Anda di halaman 1dari 5

JURNAL MASYARAKAT EPIDEMIOLOGI

Volume 2, Nomor 2, Januari-Juni 2014 87



I N D O N E S I A
HUBUNGAN KADAR FLUOR AIR MINUM TERHADAP KARIES GIGI PADA ANAK
SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN LANDONO KABUPATEN KONAWE SELATAN
PROVINSI SULAWESI TENGGARA

Erni Sunubi

Dinas Kesehatan Kab. Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara

ABSTRACT

The aim of the study was to discover the correlation between potable water fluor and dental caries
of elementary school children in Landono district, South Konawe regency, Southeast Sulawesi province. The
study was cross sectional. The number of samples was 144 six graders elementary school children aged 12
years selected by proportional stratified random sampling. The water samples were collected from water
resources consumed by the children. The dental examination was conducted at their respective schools and
the water sample examination was done at the Health Laboratory of Southeast Sulawesi province in March
2008. The results of the study indicate that the damage level of dental caries (DMF-T) is on the average 3,29
with the percentage of free caries (DMF-T = 0) 18,8% and the percentage of caries thickness (C1-C4) is
81,2% (n = 144). The highest fluor level is 0,42 ppm and the lowest one is 0,09 ppm. The average water
fluor before boiling is 0,214 ppm and after boiling 0,212 ppm . The Spearman Rank correlation analysis
indicates that the water fluor before boiling (p = 0,018) and after boiling (p = 0,022) correlates with the
damage level of dental caries (DMF-T) with the weakest correlation (r = - 0,197 and r = -0,191). This
means that the higher the fluor level, the lower level the DMF-T value.

Key words : fluor level, dental caries damage level (DMF-T), dental caries thickness level

PENDAHULUAN
Pada tahun 1999 karies gigi menyerang 4,6 juta penduduk dunia atau sekitar 0,3 % penduduk dunia
terkena karies gigi dengan 2,3 juta pada laki- laki dan 2,28 juta pada perempuan. Persentase karies gigi anak
sekolah dasar di Arkansas, Amerika Serikat pada tahun 2001 hingga tahun 2003 mencapai 72,2% (Wang,
dkk., 2004).
Di Indonesia penyakit karies gigi serta penyakit jaringan gusi masih tinggi, kurang lebih mencapai
80% dari jumlah penduduk. Tingginya prevalensi karies gigi dan penyakit periodontal, serta belum berhasil
usaha untuk mengatasinya. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor-faktor distribusi penduduk, faktor
lingkungan, faktor perilaku dan faktor pelayanan kesehatan yang berbeda-beda pada masyarakat Indonesia
(Suwelo, dkk., 1994).
Pada umumnya manusia membutuhkan air untuk keperluan hidup sehari-hari. Adanya fluor dalam
air minum akan sangat berpengaruh terhadap intake fluor yang diterima oleh orang tersebut disamping itu
makan makanan dan minuman yang mengandung banyak fluor seperti teh dan ikan laut. Kandungan fluor air
minum ditiap-tiap tempat berbeda. Keadaan ini disebabkan karena penduduk mendapat sumber air yang
berbeda-beda. Keadaan yang berbeda tersebut diduga akan mengakibatkan perbedaan frekuensi karies gigi
bahkan dapat terjadi fluorosis atau hipoplasia email (Sutadi, dkk., 1990).

Penelitian yang dilakukan oleh Monang Panjaitan 2003 mengenai pengalaman karies pada anak
usia 12 sampai 15 tahun yang minum air sumur bor dan air leding di kampung nelayan dan uni kampung
belawan menunjukkan bahwa pengalaman karies gigi tetap anak yang minum air sumur bor lebih kecil
dibanding anak yang minum air leding dan secara statistik bermakna. Dengan demikian fluoride yang
terkandung dalam air sumur bor mempunyai pangaruh terhadap prevalensi karies. Menurut Organisasi
Kesehatan Sedunia (WHO), indikator derajat kesehatan gigi dan mulut anak usia 12 tahun pada tahun 2000
dengan nilai skor DMF-T 3 dengan prevalensi karies aktif 63% (Kristianti, dkk., 2002).
Data 10 penyakit terbanyak di Kabupaten Konawe Selatan tahun 2007, penyakit gigi dan mulut
menempati rangking 5 sebanyak 4.593 (7,93%) dari jumlah penduduk 242.929 jiwa. Data dari Sistem
Pencatatan dan Pelaporan Tingkat Puskesmas (SP2TP) dalam Profil Kesehatan Kabupaten Konawe Selatan
tahun 2007 menunjukkan bahwa untuk Kabupaten Konawe Selatan jumlah murid sekolah dasar sebanyak
31.294 orang, yang membutuhkan perawatan sebanyak 20.317 orang (64,9%) dan yang telah mendapat
perawatan sebanyak 3.194 orang (15,7%), sedangkan untuk Kecamatan Landono tahun 2006 jumlah
sekolah dasar sebanyak 15 buah dengan jumlah murid sekolah dasar sebanyak 1.488 orang, yang
membutuhkan perawatan sebanyak 1.037 orang (69,6%) dan yang telah mendapat perawatan sebanyak 286
orang (27,5%).
Tingginya prevalensi karies gigi pada anak sekolah dasar dan keadaan geografi Kecamatan Landono
serta belum tersedianya data tentang kadar fluor di Kabupaten Konawe Selatan dan khususnya Kecamatan
Landono mendorong dilakukannya penelitian mengenai hubungan kadar fluor air minum terhadap karies
gigi pada anak sekolah dasar, dimana anak-anak tersebut dilahirkan dan bertempat tinggal di wilayah
Kecamatan Landono hingga penelitian dilakukan.
JURNAL MASYARAKAT EPIDEMIOLOGI

Volume 2, Nomor 2, Januari-Juni 2014 88

I N D O N E S I A
BAHAN DAN METODE
Rancangan dan Lokasi Penelitian
Jenis penelitian ini adalah observasional dengan menggunakan pendekatan cross sectional study.
Penelitian dilakukan di Kecamatan Landono Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara.
Waktu penelitian selama 2 bulan, mulai bulan Maret sampai April 2008.
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak sekolah dasar kelas VI di Kecamatan Landono,
berdasarkan survei pendahuluan sebanyak 224 orang. Sampel pada penelitian ini adalah anak sekolah dasar
berusia 12 tahun yang lahir dan bertempat tinggal di daerah penelitian sampai dilakukannya penelitian.
Pengambilan sampel dilakukan secara Proportional Stratified Random Sampling dan besar sampel 144
orang. Adapun sampel air minum ditentukan berdasarkan tempat tinggal anak-anak sekolah dasar berusia 12
tahun yang telah diperiksa karies giginya.
Analisa data
Untuk variabel tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pola/frekuensi menyikat gigi dan
frekuensi mengkonsumsi permen, serta pH saliva. Uji statistik yang digunakan adalah Korelasi Spearman
Rank untuk variabel kadar fluor dalam air minum dan tingkat keparahan karies gigi (DMF-T).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Tingkat Keparahan Karies Gigi (DMF-T)
Tabel 1 menunjukkan bahwa DMF-T = 0 (bebas karies) paling banyak yaitu 27orang (18,8%),
kemudian pada DMFT = 3 sebanyak 24 orang (18,7%), dan DMF-T = 1 dan 8 sebanyak 3 orang (2,1%)
paling rendah sebanyak 1 serta 3 orang yang mempunyai pengalaman karies sebanyak 8.

Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan tingkat keparahan karies (DMF-T) di Kecamatan
Landono Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008

DMF-T Jumlah Persen
0 27 18,8
1 3 2,1
2 23 16,0
3 24 16,7
4 22 15,3
5 20 13,9
6 13 9,0
7 9 6,3
8 3 2,1
Jumlah 144 100,0
Data Primer

Tingkat Keparahan Karies (DMF-T) Rata-rata
Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah D (Decay) atau banyak gigi yang berlubang tertinggi yaitu 382
gigi dengan rata rata 2,65, kemudian M ( Missing) atau banyaknya gigi yang hilang sebanyak 92 gigi atau
rata-rata 0,64 dan F (Filling) atau gigi dengan tambalan 0, artinya dari 144 responden (474 gigi) yang telah
diperiksa ditemukan paling banyak gigi berlubang karena karies, kemudian gigi yang hilang karena karies
atau indikasi pencabutan dan tidak ditemukan gigi yang mempunyai tambalan, sehingga didapatkan nilai
DMF-T rata-rata 3,29.

Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan tingkat keparahan karies (DMF-T) rata-rata di
Kecamatan Landono Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008

Karies gigi Jumlah gigi Rata rata
D 382 2.65
M 92 0.64
F 0 0
Jumah 474 3,29
Data Primer

Karies Gigi
Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 144 responden yang telah diperiksa, ada 27 responden yang tidak
karies (18,8%), sedangkan yang menderita karies gigi mulai dari kedalaman pada email sampai pada akar
gigi sebanyak 117 orang (81,2%).


JURNAL MASYARAKAT EPIDEMIOLOGI

Volume 2, Nomor 2, Januari-Juni 2014 89

I N D O N E S I A
Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan tingkat kedalaman karies (CO-C4) di Kecamatan Landono
Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008

Karies gigi Jumlah Persen
C0 (Tidak ada karies) 27 18,8
C1 C4 (Ada karies) 117 81,2
Jumlah 144 100,0
Data Primer

Analisis Multivariat
Karies gigi dengan kadar fluor sebelum dididihkan
Berdasarkan hasil pemeriksaan karies gigi dan hasil pengukuran kadar fluor air sebelum dididihkan,
maka didapatkan hasil sebagai berikut:

Tabel 5. Distribusi karies gigi dengan kadar fluor sebelum dididihkan di Kecamatan Landono Kabupaten
Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008

Sebelum
dididihkan (Fluor 1)
Karies Gigi
Jumlah
Karies Tidak Karies
n % n % n %
Sangat rendah < 0,3 81 83,5 16 16,5 97 100,0
Rendah 0,3 0,7 36 76,6 11 23,4 47 100,0
Jumlah 117 81.3 27 18.8 144 100.0
Data Primer

Karies gigi dengan kadar fluor setelah dididihkan
Berdasarkan hasil pemeriksaan karies gigi dan hasil pengukuran kadar fluor setelah dididihkan, maka
didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 6. Distribusi karies gigi dengan kadar fluor setelah dididihkan di Kecamatan Landono Kabupaten
Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008

Setelah dididihkan
(Flour 2)
Karies Gigi
Jumlah
Karies Tidak karies
n % n % n %
Sangat rendah < 0,3 81 83,5 16 16,5 97 100,0
Rendah 0,3 0,7 36 76,6 11 23,4 47 100,0
Jumlah 117 81.3 27 18.8 144 100.0
Data Primer

Tabel 5 dan 6 menunjukkan bahwa responden yang mempunyai karies gigi lebih banyak
mengkonsumsi kadar fluor yang sangat rendah (83,5%) dan rendah (76,6%) adalah sama sebelum dididihkan
dan setelah dididihkan (83,5%). Demikian pula dengan responden yang tidak mempunyai karies gigi lebih
banyak mengkonsumsi kadar fluor yang rendah (23,4%) dan sangat rendah (16,5%) adalah sama sebelum
dan setelah dididihkan. Artinya kadar fluor tetap memberikan kontribusi untuk terjadinya karies gigi, namun
menurut (Roth, dkk., 1981) secara klinik untuk perkembangan karies gigi membutuhkan waktu yang lama
rata-rata 12-24 bulan.

Kadar fluor terhadap keparahan karies gigi (DMF-T)
Tabel 7 menunjukkan bahwa responden yang mempunyai DMF-T sangat rendah mempunyai sumber
air minum yang lebih banyak mengandung kadar fluor rendah yaitu (23,4%). Responden yang mempunyai
DMF-T sangat tinggi mempunyai sumber air minum yang lebih banyak mengandung kadar fluor sangat
rendah yaitu (10,3%).

Tabel 7. Kadar fluor terhadap keparahan karies gigi (DMF-T) anak SD di Kecamatan Landono Kabupaten
Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008

kadar Fluor
Keparahan Karies gigi (DMF-T)
Jumlah
Sangat
rendah
< 1,2
Rendah
1,2 2,6
Sedang
2,7 4,4
Tinggi
4,5 6,6
Sangat
tinggi
>6,6
n % n % n % n % n % n %
Sangat rendah <0,3 19 19,6 14 14,4 29 29,9 25 25,8 10 10,3 97 100,0
Rendah 0,3 -0,7 11 23,4 9 19,1 17 36,2 8 17,0 2 4,3 47 100,0
Jumlah 30 20,8 23 16,0 46 31,9 33 22,9 12 8,3 144 100,0
Data Primer
JURNAL MASYARAKAT EPIDEMIOLOGI

Volume 2, Nomor 2, Januari-Juni 2014 90

I N D O N E S I A
PEMBAHASAN
Keadaan Karies Gigi Anak SD
Pada penelitian ini hasil DMF-T rata-rata 3,29. Hasil tersebut menurut WHO termasuk dalam
kategori sedang dan sedikit berbeda dari Profil Kesehatan Gigi dan Mulut 2005 bahwa target yang
ditetapkan WHO untuk indikator derajat kesehatan gigi dan mulut anak usia 12 tahun yaitu DMF-T 3.
Mengenai jumlah bebas karies hanya sebanyak 27 orang dari 144 anak secara epidemiologi mempunyai
alasan tertentu mengenai keterkaitan berbagai faktor penyebab kejadian karies, menurut Suwelo,IS 1994
bahwa perbedaan suku/ras, budaya, lingkungan agama akan menyebabkan perbedaan karies. Diketahui
bahwa masyarakat Kecamatan Landono adalah masyarakat yang multi etnis, juga karena faktor susunan
gigi yang berjejal yang biasanya sulit dibersihkan dari sisa makanan.
Kadar fluor air
Pada tabel terlihat bahwa ada perubahan kadar fluor tertinggi setelah dididihkan, hal ini disebabkan
karena fluor bereaksi dengan silica membentuk silicafluorit yang larut dalam air. Namun pada penelitian ini
dari 27 sampel air yang diteliti ada 21 sampel air yang tidak mengalami perubahan kadar fluor sebelum dan
setelah dididihkan, hal ini disebabkan karena fluor tidak mudah menguap hanya dengan dididihkan kecuali
bila dipijarkan(dibakar) pada suhu sekitar 600 C. Hai ini berarti bahwa kadar fluor yang baik untuk
dikonsumsi adalah kadar fluor yang tidak mengalami perubahan setelah dididihkan, dengan asumsi bahwa
air sebelum dikonsumsi oleh masyarakat terlebih dahulu harus dididihkan. Dengan kadar fluor yang tidak
mengalami perubahan sebelum dan setelah dididihkan, maka air yang dikonsumsi tidak kehilangan
kandungan kadar fluor, meskipun pada hasil pemeriksaan laboratorium ternyata kadar fluor air di Kecamatan
Landono masih rendah dan ada beberapa desa yang masih sangat rendah kadar fluornya. Dean dari US
Public Health Service menganjurkan pemakaian 1 ppm fluoride dalam air minum. Ternyata insiden karies
menurun 50-60% dan tidak ditemukan mottled enamel.
Sampel air yang berasal dari mata air, perpipaan dan sebagian sumur gali tidak mengalami
perubahan kadar fluor setelah dididihkan. Kadar fluor tertinggi sebelum dididihkan pada sumur gali (0,42
ppm) dan terendah pada sumur gali dan mata air (0,09 ppm). Sedangkan kadar fluor air tertinggi setelah
dididihkan terdapat pada sumur gali (0,40 ppm) dan terendah pada sumur gali dan mata air (0,09 ppm), Ada
perbedaan berarti pada distribusi bebatuan yang dengan mudah melepaskan fluor, dimana nampak bahwa
perbedaan kandungan fluor sebagai akibat perbedaan kondisi hidrogeologik lokal. Fluor yang terkandung
dalam air tanah berbeda tergantung adanya kandungan fluor yang terbentuk pada kedalaman yang berbeda.
Kadar fluor air sebelum dan setelah dididihkan dengan keparahan karies gigi (DMF-T)
Pada penelitian ini kadar fluor sebelum dan setelah dididihkan umumnya tidak mengalami
perubahan, jadi anak yang mempunyai DMF-T sangat rendah mempunyai sumber air minum yang lebih
banyak mengandung kadar fluor rendah yaitu 23,4%, sedangkan anak yang mempunyai DMF-T sangat
tinggi mempunyai sumber air minum yang lebih banyak mengandung kadar fluor yang sangat rendah
(10,3%). Pada penelitian yang dilakukan oleh Monang Panjaitan (2003) mengenai pengalaman karies pada
anak usia 12 sampai 15 tahun yang minum air sumur bor dan air leding di Kampung Nelayan dan Uni
Kampung Belawan menunjukkan bahwa pengalaman karies gigi tetap anak yang minum air sumur bor lebih
kecil dibanding anak yang minum air leding dan secara statistik bermakna. Fluoride yang terkandung dalam
air sumur bor mempunyai pangaruh terhadap prevalensi karies. Kadar fluor sebelum dan setelah dididihkan
memberikan kontribusi terhadap kejadian karies dan proses terjadinya karies membutuhkan waktu yang
lama 12-24 bulan.
Hubungan kadar fluor air minum terhadap karies gigi
Untuk melihat hubungan kadar fluor air minum terhadap karies gigi digunakan analisis Korelasi
Spearman Rank. Hasil analisis dapat dilihat pada tabel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar fluor
sebelum dididihkan (p = 0,018) dan setelah dididihkan (p = 0,022) berhubungan dengan karies gigi dengan
kekuatan hubungan yang sangat lemah ( r = - 0,197 dan r = - 0,191). Jadi dalam hal ini kadar fluor dalam
air minum berhubungan dengan karies gigi dan hubungan tersebut berbanding terbalik artinya semakin
tinggi kadar fluor air semakin rendah terjadinya karies gigi, sehingga hipotesis diterima. Hal ini sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh Agtini (1988) pada anak SD di Kecamatan Asem Bagus, Jawa Timur
menunjukkan bahwa makin tinggi kadar fluor dalam air makin rendah prevalensi karies gigi diantara anak-
anak yang diperiksa, demikian pula hubungan sebaliknya.
Pada hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa kadar fluor dalam air minum di Kecamatan Landono
termasuk dalam kategori rendah dan ada beberapa tepat yang sangat rendah. DMF-T rata-rata 3,29 yang
menurut WHO termasuk kriteria sedang, dan kebanyakan tingkat kedalaman karies masih dalam kriteria
karies pada email (karies dangkal). Selain itu secara deskriptif terlihat bahwa cara dan waktu menyikat gigi
serta frekuensi mengkonsumsi permen juga berkontribusi menyebabkan karies gigi. Hal lain yang
menyebabkan nilai DMF-T dalam kriteria sedang karena pengetahuan anak tentang kesehatan gigi dan mulut
semakin bertambah didukung dengan adanya media informasi yang sudah semakin luas dan terjangkau.

KESIMPULAN DAN SARAN
Dapat disimpulkan bahwa kadar fluor air minum di Kecamatan Landono tertinggi 0,42 ppm
(rendah) dan terendah 0,09 ppm (sangat rendah) dengan kadar fluor rata-rata sebelum dididihkan 0,214 ppm
JURNAL MASYARAKAT EPIDEMIOLOGI

Volume 2, Nomor 2, Januari-Juni 2014 91

I N D O N E S I A
dan setelah dididihkan 0,212 ppm. Sedangkan Dean dari US Public Health Service menganjurkan pemakaian
1 ppm fluor dalam air minum. Tingkat keparahan karies gigi (DMF-T) rata-rata anak SD di Kecamatan
Landono tergolong sedang (3,29) dengan jumlah bebas karies (DMF-T =0) sebanyak 27 orang (18,8 %) dari
144 orang yang diteliti dan tingkat kedalaman karies (C1-C4) masih dalam kategori karies dangkal (karies
pada email). Ada hubungan antara kadar fluor air minum terhadap karies gigi anak sekolah dasar di
Kecamatan Landono Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara. Semakin tinggi kadar fluor
dalam air minum semakin rendah tingkat keparahan karies gigi (nilai DMF-T rendah) ,demikian pula
sebaliknya. Disarankan kepada masyarakat melakukan fluoridasi baik melalui fluoridasi air minum,
penggunaan pasta gigi yang berfluoride maupun mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung
fluor.

DAFTAR PUSTAKA
Agtini, MD. (1988). Fluor Sistemik dan Kesehatan Gigi, Cermin Dunia Kedokteran, 1988, vol.52, no.45.
Angelillo, I. F. dkk. (1999). Caries and Fluorosis Prevalences in Communities with Different
Concentrations of Fluoride in the Water. Caries Research (on line) at http/Biomed
Net.Com/Karger.
Burt, B. A. (1983). The Epidemiology of Oral Disease in Dentistry, Dental Practice and Community 3 Ed,
W.B.Saunders Company.
Depkes, RI. (1995). Materi Penyehatan Air Bagi Petugas Kesehatan Lingkungan Puskesmas, Direktorat
Jenderal PPM dan PLP, Jakarta
Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe Selatan. (2006). Profil Kesehatan Kabupaten Konawe Selatan.
Kristianti, C. H. & M Rusiawati,Y. (2002). Gigi Sehat Tahun 2000 dan Tinjauan Profil Kesehatan Gigi
1995, Jurnal Kedokteran Gigi UI, 2002, vol.9, no.2 ;1-5.
Notoatmojo, S. (2005). Metodology Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta.
Panjaitan, M. dan Lubis, ME. (2003). Pengalaman Karies pada Usia 12 Sampai 15 Tahun yang Minum Air
Sumur Bor dan Leding di Kampung Nelayan dan Uni Kampung Belawan, Dentika Dental Journal,
2003, vol.8, no.2; 151 156.
PSMKGI. (2005). Hari Senyum Sehat Nasional, Yogyakarta, Januari 2005.
Roth, GI, Calmes, R. (1981). Etiology of Dental Caries in Oral Biology, CV.Mosby Company, Toronto.
Sugiono. (2007). Korelasi Spearman Rank pada Pengujian Hipotesis Asosiatif dalam Statistika untuk
Penelitian, Afabeta Bandung.
Sutadi,H, dkk. (1990). Hubungan Kadar Fluor Air Minum terhadap Terjadinya Hipoplasia Enamel dan
Karies Gigi di Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung, Jurnal PDGI, Agustus 1990, th 39, no.2 ;
22-28.
Suwelo, IS, et al. (1994). Kandungan Mineral Air Minum dan Status Kesehatan Gigi dan Mulut Anak di
Pulau Batam, Jurnal PDGI, Desember 1994, vol.43, no.3; 79 84.

Anda mungkin juga menyukai