Anda di halaman 1dari 14

OBESITAS Page 1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Obesitas merupakan suatu keadaan fisiologis akibat dari penimbunan
lemak secara berlebihan didalam tubuh. Saat ini gizi lebih dan obesitas
merupakan epidemik di negara maju, seperti Inggris, Brasil, Singapura dan
dengan cepat berkembang di negara berkembang, terutama populasi
Kepulauan Pasifik dan negara Asia tertentu. Prevalensi obesitas meningkat
secara signifikan dalam beberapa dekade terakhir dan dianggap oleh banyak
orang sebagai masalah kesehatan masyarakat yang utama (Lucy A. Bilaver,
2009).
WHO menyatakan bahwa obesitas telah menjadi masalah dunia.
Data yang dikumpulkan dari seluruh dunia memperlihatkan bahwa terjadi
peningkatan prevalensi overweight dan obesitas pada 10-15 tahun terakhir,
saat ini diperkirakan sebanyak lebih dari 100 juta penduduk dunia menderita
obesitas. Angka ini akan semakin meningkat dengan cepat. Jika keadaan ini
terus berlanjut maka pada tahun 2230 diperkirakan 100% penduduk dunia
akan menjadi obes (Sayoga dalam Rahmawaty, 2004).
Panama dan Kuwait tercatat sebagai dua negara dengan prevalensi
obesitas tertinggi di dunia, yakni sekitar 37%. Setelah itu Peru (32%) dan
Amerika Serikat (31%). Di Brasil, kenaikan kasus obesitas terjadi pada anak-
anak sebesar 239%. Di Eropa, Inggris menjadi negara nomor satu dalam
kasus obesitas pada anak-anak, dengan angka prevalensi 36%. Disusul oleh
Spanyol, dengan prevalensi 27% berdasarkan laporan Tim Obesitas
Internasional (Cybermed, 2003).
Masalah obesitas meluas ke negara-negara berkembang: misalnya, di
Thailand prevalensi obesitas pada 5-12 tahun anak-anak telah meningkat dari
12,2% menjadi 15,6% hanya dalam dua tahun (WHO, 2003). Tingkat
prevalensi obesitas di Cina mencapai 7,1% di Beijing dan 8,3% di Shanghai
pada tahun 2000 (WHO, 2000). Prevalensi obesitas anak-anak usia 6 hingga
11 tahun sudah lebih dari dua kali lipat sejak tahun 1960-an (WHO, 2003).

OBESITAS Page 2

Selain itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat, pada tahun 2005,
secara global ada sekitar 1,6 miliar orang dewasa yang kelebihan berat badan
atau overweight dan 400 juta di antaranya dikategorikan obesitas. Pada Tahun
2015 diprediksi kasus obesitas akan meningkat dua kali lipat dari angka itu.
Obesitas di Indonesia sudah mulai dirasakan secara nasional dengan
semakin meningginya angka kejadiannya. Selama ini, kegemukan di
Indonesia belum menjadi sorotan karena masih disibukkan masalah anak
yang kekurangan gizi. Meskipun obesitas di Indonesia belum mendapat
perhatian khusus, namun kini sudah saatnya Indonesia mulai melirik masalah
obesitas pada anak. Jika dibiarkan, akan mengganggu sumber daya manusia
(SDM) di kemudian hari.
Prevalensi obesitas di Indonesia mengalami peningkatan mencapai
tingkat yang membahayakan. Berdasarkan data SUSENAS tahun 2004
prevalensi obesitas pada anak telah mencapai 11%. Di Indonesia hingga tahun
2005 prevalensi gizi baik 68,48%, gizi kurang 28%, gizi buruk 88%, dan gizi
lebih 3,4% (Data SUSENAS, 2005). Sedangkan berdasarkan data Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi nasional obesitas umum
pada penduduk berusia 15 tahun adalah 10,3% terdiri dari (laki-laki 13,9%,
perempuan 23,8%). Sedangkan prevalensi berat badan berlebih anak-anak
usia 6-14 tahun pada laki-laki 9,5% dan pada perempuan 6,4%. Angka ini
hampir sama dengan estimasi WHO sebesar 10% pada anak usia 5-17 tahun.
Obesitas sendiri sekarang dikenal sebagai ajang reuni berbagai
macam penyakit. Salah satunya Penyakit jantung koroner (PJK) yang
merupakan kelainan pada satu atau lebih pembuluh arteri koroner dimana
terdapat penebalan dinding dalam pembuluh darah (intima) disertai adanya
aterosklerosis yang akan mempersempit lumen arteri koroner dan akhirnya
akan mengganggu aliran darah ke otot jantung sehingga terjadi kerusakan dan
gangguan pada otot jantung.
Dalam hal ini akan diuraikan pada kajian ini tentang apa yang
dimaksud dengan obesitas, apa penyebabnya, bagaimana epidemiologinya,
apa saja faktor risiko obesitas, dan bagaimana mengatasinya.

OBESITAS Page 3


B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan obesitas?
2. Apa saja masalah-masalah dari obesitas?
3. Bagaimana epidemiologi obesitas?
4. Apa saja faktor risiko yang menyebabkan terjadinya obesitas?
5. Bagaimana cara pencegahan dari obesitas?

C. Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui permasalahan yang ada di dalam rumusan masalah.






















OBESITAS Page 4

BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Obesitas
Obesitas (obesity) berasal dari bahasa latin yaitu ob yang berarti
akibat dan esum artinya makan. Sehingga obesitas dapat didefinisikan
sebagai akibat dari pola makan yang berlebihan. WHO membuat definisi
baku dari obesitas dan menyatakan kondisi ini sebagai suatu keadaan dimana
terjadi penimbunan jaringan lemak tubuh secara berlebihan.
Obesitas atau kegemukan mempunyai pengertian yang berbeda-beda
bagi setiap orang. Terkadang kita sering dibuat bingung dengan pengertian
obesitas dan overweight, padahal kedua istilah tersebut mempunyai
pengertian yang berbeda. Obesitas adalah suatu kondisi kelebihan berat tubuh
akibat tertimbunnya lemak, untuk pria dan wanita masing- masing melebihi
20% dan 25% dari berat tubuh dan dapat membahayakan kesehatan.
Sementara overweight (kelebihan berat badan, kegemukan) adalah keadaan
dimana BB seseorang melebihi BB normal (Rimbawan 2004).
Definisi obesitas menurut para dokter adalah sebagai berikut:
1. Suatu kondisi dimana lemak tubuh berada dalam jumlah yang berlebihan
2. Suatu penyakit kronik yang dapat diobati
3. Suatu penyakit epidemik (mewabah)
4. Suatu kondisi yang berhubungan dengan penyakit-penyakit lain dan
dapat menurunkan kualitas hidup
5. Penanganan obesitas membutuhkan biaya perawatan yang sangat tinggi
Banyak cara untuk menentukan apakah seseorang obes atau tidak,
tetapi cara yang paling mudah secara medis adalah dengan mengukur indeks
massa tubuh (IMT). Selain dengan menentukan indeks massa tubuh (IMT),
obesitas dapat juga diukur dengan menentukan distribusi jaringan lemak yaitu
obes sentral atau perifer.



OBESITAS Page 5

1. Indeks Massa Tubuh
Menggambarkan kelebihan jaringan lemak diseluruh tubuh yang
dapat dihitung dengan membagi berat badan dalam kilogram (kg) dengan
tinggi badan dalam meter pangkat dua (m2). Dengan sendirinya indeks
massa tubuh (IMT) yang abnormal berbeda antara bangsa / ras, misalnya
indeks massa tubuh (IMT) yang normal untuk Eropa belum tentu sama
dengan orang Asia yang umumnya lebih kecil. Oleh karena itu, pada
tahun 2000 World Health Organization (WHO) membuat kriteria indeks
massa tubuh (IMT) yang berbeda dan lebih sesuai untuk orang Asia dari
kriteria semula sesuai untuk orang Eropa dan Amerika Serikat. (Tabel 1
dan tabel 2).




















OBESITAS Page 6

2. Obesitas sentral
Diatas telah disebutkan bahwa untuk menentukan secara mudah
seseorang obes hanya dengan mengukur indeks massa tubuh (IMT).
Hasil penelitian membuktikan memang ada korelasi antara indeks massa
tubuh (IMT) dan kejadian morbiditas serta mortalitas akibat obesitas
yaitu semakin besar indeks massa tubuh (IMT) semakin besar pula risiko
menderita suatu penyakit, sedangkan distribusi lemak tubuh lebih
berkaitan erat dengan kejadian penyakit terutama kardiovaskuler. Lemak
dalam tubuh kita didistribusikan (ditimbun) terutama pada dua tempat
yang berbeda yaitu di bagian perut (abdomen) dan di bagian bokong
(gluteus).
Pada pria, lemak tubuh banyak didistribusikan di bagian atas
tubuh yaitu bagian perut. Oleh karena itu disebut sebagai obes viseral
atau sentral yang dikenal juga dengan nama obes tipe android. Sedangkan
pada wanita cenderung di bagian bawah tubuh yaitu di daerah
gluteofemoral, oleh karena itu disebut obes perifer atau obes tipe ginoid.
Secara anatomis, obes sentral merupakan penimbunan lemak yang
terdapat di abdomen baik subkutan maupun intraabdominal (visceral
abdomen). Jaringan intra abdominal terdiri atas lemak intraperitoneal
(omentum dan mesenterik) dan retroperitoneal. Suatu kenyataan bahwa
obes sentral lebih besar hubungannya dengan morbiditas dan mortalitas
akibat obesitas, misalnya diabetes melitus, hipertensi, sindroma
metabolik dan penyakit jantung koroner, maka dalam menentukan
seseorang apakah obes atau tidak, mengukur indeks massa tubuh (IMT)
saja tidaklah cukup, lebih baik apabila selain indeks massa tubuh (IMT),
juga diukur adanya obes sentral.
Pemeriksaan baku emas obesitas sentral adalah dengan cara
pencitraan yaitu CT-scan, MRI, maupun densitometri (DXA). Sayangnya
pemeriksaan tersebut selain tidak praktis juga membutuhkan biaya
mahal. Oleh karena itu dicari cara lain yaitu dengan cara anthropometris
sederhana. Dikenal dua cara anthropometris yaitu menghitung indeks

OBESITAS Page 7

ratio lingkar pinggang terhadap panggul (RPP) dan pemeriksaan dengan
mengukur lingkar pinggang.
a. Cara mengukur lingkar pinggang
Pemeriksaan lingkar pinggang dilakukan dengan posisi
penderita berdiri tegak dan jarak kedua kaki 25-30 cm tanpa alas
kaki. Posisi pengukur berada di sisi samping subjek. Lingkaran
pinggang diukur melingkar secara horizontal dari titik tengah antara
puncak krista iliaka dan tepi bawah kosta terakhir pada linea
aksilaris medialis. (Tabel 3).








b. Cara mengukur rasio lingkar pinggang-lingkar panggul (RPP)
Rasio lingkar pinggang terhadap lingkar panggul (rasio
pinggang terhadap panggul, RPP) juga merupakan suatu cara untuk
menentukan obesitas sentral, dengan membagi lingkar pinggang
dengan lingkar panggul. Disebut obes sentral bila, RPP > 1,0 pada
pria Kaukasia, dan > 0,85 pada wanita Kaukasia. Lingkar panggul
maksimal diukur dengan pita ukuran (sentimeter) pada bidang
horisontal setinggi trochanter subjek yang berdiri tegak dan jarak
kedua kaki 20-30 cm.
Pemeriksaan lingkar panggul lebih berkorelasi dengan
jaringan lemak subkutan daripada jaringan lemak intraabdomen,
lingkar panggul dipengaruhi oleh massa otot gluteal dan ukuran
pelvis yang bervariasi antara subjek dan lemak. Sedangkan lingkar

OBESITAS Page 8

pinggang lebih menggambarkan lemak tubuh karena tidak
dipengaruhi oleh banyak struktur tulang (hanya vertebrae). Depres
dkk mengevaluasi lingkar pinggang dan lingkar panggul,dan
mendapatkan bahwa dalam kurun waktu 20 tahun baik indeks massa
tubuh (IMT), lingkar pinggang dan lingkar panggul bertambah besar,
walaupun demikian RPP tetap tidak berubah sedangkan lingkar
pinggang jelas sudah berbeda 20 cm. Dengan demikian jelas lingkar
pinggang lebih menggambarkan perubahan jaringan lemak
abdominal daripada RPP. (gambar 2).














Lingkar pinggang lebih praktis, dan terbukti lebih dapat
mendeteksi adanya penimbunan lemak abdominal dibandingkan RPP.
Oleh karena itu, baik WHO maupun National Cholesterol Education
Program (NCEP) Adult Treatment Panel III (ATP III)
merekomendasikan untuk menggunakan pemeriksaan lingkar pinggang.
Kesepakatan oleh WHO bahwa lingkar pinggang yang abnormal untuk
orang Asia adalah > 90 cm untuk pria, dan > 80 cm untuk wanita.


OBESITAS Page 9

B. Masalah Obesitas
Dalam 10 tahun terakhir ini, angka prevalensi atau kejadian obesitas
di seluruh dunia menunjukkan peningkatan yang signifikan. Saat ini, 1,6
miliar orang dewasa di seluruh dunia mengalami berat badan lebih
(overweight), dan sekurang-kurangnya 400 juta diantaranya mengalami
obesitas. Pada tahun 2015, diperkirakan 2,3 miliar orang dewasa akan
mengalami overweight dan 700 juta di antaranya mengalami obesitas.
Kejadian obesitas di negara-negara maju seperti di negara-negara Eropa,
Amerika, dan Australia telah mencapai tingkatan epidemi. Kejadian ini tidak
hanya terjadi di negara-negara maju saja, obesitas di beberapa negara
berkembang bahkan telah menjadi masalah kesehatan yang lebih serius.
Sebagai contoh, 70% dan penduduk dewasa Polynesia di Samoa masuk
kategori obesitas (WHO, 1998).
Prevalensi overweight dan obesitas juga meningkat sangat tajam di
kawasan Asia-Pasifik. Sebagai contoh, 20,5% dari penduduk Korea Selatan
tergolong overweight dan 1,5% tergolong obesitas. Di Thailand, 16%
penduduknya mengalami overweight dan 4% mengalami obesitas. Di daerah
perkotaan Cina, prevalensi overweight adalah 12,% pada laki-laki dan 14,4%
pada perempuan, sedang di daerah pedesaan prevalensi overweight pada laki-
laki dan perempuan masing-masing adalah 5,3% dan 9,8% (Inoue, 2000).
Obesitas tidak hanya ditemukan pada penduduk dewasa tetapi juga
pada anak-anak dan remaja. Penelitian yang dilakukan di Malaysia akhir-
akhir ini menunjukkan bahwa prevalensi obesitas mencapai 6,6% untuk
kelompok umur 7 tahun dan menjadi 13,8% pada kelompok umur 10 tahun
(Ismail & Tan, 1998). Di Cina, kurang lebih 10% anak sekolah mengalami
obesitas, sedangkan di Jepang prevalensi obesitas pada anak umur 6-14 tahun
berkisar antara 5% s/d 11% (Ito & Murata, 1999).
Di Indonesia, angka prevalensi obesitas juga menunjukkan angka
yang cukup mengkhawatirkan. Berdasarkan data SUSENAS tahun 2004,
prevalensi obesitas pada anak telah mencapai 11%. Berdasarkan data Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi nasional obesitas umum

OBESITAS Page 10

pada penduduk berusia 15 tahun adalah 10,3% terdiri dari laki-laki 13,9%,
dan perempuan 23,8%, sedangkan prevalensi overweight pada anak-anak usia
6-14 tahun pada laki-laki 9,5% dan pada perempuan 6,4%. Angka ini hampir
sama dengan estimasi WHO sebesar 10% pada anak usia 5-17 tahun.

C. Epidemiologi Obesitas
Berdasarkan data yang terhimpun dari National Health and Nutrition
Examination Surveys (NHANES), menunjukkan bahwa presentase populasi
obesitas di Amerika (BMI > 30), meningkat dari 14,5% sejak tahun 1980
menjadi 33,9% pada tahun antara 2007 dan 2008. Hal ini diperparah dengan
fakta yang menunjukkan bahwa extreme obesity (BMI>40) mencapai 5,7 %
polpulasi. Sedangkan sekitar 68% orang dewasa di amerika dengan usia lebih
dari 20 tahun menunjukkan dia termasuk overweight (BMI>25).
Saat ini diperkirakan jumlah orang di seluruh dunia dengan IMT =
30 kg/m
2
melebihi 250 juta orang, yaitu sekitar 7% dari populasi orang
dewasa di dunia. Insidensi obesitas di negara-negara berkembang makin
meningkat, sehingga saat ini banyaknya orang dengan obesitas di dunia
hampir sama jumlahnya dengan mereka yang menderita karena kelaparan.
Beban finansial, resiko kesehatan, dan dampak pada kualitas hidup
berhubungan dengan epidemi tersebut. Kisaran prevalensi obesitas hampir
meliputi semua spektrum < 5% di China, Jepang dan negara-negara Afrika
tertentu sampai >75 % di daerah urban samoa.
Angka obesitas tertinggi di dunia berada di kepulauan pasifik pada
populasi Melanesia, Polinesia dan Mikronesia. Misalnya pada tahun 1991, di
daerah urban samoa diperkirakan 75 % perempuan dan 60% laki-laki
diklasifikasikan sebagai obesitas. Sedangkan di Indonesia, penelitian
epidemiologi yang dilakukan di daerah sub urban di daerah koja, Jakarta
Utara, pada tahun 1982, mendapatkan prevalensi obesitas sebesar 4,2 %, di
daerah kayu putih, Jakarta Pusat 10 tahun kemudian, yaitu pada tahun 1992,
prevalensi obesitas sudah mencapai 17,1 % dimana laki-laki 10,9 % dan
perempuan 24,1 %. Pada populasi obes ini dislipidemia terdapat pada 19 %

OBESITAS Page 11

laki-laki dan 10,8 % perempuan. Hipertrigliseridemia pada 16,6% laki-laki.
Pada penelitian epidemiologi di daerah Abadijaya, Depok pada tahun 2001
didapatkan 48,6 %, tahun 2002 didapatkan 45 % dan 2003 didapatkan 44 %
orang dengan berat badan lebih dan obesitas. IMT sedang pada tahun 2001
adalah 25,1 kg/m
2
, 2002; 24,8 kg/m
2
dan 2003; 24,3 kg/m
2
.

D. Faktor Risiko Obesitas
1. Gaya Hidup
Obesitas bisa terjadi karena banyak faktor, Namun, 90%
obesitas terjadi karena gaya hidup yang tidak sehat, kata dr. Inge
Permadhi, MS, SpGK, spesialis gizi klinik dari Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
Salah satu faktornya adalah karena asupan makanan yang
melebihi kebutuhan tanpa diimbangi aktivitas yang cukup, atau istilah
kerennya, sedentary lifestyle (gaya hidup tanpa banyak bergerak).
Padahal, aktivitas yang cukup diperlukan untuk membakar kelebihan
energi yang ada. Jika hal ini tidak terjadi, maka kelebihan energi akan
diubah menjadi lemak dan disimpan di dalam sel-sel lemak.
2. Faktor Genetik Atau Keturunan
Hal lain yang juga dapat menyebabkan terjadinya obesitas
adalah faktor genetik, yaitu sebanyak 25-35 %. Jadi, jika ada anggota
keluarga Anda yang memiliki riwayat obesitas, maka Anda memiliki
risiko yang lebih tinggi menderita obesitas dibandingkan dengan mereka
yang tidak.
Obesitas pada manusia biasanya keturunan, tetapi memisahkan
penyebab genetik dengan lingkungan adalah sukar, kemungkinan:
a) Menempatkan senter makan di atas senter makan normal.
b) Herediter abnormal pada faktor psikik
c) Faktor genetik pada pemakaian energi dan penyimpanan energi


OBESITAS Page 12

Bakat gemuk faktor keturunan dapat mempengaruhi terjadinya
kegemukan. Pengaruhnya belum jelas, tetapi ada bukti yang mendukung
fakta bahwa keturunan merupakan faktor penguat terjadinya kegemukan.
Dari hasil penelitian gizi di Amerika serikat dilaporkan bahwa anak-anak
dari orang tua normal mempunyai 10% peluang menjadi gemuk, peluang
tersebut akan meningkat menjadi 40-45% bila salah satu orang tuanya
menderita obesitas, dan akan meningkat lagi menjadi 70-80% bila kedua
orang tuanya mengalami obesitas. Ada penyakit Impaired Glucose
Tolerance (IGT) dengan pemeriksaan biologi molekular (b cell
dysfunction) menunjukkan ada kelainan genetik dan dengan gejala
obesitas.
3. Faktor Lain
Beberapa hal lain yang turut berperan dalam obesitas adalah
konsumsi obat-obatan tertentu seperti obat depresi dan faktor usia. Saat
usia bertambah, maka kinerja sistem metabolisme akan menurun. Hal ini
menyebabkan lemak menjadi lebih cepat tersimpan.

E. Pencegahan Obesitas
Untuk pencegahan obesitas ada tiga tahapan. Pertama, pencegahan
primer, bertujuan mencegah terjadinya obesitas. Kedua, pencegahan
sekunder, bertujuan menurunkan prevalensi obesitas. Ketiga, pencegahan
tertier, bertujuan mengurangi dampak obesitas.
Pencegahan primer dilakukan menggunakan dua strategi pendekatan,
yaitu pendekatan populasi untuk mempromosikan cara hidup sehat pada
semua anak dan remaja beserta orang tuanya, serta pendekatan pada
kelompok yang berisiko tinggi menjadi obesitas. Usaha pencegahan dimulai
dari lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan di pusat kesehatan
masyarakat dengan cara promosi kesehatan dan peningkatan pengetahuan
tentang obesitas.


OBESITAS Page 13

Pencegahan sekunder dan tersier lebih dikenal sebagai tata laksana
obesitas serta dampaknya. Prinsip dari tata laksana obesitas pada anak
berbeda dengan dewasa karena harus mempertimbangkan faktor tumbuh-
kembang. Caranya dengan pengaturan diet, bukan mengurangi jumlah asupan
makanan tetapi dengan mengatur komposisi makanan menjadi menu sehat.
Antara lain peningkatan aktivitas fisik, misalnya dengan membatasi aktivitas
pasif, seperti menonton televisi atau bermain komputer dan play stations,
mengubah pola hidup (modifikasi perilaku) menjadi pola hidup sehat, baik
dalam mengonsumsi makanan maupun dalam beraktivitas. Perubahan
tersebut sebaiknya melibatkan seluruh keluarga, sehingga tidak dirasa sebagai
hukuman atau pengucilan bagi si anak.
Ada rumus yang telah dikemukakan oleh Dr. Aman selaku ketua
bidang ilmiah IDIAI yang juga ahli dalam masalah obesitas menyatakan
bahwa cara menghindari obesitas dengan "Rumus 5210". Berikut ini
penjelasnnya, yaitu:
a. 5 kali (minimal) makan buah dan sayur setiap hari Usahakan buah dan
sayur selalu ada, meski buah yang harganya murah.
b. 2 jam duduk sudah terlalu lama. Di luar waktu sekolah, anak tak boleh
duduk lebih dari dua jam. Waktu menonton televisi, bermain game, dan
sebagainya harus dipangkas. Kebanyakan duduk membuat metabolisme
tubuh terganggu dan tidak ada pembakaran kalori sehingga memicu
obesitas.
c. 1 jam aktivitas fisik setiap hari Selain aktivitas fisik satu jam per hari,
usahakan melakukan olahraga terstruktur selama 20 menit minimal tiga
kali dalam sepekan. Aktivitas fisik bisa berupa jalan, naik tangga, dan
sebagainya. Kebiasaan turun dari mobil, masuk kelas, serta dijemput
langsung masuk mobil lagi harus dibuang. Olahraga yang bisa dipilih
seperti jalan, lari, bersepeda, dan berenang.
d. 0 gram gula. Sesedikit mungkin mengkonsumsi minuman manis. Saat ini
kebanyakan anak minum minuman yang serba manis, seperti teh dan jus.
Semua itu harus dikurangi dan diganti dengan banyak minum air putih.

OBESITAS Page 14

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Obesitas adalah suatu kondisi kelebihan berat tubuh akibat
tertimbunnya lemak, untuk pria dan wanita masing- masing melebihi
20% dan 25% dari berat tubuh dan dapat membahayakan kesehatan.
Sementara overweight (kelebihan berat badan, kegemukan) adalah
keadaan dimana BB seseorang melebihi BB normal.
2. Faktor risiko obesitas, yaitu gaya hidup, faktor genetic atau keturunan,
dan faktor lain seperti konsumsi obat-obatan tertentu.
3. Untuk pencegahan obesitas ada tiga tahapan. Pertama, pencegahan
primer, bertujuan mencegah terjadinya obesitas. Kedua, pencegahan
sekunder, bertujuan menurunkan prevalensi obesitas. Ketiga,
pencegahan tertier, bertujuan mengurangi dampak obesitas.

B. Saran
Hendaknya kita mengkonsumsi makanan sesuai kebutuhan tubuh
dan janganlah berlebihan karena itu dapat menyebabkan terjadinya obesitas.
Dan hendaklah untuk menanggulangi terjadinya obesitas dilakukan dengan
cara-cara yang sehat agar tidak berdampak buruk pada kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai