Anda di halaman 1dari 6

Menggapain Harapan Dengan

Reinventing Government

Oleh: H. Rahmansyah Ritonga, SE.Ak,MAP

Pendahuluan

Dunia saat ini telah berada dalam era yang disebut globalisasi, kondisi dimana
terjadi prubahan signifikan dalam kebidupan suatu masyarakat yang tidak lagi dapat
dibatasi oleh sekedar batas administrasi kewilayahan, karena pesatnya penemuan-
penemuan teknologi Globalisasi dipengaruhi oleh inovasi teknologi di satu sisi dan
persaingan dalam era perdagangan bebas disisi lain. Sementara W.W Rostow, (1960)
dengan teorinya tentang 5 tahapan pertumbuhannya dapat dilihat dari sudut pandang
ekonomi dalam lima kategori :
It is possible to identify all sicieties, in their economic dimensions, as lying within one
of five categories: the traditional society, the preconditions for takeoff, the take-off, the
drive to maturity, and the age of high mass-consumption.
Sejalan dengan pendapat Rostow, era globalisasi saat ini mengindikasikan bahwa
masyarakat dunia pada umumnya telah memasuki tahapan the age ofhigh mass-
consumption atau tingkatan kelima. Kondisi dimana terjadi pergeseran pada sektor-sektor
dominan terhadap kebutuhan barang dan jasa sejalan dengan peningkatan pendapat
masyarakat. Sebagian besar masyarakat telah terpenuhi kebutuhan dasarnya yakni
sandang, pangan dan papan serta berubahnya struktur angkatan kerja yang meningkat
tidak hanya proporsi jumlah penduduk perkotaan melainkan juga jumlah angkatan kerja
yang terampil. Menghadapi kondisi masyarakat tersebut di atas, maka diperlukan peran
peran pemerintah dalam memberikan pelayanan secara efektif, efisien dan secara
professional.
Pada akhir kekuatan Orde Baru, birokrasi pernah dikritik habis-habisan oleh
kalangan gerakan proreformasi. Birokrasi dianggap sebagai salah satu penyakit yang
menghambat akselerasi kesejahteraan masyarkat dan penyelenggaraan pemerintah yang
sehat. Ungkapan klasik dan kritis seperti kalau bisa dipersulit, kenapa harus
dipermudah, jika diberi jangka ditolak misalnya, berkembang seiring dengan
penampakan kinerja aparatur yang kurang baik di mata masyrakat. Ungkap itu
menggambarkan betapa buruknya perilaku pelayanan birokrasi kita yang berpotensi
menyuburkan praktik percalonan dan pungutan liar (rent seeking). Kondisi inilah yang
sebetulnya memunculkan iklim investasi di daerah kurang kompetitif. Kondisi pelayanan
seperti ini perlu segera direfomasi guna mewujudkan kinerja birokrasi dan kinerja
pelayanan publik yang berkualitas.
Menghadapi kondisi ini, maka pemerintah sebagai pelayan publik perlu berupaya
untuk menekan sekecil mungkin terjadinya kesenjangan antara tuntutan pelayanan
masyarakat dengan kemampuan aparatur pemeritah. Keterbatasan sarana dan prasarana
yang telah ada tidak dapat dijadikan sebagai alasan pembenaran tentang tendahnya
kualitas pelayanan. Kemandirian dan kemampuan yang handal dari pemerintah
merupakan syarat mutlak agar tetap terrpeliharanya kepercayaan masyarakat. Maka
pemerintah saat ini harus berupaya merupakan perannya untuk masa yang akan datang
yaitu melalui penerapan konsep Reinventing Government.

Apakah Reinventin Government ?

Sebelum membahas tentang reinventing government, terlebih dahulu kita
meninjau pengertian dari Reinventing. Menurut David Osborne dan Peter Plasrtik
dalam bukunya Memangkas Birokrasi,Reinventing adalah transformasi sistem dan
organisasi secara fundamental guna menciptakan peningkatakan dramatis dalam
efektifitas, efesiensi, dan mampuan melakukan inovasi. Transformasi ini tercapai
dengan mengubah tujuan, sistem insentif, pertanggungjawaban, sruktur kekuasaan dan
budaya sistem dan organisasi pemerintahan. Pembaharuan adalah dengan penggantian
sistem yang bersifat wirausaha. Pembaharuan dengan kata lain membuuat pemerintah
siap untuk menghadapi tantangan-tantangan dalam hal pelayanan terhadap masyarakat,
menciptakan organisasi-organisasi yang mampu memperbaiki efektifitas dan efisiensi
pada saat sekarang dan di masa yang akan datang.
Tujuan reformasi birokrasi adalah untuk mewujudkan good governance yang
didukung oleh penyelenggaraan negara yang profesional dan bebas KKN serta
meningkatkan pelayanan prima. Adapun sasaran reformasi birokrasi yang profesional,
netral dan sejahtera yang mampu menempatkan dirinya sebagai abadi negara dan abadi
masyarakat guna mewujudkan pelayanan masyarakat yang lebih baik, terwujudnya
kelembagaan pemerintah yang profesional, fleksibel, efisien dan efektif baik di
lingkungan pemerintah pusat maupun daerah; terwujudnya ketatalaksanaan (pelayanan
publik) yang lebih cepat, tidak berbeli-belit, mudah dan sesuai dengan kebutuhan
masyarakat yang dilayani.
Dari penjelasan diatas, maka bentuk peranan pemerintah di masa mendatang
adalah, pemerintah yang mendorong kompetisi antar pemberi jasa, memberi wewenang
kepada warga, mengukur kinerja perwakilanya dengan memusatkan pada hasil, bukan
masukan, digerakkan oleh tujuan/misi, bukan oleh peraturan, menempatkan klien sebagai
pelanggan dan menawarkan kepada mereka banyak pilihan, lebih baik, mencegah
masalah ketimbang hanya memberi servis sesudah masalah muncul, mencurahkan
energinya untuk memperoleh uang, tidak hanya membelanjakan, mendesentralisasikan
wewenang dengan mejalankan manajemen partisipasi, lebih menyukai mekanisme pasar
ketimbang mekanisme birokratis, memfokuskan pada mengkatalisasi stake holder
(pemerintah, swasta, dan lembaga sukarela) kedalam tindakan untuk memecahkan
masalah. Seluruh bentuk peranan pemerintah yang akan datang ini sesuai dengan prinsip-
prinsip dari Reinventing Government.

Prinsip-prinsip Reinventing Government

Sepuluh prinsip-prinsip reinventing government yang menjadi acuan dalam
pelaksanaan pemerintahan yang baik, yaitu : Mengarahkan Ketimbang Mengayuh
(Steering rather than Rowing). Peranan pemerintah lebih sebagai fasilitator dari pada
langsung melakukan semua kegaitan operasional: Memperdayakan Ketimbang
Melayani (Empowering rather than Serrving ). Mendorong mekanisme kontrol atas
pelayanan lepas dari birokrasi dan diserahkan kepada masyarakat; Dengan adanya prinsip
ini, Pemerintah sebaiknya memberi wewenang kepada masyarakat, sehingga menjadi
masyarakat yang mampu menolong dirinya sendiri (community selfhelp. Pemerintah
yang kompetitif, menyuntikkan persaingan dalam pemberian pelayanan (In-Delivery).
Pelayanan publik yang dilaksanakan oleh Pemerintah tidak bersifat monopoli tetapi harus
bersaing. Kompotensi merupakan satu-satunya car untuk menghemat biaya sekaligus
meningkatkan kualitas pelayanan. Dengan kompotinsi, banyak pelayanan publik yang
dapat ditingkatkan kualitasnya tanpa harus memperbesar biaya. Pemerintah Digerakkan
oleh Miss, mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan (Transforming Rule-
Driven Organizations) menjadi digerakkan oleh misi (Mission-Driven). Secara internal,
dapat dimulai dengan mengeliminasi peraturan internal dan secara radikal
menyederhanakan sistem administrasi. Perlu ditinjau kembali visi tentang apa yang harus
jelas dan peraturan perundang tidak boleh bertentangan dengan misi tersebut. Pemerintah
yang berorientasi hasil, (funding outcomes, Not input). Berusaha mengubah untuk
penghargaan dan insentif, membiayai hasil dan bukan masukan. Mengembangkan
standart kerja, yang mengukur seberapa baik mampu memecahkan masalah. Semakin
baik kinerja, semakin banyak biaya dana yang dialokasikan untuk mengganti dana yang
dikeluarkan unit kerja. Pemerintah berorien-tasi pada pelanggan (Meeting the Needs
Customer, not be Bureaucracy). Pelayanan masyarakat harus berdasarkan pada
kebutuhan riil, dalam arti apa yang diminta masyarakat. Oleh karenanya instansi
pemerintah harus responsif terhadap perubahan kebutuhan dan selera konsumen,
sehingga perlu penetapan strandar pelayanan kepada pelanggan. Pemerintah perlu
meredesain organisasi mereka untuk memberikan nilai maksimum kepada para
pelanggannya. Pemerintah Wirausaha, Menghasilkan ketimbangan membelanjakan
(Earning rather than Spending). Pemerintah wirausaha memfokuskan energinya bukan
hanya membelanjakan uang (melakukan pengeluran uang) melainkan memperolehnya.
Pendapatan atas investasinya dan dapat menggunakan insentif seperti dana usaha
(swadana), sekaligus partisipasi pihak swasta perlu ditingkatkan sehingga dapat
meringankan beban pemerintah. Pemerintah antisipatif (anticipatory government),
mencegah ketimbang mengobati (Preventon rather then Cure). Dalam hal ini Pemerintah
harus bersikap proatif, menggunakan perencanaan strategis untuk menciptakan visi
daerah.
Pemerintah desentralisasi (decentralized government). Dari hierarki menuju
partisipasi dan tim kerja (From Hierarchy to Participation and Teamwork). Dengan
melihat beberapa tantangan dari masyarakat, diantaranya, perkembangan teknologi sudah
sangat maju, kebutuhan masyarakat dan bisnis semakin kompleks, staf banyak yang
berpendidikan tinggi, maka pemerintah perlu untuk menurunkan wewenang melalui
organisasi, dengan mendorong mereka yang berurusan langsung dengan pelanggan untuk
lebih banyak membuat keputusan (pengambilan keputusan bergeser kepada masyarakat,
asosiasi, pelanggan, LSM). Tujuannya yaitu untuk memudahkan partisipasi masyarakat,
serta terciptanya suasana kerja Tim. Pemerintah berorientasi pada mekanisme pasar
(Market oriented government), mendongkrak perubahan melalui pasar (Leveraging
change throught the Market), mengadakan perubahan dengan mekanisme pasar (sistem
insentif) dan bukan dengan meekanisme administratif (sistem prosedur dan pemaksaan).
Pemerintah wirausaha menggunakan mekanisme pasar, tidak memerintah dan
mengawasi, tetapi mengembangkan dan menggunakan sistem insentif agar tidak
merugikan masyarakat. Lebih baik merekstrukturisasi pasar guna memecahkan masalah
dari pada menggunakan mekanisme administrasi seperti pemberian layanan atau regulasi,
komando dan kontrol. Tidak semua pelayanan publik harus dilakukan oleh pemerintah
sendiri. Kebijakasanaan publik harus dapat memanfaatkan mekanisme pasar untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat.

Relevansi Reinventing Government dengan Administrasi Publik di
Indonesia

Birokrasi memainkan peranan utama dalam pembangunan dan semakin kuat
menunjukkan keecenderungan yang kurang baik, sulit ditebus, sentralistis, top-down,
hierarki sangat panjang, birokrasi justru menyebabkan kelambanan, terlalu bertele-tele
dan mematikan kreativitas. Birokrasi dianggap mengganggu mekanisme pasar, karena
menciptakan distorsi ekonomi dan pada akhirnya menyebabkan infisiensi organisasi. Era
turbulance and uncertainty, teknologi informasi yang canggih, demanding community,
dan persaingan ketat, menjadikanbirokrasi tidak dapat bekerja dengan baik. Era
globalisasi danknowledge based economy, birokrasi perlu melakukan perubahan menuju
profesionalisme birokrasi dan menekankan efisiensi.
Di Indonesia upaya deregulasi dan debirokratisasi sudah mulai dilakukan sejak
tahun 1983, namun baru menyentuh sektor riil dan moneter, sementara debirokratisasi
belum menyentuh sisi kelembagaan. Krisis sejak pertengahan 1997 menyebabkan jumlah
orang miskin meningkat, pengangguran meningkat, kriminalitas meningkat, kaulitas
kesehatan menurun, praktik manajemen dan administrasi semakin buruk, ekonomi sangat
birokratis, kebocoran anggaran, serta budaya KKN.
Perlu ada penataan birokrasi pemerintah dalam rangka membangun kinerja
pemerintah yang efektif, efisien, dan profesional. Setidaknya, stigma masyarakat
mengenai buruk dan berbelit-belitnya birokrasi pada pemerintah baik pusat ataupun di
daerah dapat dikurangi. Dalam kaitan inilah maka pemerintah perlu memiliki semangat
kewirausahaan (entrepreneurship). Ide penataan ulang pemerintah sejalan dengan
pemikiran dan perkembangan administrasi negara yang berusaha melakukan reinventing
government di awal tahun 1990an . Salah satu ide pokok dari perubahan administrasi
negara tersebut adalah pentingnya public service sebagai orientasi dari birokrasi
pemerintah.
Rethinking the government merupakan upaya untuk menjadikan pemerintah lebih
berorientasi pada strategic thinking, strategic vision, and strategic management. Salah
satu bentuk New Public Management adalah model pemerintahan Osborne and Gaebler
(1992) yang tertuang di dalam konsep Reinventing Government.

Kesimpulan

Prinsip-prinsip reinventing government yang dikemukakan oleh Osborne dan
Plastrik pada dasarnya adalah bertujuan dapat meningkatkan kinerja organisasi sektor
publik dan dapat meningkatkan kualitas pelayanan umum (public serve). Implementasi
prinsip-prinsip reinventing governmentharus selalu meningkat karakteristik dari masing-
masing daerah. Artinya implementasi semangat dan prinsip reinventing sifatnya
kontekstual, bukan universal. Tantangan yang timbul dari prinsip reinventing antar lain :
1. Bagaimana mengimplementasikan konsep tersebut tanpa menimbulkan friksi
yang justru akan menghambat efisiensi dan efektivitas birokrasi. Sebab prin-sip
reinventing gorvernment sesungguhnya baru menena pada dimensi normatif,
tetapi belum teruji secara empiris.
2. Bagaimana menentukan strategi praktis untuk mengadopsi prinsip reinventing
government ke dalam sistem dan mekanisme pemerintah, baik pusat maupun
daerah.

Penataan Kelembagaan pemerintah melalui reinventing antara lain.
1. REORIENTASI. Meredefenisikan viso, misi, peran, strategi, implementasi, dan
evalusi kelembagaan pemerintah.
2. RESTRUKTURISASI. Menata ulang kelembagaan pemerintah, membangun
organisasi sesuai kebutuhan dan tuntutan publuk .
3. ALIANSI. Mensinergikan seluruh aktor, yaitu pemerintah, dunia usaha, dan
masyarakat dalam tim yang solid.
Faktor Sukses dalam reformasi birokrasi antara lain :
1. KOMITMEN PIMPINAN. Ini merupakan faktor yang sangat penting dalam
melakukan reformasi birokrasi, mengingat masih kentalnya budaya peternalistik
dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia.
2. KEMAUAN DIRI SENDIRI. Kemauan dari penyenggara pemerintahan
(birokrasi) untuk mereformasi diri sendiri.
3. KESEPAHAMAN. Adanya persamaan persepsi dan pandangan terhadap
pelaksanaan reformasi birokrasi sendiri, sehingga tidak terjadi perbedaan
pendapat yang dapat penghambat jalannya reformasi birokrasi.
4. KONSISTENSI. Harus dilaksanakan secara berkelanjutan dan konsisten, yang
memerlukan ketaatan perencanaan dan pelaksanaan.


















Daftar pustaka

1. Davit Osborne and Peter Platrik, Memangkas Birokrasi, Lima Strategi Menuju
Pemerintahan Wirausaha, 1997.
2. Tri Widodo W. Utomo. Internet, Reinventing Government dan Semangat
Kewirausahaan sektor publik.
3. Dr.Ir.A.H. Rahardian, Msu, internet, Silabus Enterpreneurship dan Etika
Birokrasi, 26 Januari 2007.
4. Sunarno, Perkuliahan Umum, Reformasi Birokrasi, 5 Maret 2008.
5. Sidin, internet, Pos Kupang, Menuju Pembaharuan birokrasi pemerintahan, edisi
Kamis 3 Oktober 2002.
6. Osborne, D, and Gaebler, T (1992), Reinventing Government.
7. Hening Widiatmoko, Pelayanan melalui Pendekatan Sistem dalam Penetapan
Ekologi administrasi Publik, 2007.-**

Anda mungkin juga menyukai