0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
39 tayangan5 halaman
The document discusses a study on the relationship between fluoride levels in drinking water and dental caries in elementary school children in Landono district, South Konawe regency, Southeast Sulawesi province, Indonesia. The study found that the average dental caries damage level (DMF-T) was 3.29. The average fluoride level in water before boiling was 0.214 ppm and after boiling was 0.212 ppm. Statistical analysis showed a weak negative correlation between fluoride levels in water before and after boiling with the dental caries damage level, meaning higher fluoride levels were associated with lower DMF-T values.
The document discusses a study on the relationship between fluoride levels in drinking water and dental caries in elementary school children in Landono district, South Konawe regency, Southeast Sulawesi province, Indonesia. The study found that the average dental caries damage level (DMF-T) was 3.29. The average fluoride level in water before boiling was 0.214 ppm and after boiling was 0.212 ppm. Statistical analysis showed a weak negative correlation between fluoride levels in water before and after boiling with the dental caries damage level, meaning higher fluoride levels were associated with lower DMF-T values.
The document discusses a study on the relationship between fluoride levels in drinking water and dental caries in elementary school children in Landono district, South Konawe regency, Southeast Sulawesi province, Indonesia. The study found that the average dental caries damage level (DMF-T) was 3.29. The average fluoride level in water before boiling was 0.214 ppm and after boiling was 0.212 ppm. Statistical analysis showed a weak negative correlation between fluoride levels in water before and after boiling with the dental caries damage level, meaning higher fluoride levels were associated with lower DMF-T values.
I N D O N E S I A HUBUNGAN KADAR FLUOR AIR MINUM TERHADAP KARIES GIGI PADA ANAK SEKOLAH DASAR DI KECAMATAN LANDONO KABUPATEN KONAWE SELATAN PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Erni Sunubi
Dinas Kesehatan Kab. Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara
ABSTRACT
The aim of the study was to discover the correlation between potable water fluor and dental caries of elementary school children in Landono district, South Konawe regency, Southeast Sulawesi province. The study was cross sectional. The number of samples was 144 six graders elementary school children aged 12 years selected by proportional stratified random sampling. The water samples were collected from water resources consumed by the children. The dental examination was conducted at their respective schools and the water sample examination was done at the Health Laboratory of Southeast Sulawesi province in March 2008. The results of the study indicate that the damage level of dental caries (DMF-T) is on the average 3,29 with the percentage of free caries (DMF-T = 0) 18,8% and the percentage of caries thickness (C1-C4) is 81,2% (n = 144). The highest fluor level is 0,42 ppm and the lowest one is 0,09 ppm. The average water fluor before boiling is 0,214 ppm and after boiling 0,212 ppm . The Spearman Rank correlation analysis indicates that the water fluor before boiling (p = 0,018) and after boiling (p = 0,022) correlates with the damage level of dental caries (DMF-T) with the weakest correlation (r = - 0,197 and r = -0,191). This means that the higher the fluor level, the lower level the DMF-T value.
PENDAHULUAN Pada tahun 1999 karies gigi menyerang 4,6 juta penduduk dunia atau sekitar 0,3 % penduduk dunia terkena karies gigi dengan 2,3 juta pada laki- laki dan 2,28 juta pada perempuan. Persentase karies gigi anak sekolah dasar di Arkansas, Amerika Serikat pada tahun 2001 hingga tahun 2003 mencapai 72,2% (Wang, dkk., 2004). Di Indonesia penyakit karies gigi serta penyakit jaringan gusi masih tinggi, kurang lebih mencapai 80% dari jumlah penduduk. Tingginya prevalensi karies gigi dan penyakit periodontal, serta belum berhasil usaha untuk mengatasinya. Hal ini mungkin disebabkan oleh faktor-faktor distribusi penduduk, faktor lingkungan, faktor perilaku dan faktor pelayanan kesehatan yang berbeda-beda pada masyarakat Indonesia (Suwelo, dkk., 1994). Pada umumnya manusia membutuhkan air untuk keperluan hidup sehari-hari. Adanya fluor dalam air minum akan sangat berpengaruh terhadap intake fluor yang diterima oleh orang tersebut disamping itu makan makanan dan minuman yang mengandung banyak fluor seperti teh dan ikan laut. Kandungan fluor air minum ditiap-tiap tempat berbeda. Keadaan ini disebabkan karena penduduk mendapat sumber air yang berbeda-beda. Keadaan yang berbeda tersebut diduga akan mengakibatkan perbedaan frekuensi karies gigi bahkan dapat terjadi fluorosis atau hipoplasia email (Sutadi, dkk., 1990).
Penelitian yang dilakukan oleh Monang Panjaitan 2003 mengenai pengalaman karies pada anak usia 12 sampai 15 tahun yang minum air sumur bor dan air leding di kampung nelayan dan uni kampung belawan menunjukkan bahwa pengalaman karies gigi tetap anak yang minum air sumur bor lebih kecil dibanding anak yang minum air leding dan secara statistik bermakna. Dengan demikian fluoride yang terkandung dalam air sumur bor mempunyai pangaruh terhadap prevalensi karies. Menurut Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO), indikator derajat kesehatan gigi dan mulut anak usia 12 tahun pada tahun 2000 dengan nilai skor DMF-T 3 dengan prevalensi karies aktif 63% (Kristianti, dkk., 2002). Data 10 penyakit terbanyak di Kabupaten Konawe Selatan tahun 2007, penyakit gigi dan mulut menempati rangking 5 sebanyak 4.593 (7,93%) dari jumlah penduduk 242.929 jiwa. Data dari Sistem Pencatatan dan Pelaporan Tingkat Puskesmas (SP2TP) dalam Profil Kesehatan Kabupaten Konawe Selatan tahun 2007 menunjukkan bahwa untuk Kabupaten Konawe Selatan jumlah murid sekolah dasar sebanyak 31.294 orang, yang membutuhkan perawatan sebanyak 20.317 orang (64,9%) dan yang telah mendapat perawatan sebanyak 3.194 orang (15,7%), sedangkan untuk Kecamatan Landono tahun 2006 jumlah sekolah dasar sebanyak 15 buah dengan jumlah murid sekolah dasar sebanyak 1.488 orang, yang membutuhkan perawatan sebanyak 1.037 orang (69,6%) dan yang telah mendapat perawatan sebanyak 286 orang (27,5%). Tingginya prevalensi karies gigi pada anak sekolah dasar dan keadaan geografi Kecamatan Landono serta belum tersedianya data tentang kadar fluor di Kabupaten Konawe Selatan dan khususnya Kecamatan Landono mendorong dilakukannya penelitian mengenai hubungan kadar fluor air minum terhadap karies gigi pada anak sekolah dasar, dimana anak-anak tersebut dilahirkan dan bertempat tinggal di wilayah Kecamatan Landono hingga penelitian dilakukan. JURNAL MASYARAKAT EPIDEMIOLOGI
Volume 2, Nomor 2, Januari-Juni 2014 88
I N D O N E S I A BAHAN DAN METODE Rancangan dan Lokasi Penelitian Jenis penelitian ini adalah observasional dengan menggunakan pendekatan cross sectional study. Penelitian dilakukan di Kecamatan Landono Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara. Waktu penelitian selama 2 bulan, mulai bulan Maret sampai April 2008. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anak sekolah dasar kelas VI di Kecamatan Landono, berdasarkan survei pendahuluan sebanyak 224 orang. Sampel pada penelitian ini adalah anak sekolah dasar berusia 12 tahun yang lahir dan bertempat tinggal di daerah penelitian sampai dilakukannya penelitian. Pengambilan sampel dilakukan secara Proportional Stratified Random Sampling dan besar sampel 144 orang. Adapun sampel air minum ditentukan berdasarkan tempat tinggal anak-anak sekolah dasar berusia 12 tahun yang telah diperiksa karies giginya. Analisa data Untuk variabel tingkat pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua, pola/frekuensi menyikat gigi dan frekuensi mengkonsumsi permen, serta pH saliva. Uji statistik yang digunakan adalah Korelasi Spearman Rank untuk variabel kadar fluor dalam air minum dan tingkat keparahan karies gigi (DMF-T).
HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Keparahan Karies Gigi (DMF-T) Tabel 1 menunjukkan bahwa DMF-T = 0 (bebas karies) paling banyak yaitu 27orang (18,8%), kemudian pada DMFT = 3 sebanyak 24 orang (18,7%), dan DMF-T = 1 dan 8 sebanyak 3 orang (2,1%) paling rendah sebanyak 1 serta 3 orang yang mempunyai pengalaman karies sebanyak 8.
Tabel 1. Distribusi responden berdasarkan tingkat keparahan karies (DMF-T) di Kecamatan Landono Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008
DMF-T Jumlah Persen 0 27 18,8 1 3 2,1 2 23 16,0 3 24 16,7 4 22 15,3 5 20 13,9 6 13 9,0 7 9 6,3 8 3 2,1 Jumlah 144 100,0 Data Primer
Tingkat Keparahan Karies (DMF-T) Rata-rata Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah D (Decay) atau banyak gigi yang berlubang tertinggi yaitu 382 gigi dengan rata rata 2,65, kemudian M ( Missing) atau banyaknya gigi yang hilang sebanyak 92 gigi atau rata-rata 0,64 dan F (Filling) atau gigi dengan tambalan 0, artinya dari 144 responden (474 gigi) yang telah diperiksa ditemukan paling banyak gigi berlubang karena karies, kemudian gigi yang hilang karena karies atau indikasi pencabutan dan tidak ditemukan gigi yang mempunyai tambalan, sehingga didapatkan nilai DMF-T rata-rata 3,29.
Tabel 2. Distribusi responden berdasarkan tingkat keparahan karies (DMF-T) rata-rata di Kecamatan Landono Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008
Karies gigi Jumlah gigi Rata rata D 382 2.65 M 92 0.64 F 0 0 Jumah 474 3,29 Data Primer
Karies Gigi Tabel 3 menunjukkan bahwa dari 144 responden yang telah diperiksa, ada 27 responden yang tidak karies (18,8%), sedangkan yang menderita karies gigi mulai dari kedalaman pada email sampai pada akar gigi sebanyak 117 orang (81,2%).
JURNAL MASYARAKAT EPIDEMIOLOGI
Volume 2, Nomor 2, Januari-Juni 2014 89
I N D O N E S I A Tabel 3. Distribusi responden berdasarkan tingkat kedalaman karies (CO-C4) di Kecamatan Landono Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008
Karies gigi Jumlah Persen C0 (Tidak ada karies) 27 18,8 C1 C4 (Ada karies) 117 81,2 Jumlah 144 100,0 Data Primer
Analisis Multivariat Karies gigi dengan kadar fluor sebelum dididihkan Berdasarkan hasil pemeriksaan karies gigi dan hasil pengukuran kadar fluor air sebelum dididihkan, maka didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 5. Distribusi karies gigi dengan kadar fluor sebelum dididihkan di Kecamatan Landono Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008
Sebelum dididihkan (Fluor 1) Karies Gigi Jumlah Karies Tidak Karies n % n % n % Sangat rendah < 0,3 81 83,5 16 16,5 97 100,0 Rendah 0,3 0,7 36 76,6 11 23,4 47 100,0 Jumlah 117 81.3 27 18.8 144 100.0 Data Primer
Karies gigi dengan kadar fluor setelah dididihkan Berdasarkan hasil pemeriksaan karies gigi dan hasil pengukuran kadar fluor setelah dididihkan, maka didapatkan hasil sebagai berikut :
Tabel 6. Distribusi karies gigi dengan kadar fluor setelah dididihkan di Kecamatan Landono Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008
Setelah dididihkan (Flour 2) Karies Gigi Jumlah Karies Tidak karies n % n % n % Sangat rendah < 0,3 81 83,5 16 16,5 97 100,0 Rendah 0,3 0,7 36 76,6 11 23,4 47 100,0 Jumlah 117 81.3 27 18.8 144 100.0 Data Primer
Tabel 5 dan 6 menunjukkan bahwa responden yang mempunyai karies gigi lebih banyak mengkonsumsi kadar fluor yang sangat rendah (83,5%) dan rendah (76,6%) adalah sama sebelum dididihkan dan setelah dididihkan (83,5%). Demikian pula dengan responden yang tidak mempunyai karies gigi lebih banyak mengkonsumsi kadar fluor yang rendah (23,4%) dan sangat rendah (16,5%) adalah sama sebelum dan setelah dididihkan. Artinya kadar fluor tetap memberikan kontribusi untuk terjadinya karies gigi, namun menurut (Roth, dkk., 1981) secara klinik untuk perkembangan karies gigi membutuhkan waktu yang lama rata-rata 12-24 bulan.
Kadar fluor terhadap keparahan karies gigi (DMF-T) Tabel 7 menunjukkan bahwa responden yang mempunyai DMF-T sangat rendah mempunyai sumber air minum yang lebih banyak mengandung kadar fluor rendah yaitu (23,4%). Responden yang mempunyai DMF-T sangat tinggi mempunyai sumber air minum yang lebih banyak mengandung kadar fluor sangat rendah yaitu (10,3%).
Tabel 7. Kadar fluor terhadap keparahan karies gigi (DMF-T) anak SD di Kecamatan Landono Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2008
kadar Fluor Keparahan Karies gigi (DMF-T) Jumlah Sangat rendah < 1,2 Rendah 1,2 2,6 Sedang 2,7 4,4 Tinggi 4,5 6,6 Sangat tinggi >6,6 n % n % n % n % n % n % Sangat rendah <0,3 19 19,6 14 14,4 29 29,9 25 25,8 10 10,3 97 100,0 Rendah 0,3 -0,7 11 23,4 9 19,1 17 36,2 8 17,0 2 4,3 47 100,0 Jumlah 30 20,8 23 16,0 46 31,9 33 22,9 12 8,3 144 100,0 Data Primer JURNAL MASYARAKAT EPIDEMIOLOGI
Volume 2, Nomor 2, Januari-Juni 2014 90
I N D O N E S I A PEMBAHASAN Keadaan Karies Gigi Anak SD Pada penelitian ini hasil DMF-T rata-rata 3,29. Hasil tersebut menurut WHO termasuk dalam kategori sedang dan sedikit berbeda dari Profil Kesehatan Gigi dan Mulut 2005 bahwa target yang ditetapkan WHO untuk indikator derajat kesehatan gigi dan mulut anak usia 12 tahun yaitu DMF-T 3. Mengenai jumlah bebas karies hanya sebanyak 27 orang dari 144 anak secara epidemiologi mempunyai alasan tertentu mengenai keterkaitan berbagai faktor penyebab kejadian karies, menurut Suwelo,IS 1994 bahwa perbedaan suku/ras, budaya, lingkungan agama akan menyebabkan perbedaan karies. Diketahui bahwa masyarakat Kecamatan Landono adalah masyarakat yang multi etnis, juga karena faktor susunan gigi yang berjejal yang biasanya sulit dibersihkan dari sisa makanan. Kadar fluor air Pada tabel terlihat bahwa ada perubahan kadar fluor tertinggi setelah dididihkan, hal ini disebabkan karena fluor bereaksi dengan silica membentuk silicafluorit yang larut dalam air. Namun pada penelitian ini dari 27 sampel air yang diteliti ada 21 sampel air yang tidak mengalami perubahan kadar fluor sebelum dan setelah dididihkan, hal ini disebabkan karena fluor tidak mudah menguap hanya dengan dididihkan kecuali bila dipijarkan(dibakar) pada suhu sekitar 600 C. Hai ini berarti bahwa kadar fluor yang baik untuk dikonsumsi adalah kadar fluor yang tidak mengalami perubahan setelah dididihkan, dengan asumsi bahwa air sebelum dikonsumsi oleh masyarakat terlebih dahulu harus dididihkan. Dengan kadar fluor yang tidak mengalami perubahan sebelum dan setelah dididihkan, maka air yang dikonsumsi tidak kehilangan kandungan kadar fluor, meskipun pada hasil pemeriksaan laboratorium ternyata kadar fluor air di Kecamatan Landono masih rendah dan ada beberapa desa yang masih sangat rendah kadar fluornya. Dean dari US Public Health Service menganjurkan pemakaian 1 ppm fluoride dalam air minum. Ternyata insiden karies menurun 50-60% dan tidak ditemukan mottled enamel. Sampel air yang berasal dari mata air, perpipaan dan sebagian sumur gali tidak mengalami perubahan kadar fluor setelah dididihkan. Kadar fluor tertinggi sebelum dididihkan pada sumur gali (0,42 ppm) dan terendah pada sumur gali dan mata air (0,09 ppm). Sedangkan kadar fluor air tertinggi setelah dididihkan terdapat pada sumur gali (0,40 ppm) dan terendah pada sumur gali dan mata air (0,09 ppm), Ada perbedaan berarti pada distribusi bebatuan yang dengan mudah melepaskan fluor, dimana nampak bahwa perbedaan kandungan fluor sebagai akibat perbedaan kondisi hidrogeologik lokal. Fluor yang terkandung dalam air tanah berbeda tergantung adanya kandungan fluor yang terbentuk pada kedalaman yang berbeda. Kadar fluor air sebelum dan setelah dididihkan dengan keparahan karies gigi (DMF-T) Pada penelitian ini kadar fluor sebelum dan setelah dididihkan umumnya tidak mengalami perubahan, jadi anak yang mempunyai DMF-T sangat rendah mempunyai sumber air minum yang lebih banyak mengandung kadar fluor rendah yaitu 23,4%, sedangkan anak yang mempunyai DMF-T sangat tinggi mempunyai sumber air minum yang lebih banyak mengandung kadar fluor yang sangat rendah (10,3%). Pada penelitian yang dilakukan oleh Monang Panjaitan (2003) mengenai pengalaman karies pada anak usia 12 sampai 15 tahun yang minum air sumur bor dan air leding di Kampung Nelayan dan Uni Kampung Belawan menunjukkan bahwa pengalaman karies gigi tetap anak yang minum air sumur bor lebih kecil dibanding anak yang minum air leding dan secara statistik bermakna. Fluoride yang terkandung dalam air sumur bor mempunyai pangaruh terhadap prevalensi karies. Kadar fluor sebelum dan setelah dididihkan memberikan kontribusi terhadap kejadian karies dan proses terjadinya karies membutuhkan waktu yang lama 12-24 bulan. Hubungan kadar fluor air minum terhadap karies gigi Untuk melihat hubungan kadar fluor air minum terhadap karies gigi digunakan analisis Korelasi Spearman Rank. Hasil analisis dapat dilihat pada tabel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar fluor sebelum dididihkan (p = 0,018) dan setelah dididihkan (p = 0,022) berhubungan dengan karies gigi dengan kekuatan hubungan yang sangat lemah ( r = - 0,197 dan r = - 0,191). Jadi dalam hal ini kadar fluor dalam air minum berhubungan dengan karies gigi dan hubungan tersebut berbanding terbalik artinya semakin tinggi kadar fluor air semakin rendah terjadinya karies gigi, sehingga hipotesis diterima. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Agtini (1988) pada anak SD di Kecamatan Asem Bagus, Jawa Timur menunjukkan bahwa makin tinggi kadar fluor dalam air makin rendah prevalensi karies gigi diantara anak- anak yang diperiksa, demikian pula hubungan sebaliknya. Pada hasil penelitian dapat dijelaskan bahwa kadar fluor dalam air minum di Kecamatan Landono termasuk dalam kategori rendah dan ada beberapa tepat yang sangat rendah. DMF-T rata-rata 3,29 yang menurut WHO termasuk kriteria sedang, dan kebanyakan tingkat kedalaman karies masih dalam kriteria karies pada email (karies dangkal). Selain itu secara deskriptif terlihat bahwa cara dan waktu menyikat gigi serta frekuensi mengkonsumsi permen juga berkontribusi menyebabkan karies gigi. Hal lain yang menyebabkan nilai DMF-T dalam kriteria sedang karena pengetahuan anak tentang kesehatan gigi dan mulut semakin bertambah didukung dengan adanya media informasi yang sudah semakin luas dan terjangkau.
KESIMPULAN DAN SARAN Dapat disimpulkan bahwa kadar fluor air minum di Kecamatan Landono tertinggi 0,42 ppm (rendah) dan terendah 0,09 ppm (sangat rendah) dengan kadar fluor rata-rata sebelum dididihkan 0,214 ppm JURNAL MASYARAKAT EPIDEMIOLOGI
Volume 2, Nomor 2, Januari-Juni 2014 91
I N D O N E S I A dan setelah dididihkan 0,212 ppm. Sedangkan Dean dari US Public Health Service menganjurkan pemakaian 1 ppm fluor dalam air minum. Tingkat keparahan karies gigi (DMF-T) rata-rata anak SD di Kecamatan Landono tergolong sedang (3,29) dengan jumlah bebas karies (DMF-T =0) sebanyak 27 orang (18,8 %) dari 144 orang yang diteliti dan tingkat kedalaman karies (C1-C4) masih dalam kategori karies dangkal (karies pada email). Ada hubungan antara kadar fluor air minum terhadap karies gigi anak sekolah dasar di Kecamatan Landono Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara. Semakin tinggi kadar fluor dalam air minum semakin rendah tingkat keparahan karies gigi (nilai DMF-T rendah) ,demikian pula sebaliknya. Disarankan kepada masyarakat melakukan fluoridasi baik melalui fluoridasi air minum, penggunaan pasta gigi yang berfluoride maupun mengkonsumsi makanan dan minuman yang mengandung fluor.
DAFTAR PUSTAKA Agtini, MD. (1988). Fluor Sistemik dan Kesehatan Gigi, Cermin Dunia Kedokteran, 1988, vol.52, no.45. Angelillo, I. F. dkk. (1999). Caries and Fluorosis Prevalences in Communities with Different Concentrations of Fluoride in the Water. Caries Research (on line) at http/Biomed Net.Com/Karger. Burt, B. A. (1983). The Epidemiology of Oral Disease in Dentistry, Dental Practice and Community 3 Ed, W.B.Saunders Company. Depkes, RI. (1995). Materi Penyehatan Air Bagi Petugas Kesehatan Lingkungan Puskesmas, Direktorat Jenderal PPM dan PLP, Jakarta Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe Selatan. (2006). Profil Kesehatan Kabupaten Konawe Selatan. Kristianti, C. H. & M Rusiawati,Y. (2002). Gigi Sehat Tahun 2000 dan Tinjauan Profil Kesehatan Gigi 1995, Jurnal Kedokteran Gigi UI, 2002, vol.9, no.2 ;1-5. Notoatmojo, S. (2005). Metodology Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta. Panjaitan, M. dan Lubis, ME. (2003). Pengalaman Karies pada Usia 12 Sampai 15 Tahun yang Minum Air Sumur Bor dan Leding di Kampung Nelayan dan Uni Kampung Belawan, Dentika Dental Journal, 2003, vol.8, no.2; 151 156. PSMKGI. (2005). Hari Senyum Sehat Nasional, Yogyakarta, Januari 2005. Roth, GI, Calmes, R. (1981). Etiology of Dental Caries in Oral Biology, CV.Mosby Company, Toronto. Sugiono. (2007). Korelasi Spearman Rank pada Pengujian Hipotesis Asosiatif dalam Statistika untuk Penelitian, Afabeta Bandung. Sutadi,H, dkk. (1990). Hubungan Kadar Fluor Air Minum terhadap Terjadinya Hipoplasia Enamel dan Karies Gigi di Kecamatan Cipatat, Kabupaten Bandung, Jurnal PDGI, Agustus 1990, th 39, no.2 ; 22-28. Suwelo, IS, et al. (1994). Kandungan Mineral Air Minum dan Status Kesehatan Gigi dan Mulut Anak di Pulau Batam, Jurnal PDGI, Desember 1994, vol.43, no.3; 79 84.
Patterns and Distribution of Dental Caries and Dental Fluorosis in Areas With Varying Degrees of Fluoride Ion Concentration in Drinking Water 2332 0702.1000108 PDF