Anda di halaman 1dari 69

APLIKASI FUZZY LOGIC CONTROL PADA

PENGONTROLAN DAYA ELEMEN PEMANAS LISTRIK


Studi Kasus Dalam Perancangan Sistem Kontrol Suhu




LAPORAN KERMANTAU











Oleh
Agung Aswamedha
10202007











DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2008


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Dewasa ini kebutuhan terhadap permintaan daya listrik PLN terus meningkat.
Fenomena terebut terjadi hampir disemua bidang dan lapisan masyarakat negeri ini. Hal
ini disebabkan karena makin banyaknya jumlah penduduk serta meningkatnya aktivitas
yang berkaitan dengan penggunaan daya listrik PLN. Namun sayangnya, penggunaan
dari daya listrik tersebut tidak proporsional dengan kebutuhan daya yang sebenarnya.
Dalam kaitannya dengan penggunaan sistem pemanas, terkadang daya listrik yang
dipakai untuk memanaskan elemen pemanas tidak sesui dengan kebutuhan suhu yang
harus dihasilkannya. Seperti yang terjadi pada industri pengolahan baja, dimana furnace
sebagai tempat untuk melangsungkan proses peleburan perlu dikontrol dalam hal
penggunaan daya listrik pada elemen pemanasnya. Dalam konteks tersebut, penggunaan
daya listrik pada furnace disuaikan dengan kebutuhan temperatur yang ingin
dihasilkannya. Terkadang penggunaan daya listrik yang tidak sesuai akan membebani
biaya produksi juga berpengaruh pada kualitas produk yang dihasilkannya.
Rancangan sistem kontrol daya listrik pada furnace yang biasanya dipakai
adalah PID, namun beberapa dari industri pengolahan baja seperti Krakatau Steel dan
Siemens sudah mulai menerapkan sistem kontrol berbasis AI (Artificial Intelligent).
Performansi dari furnace mengenai kestabilan suhu yang dihasilkannya akan memberi
dampak yang cukup besar kepada biaya produksi dan kualitas produk baja yang
dihasilkan.
Dalam karya tulis ini, akan dicoba untuk melakukan perancangan dari replika
furnace yang dikontrol dengan sistem kontrol berbasis AI. Studi kasus mengenai furnace
dapat dipandang sebagai sebuah perancangan sistem kontrol suhu pada ruang tertutup.
Dimana proses pemanasannya menggunakan suatu elemen pemanas listrik. Skenario
pengontrolan diarahkan untuk mengontrol daya listrik yang diberikan pada elemen
pemanas tersebut. Metode AI yang diterapkan adalah fuzzy logic. Disamping itu akan
ditelusuri kestabilan suhu dan kestabilan daya yang dihasilkan melalui metode
pengontrolan berbasis fuzzy logic tersebut.


1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang diajukan pada tugas akhir ini adalah :
Bagaimana cara untuk menerapkan fuzzy logic dalam perancangan sistem kontrol
temperatur pada ruang tertutup sehingga dapat dihasilkan efisiensi daya dan kestabilan
temperatur ?



1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan dari tugas akhir ini adalah :
1. Melakukan perancangan sistem kontrol temperatur ruangan berbasis fuzzy
logic
2. Membandingkan nilai effisiensi daya elemen pemanas pada rancangan sistem
kontrol berbasis fuzzy logic terhadap nilai effisiensi pada rancangan sistem
kontrol konvensional
3. Membandingkan tingkat kestabilan penggunaan daya listrik elemen pemanas
pada rancangan sistem kontrol berbasis fuzzy logic terhadap nilai effisiensi
pada rancangan sistem kontrol konvensional
4. Membandingkan tingkat kestabilan temperatur pada rancangan sistem kontrol
berbasis fuzzy logic terhadap rancangan sistem kontrol konvensional

1.4 Ruang Lingkup Kajian
Ruang lingkup kajian yang dibahas selama proses pengerjaan tugas akhir ini
adalah :
1. Perancangan sistem kontrol dan instrumentasi, mulai dari perancangan
hardware dan software yang diperlukan untuk membangun sistem kontrol
temperatur ruangan
2. Perancangan struktur fuzzy logic untuk rancangan sistem kontrol dengan
menggunakan FuzzyTech 5.1
3. Pembangunan aplikasi HMI (Human Machine Interface) menggunakan
LabView 8.0
4. Analisis data-data pengukuran untuk optimasi struktur fuzzy logic
5. Perhitungan terhadap daya elemen pemanas pada rancangan sistem kontrol
berbasis fuzzy logic dan sistem kontrol konvensional
6. Pengujian kestabilan temperatur dan daya sistem kontrol

1.5 Metodologi
Metodologi yang dilakukan melingkupi:
1. Pengumpulan informasi mengenai fuzzy logic dan untuk penerapan pada
sistem kontrol, teori distribusi temperatur secara adveksi, teknik komputasi
fuzzy logic, konsep perancangan sistem instrumentasi serta berbagai informasi
lainnya yang diperolah dari buku, artikel atau tulisan-tulisan di internet, dan
mata kuliah yang berhubungan
2. Perancangan perangkat keras sebagai komponen-komponen pembangun sistem
instrumentasi yang akan dibangun
3. Perancangan sistem perangkat lunak untuk interfacing perangkat keras,
pengontrolan, monitoring dan penyimpanan data menggunakan LabView 8.0,
dan FuzyTech 5.1.
1.6 Sistematika Penulisan
Bab I berisi pendahuluan, yang mencakup latar belakang, tujuan penulisan,
rumusan masalah, ruang lingkup kajian, metodologi dan sistematika penulisan.
Bab II berisi konsep perancangan sistem kontrol, yang mencakup pengenalan
sistem kontrol, implementasi rancangan sistem kontrol, perancangan kontrol
konvensional, performansi pernacangan sistem kontrol.
Bab III berisi konsep fuzzy dan penerapan pada sistem kontrol, yang mencakup
pengenalan konsep fuzzy logic, metode inferensi mamdani, penerapan fuzzy
logic pada sistem kontrol.
Bab IV berisi implementasi perancangan sistem, yang mencakup kriteria
perancangan sistem, rancangan plant, rancangan hardware, rancangan software
Bab V berisi pengujian sistem, yang mencakup tahap persiapan pengujian,
investigasi karakteristik sistem dinamik, pengujian kestabilan sistem kontrol
Bab VI berisi kesimpulan dan saran
































BAB II
KONSEP PERANCANGAN SISTEM KONTROL

2.1 Pengenalan Sistem Kontrol
Definisi dari sistem kontrol adalah, jalinan berbagai komponen yang menyusun
sebuah sistem untuk menghasilkan respon yang diinginkan terhadap perubahan waktu
(6th ed.,McGraw-Hill, 1987). Dengan demikian sebuah sistem kontrol dapat dicirikan
dengan adanya mekanisme pengkondisian sistem untuk mencapai respon yang
diinginkan. Berdasarkan tujuan perancangan sistem kontrol, mekanisme kerja sistem
kontrol dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu: regulator dan servomekanis.
Mekanisme kerja regulator, bertujuan supaya nilai respon keluaran dijaga konstan sesuai
nilai yang diinginkan. Namun mekanisme kerja servomekanis, bertujuan supaya respon
keluaran sistem menghasilkan nilai-nilai tertentu yang menyebabkan sistem stabil.
Dalam rangka memenuhi kebutuhan perancangan sistem kontrol, struktur sistem
kontrol dapat digolongkan kedalam dua bagian besar, yaitu : sistem kontrol loop tertutup
(closed loop) dan sistem kontrol loop terbuka (open loop). Sistem kontrol loop terbuka
adalah konfigurasi dari sistem kontrol yang tidak memerlukan informasi mengenai
keadaan keluaran sistem.
Ilustrasi diagram blok sistem kontrol loop terbuka ditunjukan melalui gambar
berikut:

Actuator Plant Controller
q r p
Gambar 2.1 : Konfigurasi sistem kontrol loop terbuka
Sistem kontrol loop tertutup merupakan konfigurasi rancangan sistem kontrol,
dimana kondisi keluaran selalu diukur dan diumpanbalikan pada terminal input. Ilustrasi
diagram blok sistem kontrol loop tertutup ditunjukan melalui gambar berikut:

Gambar 2.2 : Konfigurasi sistem kendali loop tertutup
Merujuk pada kedua gambar diatas, setiap jenis sinyal yang bekerja pada
konfigurasi diagram blok terdiri dari : sinyal input (r), sinyal kontrol (p), sinyal output
(q) dan sinyal umpan balik (b). Pada prakteknya konfigurasi rancangan sistem kontrol
yang sering digunakan adalah, konfigurasi sistem kontrol loop tertutup. Konfigurasi
rancangan sistem kontrol loop tertutup lebih tahan terhadap gangguan dibandingkan
rancangan sistem kontrol loop terbuka. Hal ini terjadi karena pada rancangan sistem
kontrol loop tertutup respon keluaran selalu diawasi sehingga dapat mengkompensasi
sinyal kontrol (u) yang akan diberikan pada plant. Dengan demikian peluang
ketercapaian untuk mencapai nilai set point relatif lebih besar dibandingkan konfigurasi
rancangan sistem kontrol loop terbuka.
Controller
Sensor
Plant
Actuator
r
p
b
e = r-b
q

2.2 Implementasi Rancangan Sistem Kontrol
Komponen-komponen penting yang membangun sebuah sistem kontrol loop
tertutup terdiri atas : controller, aktuator, plant, dan transmitter. Masing-masing
penjelasan mengenai komponen-komponen tersebut dijelaskan pada bab istilah dalam
makalah ini. Dalam dunia nyata, implementasi perancangan sistem kontrol dapat berupa:
sistem elektronik, sistem mekanik, dan sistem hydraulic. Pada pembahasan perancangan
sistem kontrol yang sedang dikerjakan, sistem kontrol diimplementasikan melalui
rancangan sistem elektronik. Implementasi rancangan sistem kontrol berkaitan dengan
sifat fisis sinyal-sinyal input-output yang bekerja dalam komponen-komponen
pembangun sistem kontrol.

2.2.1 Rancangan Sistem Kontrol Berbasis Komputer
Implementasi perancangan sistem kontrol berbasis komputer tergolong dalam
sistem elektronik. Keunikan dari sistem berbasis komputer ini adalah, data-data proses
pengukuran dan pengontrolan harus berupa data digital. Berikut ilustrasi rancangan
sistem kontrol berbasis komputer :

Plant
Sensor
Computer
ADC
DAC
Vt
Dt
Vq
Actuator
Dq
Gambar 2.3 : Konfigurasi sistem kontrol berbasis komputer
Merujuk pada gambar 2.3, komputer berperan sebagai pusat pengolahan data digital.
Pengolahan data digital yang dimaksud meliputi pengumpulan data-data dari transmitter
dan manipulasi data untuk menghasilkan sinyal kontrol Dq. Informasi mengenai nilai
variabel fisis dalam plant ditunjukan melalui data digital Dt. Data analog Vt dari sensor
perlu diubah menjadi data digital Dt, setelah terlebih dahulu dikonversi menggunakan
ADC (Analog to Digital Converter ). Demikan pula sebaliknya untuk menggerakan
aktuator sinyal kontrol Dq perlu dikonversi menjadi data analog Vq menggunakan DAC (
Digital to Analog Converter).

2.2.2 Kualitas Data pada Rancangan Sistem Kontrol Berbasis Komputer
Permasalahan yang muncul ketika menerapkan rancangan sistem kontrol
berbasis komputer adalah kualitas data. Kualitas data yang dikirm dari sensor bergantung
dari resolusi penyamplingan ADC. Penjelasan mengenai penyamplingan data analog oleh
ADC dijelaskan melalui ilustrasi berikut :

Gambar 2.4 : Contoh penyamplingan oleh ADC 3 bit
Merujuk pada gambar 2.4, dijelaskan bahwa banyaknya data analog yang
disampling mengikuti perumusan berikut :
Jumlah Data Sampling = 2
n
1 (2.1)
Jika n menyatakan jumlah bit yang dipkai ADC, maka banyaknya data hasil
penyamplingan sebanyak 7 buah data digital. Pada gambar 3.1, variasi nilai digital 3 bit
ADC ditunjukan dengan kode 000 sampai 111. Setiap kode data digital hasil
penyamplingan merepresentasikan data analog melalui hubungan matematis berikut :
Data Analog = xVref
Sampling JumlahData
gital KodeDataDi
(2.2)
Idealnya lebar tangga ( gambar 2.4) penyampling baik vertikal maupun horizontal adalah
sama, lebar tangga tersebut direpresentasikan lewat nilai 1 LSB (Least Significant Bit) .
Nilai 1 LSB menyatakan selang terkecil data analog yang bisa disampling. Sehingga
resolusi dari ADC dapat ditentukan dengan memberikan nilai 1 sebagai kode data digital
dalam persamaan 2.2. Resolusi nilai ADC inilah yang mempengaruhi kualitas data dalam
perancangan sistem kontrol berbasis komputer.

2.3 Perancangan Sistem Kontrol Konvensional
Prinsip dasar dari perancangan sistem kontrol konvensional diawali dengan
analasis teoritik melalui pendekatan matematik terhadap sistem yang akan dibangun.
Pendekatan matematik dilakukan untuk menciptakan rancangan sistem kontrol sesuai
dengan hasil yang diharapkan dan hal tersebut berkaitan dengan kriteria performansi
yang diinginkan. Berikut beberapa tahapan yang perlu dilakukan dalam perancangan
sistem kontrol konvensional :
PERANCANGAN SISTEM KONTROL KONVENSIONAL
I
m
p
l
e
m
e
n
t
a
s
i

S
i
s
t
e
m
A
n
a
l
i
s
i
s

T
e
o
r
i
t
i
k
Strart
Pemilihan Sensor untuk mengukur variabel fisis
pada plant yang dikontrol
Pemilihan Aktuator untuk aksi pengontrolan pada
plant yang dikontrol
Mengembangkan model matematis dari plant
Memilih pengontrol yang tepat berdasarkan
performansi sistem kontrol yang diinginkan
Implementasi perancangan sistem Memuaskan? END
YA
TIDAK

Gambar 2.5 : Alur proses perancangan sistem kontrol konvensional
Beberapa hal yang menjadi catatan penting dalam perancangan sistem kontrol
adalah pemodelan sistem yang dikontrol. Kegagalan perancangan sistem kontrol banyak
disebabkan oleh kesalahan dalam rangka memodelkan sistem. Dalam perancangan sistem
kontrol konvensional model yang dihasilkan selalu berupa persamaan matematis. Lebih
lanjut akan dibahas mengenai kelemahan pemodelan sistem melalui pendekatan
matematis.

2.3.1 Karakteristik Sistem
Pengenalan mengenai karakteristik sistem diperlukan untuk memberikan
gambaran utuh mengenai sistem yang akan ditinjau dalam kaitan perancangan sistem
kontrol. Model sistem yang pertama adalah model LTI (Linear Time Invariant). Model
sistem tersebut menyatakan kondisi sistem dimana perubahan kondisi output akibat
variasi kondisi input bersifat linier dan tak tergantung waktu. Penjelasan mengenai sistem
linear secara umum dijelaskan melalui persamaan berikut:
F( a + b) = F (a) + F (b) (2.3)
Dalam model system non-linear persamaan diatas tidak berlaku, sehingga
kelakuan sistemnya menjadi sukar diprediksi. Dengan demikian prinsip super posisi
pejumlahan tidak dapat dilakukan pada sistem non-liear. Ciri khas dari sistem non-linear
adalah kompleksitas model matematis yang bersangkutan. Namun bagi kebanyakan
sistem yang ada di dunia nyata bersifat non linear.

2.3.2 Pemodelan Matematik Sistem Kontrol
Pendekatan matematik yang sering digunakan dalam memodelkan sebuah
sistem kontrol ada dua. Pertama adalah metode fungsi transfer dan metode ruang
keadaan. Namun terdapat persamaan pada kedua metode tersebut terhadap jenis sistem
yang ditinjau, yaitu sistem harus berupa sistem linear. Pendekatan matematis mengenai
sistem non-linear tak dapat dilakukan melalui dua pendekatan tadi.

Pada prakteknya analisis fungsi transfer diterapkan dengan cara menggunakan
transformasi laplace, untuk setiap model sistem yang bergantung terhadap waktu.
Tinjaulah sebuah sistem dengan fungsi karakteristik dinamik, seperti ilustrasi berikut :
y(t)
2
2
dt
x d
m!

Gambar 2.6 : Ilustrasi sebuah sistem dalam diagram blok
Merujuk pada gambar 2.6, karakteristik sistem dapat ditentukan melalui hubungan input
output berikut :
G(s) =
2
) (
) (
ms
s X
s Y
= (2.3)
Bentuk persamaan 2.3 dihasilkan setelah melaui transformasi laplace terhadap
persamaan diffrensial orde-2 tersebut. Namun meskipun transformasi laplace berkerja
sangat baik ketika menyederhanakan bentuk-bentuk persamaan diffrensial, tetap saja
syarat mutlaknya adalah, persamaan matematiknya harus berupa persamaan linear.
Dalam perancangan sistem kontrol konvensional tahapan melakukan pemodelan
matematik terhadap sistem yang dikontrol merupakan suatu persyaratan mutlak.

2.4 Performansi Rancangan Sistem Kontrol
Performansi dari sebuah sistem kontrol berkaitan dengan kinerja sistem yang
dihasilkannya. Dalam rangka menentukan performansi suatu sistem, lebih mudah jika
menganalisis respon keluaran yang terjadi. Respon keluaran yang dimaksud disini adalah
keadaan yang terjadi pada keluaran sistem untuk setiap periode waktu tertentu. Respon
keluaran dari suatu sistem sangat dipengaruhi oleh jenis dan kondisi variabel input yang
masuk pada masukan. Olehkarena itu dengan mengetahui respon keluaran suatu sistem,
dapat dilakukan optimasi dari performansi sistem kontrol yang dibangun. Beberapa
x(t)
parameter yang digunakan sebagai kriteria penilaian performansi sebuah sistem kontrol
adalah : error steady state, settling time, overshoot dan kestabilan.

2.4.1 Pengertian Error Steady State
Penjelasan mengenai error diberikan untuk memberikan gambaran utuh tentang
error steady state. Error diartikan sebagai selisih antara nilai set point dengan nilai aktual.
Perumusan matematiknya dijelaskan melalui persamaan berikut.
E(t) = r C(t) (2.3)
dimana,
r ; adalah nilai set point
C(t) ; adalah nilai aktual hasil pengukuran, berubah terhadap waktu
E(t) ; adalah error nilai set point, berubah terhadap waktu
t; adalah waktu
Error steady state terjadi ketika keadaan sistem sudah tunak (steady) atau dengan merujuk
persamaan 2.3, keadaan tersebut terjadi ketika waktu t menuju tak berhingga. Dengan
demikian error steady state merupakan nilai error dimana keadaan keluaran sudah tidak
berubah lagi terhadap waktu.

2.4.2 Pengertian Overshoot dan settling time
Kadangkala nilai set point yang diberikan berubah menjadi nilai set point yang
baru. Hal ini disebabkan adanya gangguan yang tidak bisa diprediksi dan berpengaruh
pada kinerja sistem kontrol secara keseluruhan. Karakteristik perubahan keadaan sistem
saat dipengaruhi oleh gangguan disebut dengan respon transien sistem kontrol.
Penjelasan mengenai respon transient dijelaskan melalui ilustrasi berikut :

Gambar 2.5: Respon transient sistem kontrol terhadap gangguan
Pada gambar 2.5 terlihat bahwa terdapat perubahan sistem sehingga dihasil error sebesar
e
max
. Namun setelah selang waktu t
D
sistem kembali pada posisi awal, yaitu nilai set
pointnya. Waktu yang dibutuhkan bagi sistem kontrol untuk kembali kepada nilai set
point disebut dengan settling time , dengan kata lain delay atau t
D
merupakan settling
time.
Overshoot merupakan nilai yang dicapai sistem kontrol ketika pertama kali
mencapai nilai set point, dan selalu lebih besar dari nilai set point. Secara logika sistem
kontrol yang baik selalu memiliki settling time minimum, namun hal ini tidak selalu
benar karena mungkin settling time minimum akan menyebabkan overshoot.

2.4.3 Kestabilan Sistem
Permasalahan utama yang sering dijadikan bahasan utama dalam sistem kontrol
adalah kestabilan sistem. Secara kualitatif kestabilan sistem dijelaskan melalui ilustrasi
berikut :
C(t)
t
e
max

t
D
Overshoot
r

Gambar 2.6 : Kestabilan sistem kontrol selama proses
Beberapa pendekatan matematik yang sering dipakai dalam analisis kestabilan sistem
adalah : metode root locus, metode pole placement, dan metode lypunov. Namun analisis
kestabilan sistem melalui pendekatan matematik tersebut hanya bisa dilakukan pada
sistem linear.
2.4.4 Keteramatan dan keterkontrolan
Sistem dikatakan dapat diamati jika untuk setiap waktu t, variabel keadaan
sistem yang dikontrol dapat terukur dengan baik. Sistem dikatakan dapat dikontrol jika
untuk setiap waktu t terdapat respon keluaran yang disebabkan oleh variasi nilai
masukan. Istilah keteramatan dan keterkontrolan tersebut penting untuk memeriksa
keadaan sistem yang akan dikontrol, sebelum dilakukan perancangan sistem.





C(t)
t
r
Tidak
Stabil
Stabil
BAB III
KONSEP FUZZY LOGIC DAN PENERAPAN PADA SISTEM KONTROL

3.1 Pengenalan konsep fuzzy logic
Konsep mengenai fuzzy logic bukanlah merupakan sesuatu yang baru dan asing.
Dalam pengalaman keseharian kita, permasalahan yang berkaitan dengan fuzzy logic atau
logika fuzzy sering muncul tanpa kita sadari. Penjelasan mengenai fuzzy logic lebih
effektif dibahas pada kasus himpunan fuzzy (fuzzy set). Misalnya, pada meja makan
terdapat dua buah mangkuk, masing-masing mangkuk berisi apel dan jeruk. Berikut
ilustrasi mengenai kedua mangkuk yang dimaksud :

Gambar 3.1 : Mangkuk A berisi apel

Gambar 3.2 : Mangkuk B berisi jeruk
Selanjutnya akan diputuskan bahwa untuk kasus 1, mangkuk A berisi apel dan
mangkuk B berisi jeruk. Namun pada kasus 2, dimisalkan jika ada seseorang yang
menukar beberapa buah apel dan jeruk pada kedua mangkuk, maka kita akan terjebak
pada suatu kesamaran (fuzzy) mengenai kebenaran kondisi setiap mangkuk. Berikut
susunan buah-buahan pada kedua mangkuk yang dimaksud :

Gambar 3.3 : Mangkuk A setelah diubah beberapa isinya

Gambar 3.4 : Mangkuk B setelah diubah beberapa isinya
Pada kasus ini, mangkuk A tidak tepat jika dikatakan sebagai mangkuk yang
berisi apel, demikian juga untuk mangkuk B tidak tepat jika dikatakan sebagai mangkuk
yang berisi jeruk. Jika kita tetap memaksakan diri untuk mengatakan bahwa, mangkuk A
berisi apel atau tidak berisi apel maka pernyataan logika mengenai mangkuk A
menjadi rancu. Pernyataan berisi aple atau tidak berisi apel, muncul sebagai
konsekuensi dari paradigma berfikir menurut konsep himpunan pasti (crisp). Paradigma
berfikir menurut konsep himpunan pasti, tidak pernah mengijinkan nilai logika yang
berada diantara nilai 1 dan 0. Olehkarena itu ketika konsep berfikir ini diterapkan pada
kasus 2 menurut contoh tadi, pernyataan yang keluar akan rancu dan bertentangan dengan
pengalaman berfikir keseharian kita.
Secara intuitif sangat mudah untuk memecahkan masalah pada kasus 2,
dinyatakan saja bahwa mangkuk A berisi beberapa apel dan mangkuk B berisi beberapa
jeruk. Logika kita akan lebih mudah menerima dan memahami tentang pernyataan
kondisi kedua mangkuk yang dimaksud. Namun sayang sekali, kata beberapa yang
merupakan solusi dari kasus 2, bukanlah hasil dari pemikiran berbasis konsep berfikir
logika pasti. Pernyataan tersebut muncul akibat dari konsep berfikir fuzzy.
Selama berabad-abad budaya berfikir ilmiah yang selalu ditanamkan oleh para
ilmuwan adalah konsep berfikir berdasar logika pasti. Dilain pihak tidak bisa dinafikan
pula mengenai revolusi berfikir mengenai konsep logika, yang dikembangkan oleh
Einstein mengenai teori relativitasnya dan Heisenberg mengenai teori
ketidakpastiannya. Perumusan lengkap mengenai konsep logika fuzzy dikembangkan
oleh Lotfi Zadeh pada tahun 1960.

3.2 Struktur sistem fuzzy logic
Dalam konteks sistem fuzzy logic, tujuan dari mekanisme kerja sistem adalah
untuk memetakan variabel input riil melalui serangkaian proses sistem fuzzy logic
menjadi variabel output riil tertentu. Sifat dari variabel input dan variabel output riil
adalah crisp atau mempunyai nilai logika dua (bi-valued logic). Ilustrasi dari sistem
fuzzy logic diberikan melalui gambar berikut :

Gambar 3.5 : Arsitektur rancangan umum sistem fuzzy logic
Proses yang terjadi dalam sistem fuzzy logic, harus melibatkan variabel fuzzy
pada masukan maupun keluaran. Olehkarena itu variabel input yang bersifat crisp harus
diubah menjadi variabel fuzzy melalui tahapan fuzzifikasi (fuzzification). Fungsi yang
memetakan variabel fuzzy input dan output dilakukan oleh metode inferensi (Inference
Engine). Fungsi inferensi bekerja berdasarkan aturan-aturan logik (fuzzy rule base) yang
dibuat oleh perancang. Tahap terakhir adalah tahap pemrosesan untuk mengembalikan
keadaan hasil perhitungan sistem fuzzy logik kedalam bentuk crisp. Proses tersebut
dikenal sebagai proses defuzzifikasi (defuzzification).
Secara matematik pernyataan mengenai suatu himpunan fuzzy, dituliskan
sebagai berikut :
(3.1)
dimana, untuk setiap domain x dalam semesta pembicaraan X, selalu mempunyai nilai
logika berdasarkan derajat keanggotaan !
A
(x) pada himpunan fuzzy A. Selang nilai untuk
derajat keanggotaan !
A
(x) berada dalam selang : ! 0 !
A
(x) 1 ! . Dengan demikian istilah
derajat keanggotaan dalam himpunan fuzzy merupakan perluasan dalam konsep nilai
logika dalam kasus himpunan crisp.
Suatu himpunan fuzzy selalu dinamai dengan kata kunci tertentu dalam kosa
kata bahasa manusia. Sebagai contoh, himpunan fuzzy panas diilustrasikan melalui
gambar berikut :

Gambar3.6 : Himpunan fuzzy panas

Dalam himpunan crisp temperatur dikategorikan panas jika lebih besar dari pada 42
derajat celcius atau T > 42
0
celcius. Namun dalam himpunan fuzzy temperatur
dikategorikan panas jika temperatur tersebut berselang dari 20 s/d 100 derajat celcius
atau 20
0
< T < 100
0
. Jika kita berbicara tentang variabel fuzzy, maka ini berkaitan dengan
himpunan fuzzy yang memetakan nilai-nilai dari variabel crisp kedalam derajat
keanggotaan, seperti yang diperlihatkan pada gambar 3.6.

Fungsi yang memetakan nilai-nilai crisp dalam himpunan fuzzy disebut sebagai
fungsi keanggotaan atau membership function. Beberapa macam fungsi keanggotaan
yang biasa digunakan adalah : fungsi keanggotaan segitiga, fungsi keanggotaan
trapesium, dan fungsi keanggotaan gaussian. Sebelum membahas mengenai persamaan
matematis dari masing-masing fungsi keanggotaan, berikut ini diperlihatkan kurva dari
masing-masing fungsi keanggotaan yang dimaksud.

Gambar 3.7 : Kurva fungsi keanggotaan dari kiri ke kanan masing-masing adalah
fungsi keanggotaan segitiga, trapesium dan gaussian
Pada prakteknya beberapa variasi pola dari setiap fungsi keanggotaan selalu
disertakan. Dibawah ini merupakan ilustrasi dari fungsi keanggotaan beserta variasi pola
pada setiap fungsi keanggotaan.

Gambar 3.8 : Variasi dari bentuk fungsi keanggotaan segitiga

Gambar 3.9 : Variasi dari bentuk fungsi keanggotaan trapesium

Gambar 3.10 : Variasi dari bentuk fungsi keanggotaan gaussian

Merujuk pada gambar 3.8 s/d gambar 3.10, golongan pola fungsi yang ditandai
dengan huruf a , b, dan c. Berturut-turut adalah pola fungsi-s, pola fungsi-" dan pola
fungsi-z. Jika x menyatakan variabel crisp dalam suatu himpunan fuzzy maka fungsi
keanggotaan yang telah disebutkan sebelumnya, masing-masing dapat dinyatakan
kedalam bentuk berikut:
Persamaan matematik fungsi keanggotaan segitiga :
0 ; x!a atau x !c
!
A
(x) =
) (
) (
a b
a x
!
!
; a ! x ! b

) (
) (
b c
x b
!
!
; b ! x ! c (3.2)

Persamaan matematik fungsi keanggotaan trapesium :
0 ; x!a atau x !d
!
A
(x) =
) (
) (
a b
a x
!
!
; a ! x ! b
1 ; b ! x ! c

) (
) (
c d
x d
!
!
; x !d (3.3)

Persamaan matematik fungsi keanggotaan gaussian :

!
A
(x) = exp
!
"
#
$
%
& ' '
2
2
0
2
) (
(
x x
(3.4)

dimana, Xo adalah titik maksimum kurva gaussian dan # adalah standar deviasi kurva.
Fungsi keanggotaan yang dinyatakan melalui persamaan 3.2 s/d persamaan 3.4,
merujuk pada gambar kurva fungsi keanggotaan yang telah diperlihatkan pada gambar
3.7

3.2.1 Proses fuzzifikasi
Proses fuzzifikasi dalam sistem fuzzy logic berfungsi untuk mengubah variabel
input/output crisp menjadi variabel input/output fuzzy . Dalam kaitannya dengan
perancangan sistem kontrol, variabel input/output crisp adalah: suhu dan daya pemanas.
Suhu merupakan variabel input dari sistem kontrol dan daya pemanas adalah variabel
outputnya. Pada proses fuzzifkasi masing-masing variabel terebut diubah menjadi suatu
pernyataan dalam variabel bahasa (language variable).

Misalnya untuk variabel input crisp suhu, diubah menjadi variabel bahasa suhu
dan variabel output crisp daya pemanas, diubah menjadi variabel bahasa daya. Biasanya
dalam satu variabel bahasa terdiri dari lebih dari satu himpunan fuzzy. Olehkarena itu
variabel-variabel bahasa suhu dan daya dapat direpresentasikan sebagai berikut :

Gambar 3.11 : Variabel input suhu setelah proses fuzzifikasi

Gambar 3.12 : Variabel output daya pemanas setelah proses fuzzifikasi
Jelas terlihat dari gambar 3.11, bahwa terdapat 3 himpunan fuzzy dari variabel bahasa
suhu, yaitu : Dingin, Hangat dan Panas. Pada gambar 3.12 pun terdapat 5 himpunan
fuzzy dari variabel bahasa daya, yaitu : kecil, sedang, besar dan sangat besar.
Pemilihan fungsi keanggotaan dari contoh kasus diatas adalah berdasarkan pengalaman si
perancang. Meskipun pada kenyataannya perlu disesuaikan dengan kemiripan bentuk
fungsi keanggotaan seperti yang telah dibahas sebelumnya.



3.2.2 Rule base dan proses inferensi fuzzy logic
Istilah rule base pada sistem fuzzy logic berkaitan dengan seperangkat aturan
yang menyatakan hubungan antara variabel fuzzy input dan variabel fuzzy output. Setiap
aturan dalam rule base selalu berbentuk pola penalaran sebab akibat biasa. Berikut pola
aturan/rule dalam rule base yang dimaksud :
R
f
: If x
1
is A
i,j
and...and x
n
is A
n,j
then y is B
j
(3.5)
dimana, R
f
: aturan ke-f
x
n
: variabel bahasa input ke-n
y : variabel bahasa output
A
n,j
: himpunan fuzzy untuk setiap variabel bahasa input ke-n
B
j
: himpunan fuzzy pada variabel bahasa output
Pernyataan sebab atau antecedent merupakan variabel input fuzzy dan pernyataan akibat
atau consequent merupakan variabel output fuzzy.
Dalam sistem fuzzy logic dikenal juga mengenai operator logic seperti pada
sistem crisp. Pada persamaan 3.5 sudah diperlihatkan mengenai salah satu dari operator
fuzzy yang ada, yaitu operator AND. Namun mekanisme kerja dari operator-operator
fuzzy berbeda jika dibandingkan dengan operator logic sistem crisp. Dibawah ini akan
diperlihatkan mekanisme dari setiap operator fuzzy logic secara matematis.
a AND b = min (a,b) (3.6)
a OR b = max (a,b) (3.7)
Mekanisme kerja dari operator AND menurut persamaan 3.6 adalah pencarian nilai
minimum antara dua nilai derajat keanggotaan a dan b. Demikian sebaliknya untuk
mekanisme kerja operator OR.
Inti dari rancangan sistem fuzzy logic ada pada proses inferensi yang
digunakannya. Proses inferensi merupakan serangkaian proses pengambilan keputusan
dalam konteks komputasi, untuk memperoleh hasil dari mekanisme sistem fuzzy logic.
Dalam sistem fuzzy logic dikenal dua metode inferensi yang biasa digunakan, yaitu
inferensi Mamdani dan inferensi Takagi-Sugeno. Metode inferensi yang digunakan dalam
perancangan sistem kontrol pada proyek tugas akhir ini adalah, metode inferensi
Mamdani. Pembahasan selengkapnya akan diberikan pada sub-bab terpisah.

3.2.3 Proses defuzzifikasi fuzzy logic
Tahap akhir dari mekanisme kerja sistem fuzzy logic adalah proses
defuzzifikasi. Proses defuzzifikasi berkaitan dengan proses pengubahan variabel fuzzy
menjadi variabel crisp. Ciri khas dari proses defuzzifikasi adalah munculnya satu nilai
crisp dari variabel output bahasa. Secara umum proses defuzzifikasi terimbas oleh
metode inferensi yang dipakai. Olehkarena pembahasan tentang defuzzifikasi akan
diberikan pada sub-bab yang terpisah.



3.3 Metode inferensi Mamdani
3.3.1 Sejarah penemuan metode inferensi Mamdani
Sekitar tahun 70-an, seorang insinyur kontrol asal Inggris bernama Ebrahim
Mamdani, mengalami kesulitan ketika sedang melakukan perancangan sistem kontrol
otomatis pada sebuah mesin uap. Ketika itu beliau mencoba menerapkan teori Bayesian
untuk memprediksi aksi kontrol yang diberikan pada plant, dalam kondisi sistem yang tak
pasti. Sebelumnya, sistem kontrol bekerja secara manual, artinya terdapat operator
(manusia) yang ditugaskan khusus untuk mengontrol pasokan panas bagi mesin uap.
Namun algoritma pengontrolan yang beliau rancang ternyata tidak mampu menggantikan
kehandalan operator. Akhirnya beliau berkesimpulan bahwa, pengambilan keputusan
melalui pemikiran abstrak secara intuitif berdasarkan pengalaman manusia (operator),
terbukti ampuh dalam hal mengatasi permasalahan pada konteks sistem kontrol mesin
uap.
Olehkarena itu, beliau membuat sebuah metode pengambilan keputusan
berdasarkan pengalaman seorang ahli atau dikenal dengan nama rule based expert
system. Namun tetap saja, metode pengambilan keputusan yang beliau rancang masih
sulit untuk diterapkan pada teknik komputasi konvensional. Barulah setelah beliau
membaca sebuah paper yang diluncurkan oleh Lotfi Zadeh mengenai metode fuzzy logic,
solusi dari permasalahan teknik komputasi dapat diselesaikan. Pada akhirnya
permasalahan mengenai perancangan sistem kontrol otomatis mesin uap yang beliau
rancang, berhasil diwujudkan. Segera setelah itu beliau meluncurkan paper mengenai
metode pengambilan keputusan berdasarkan konsep fuzzy logic. Metode pengambilan
keputusan tersebut kini lebih dikenal dengan nama, metode inferensi Mamdani.

3.2.3 Teknik komputasi metode inferensi Mamdani
Metode inferensi Mamdani atau metode pengambilan keputusan dalam
kerangka sistem fuzzy logic, bekerja berdasarkan rule base yang memetakan variabel
input fuzzy kepada variabel output fuzzy. Rancangan sebuah metode inferensi dalam
sistem fuzzy logic akan mempengaruhi beberapa komponen penyusun sistem. Misalnya
dalam metode inferensi Mamdani, penjabaran setiap aturan dalam sebuah rule base-nya
berbeda jika dibandingkan dengan penjabaran aturan pada metode inferensi Takagi-
Sugeno.
Pada kasus pengaturan ventilasi pendingin ruangan berdasarkan kondisi
temperatur, diinginkan kondisi suhu ruangan yang stabil. Dengan menggunakan metode
inferensi mamdani, maka dapat dibuatkan sistem fuzzy logic yang bekerja untuk mencari
nilai daya pemanas yang sesuai. Struktur rule base yang dibuat adalah, sbb :
Rule ke-1 : IF suhu Dingin THEN ventilasi Kecil
Rule ke-2 : IF suhu Hangat THEN ventilasi Sedang
Rule ke-3 : IF suhu Panas THEN ventilasi Besar
Dengan demikian proses inferensi Mamdani berdasarkan tiga rule yang dibuat, dapat
dijelaskan melalui ilustrasi berikut :
INFERENSI MAMDANI
Aktivasi Akumulasi Agregasi
R
U
L
E
1
R
U
L
E
2
R
U
L
E
3

Gambar 3.13 : Proses inferensi Mamdani untuk setiap rule
Proses yang terjadi dalam inferensi Mamdani adalah proses agregasi, aktivasi dan
akumulasi. Proses agregasi adalah proses untuk menghasilkan sebuah nilai derajat
pengisian (degree of fulfillment) dari setiap rule. Nilai tersebut merupakan hasil dari
perhitungan operator AND terhadap nilai derajat keanggotaan himpunan-himpunan input
fuzzy pada setiap antecedent rule. Proses aktivasi merupakan proses deduksi himpunan
output fuzzy pada consequent rule , ditentukan berdasarkan nilai derajat pengisian dari
proses agregasi. Akumulasi merupakan proses penggabungan beberapa hasil deduksi
masing-masing rule. Oleh karena itu operator penggabungan yang digunakan adalah
operator OR.

Tahap defuzzifikasi merupakan tahapan akhir dari komputasi sistem fuzzy logic.
Metode deffuzifikasi yang biasa digunakan adalah metode COG (Central Of Gravity),
COGS(Central Of Gravity for Singletons), BOA ( Bisector of Area), dan MOM
(Mean of Maxima). Dalam kaitannya dengan sistem inferensi Mamdani, metode
defuzzifikasi yang sering digunakan adalah metode COG dan MOM. Metode COG sering
digunakan dalam aplikasi perancangan sistem kontrol menggunakan sistem fuzzy logic.
Sedangkan metode MOM digunakan untuk aplikasi perancangan sistem pengenalan pola.
Metode COG atau dikenal pula dengan nama COM (Central Of Maxima),
merupakan metode komputasi untuk mencari pusat massa suatu daerah dalam kaitannya
dengan, hasil akumulasi pada tahap inferensi Mamdani. Secara matematik metode COG
dapat dinyatakan sbb :
*
( )
( )
z
z
z z dz
z
z dz

=
!
!
(3.8)
dimana, !(z) adalah derajat keanggotaan hasil akumulasi himpunan-himpunan input
fuzzy pada proses inferensi. Variabel z adalah nilai crisp himpunan output fuzzy.
Variabel z
*
merupakan nilai crisp yang dicari dan merupakan hasil akhir dari komputasi
sistem fuzzy logic. Konsekuensi komputasi mengharuskan perhitung COG diterapkan
melalui persamaan diskrit berikut :
1 *
1
( )
( )
n
j j
j
n
j
j
z z
z
z

=
=
=
!
!
(3.9)
Dibawah ini adalah ilustrasi dari proses pencarian nilai crisp pada tahap
defuzzifikasi menggunakan metode COG.

( Gambar 3.14 : Ilustrasi pencarian nilai crisp dengan metode defuzzifikasi COG
(Central Of Gravity) )

3.4 Penerapan fuzzy logic pada sistem kontrol
Salah satu bentuk penerapan dari fuzzy logic adalah, perancangan sistem
kontrol. Arsitektur dari sistem kontrol temperatur menggunakan fuzzy logic diperlihatkan
melalui gambar dibawah ini.
F
U
Z
Z
I
F
I
K
A
S
I
D
E
F
U
Z
Z
I
F
I
K
A
S
I
INFERENSI
MAMDANI
RULE BASE
PREPROCESSING
POST PROCESSING
AKTUATOR PLANT SENSOR
-
Set
Point
Temperatur
Bukaan
Valve, Laju
aliran
Error dan
Error Dot

( Gambar 3.15 : Rancangan sistem kontrol menggunakan sistem fuzzy logic )
Merujuk pada gambar 3.15, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan
perancangan sistem kontrol berbasis fuzzy logic adalah : tahapan preprocessing dan post
processing. Tujuannya adalah untuk memanipulasi data-data crisp menjadi data-data
crisp yang baru sehingga dapat diterapkan pada sistem fuzzy logic maupun hardware.
Pekerjaan selanjutnya adalah melakukan perancangan struktur fuzzy logic seperti yang
telah dibahas pada bab sebelumnya. Untuk perancangan sistem kontrol, perlu ditentukan
sebelumnya, mengenai varibel-variabel fisis yang akan diproses pada sistem fuzzy logic
maupun yang akan dihasilkan sebagai aksi kontrolnya. Pada praktenya fokus dari
perancangan sistem kontrol berbasis fuzzy logic, lebih dicurahkan pada optimasi struktur
sistem fuzzy logic secara trial and error.




















BAB IV
IMPLEMENTASI PERANCANGAN SISTEM

4.1 Rancangan Plant
Plant dapat diartikan sebagai seperangkat peralatan yang bekerja bersama-sama
untuk melangsungkan operasi tertentu [Ogata,1992]. Susunan plant yang dimaksud
mencakup : sensor, chamber dan aktuator. Secara keseluruhan rancangan plant harus
mampu melangsungkan proses fisis yang sedang direncanakan. Kemampuan sensor
sebagai pengindera harus mampu mendeteksi perubahan besaran fisis yang diukurnya,
sehingga persyaratan mengenai keteramatan terpenuhi. Dilain pihak kemampuan aktuator
pun harus dapat dikontrol dengan baik atau syarat keterkontrolan terpenuhi.
Secara garis besar perancangan sistem mengikuti arsitektur rancangan sistem
kontrol otomatik berbasis komputer. Berikut ilustrasi arsitektur rancangan sistem yang
dimaksud :
MODUL DAQ
MODUL AKTUATOR
DESKTOP PC
PLANT UTAMA

(Gambar 5.1: Fitur fisik rancangan chamber )


Bentuk chamber berupa kotak berdimensi 23cmx16cmx20cm, terbuat dari
bahan plastic tembus pandang. Chamber memiliki 2 buah saluran udara yang
menghubungkan chamber dengan entitas luar. Terdapat sebuah saluran masukan dan
sebuah saluran pembuangan.

(Gambar 5.2: Fitur fisik rancangan chamber )
Sensor suhu yang digunakan sebanyak 1 buah dan diletakan pada posisi dekat
dengan lampu pijar. Mengingat dimensi ruangan chamber tidak terlalu besar maka cukup
digunakan 1 sensor suhu saja.

(Gambar 5.3: Konfigurasi susunan aktuator dan sensor )
Aktuator diterapkan untuk mengeksekusi hasil pengolahan sistem kontrol.
Terdapat tiga jenis aktuator yang digunakan, yaitu : kipas (fan) , lampu pijar (elemen
pemanas). Proses pemanasan dilakukan secara radiasi melalui pancaran lampu pijar,

namun untuk membantu proses pemanasan digunakan kipas. Mekanisme kerja kipas
adalah menyedot udara dari luar sistem kedalam, kemudian membuangnya pada saluran
keluaran.

(Gambar 5.4: Ilustrasi elemen pemanas yang digunakan )

(Gambar 5.5: Ilustrasi kipas yang digunakan )
Pengukuran daya listrik pada elemen pemanas dilakukan secara manual, melalui
pembacaan tegangan AC multimeter digital. Olehkarena itu seluruh konfigurasi pada
plant diperlihatkan seperti pada gambar dibawah ini :

(Gambar 5.6: Ilustrasi konfigurasi keseluruhan plant )
4.2 Rancangan Hardware
4.2.1 Modul DAQ
Modul DAQ digunakan untuk menangani proses-proses berikut : pengukuran
data, pengambilan data, dan pengiriman data kepada PC. Konfigurasi modul DAQ yang
dirancang, diperlihatkan melalui gambar berikut :
MUX
ADC
Signal
Conditioning
MIKROKONTROLLER RS-232
Komponen
TTL
FROM
SENSORS
TO PC
Jalur Data
Keterangan warna :
Jalur Kontrol

(Gambar 5.7: Ilustrasi rancangan modul DAQ )

Beberapa spesifikasi yang diinginkan pada modul DAQ yang dirancang
berdasarkan kriteria perancangan sistem adalah :
1. Banyaknya masukan sensor sebanyak 8 buah
2. Penguatan tegangan sensor dapat diatur pada kisaran 1 s/d 20 kali
3. Jumlah bit ADC yang dipakai sebesar 8-bit
4. Data sensor bisa diakses pada PC maupun pemroses lainnya seperti komponen
TTL (Transistor-Transistor Logic)
5. PC dan Modul DAQ bisa berkomunikasi dua arah
Beberapa tahapan proses pengolahan sinyal sensor sedemikian hingga menjadi
data-data digital yang muncul di PC, dijelaskan melalui bagan dibawah ini :
Proses 1
Mux memilih
8 masukan sinyal
analog sensor
Proses 2
Penguat Sinyal
menguatkan sinyal
analog sensor
Proses 3
ADC
mengkonversikan
sinyal analog sensor
menjadi
sinyal digital
Proses 4
Mikrokontroller
mengolah sinyal digital
sensor, siap dikirim ke
PC dan komponen
TTL
Sensor
PC dan TTL

(Gambar 5.8: Ilustrasi alur proses sistem operasi pada modul DAQ )

a. Proses 1
Pada proses 1 dilakukan proses pemilihan saluran masukan dari 8 saluran
masukan sensor. Komponen yang khusus menanganinya adalah multiplexer.
Multiplexer atau MUX merupakan komponen elektronika yang berfungsi untuk
memilih salah satu jalur data yang ingin diteruskan dari beberapa jalur data
masukan. Multiplexer memiliki arsitektur yang menyerupai gerbang saklar
dimana proses pengaktifannya menggunakan teknik pengalamatan (addressing)
pada pin kontrolnya.

Multiplexer yang digunakan dalam blok ini adalah MUX4051 yang memiliki 8
jalur data input (In0-In7), 1 jalur data output (Out), 3 alamat input (A,B,C) dan 1
pin logic(Enable Logic).

(Gambar 5.9 Fitur fisik dan skematik rangkaian MUX4051)
Jalur kontrol dari mikrokontroller dihubungkan melalui jalur alamat dan pin
enable logic. Selanjutnya mikrokontroller akan mengirimkan kombinasi logic
untuk menentukan jalur data input yang dipilih. Berikut ini adalah tabel kebenaran
dari setiap kombinasi logic pada jalur alamat multiplexer :
KANAL ALAMAT MUX
JALUR DATA INPUT A B C
0 0 0 IN 0
0 0 1 IN 1
0 1 0 IN 2
0 1 1 IN 3
1 0 0 IN 4
1 0 1 IN 5
1 1 0 IN 6
1 1 1 IN 7

(Tabel 5.1 : Tabel kebenaran pengalamatan multiplexer)
Tanda (0) merupakan kondisi low level tegangan, sebaliknya tanda (1)
menyatakan kondisi high level tegangan. Pengoperasian muliplexer ini mengikuti
langkah-langkah sbb :
1. Aktifkan multiplexer dengan memberikan logic low (0) pada pin logic
Enable MUX
2. Lakukan pemilihan jalur data dengan memberikan kombinasi menurut
tabel kebenaran pada table 5.1. Output multiplexer akan memberikan
output tegangan yang sama dengan input tegangan dari jalur data input
multiplexer yang dipilih.
3. Non aktifkan multiplexer dengan memberikan logic high (1) pada pin
logic Enable MUX setelah pembacaan data selesai dilakukan

b. Proses 2
Sinyal keluaran sensor LM35 berkisar antara 200 mV s/d 900 mV, olehkarena itu
sebelum masuk pada ADC sinyal tersebut harus diperkuat. Berikut ini adalah
skematik rangkaian penguat yang dirancang :
R R
R var 2
R
R
R
R var 1
Vcc
Vee
5 V
V input
V output
+
-
+
+
-
-

(Gambar 5.10: Skematik rangkaian penguat)
Merujuk pada gambar 5.10, proses penguatan yang terjadi dilakukan sebanyak 3
tahap. Tahap pertama bekerja penguatan membalik ditunjukan oleh kotak
berwarna biru. Besarnya gain penguatan membalik diatur dengan melakukan
penalaan pada resistor variabel Rvar 1. Tahap kedua bekerja penguatan
penjumlah, bertujuan untuk mengatur level tegangan keluaran penguat membalik
sesuai dengan level yang diinginkan. Pengaturan dilakukan dengan cara menala
nilai hambatan pada resesistor variabel Rvar 2. Tahap ketiga bekerja penguatan
penyangga, bertujuan untuk mempertahankan level tegangan keluaran dari
penguat penjumlah. Komponen elektronik yang berperan dalam memperkuat
sinyal analog adalah penguat operasional atau op-amp, dan jenis op-amp yang
digunakan adalah LM741.

c. Proses 3
Proses yang terjadi pada proses 3 adalah konversi sinyal analog menjadi sinyal
digital. Tujuannya adalah supaya data analog sensor dapat diolah oleh perangkat-
perangkat digital, seperti PC dan mikrokontroller. Komponen yang digunakan
adalah sebuah single-chip (IC) ADC atau Analog to Digital Converter. ADC
adalah komponen elektronika yang digunakan untuk mengkonversi data analog
menjadi data digital. Jenis IC ADC yang digunakan dalam blok ini adalah
ADC0809. ADC0809 merupakan ADC 8 bit, yaitu ADC yang mengkonversi data
analog menjadi data digital dengan panjang data sebanyak 8 bilangan digital
(1 byte). Artinya, ADC ini mengkonversi data analog menjadi data digital dalam
rentang 00000000 11111111 dalam basis biner (atau 0 255 dalam basis
desimal). IC ADC yang terdapat dalam blok ADC ini menggunakan tegangan
referensi sebesar 5 volt sebagai acuan dalam konversi data.

Sampling rate dari ADC 0809 (ADC jenis SAR / Successive Approximation
Register) sekitar 100 us. Sampling rate ini menunjukkan waktu minimum yang
diperlukan oleh ADC 0809 untuk melakukan satu proses konversi. ADC 0809
memiliki error konversi sebesar 1 lsb artinya hasil konversi data analog akan
berbeda sekitar 19.6 mV dari data analog sebenarnya. Masukan analog pada
ADC 0809 terdapat 8 buah channel masukan, dengan demikian pada ADC 0809
terdapat kanal-kanal yang dialamati khusus untuk melakukan pemilihan gerbang
masukan diantara 8 buah gerbang masukan tersebut.

Berikut fitur fisik dan penerapan IC ADC0809 pada rancangan blok operator
proses 3 :

(Gambar 5.11: Fitur fisik dan Skematik rangkaian ADC0809)
Merujuk pada gambar 5.11, ADC 0809 memiliki beberapa pin logic yang harus
dikontrol agar ADC ini dapat melakukan konversi data. Pin-pin logic tersebut
adalah pin logic START (Write), Output Enable (Read), End Of Conversion
(Interrupt). Kanal data keluaran digital ADC terdiri dari pin D0 s/d D7.
Pengoperasian ADC dapat dilakukan dengan melihat diagram pewaktuan (timing
diagram) berikut :

(Gambar 5.12 : Diagram pewaktuan ADC 0809)
Diagram pewaktuan merupakan sebuah metode standar yang digunakan untuk
menjelaskan siklus kerja sistem dari sebuah komponen digital. Melalui
pembahasan mengenai informasi diagram pewaktuan ADC 0809, dapat dibuat
protokol untuk mengoperasikannya. Adapun langkah-langkah untuk
mengoperasikan ADC 0809 yang dimaksud, adalah:
1. Pilih gerbang masukan analog, pada pin A, B dan C. Gerbang analog hanya
dipilih satu dari 8 gerbang yang ada
2. Aktif High sinyal pin logic ALE dan pin logic START dengan cara memberi
logic 1 pada pin logic START
3. Periksa kapan konversi data selesai dengan merujuk pada pola sinyal keluaran
pada pin logic EOC yang terhubung dengan Interupt Mikrokontroller
4. Lakukan penulisan data hasil konversi ke pin output dengan memberikan logic
high pada pin logic Output Enable
d. Proses 4
Data sensor suhu yang masuk pada proses 4 sudah beruapa data digital 8-bit.
Selanjutnya data suhu ini akan diproses supaya data dapat diakses oleh PC dan
komponen TTL. Kompenen TTL (Transistor-Transistor Logic) merupakan
keluarga IC yang mana level high tegangan logicnya sebesar 5 Volt. Komponen
TTL yang dimaksud adalah mikrokontroller, fasilitas ini dibuat untuk mendukung
rancangan sistem embedded pada sistem pemanas. Komponen utama yang
bertugas untuk mengolah data digital pada modul DAQ adalah mikrokontroller.

Mikrokontroller adalah sebuah piranti berwujud IC single-chip yang dirancang
khusus menyerupai struktur fungsional dari sebuah komputer. Secara umum
struktur fungsional komputer terdiri dari : RAM atau Random Access Memory,
ROM atau Read Only Memory, perangkat input-output atau I/O, dan CPU atau
Central Processing Unit. Meskipun struktur fungsional mikrokontroller mirip
dengan komputer, namun kapasitas struktur keseluruhan sistemnya terbatas.
Penerapan mikrokontroller pada modul DAQ ini berfungsi juga untuk mengontrol
sistem operasional komponen-komponen digital lain yang termasuk dalam modul
DAQ.

Jenis mikrokontroller yang digunakan adalah AT89S52, termasuk dalam
golongan mikrokontroller MCS51. Disamping itu tipe IC dari AT89S52 termasuk
dalam jenis IC TTL. Mikrokontroller ini merupakan mikrokontroller 8 bit yang
mampu ditulisi dengan pemograman flash (flash programmer). Mikrokontroller
ini memiliki 40 pin dengan komposisi 32 pin input-output, 3 pin untuk
pertambahan RAM / EEPROM, 2 pin untuk osilator kristal, 1 pin untuk reset, dan
2 pin untuk Vcc dan Gnd.

(Gambar 5.13: Skematik rangkain dan konfigurasi pin-pin AT89S52)
Merujuk pada gambar 5.13, beberapa pin mikrokontroller yang digunakan untuk
mengontrol komponen digital dan penyedia jalur data digital dalam modul DAQ
adalah :
1. Port 2 (P2.0 s/d P2.7) digunakan sebagai input data digital dari ADC
2. Port 1 digunakan sebagai pin pengontrol multiplexer (P1.4 P1.7)
3. Port 3 digunakan untuk mengontrol pin-pin logic ADC0809. Pin START
terhubung dengan P3.6; pin Conversion Enable terhubung dengan pin P3.7.
4. Port TXD dan RXD digunakan untuk komunikasi data serial dengan PC
dimana baud rate yang digunakan adalah 57600 bps (bit per second).
Disamping itu port TXD dan RXD ini digunakan untuk melangsungkan
dengan komponen TTL (mikrokontroller lain)

Mikrokontroller dirancang untuk dapat melakukan komunikasi dengan PC
maupun mikrokontroller lain. Protokol sistem komunikasi yang diterapkan adalah
metode pengiriman data serial UART ( Universal Asynchronous Receiver
Transmitter ). Proses penerapan pengiriman data serial UART dilakukan dengan
cara memprogram mikrokontroller, melalui pengontrolan register timer.

Sebelum melakukan komunikasi serial antara mikrokontroller dengan PC, perlu
dilakukan penyamaan level tegangan pada pin transmitter dan reciever kedua
piranti. Hal ini dilakukan karena sudah ada standard mengenai komunikasi
antarmuka terhadap beberapa piranti elektronik. Standar komunikasi data serial
yang dipakai adalah standar EIA( Electronic Industries Association) RS-232.
Dokumentasi standard ini salah satunya membahas mengenai level tegangan
untuk kondisi HIGH dan kondisi LOW [Champbel Joe-9]. Komponen digital
yang dipakai dalam modul DAQ ini adalah IC konverter MAX232. Berikut fitur
fisik dan skematik rangkaian MAX 232 yang dipakai:

(Gambar 5.14: Fitur fisik dan skematik rangkain MAX 232)
4.2.2 Modul Aktuator
Modul aktuator bersifat umum, sehingga dilengkapi dengan tiga jenis
penanganan aktuator, yaitu : valve, fan dan pemanas. Namun untuk keperluan
pengontrolan daya, digunakan modul pemanas saja. Semua aktuator dikendalikan oleh
PC melalui jalur paralel pada port LPT-1.

(Gambar 5.15: Ilustrasi rancangan modul aktuator)
Port LPT-1 memiliki 25 pin, masing-masing digolongkan kedalam empat jenis
fungsi, yaitu : jalur data, jalur status, jalur kontrol dan grounding. Pada prakteknya
digunakan jalur data untuk mengendalikan aktuator. Kapasitas jalur data sebanyak 1 byte
atau 8 bit, olehkarena itu jalur data yang tersedia berjumlah 8 pin. Untuk keperluan
manipulasi data digunakan latch, sehingga mampu mengirimkan data ke-sejumlah
terminal keluaran. Proses manipulasi dilakukan dengan cara memecah jalur 8 bit data
menjadi 2 bagian atau per-nible. Empat pertama dijadikan sebagai saluran data bagi
aktuator, empat berikutnya dijadikan sebagai saluran kontrol untuk latch.
Latch yang digunakan adalah jenis D Flip-Flop dengan tipe produk
DM74LS573. Sinyal kontrol masing-masing dihubungkan pada pin LE (Latch Enable)
lacth. Saat pin LE berkondisi High kondisi latch adalah kondisi mengunci, sehingga
keluaran latch akan selalu sama dengan keadaaan awalnya. Kondisi sebaliknya bagi lacth
ketika LE berkondisi Low.

( Gambar 5.16: Fitur fisik dan tabel kebenaran Latch DM74LS573 )
Modul pemanas tersusun dari rangkaian saklar dan sebuah DAC, namun saklar
yang dipakai merupakan tipe semikonduktor atau TRIAC. Dengan menggunakan modul
pemanas daya keluaran pemanas dapat diatur berdasarkan nilai bit yang dikirim dari PC.
Olehkarena itu dibutuhkan DAC ( Digital to Analog Converter) untuk menghasilkan
sinyal analog dari data-data digital.

( Gambar 5.17: Skematik rangkaian modul pemanas )
Tegangan analog yang dihasilkan digunakan untuk mengendalikan Opto
Coupler. Aktivasi TRIAC ditentukan oleh perbedaan tegangan analog dan tegangan
refrensi pada opto coupler. Melalui perancangan modul pemanas tersebut maka, daya
yang nantinya diberikan pada elemen pemanas (lampu pijar) dapat diatur kedalam selang
daya antara : 0 s/d 60 watt.


4.3 Rancangan Software
Perangkat lunak atau software diperlukan untuk menjalankan keseluruhan
hardware (perangkat keras) yang dirancang.
HUMAN MACHINE INTERFACE SOFTWARE
L
O
C
A
L

O
P
E
R
A
T
I
N
G

S
Y
S
T
E
M
H
A
R
D
W
A
R
E
U
S
E
R
Konfigurasi
sistem
Cek Condt
Inisialisasi Port
Serial
Pemilihan Menu
Operasi Sistem
Setting Path file
data pengukuran
Cek Condt Cek Condt
Buat File Data
Pengukuran
Data yang
tersimpan
Manipulasi
Data
Aktivasi
Pengontrol On-off
Aktivasi
Pengontrol Fuzzy
Cek Aktuator
Input Set Point &
nilai manual
aktuator
Panggil fungsi
fuzzy logic melalui
ekstensi .ftr
FuzzyTech
Pengkondisian
data
Algoritma Pengontrol
On-OFF
Algoritma
penggerak
aktuator
Buffer Data
DISPLAY
Preprocessing
Data
Postprocessing
Data
Modul DAQ
Modul Pemanas
COMMAND
Kirim Karakter
untuk aktivasi
DAQ
END PROCESS
YES
NO
YES
YES
YES YES
YES
NO NO

(Gambar 5.18: Rancangan cetak biru software Human Machine Interface)
Merujuk pada gambar 5.18, diperlihatkan mengenai alur proses (run time
process) yang terjadi pada software yang dibuat. Pengguna atau user mendapatkan
fasilitas untuk mengakses hardware secara manual maupun otomatis ketika digunakan
untuk menjalankan sistem kontrol. Data-data hasil pengukuran secara otomatis tersimpan
dalam format file umum sehingga dapat dibuka pada semua jenis text editor. Bahkan user
pun dapat terus memonitor kondisi plant secara real-time, melalui grafik dan perangkat
display lainnya. Pada layer (lapisan) local operating system, terjadi proses pengolahan
data-data yang telah diinisialisasi maupun diinputkan oleh user. Jalur penghubung yang
berwarna hijau menandakan deretan data dari pengguna, warna merah muda menandakan
jalur kontrol (boolean logic), dan warna biru menandakan jalur data pemrosesan dalam
sistem. Pada layer hardware, diperlihatkan mengenai sekumpulan hardware yang terlibat
dalam komponen penyusun sistem kontrol. Untuk menjembatani koneksi antara PC
dengan hardware, pada software sudah dipersiapkan beberapa protokol yang menangani
komunikasi data secara serial dan paralel.
Software yang dibuat tersebut dinamai dengan HMI (Human Machine
Interface), karena fungsinya sebagai penghubung antara user dengan hardware (machine)
sedemikian hingga user dapat berinteraksi terhadapnya. Perancangan software HMI ini
dilakukan dengan menggunakan LabView 8.0. Perancangan program yang menjalankan
komputasi fuzzy logic dilakukan pada software FuzzyTech versi 5.1, sehingga untuk
menggabungkan dengan software HMI yang dibuat, format filenya harus berupa fungsi
dll ( dynamic link library).

4.3.1 Perancangan struktur sistem fuzzy logic untuk sistem kontrol
Perancangan software fuzzy logic untuk aplikasi sistem kontrol sudah
distandarisasikan melalui dokumen IEC (International Electrotechnical Commission)
yang dikeluarkan pada tahun 1997. Olehkarena itu sejumlah produk software yang
mendukung komputasi fuzzy logic banyak bermunculan. Software yang digunakan untuk
merancang komputasi fuzzy logic untuk sistem kontrol ini adalah FuzzyTech 5.1.
Fasilitas utama yang diberikan adalah, membantu user untuk membangun sistem fuzzy
logic untuk beberapa aplikasi, salah satunya adalah untuk perancangan sistem kontrol.
Perancangan fuzzy logic untuk sistem kontrol harus melewati beberapa tahapan
perancangan berikut :

(Gambar 5.19: Alur proses penerapan sistem fuzzy logic pada sistem kontrol )
Tahapan preprocessing dan post-processing dikerjakan melalui software LabView 8.0,
sedangkan tahapan perancangan struktur sistem fuzzy logic dikerjakan pada FuzzyTech
5.1. Pada prakteknya perancangan struktur sistem fuzzy logic tersebut dilakukan
berulang-ulang kali, tujuannya adalah untuk mencapai hasil yang optimal. Perlu dicatat
disini, bahwa tidak ada metode khusus yang menentukan performasi rancangan sistem
fuzzy logic. Karena perancangan sistem fuzzy logic ditentukan oleh pengalaman si
perancang mengenai penguasaan terhadap masalah yang sedang dihadapinya.
Variabel input yang akan diproses pada sistem fuzzy logic ini adalah error
temperatur (error) dan laju perubahan error temperatur (error dot). Variabel output yang
akan dihasilkan melalui sistem fuzzy logic ini adalah sudut bukaan valve (bukaan).
Ketiga variabel tersebut ( error, error dot, dan bukaan) akan diproses melalui tahap
fuzzifikasi. Kemudian setelah proses fuzzifikasi selesai dilakukan, berikutnya adalah
tahap pembentukan rule-base dan inferensi, tahap terakhir adalah proses defuzzifikasi.
Untuk memantapkan pemahaman mengenai proses perancangan struktur sistem fuzzy
logic, dianjurkan untuk membaca kembali bab 4 pada tulisan ini.
Variabel error didefinisikan sebagai selisih antara nilai temperatur aktual
dengan nilai set point temperatur. Variabel laju perubahan error didefinisikan sebagai
selisih nilai mutlak error sekarang dengan nilai error mutlak sebelumnya. Periode waktu
untuk menentukan variabel laju perubahan error ditentukan selama 1 detik.
Error = Temperatur Aktual Temperatur Set Point (5.1)
Error Dot = | Error
n
| - | Error
n - 1
| (5.2)
Untuk mendapatkan nilai error dan error dot, data-data mentah hasil pengukuran harus
dimanipulasi pada tahap preprocessing. Selanjutnya akan dibahas mengenai beberapa
tahapan yang dilalui dalam rangka melakukan perancangan sistem fuzzy logic
menggunakan FuzzyTech 5.1.

a. Tahap Fuzzifikasi
Pada prakteknya proses fuzzifikasi merupakan proses pembentukan himpunan
fuzzy untuk setiap variabel yang akan diproses pada sistem fuzzy logic. Sebelum
melangkah lebih jauh, pertama kali yang harus dilakukan adalah menentukan
selang nilai untuk setiap variabel. Dasar pertimbangan yang digunakan adalah
berdasarkan data-data pengamatan terhadap sistem yang ditinjau. Setelah selang
nilai didapatkan, selanjutnya mengelompokan nilai-nilai tersebut kedalam
variabel bahasa (language variable) yang ditentukan berdasarkan pengalaman
perancang. Ketika melakukan pengelompokan ini, secara definisi perancang
melakukan pengaturan (adjustment) terhadap fungsi keanggotaan untuk setiap
variabel bahasa yang ditentukannya.

Tahap fuzzifikasi dalam perancangan sistem fuzzy logic, berkaitan dengan
penggunaan software FuzzyTech 5.1, diperlihatkan melalui gambar-gambar
berikut :

(Gambar 5.20: Panel fuzzifikasi variabel error pada FuzzyTech 5.1)


(Gambar 5.21: Panel fuzzifikasi variabel laju error pada FuzzyTech 5.1)

(Gambar 5.22: Panel fuzzifikasi variabel bukaan valve pada FuzzyTech 5.1)
Variabel error secara intuitif terbagi menjadi 3 bagian yaitu : negatif, zero dan
positif. Semakin negatif nilai error semakin jauh nilai temperatur yang diukur
terhadap nilai temperatur yang diinginkan. Variabel error dot pun dikelompokan
menjadi 3 bagian yaitu : decrease, steady, dan increase. Secara definisi diartikan
bahwa, semakin besar derajat keanggotaan variabel bahasa decrease, maka
semakin lambat pula laju kesalahan sistem kontrol. Pemilihan variabel error dot
yang mengukur laju kesalahan atau error, didasari atas pertimbangan untuk
melihat seberapa cepat respon sistem terhadap gangguan. Pada akhirnya,
kecepatan sistem untuk mencapai nilai set point dapat diatur sesuai dengan hasil
yang diharapkan.

b. Tahap pembentukan rule-base dan inferensi
Pemetaan variabel fuzzy masukan kepada variabel fuzzy keluaran dilakukan
dengan cara menentukan rule untuk semua kemungkinan. Metode inferensi yang
dipakai adalah inferensi Mamdani. Seperti halnya dengan proses fuzzifikasi,
ketika menentukan rule base pun dilakukan secara intuitif dan berdasarkan
pengalaman.

(Gambar 5.23: Panel pembuatan rule base pada FuzzyTech 5.1)
Ciri khas dari inferensi Mamdani adalah pernyataan consequent pada setiap rule,
dinyatakan dalam himpunan fuzzy yang diwakili oleh suatu variabel bahasa.
Seperti yang diperlihatkan pada gambar 5.23 diatas. Pencarian nilai optimal dari
sistem kontrol dilakukan dengan cara mengatur susunan rule pada rule base yang
dibuat.

c. Tahap defuzzifikasi
Ketika melakukan perancangan sistem fuzzy logic, software yang digunakan telah
menyediakan fasilitas untuk menentukan metoda defuzzifikasi yang ingin
diterapkan. Metode defuzzifikasi yang dipilih adalah COG (Centre of Gravity)
atau COM (Centre of Maxima). Metode ini dipilih karena banyak digunakan
untuk perancangan sistem kontrol

(Gambar 5.24: Panel pemilihan metode defuzzifikasi pada FuzzyTech 5.1)

Setelah struktur fuzzy logic selesai dibangun, file yang dibuat harus di compile kedalam
bentuk sistem run-time. Tujuannya supaya struktur fuzzy logic yang dibuat melalui
FuzzyTech 5.1 dapat diakses oleh software HMI yang dibuat melalui LabView 8.0.
Namun perlu diperhatikan mengenai waktu operasi dari fungsi sistem fuzzy logic
tersebut, hal ini dilakukan untuk mencegah gagalnya operasi akibat timeout proses.

4.3.2 Rancangan software interfacing Modul DAQ dengan PC
Pada bab sebelumnya telah diperlihatkan mengenai proses yang terjadi pada
modul DAQ. Dalam kaitannya dengan interfacing (antar muka) dengan PC, data hasil
pengukuran dikirimkan secara serial dengan metode UART (Universal Asynchronous
Receiver Transmitter). Metode pengiriman UART dijelaskan melalui ilustrasi berikut :
D0 D7 D6 D5 D4 D3 D2 D1
START BIT STOP BIT
DATA 1 BYTE
LOGIC 0
LOGIC 1

(Gambar 5.25: Teknik UART dalam komunikasi serial )
Merujuk pada gambar 5.25, untuk memulai proses pengiriman data 8 bit atau 1
byte perlu dilakukan inisialisasi dengan memberikan bit penanda bahwa data akan
dikirim. Bit penanda untuk memulai proses pengiriman ini adalah bit START yang
berkondisi low atau logic 0. Setelah bit START dikirim data dikirim secara serial
sebanyak 8 bit atau 1 byte mulai dari bit LSB (Least Significant Bit) sampai bit MSB
(Most Significant Bit). Ketika proses pengiriman data selesai, kemudian ditutup dengan
pemberian bit penanda akhir atau STOP bit yang berkondisi high atau logic 1. Kecepatan
proses pengiriman data perdetik secara serial melalui teknik UART dinyatakan dalam
baud rate dengan satuan bps atau bit per second
Komponen pengendali dari modul DAQ tersebut adalah mikrokontroller
AT89S52. Dalam upaya memprogram mikrokontroller perlu dipersiapkan beberapa tools
yang dibutuhkan, antara lain : Editor, Compiler, dan Downloade/linker. Editor berfungsi
untuk menuliskan text bahasa pemograman yang dipakai, compiler berfungsi untuk
mengekstrak kode-kode mesin dari program yang ditulis pada editor, dan downloader
berfungsi untuk mengirimkan kode-kode mesin pada flash memory mikrokontroller. Pada
prakteknya perangkat lunak yang digunakan untuk memprogram mikokontroller
AT89S52 adalah ProVIEW32. Perangkat lunak tersebut sudah dilengkapi dengan editor,
compiler dan downloader /linker. Dibawah ini diperlihatkan mengenai flowchart proses
akuisisi data sampai pada pengiriman data ke PC :
START
Tunggu instruksi
dari Keypad
Ambil data
sensor
Operasikan ADC
untuk konversi
data analog
Simpan
data dalam
buffer
Kirim data secara
serial
END
Yes
No
Manipulasi data
hasil konversi
ADC

(Gambar 5.26: Flowchart proses akuisisi data dan interfacing modul DAQ ke PC )












BAB V
PENGUJIAN SISTEM

5.1 Tahap Persiapan Pengujian
Beberapa skenario pengujian akan dilakukan untuk memperlihatkan performansi sistem
kontrol yang dirancang. Namun perlu dipersiapkan terlebih dahulu mengenai
kelengkapan sistem kontrol yang akan diujikan. Beberapa kelengkapan yang harus
dipenuhi tersebut adalah : kalibrasi terhadap data-data sensor, investigasi terhadap sifat
keteramatan dan keterkontrolan sistem kontrol.

5.1.1 Kalibrasi Sensor
Salah satu faktor yang mempengaruhi validasi data keluaran sistem kontrol
adalah, kualitas data masukan yang dihasilkan sensor. Olehkarena itu data-data yang
dihasilkan oleh sensor perlu dikalibrasi dengan alat ukur yang dijadikan referensi atau
kalibrator. Pengertian kalibrasi menurut ISO adalah seperangkat operasi dalam kondisi
tertentu yang bertujuan untuk menentukan hubungan antara nilai-nilai yang ditunjukkan
oleh alat ukur atau sistem pengukuran atau nilai yang ditunjukkan material ukur dengan
nilai measurand yang telah diketahui.
Prosedur yang dilakukan selama proses kalibrasi adalah, pengambilan data
temperatur dari masing-masing sensor melalui software HMI dan pencatatan manual
terhadap data temperatur dari termometer. Pengambilan data dilakukan setiap 10 detik
sekali dalam periode waktu 12 menit, pada posisi yang sama dalam waktu yang
bersamaan. Berikutnya akan diperlihatkan hasil yang diperoleh pada tahap kalibrasi :

(Gambar 6.1 : Grafik kalibrasi sensor suhu terhadap kalibrator)
Sehingga diperoleh error rata-ratanya sebesar, 1.038
0
C dan persamaan regresinya adalah :
Y=0.917X+1.802.

5.1.2 Pengujian Keteramatan dan Keterkontrolan Sistem
Persyaratan fundamental yang harus dipenuhi sebelum melakukan perancangan
sistem kontrol adalah, sistem yang dikontrol harus teramati sempurna dan terkontrol
sempurna. Keteramatan sistem kontrol mensyaratkan supaya variabel dalam sistem yang
akan dikontrol dapat terukur. Keterkontrolan sistem kontrol, mensyaratkan supaya respon
pada sistem kontrol bervariasi sesuai variasi sinyal masukan yang diberikan.
Kalibrasi Sensor 1
y = 0.917x + 1.802
28
30
32
34
36
38
40
28 30 32 34 36 38 40
Data Kalibrator ( Celcius )
D
a
t
a

S
e
n
s
o
r

(

C
e
l
c
i
u
s

)

(Gambar 6.2 : pengujian keteramatan sistem)
Sistem teramati sempurna karena pada gambar 6.2, diperlihatkan respon dinamik dari
perubahan suhu yang berbeda satu sama lainnya berdasarkan variasi bukaan valve,
olehkarena itu sistem dapat dikontrol.

5.2 Pengujian kestabilan temperatur
5.2.1 Performansi rancangan sistem kontrol fuzzy logic
Berdasarkan analisis terhadap kegagalan dalam perancangan konfigurasi fuzzy
logic secara trial and error, maka dicoba dibuat konfigurasi dari fuzzy logic yang
dimaksud. Berikut ini akan diperlihatkan mengenai konfigurasi fuzzy logic yang baru :

(Gambar 6.3 : Konfigurasi himpunan fuzzy variable error)

(Gambar 6.4 : Konfigurasi himpunan fuzzy variable errordot)

(Gambar 6.5 : Konfigurasi himpunan fuzzy variable bukaan)

(Gambar 6.6 : Konfigurasi rule base)
Kemudian akan dilakukan pengujian performansi terhadap sistem kontrol
dengan menggunakan konfigurasi fuzzy logic yang baru. Berikut ini merupakan hasil
pengujian performansi yang dimaksud :

(Gambar 6.7 : Pengujian sistem kontrol Fuzzy Logic pada setpoint 26
0
C)
Settling time yang dicapai pada detik ke-147 detik, overshoot yang dihasilkan sebesar 0%
dengan error steady state sebesar -0.04
0
C.

5.2.2 Performansi rancangan sistem kontrol konvensional
Sebagai bahan perbandingan akan diujikan sebuah rancangan sistem kontrol on-
off. Berikut hasil yang didapatkan melalui pengujian yang dimaksud :

(Gambar 6.8 : Pengujian sistem control On-Off pada setpoint 26
0
C)
Error rata-rata dari sistem kontrol on-off dengan set poin tersebut sebesar 0.05
0
C. Alasan
perhitungan error rata-rata pada respon on-off, karena tidak pernah ditemukan keadaan
steady atau tunak pada sistem kontrol on-off. Seperti terlihat pada gambar bahwa respon
sistem selalu berosilasi.

5.3 Pengujian effisiensi daya elemen pemanas
Pada tahap pengujian ini, ingin diketahui berapa besar daya yang dibutuhkan
oleh elemen pemanas untuk menciptakan kestabilan temperatur pada nilai set point.
Sehingga pada akhirnya nanti, dapat dicari efisiensi daya melalui rancangan fuzzy logic
dan konvensional. Pengukuran daya tersebut dilakukan secara tidak langsung, artinya
diukur tegangan pada beban ( elemen pemanas/lampu pijar ). Berikut ilustrasi
pengukuran daya yang dimaksud :
Modul Pemanas
( TRIAC )
Voltmeter
To PC

(Gambar 6.8 :Ilustrasi pengukuran daya pada elemen pemanas secar tidak langsung)
Pengambilan data dilakukan secara manual selama 778 detik. Melalui perumusan berikut
dapat dicari daya untuk masing waktu :
P=
R
V
2
(5.1)
Olehkarena itu, dengan mengetahui nilai hambatan dari lampu, maka dapat ditentukan
daya pada lampu pijar ( elemen pemanas ) yang dimaksud. Diketahui daya maksimum
lampu pijar tertulis sebesar 60 Watt. Jika tegangan maksimum AC sebesar 220 Volt
maka, hambatan elemen pemas terhitung sebesar, 806 Ohm. Perhitungan daya yang
dimaksud adalah daya rata-rata selama 778 detik.
Secara keseluruhan, daya listrik yang digunakan oleh lampu pijar (elemen
pemanas) merupakan daya masukan pada sistem control untuk melangsungkan proses
pemanasan dalam ruang tertutup. Melalui data-data pengukuran diketahui bahwa daya
rata-rata sistem kontrol untuk selang pengukuran selama 778 detik, adalah :
No Daya rata-rata ( On-Off) Daya rata-rata ( Fuzzy Logic)
1 29.72 Watt 14.93 Watt
(Tabel 6.1 : Tabel daya elemen pemanas pada penerapan sistem kontrol )
Data diambil, ketika sistem kontrol bekerja untuk mencapai set point sebesar 26
0
C,
dengan keadaan awal temperatur sebesar 23.7
0
C. Jika daya yang diperlukan untuk
memanaskan sistem adalah sama, tulis P
Q
. Effiensi daya sebuah sistem dirumuskan
melalui perumusan berikut :
masuk
Keluar
P
P
= !
(5.2)
Maka perbandingan nilai effisiensi daya selama pengontrolan melalui kedua metode
tersebut, dihitung sbb :
RataFuzzy
Q
RataOnOff
Q
OnOff
FyzzuLogic
P
P
P
P
=
!
!
(5.3)
Dengan mensubtitusikan variabel daya rata-rata untuk masing-masing metode
pengontrolan menurut tabel 6.1. Maka diperoleh perbandingan effisiensi daya sbb :
OnOff FuzzyLogic
! ! 98 . 1 =

Dengan demikian penggunaan daya listik melalui rancangan sistem kontrol berbasis
fuzzy logic memberikan nilai effisiensi daya sekitar 2 kali effisiensi daya pada rancangan
sistem kontrol konvensional ( On-Off)

5.4 Pengujian kestabilan daya elemen pemanas
Melalui data-data mengenai daya elemen pemanas yang terukur dalam selang
waktu pengontrolan pada set point 26
0
C. Dapat direpresentasikan kestabilan daya lisrik
elemen pemanas, untuk masing metode pengontrolan.

(Gambar 6.9 : Kestabilan daya elemen pemanas pada pengontrol fuzzy logic )

(Gambar 6.10 : Kestabilan daya elemen pemanas pada pengontrol on off)
















BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Dari pengujian sistem kontrol yang telah dilakukan diperoleh beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Optimalisasi konfigurasi fuzzy logic yang dibuat, dilakukan melalui tahapan trial
and error.
2. Effisiensi daya yang diperlukan untuk menjalankan sistem kontrol, dalam rangka
mencapai nilai set point ditentukan oleh metode pengontrolan yang dipakainya.
3. Rancangan sistem berbasis fuzzy logic memberikan hasil berupa effisiensi daya,
hampir 2 kali lebih besar daripada effisiensi daya dalam rancangan system kontrol
konvensional (On-Off)
4. Perancangan sistem kontrol berbasi fuzzy logic lebih menghemat energi listrik
(dalam konteks pencatuan elemen pemanas) dibandingkan dengan rancangan
sistem kontrol konvensional
5. Performansi kestabilan suhu dihasilkan melalui rancangan system control berbasis
fuzzy logic, lebih baik daripada rancangan sistem kontrol on-off.
6. Melalui perancangan system control berbasis fuzzy logic, peluang kerusakan
elemen pemanas akibat perubuhan penggunaan daya, jauh lebih kecil
dibandingkan dengan rancangan sistem kontrol berbasis on-off.
6.2 Saran
Teknik pengukuran daya listrik AC dilakukan secara manual. Akibatnya validasi
datanya kurang valid. Meskipun untuk kebutuhan analisis daya secara kasar masih bisa
diperkenankan. Kedepannya pengukuran daya listrik AC harus bisa dilakukan secara
otomatis melalui komputer atau programmable device lainnya.

Anda mungkin juga menyukai