Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Kinerja (performance) menjadi isu dunia saat ini. Hal tersebut terjadi sebagai
konsekuensi tuntutan masyarakat terhadap kebutuhan akan pelayanan prima atau
pelayanan yang bermutu tinggi. Mutu tidak terpisahkan dari standar, karena kinerja
diukur berdasarkan standar. Melalui kinerja klinis perawat dan bidan, diharapkan dapat
menunjukkan kontribusi profesionalnya secara nyata dalam meningkatkan mutu
pelayanan keperawatan dan kebidanan, yang berdampak terhadap pelayanan kesehatan
secara umum pada organisasi tempatnya bekerja, dan dampak akhir bermuara pada
kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat.
Evaluasi merupakan bagian penting dari administrasi yang efektif dalam suatu
organisasi. Hal ini suatu proses bantuan kepada staf untuk mencapai tujuan organisasi.
Hasil yang diharapkan dikaitkan dengan standar yang digunakan dalam pelayanan
kesehatan akan bermakna apabila tujuan dapat dicapai dengan hasil yang baik. Hasil
tersebut sangat tergantung pada kualitas kinerja yang ditampilkan oleh klinisi, termasuk
perawat dan bidan. Oleh sebab itu salah satu bagian yang penting dalam proses
manajemen adalah melakukan monitoring untuk mengetahui bagaimana perawat dan
bidan melakukan pekerjaannya.
Dalam melakukan monitoring kinerja perawat dan bidan, perlu ada seorang
koordinator untuk perawat dan koordinator untuk bidan. Dengan demikian diharapkan
kinerja perawat dan bidan dapat dipertanggungjawabkan dan segera diketahui bila terjadi
penyimpangan, namun keputusan harus dibuat berdasarkan informasi yang lengkap. Hasil
monitoring ini harus dilaporkan dan bila terdapat penyimpangan segera ditindaklanjuti
tetapi sebaliknya bila terdapat peningkatan kinerja perlu diberikan penghargaan.
Monitoring merupakan bagian dari evaluasi yang dilakukan dalam proses
kegiatan/evaluasi formatif. Sedangkan evaluasi selain berisi monitoring juga melihat
kembali kegiatan yang dilakukan secara keseluruhan/evaluasi sumatif.
Perubahan yang begitu cepat dalam pelayanan kesehatan, peningkatan
kebutuhan masyarakat akan pelayanan dan keterbatasan sumber daya, telah mendorong
kearah tersedianya pelayanan yang berkualitas dengan melaksanakan sesuatu yang benar
pada saat yang tepat dengan upaya yang sesuai. Prinsip ini perlu diterapkan sehingga
diperlukan adanya jaminan mutu, standar, indikator kinerja, uraian tugas serta sistem
monitoring dan evaluasi yang berdasarkan standar dan kebutuhan pelayanan. Dalam
makalah ini akan dibahas mengenai konsep evaluasi kinerja.

1.2 Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan evaluasi klinik?
2. Apa saja prinsip dasar evaluasi?
3. Apa saja ciri-ciri evaluasi yang baik?
4. Apa saja aspek yang perlu dievaluasi?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui tentang pengertian evaluasi.
2. Mengetahui tentang prinsip dasar evaluasi.
3. Mengetahui ciri-ciri evaluasi yang baik.
4. Mengetahui tentang aspek-aspek yang perlu dievaluasi.
BAB II
ISI

2.1 Konsep Evaluasi Hasil Belajar Performa Klinik
2.1.1 Pengertian Evaluasi Klinik
Evaluasi klinik pada dasarnya adalah kegiatan evaluasi hasil pendidikan yang
dilaksanakan di klinik atau tempat pengalaman belajar klinik mahasiswa.
Evaluasi adalah proses stimulasi untuk menentukan keberhasilan. Evauasi
hasil pendidikan adalah proses sitematis untuk mencapai tingkat pencapaian tujuan
pendidikan yang terdiri atas kegiatan mengukur dan menilai.
Mengukur adalah kegiatan mengamati penampilan peserta didik beerdasarkan
indikator yang telah di tetapkan menggunakan alat dan metode pengukuran tertentu.
Menilai adalah membandingkan hasil pengukuran peserta didik dengan kriteria
keberhasilan yang di tetapkan

2.1.2 Prinsip Dasar Evaluasi Belajar
Ada beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan dalam menyusun tes hasil
belajar, agar tes tersebut benar-benar dapat mengukur tujuan belajar, atau mengukur
kemampuan dan/atau keterampilan peserta didik yang diharapkan setelah peserta
didik menyelesaikan suatu unit pengajaran tertentu.
a. Tes tersebut hendaknya dapat mengukur secara jelas hasil belajar yang telah
ditetapkan sesuai dengan tujuan instruksional. Untuk dapat menyusun tes yang
baik setiap pengajar harus dapat merumuskan tujuan dengan jelas, sehingga
mempermudah penyusunan soal yang relevan.
b. Mengukur sampel yang representatif dari hasil belajar dan bahan pelajaran yang
telah diajarkan. Kita telah mengetahui bahwa bahan pelajaran yang telah
diajarakan dalam kurun waktu tertentu baik dalam satu jam pertemuan ataupun
beberapa lama, tidak mungkin dapat diukur atau dinilai keseluruhannya. Atau
dengan kata lain, hasil belajar yang diperoleh peserta hanya dapat diambil
beberapa orang sebagai sampel dari hasil belajar yang dianggap penting dan dapat
mewakili seluruh kinerja yang telah diperoleh selama peserta didik mengikuti
seluruh mata ajar. Dengan demikian, tes yang kita susun harus mencakup soal-
soal yang dianggap dapat mewakili seluruh kinerja hasil peserta didik, sesuai
dengan tujuan instruksional yang dapat dirumuskan.
c. Mencakup bermacam-macam bentuk soal yang benar-benar cocok untuk
mengukur hasil belajar yang diinginkan dengan tujuan. Untuk mengukur
bermacam-macam kinerja hasil belajar yang sesuai dengan hasil pengajaran yang
diharapkan, diperlukan kecakapan menyusun berbagai bentuk soal dan alat
evaluasi. Untuk mengkurhasil belajar yang berupa keterampilan, tidak tepat bila
menggunakan bentuk essay test yang jawabannya hanya menguraiakan. Demikian
pula untuk mengukur kemampuan analisa suatu prinsip tidak cocok digunakan
untuk bentuk soal objektif yang hanyya menuntut jawaban dengan singkat. Setiap
jenis alat evaluasi dan setiap macam bentuk soal hanya cocok untuk mengukur
jenis kemampuan tertentu. Oleh karena itu penyusunan suatu test harus
disesuaikan dengan jeni kemampuan hasil belajaryang hendak diukur dengan test
tersebut.
d. Didesain sesuai dengan kegunaannya untuk memperoleh hasil yang diinginkan.
Masing-masing jenis tes memiliki karakteristik tertentu : tingkat kesukaran, gaya
pembeda, bobot, maupun cara pengolahannya Penyelenggaraan tet harus
disesuaikan dengan tujuan an fungsinya sebagai alat evaluasi.
e. Dibuat seandal (reliable) sehingga mudah untuk diinterpretasikan dengan baik.
Suatu alat evaluasi dikatakan andal jika aat tersebut dapat menghasilkan gambaran
atau hasil pegukuran yang benar-benar dapat dipercaya. Suatu test dapat dikatakan
andal jika test itu dikatakan beulang-ulang terhadap objek yang sama hasilnya
akan tetap sama.
f. Digunakan untuk memperbaiki cara belajar peserta didik dan cara mengajar
pengajar.

Evaluasi merupakan proses yang berlangsung terus menerus selama proses
kegiatan terdiri dari evaluasi formatif dan sumatif
a. Evaluasi Formatif:
Mengenali kekurangan peserta didik untuk bahan dan dasar pemberian
bimbingan
Dilakukan sepanjang proses belajar
b. Evaluasi Sumatif
Menentukan derajat keberhasilan (nilai) peserta didik
Dilakukan pada akhir unit peserta belajar atau alih proses belajar

2.1.3 Ciri-ciri Evaluasi yang Baik
Suatu tes dikatakan baik sebagai suatu alat pengukur bila memenuhi ciri:
a. Validitas
Sebuah tes disebut valid apabila tes tersebut dapat mengukur apa yang hendak
diukur. Untuk mendapatkan tes yang valid, isis dan kedalaman tes perlu
disesuaikan dengan tujuan atau sasaran belajar. Kesesuaian isi tes dengan tujuan
belajar disebut validitas isi atau content validity, yang dapat diupayakan dengan
cara menyusun kisi-kisi soal ataupun blueprint.
b. Reliabilitas
Kata reliabilitas berasal dari bahasa Inggris reliable yang berarti dapat dipercaya.
Jadi tes yang mempunyai reliabilitas berarti mempunyai sifat yang dapat
dipercaya, yaitu apabila memberikan hasil yang tetap bila diujikan berkali-kali.
Sebuah tes dikatakan reliable yaitu apabila hasil tersebut menunjukkan ketetapan.
Dengan kata lain jika kepada para peserta didik diberikan tes yang sama pada
waktu yang berbeda, maka setiap peserta didik akan tetap berada dalam urutan
(ranking) yang sama dalam kelompoknya.
c. Objektivitas
Dalam pengertian sehari-hari telah diketahui bahwa objektif berarti tidak adanya
unsur pribadi yang memengaruhi. Suatu tes diaktakan memiliki objektifitas
apabila dalam melaksanakan tes itu tidak ada faktor luar yang memengaruhi. Hal
ini terutama terjadi pada sistem skoring yang menekankan ketetapan pada hasil
penilaian. Sedangkan reliabilitas menekankan ketetapan pada hasil tes.
d. Praktikabilitas
Sebuah tes dikatakan memiliki praktikabilitas yang tinggi apabila tes tersebut
bersifat praktis, mudah dilaksanakan, mudah diperiksa, dan petunjuk teknisnya
jelas.
e. Ekonomis
Yang dimaksud ekonomis adalah pelaksanaan tes tersebut membutuhkan biaya
yang mahal, tenaga yang banyak, maupun waktu yang lama.




2.2 Aspek Yang Dievaluasi
Menurut Bradshaw (1989), aspek yang perlu dievaluasi pada performa klinik meliputi
4 keterampilan :
1. Kemampuan sosial
a. Bekerja dengan sejawat
b. Kesadaran diri
2. Keterampilan berkomunikasi
a. Berbicara dan mendengar
b. Membaca dan menulis
3. Keterampilan praktik
a. Penggunaan alat
b. Teknik aseptic
c. Pemberian obat
4. Kemampuan mengambil keputusan
a. Asuhan keperawatan
b. Manajemen
c. Pendidikan kesehatan

Menurut Nursalam (2001) aspek yang dievaluasi pada saat mahasiswa melaksanakan
asuhan keperawatan kepada pasien di Rumah sakit dapat dibedakan menjadi 4
intervensi keperawatan, yaitu (1) diagnostik, (2) terapeutik, (3) edukatif, (4) referal/
mengambil keputusan untuk merujuk.
1. Kompetensi diagnostik
2. Kompetensi terapeutik
3. Kompetensi edukatif
4. Merujuk/ mengambil suatu keputusan untuk kolaboratif

Pemberian penilaian beranjak dari tingkat dasar (basic level) sampai ke tingkat
tertinggi (highest level)
Level 1 (dasar) : sudah pernah melihat/melakukan 1 kali tetapi masih
memerlukan bimbingan lebih lanjut, pengalaman dan supervisi.
Level 2 : pengembangan kompetensi padat dengan bantuan dan
supervisi.
Level 3 : Kompeten, hampir tidak membutuhkan bantuan dan
membutuhkan supervise yang minimal.
Level 4 (highest) : kompeten, tidak perlu bantuan dan dapat membantu dan
mengajar yang lain.

2.3 Pengelolaan Evaluasi Klinik
Mengingat kompleksitas evaluasi klinik maka evaluasi klinik perlu dikelola dengan baik
sehingga pelaksanaanya dapat berjalan dengan baik pula
Evaluasi klinik biasanya dikaitkan dengan mata kuliah klinik tertentu, dengan demikian
penanggung jawab atau koordinator mata kuliah harus bertanggung jawab tentang
pengolahan evaluasi klinik. Bersama tim pengelola mata kuliah, perlu disusun suatu program
evaluasi klinik yang berisi:
Tujuan pengalaman belajar klinik
Metode dan aspek yang dievaluasi setiap metode
Kriteria evaluasi termasuk pembobotan dan kelulusan

2.3.1 Pelaksanaan Evaluasi Klinik
Evaluasi klinik dilaksanakan sesuai dengan metode evaluasi yang telah disepakati
untuk menilai setiap aspek penampilan klinik.
Kemampuan yang dicapai mahasiswa cukup komplek, berupa perpaduan antara aspek
pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Seluruh aspek perlu dievaluasi secara proporsional dan
metode evaluasi yang sesuai.
Pelaksanaan evaluasi klinik bisa diberikan menjadi 3 tahap :
- Tahap 1:
Isi Konsep:
1. Dasar dari ilmu sosial dan biologi
2. Konsep kesehatan dan penyakit
3. Model keperawatan
4. Keterampilan interaksi
5. Teknik keperawatan secara umum
- Tahap 2:
Isi Konsep:
1. Spesialis tentang pegetahuan proses patologi
2. Pengetahuan tentang aspek psikososial
3. Kesehatan dan penyakit dan kecacatan
- Tahap 3:
Isi Konsep:
1. Koordinasi pemberian asuhan
2. Analisa renpra
3. Pengetahuan tentang riset
4. Pengetahuan mengajar

2.3.2 Model Evaluasi Klinik
Mode evaluasi klinik dapat dikelompokkan menjadi metode:
1. Observasi
Metode observasi ini adalah metode yang paling sering dgunakan dalam evaluasi
klinik, mengingat kemampuan utama yang harus dimiliki melalui pengalaman belajar
klinik adalah kemampuan melaksanakan tindakan.
Metode observasi adalah metode yang digunakan untuk mengevaluasi penampilan
psikomotor, sikap perilaku, interaksi baik verbal maupun nonverbal.
Penggunaan metode observasi banyak dipengaruhi oleh latar belakang dan ekspektasi
pengamat. Dengan demikian dapat memengaruhi reliabilitas atau (keajegan) dan
objektivitas evaluasi. Pada dasarnya, evaluasi yang menggunakan metode observasi
memiliki kecenderungan terjadinya subjektivitas.
Untuk mengurangi kecenderungan subjektivitas dan fair, metode observasi perlu
didukung dengan perangkat evaluasi berupa:
a. Kejelasan aspek yang diobservasi dan pemberian nilai (score). Hal ini diupayakan
dengan membuat formulir penilaian berisikan aspek yang dievaluasi secara jelas.
b. Pemberian umpan balik (feed back) dilakukan segera setelah observasi
dilaksanakan disertai proses diskusi. Hal ini dimaksudkan untuk validasi dan
klasifikasi terhadap klasifikasi terhadap kualitas penampilan yang dievaluasi. Alat
evaluasi yang digunakan berupa daftar cek ketrampilan dan catatan anekdot.
2. Tertulis atau Laporan
Metode tertulis digunakan untuk mengevaluasi kemampuan kognitif, yaitu pada
jenjang aplikasi dan pemecahan masalah (problem solving), melalui proses analisis
sintesis. Metode ini dilaksankan dengan cara memberi penugasan pada peserta didik
untuk menuliskan hasil pengamatan, hasil rangkaian kegiatan melakukan tindakan,
atau asuhan keperawatan berupa laporan tertulis.
Tulisan mahasiswa yang dijadikan bahan evaluasi dapat berupa:
1. Rencana keperawatan
2. Laporan studi kasus
3. Laporan proses keperawatan
4. Rencana pendidikan kesehatan
5. Catatan studi obat/cairan
Melalui metode tertulis ini, selain dapat dievaluasi juga dapat ditetapkan dengan jelas.
Dengan demikian, dapat dijamin objektivitas metode evaluasi dan fair bagi para
mahasiswa.
3. Lisan (Viva-voce)
Metode evaluasi secara lisan atau oral dimaksudkan untuk terjadinya tanya jawab dan
dialog terhadap pertanyaan yang diajukan oleh penguji. Seperti halnya pada metode
observasi, pada metode lisan ini akan terjadi interaksi langsung antara penguji dan
mahasiswa yang dapat memengaruhi objektivitasndan relibilitas evaluasi. Dengan
demikian, metode lisan perlu didukung dengan perangkat evaluasi yang dapat
digunakan penilai untuk mengajukan pertanyaan dan memberi nilai.
Secara spesifik metode ini digunakan pada:
1. Saat pembimbing melakukan validasi terhadap data yang dikumpulkan dalam
penyusunan rencana keperawatan.
2. Menilai alasan (justifikasi) yang digunakan mahasiswa untuk melakukan tindakan.
3. Menilai kemampuan mahasiswa terhadap perkembangan kasus.

4. OSCE ( Objective Structur Clinical Evaluation )
Osce adalah metode evaluasi untuk menilai penampilan atau kemampuan klinik
secara terstruktur dan bersifat objektif. Melalui OSCE dapat secara bersamaan dapat
di evaluasi kemampuan pengetahuan, psikomotor, sikap.

Secara Spesifik aspek yang dapat di evaluasi dan tahapan persiapan serta pelaksanaan
OSCE, serta contoh OSCE pada gangguan sistem pernafasaan akan di uraikan berikut
ini.





Aspek yang dapat di evaluasi dengan OSCE:
Pengkajian riwayat hidup
Pemeriksaan fisik
Laboratorium
Identifikasi masalah
Merumuskan atau menyimpulkan data
Interpretasi pemeriksaan
Menetapkan pengelolaan klinik
Mendemonstrasikan prosedur
Kemajuan berkomunikasi
Pendidikan keparawatan

Tahapan :
1. Identifikasi kemapuan yang akan di evaluasi
2. Tentukan jenis kemampuan
3. Tetapkan cara evaluasi yang akan dilakukan
4. Siapkan soal, instruksi, dan petunjuk untuk stiap kemampuan
5. Siapkan sarana yang diperlukan
6. Identifikasi staf yang akan diperlukan
7. Tetapkan ketentuan pelaksanaan OSCE
8. Koordinasikan program evaluasi dengan pihak yang terkait
9. Tentukan tempat pelaksanaan OSCE

Pelaksanaan OSCE
1. Tempatkan diruangan terpisah ( 10 terminal + 2 terminal istirahat )
2. Beri nomor urut setiap terminal
3. Penanggung jawab memonitor pelaksanaan OSCE: Setiap terminal harus dilalui 5
menit
4. Pada awal / mulai dengan: 12 orang mahasiswa menempati 12 terminal
5. Setiap 5 menit penanggung jawab memberi tanda untuk mahasiswa berpindah
terminal sesuai arah jarum jam
6. Sebelum meninggalkan ruangan evaluasi mahasiswa mnyerahkan jawaban tertulis
kepada tanggungjawab

2.3.3 Pemberian Nilai (Score)
Proses pemberian nilai (scoring) merupakan yang amat penting dalam evaluasi.
Pemberian nilai dilakukan secara bertahap sepanjang kegiatan pengalaman belajar klinik
berlagsung, sesuai ketentuan yang ditetapkan dalam program evaluasi klinik pada mata ajar
tertentu.
Setiap aspekdiberi nilai sesuai teknik dan menggunakan instrument evaluasi serta
berpatokan pada nilai yang telah ditentukan. Bobot yang diberikan pada setiap jenis
penampilan klinik yag dievaluasi harus dijadikan dasar pada saat merekapitulasi nilai.
Pada dasarnyya kegiatan evaluasi klinik harus didukung dengan sarana pencatatan yag
baik. Sehingg memungkinkan bagi tim pengajar untuk mendapatkan data tentang penampilan
mahasiswa menganalisanya dan menetapkan nilai atau tingkat keberhasilan mahasiswa serta
membuat keputusan.

2.3.4 Keputusan Dan Pemberian Predikat
Tahap terakhir dari rangkaian evaluasi adalah membuat keputusan, apakah mahasiswa
dapat dikatakan berhasil atau tidak dan sejauh mana tingkat keberhasilannya. Untuk itu perlu
ditetapkan ketentuan atau batas kelulusan. Pengalaman belajar klinik merupakan bagian dari
kegiatan pembelajaran mata ajar yang terdiri dari komponen teori dan praktik.
Secara professional kedua aspek ini harus dipenuhi atau dimiliki oleh peserta didik.
Dalam kebijakan penetapa keputusan dan pemberian predikat tingkat keberhasilan perlu pula
ditetapkan bobot pembandingan antar teori dan praktik.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Evaluasi klinik pada dasarnya adalah kegiatan evaluasi hasil pendidikan yang
dilaksanakan di klinik atau tempat pengalaman belajar klinik mahasiswa. Evauasi
hasil pendidikan adalah proses sitematis untuk mencapai tingkat pencapaian
tujuan pendidikan yang terdiri atas kegiatan mengukur dan menilai.
Ada beberapa prinsip dasar yang perlu diperhatikan dalam menyusun tes hasil
belajar, yaitu dapat mengukur secara jelas hasil belajar yang telah ditetapkan
sesuai dengan tujuan instruksional, harus mencakup soal-soal yang dianggap dapat
mewakili seluruh kinerja hasil peserta didik, mencakup bermacam-macam bentuk
soal yang benar-benar cocok untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan,
didesain sesuai dengan kegunaannya untuk memperoleh hasil yang diinginkan,
memberikan hasil yang sama jika dites secara berulang-ulang.
Ciri-ciri evaluasi yang baik, yaitu validitas, reliabilitas, objektivitas,
praktikabilitas, dan ekonomis. Menurut Bradshaw (1989), aspek yang perlu
dievaluasi pada performa klinik meliputi 4 keterampilan, yaitu kemampuan sosial,
keterampilan berkomunikasi, keterampilan praktik, dan kemampuan mengambil
keputusan. Mode evaluasi klinik dapat dikelompokkan menjadi metode: observasi,
tertulis atau laporan, lisan, dan OSCE.

3.2 Saran
3.2.1 Bagi pembimbing hendaknya dapat membimbing mahasiswa dalam
melakukan tindakan dan mampu mengevaluasi hasil pendidikan dan dapat
diukur secara jelas hasil belajar yang harus dicapai mahasiswa.
3.2.2 Bagi mahasiswa hendaknya memahami manfaat dari apa yang dijelaskan oleh
pembimbing sehingga dapat berguna bagi dirinya maupun orang lain.






DAFTAR RUJUKAN

Nursalam. 2007. Manajemen Keperawatan: Aplikasi dalam Praktik Keperawatan Profesional.
Jakarta: Salemba Medika.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1999. Kurikulum Nasional Program DIII
Keperawatan di Indonesia. Jakarta.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. 1983. Pola Pengembangan Belajar Lapangan
Pendidikan Dokter Indonesia. Jakarta.
Dorothy E. Reilly, Marylin H. Oermann. 1985. The Clinical Field, Its Use in Nursing
Education. Appleton-Century Crofts. Sidney.
Gafur. 1982. Disain Instruksional.Solo: Tiga Serangkai.
Gagne, Brins, Walter. 1988. Principles of Instruktional Design 3rd Ed,. Sounders Collage
Publishing. Philadelphia.

Anda mungkin juga menyukai