolektif untuk membangun masyarakat, bangsa, dan negaranya.
Pasal 28D
1. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum.
2. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil
dan layak dalam hubungan kerja.
3. Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam
pemerintahan.
Pasal 28E
1. Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih
pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat
tinggal di wilayah negara dan meninggalkanya, serta berhak kembali.
2. Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan
sikap, sesuai dengan hati nuraninya.
3. Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan
pendapat.
Pasal 28F
Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi
dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah
dan menyampaikan informasi denggan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
Pasal 28G
Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda
yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman ketakutan
untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.
Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan atau perlakuan yang merendahkan derajat martabat
menusia dan berhak memperoleh suaka politik dari negara lain.
Pasal 28H
1. Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan.
2. Setiap orang berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh
kesempatan dan manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan.
3. Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan dirinya
secara utuh sebagai manusia yang bermartabai.
4. Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh
diambil alih secara sewenang oleh siapa pun.
Pasal 28I
1. Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani,
hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan
hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut, adalah hak asasi
manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun.
2. Setiap orang berhak bebas dari perlakuan yang bersifat diskriminatif atas dasar apa
pun dan berhak mendapatkan perlindungan terhadap perlakuan yang bersifat diskriminatif
itu.
3. Identitas budaya dan hak masyarakat dihormati selaras dengan perkembangan zaman
dan peradaban.
4. Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah
tanggun jawab negara, terutama pemerintah.
5. Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara
hukum yang demokaratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan
dituangkan dalam peraturan perundang-undangan.
Pasal 28J
1. Setiap orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2. Dalam menjalankan hak dan kebebasannya, setiap orang wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud sematamata untuk
menjamin pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk
memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama,
keamanan dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokaratis.

BAB XII. PERTAHANAN NEGARA
Pasal 30
1. Tiap-tiiap warga Negara berhak dan wadjib ikut serta dalam usaha pembelaan Negara.
2. Sjarat-sjarat tentng pembelaan diatur dengan undang-undang.
Perubahan Pasal 30
1. Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan
keamanan negara.
2. Usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan
keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Repbulik
Indonesia, sebagai kekuatan utama dan rakyat, segabai kekuatan pendukung.
3. Tentara Nasional Indonesia terdiri atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan
Udara sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan
dan kedaulatan negara.
4. Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan
dan ketertiban masyarakat bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta
menegakkan hukum.

BAB XV. BENDERA DAN BAHASA
BAB XV BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA SERTA LAGU KEBANGSAAN
Pasal 35

Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih.
Pasal 36

Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia.
Pasal 36A
Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.
Pasal 36B
Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya.
Pasal 36C
Ketentuan lebih lanjut mengenai Bendera, Bahasa dan Lambang Negara, serta lagu Kebangsaan diatur
dengan undang-undang.

Sumber:
http://www.geocities.jp/indo_ka/const/uud45_2k.htm


















Di Indonesia, perubahan konstitusi telah terjadi beberapa kali dalam sejarah ketatanegaraan
Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Sejak Proklamasi hingga sekarang
telah berlaku tiga macam Undang-undang Dasar dalam delapan periode yaitu :
1. Periode 18 Agustus 1945 27 desember 1949 (UUD 1945)
2. Periode 27 Desember 1949 17 Agustus 1950 (RIS 1949)
3. Periode 17 Agustus 1950 5 Juli 1959 (UUDS 1950)
4. Periode 5 Juli 1959 19 Oktober 1999 (UUD 1945 amandemen)
5. Periode 19 Oktober 1999 18 Agustus 2000(amandemen ke 1)
6. Periode 18 Agustus 2000 9 November 2001(amandemen ke 2)
7. Periode 9 November 2001 10 Agustus 2002(amandemen ke 3)
8. Periode 10 Agustus 2002 sampai sekarang(amandemen ke 4)
Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) ditetapkan dan disahkan Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945. UUD 1945 terdiri dari :
1. Pembukaan (4 alinea) yang pada alinea ke-4tercantum dasar negara yaitu Pancasila;
2. Batang Tubuh (isi) yang meliputi :
1. 16 Bab;
2. 37 Pasal
3. 4 aturan peralihan;
4. 2 Aturan Tambahan.
3. Penjelasan
UUD 1945 digantikan oleh Konstitusi Republik Indonesia Serikat (Konstitusi RIS) pada 27
Desember 1949, pada 17 Agustus 1950 Konstitusi RIS digantikan oleh Undang-undang Dasar
Sementara 1950 (UUDS 1950).
Dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959, UUD 1945 dinyatakan berlaku kembali di Indonesia hingga
saat ini.
Hingga tanggal 10 Agustus 2002, UUD 1945 telah empat kali diamandemen oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Perubahan UUD 1945 dilakukan pada :
1. Perubahan I diadakan pada tanggal 19 Oktober 1999
Pada amandemen ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 9 pasal yaitu: Pasal 5 ayat (1), 7,
9 ayat (1) dan (2), 13 ayat (2) dan (3),14 ayat (1) dan (2), 15, 17 ayat (2) dan (3), 20 ayat (1), (2),
(3) dan (4), 21 ayat (1).
Beberapa perubahan yang penting adalah :
a) Pasal 5 ayat (1) berbunyi : Presiden memegang kekuasaan membentuk undang-undang dengan
persetujuan DPR. Diubah menjadi : Presiden berhak mengajukan rancangan
b) Pasal 7 berbunyi : Presiden dan wakil presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun,
dan sesudahnya dapat dipilih kembali. Diubah menjadi :Preseiden dan wakil presiden
memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang
sama hanya untuk satu kali masa jabatan.
c) Pasal 14 berbunyi : Presiden memberi grasi, amnesty, abolisi dan rehabilitasi. Diubah
menjadi :
1) Presiden memberi grasi dan rehabili dengan memperhatikan pertimbangan Mahkamah Agung
2) Presiden memberi Amnesti dan Abolisi dengan memperhatikan pertimbangan DPR.
d) Pasal 20 ayat 1 : Tiap-tiap Undang-udang menhendaki persetujuan DPR. Diubah menjadi :
DPR memegang kekuasaan membentuk Undang-undang.
2. Perubahan II diadakan pada tanggal 18 Agustus 2000
Pada amandemen II ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 24 pasal yaitu: Pasal 18 ayat
(1) s/d (7), 18A ayar (1) dan (2), 18B ayat (1) dan (2), 19 ayat (1) s/d (3), 20 ayat (5), 20A ayat
(1) s/d (4), 22A, SSB, 25A, 26 ayat (2) dan (3), 27 ayat (3), 28A, 28B ayat (1) dan (2), 28D ayat
(1) s/d (4), 28E ayat (1) s/d (3), 28F, 28G ayat (1) dan (2), 28H ayat (1) s/d (4), 28I ayat (1) s/d
(5), 28J ayat (1) dan (2), 30 ayat (1) s/d (5), 36A, 36B, 36C.
Beberapa perubahan yang penting adalah :
a. Pasal 20 berbunyi : Tiap-tiap Undang-undang menghendaki persetujuan DPR. Diubah
menjadi : Pasal 20A; DPR memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi pengawasan.
b. Pasal 26 ayat (2) berbunyi : Syarat-syarat yang mengenai kewarganegaraan Negara ditetapkan
dengan Undang-undang. Diubah menjadi : Penduduk ialah warga Negara Indonesia dan orang
asing yang bertempat tinggal di Indonesia
c. Pasal 28 memuat 3 hak asasi manusia diperluas menjadi 13 hak asasi manusia.
3. Perubahan III diadakan pada tanggal 9 November 2001
Pada amandemen III ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 19 pasal yaitu: Pasal 1 ayat
(2) dan (3), 3 ayat (1) s/d (3), 6 ayat (1) s/d (3), 6A ayat (1), (2), (3) dan (5), 7A, 7B ayat (1) s/d
(7), 7C, 8 ayat (1) s/d (3), 11 ayat (2) dan (3), 17 ayat (4), 22C ayat (1) s/d (4), 22D ayat (1) s/d
(4), 22E ayat (1) s/d (3), 23F ayat (1) dan (2), 23G ayat (1) dan (2), 24 ayat (1) dan (2), 24A ayat
(1) s/d (5), 24B ayat (1) s/d (4), 24C ayat (1) s/d (6).
Beberapa perubahan yang penting adalah :
a. Pasal 1 ayat (2) berbunyi : Kedaulatan adalah ditanag rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh
MPR. Diubah menjadi : Kedaulatan berada di tanagn rakyat dan dilaksanakan menurut UUD
b. Ditambah Pasal 6A : Presiden dan wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan secara langsung
oleh rakyat
c. Pasal 8 ayat (1) berbunyi : Presiden ialah orang Indonesai asli. Diubah menjadi : Calon
Presiden dan wakil Presiden harus warga negara Indonesia sejak kelahirannya
d. Pasal 24 tentang kekuasaan kehakiman ditambah:
1) Pasal 24B: Komisi Yudisial bersifat mandiri yang berwenang mengusulkan pengangkatan
hakim agung
2) Pasal 24C : mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir
yang putusannya bersifat final untuk menguji undang-undang terhadap UUD (dan menurut
amandemen IV) UUD 1945, Komisi dan Konstitusi ditetapkan dengan ketentuan MPR bertugas
mengkaji ulang keempat amandemen UUD 1945 pada tahun 2003
4. Perubahan IV diadakan pada tanggal 10 Agustus 2002
Pada amandemen IV ini, pasal-pasal UUD 1945 yang diubah ialah 17 pasal yaitu: pasal-pasal : 2
ayat (1), 6A ayat (4), 8 ayat (3), 11 ayat (1), 16 23B, 23D, 24 ayat (3), 31 ayat (1) s/d (5), 32 ayat
(1) dan (2), 33 ayat (4) dan (5), 34 ayat (1) s/d (4), 37 ayat (1) s/d (5), Aturan Peralihan Pasal I
s/d III, aturan Tambahan pasal I dan II.
Beberapa perubahan yang penting adalah :
a. Pasal 2 ayat (1) berbunyi : MPR terdiri atas anggota-anggota dan golongan-golongan menurut
aturan yang ditetapkan dengan Undang-undang. Diubah menjadi : MPR terdiri atas anggota
DPR dan DPD yang dipilih melalui Pemilihan Umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-
undang.
b. Bab IV pasal 16 tetang Dewan Pertimbangan Agung (DPA) dihapus. Diubah
menjadi : Presiden membentuk suatu dewan pertimbangan yang bertugas memberikan nasihat
dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya diatur dalam Undang-undang
c. Pasal 29 ayat (1) berbunyi : Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa. Pasal ini tetap
tidak berubah (walaupun pernah diusulkan penambahan 7 kata : dengan kewajiban menjalankan
syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya)
d. Aturan Peralihan Pasal III : Mahkamah Konstitusi dibentuk selambat-lambatnya pada 17
Agustus 2003 dan sebelum dibentuk segala kewenangannya dilakukan oleh Mahkamah.














Secara umum terdapat dua macam konstitusi yaitu konstitusi tertulis dan konstitusi tak tertulis.
Dalam hal yang kedua ini, hampir semua negara di dunia memiliki konstitusi tertulis atau
undang-undang dasar (UUD) yang pada umumnya mengatur mengenai pembentukan,
pembagian wewenang dan cara bekerja berbagai lembaga kenegaraan serta perlindungan hak
azasi manusia.
Negara yang dikategorikan sebagai negara yang tidak memiliki konstitusi tertulis adalah Inggris
dan Kanada. Di kedua negara ini, aturan dasar terhadap semua lembaga-lembaga kenegaraan
dan semua hak azasi manusia terdapat pada adat kebiasaan dan juga tersebar di berbagai
dokumen, baik dokumen yang relatif baru maupun yang sudah sangat tua seperti Magna Charta
yang berasal dari tahun 1215 yang memuat jaminan hak-hak azasi manusia rakyat Inggris.
Karena ketentuan mengenai kenegaraan itu tersebar dalam berbagai dokumen atau hanya hidup
dalam adat kebiasaan masyarakat itulah maka Inggris masuk dalam kategori negara yang
memiliki konstitusi tidak tertulis.
Pada hampir semua konstitusi tertulis diatur mengenai pembagian kekuasaan berdasarkan
jenis-jenis kekuasaan, dan kemudian berdasarkan jenis kekuasaan itu dibentuklah lembaga-
lembaga negara. Dengan demikian, jenis kekuasaan itu perlu ditentukan terlebih dahulu, baru
kemudian dibentuk lembaga negara yang bertanggung jawab untuk melaksanakan jenis
kekuasaan tertentu itu.
Beberapa sarjana mengemukakan pandangannya mengenai jenis tugas atau kewenangan itu,
salah satu yang paling terkemuka adalah pandangan Montesquieu bahwa kekuasaan negara itu
terbagi dalam tiga jenis kekuasaan yang harus dipisahkan secara ketat. Ketiga jenis kekuasaan
itu adalah : 1) kekuasaan membuat peraturan perundangan (legislatif); 2) kekuasaan
melaksanakan peraturan perundangan (eksekutif) dan kekuasaan kehakiman (judikatif).
Pandangan lain mengenai jenis kekuasaan yang perlu dibagi atau dipisahkan di dalam
konstitusi dikemukakan oleh van Vollenhoven dalam buku karangannya Staatsrecht over Zeel.
Ia membagi kekuasaan menjadi empat macam yaitu :1) pemerintahan (bestuur); 2) perundang-
undangan; 3) kepolisian dan 4)pengadilan. Van Vollenhoven kemungkinan menilai kekuasaan
eksekutif itu terlalu luas dan karenanya perlu dipecah menjadi dua jenis kekuasaan lagi yaitu
kekuasaan pemerintahan dan kekuasaan kepolisian. Menurutnya kepolisian memegang jenis
kekuasaan untuk mengawasi hal berlakunya hukum dan kalau perlu memaksa untuk
melaksanakan hukum.
Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Azas-azas Hukum Tata Negara di Indonesia mendukung
gagasan Van Vollenhoven ini, bahkan ia mengusulkan untuk menambah dua lagi jenis
kekuasaan negara yaitu kekuasaan Kejaksaan dan Kekuasaan untuk memeriksa keuangan
negara untuk menjadi jenis kekuasaan ke-lima dan ke-enam.
Berdasarkan teori hukum ketatanegaraan yang dijelaskan diatas maka dapat disimpulkan
bahwa jenis kekuasaan negara yang diatur dalam suatu konstitusi itu umumnya terbagi atas
enam dan masing-masing kekuasaan itu diurus oleh suatu badan atau lemabaga tersendiri
yaitu:
1. kekuasaan membuat undang-undang (legislatif)
2. kekuasaan melaksanakan undang-undang (eksekutif)
3. kekuasaan kehakiman (judikatif)
4. kekuasaan kepolisian
5. kekuasaan kejaksaan
6. kekuasaan memeriksa keuangan negara







Sejarah Pembentukan Mahkamah Konstitusi
Sejarah berdirinya lembaga Mahkamah Konstitusi (MK) diawali dengan diadopsinya ide MK
(Constitutional Court) dalam amandemen konstitusi yang dilakukan oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) pada tahun 2001 sebagaimana dirumuskan dalam
ketentuan Pasal 24 ayat (2), Pasal 24C, dan Pasal 7B Undang-Undang Dasar 1945 hasil
Perubahan Ketiga yang disahkan pada 9 Nopember 2001. Ide pembentukan MK
merupakan salah satu perkembangan pemikiran hukum dan kenegaraan modern yang
muncul di abad ke-20.



Suasana sidang MPR pada saat pengesahan Perubahan Ketiga


Setelah disahkannya Perubahan Ketiga UUD 1945 maka dalam rangka menunggu
pembentukan MK, MPR menetapkan Mahkamah Agung (MA) menjalankan fungsi MK untuk
sementara sebagaimana diatur dalam Pasal III Aturan Peralihan UUD 1945 hasil
Perubahan Keempat.DPR dan Pemerintah kemudian membuat Rancangan Undang-
Undang mengenai Mahkamah Konstitusi. Setelah melalui pembahasan mendalam, DPR
dan Pemerintah menyetujui secara bersama UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi pada 13 Agustus 2003 dan disahkan oleh Presiden pada hari itu (Lembaran
Negara Nomor 98 dan Tambahan Lembaran Negara Nomor 4316).Dua hari kemudian,
pada tanggal 15 Agustus 2003, Presiden melalui Keputusan Presiden Nomor 147/M Tahun
2003 hakim konstitusi untuk pertama kalinya yang dilanjutkan dengan pengucapan sumpah
jabatan para hakim konstitusi di Istana Negara pada tanggal 16 Agustus 2003.Lembaran
perjalanan MK selanjutnya adalah pelimpahan perkara dari MA ke MK, pada tanggal 15
Oktober 2003 yang menandai mulai beroperasinya kegiatan MK sebagai salah satu cabang
kekuasaan kehakiman menurut ketentuan UUD 1945.

Anda mungkin juga menyukai