NIM : 102010341 Kelompok : A5 09 November 2012 Fakultas Kedokteran Universistas Kristen Krida Wacanana Jl. Arjuna Utara No. 6 Jakarta 11510
Pendahuluan Sindrom metabolik adalah kumpulan dari berbagai faktor risiko yang termasuk obesitas sentral, dislipidemia, hipertensi dan peningkatan glukosa darah puasa yang ditandai dengan kenaikan risiko diabetes mellitus tipe dua dan penyakit kardiovaskuler. Sindrom ini pada awalnya diperkenalkan Reaven pada tahun 1988 dengan nama sindrom X atau Reaven atau sindrom resistensi insulin dengan adanya kumpulan faktor resiko yang terdiri dari hipertensi, intoleransi glukosadan dislipidemia. Pada tahun 1999, WHO mengubahnya menjadi sindrom metabolik dengan kumpulan faktor risiko yang terdiri dari hiperinsulinemia, dislipidemia, obesitas sentral dan mikroalbuminuria dengan resistensi insulin sebagai titik sentral dari komponen faktor resiko.
Email : jescoblue_91@hotmail.com ANAMNESIS Anamnesis merupakan salah satu petunjuk utama untuk membantu dalam mendiagnosa suatu penyakit. Oleh karena itu, anamnesis harus dilakukan dengan baik dan profesional. Identitas merupakan hal pertama yang harus dipenuhi, kemudian dilanjutkan dengan memahami keluhan utama pasien, lalu riwayat penyakit pasien (sekarang dan dahulu), riwayat keluarga, riwayat kehamilan, riwayat kelahiran, riwayat sosial keluarga, dan lainnya.
1. Apakah sering makan makanan berlemak, makan makanan dengan pemanis buatan? 2. Apakah ada keluhan lain seperti demam, mual muntah? 3. Apakah bapak pernah mengukur lingkar pinggang? Jika ya, apakah lebih dari 90 cm? 4. Apakah malam hari bapak sering terbangun untuk BAK? Jika ya, berapa kali frekunsi berkemih dalam semalam? 5. Apakah ada perubahan pola makan? 6. Apakah bapak memiliki riwayat tekanan darah tinggi? 7. Apakah bapak merokok, minum alcohol, mengkonsumsi obat-obatan? 8. Apakah bapak memiliki riwayat alergi seperti asma? 9. Apakah bapak sebelumnya pernah mengidap penyakit berat seperti sakit jantung, sakit ginjal? 10. Apakah di keluarga bapak ada yang memiliki gejala serupa? 11. Apakah bapak rajin berolahrga rutin? 12. Apakah bapak pernah melakukan medical check up?
PEMERIKSAAN FISIK 5 1. Inspeksi A. Dimulai dari posisi berdiri yang umumnya disebelah kanan tempat tidur pasien, lakukan inspkesi abdomen. Ketika memeriksa kontur abdomen dan mengamati gerakan peristatik, ada baiknya jika anda membungkuk atau duduk agar dapat melihat abdomen secara tangensial Setelah melakukan inspeksi menyeluruh dan keadaan sekitarnya secara cepat, perhatikan abdomen untuk memeriksa berikut ini : Apakah abdomen dapat bergerak tanpa hambatan ketika pasien bernapas? Apakah pasien menderita nyeri abdominal yang nyata? apakah pasien menderita iritasi peritoneum, yaitu pergerakan abdomen menjadi terbatas? Apakah terdapat jaringan parut akibat operasi sebelumnya? Apakah terdapat distensi abdominal yang nyata? Apakah terdapat vena-vena yang berdilatasi? Apakah terdapat gerakan peristaltik yang dapat terlihat? Apakah terdapat kelainan-kelainan yang dapat terlihat (ruam dan lesi)? Apakah bagiang pinggang terlihat menonjol/ terdapat benjolan setempat? Apakah abdomen simetris?
B. Distensi yang menyeluruh umumnya disebabkan oleh lemak, cairan, janin, atau udara sedangkan penyebab dari pembengkakan yang terlokalisasi, antara lain hernia atau pembesaran organ tertentu. Pada distensi abdomen yang menyeluruh, terutama jika disebabkan oleh asites, umbilicus dapat menonjol.
C. Amati peristatis dan pulsasi. Pada peristatism amati selama beberapa menit jika anda mencurigai adanay kemungkinan obstruksi intestinal. Peristatis dapat terlihat secara normal pada orang yang sangat kurus. Sedangkan pulsasi aorta yang normal sering terlihat didaerah episgastrium.
2. Palpasi Abdomen harus diperiksa secara sistematis terutama pada pasien yang menderita nyeri abdomen. Selalu tanyakan kepada pasien letak nyeri yang dirasa maksimal dan periksa bagian tersebut paling akhir. Isi abdomen dapat bergerak, semi solid, tersembunyi dibalik organ lain, pada dinding posterior abdomen. Lakukan palpasi pada setiap kuadran secara berurutan yang awalanya dilakukan tanpa penekanan yang berlebihan dan dilanjutkan dengan palpasi secara dalam (jika tidak, terdapat area nyeri yang diderita atau diketahui). Kemudian lakukan palpasi secara khusus terhadap beberapa organ. Ketika meraba organ intraabdomen yang membesar, bagian tepi organ sering teraba daripada badan konsistensi antara organ tersebut dengan organ sekitarny tepi. Tepi organ dapat diketahui dengan lebih mudah jika pemeriksa meminta pasien untuk mengambil nafas agak dalam sehingga organ-organ tersebut bergerak. Ketika meraba organ intraabdomen yang sedang bergerak saat pasien bernafas, jangan menekan tangan yang meraba terlalu dalam pada saat pasien bernafas agar memungkinkan organ yang bergerak tersebut menyentuh jemari anda. Jika terdapat pembengkakan abnormal dan pada waktu palapasi tidak menimbulkan nyeri, tentukan keadaan dan karateristiknya. Jika pembengkakakan berdenyut (kemungkinan aneurisma), jangan melakukan pemeriksaan indentabilitas.
3. Perkusi Perkusi berfungsi (khususnya pasien gemuk) untuk memastikan adanya pembesaran beberapa organ seperti hati, limpa atau kandung kemih. Selain itum membantu anda unutk menilai jumlah dan distribusi gas didalam abdomen dan mengenali kemungkinan adanya masa padat ataupun berisi cairan. Lakukan perkusi secara ringan kepada keempat kuadaran abdomen untuk menilai distribusi bunyi timpani atau redup. Jika bunyi timpani lebih dominan karena keberadaaan gas didalam traktus gastrointestinal, namun daerah bunyi redup yang tersebar tidak merata dikarenkan keberadaan cairan dan fese menjadi gambaran khas. Shifting dullness (pekak beralih) adalah suatu daerah pekak yang terdapat dibawah permukaan horizontal cairan intraperitoneal (asites). Shifting dullness paling baik dihasilkan pada sisi berlawanan hati atau limpa yang mengalami pembesaran dengan tujuan agar tidak menganggu temuan yang didapatkan dari perkusi akibat pembesaran organ tersebut. Mulailah melakukan perkusi dari garis tengah dengan posisi jari yang diperkusi sejajar dengan batas cairan yang diperkirakan dan lakukan perkusi kearah lateral sampai muncul nada pekak yang jelas, kemudian jari yang diperkusi diletakkan kembali ke daerah yang kurang pekak.
4. Auskultasi Auskultasi memberikan informasi penting mengenai motilitas usus. Dengarkan abdomen sebelum melakukan perkusi atau palpasi karena kedua hal tersebut dapat mengubah frekuensi bunyi usus. Auskultasi dapat mengungkapkan bunyi bruis (bunyi vascular yang menyerupai bising jantung didaerah aorta / pembuluh arteri lainnya pada abdomen ; terdengar bunyi ini menunjukkan kemungkinan adanya penyumbatan dalam pembuluh darah). Tempatkan ujung membrane stetoskop secara lembut di abdomen pasien dan dengarkan bunyi usus serta perhatikan frekuensi dan sifatnya. Bunyi normal terdiri dari bunyin dentingan (click) dan gemericik (gurgles) yang panjang dan lama karena hiperperistatlik (bunyi perut kosong). Karena bunyi usus menjalar secara meluas keseluruh permukaan abdomen, umumnya auskultasi dengan mendengarkan satu titik saja sudah cukup. Seorang pemeriksa membutuhkan waktu selama beberapa menit sebelum dapat mengatakan dengan yakin jika bising usus tidak terdengar. Bising usus meningkat dapat ditemukan pada setiap keadaan yang menyebabkan peristaltik usus,obstruksi usus, diare, jika terdapat darah dalam pencernaan yang berasal dari SCBA ( meningkatkan peristaltik). Bising usus menurun atau menghilang ditemukan pada paralisis usus,perforasi, peritonitis generalisata Pasien dengan nyeri abdomen hebat akibat gastroenteritis dapat menyerupai peritonitis, namun adanya bising usus berlebihan menunjukkan perbedaan dari peritonitis generalisata ( dengan bsising usus seharusnya tidak terdengar). Bising sistolik aorta atau arteri femoralis dapat terdengar diatas arteri yang mengalami anurisma atau stenosis. Bising sistolik yang terdengar diatas hati hampir tidak pernah terdengar, namun keadaan tersebut menunjukkan adanya neoplasma vascular, angioma, kanker hati primer atau hepatitis alkoholik.
PEMERIKSAAN PENUNJANG 1,4,8
1. Pemeriksaan LDL Kolesterol LDL atau Low Density Lipoprotein merupakan lipoprotein yang berasal dari penyerapan makanan di usus, memiliki densitas rendah, mudah menggumpal dan lengket pada dinding pembuluh darah. Disebut juga sebagai kolesterol `jahat` karena dapat membentuk plak aterosklerosis yang mempersempit pembuluh darah. Nilai rujukan adalah <100 mg/dL.
2. Pemeriksaan HDL Kolesterol HDL atau High-Density Lipoprotein merupakan lipoprotein yang berasal dari hati, memiliki densitas tinggi dan tidak mudah menggumpal. Disebut juga sebagai kolesterol `baik` karena membantu "membersihkan" tumpukan kolesterol dari pembuluh darah dan mengangkutnya ke dalam hati (proses Reserve Cholesterol Transport). Nilai rujukan : >= 40 mg/dL. Pada penderita sindrom metabolic (NCEP-ATP III), kolesterol HDL <40 mg/dL (pria) dan <50 mg/dL (wanita).
3. Pemeriksaan HbA1C HbA1c menggambarkan konsentrasi glukosa darah rata-rata selama periode 1-3 bulan. Jumlah HbA1c yang terbentuk sesuai dengan konsentrasi glukosa darah. Tes HbA1c atau sering disebut A1c digunakan untuk kontrol glukosa jangka panjang pada penyandang diabetes. Pemeriksaan HbA1c dianjurkan untuk dilakukan setiap 3 bulan sekali atau 4 kali dalam setahun. Pemeriksan ini tidak direkomendasikan untuk skrining dan diagnosis diabetes. Bukti-bukti ilmiah menunjukkan, nilai A1c yang bisa diturunkan sampai 7% mampu menurunkan komplikasi mikrovaskular dan neuropati pada pasien diabetes tipe 1 dan 2. Untuk pencegahan penyakit mikrovaskular, target A1c sebaiknya < 7%.
4. Tes TTGO (Tes Toleransi Glukosa Oral) Cara pelaksanaan TTGO (WHO 1994) 1. Tiga hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-hari (karbohidrat cukup) dan tetap melakukankegiatan jasmani seperti biasa 2. Berpuasa paling sedikit 8 jam sebelum pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan dan diperiksa kadar glukosa darah puasa.
3. Diberikan glukosa 75 gram (orang dewasa), atau 1,75 gram/kgBB (anak-anak), dilarutkan dalam air 250 mL dan diminum dalam waktu 5 menit. 4. Berpuasa kembali sampai pengambilan sample darah untuk pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai & diperiksa kadar glukosa darah 2 jam sesudah beban glukosa.f.Selama proses pemeriksaan subyek yang diperiksa tetap istirahat dan tidak merokok.
4. Pemeriksaan SGOT / SGPT Tes GOT (Glutamic Oxaloacetic Transaminase ) atau AST (Aspartat aminotransferase) merupakan enzim yang dijumpai dalam otot jantung dan hati, sementara dalam konsentrasi sedang dijumpai pada otot rangka, ginjal dan pankreas. Interprestasi hasil adalah < 33 U/L (Laki- laki dewasa) dan < 27 U/L (perempuan dewasa). SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase) atau ALT (alanin Aminotransferase) lenih spesifik untuk menilai kerusakan hati daripada SGOT. Interprestasi hasil adalah < 50 U/L (Laki-laki dewasa) dan < 34 U/L (perempuan dewasa)
5. Pemeriksaan Urin lengkap ** Pemeriksaan Glukosa Urine Umumnya glukosa tidak ditemukan dalam air seni. Glukosuria (disertai hiperglikemi) terjadi pada penyakit diabetes mellitus (DM), sindrom Cushing, penyakit pankreas. Adapun Jika glukosuria tanpa hiperglikemia dijumpai pada kelainan fungsi tubulus ginjal, kehamilan. Interpretasi hasil pada metode Fehling dan Benedict: (-) : tetap biru, biru kehijauan. (+1) : hijau kekuning-kuningan dan keruh (sesuai dengan 0,5 1 % glukosa) (+2) : kuning keruh (1 1,5 % glukosa) (+3) : jingga atau warna lumpur keruh (2 3,5 % glukosa) (+4) : merah bata ( lebih dari 3,5 % glukosa).
EPIDEMIOLOGI 5 Pada umumnya, angka prevalensi sindrom metabolik meningkat sesuai dengan usia. Pada benua Amerika, penduduk berusia 45-49 tahun memiliki prevelnsei sebesar + 60% wanita dan 45% pria. Di Perancis penelitian yang dilakukan pada orang-orang berusia 30-64 tahun menunjukkan prevalensi < 10% untuk tiap jenis kelamin, meskipun terdapat prevalensi 17,5% pada rentang usia 60-64 tahun. Penelitian di indonesia didapatkan prevalensi sebesar 15,8% (2005) dan meningkat sebesar 19,7% (2007). Hal inimeningkat dengan adanya pengaruh gaya hidup yang cenderung kurang dalam aktifitas fisik dan makanan siap saji dan berlemak.
ETIOLOGI 3,56,9,11 1. Obesitas sentral Pada obesitas sentral terjadi penimbunan lemak dalam tubuh melebihi nilai normal di daerah abdomen. Obesitas sentral ditunjukkan dengan pengukuran lingkar perut (waist to hip ratio yakni lingkar pinggang 90 cm pada laki-laki dan 80 cm pada wanita. Namun, dengan mengukur lingkar pinggang sulit untuk membedakan pinggang membesar akibat peningkatan jaringan adiposa subkutan atau lemak viseral, perbedaan ini memerlukan pemeriksaan CT atau MRI. Jaringan adiposa merupakan sebuah organ endokrin yang aktif mensekresi berbagai faktor pro ana anti inflamasi seperti leptin, adinopektin, tumor nekrosis faktor alfa (TNF-a), Interleukin-6 (IL-6), dan resistin. Konsentrasi adinopektin plasma menurun pada kondisi DM tipe dua dan obesitas. Senyawa ini diprediksikan dapat memiliki anti aterogenik pada hewan coba dan manusia. Sebaliknya, konsentrasi leptin meningkat pada kondisi resistensi insulin danobesitas dan berhubungan dengan resiko kejadian kardiovaskular tidak bergantung dari faktor risiko tradisional, IMT, dan konsentrasi CRP. Sejauh ini belum diketahui apakah pengukuran marker hormonal dari jaringan adipose lebih baik daripada pengukuran secaraanatomi dalam mempridiksikan resiko kardivaskular dan kelainan metabolik yang terkait. Resistin adalah hormon yang diekspresi dan disekresi oleh sel lemak.Ekspresi gen resistin diinduksi pada saat diferensiasi sel lemak. Resistindiperkirakan memiliki peran dalam obesitas dan resistensi insulin. Berat badan kurang dapat meningkatkan resiko terhadap penyakit infeksi, sedangkan berat badan lebih akan meningkatkan resiko terhadap penyakitdegeneratif. Oleh karena itu, mempertahankan berat badan normal memungkinkanseseorang dapat mencapai usia harapan hidup yang lebih panjang.Pedoman ini bertujuan memberikan penjelasan tentang cara-cara yangdianjurkan untuk mencapai berat badan normal berdasarkan IMT denganpenerapan hidangan sehari-hari yang lebih seimbang dan cara lain yang sehat. Untuk memantau indeks masa tubuh orang dewasa digunakan timbangan beratbadan dan pengukur tinggi badan. Penggunaan IMT hanya untuk orang dewasa berumur >18 tahun dan tidak dapat diterapkan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, dan olahragawan. Untuk mengetahui nilai IMT ini, dapat dihitung dengan rumus berikut IMT = Berat badan (Kg) Tinggi Badan (m) X Tinggi Badan (m)
Batas ambang IMT untuk Indonesia adalah sebagai berikut (tabel 1.0) Nilai Standar Keterangan <18,5 Berat Kurang 18,5-22,9 Berat normal >23 Preobese 23-24,9 Obese ringan 25-29,9 Obese sedang >30 Obese berat Tabel 1.0 Index Masa Tubuh (IMT) 6
2. Dislipidemia Displidemia yang khas pada sindroma metabolik ditandai dengan peningkatan trigliserida (TG) dan penurunan kolesterol HDL. Kolesterol LDL umumnya normal, namun mengalami perubahan struktur berupa peningkatan small dense LDL. Peningkatan konsentrasi TG plasma dipikirkan akibat peningkatan masukan asam lemak bebas ke hati sehingga terjadi peningkatan produksi TG. Penurunan kolesterol HDL disebabkan peningkatan TG sehingga terjadi transfer TG ke HDL. Namun pada subjek dengan resistensi insulin dan konsentrasi TG normal, dapat ditemukan penurunan kolesterol HDL sehingga dipikirkan terdapat mekanisme lain yang menyebabkan penurunan kolesterol HDL disamping peningkatan TG. Mekanisme yang dipikirkan berkaitan dengan gangguan masukan lipid post prandial pada kondisi resitensi insulin sehingga terjadi gangguan produksi Apolipoprotein A-1 (Apo A-1) oleh hati yang selanjutnya melibatkan penurunan kolesterol HDL. Peran sistem imunitas pada resitensi insulin juga berpengaruh pada perubahan profil lipid pada subjek dengan resistensi insulin. Idealnya kadar HDL dalam tubuh harus tinggi dan kadar LDL, TG dan kolesterol total tidak boleh berlebih.
3. Diabetes Melitus Diabetes Melitus ( DM ) adalah penyakit metabolik herediter yang ditandai dengan adanya hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik sebagai akibat dari kuranganya insulin secara relative maupun absolute.
Klasifikasi DM Klasifikasi Diabetes Mellitus (ADA 1997) 1.Diabetes tipe 1 disebabkan adanya destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolute. 2. Diabetes tipe 2 bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang terutama defek sekresi insulin disertai resistensi insulin 3. Diabetes tipe Lain : Maturity-Onset Diabetes of the Young (MODY).
Patofisiologi DM Diabetes melitus adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa didalam darah tinggi karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup sehingga mengakibatkan hiperglikemia. Glukosa secara normal bersirkulasi dalam jumlah tertentu dalam darah. Glukosa dibentuk di hati dari makanan yang dikonsumsi. Insulin merupakan hormon yang diproduksi pankreas dan mengendalikan kadar glukosa dalam darah dengan mengatur produksi dan penyimpanannya. Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya, insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel sehingga terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa di dalam sel. Adanya resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel membuat insulin tidak efektif dalam menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Diabetes tipe II paling sering terjadi pada penderita diabetes yang berusia di atas30 tahun dan obesitas. Intoleransi glukosa yang berlangsung selama bertahun-tahun (lambat) pada diabets tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Gejala-gejala yang dirasakan penderita adalah kelelahan, iritabilitas, poliuria, polidipsi, polifagia, luka pada kulit yang sukar sembuh, dan infeksi vagina atau pandangan yang kabur (jika kadar glukosanya sangat tinggi). Adanya kadar glukosa yang tinggi di dalam darah merupakan kriteria penegakan diagnosa diabetes melitus. Kadar gula darah plasma pada saat puasa (gula darah nuchter) besarnya > 140 mg/dl (SI 7, 8 mmol), kadar glukosa sewaktu (gula darah random) yang di atas 200 mg/dl (SI 11, 1 mmol/l), kadar glukosa plasma yang diambil 2 jam setelah mengkonsumsi yakni 75 gram karbohidrat (TTGO) mencapai >200 mg/dl pada satu kali pemeriksaan atau lebih merupakan kriteria diagnostik diabetes. Penanganan primer diabetes tipe II adalah dengan menurunkan berat badan. Hal ini disebabkan resistensi insulin berkaitan dengan obesitas. Latihan (olahraga) juga unsur yang penting untuk meningkatkan efektifitas insulin. Jika penderita diabetes dengan gula darah tidak terkontrol akan mengakibatkan komplikasi lain, seperti kaki diabetes (diabetic foot ulcus) yangdisebabkan hipergilkemia pada penderita DM sehingga terjadi neuropati dan kelainan pada pembuluh darah . Neuropati baik motorik maupun autonomik akan mengakibatkan berbagai perubahan pada kulit dan otot yang menyebabkan terjadinya perubahan distribusi tekanan pada telapak kaki dan akan mempermudah terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi menyebabkan infeksi mudah menjadi infeksi luas. Faktor aliran darah yang kurang juga akan mempersulit penyembuhan kaki diabetes.
4. Hipertensi Hipertensi adalah penyakit akibat peningkatan tekanan darah dalam arteri dengan tekanandarah sistolik dan diastolik > 140 dan >90mmHg. Menurut The Joint National Commitee of Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of The Blood Pressure(2004) dikatakan hipertensi jika tekanan darah sistolik > 140 mmHg atau peningkatan tekanan darah diastolik > 90mmHg. Umumnya tekanan darah normal seseorang 120 mmHg/80 mmHg. Krisis hipertensi adalah suatu keadaan klinis yang ditandai oleh tekanan darah sangat tinggi (tekanan darah sistolik 180 mm Hg dan atau diastolik 120 mmHg) yang membutuhkan penanganan segera. Berdasarkan keterlibatan organ target, krisis hipertensi dibagi menjadi dua kelompok yaitu hipertensi darurat dan hipertensi gawat. Hipertensi gawat (emergency hypertension) adalah kenaikan tekanan darah mendadak (sistolik 180 mmHg dan atau diastolik 120 mmHg) dengan kerusakan organ target yang bersifat progresif, sehingga tekanan darah harus diturunkan segera, dalam hitungan menit sampai jam. Hipertensi darurat (urgency hypertension) adalah kenaikan tekanan darah mendadak (sistolik 180 mmHg dan / atau diastolik 120 mmHg) tanpa kerusakan organ target yang progresif atau minimal sehingga penurunan tekanan darah bisa dilaksanakan lebih lambat, dalam hitungan jam sampai hari.
Klasifikasi hipertensi Menurut The Seventh of The Joint national Committee on Prevention,detection, Valuation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7) klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa terbagi menjadi kelompok normal, prehipertensi, hipertensi derajat 1, dan derajat 2. (tabel 1.1)
Menurut penyebabnya, hipertensi terbagi menjadi dua kelompok : 1. Hipertensi primer Hipertensi esensial atau hipertensi primer tidak diketahui penyebabnya disebut hipertensi idiopatik. Banyak faktor yang mempengaruhi hipertensi tersebut seperti genetik, lingkungan, hiperaktifitas sistem saraf simpatis, sistem reninangiotensin, defek dalam ekskresi Na, faktor- faktor yang meningkatkan resiko seperti obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia. Hipertensi primer umumnya timbul pada usia 30 -50 tahun.
2. Hipertensi sekunder Hipertensi secondary adalah suatu kondisi dimana terjadinya peningkatan tekanan darah tinggi sebagai akibat seseorangmengalami/menderita penyakit lainnya seperti gagal jantung, gagalginjal, atau kerusakan sistem hormon tubuh. Sedangkan pada Ibuhamil, tekanan darah secara umum meningkat saat kehamilan berusia 20 minggu. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal terdapat sekitar 5% kasus. Hipertensi sekunder disebabkan penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer, dan sindrom cushing,
Faktor resiko sindrom metabolisme 1. Diet yang salah Pada sindrom metabolik yang menjadi perhatian adalah bukan berapa banyak makanan yang dimakan, namun jenis makanan yang dimakan. Konsumsi makanan dengan tinggi karbohidrat yang mengandung gula putih dan tepung terigu menyebabkan terjadinyas indrom metabolik dalam masyarakat modern dewasa ini.
2. Kelebihan berat badan Sindrom metabolik lebih banyak ditemui pada orang dengan kelebihan berat badan dengan penimbunan lemak pada tubuh bagian atas (apple shape). Timbunan lemak pada daerah atas tubuh mempermudah produksi hormon pria seperti androstenedione. Bila kadar hormone tersebut meningkat maka dapat menyebabkan resistensi insulin.
3. Genetik Banyak penelitian menyebutkan bahwa orang dengan sindrom metabolik memiliki riwayat keluarga dengan hipertensi dan diabetes mellitus.
4. Usia Para peneliti di Amerika serikat, mengaktan bahwa peningkatan jumlah orang dengan sindrom metabolik seiring dengan peningkatan usia. Ditemukan prevalensi sindrom metabolik sebesar 6.7% pada usia 20-29 tahun dan 43.5% pada usia 60-69 tahun.
MANIFESTASI KLINIS 10
Seseorang penderita sindrom metabolisme memiliki tiga atau lebih kelainan yang berhubungan dengan metaoblisme orang tersebut, termasuk : 1. Obesitas Berhubungan dengan lemak tubuh sekitar pinggang ( apple shape). Untuk mendiagnosa penyakit tersebut, dengan cara pengukuran lingkar pinggang. 2. Tekanan darah meningkat tekanan darah sistolik >130mmHg atau tekanan darah diastolik >85mmHg. 3. Kadar gula dalam darah meningkat kadar gula darah puasa sekitar >100mg/dL. 4. Kolestrol meningkat Kadar trigliserida >150mg/dL, kadar HDL <40mmHg (pria) dan <50mmHg (wanita).
PATOFISIOLOGI 2,11 Asam lemak bebas (FFA) yang berasal dari massa jaringan adiposa yang luas. Dalamhati, FFA mengakibatkan peningkatan produksi glukosa, trigliserida dan sekresilipoprotein densitas sangat rendah (VLDL). Lipid Asosiasi atau kelainan lipoproteintermasuk penurunan high density (HDL) kolesterol lipoprotein dan peningkatankepadatan Lipoprotein Low Density (LDL). FFA juga mengurangi sensitivitas insulin pada otot dengan menghambat uptake glukosa insulin- mediated. Defek yang dimaksud meliputi pengurangan partisi glukosa untuk glikogen dan akumulasi lipid meningkat pada trigliserida (TG). Peningkatan glukosa sirkulasi, dan sampai batas tertentu FFA, meningkatkan sekresi insulin pankreas, menghasilkan hyperinsulinemia. Hyperinsulinemia dapat mengakibatkan peningkatan reabsorpsi natrium dan peningkatan sistem saraf simpatik (SNS) aktivitas dan berkontribusi terhadap hipertensi, seperti peningkatan tingkat kekuatan dari FFA beredar. Negara proinflamasi adalah dilapiskan dan iuran ke resistensi insulin yang dihasilkan oleh FFA berlebihan, disempurnakan sekresi Interleukin-6 (IL-6) dan tumor necrosisfactor(TNF) diproduksi oleh sel lemak dan monosit yang diturunkan makrofag menghasilkan resistensi insulin lebih banyak dan tokotrigliserida lipolisis jaringan adiposa untuk FFA beredar. IL-6 dan sitokin lain juga meningkatkan produksi glukosa hepatik, produksi VLDL oleh hati, dan resistensi insulin pada otot. Sitokin dan FFA juga meningkatkan produksi hepatik dari fibrinogen dan produksi adipocyte inhibitor plasminogen aktivator 1 (PAI-1), sehingga dalam keadaan protrombotik. Tingginya tingkat sirkulasi sitokin juga merangsang produksi protein hepatik C-reaktif (CRP). Mengurangi produksi dari adiponektin sitokin anti-inflamasi dan insulin sensitisasi juga terkait dengan sindrom metabolic.
PENATALAKSANAAN 11 Gaya hidup Obesitas adalah salah satu penyebab utama sindrom metabolisme. Oleh karena itu, penurunan berat badaan merupakan langkah utama dalam kelainan ini. Penurunan berat badan dapat dilakukan dengan meningkatkan sensitifitas insulin. Penurunan kalori dapat dilakukan dengan meningkatkan aktivitas fisik seperti mengurangi makanan berkalori tinggi.
Tekanan darah Pada pasien dengan sindrom metabolik tanpa diabetes, pilihan terbaik untuk antihipertensi pertama biasanya harus menjadi inhibitor ACE atau angiotensin II reseptor blocker karena kedua golongan obat munculuntuk mengurangi insiden onset baru diabetes tipe 2. Pada semua pasien dengan hipertensi,diet pembatasan natrium dilakukan dengan memperbanyak makan buah- buahan,sayuran dan produk susu rendah lemak. Pengontrolan tekanan darah diruma dapat membantu dalam mempertahankan tekanan darah yang baik.
Kolesterol HDL Disaming pengurangan berat badan, terdapat modifikasi senyawa lipid yang mampu meningkatkan kadar kolesterol HDL seperti statin, fibrate, dan sequestrants asam empedu memiliki efek sederhana (5-10%). Nicotinic adalah satu-satunya obat yang dapat diprediksi kenaikan kadar kolesterol HDL. Respon adalah dosis terkait dan dapat meningkatkan kolesterol HDLmencapai 30% dari dasar.
Resistensi Insulin Golongan obat seperti biguanides, thiazolidinediones (TZD) meningkatkan sensitivitas insulin jika resistensi insulin merupakan penyebab utama sindrom metabolic. Baik metformin dan TZD meningkatkan intesitas insulin dalam hati dan menekan produksi glukosa endogen. Selain itu, TZD mampu meningkatkan penyerapan glukosainsulin-mediated dalam otot dan jaringan adiposa. Manfaat kedua obat adalah dapat mengurangi tanda peradangandan dan small dense LDL.
Kesimpulan Sindroma metabolik adalah sekelompok kelainan metabolik baik lipid maupun non-lipid yangmerupakan faktor risiko penyakit jantung koroner, yang terdiri atas obesitas sentral,dislipidemi aterogenik (kadar trigliserid meningkat dan kadar kolesterol high densitylipoprotein (HDL) rendah), tekanan darah meningkat dan resistensi insulin (dengan atau tanpa intoleransi glukosa).
DAFTAR PUSTAKA 1. Djojodibroto RD. Seluk-beluk pemeriksaan kesehatan. Ed.kedua.Jakarta : Pustaka Populer Obor ; 2003. 2. Silvia A. Price, Lorraince M. Wilson. Patofisiologi. Jakarta: EG C ; 2003. 3. Diunduh dari: http://general-medicine.jwatch.org/cgi/content/full/2003/530/1. America, May 30,2003. 4. Sacher, RA. Tinjauan klinis hasil pemeriksaan labolatorium. Jakarta : EGC ; 2004. 5. Sudoyo, Aru W., dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. IV. Jakarta: FKUI ; 2006. 6. Hartono A. Terapi Gizi dan diet rumah sakit. Jakarta : EGC ; 2006. 7. Tandra H. DIABETES. Jakarta ; Gramedia Pustaka Utama ; 2007. 8. Eko B. Panduan lengkap: membaca hasil tes kesehatan. Jakarta : Penerbit Plus ; 2008. 9. Gibney MJ. Gizi kesehatan masyarakat. Jakarta : EGC ; 2008. 10. Diunduh dari : http://www.mayoclinic.com/health/metabolic%20syndrome/DS00522/DSECTION=symp toms. America, Oct. 8 2011. 11. Harrison Internal Medicine. THE METABOLIC SYNDROME. http://book.host.org/part%2010.%20disorders%20of%20the%20cardiovascular%20syste m/chapter%20242.%20the%20metabolic%20syndrome.htm.