Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38 No. 4 Desember 2005 318
Twin-to-Twin Transfusion Syndrome
Muhammad Rusda, R. Haryono Roeshadi
Departemen Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran USU - RSUP H. Adam Malik Medan
Abstrak:Twin-to-twin transfusion syndrome (TTTS), umumnya terjadi pada kehamilan kembar monochorion (MC), dimana terjadi donasi darah secara terus menerus dari satu janin ke janin yang lainnya (satu janin bertindak sebagai donor sedangkan janin yang lainnya bertindak sebagai resipien).Kehamilan kembar monokhorion sangat beresiko untuk mendapat berbagai jenis komplikasi, diantaranya: TTTS, pertumbuhan janin terhambat, kematian janin dan persalinan prematur. Mayoritas dari beberapa komplikasi tersebut berkaitan dengan tidak adekwatnya plasenta. Tanpa penanganan, TTTS hampir selalu berakhir dengan persalinan yang sangat prematur. Bila dilakukan terapi, kematian fetal/neonatal berkisar antara 40% hingga 60%.TTTS dikenal juga dengan beberapa nama yaitu: stuck-twin syndrome, twin oligohydramnios-polyhydramnios sequence, fetofetal transfusion dan chorioangiopagous twins. Kata kunci: twin-to-twin transfusion syndrome, khorion, amnion
Abstract: Twin-to-twin transfusion syndrome (TTTS), which occurs almost exclusively in a monochorionic twin gestation, involves the slow and continuous donation of blood from one fetus into the other.All monochorionic twins are at high risk for many types of complications, including TTTS, fetal growth restriction, fetal death, and very premature delivery. Many of these complications are related to placental inadequacy. Without treatment, TTTS almost always results in extremely premature delivery. Even with treatment, fetal/neonatal mortality averages 40% to 60%.
Despite enthusiasm for various therapies, the odds of saving these fetuses are low.TTTS is also known as twin- twin transfusion syndrome, stuck-twin syndrome, twin oligohydramnios-polyhydramnios sequence, fetofetal transfusion, and chorioangiopagous twins, among other names. Key words: twin-to-twin transfusion syndrome, chorion, amnion.
PENDAHULUAN Twin to twin transfusion syndrome (TTTS) adalah suatu keadaan dimana terjadi transfusi darah intrauterin dari janin ke janin yang lain pada kehamilan kembar. TTTS merupakan komplikasi dari kehamilan kembar monochorionik dimana dari gambaran sonografi terlihat ditemukan polihidramnion pada satu kantong dan oligohidramnion pada kantong yang lainnya pada suatu kehamilan ganda monochorionik-diamniotik. 1-4
Angka kejadian TTTS berkisar antara 4% sampai 35% dari seluruh kehamilan kembar monochorion dan menyebabkan kematian pada lebih dari 17% dari seluruh kehamilan kembar. 5,6,7 Bila tidak diberikan penanganan yang adekwat, > 80% janin dari kehamilan tersebut akan mati intrauterin atau mati selama masa neonatus. Kematian dari satu janin intrauterin akan membawa konsekuensi terjadinya disseminated intravascular coagula- tion (DIC). Kehamilan kembar monochorion menunjukkan adanya peningkatan resiko gangguan perkembangan substansia alba dari jaringan otak pada periode antenatal. 8,9,10
TTTS merupakan akibat dari ketidak- seimbangan yang kronis dari transfusi antar janin kembar yang terjadi melalui anastomosis pembuluh plasenta pada kehamilan kembar monochorion. Janin donor akan menjadi anemis, oliguri, dan mengalami pertumbuhan yang terhambat, sedangkan janin penerima (resipien) menjadi polisitemia, poliuria, hipervolemia, dan potensial menjadi hidropik. 11,12,13,14
Muhammad Rusda, dkk. Twin-to-Twin Transfusion Syndrome Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38 No. 4 Desember 2005 319
Gambar 1. Secara skematis memperlihatkan berbagai variasi pembagian plasenta dan aliran darah terkait dengan hubungan pembuluh darah pada plasenta kembar MC (monocho-rionic). 3,
Gambar 2. Tipe plasenta pada kembar identik ditentukan saat proses terjadinya pemisahan plasenta dalam 2 minggu pertama usia kehamilan. Pemisahan dalam 4 hari pertama menghasilkan plasenta yang terpisah (dichorionik), setelah 4 hari akan terjadi plasenta yang monochorionik dan diamniotik, dan setelah 8 hari maka kembar akan menjadi monokhorionik monoam- niotik. Bila pemisahan setelah 12 hari terjadi kembar siam atau conjoined twins. TTTS terjadi pada kembar yang monochorionik 6,10,11
KLASIFIKASI Twin-to-twin transfusion syndrome (TTTS) berdasarkan berat ringannya penyakit dibagi atas: 1,6,15
1. TTTS tipe berat, biasanya terjadi pada awal trimester ke II, umur kehamilan 16 18 minggu. Perbedaan ukuran besar janin lebih dari 1,5 minggu kehamilan. Ukuran tali pusat juga berbeda. Konsentrasi Hb biasanya sama pada kedua janin. Polihidramnion terjadi pada kembar resipien karena adanya volume overload dan peningkatan jumlah urin janin. Oligohidramnion terjadi pada kembar donor oleh karena hipovolemia dan penurunan jumlah urin janin. Oligohidramnion yang berat bisa menyebabkan terjadinya fenomena stuck- twin dimana janin terfiksir pada dinding uterus.
2. TTTS tipe sedang, terjadi pada akhir trimester II, umur kehamilan 2430 minggu. Walaupun terdapat perbedaan ukuran besar janin lebih dari 1,5 minggu kehamilan, polihidramnion dan oligohidramnion tidak terjadi. Kembar donor menjadi anemia, hipovolemia, dan pertumbuhan terhambat. Sedangkan kembar resipien mengalami plethoric, hipervolemia, dan makrosomia. Kedua janin bisa berkembang menjadi hidrops.
3. TTTS tipe ringan, terjadi secara perlahan pada trimester III. Polihidramnion dan oligohidramnion biasanya tidak terjadi. Konsentrasi Hb berbeda lebih dari 5 gr%. Ukuran besar janin berbeda lebih dari 20%. 7
Twin-to-twin transfusion syndrome juga dapat diklasifikasi menjadi akut dan kronik. Patofisiologi yang mendasar penyakit ini, gambaran klinis, morbiditas dan mortalitas janin pada kedua tipe ini sangat berbeda. Angka kematian perinatal yang tinggi pada twin-to-twin transfusion syndrome terutama disebabkan tipe yang kronik. 15
1. Tipe akut. Jika terjadi transfusi darah secara akut/tiba-tiba dari satu janin ke janin yang lain, biasanya pada trimester III atau selama persalinan dari kehamilan monokorionik yang tidak berkompli-kasi, 2,8
menyebabkan keadaan hipovolemia pada kembar donor dan hipervolemia pada kembar resipien, dengan berat badan lahir Tinjauan Pustaka Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38 No. 4 Desember 2005 320 yang sama. Transfusi dari kembar pertama ke kembar kedua saat kelahiran kembar pertama. Namun demikian, bila tali pusat kembar pertama terlambat dijepit, darah dari kembar yang belum dilahirkan dapat tertransfusi ke kembar pertama. 9 Diagnosis biasanya dibuat pada saat post natal.
2. Tipe kronik. Biasanya terjadi pada kehamilan dini (umur kehamilan 1226 minggu). Kasus tipe ini merupakan yang paling bermasalah karena bayinya masih immatur dan tidak dapat dilahirkan, sehingga dalam pertumbuhannya di uterus, bisa mengalami kelainan akibat dari twin- to-twin transfusion syndrome seperti hydrops. Tanpa terapi, sebagian besar bayi tidak dapat bertahan hidup atau bila survival, akan timbul kecacatan. 2,10
Walaupun arah transfusi darah menuju kembar resipien, tetapi trombus dapat secara bebas berpindah arah melalui anastomosis pembuluh darah sehingga dapat menyebabkan infark atau kematian pada kedua janin. 9
DIAGNOSA TTTS Diagnosa prenatal TTTS dibuat dengan menggunakan ultrasonografi. Dengan berbagai variasi, para ahli memberikan kriteria untuk diagnosis TTTS antenatal sebagai berikut:
Tabel 1. Keadaan pada trimester I untuk diagnosis twin- to-twin transfusion syndrome Kehamilan monochorionik Ukuran nuchal translucency > 3 mm pada umur kehamilan 10-14 minggu Ukuran crown-rump length yang kurang pada satu janin Membran pemisah pada umur kehamilan 10-13 minggu
Kriteria diagnostik trimester kedua dan awal trimester ketiga termasuk: kehamilan monochorion, kembar dengan jenis kelamin sama, kombinasi polihidramnion pada satu kantong dan oligohidramnion pada kantong yang lainnya, dan kecil atau tidak terlihatnya kandung kemih pada donor sementara pada resipien memiliki kandung kemih yang besar. (Tabel 2).
Tabel 2. Kriteria diagnostik twin-to-twin transfusion syndrome pada trimester kedua atau awal trimester ketiga
(Kriteria Diagnostik Ultrasonografi)* 15
Kehamilan monokorionik Jenis kelamin yang sama Satu massa plasenta Membran pemisah yang tipis Kelainan volume cairan amnion Satu kantung amnion oligohidramnion, ukuran vertikal 2,0 cm. Satu kantung amnion polihidramnion, ukuran vertikal 8,0 cm. Kantung kencing yang persisten Kantung kencing yang kecil atau tidak tampak pada kembar oligohidramnion Tampak kantung kencing yang besar pada kembar polihidramnion. Tambahan untuk membantu diagnosis Perkiraan perbedaan berat janin (20% lebih berat kembar besar) Adanya stuck twin Hidrops fetalis {adanya satu atau lebih gejala: edema kulit (tebal 5 mm), efusi perikardial, efusi pleura, ascites}. Membran pembungkus pada umur kehamilan 1417 minggu * Kriteria diagnostik TTTS ini diterapkan pada trimester kedua atau awal trimester ketiga kehamilan. Ultrasonografi serial sangat dianjurkan.
Algoritma untuk konfirmasi USG dari suatu kehamilan kembar monochorion terlihat pada Gambar 3.
MC=monochorionic (monochorion); MA=monoamniotic (monoamnion); TTTS= twin-to-twin transfusion syndrome; AFV=amniotic fluid volume (volume cairan amnion) Muhammad Rusda, dkk. Twin-to-Twin Transfusion Syndrome Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38 No. 4 Desember 2005 321
Secara USG dicurigai MC twins
Tampak membran intertwin Tidak tampak membran intertwin Nilai pertumbuhan janin dan volume cairan amnion (AFVs) Kemungkinan MA twins Normal AFVs Polyhidramnion/ Normal AFV Oligohidramnion/ Normal AFV Oligohidramnion/ Polyhidramnion
USG menilai gerak janin, lokasi tali pusat dan jarak insersi plasenta Terlihat stuck twin Lilitan tali pusat atau lokasi yang berdekatan antara insersi plasenta TTTS ; lihat Table II Untuk kriteria diagnostik Diagnosa: kembar MA Lakukan amniosintesis untuk karyotyping USG menentukan anomali, USG serial pertumbuhan janin Nilai pertumbuhan janin setiap bulan dengan USG
Gambar 3. Algoritma untuk konfirmasi USG dari suatu kehamilan kembar monochorion
Diagnosis postnatal TTTS dapat ditegakkan dengan: 13,14
1. Adanya perbedaan berat badan kedua janin yang > 500 g, atau perbedaan >20 % pada janin preterm (untuk TTTS yang kronis). 2. Terdapat perbedaan kadar Hemoglobin dan Hematokrit dari kedua janin, janin donor dapat mencapai 8 g% atau kurang, dan janin resipien bisa mencapai 27%. 3. Perbedaan ukuran pada organ-organ jantung, ginjal, hepar dan thymus.
PENATALAKSANAAN Beberapa jenis teknik terapi telah dilakukan dalam usaha memperbaiki hasil luaran kehamilan kasus twin-to-twin transfusion syndrome. Pendekatan ini meliputi terapi amniosentesis, septostomi, ablasi laser terhadap anastomosis pembuluh darah, selektif feticide, dan terapi ibu dengan memakai digoksin. 7,11,13
Tabel 3. Pilihan Terapi Pemeriksaan antenatal dengan ultrasonografi, analisa aliran darah dengan Doppler, echokardiografi fetus dan kardiotokografi fetus atau non stress test , pemberian tokolisis untuk mencegah partus prematurus. Pengurangan volume cairan amnion secara serial (amnioreduksi) Oklusi fetoskopik dengan penggunaan laser pada pembuluh darah plasenta Septostomi Terminasi selektif Histerotomi dengan mengangkat salah satu janin Ligasi tali pusat secara endoskopi atau percutaneus
Terapi amniosentesis dilakukan dengan mengurangi cairan amnion yang berlebihan pada kantung amnion kembar resipien. Terapi ini mempunyai beberapa keuntungan yaitu: memberi ruang yang lebih pada kembar yang Tinjauan Pustaka Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38 No. 4 Desember 2005 322 lebih kecil (stuck twin), menstabilkan kembar yang besar, mengurangi ketidaknyamanan ibu akibat jumlah cairan amnion yang banyak, dan kehamilan dapat berlanjut lebih aman dengan berkurangnya risiko persalinan prematur 16
Komplikasi terapi ini (sekitar 8%) meliputi korioamnionitis, persalinan prematur, ketuban pecah dini, dan solusio plasenta. 3 Secara keseluruhan, keberhasilan terapi amniosintesis cukup baik, dengan sekitar 44% kehamilan kedua janin hidup, dan 66% satu janin hidup, 4
survival rate 30%-83%, namun kelainan neurologi masih tinggi 5%-32%. 10
Septostomi (diperkenalkan oleh Dr. George Saade dkk dari Amerika) dilakukan dengan cara membuat lubang kecil pada membran pemisah, yang akan berfungsi sebagai tempat lewatnya cairan amnion dari satu kantung amnion ke kantung amnion yang lain sehingga terjadi keseimbangan cairan amnion. 4 Komplikasi terapi ini meliputi pecahnya selaput pemisah, terjadi pertautan tali pusat kedua janin dan kematian janin. 11
Terapi laser (dipelopori Dr. Julian De Lia dkk dari Amerika Serikat) dilakukan dengan memasang endoskopi melalui perut ibu ke kantung amnion kembar resipien. Fetoskop dan laser dilewatkan melalui endoskop. Dengan bantuan USG dan petunjuk pada video realtime , laser digunakan untuk mengkoagulasi atau merusak anastomosis pembuluh darah secara selektif. 9
Selektif feticide dilakukan pada kronik twin-to-twin transfusion syndrome sebelum umur kehamilan 25 minggu. Cara yang dipergunakan berupa ligasi tali pusat dengan bantuan USG 10 dan injeksi larutan NaCl kedalam kavum perikardial sehingga terjadi tamponade jantung. 17
Pemakaian digoksin bertujuan mengatasi gagal jantung kembar resipien, 9 namun sering tidak berhasil oleh karena digoksin tidak dapat melewati plasenta dalam jumlah yang cukup untuk terapi tersebut. 17
Pilihan penanganan kasus dengan kematian satu janin adalah persalinan preterm elektif terhadap janin yang hidup (dengan steroid untuk mematangkan paru) dengan segala risiko prematuritas atau konservatif yang juga berisiko kematian janin dalam uterus dan kelainan neurologis. 13
RINGKASAN TTTS merupakan suatu proses yang progresif dari suatu kehamilan kembar monochorion. Terjadinya kehamilan kembar satu telur disebabkan adanya faktor penghambat pada proses pembelahan hasil konsepsi yang terjadi pada fase awal dari proses kehamilan. 12,13
Adanya kehamilan biamnial monochorion memungkinkan terjadinya anastomosis pembuluh darah antar kedua janin. Anastomosis yang paling berbahaya terjadi bila didapatkan anastomosis arteri - vena. Janin donor akan menjadi hipovolemik, mikrokardi, anemis, oligohidramnion dan kecil menyeluruh, sedang janin resipien akan menjadi hipervolemik, hipertrofi jantung, dengan jumlah cairan amnion yang berlebihan (hidramnion). 11,13,14
Penanganan dari TTTS antenatal dapat dilakukan amniosentesis atau dilakukan koagulasi dengan bedah laser yang didasarkan atas diagnosis ultrasonografi dengan peta dari anastomosis pembuluh darah dengan metode yang perlu dikembangkan lebih lanjut. 11
Sedangkan penanganan postnatal pada janin donor dapat diberikan transfusi packed red cells bila didapatkan anemia yang berat, sedangkan bila anemia ringan diberikan preparat besi. Pada janin resipien yang menderita polisitemia dapat dilakukan transfusi tukar parsial, dan bila didapatkan hiperbilirubinemia diberikan transfusi tukar ataupun fototerapi sesuai dengan tingkat hiperbilirubinemia yang ada. 14,15
DAFTAR PUSTAKA 1. Quintero RA. TTTS. In Chervenak FA, Kurjak A, Papp Z. The fetus as a patient. London: The Parthenon Publishing Group 2002:222-8. 2. Talbert DG, Bajoria R, Sepulvida W, Bower S, Fisk NM. Hydrostatic and osmotic pressure gradients produce manifestations of fetofetal transfusion syndrome in a computerized model of monochorial twin pregnancy. Am J Obstet Gynecol 1996 ; 174 : 598-608. 3. Denbow ML, Battin MR, Cowan F, Azzopardi D, Edwards AD, Fisk NM. Neonatal cranial ultrasonographic findings in preterm twins complicated by severe feto-fetal transfusion syndrome. Am J Obstet Gynecol 1998 ; 178 : 479-83. 4. Bajoria R, Wigglesworth J, Fisk NM. Angiorachitecture of monochorionic placentas in relations to the twin-twin transfusion syndome. Am J Obstet Gynecol 1995 ; 172 : 856 863. Muhammad Rusda, dkk. Twin-to-Twin Transfusion Syndrome Majalah Kedokteran Nusantara Volume 38 No. 4 Desember 2005 323 5. Vayssiere CF, Heim N, Camus EP, Hillion YE, Nisand IF. Determination of chorionicity in twin gestation by high- frequency abdominal ultrasonography : counting the layers of the dividing membrane. Am J Obstet Gynecol 1996 ; 175 : 1529-33. 6. Machin GA, Keith LG. Can twin-to-twin transfusion syndrome be explained, and how is it treated ? Clin Obstet Gynecol 1998 ; 41 : 105 113. 7. Blickstein I, Goloman D, Smith-Levitin M, Greerberg M, Sherman D, Rydhstroem H. The relation between inter-twin birth weight discordance and total twin birth weight. Obstet Gynecol 1999 ; 93 : 113-16. 8. Hashimoto B, Callen PW, Fully RY, et al. Utrasound evaluation of polyhidramnions and twin pregnancy. Am J Obstet Gynecol 1996 ; 154 : 1069. 9. De Lia JE, Kuhlmann RS, Harstad TW, Cruikshank DP. Fetoscopic laser ablation of placental vessels in severe previable TTTS. Am J Obstet Gynecol 1995 ; 172 : 1202-211. 10. Neilson JP, Bajoria R. Multiple pregnancy. In: Chamberlain G, Steer PJ Turnbulls obstetrics. 3 rd ed. London: Churchill Livingstone Inc; 2001.p.229-41. 11. James DK, Steer PJ, Weiner CP, Gonik B. Multiple pregnancy. In: High risk pregnancy, management options. 2 nd
ed.London:W.B.Saunders Company; 1999. p.130-51. 12. Gardosi JO. Multifetal pregnancy. In:Ransom SB.Practical strategies in obstetrics and gynecology. Philadelphia: W.B. Saunders Company; 2000.p.337-42 13. Roberts D, Neilson JP, Weindling AM. Interventions for the treatment of TTTS. The Cochrane Library, 2003. 14. Skupski DW, Chervenak FA. Twin-twin transfusion syndrome: An evolving challenge. Ultrasound Rev Obstet Gynecol 2001;1:28- 37. 15. Quintero R, Morales W, Allen M, Bornick P, Johnson P, Krueger M. Staging of TTTS. J Perinatol 1999;19:550-5. 16. Ville Y, Hecher K, Bagnon A, Sebire N, Hyett J, Nicolaides K. Endoscopic laser coagulation in the management of severe TTTS. Br J Obstet Gynecol 1998;105: 446- 53. 17. Hecher K, Plath H, Bregenzer R, Hansm, and M, Hackeloer BJ. Endoscopic laser surgery versus serial amniocentesis in the treatment of severe TTTS. Am J Obstet Gynecol 1999;180:717-24.