Oleh :
Firdaus Cahyadi
Knowlegde Sharing Officer (KSO)
OneWorld, Indonesia
www.satudunia.net Page 1
Berebut Proyek Iklim di Kopenhagen
Ironisnya, meskipun banyak pihak yang kecewa Indonesia tetap menyambut gembira
hasil KTT di Kopenhagen tersebut. Kenapa?
Hal itu disebabkan di dalam Copenhagen Accord terdapat komitmen negara maju untuk
menyediakan pendanaan US$30 milyar selama tahun 2010-2012 bagi adaptasi dan
mitigasi di negara berkembang.
Di luar itu Indonesia juga membuat kesepakatan bilateral dan multilareral yang dapat
menarik banyak uang ke negeri ini dengan mengatasnamakan perubahan iklim.
”Sektor kehutanan dan alih fungsi lahan memang menjadi fokus perhatian terbesar dalam
perjanjian kerja sama itu,” kata Ketua Dewan Nasional Perubahan Iklim (DNPI),
sekaligus Kepala Negosiator RI di Konferensi Perubahan Iklim 2009, Rachmat Witoelar
seperti yang ditulis oleh Kompas, 24 Desember 2009.
Amerika Serikat juga siapkan dana 3,5 miliar dollar AS bagi program pengurangan emisi
dari kehutanan. Dana itu akan dikucurkan kepada tiga negara mewakili tiga benua selama
dua tahun (2010-2011).
www.satudunia.net Page 2
Ramai di Mitigasi Sepi di Adaptasi
Kondisi tersebut ternyata tidak berubah setelah KTT Perubahan iklim di Kopenhagen.
Program kegiatan adaptasi terhadap perubahan iklim masih sepi peminat. Padahal sebagai
negara berkembang, Indonesia sejatinya belum memiliki kewajiban untuk menurunkan
emisi GRK.
Sebaliknya Indonesia memiliki kewajiban yang cukup besar untuk membantu warganya
dalam beradaptasi dengan perubahan iklim. Banyak petani di negeri ini yang telah
mengalami gagal panen. Nelayan yang kesulitan melaut karena gelombang tinggi. Warga
yang terkena bencana banjir. Semua itu indikasi bahwa perubahan iklim telah berdampak
buruk terhadap sebagaian warga Indonesia.
Lantas kenapa negara-negara maju begitu bersemangat untuk mengucurkan dananya bagi
proyek-proyek mitigasi dibandingkan adaptasi?
Karena proyek carbon offset ini pula kita dapat mengkritisi kenapa Perdana Menteri
Inggris Gordon Brown memuji Indonesia katika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY) mencanangkan target penurunan emisi Indonesia sebesar 26 %. Pujian itu
www.satudunia.net Page 3
sejatinya lebih karena Indonesia membuka diri untuk proyek carbon offset guna
membantu negara-negara maju menurunkan emisi GRK.
Ketidakadilan Iklim
Ironisnya, pesta-pora proyek mitigasi GRK melalui
skema carbon offset itu tidak berkaitan sama sekali
dengan kehidupan masyarakat bawah yang semakin
rentan terkena dampak perubahan iklim. Bahkan
proyek carbon offset, khususnya di sektor
kehutanan, justru berpotensi mengusir petani dan
penduduk di sekitar hutan yang telah sekian lama
memanfaatkan hasil sumber daya hutan secara
lestari.
Maraknya proyek carbon offset dan minimnya program adaptasi di negeri ini memang
bertentangan dengan rasa keadilan. Bagaimana tidak, masyarakat dibiarkan sendirian
dalam beradaptasi dengan perubahan iklim, bahkan sebagian di antara mereka diusir dari
tanah garapannya. Sedangkan para petinggi di negeri ini justru asyik berpesta dengan
proyek carbon offset untuk membantu negara-negara maju dalam menurunkan emisinya.
Bukan merupakan dosa besar jika pemerintah Indonesia ingin membantu negara maju
menurunkan emisi karbon seraya berebut uang dalam berbagai proyek perubahan iklim.
Namun, menjadi sebuah dosa besar jika kegiatan membantu negara maju dan berebut
uang tersebut membuat pemerintah melupakan kewajibannya membantu warganya untuk
beradaptasi terhadap perubahan iklim.
Negara-negara berkembang adalah korban perubahan iklim yang dipicu oleh keserakahan
negara-negara maju dalam mengkonsumsi energi fosil. Adalah sebuah ketidakadilan yang
diperlihatkan secara telanjang bila negara-negara berkembang dibiarkan dengan
kemampuan pendanaan terbatas untuk beradaptasi, sementara di sisi lain mereka dibujuk
dengan proyek-proyek carbon offset untuk ikut membantu negara-negara maju
menurunkan emisi karbon.
www.satudunia.net Page 4
Naiknya popularitas isu perubahan iklim ternyata
berdampak pada naiknya pula jumlah utang di negeri ini.
Bagaimana tidak, jika sebelumnya pemerintah mengambil
utang baru dengan mengatasnamakan pembangunan, kini
pemerintah memiliki peluang untuk mengambil utang
baru dengan mengatasnamakan isu perubahan iklim.
Salah satu proyek utang yang mengatasnamakan perubahan iklim itu adalah Climate
Change Program Loan (CCPL) atau Program utang untuk Perubahan Iklim. Program
CCPL berlangsung selama tiga tahun (2007- 2009), bertujuan untuk membantu reformasi
kebijakan mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Tindakan-tindakan dan
indikator program ini akan ditinjau ulang setiap tahun oleh Pemerintah Indonesia.
Peninjauan ulang ini dilakukan oleh Bappenas, Departemen Keuangan, jajaran
Kementerian atau lembaga terkait dan lembaga pemberi utang.
Bukan hanya itu. Rabu, 11 November 2009, World Bank, Asian Development Bank
(ADB) dan International Financial Corporation (IFC) akan menyelenggarakan acara
untuk mengumpulkan masukan tentang Rencana Investasi Clean Technology Fund (CTF)
di Indonesia.
Akankah Indonesia semakin terperosok ke dalam jebakan utang luar negeri yang
mengatasnamakan perubahan iklim?
www.satudunia.net Page 5