Anda di halaman 1dari 14

Menelisik Akar Korupsi dalam Era Globalisasi

Ekonomi di Indonesia
Perekonomian Indonesia memang sudah dididik untuk terus berutang
dengan luar negeri sejak zaman Soekarno menjabat sebagai presiden. Hutang
terhadap luar negeri ini memicu ketergantungan kita terhadap luar negeri. Untung
saja desentralisasi kini telah diterapkan. Sistem itu membuat setiap daerah di
Indonesia terbiasa mandiri. Namun hal itu tak lantas membuat kemakmuran rakyat
Indonesia membaik. Justru sebaliknya, kesenjangan sosial masih terlihat jelas.
Bahkan di kota besar yang notabene sudah maju masih saja ada kalangan
masyarakat yang sangat memprihatinkan. Pengangguran, pengamen, gelandangan,
pemukiman kumuh adalah pemandangan yang biasa terlihat di Jakarta.
Belum lagi di daerah-daerah terpencil, masih banyak daerah yang
tertinggal. Daerah yang belum tersentuh pembangunan bahkan aliran listrik
sekalipun menjadi bukti pembangunan yang masih belum merata. Pemerintah
yang bermaksud mendesentralisasikan ekonomi bangsa justru disalahgunakan
oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Kekayaan alam yang dimiliki
bangsa kita justru dikeruk dalam-dalam oleh pihak asing. Dengan bodohnya
banyak kontrak telah disepakati oleh pemerintah daerah dengan pihak asing yang
justru merugikan rakyat setempat. Keuntungannya hanya dinikmati oleh
golongan tertentu saja.
Korupsi di Indonesia sudah merajalela apalagi sejak adanya sistem
desentralisasi. Korupsi turut terdesentralisasi. Mencuatnya kasus korupsi justru
dijadikan hal yang membanggakan. Aparat penegak hukum bangga dengan kasus-
kasus yang dapat terselesaikan. Sementara yang tidak? Merekapun bangga
memakai barang-barang mewah hasil perasannya terhadap tersangka korupsi yang
melenggang bebas.
Buruknya penegakkan hukum di Indonesia ternyata bukan menjadi satu-
satunya akar permasalahan. Kegiatan perekonomian yang kurang sehat menjadi
alasan yang lain. Tidak dipungkiri, liberalisme dan kapitalisme telah memasuki
kehidupan ekonomi bangsa kita. Satu persatu sendi hukum yang dimiliki
Indonesia tentang sistem perekonomian turut runtuh. Hal itu menjadi penyebab
sering naiknya harga suatu komoditas karena mekanisme pasar yang sudah tidak
dijalankan lagi. Beberapa produsen memonopoli produk tertentu sehingga dapat
menentukan harga sesuka hatinya.
Bukannya makin sehat, adanya perusahaan-perusahaan baru justru
semakin terjadi persaingan yang alot. Praktek monopoli di Indonesia memang
sudah tidak bisa dihindari lagi. Bahkan instrumen hukum kita ikut menukungnya.
Sebagai bukti dalam pasal 33 UUD 1945 bahwa bumi, air , dan kekayaan alam
yang terkandung di dalamnya serta cabang-cabang produksi yang menguasai hajat
hidup orang banyak dimonopoli oleh negara.
Monopoli yang halal dilakukan oleh Negara menjadi ancaman kuat
terhadap terjadinya penyimpangan. Beberapa BUMN yang kini telah diprivatisasi
adalah salah satu penyimpangannya. Hal itu semakin menunjukkan bahwa
perekonomian Indonesia mencita-sitakan neo liberalisme. Penyelewengan lain
yang terjadi adalah saat sistem tender dilakukan. Kasus RR yang tempo lalu
terjadi dalam rumah tangga skk migas adalah buktinya. Pengawasan yang tidak
diiringi dengan peran serta setiap pihak menjadi sia-sia.
Pemerintah telah menanggulangi adanya praktek monopoli dengan
mengeluarkan UU No. 5 Tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan
persaiangan usaha tidak sehat. Namun, praktek kartel masih kerap terjadi.
Nyatanya kiblat dari frase persaingan usaha tidak sehat tidak hanya ditentukan
oleh faktor formil saja. Secara materil yaitu apakah sudah merugikan
pesaing/konsumen atau belum lebih dikedepankan. Jika keseimbangan antara
supply and demand belum terwujud maka benar-benar dapat menghancurkan
persaingan pasar. Setelah hal itu terjadi, monopoli baru dikatakan sudah terjadi.
Menutupi adanya monopoli, pelaku usaha sering melakukan tawar-
menawar kebijakan. Hal ini dilakukan agar rencana berjalan mulus. Peraturan
yang ada dikesampingkan atau dibiaskan menjadi seolah tidak ada. Hal semacam
ini justru memicu runtuhnya sendi-sendi pemerintahan. Ini karena kemakmuran
rakyat tidak lagi diperhatikan. Keadaan perekonomian negara secara mikro
maupun makro pun menjadi kacau.
Parahnya birokrasi di dalam maupun di luar pemerintahan Indonesia
menjadi hal yang pantas dipermalukan. Seharusnya pejabat publik yang memiliki
tanggung jawab penuh terhadap kesejahteraan rakyat mampu mewujudkannya.
Namun kenyataannya kesejahteraan rakyat golongan tertentu saja yang
diperhitungkan, termasuk kesejahteraan dirinya sendiri. Asas good governance
yang digadang-gadang menjadi pedoman setiap langkah kerja pemerintah
seharusnya mampu dipertahankan. Komitmen setiap elemen pemerintah adalah
kunci dari segalanya.
Selain kita mempermasalah buruknya sistem birokrasi di Indonesia yang
menjadikannya rentan terhadap korupsi kita juga harus menelik sistem konstitusi
kita yang terkesan longgar, terutama tentang pengaturan masalah ekonomi. Kita
mengetahui bersama bahwa dalam konstitusi kita yaitu UUD 1945 pengaturan
masalah ekonomi hanya tertuang pada Pasal 33 Bab XIV Tentang Perekonomian
Nasional dan Kesejahteraan Sosial yang sebenarnya bahwa pengaturan tersebut
hanya bersifat fleksibel atau bahkan hanya memuat rambu-rambu filosofis yang
bersifat implisit saja.
Ekonomi memang harus dibiarkan terus bergerak bebas sesuai pasar,
namun pengambilan kebijakannya ini yang harus kita batasi. Apabila tidak, maka
tidaklah salah kaum elit politik kita dengan cekatannya dapat mempermainkan
suatu konstitusi ataupun peraturan perundang-undangan melalui suatu kebijakan
ekonomi yang notabene sebenarnya hal itu hanya digunakan untuk kepentingan
pribadi. Maka tak heran jika sebagian besar kasus korupsi di Indonesia terjadi di
sektor yang tidak jauh dari sektor kebijakan ekonomi.
Dapat kita ambil contoh yang mudah saja yaitu misal kasus korupsi daging
import. Kebijakan import yang secara kasat mata atau menurut kacamata ekonomi
dapat menjadi solusi untuk menekan kelangkaan adan dapat menekan harga
daging tapi justru digunakan sebagai lahan basah korupsi besar-besaran. Dan
korbannya adalah masyarakat kecil yang kini tak bisa lagi dengan mudah
menikmati daging. Andai saja konstitusi kita secara tegas mengatur bagaimana
seharusnya kebijakan ekonomi itu diambil maka kondisi mungkin lain.
Buruknya situasi di dalam di negeri ini dalam menyikapi masalah korupsi
di bidang kebijakan ekonomi ternyata masih juga ditambah permasalahan atau
tekanan-tekanan dari luar atau yang biasa kita sebut globalisasi. Begitu kuatnya
tekanan ekonomi global saat ini maka mengakibatkan negara-negara harus survive
dalam menjaga kestabilan ekonomi dalam negerinya. Sungguh heran rupanya,
Indonesia yang padahal sudah merdeka sejak tahun 1945 lalu hingga kini masih
saja mengalami masalah dengan kedaulatan ekonomi. Indonesia seolah-olah plin-
plan dalam mengurus ekonomi dalam negerinya. Bahkan anehnya terkesan latah
dan mau saja mengikuti anjuran dan tawaran-tawaran dari negara-negara maju.
Para pengambil kebijakan itu kebanyakan pura-pura untuk salah kaprah
dalam menanggapi globalisasi ini. Mereka menganggap globalisasi adalah
masalah yang urgent dan harus segera membuat kebijak dengan cepat untuk
menanggulanginya. Dan pada titik inilah kesempatan lebar bagi pengeruk
kekayaan negera terbuka. Di tengah kepanikan selalu saja ada oknum yang
memperkeruh suasana dan mengambil keuntungan. Kita seolah dibutakan dengan
globalisasi. Seolah kebijakan dalam rangka globalisasi adalah kebijakan yang baik
bagi negeri. Tapi kenyataan ternyata tidak.
Perekonomian nasional dari waktu ke waktu justru semakin jauh dari cita-
cita kemerdekaan, yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Buktinya,
sebagian besar masyarakat Indonesia tercekam dalam kondisi yang serba
kekurangan dan sempitnya lapangan kerja. Adapun pekerjaan itu hanya bisa
menghidupi secara minimal (subsisten), seperti di sektor pertanian, perikanan,
kehutanan, sektor informal, dan buruh industri. Apalagi dalam perspektif
internasional, Indonesia menjadi pasar yang empuk bagi produk-produk asing.
Bahkan untuk komoditas pertanian sekalipun, Indonesia juga kalah padahal negeri
ini terkenal dengan semboyan gemah ripah loh jinawinya. Inilah nasib buruk yang
dialami rakyat selama sekian puluh tahun. Semakin kita terbawa globalisasi maka
sebenarnya negeri ini sedikit-demi sedikit digerogoti oleh tangan-tangan kotor
gurita sang pembuat kebijak ekonomi ini. Pejabat pengambil kebijakan harusnya
berfikir lebih jernih dan arif dalam setiap pengambilan kebijakan ekonomi yang
terkait globalisasi.
Efek dari globalisasi yang terus merongrong negeri seperti terus
mengakibatkan berbagai permasalahan-permasalahan yang mendukung terjadinya
korupsi di sektor kebijakan ekonomi. Bagaimana tidak, dimana ada kata
globalisasi maka sepertinya kata liberalisasi dan kapitalisasi juga terus mengikuti.
Kedaulatan ekonomi yang mulai tergerus globalisasi kini juga harus siap
mendapat tekanan liberalisasi dan kapitalisasi. Sebagai bukti nyata bahwa
keberadaan liberalisasi dan kapitalisasi sangat mengganggu kedaulatan ekonomi
adalah bahwa begitu banyaknya sumber kekayaan negeri ini yang dikuasai oleh
pihak swasta bahkan pihak asing. Padahal dengan jelas dalam konstitusi yaitu
UUD 1945 pasal 33 ayat 3 menyebutkan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam
yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Sungguh suatu ironi yang begitu gampang kita lihat. Kehidupan rakyat
begitu mencolok melarat dibanding sang penguasa pertambangan Indonesia.
Negara sepertinya sudah kehabisan akal untuk melindungi segenap kekayaannya
untuk tidak dikuasai pihak swasta atau asing. Alih-alih untuk menanggulangi
globalisasi atau dengan alasan agar perekonomian kita tidak kalah dengan
ekonomi global, Indonesia justru secara terang-terangan terus memberikan
kenyamanan kepada investor swasta dan asing untuk menguasai lumbung-
lumbung kekayaan negeri. Sesuai amanat konstitusi kita, negara seharusnya dapat
menguasai cabang-cabang produksi yang penting. Inilah bukti bahwa kebijakan
ekonomi yang terpapar pengaruh liberalisasi dan kapitalisasi sunggung merugikan
negara sendiri.
Setelah kita menyoroti permasalahan tentang sistem yaitu birokrasi dan
konstitusi yang menjadikan rentannya kebijakan ekonomi dijadikan lahan korupsi
maka kita sampai pada titik mengenai sumber daya pembuat kebijakannya. Tidak
bisa dipungkiri apabila jika sebaik apapun suatu sistem dibuat namun sumber
daya manusia yang mengelolanya kurang cakap maka sebenarnya sistem itu hanya
akan sia-sia. Dalam konteks ini pada kenyataannya adalah pejabat yang membuat
kebijakan belum memiliki sikap etika yang jujur dan profesional. Mereka
cenderung hanya memikirkan kepentingan pribadi dari pada kepentingan
masyarakat yang diwakilinya.
Kondisi politik yang penuh gesekan membuat pejabat berlomba-lomba
untuk mempertahankan posisi pentingnya. Dalam mempertahankan posisi tersebut
tak jarang pejabat atau politikus menggunakan cara-cara yang licik. Karena bagi
mereka semakin lama menduduki jabatan maka semakin banyak pula kekayaan
yang di timbun dari kongkalikong kebijakan yang dibuatnya.
Semua kekacauan tadi benar-benar nyata terjadi walaupun kita terkadang
tak menyadarinya. Dengan demikian maka jelas bahwa Indonesia tidak sedang
baik-baik saja. Bagaimana tidak, segala sendi-sendi perekonomian bangsa
dikorupsi. Pilar-pilar penopang kesejahteraan digerogoti. Lalu apa lagi dari bangsa
ini yang dapat disembunyikan dari ancaman koruptor. Koruptor kini datang tidak
hanya berasal dari orang-orang berdasi rapi, kini koruptor juga berasal dari orang-
orang yang memakai seragam dengan lambang pangkat berbintang di dadanya.
Ada juga koruptor yang memakai peci ketika beraksi. Sunggung seragam-seragam
yang seharusnya berada di belakang rakyat ketika rakyat dalam kegelisahan atas
kesejahteraan yang semakkin menjauh dari angan-angan.
Demikian tadi merupaka suatu analisis mengenai permaslahan yang
sedang dihadapi bangsa ini yaitu permasalahan korupsi di sektor jual beli
kebijakan ekonomi. Maka dapatlah kita ambil keputusan bahwa sebenarnya negeri
ini tidak sedang baik-baik saja. Negeri ini masih terjebak korupsi yang sudah
menggurita, yang menggerogoti lumbung-lumbung kekayaan bangsa tanpa
ampun. Korupsi adalah kata yang sangat ironi, yang menggugah nurani untuk
menghela nafas sejenak sambil memikirkan kehancuran yang dapat
ditimbulkannya. Begitu juga dengan kata koruptor, kata yang merujuk pada
sesesorang yang nuraninya busuk sehingga tanpa belas kasih terus-menerus
menghisap uang rakyat.
Dengan demikian dapatlah kita ambil kesimpulan bahwa korupsi harus
kita musnahkan dari negeri ini. Korupsi sangat-sangat merugikan bangs karena
menimbulkan akibat-akibat kronis. Berikut adalah dampak korupsi menurut Prof.
Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum.
Pertama, korupsi dianggap merusak demokrasi. Kedua, korupsi dianggap
merusak aturan hukum. Ketiga, korupsi dapat menggangu pembangunan
berkelanjutan. Keempat dari korupsi adalah merusak pasar. Kelima,
korupsi dapat merusak kualitas hidup. Keenam atau yang terakhir,
korupsi dianggap melanggar hak-hak asasi manusia.
1

Tindakan represif dalam menindak kejahatan korupsi tidaklah cukup dengan
menghukum pelaku kejahatan dengan pidana penjara saja. Kita lihat kondisi
faktual yang ada sekarang bahwa sepertinya penjatuhan pidana terhadap koruptor
kurang menemui efek jera. Hukuman-hukuman yang diterima korup terkesan
ringan dan tidak sebanding dengan kerugian negara yang ditimbulkannya. Bahkan
sekarang ini timbul perspektif di masyarakat, betapa enaknya menjadi koruptor.
Korupsi ber- milyaran hanya dihukum beberapa taun, dan setelah bebas masih
dapat menempuh hidup yang serba mewah dengan uang sisa dari kejahatan
korupsi. Hukuman yang terkesan ringan inilah yang menjadi faktor sulit
diberantasnya koruptor.
Dengan demikian, seharusnya penegak hukum mulai beralih untuk
memikirkan bagaimana caranya agar koruptor ini menjadi jera, yaitu salah satunya
dengan memiskinkan koruptor. Bukan saatnya lagi mengejar koruptor untuk
dimasukkan ke penjara, namun sudah saatnya menggunakan konsep follow the
money yaitu mengejar uang hasil kejahatan korupsi agar dapat dikembalikan ke

1
Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum. Pembuktian terbalik dalam pengembalian
asset kejahatan korupsi.Pidato pengukuhan jabatan guru besar.
dalam kas negara dan dapat digunakan untuk hal yang bermanfaat bagi
masyarakat.
Sebenarnya mekanisme hukum kita sudah memungkin untuk melakukan
hal tersebut, yaitu menggunakan Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Dalam UU TPPU terdapat berbagai
mekanisme yang tujuan mutlaknya adalah untuk mengembalikan aset hasil
kejahatan. Dengan demikian seharusnya UU TPPU ini dapat dijadikan cambuk
bagi para koruptor untuk menimbulkan suatu kejeraan.
Kini kita mendorong agar aparat penegak hukum dapat
mengkombinasikan antara UU TIPIKOR dan UU TPPU dalam mengadili
koruptor. Dengan kombinasi tersebut saya yakin tidak ada celah lagi untuk
koruptor dapat menikmati hidupnya dengan uang atau kekayaan hasil korupsi.
Kemudian dari pada itu, Indonesia harus segera membuat pengaturan khusus
tersendiri tentang mekanisme perampasan aset agar lebih mempermudah
mekanisme asset recovery stollen yaitu dengan sarana undang-undang. RUU
tentang perampasan aset ini yang harus segera diundangkan dan diterapkan di
Indonesia. Bagi pembuat undang-undang seharusnya dapat menyelesaikan tugas
tersebut segera, mengingat urgensinya di Indonesia dan telah komprehensifnya
kajian yang dilakukan.
Menjawab permasalahan tentang lemahnya konstitusi dalam memberikan
pengaturan mengenai bagaimana seharusnya kebijkan ekonomi itu diambil, maka
munculah suatu ide, bagaimana memperkuat peran konstitusi dalam kebijakan
ekonomi. Ide tersebut terealisasikan dengan memasukkan ekonomi ke dalam
konstitusi atau lebih tepatnya mewujudkan konstitusi ekonomi di Indonesia.
Bagaimanapun juga ekonomi terus berkembang seiring dengan perkembangan
zaman. Seyogyanya ekonomi harus dibiarkan bebas. Namun, kebijakan dalam
menanggulangi ekonomi bebas inilah yang harus kita batasi. Bagaimanapun pula
ekonomi adalah suatu mekanisme perencanaan dan yang akan memutuskan ke
dalam suatu kebijakan adalah politik. Politik jika tidak dibatasi maka akan terjadi
kesewenang-wenangan yang akibatnya bukan kebijakan ekonomi yang baik kita
dapatkan namun kebijakan yang penuh dengan kepentingan.
Jangan biarkan ekonomi memutuskan segala sesuatu dengan logikanya
sendiri. Politik juga tidak boleh dibiarkan memutuskan nasib seluruh anak
negeri hanya dengan logikanya sendiri. Inilah hakikat makna bahwa
negara kita adalah negara demokrasi konstitusional, Negara Hukum,
Rechtsstaat, the Rule of Law, not of Man.
2

Keyakinan diataslah yang mendorong bagaimana hukum seharusnya
memberikan batasan-batasan serta memberikan jaminan keberlangsungan
kebijakan ekonomi. Kemudian, agar dapat menimbulkan kepastian hukum yang
tertinggi maka sperti yang telah kita bicarakan tadi maka perlulah memasukkan
ekonomi ke dalam konstitusi yang merupakan kontrak sosial tertinggi dalam suatu
negara.
Gagasan mengenai hal atau aspek apa saja yang seharusnya dimasukkan
ke dalam konstitusi ekonomi sebenarnya telah lama di bahas oleh Prof. Dr. Jimly
Asshiddiqie, SH. Beliau memberikan penjelasan yang termasuk rinci, yaitu hal
atau aspek yang bisa diatur adalah sebagai berikut.
(i) Pembagian kewenangan horizontal antara legislatif-eksekutif dan
pembagian kewenangan vertikal antar pusat-daerah mengenai berbagai
kebijakan, seperti:
(a) kebijakan moneter;
(b) kebijakan perbankan; dan
(c) kebijakan perpajakan dan tariff;
(ii) Ketentuan-ketentuan yang mengatur hal-hal dimana monopoli
diperbolehkan dan kompetisi dapat ditiadakan atau tidak diperlukan,
seperti tugas dan tanggungjawab yang berkenaan dengan pembangunan
berbagai infrastruktur dan intervensi langsung dalam kebijakan:
(a) penentuan harga;
(b) pengaturan pasar;

2
Prof. Dr. Jimmly Assiddiqie, S.H. Memperkenalkan Gagasan Konstitusi Ekonomi.Ceramah
disampaikan dalam Seminar yang diadakan oleh Universitas Trisakti, Jakarta, 12 Juli 2012.
(c) pengelolaan ekonomi;
(d) pembiayaan berbagai program subsidi; dan
(iii)Ketentuan mengenai kepemilikan oleh negara (the ownership capacity
of the state), dan lain-lain sebagainya;
(iv) Ketentuan-ketentuan lain yang juga biasa dimuat ialah mengenai:
(a) perburuhan dan ketenagakerjaan;
(b) kekayaan energi, sumber daya alam dan mineral;
(c) perbendaharaan negara;
(d) pemeriksaan keuangan dan tanggungjawab pengelolaan keuangan
negara;
(e) anggaran pendapatan dan belanja negara dan daerah;
(f) dan lain-lain sebagainya;
(v) Ketentuan mengenai hak-hak asasi manusia dan hak konstitusional
warga negara di bidang perekonomian, seperti:
(a) hak-hak dasar manusia (fundamental rights);
(b) kebebasan atas hak milik pribadi (right to property);
(c) kebebasan dan kesemptan yang sama dalam bekerja (right to
occupation);
(d) kebebasan dan kesempatan yang sama dalam berusaha;
(v) Ketentuan mengenai kewajiban dan tanggungjawab
negara/pemerintah untuk memenuhi hak-hak asasi manusia dan hak
konstitusional warga negara serta menjalankan atau tidak menjalankan
kebijakan dalam rangka memenuhi hak-hak tersebut;
(vi) Ketentuan mengenai organ-organ atau institusi-institusi yang akan
melaksanakan kewajiban dan tanggungjawab negara/pemerintahan
tersebut di atas.
3

Sepaham dengan pendapat Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH., walaupun
memang aspek tersebut terlalu rinci dan tidaklah mungkin jika semuanya
dituangkan ke dalam konstitusi yang rigit karena sebagian aspek tersebut juga
membutuhkan fleksibelitas. Namun demikian paling tidak kita dapat mengambil

3
Ibid
pelajaran bahwa ketika aspek kebijakan ekonomi dituangakan ke dalam konstitusi,
maka rasa keterjaminan akan muncul dan akan membatasi kesewenang-wenangan
pengambil kebijakan. Konstitusi ekonomi tidaklah harus detail dan menyeluruh,
hanya dibutuhkan norma-norma pokok saja agar secara keseluruhan kebijakan
ekonomi yang akan dibuat benar-benar dapat mewujudkan kedaulatan ekonomi di
Indonesia.
Dengan menempatkannya hal atau aspek tersebut sebagai norma-norma
konstitusi, maka ketentuan-ketentuan konstitusional perekonomian itu mempunyai
posisi yang dapat memaksa untuk dipakai sebagai standard rujukan dalam semua
kebijakan ekonomi. Dan jika apabila terjadi pertentangan,gampangnya kebijakan
yang demikian dapat dituntut untuk dibatalkan melalui proses peradilan yang sah
yaitu melalui Mahkamah Konstitusi. Dengan demikian, ekonomi dapat diharapkan
berperan dalam membuat perhitungan dan perencanaan,kemudian yang tetap
memutuskan adalah politik. Tetapi politik yang berdasarkan ketentuan hukum
sesuai dengan apa yang sudah disepakati bersama melalui konstitusi sebagai
kontrak sosial tertinggi.
Dalam pembuatannya, konstitusi ekonomi juga harus berkiblat pada
ekonomi kerakyatan . Pasal dalam UUD 1945 pun jelas menerangkan tiga hal
yang paling mendasar, yaitu setiap orang berhak mendapatkan pekerjaan yang
layak, fakir miskin dan anak telantar dipelihara oleh negara, dan perekonomian
disusun berdasarkan asas kekeluargaan.
Ekonomi rakyat yang mana? Tentu saja tidak membeda-bedakan tiap
golongan, karena pada dasarnya setiap warga negara itu sama. Keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia menjadi hal yang sangat diperhatikan karena itulah
dasar negara kita, cita-cita bangsa kita. Sehingga apabila ada salah satu pihak
yang melakukan hal-hal dalam kapasitasnya untuk memonopoli kegiatan
perekonomian kita, sudah selayaknya hal itu tidak bisa dibiarkan.

Begitu juga dengan keluhuran yang ada pada diri masing-masing rakyat
yang seharusnya lebih mengedepankan etika daripada kepastian hukum. Karena
melalui etika-lah terbentuk masyarakat yang aman dan tentram. Ekonomi
kerakyatan dapat diartikan dengan saling berbagi pada sesama. Jika semua ini
dapat dilakukan, sudah barang tentu tidak ada lagi kesenjangan sosial yang berarti.

Kata Kunci : Ekonomi, Konstitusi , Globalisasi.

Daftar Pustaka
- Prof. Dr. Edward Omar Sharif Hiariej, S.H., M.Hum. Pembuktian terbalik
dalam pengembalian asset kejahatan korupsi.Pidato pengukuhan jabatan
guru besar.
- Prof. Dr. Jimmly Assiddiqie, S.H. Memperkenalkan Gagasan Konstitusi
Ekonomi.Ceramah disampaikan dalam Seminar yang diadakan oleh
Universitas Trisakti, Jakarta, 12 Juli 2012.























1. Nama : Eka Nanda Ravizki
Alamat : Jl Toba A VIII no 1 Blitar
TTL : Malang, 18 Desember 1993
Institusi : Kastrat DEMA JUSTICIA FH UGM
No.HP : 085755125001
No Rek : 9000009686917
2. Nama : Nuresti Tristya Astarina
Alamat : Jl Kenanga Rt01/01 Kemukus, Gmb, Kebumen.
TTL : Kebumen, 8 Desember 1993
Institusi : Kastrat DEMA JUSTICIA FH UGM
No.HP : 085647627559

Anda mungkin juga menyukai