Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PRAKTIKUM

KIMIA DASAR I
PERCOBAAN V
STANDARISASI NaOH DAN PENGGUNAANYA UNTUK PENENTUAN
KONSENTRASI CH3COOH

NAMA

: TIA YULIANA PUTRI

NIM

: J1F108044

KELOMPOK

:4

ASISTEN

: RIZKY EMALIA

PROGRAM STUDI ILMU KOMPUTER


FAKULTAS METEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU
2008

PERCOBAAN V
STANDARISASI NaOH DAN PENGGUNAANYA UNTUK PENENTUAN
KONSENTRASI CH3COOH

I.

TUJUAN PERCOBAAN
Tujuan praktikum ini adalah untuk memahami dan melakukan
standarisasi larutan serta menggunakannya untuk analisis kuantitatif sampel.

II. TINJAUAN PUSTAKA


Larutan yang mempunyai konsentrasi molar yang diketahui, dapat
dengan mudah digunakan untuk reaksi-reaksi yang melibatkan prosedur
kuantitaif. Kuantitas zat terlarut dalam suatu volume larutan itu, di mana
volume itu diukur dengan teliti, dapat diketahui dengan tepat dari hubungan
dasar berikut ini.
Mol = liter x konsentrasi molar atau mmol = mL x konsentrasi molar.
Perhitungan-perhitungan stoikiometri yang melibatkan larutan yang
diketahui normalitasnya bahkan lebih sederhana lagi. Dengan definisi bobot
ekuivalen, dua larutan akan bereaksi satu sama lain dengan tepat bila
keduanya mengandung gram ekuivalen yang sama yaitu, jika V 1 x N2 = V2 x
N2. Dalam hubungan ini kedua normalitas harus dinyatakan dengan satuan
yang sama, demikian juga kedua volume, satuan-satuan itu dapat dipilih
secara sembarang (Brady, 1999).
Larutan-larutan yang mempunyai normalitas yang diketahui sangat
berguna walaupun hanya satu di antara pereaksi itu yang terlarut. Dalam hal
ini jumlah gram ekuivalen (atau miliekuivalen) pereaksi yang tidak terlarut
dapat dihitung dengan car biasa, yaitu dengan membagi massa contoh dalam
gram (atau miligram) dengan bobot ekuivalennya. Jumlah g-ek (atau mek)
satu pereaksi tetap harus sama dengan g-ek (atau mek) zat yang lain (Brady,
1999).

Volumetri atau tirimetri adalah suatu cara analisis kuantitatif dari


reaksi kimia. Pada analisis ini zat yang akan ditentukan kadarnya,
direaksikan dengan zat lain yang telah diketahui konsentrasinya, sampai
tercapai suatu titik ekuivalen sehingga kepekatan (konsentrasi) zat yang kita
cari dapat dihitung (Syukri, 1999).
Pada analisis volumetri diperlukan larutan standar. Proses penentuan
konsentrasi larutan satandar disebut menstandarkan atau membakukan.
Larutan standar adalah larutan yang diketahui konsentrasinya, yang akan
digunakan pada analisis volumetri.
Ada dua cara menstandarkan larutan yaitu :
1.

Pembuatan langsung larutan dengan melarutkan suatu zat murni


dengan berta tertentu, kemudian diencerkan sampai memperoleh
volume tertentu secara tepat. Larutan ini disebut larutan standar
primer, sedangkan zat yang kita gunakan disebut standar primer.

2. Larutan yang konsentrasinya tidak dapat diketahui dengan cara


menimbang zat kemudian melarutkannya untuk memperoleh
volum tertentu, tetapi dapat distandarkan dengan larutan standar
primer, disebut larutan standar skunder.
Zat yang dapat digunakan untuk larutan standar primer,
harus memenuhi persyaratan dibawah ini :
1.

Mudah diperoleh dalam bentuk murni ataupun dalam keadaan


yang diketahui kemurniannya. Pengotoran tidak melebihi 0,010,02 %.

2. Harus stabil.
3. Zat ini mudah dikeringkan tidak higrokopis, sehingga tidak
menyerap uap air,

tidak meyerap CO2 pada waktu penimbangan

( Sukmariah, 1990).
Suatu reaksi dapat digunakan sebagai dasar analisa
tirimetri apabila memenuhi persyaratan berikut :
1. Reaksi harus berlangsung cepat., sehingga titrasi dapat dilakukan
dalam waktu yang tidak terlalu lama.

2. Reaksi harus sederhana dan diketahui dengan pasti, sehingga


didapat kesetaraan yang pasti dari reaktan.
3. Reaksi harus berlangsung secara sempurna.
4. Mempunyai massa ekuivalen yang besar
Larutan standar biasanya kita teteskan dari suatu buret ke dalam suatu
erlenmeyer yang mengandung zat yang akan ditentukan kadarnya sampai
reaksi selesai. Selesainya suatu reaksi dapat dilihat karena terjadi perubahan
warna Perubahan ini dapat dihasilkan oleh larutan standarnya sendiri atau
karena penambahan suatu zat yang disebut indikator. Titik di mana
terjadinya perubahan warna indikator ini disebut titik akhir titrasi. Secara
ideal titik akhir titrasi seharusnya sama dengan titik akhir teoritis (titik
ekuivalen). Dalam prakteknya selalu terjadi sedikit perbedaan yang disebut
kesalahan titrasi ( Sukmariah, 1990).
Untuk analisis tirimetri volumetri lebih mudah kalau kita memakai
sistem ekivalen (larutan normal) sebab pada titik akhir titrasi jumlah
ekivalen dari zat yang dititrasi

= jumlah ekivalen zat penitrasi. Berat

ekivalen suatu zat sangat sukar dibuat definisinya, tergantung dari macam
reaksinya. Volumetri dapat kita bagi sebagai berikut :
1. Asidi dan Alkalimetri
2. Oksidimetri
3. Jodometri dan Jodimetri
4. Argentometri
Asidimetri adalah bila yang dikethui konsentrasi asamnya, sedangkan
alkalimetri bila yang diketahui adalah konsentrasi basanya (Keenan, 1984).
Pada titrasi asam basa , titik akhir titrasi ditentukan oleh indikator.
Indikator asam basa adalah asam atau basa organik yang mempunyai satu
warna jika konsentrasi hidrogen lebih tinggi daripada sutau harga tertentu
dan suatu warna lain jika konsentrasi itu lebih rendah. Akan digunakan
rumus umum HIn untuk indikator asam lemah untuk menggambarkan tipe
reaksi yang terlibat. Kesetimbangan untuk pengionan dinyatakan sebagai :

H+

HIn

In-

Tabel 1.1 Indikator untuk asam dan basa


Nama

Jangka pH dalam mana

Warna asam

terjadi perubahan

Warna
basa

warna
Kuning metil

2-3

Dinitrofenol

2,4 - 4,0

Jingga metil
Merah metil
Lakmus

Merah

Kuning

Tak berwarna

Kuning

3 - 4,5

Merah

Kuning

4,4 - 6,6

Merah

Kuning

6 -8

Merah

Biru

Fenophtalein

8 - 10

Tak berwarna

Merah

Timolftalein

10 -12

Kuning

Ungu

Trinitrobenzena

12 -13

Tak berwarna

jingga

Sumber : Keenan, 1984.


Titrasi asam basa ada lima empat diantaranya :
1. Titrasi asam kuat dengan basa kuat
Pada akhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari asam kuat
dan basa kuat. Misal : HCl + NaOH

NaCl + H2O

2. Titrasi asam lemah dan basa kuat


Pada akhir titrasi terbentuk garam yang berasal dari asam lemah
dan basa kuat.
Misal : Asam asetat dengan NaOH
CH3COOH + NaOH

CH3COONa + H2O

3. Titrasi basa lemah dan asam kuat


Pada akhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari basa
lemah dan asam kuat.
Misal : NH4OH dan HCl
NH4OH + HCl

NH4Cl + H2O

4. Titrasi asam lemah dan basa lemah


Pada akhir titrasi akan terbentuk garam yang berasal dari asam

lemah dan basa lemah. Misal : Asam asetat dan NH4OH


CH3COOH + NH4OH

CH3COONH4 + H2O

pH larutan tergantung dari harga Ka dan Kb


Bila Ka > Kb larutan bersifat asam
Bila Kb < Ka larutan bersifat basa ( Sukmariah, 1990).

III.

ALAT DAN BAHAN


A. ALAT
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini meliputi gelas arloji,
gelas beker 100 mL, pengaduk kaca, pipet tetes, pipet ukur, erlenmeyer
100 mL, labu takar 100 mL, dan buret 50 mL.
B. BAHAN
Bahan-bahan yang diperlukan pada percobaan ini meliputi asam
oksalat dihidrat (H2C2O4.2H2O), larutan standar NaOH 0,1 N, akuades,
cuka makan komersial, dan indikator fenophtalein.

IV. PROSEDUR KERJA


1. Pembuatan Larutan Standar Asam Oksalat dan Penggunaannya
untuk Standarisasi Larutan NaOH.
a. Ditimbang sebanyak 1,26 gram asam oksalat dihidrat (H2C2O4.2H2O)
dengan menggunakan gelas arolji dan neraca analitik.
b. Dipindahkan asam Oksalat dari gelas arloji ke dalam gelas beker 100
mL, tambahkan 25-30 mL akuades, kemuadian mengaduk hingga
larut. Setelah itu gelas arloji dibilas dengan sedikit akuades, dan
masukkan air bilasan ke dalam gelas beker yang berisi larutan asam
oksalat tersebut.

c. Dipindahkan larutan asam oksalat ke dalam labu takar 100 mL,


kemudiam gelas beker dibilas dengan sedikit akuades, memasukkan
air bilasan tersebut ke dalam labu takar.
d. Ditambahkan akuades ke dalam labu takar hingga tepat tanda batas
dan mengocok hingga homogen.
e. Dicuci buret yang akan digunakan dengan menggunakan akuades
kemuadian dikeringkan.
f. Dimasukkan larutan asam oksalat yang telah dibuat ke dalam buret 50
Ml.
g. Dimasukkan 10 mL larutan NaOH yang akan distandarisasi ke dalam
erlenmeyer

kemudian

menambahkan

2-3

tetes

indikator

fenophtalein.
h. Dititrasi larutan NaOH dengan larutan asam oksalat dari buret.
i. Dihentikan titrasi jika terjadi perubahan warna yang konstan
kemudian dicatat volume asam oksalat yang digunakan untuk titrasi.
j. Dilakukan titrasi kembali sebanyak dua kali dan dihitung rata-rata
volume asam oksalat yang digunakan dari tiga kali titrasi yang telah
dilakukan.
2. Penentuan Konsentrasi Asam Asetat dalam Asam Cuka Komersial.
a. Dituangkan 2 mL asam cuka komersial ke dalam labu takar 250 mL
dengan menggunakan pipet ukur.
b. Ditambahkan akuades ke dalam labu takar hingga tanda batas
kemudian labu takar tersebut ditutup dan dikocok hingga larutan
homogen.
c. Dimasukkan 15 mL asam cuka yang telah diencerkan ke dalam
erlenmeyer 100 mL, kemudian sebanyak 2-3 tetes indikator
fenophtalein ditambahkan ke dalam larutan tersebut.
d. Dicuci buret yang akan digunakan dengan akuades kemudian
dikeringkan.

e. Dimasukkan larutan standar NaOH 0,1 M yang telah distandarisasi


ke dalam buret.
f. Dititrasi larutan asam cuka encer dengan menggunakan larutan
NaOH 0,1 M dalam buret.
g. Dihentikan titrasi jika terjadi perubahan warna yang konstan dan
dicatat volume NaOH yang digunakan.
h. Dilakukan kembali titrasi sebanyak tiga kali dan dihitung volume
rata-rata yang digunakan saat titrasi.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil dan Perhitungan
1. Hasil
NO
1

Percobaan

Hasil Pengamatan

Dibuat Larutan Estndar Asam Titrasi 1


Oksalat
Untuk
NaOH

dan

Penggunaanya Vawal = 0,2 ml Merah Muda


Standarisasi Larutan
Vakhir = 5,3 ml Bening
= 5,1 ml
Tiris 2
Vawal = 5,3 ml Merah Muda
Vakhir = 10,3 ml Bening
= 5 ml
Rata-rata =

5,1 5 5,05ml
2

Ditentukan Konsentrasi Asam Titrasi 1


Asetat

dalam

Asam

Cuka Vawal = 0,2 ml Bening

Komersial
Vakhir = 8,1 ml Merah Muda

= 7,9 ml
Titrasi 2
Vawal = 8,1 ml Bening
Vakhir = 15,1 ml Merah Muda
= 7 ml
Rata-rata =

2.

7,9 7 7,45ml
2

Perhitungan
I.

Standarisasi Larutan NaOH


Konsentrasi Larutan Asam Oksalat
Massa Asam oksalat

= 1,26 gram

Mr Asam Oksalat

= 126 gram

Volume larutan asam oksalat

= 100 mL = 0,1 L

Molaritas asam oksalat

Massa asam oksalat

Mrasam oksalat

Volume larutan asam oksalat


1,26

mol
= 126
0,1L

= 0,1 mol/L
Normalitas asam oksalat

= nM
= 2ek / mol 0,1mol / L
= 0,2 ek/L

Penentuan Konsentrasi NaOH


Volume NaOH saat titrasi
Volume rata-rata asam oksalat

= 10 mL = 10-2 L

Saat titrasi

= 5,05 mL = 5,05 . 10-3 L

Normalitas asam oksalat

= 0,2 ek/L

Pada saat titik ekivalen N V asam

= N V basa

N V oksalat = N V NaOH
0,2 ekL Voksalat = N NaOH 10mL
N NaOH

=
=

0,2 ekL 5,05 10 3


10 2
1,01 10 3
10 2

= 0,101 N
II.

Penentuan Konsentrasi Asam Asetat dalam Asam Cuka


Normalitas asam asetat yang dititrasi

= Nasetat

Volume asam asetat yang dititrasi

= Vasetat = 15 mL
= 15 . 10-3 L

Volume rata-rata NaOH yang digunakan


= 10-2 L

untuk titrasi
Normalitas NaOH yang digunakan untuk
Titrasi

= 0,101 N

Pada saat titik ekivalen titrasi :


Jumlah ekivalen asam

= jumlah ekivalen basam, sehingga

N V asam

= N V basa

N asetat Vasetat

= N NaOH VNaOH

N asetat 15 10 3

= 0,101 10 2

N asetat

1,01 10 3
15 10 3

= 0,067 N
Karena asam asetat adalah asam monoprotik, maka n asam
asetat = 1 ek/mol, sehingga :
M asetat N asetat / n

= 0,067 M
Sebelum dititrasi, asam asetat telah diencerkan terlebih dahulu.
Sehingga data yang telah diperoleh dari perhitungan di atas
adalah konsentrasi asam asetat setelah diencerkan dapat
dihitung sebagai berikut :

M V sebelum pengenceran

= M V setelah pengenceran

M sebelum pengenceran

3
2
= M asetat 250 10 L / 10 L

0,067 x 250.10-3

= M Setelah Pengenceran x 10-2

M Setelah Pengenceran

0,067 x 250.10 3
10 2

= 1,675 gr
b

Konsentrasi asam asetat dinyatakan dalam persentase


adalah :
b

%CH 3 COOH

1L

100
1000mL

M asetat Mrasam asetat

1
100
1000

= 1,675 60
b

= 10,05 %

B. PEMBAHASAN
Pada percobaan kali ini kita melakukan analisis kuantitatif untuk
menentukan kadar asam asetat dalam asam cuka komersial, yang beredar
dipasaran. Dimana pada percobaan ini digunakan asam cuka botol.
Analisis yang dilakukan adalah analisis tirimetri karena kadar komposisi
ditetapkan

berdasarkan

volum

pereaksi

(konsentrasi

diketahui).

Penggunaan analisi tirimetri ini menggunakan larutan NaOH 0,1 N sebagai


larutan standarnya. Karena NaOH merupakan larutan standar sekunder ,
maka sebelum digunakan terlebih dahulu larutan NaOH tersebut

distandarisasi dengan larutan asam oksalat yang merupakan suatu standar


primer.
Berdasarkan hasil percobaan dapat diketahui bahwa telah terjadi
reaksi asam basa antara asam oksalat dan larutan standar NaOH 0,1 N dan
asam asetat dengan larutan standar

NaOH. Pada pembuatan larutan

standar asam oksalat volum NaOH adalah sebanyak 10 mL kemudian


dititrasi dengan asam oksalat dengan indikator fenophtalein sebanyak 2
tetes. Perubahan warna yang terjadi pada proses penitrasian ini adalah
berubah dari warna merah muda menjadi bening. Jangka pH pada saat
terjadi perubahan warna adalah berkisar antara 8 - 10. Perubahan warna ini
terjadi karena telah tercapainya titik ekuivalen, yaitu titik dimana jumlah
larutan standar NaOH dengan larutan asam oksalat. Volume larutan asam
oksalat yang diperlukan untuk titrasi sebanyak 5,05 mL.
Pada penentuan Konsentrasi asam asetat terjadi reaksi antara
asam lemah (CH3COOH) dengan basa kuat (NaOH). Sebelum dititrasi,
asam asetat telah diencerkan terlebih dahulu. Karena asam asetat adalah
asam monoproptik, maka n asam asetat sebesar 1 ek/mol.
Reaksi yang terjadi pada saat penitrasian adalah :
CH3COOH + NaOH

CH3COONa + H2O

Pada proses penitrasian antara asam asetat dengan larutan standar


NaOH 0,1 M terjadi perubahan warna dimana setelah ditetesi indikator
fenophtalein sebanyak 2 tetes warna yang terjadi yaitu bening menjadi
berwarna merah muda. Seperti halnya dengan titrasi di atas, perubahan
warna ini terdai pada pH dengan kisaran 8 - 10. Penyebab perubahan
warna ini karena telah terjadi pencapaian titik ekuivalen. Volume NaOH
yang diperlukan pada saat titrasi sebanyak 10 mL.
Pada penentuan konsentrasi NaOH didapat normalitas NaOH
sebesar 0,101 N, sedangkan pada penentuan konsentrasi asam asetat dalam
asan cuka didapat normalitas asetat sebesar 0,067 N nilai. Setelah itu nilai
ini digunakan untuk mencari konsentrasi asetat sebelum pengenceran maka
didapat hasil sebesar 0,25 M. Konsentrasi asam asetat yang dinyatakan

dalam persentase sebesar 10,05%.

VI.

KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat diambil setelah melakukan percobaan ini
adalah
1.

sebagai berikut :

Standarisasi larutan bertujuan untuk menetukan konsentrasi dari


larutan standar.

2.

Proses standarisasi dapat digunakan untuk menentukan kuantitas zat


terlarut

3.

dalam suatu volume larutan.

Pada penentuan konsentrasi NaOH didapatkan normalitas NaOH


sebesar 0,101 N, sedangkan pada penentuan konsentrasi asam asetat
dalam asan cuka didapat normalitas asetat sebesar 0,067 N.

4.

Didapat hasil konsentrasi asam asetat yang dinyatakan dalam


persentase sebesar 10,05 %.

5.

Analisis kuantitatif memberikan informasi mengenai berapa banyak


komposisi suatu komponen dalam sampel.

DAFTAR PUSTAKA
Brady, James E. 1999. Kimia Universitas Asas Dan Struktur. Bina Rupa Aksara.
Jakarta.
Sukmariah. 1990. Kimia Kedokteran edisi 2. Bina Rupa Aksara. Jakarta.
Syukri.1999. Kimia Dasar 2. ITB. Bandung.

Anda mungkin juga menyukai