Anda di halaman 1dari 17

FAKTOR PENYEBAB GANGGUAN ISTIRAHAT/TIDUR

PADA LANSIA



TUGAS





oleh
Lina Nur Khumairoh
NIM 122310101029





PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014





FAKTOR PENYEBAB GANGGUAN ISTIRAHAT/TIDUR
PADA LANSIA

TUGAS

Diajukan guna memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas II
Pembina Mata Kuliah: Ns. Latifa Aini S., M.Kep. Sp.Kep.Kom




oleh
Lina Nur Khumairoh
NIM 122310101029





PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2014
Faktor Penyebab Gangguan Istirahat/Tidur pada Lansia

Bertambah majunya kehidupan ekonomi, meningkatnya berbagai teknologi
dan fasilitas kesehatan menyebabkan meningkatnya angka harapan hidup
manusia. Meningkatnya angka harapan hidup ini berdampak pada meningkatnya
jumlah penduduk lansia. Berdasarkan data dari BPS tahun 1992, pada tahun 2000
diperkirakan jumlah lanjut usia meningkat menjadi 9,99% dari jumlah seluruh
penduduk Indonesia (22 juta) dan jumlah ini diperkirakan meningkat menjadi
11,9% pada tahun 2020 (Nugroho, 2000).
Seiring perubahan usia, tanpa disadari juga pada orang lanjut usia akan
mengalami perubahanperubahan fisik, psikososial dan spiritual. Salah satu
perubahan tersebut adalah perubahan pola tidur. Menurut National Sleep
Foundation sekitar 67% dari 1.508 lansia di Amerika usia 65 tahun keatas
melaporkan mengalami gangguan tidur (Breus, 2004) dan sebanyak 7,3 % lansia
mengeluhkan gangguan memulai dan mempertahankan tidur atau insomnia
(Rubin, 1999).
Tidur merupakan kebutuhan dasar dari setiap kehidupan dan banyak
diinginkan, bahkan dibutuhkan oleh hampir setiap orang yang hidup di dunia.
Tidur merupakan suatu mekanisme untuk memperbaiki tubuh dan fungsinya
untuk mempertahankan energi dan kesehatan. Tetapi, masih banyak juga orang
yang sedikit mengerti arti pentingnya tidur demi sesuatu hal yang harus
diselesaikan (Priharjo, 1996).
Kekurangan tidur pada lansia memberikan pengaruh terhadap fisik,
kemampuan kognitif dan juga kualitas hidup. Lansia yang mengalami gangguan
tidur akan mengalami peningkatan jumlah tidur pada siang hari, masalah pada
perhatian dan memori, depresi, kemungkinan jatuh pada malam hari, serta
rendahnya kualitas hidup (Merritt, 2002).
Selama penuaan, pola tidur mengalami perubahanperubahan yang khas
yang membedakannya dari orangorang yang lebih muda. Perubahanperubahan
tersebut mencakup kelatenan tidur, terbangun pada dini hari dan peningkatan
jumlah tidur siang. Jumlah waktu yang dihasilkan untuk tidur yang lebih dalam
juga menurun (Stanley & Beare, 2006).
Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh
semua orang. Tidur yang normal melibatkan dua fase yaitu gerakan bola mata
cepat atau rapid eye movement (REM) dan tidur dengan gerakan bola mata lambat
atau nonrapid eye movement (NREM). Selama NREM seseorang mengalami 4
tahapan selama siklus tidur. Tahap 1 dan 2 merupakan karakteristik dari tidur
dangkal dan seseorang lebih mudah bangun. Tahap 3 dan 4 merupakan tidur
dalam dan sulit untuk dibangunkan (Potter&Perry, 2005; Martono, 2009).
Perubahan tidur normal pada lansia adalah terdapat penurunan pada NREM
3 dan 4, lansia hampir tidak memiliki tahap 4 atau tidur dalam. Perubahan pola
tidur lansia disebabkan perubahan sistem neurologis yang secara fisiologis akan
mengalami penurunan jumlah dan ukuran neuron pada sistem saraf pusat. Hal ini
mengakibatkan fungsi dari neurotransmiter pada sistem neurologi menurun,
sehingga distribusi norepinefrin yang merupakan zat untuk merangsang tidur juga
akan menurun. Lansia yang mengalami perubahan fisiologis pada sistem
neurologis menyebabkan gangguan tidur (Potter&Perry,2005; Stanley, 2006).
Perubahan tidur yang mempengaruhi kualitas tidur yang berhubungan
dengan proses penuaan pada seperti meningkatkan latensi tidur, efisiensi tidur
berkurang, bangun lebih awal, mengurangi tahapan tidur nyenyak dan gangguan
irama sirkardian, peningkatan tidur siang. Jumlah waktu yang dihabiskan untuk
tidur lebih dalam menurun. Lansia melaporkan sering tidur siang dan mengalami
kesulitan jatuh tertidur dan tetap tidur (Stanley, 2006; Oliveira, 2010).
Gangguan tidur pada kelompok usia lanjut cukup tinggi. Banyak hal yang
bisa menyebabkan terjadinya gangguan tidur pada lansia tersebut. Baik berupa
faktor dari dalam (intrinsik) mapun faktor dari luar (ekstrinsik). Faktor-faktor
tersebut meliputi:




1. Faktor Internal
a. Fisiologis
1) Usia
Semakin bertambahnya usia berpengaruh terhadap penurunan dari
periode tidur. Kebutuhan tidak akan berkurang dari usia bayi sampai usia
lanjut. Bayi yang baru lahir tidur rata-rata 20 jam sehari, anak berusia 6
tahun rata-rata 10 jam, anak umur 12 tahun rata-rata 9 jam, sedangkan
orang dewasa 7-8 jam dan akan menetap pada usia lansia. Orang yang
berusia lebih dari 60 tahun sering menyampaikan keluhan gangguan tidur,
terutama masalah kurang tidur. Perubahan pola tidur ini adalah umum dan
bagian alami dari penuaan.
Selama tidur malam, seorang dewasa muda normal akan terbangun
sekitar 2-4 kali. Tidak begitu halnya dengan lansia, ia lebih sering
terbangun. Walaupun demikian, rata-rata waktu tidur total lansia hampir
sama dengan dewasa muda. Ritmik sirkadian tidur-bangun lansia juga
sering terganggu. Jam biologik lansia lebih pendek dan fase tidurnya lebih
maju. Seringnya terbangun pada malam hari menyebabkan keletihan,
mengantuk, dan mudah jatuh tidur pda siang hari. Dengan demikian,
bertambahnya umur juga dikaitkan dengan kecenderungan untuk tidur dan
bangun lebih awal. Toleransi terhadap fase atau jadwal tidur-bangun
menurun, misalnya sangat rentan dengan perpindahan jam kerja.
Adanya gangguan ritmik sirkadian tidur juga berpengaruh terhadap
kadar hormon yaitu terjadi penurunan sekresi hormon pertumbuhan,
prolaktin, tiroid, dan kortisol pada lansia. Hormon-hormon ini dikeluarkan
selama tidur dalam. Sekresi melatonin juga berkurang. Melatonin
berfungsi mengontrol sirkadian tidur. Sekresinya terutama pada malam
hari. Apabila terpajan dengan cahaya terang, sekresi melatonin akan
berkurang.



2) Penyakit
a) Penyakit Kardiovaskular
Pasien angina dapat menderita insomnia akibat serangan angina di
malam hari. Begitu pula pasien pasca infark jantung dan pasca bedah
jantung sering mengeluh insomnia. Beberap pasien pasca infark
jantung yang diobati dengan benzodiazepin dapat mengalami apnea
tidur berulang dengan durasi pendek. Selain itu, pasien gagal jantung
kronik dapat pula mengalami apnea pernafasan yang sangat berat
saat berbaring. Tekanan darah secara normal menurun ketika tidur
dan meningkat ketika bangun. Kejadian-kejadian kardiovaskuler atau
jantung mengikuti pola sirkadian yaitu gangguannya sering terjadi
antara pukul 6-11 pagi. Aritmia juga berkaitan dengan tidur-bangun.
Takikardia ventrikel sering terjadi antara pukul 4 dan 9 pagi.
Pasien stroke akut dapat mengalami gangguan tidur baik insomnia
atau hipersomnia. Sering terbangun setelah onset tidur dikaitkan
dengan buruknya keluaran stroke. Pasien stroke sering terbangun di
malam hari. Nyeri kepala yang sering terjadi saat tidur - biasanya
tidur REM, dapat menginterupsi tidur.
b) Penyakit Paru
Pasien penyakit paru obstruktif kronik sering terbangun dan
mengalami penurunan efisiensi tidur, juga lebih berisiko untuk apnea
tidur; penggunaan triazolam 0,25 mg malam hari cukup aman. Selain
itu, penyakit asma dan hipoventilasi juga dapat menyebabkan
sindrom apnea tidur obstruktif. Insomnia juga sering pada penderita
asma; sekitar 60%-70% lansia terbangun tengah malam karena
serangan asmanya. Obat seperti xanthine, beta adrenergik, dan
steroid sistemik yang digunakan untuk asma atau penyakit paru
obstruktif kronik dapat pula menyebabkan insomnia. Bila pasien
mengeluh gangguan tidur pertimbangkan kemungkinan apnea tidur.
Dengkuran dapat menunjukkan adanya apnea tidur.

c) Gangguan Neurodegeneratif
Sekitar 30% pasien Alzheimer mengalami gangguan tidur seperti
kurang tidur, sering terbangun, bingung atau berjalan saat tidur, dan
mengantuk di siang hari. Insomnia yang terjadi dikaitkan dengan
perubahan pola tidur siang-malam yang biasanya terjadi pada awal
penyakit. Agitasi nokturnal juga bisa menyebabkan insomnia.
Agitasi nokturnal dan insomnia sering menjadi alasan penderita
dibawa ke rumah sakit. Penderita Alzheimer yang gangguan tidurnya
lebih berat dapat mengalami penurunan kognitif lebih cepat. Mereka
lebih sensitif terhadap efek samping obat yang diresepkan untuk
tidur.
Gangguan tidur dapat pula terjadi pada penyakit Parkinson.
Gangguan tidur pada pasien ini dikaitkan dengan nokturia, nyeri,
kekakuan, sulit membalikkan tubuh di tempat tidur, dan dapat pula
akibat terapi levodopa dan bromocriptine.Gangguan degeneratif lain
seperti Huntington atau penyakit lain yang menimbulkan mioklonus
dan khorea dapat menimbulkan insomnia.
d) Penyakit Endokrin
Hipertiroidisme sering menimbulkan insomnia. Walaupun demikian,
insomnia kadang-kadang dapat pula ditemukan pada penderita
hipotiroidisme. Gangguan tidur kronik dapat mengganggu regulasi
glukosa. Sebaliknya, diabetes melitus dapat pula menimbulkan
insomnia. Hipoglikemia nokturnal dan nokturia atau penurunan
glukosa dapat meningkatkan rasa kantuk. Kurang tidur merupakan
sinyal untuk meningkatkan makan. Kualitas tidur lansia penderita
diabetes lebih buruk daripada yang tidak menderita diabetes.
e) Kanker
Insomnia sering terjadi pada penderita kanker.
f) Penyakit Saluran Pencernaan
Ulkus peptikum, hernia hiatus, refleks gastroesofagus, atau kolitis
dapat menimbulkan insomnia. Hal ini dikaitkan dengan adanya nyeri
nokturnal. Pasien gagal hepar juga dapat mengalami insomnia.
Insomnia memburuk bila penyakit heparnya progresif. Ensefalopati
hepatik ringan juga dapatmenimbulkan insomnia. Pembatasan
protein bermanfaat secara klinik.
Benzodiazepin seperti lorazepam dan oxazepam yang
metabolismenya tidak memerlukan sistem mikrosomal hepar dapat
digunakan pada lansia gagal hepar. Tidur dapat pula terganggu
karena diuresis nokturnal; gangguan jalan nafas dan refluks
gastroesofagus dapat menyebabkan bronkospasme akut sehingga
mengganggu tidur.
g) Penyakit Muskuloskeletal
Tidur sering terganggu akibat penyakit medik lain seperti artritis,
rematik, dan sindrom nyeri lainnya. Terapi yang sesuai dapat
memperbaiki tidur (misalnya, analgesik untuk nyeri). Pasien sindrom
fibromialgia sering mengeluh gangguan tidur. Gangguan tidur yang
sering terjadi yaitu RLS.

3) Gejala menopouse
Pada wanita yang mengalami gejala menopouse akan terjadi perubahan
psikis dan emosional (kelelahan, mudah tersinggung, dan gelisah), hal ini
dapat disebabkan oleh berkurangnya kadar estrogen. Berkeringat pada
malam hari dapat menyebabkan gangguan tidur.

4) Demensia dan delirium
Gangguan tidur sering ditemukan pada demensia. Berjalan saat tidur di
malam hari sering ditemukan pada delirium meskipun pada siang hari
pasien terlihat normal. Pasien Alzheimer sering terbangun dan durasi
bangunnya lebih lama. Tidur REM dan gelombang lambat meningkat.



b. Psikologis
Pada kondisi psikologis, lansia mengalami kecemasan akibat pemenuhan
kebutuhan hidup yang kurang dan terjadinya penurunan kondisi fisik yang dapat
memicu terjadinya kecemasan psikologis. Menurut Rafknowledge (2004),
kecemasan psikologis yang dialami oleh lansia juga dapat menyebabkan kesulitan
tidur atau insomnia serta dapat mempengaruhi konsentrasi dan kesiagaan dan juga
meningkatkan resiko kesehatan, serta dapat merusak fungsi sistem imun.
Kekurangan tidur pada lansia memberikan pengaruh terhadap fisik, kemampuan
kognitif dan juga kualitas hidup. Pola tidur pasien depresi berbeda dengan pola
tidur pasien tidak depresi. Pada depresi terjadi gangguan pada setiap stadium
siklus tidur. Efisiensi tidurnya buruk, tidur gelombang pendek menurun, latensi
REM juga turun, serta peningkatan aktivitas REM.
Beberapa ahli dan peneliti menyebutkan bahwa laki-laki memiliki tingkat
kecemasan lebih rendah dibandingkan perempuan. Myers dalam Annisa (2008),
menyebutkan bahwa perempuan lebih cemas akan ketidakmampuannya dibanding
dengan laki-laki, laki-laki lebih aktif, eksploratif, sedangkan perempuan lebih
sensitif. Walaupun kriteria diagnostik sama untuk semua jenis kelamin, wanita
ternyata lebih rentan mengalami depresi. Wanita memiliki kualitas tidur yang
buruk disebabkan karena terjadi penurunan pada hormon progesteron dan
estrogen yang mempunyai reseptor di hipotalamus, sehingga memiliki andil pada
irama sirkadian dan pola tidur secara langsung. Kondisi psikologis, meningkatnya
kecemasan, gelisah dan emosi sering tidak terkontrol pada wanita akibat
penurunan hormon estrogen yang bisa menyebabkan gangguan tidur.
Notoatmodjo (2003) menyatakan bahwa tingkat pendidikan seseorang
berpengaruh dalam memberikan respon terhadap sesuatu yang datang dari luar.

2. Faktor Eksternal
a. Lingkungan
Suara gaduh, cahaya, dan temperatur dapat mengganggu tidur. Lansia
sangat sensitif terhadap stimulus lingkungannya. Penggunaan tutup telinga dan
tutup mata dapat mengurangi pengaruh buruk lingkungan. Temperatur dan alas
tidur yang tidak nyaman juga dapat mengganggu tidur. Kebiasaan-kebiasaan yang
tidak baik di tempat tidur juga harus dihindari misalnya makan, menonton TV,
dan memecahkan masalah-masalah serius. Faktor-faktor ini mesti dievaluasi
ketika berhadapan dengan lansia yang mengalami gangguan tidur. Lansia
dianjurkan untuk menciptakan suasana yang nyaman untuk tidur.

b. Gaya hidup
Gaya hidup adalah suatu kebiasaan yang rutin dilakukan seseorang dan
dapat mengganggu kesehatan. Kebiasaan yang sering dilakukan oleh lansia antara
lain kebiasaan minum-minuman yang mengandung xanthine dan kafein (seperti
kopi, teh) di senja atau sore hari, kebiasaan merokok, kebiasaan minum-minuman
beralkohol (alkohol dapat mempercepat onset tidur tetapi beberapa jam kemudian
pasien kembali tidak bisa tidur), kebiasaan kurang olahraga, dan tidur malam
merupakan contoh gaya hidup yang buruk.
Gaya hidup lansia seperti kebiasaan merokok mengkonsumi minuman yang
mengandung kafein dan kurangnya olahraga menyebabkan timbulnya kesulitan
tidur pada lansia. Hal tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Guang (2009)
bahwa setiap pagi bangun tidur berolah raga selama setengah jam, baik itu Tai
Chi, lari-lari pagi dengan jarak tidak kurang dari 3 KM atau olahraga-olahraga
lain yang cocok. Kemudian,tengah hari tidur siang setengah jam. Hal ini
diperlukan oleh jam biologis manusia, dengan tidur siang setengah jam maka
bekerja di siang dan sore akan penuh semangat, terutama pada lansia, sebab lansia
biasa tidur tidak terlampau malam dan bangun di pagi sekali, jadi memerlukan
sedikit istirahat di tengah hari, kemudian pada waktu sore hari setelah makan
malam, lansia sebaiknya berjalan pelan-pelan selama setengah jam , dengan
demikian para lansia akan dapat tidur dengan nyenyak pada malam hari.
Rafknowledge (2004) mengemukakan bahwa individu yang merokok
memerlukan waktu dua kali lebih banyak untuk bisa tidur dan lebih sering
terbangun dibandingkan dengan individu yang tidak merokok. Selain itu lansia
lebih sensitif terhadap kopi, dimana mengkonsumsi kopi 2 gelas atau lebih akan
menyebabkan penurunan dari total jumlah waktu tidur sebanyak 2 jam dan
peningkatan jumlah waktu yang dibutuhkan untuk jatuh tidur, biasanya dihitung
dalam menit.
Waktu tidur yang tidak teratur menunjukkan adanya gangguan ritmik
sirkadian tidur. Pemanjangan latensi tidur menunjukkan adanya ketegangan atau
kecemasan sehingga terjadi insomnia. Peningkatan frekuensi dan durasi terbangun
di malam hari dikaitkan dengan nokturia, kejang otot kaki, pernafasan pendek,
dan kecemasan. Terbangun dini hari atau memanjangnya durasi tidur dapat
menunjukkan depresi. Peningkatan frekuensi dan durasi mengantuk di siang hari
menunjukkan tidak adekuatnya tidur di malam hari. Pasien mesti didorong untuk
mengatur dan mengurangi waktunya di tempat tidur. Selain itu, pasien mesti
didorong untuk lebih aktif di siang hari (fisik dan sosial).

c. Pengobatan (hipnotik dan sedatif)
Obat-obat tidur atau obat-obat yang diresepkan untuk gangguan kondisi
medik dapat kadang-kadang dapat mengganggu tidur. Pengaruhnya dapat terjadi
secara berangsur-angsur setelah beberapa lama menggunakan obat tersebut.
Pasien dianjurkan untuk mengurangi atau mengubah waktu penggunaan obat atau
diet yang dapat mempengaruhi tidur.
Terdapat banyak perubahan fisiologis yang normal pada lansia. Perubahan
ini tidak bersifat patologis, tetapi dapat membuat lansia lebih rentan terhadap
beberapa penyakit. Perubahan terjadi terus menerus seiring usia. Perubahan
spesifik pada lansia dipengaruhi kondisi kesehatan, gaya hidup, stressor, dan
lingkungan. Perawat harus mengetahui proses perubahan normal tersebut
sehingga dapat memberikan pelayanan tepat dan membantu adaptasi lansia
terhadap perubahan.
Sepertiga dari waktu dalam kehidupan manusia adalah untuk tidur. Diyakini
bahwa tidur sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan dan proses
penyembuhan penyakit, karena tidur bermanfaat untuk menyimpan energi,
meningkatkan imunitas tubuh dan mempercepat proses penyembuhan penyakit
juga pada saat tidur tubuh mereparasi bagian-bagian tubuh yang sudah aus.
Umumnya orang akan merasa segar dan sehat sesudah istirahat. Jadi istirahat dan
tidur yang cukup sangat penting untuk kesehatan (Suyono, 2008). Kesempatan
untuk istirahat dan tidur sama pentingnya dengan kebutuhan makan, aktivitas,
maupun kebutuhan dasar lainnya. Istirahat yang cukup dapat mempengaruhi
kondisi fisik, psikis dan sosial lansia. Setiap individu membutuhkan istirahat dan
tidur untuk memulihkan kembali kesehatannya (Tarwoto Wartonah, 2006).
Keragaman dalam perilaku istirahat dan tidur lansia adalah umum. Pada
kenyataannya jumlah kebutuhan istirahat setiap individu relatif tidak sama.
Sebagian lansia menghabiskan waktu yang cukup lama untuk istirahat, namun
terdapat sebagian kecil lansia yang menghabiskan waktunya untuk beraktivitas
sehingga waktu yang dipergunakan untuk beristirahat menjadi berkurang. Banyak
faktor yang mempengaruhi kemampuan untuk memperoleh istirahat dan tidur
yang cukup. Dalam kesehatan komunitas dan rumah, perawat membantu klien
mengembangkan perilaku yang kondusif terhadap istirahat dan relaksasi. Pada
tatanan pelayanan kesehatan perawat meningkatkan istirahat dengan
menggunakan tindakan untuk mengontrol fisik klien dengan mengubah faktor
yang membuat stres di lingkungan (Potter & Perry 2009).















DAFTAR PUSTAKA

Amir, Nurmiati. 2007. Gangguan Tidur pada Lanjut Usia: Diagnosis dan
Penatalaksanaan. [serial on line]. Amir, Nurmiati. 2007. Gangguan Tidur
pada Lanjut Usia: Diagnosis dan Penatalaksanaan.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/157_09Gangguan
TidurpdLansia.pdf/157_09GangguanTidurpdLansia.html. [diakses pada
tanggal 4 September 2014, 19:45 WIB].

Ernawati & Agus Sudaryanto. . Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Terjadinya Insomnia pada Lanjut Usia di Desa Gayam Kecamatan
Sukoharjo Kabupaten Sukoharjo. [serial on line].
http://publikasiilmiah.ums.ac.id/bitstream/handle/123456789/3706/ERNAW
ATI%20-
%20AGUS%20SUDARYANTO%20fix%20BGT.pdf?sequence=1. [diakses
pada tanggal 4 September 2014, 06:45 WIB].

Nugroho, W. 2008. Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.

Wahyu, Hidayati & Khusnul Khasanah. 2012. Kualitas Tidur Lansia Balai
Rehabilitasi Sosial MANDIRI Semarang. [serial on line].
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=74186&val=4707&title
=. [diakses pada tanggal 4 September 2014, 19:40 WIB].

Stanley, M & Beare, P. 2006. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta: EGC.












SOAL

1. Seorang wanita berusia 50 tahun mengeluh sering merasa kelelahan, cemas,
gelisah, mudah tersinggung, dan kadang-kadang timbul rasa marah. Ia juga
sering berkeringat pada malam hari sehingga menyebabkan gangguan tidur.
Faktor penyebab intrinsik pada wanita tersebut sehingga mengalami
gangguan tidur adalah...
a. Usia
b. Stress
c. Gejala menopause
d. Penyakit
e. Gaya hidup
2. Ny. A 60 tahun mengalami gangguan tidur, Ny.A mengatakan sering merasa
kesulitan tidur pada malam hari. Setelah dikaji ternyata Ny.A sering
menghabiskan waktunya di tempat tidur dan tidur siang selama 3 jam. Salah
satu faktor penyebab Ny.A mengalami gangguan tidur adalah usia, keadaan
pada Ny.A tersebut terjadi karena, kecuali...
a. Penurunan fase REM
b. Peningkatan fase REM
c. Gelombang otak berubah sesuai bertambahnya usia
d. Perubahan siklus sirkardian
e. Perubahan keadaan hormonal
3. Tn.H 63 tahun sering terbangun pada malam hari, ia merasa sering
mengalami keletihan. Tn.H biasanya tidur malam jam 20.00 dan bangun jam
00.05, setelah itu ia merasa tidak bisa tidur kembali sampai pagi hari,
sehingga pada siang hari Tn.A sering jatuh tidur. Yang menyebabkan Tn.H
mengalami gangguan tidur adalah...
a. Usia
b. Penurunan masa tulang
c. Perubahan hormonal
d. Perubahan siklus sirkardian
e. Gaya hidup
4. Sepasang lansia Tn.F dan Ny.S sering mengalami gangguan tidur. Mereka
mengalami kecemasan karena mereka kehilangan pekerjaan dan baru saja
mendapatkan kabar bahwa cucu satu-satunya meninggal karena penyakit
demam berdarah. Keadaan tersebut semakin membuat Tn.F dan Ny.S merasa
cemas dan tidak bisa tidur. Faktor penyebab Tn.F dan Ny.S mengalami
gangguan tidur adalah...
a. Usia
b. Demensia
c. Psikologis
d. Lingkungan
e. Gaya hidup
5. Dari soal no. 4, kemudian dapat diketahui bahwa tingkat kecemasan pada
Ny.S lebih tinggi daripada Tn.F, sehingga Ny.S mengalami kualitas tidur
lebih buruk daripada Tn.F. Mengapa?
a. Karena Ny.S lebih sensitif daripada Tn.F
b. Karena Tn.F sudah mampu beradaptasi dibandingkan Ny.S
c. Karena pada Ny.S terjadi peningkatan pada hormon progesteron dan
estrogen yang mempunyai reseptor di hipotalamus, sehingga memiliki
andil pada irama sirkadian dan pola tidur secara langsung
d. Karena pada Ny.S terjadi penurunan pada hormon progesteron dan
estrogen yang mempunyai reseptor di hipotalamus, sehingga memiliki
andil pada irama sirkadian dan pola tidur secara langsung
e. Karena Ny.S memiliki kondisi psikologis yang buruk
6. Ny.X 65 tahun tinggal bersama anaknya dengan seorang menantu dan 5
orang cucu. Cucu Ny.X masih kecil-kecil dan yang paling besar berusia 15
tahun. Setiap malam cucu Ny.X selalu meminta Ny.X untuk menemani
nonton tv dan mereka sangat ramai sehingga Ny.X mengalami kesulitan tidur.
Faktor penyebab Ny.X mengalami gangguan tidur adalah...
a. Cucu-cucu Ny.X yang selalu meminta kepada Ny.X untuk menemani
menonton tv setiap malam
b. Kebiasaan
c. Gaya hidup
d. Lingkungan
e. Stress psikologis
7. Tn.Y 64 tahun tinggal di sebuah lingkungan padat penduduk, dan disamping
rumahnya ada sebuah warung kopi yang buka sampai larut malam. Tn.Y
mengatakan bahwa ia sering bermain di warung kopi tersebut dengan teman-
teman di lingkungan tempat tinggalnya, disana Tn.Y selalu nongkrong sambil
meroko dan minum kopi hingga larut malam. siang harinya ia selalu jatuh
tertidur. Faktor penyebab dari keadaan yang dialami Tn.Y adalah...
a. Usia
b. Pola konsumsi
c. Kebiasaan
d. Lingkungan
e. Gaya hidup
8. Tn.J 67 tahun memiliki kebiasaan merokok, tinggal di lingkungan padat
penduduk yang ventilasinya kurang. Tn.J menderita PPOK, ia sering batuk
pada malam hari dan sesak napas. Tn.J mengatakan bahwa ia mengalami
kesulitan tidur karena batuknya yang sering kambuh pada malam hari. Yang
menjadi faktor penyebab Tn.J mengalami gangguan tidur adalah...
a. Kebiasaan
b. Lingkungan
c. Usia
d. Penyakit
e. Gaya hidup
9. Dari soal no.8, kemudian Tn.J diberikan resep seperti xanthine, beta
adrenergik, dan steroid. Setelah meminum obat-obatan tersebut, keadaan Tn.J
sudah menjadi lebih baik, sesak napas dan batuknya sudah mulai berkurang,
namun Tn.J masih merasa kesulitan tidur. Yang menyebabkan Tn.J masih
mengalami gangguan tidur adalah...
a. Penyakit
b. Obat-obatan
c. Usia
d. Kebiasaan
e. Psikologis
10. Ny.C 66 tahun mengalami gangguan saat tidur, ia sering terbangun dan sering
berjalan saat tidur di malam hari. Faktor penyebab Ny.C mengalami
gangguan tidur adalah...
a. Usia
b. Penyakit
c. Demensia
d. Kebiasaan
e. Lingkungan

Anda mungkin juga menyukai