Wakhid Aprizal Maruf ( 14010413140064 ) Hubungan diplomatik Indonesia-Malaysia telah terjalin sejak Malaysia merdeka pada tahun 1957. Namun, pada tanggal 17 September 1963 hubungan diplomatik ini sempat terputus sebagai akibat terjadinya konfrontasi Indonesia-Malaysia. Proses pemulihan hubungan diplomatik antara Indonesia-Malaysia diawali dengan ditandatanganinya Bangkok Accord di Bangkok pada tanggal 1 Juni 1966 oleh Menteri Luar Negeri kedua negara mengenai penghentian konfrontasi. Sebagai tindak lanjut, pada tanggal 11 Agustus 1966 telah diselenggarakan pertemuan di Jakarta yang menghasilkan Perjanjian Pemulihan Hubungan Republik Indonesia-Malaysia (Jakarta Accord). Pasca orde baru, terjadi perubahan dalam politik Indonesia. Krisis ekonomi pada 1998 menyebabkan kekacauan di berbagai sektor, yang akhirnya memaksa presiden Indonesia saat itu, Soeharto, mundur. Berbagai dinamika hubungan bilateral Indonesia-Malaysia mewarnai tahun-tahun setelahnya. Pada 2001, kedua negara terlibat dalam deklarasi Conduct of Parties di Laut China Selatan, salah satu laut dengan jalur perdagangan tersibuk di dunia dan kawasan yang kaya cadangan minyak. Tahun 2002, berdasarkan keputusan International Court of Justice, pulau Sipadan-Ligitan yang disengketakan menjadi milik Malaysia dan kini pulau itu telah menjadi salah satu destinasi wisata terfavorit di negara itu. Kemudian, tahun 2006, Indonesia-Malaysia menyepakati MoU untuk rekrutmen dan penempatan TKI. Pada 2010, arus perdagangan kedua negara mencapai 18.01 miliar dolar AS. Terakhir, tahun ini, terjadi sengketa lagi di Tanjung Datuk, Kalimantan Barat, ketika Malaysia secara sengaja membangun mercusuar di perairan wilayah tersebut. Demikian Wakil Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh Kedutaan Besar Republik Indonesia di Malaysia, Drs Hermono menjelaskan hubungan Indonesia pasca orde baru. Setelah memperhatikan dan memahami presentasi yang diberikan diplomat lulusan FISIP Universitas Diponegoro tersebut, ada beberapa implementasi Pancasila yang perlu diterapkan dalam perkembangan hubungan bilateral Indonesia-Malaysia. Dalam presentasinya juga, Drs. Hermono juga menyebutkan beberapa langkah ke depan dalam hubungan negara berjiran tersebut. Langkah-langkah tersebut adalah menjaga saluran bilateral terbuka, peningkatan kerjasama militer, penguatan kerjasama investasi dan perdagangan, peningkatan kontak antar warga kedua negara, dan penyelesaian masalah sensitif yang masih tertunda. Dalam menjaga saluran bilateral tetap terbuka, yang bertujuan agar jika tiba-tiba terjadi suatu masalah kedua negara bisa mengatasinya, perlu diimplementasikan pasal kedua dan keempat. Karena, tidak mungkin saluran bilateral tidak dilaksanakan secara adil. Perlu pembagian yang sesuai porsinya agar tidak terjadi sengketa kembali di masa yang akan datang. Selain itu, tentu permusyawaratan kedua negara, melalui dialog bilateral maupun pertemuan tingkat tinggi kedua negara, diperlukan agar selalu tercipta konsensus antar kedua negara dalam menjaga keterbukaan saluran bilateral. Dalam peningkatan kerjasama militer, perlu diterapkan implementasi pasal ketiga. Peningkatan yang dibutuhkan untuk menjaga interaksi antar militer kedua negara tetap dalam batas saling pengertian dan menghindari konflik tak perlu ini, membutuhkan persatuan yang kuat, baik dalam negeri maupun luar negeri. Persatuan dalam negeri dibutuhkan untuk memperkuat wawasan nasional demi terciptanya negara yang kuat. Sementara itu, persatuan kedua negara dibutuhkan untuk menghindari konflik yang tak perlu. Mengingat batas kedua negara bersinggungan dengan jalur perdagangan internasional. Sementara itu, penguatan kerjasama investasi dan perdagangan membutuhkan implementasi sila ke-5. Keadilan sosial dibutuhkan dalam perdagangan antar kedua negara agar tidak terjadi defisit neraca perdagangan. Makin njomplang neraca perdagangan antar negara, dapat dikatakan kerjasama ekonomi tersebut gagal. Dibutuhkan pengertian dan kesepakatan antara Indonesia-Malaysia agar perdagangan dan investasi antar keduanya bersifat mutualisme. Kemudian, dalam peningkatan kontak antar warga kedua negara sebagai pengikat hubungan Indonesia-Malaysia, harus ada penerapan sila ke-2. Bukan rahasia lagi, masing- masing warga negara dari kedua negara tersebut sering apriori satu sama lain. Kita memandang rendah orang Malaysia yang dianggap merdeka secara gratisan, sebaliknya orang Malaysia memandang orang Indonesia sebagi masyarakat yang tertinggal. Harus ada penyetaraan mindset antarwarga kedua negara. Di sinilah peran negara dibutuhkan dalam membentuk opini masyarakat. Terakhir, untuk menyelesaikan masalah sensitif yang masih tertunda, mengingat masalah yang ada tidak hanya satu sektor, tapi multisektor, maka implementasi sila-sila Pancasila dibutuhkan sesuai porsinya. Perlu analisis lebih mendalam tentang sila mana yang akan diimplementasikan dalam suatu penyelesaian.