Anda di halaman 1dari 4

Nama : Oktavantia Agiasti, S.

IP
NIM : 2M4.13335
Dosen : Setyo Pantawis, SE, MM

Analisis Kasus Persaingan antara Perusahaan Boeing dan Airbus

Latar belakang
Persaingan antara Airbus telah dicirikan oleh suatu duopoli dalam pasar pesawat jet yang
besar sejak tahun 1990an. Ini merupakan hasil dari sejumlah penggabungan dalam industri
pesawat terbang global, dengan Airbus memulai sebagai konsorsium eropa sementara Boeing
amerika menyerap dari mantan pesaing atau rival sebelumnya, McDonnell Douglas dalam
merger (penggabungan usaha) tahun 1997.
Produsen lain, seperti Lockheed Martin dan Convair di Amerika Serikat dan British
Aerospace, Dornier dan Fokker di Eropa, tidak lagi dalam posisi untuk bersaing secara efektif
dan menarik diri dari pasar ini. Dalam sepuluh tahun dari tahun 2004 sampai 2013, Airbus
telah menerima pesanan 8.933 sementara yang sudah terkirimkan 4.824, dan Boeing
menerima pesanan 8.428 dan telah mengirimkan 4.458. Persaingan sangat ketat, tiap
perusahaan secara teratur menuduh yang lain menerima bantuan secara tidak adil dari
pemerintah.

Persaingan Program
Kapasitas penumpang dan perbandingan jarak atau jangkauan. Airbus dan pesawat Boeing
memiliki jajaran produk yang luas termasuk single-aisle dan unit pesawat berbadan lebar
yang mencakup berbagai kombinasi kapasitas dan jangkauan tetapi mereka jarang bersaing
head-to-head (secara frontal/langsung). Grafik di bawah ini menunjukkan bagaimana kedua
produsen telah merespon dalam memenuhi kebutuhan pasar dengan model yang sedikit
berbeda ketika mencakup bidang yang secara umum mirip.

Persaingan Strategi :
Outsourcing
Karena banyak penerbangan di dunia yang secara keseluruhan atau sebagian adalah milik
pemerintah, keputusan pengadaan pesawat seringkali mengikuti kriteria politik di samping
untuk produk komersil. Pesawat Boeing dan Airbus berusaha untuk mengeksploitasi hal ini
dengan melakukan subkontrak produksi komponen pesawat atau rakitan untuk produsen di
negara-negara penting dan strategis dalam rangka untuk mendapatkan keuntungan kompetitif
secara keseluruhan.
Misalnya, pesawat Boeing telah memelihara hubungan jangka panjang dengan pemasok
Jepang termasuk industri besar Mitshubishi dan industri besar Kawasaki, dimana perusahaan-
perusahaan ini telah telah meningkatkan keterlibatan pada program jet pesawat Boeing
berturut-turut, sebuah proses yang membantu pesawat Boeing mencapai hampir total
dominasi pasar Jepang untuk komersial jet. Outsourcing ini diperpanjang pada 787 untuk
mengetahi sejauh mana keterlibatan pesawat Boeing sendiri berkurang menjadi sedikit lebih
dari manajemen proyek, desain, perakitan dan operasi uji, outsourcing kebanyakan dari
manufaktur yang sebenarnya di seluruh dunia. Pesawat Boeing sejak itu menyatakan bahwa
"outsourcing terlalu banyak" dan proyek pesawat terbang di masa yang akan datang akan
tergantung lebih banyak pada kemampuan rekayasa dan personil produksi sendiri.
Sebagian karena asal-usulnya sebagai sebuah perusahaan konsorsium Eropa, Airbus telah
memiliki kesempatan yang lebih sedikit untuk melakukan outsourcing di bagian-bagian
produksi yang paling penting (signifikan) diluar lingkungan Eropa sendiri. Namun, pada
tahun 2009 Airbus membuka pabrik perakitan di Tianjin, China untuk memproduksi pesawat
seri A320.

Teknologi
Airbus berusaha untuk bersaing dengan Boeing yang sudah mapan pada tahun 1970 melalui
upaya memperkenalkan teknologi canggih. Sebagai contoh, menciptakan pesawat dengan
menggunakan material yang belum pernah digunakan pesawat pada era itu, dengan fungsi
mesin terbang otomatis adalah pesawat jet komersial pertama yang memiliki awak pesawat
dua orang. Pada 1980-an Airbus adalah yang pertama memperkenalkan fly-by-wire kontrol
digital ke dalam sebuah pesawat (A320).
Dengan Airbus sekarang menjadi pesaing yang mapan untuk Boeing, kedua perusahaan
menggunakan teknologi yang canggih untuk mencari keunggulan kinerja atau performa
dalam produk mereka. Banyak perbaikan ini adalah tentang pengurangan berat dan efisiensi
bahan bakar. Misalnya, Boeing 787 Dreamliner adalah pesawat besar pertama yang
menggunakan 50% komposit dalam konstruksinya. Airbus A350 XWB sekarang sedang
dalam proses uji terbang memiliki 53% komposit.



Analisisnya:
Dilihat dari segmen pasarnya, Boeing dan Airbus hanya terbatas pada industri
penerbangan komersial. Keduanya menguasai seluruh pasar industri pesawat terbang yang
memiliki kapasitas lebih dari 100 kursi. Boeing dan Airbus berkompetisi secara global.
Pemain lain yang memproduksi pesawat berkapasitas kurang dari 100 kursi memiliki
kontribusi pangsa pasar sebesar 25 persen. Dilihat dari persaingan internal yang mengacu
pada persaingan atas pangsa pasar di dalam industri terkait, secara produk kedua perusahaan
ini selalu bersaing, masing-masing perusahaan mengeluarkan varian produk mereka yang
berorientasi kepada kapasitas daya angkut, daya jelajah dan teknologi aviation yang mereka
pergunakan. Hal tersebut merupakan sebuah peluang bagi maskapai penerbangan untuk
membeli sesuai dengan kebutuhan.
Setiap perusahaan mengembangkan konsep pengembangan pesawat dari sisi
komersial yang menjadi kelebihan dari masing-masing varian tersebut. Disamping konsep
komersil, persaingan Airbus dan Boeing juga merambah pula pada teknologi yang
dipergunakan mulai dari penggunaan jenis material, sistem pesawat dan interior. Airbus
merupakan pelopor dalam penggunaan fly by wire untuk pesawat komersial. Sementara,
Boeing masih menggunakan sistem kabel. Tidak hanya varian produk dan teknologi yang
canggih, bantuan keuangan yang cukup besar dari masing-masing pemerintah juga telah
memicu persaingan mereka.
Jika dilihat dari hambatan yang masuk pada kedua perusahaan tersebut adalah adanya
biaya pengembangan yang sangat tinggi, high development cost and the experience-based
advantage of the incumbents dan maskapai penerbangan yang lebih memilih membeli
pesawat dari satu perusahaan manufaktur. Sedangkan dilihat dari ancaman produk subtitusi,
perusahaan yang memproduksi pesawat-pesawat berukuran kecil dapat mengurangi
permintaan akan pesawat yang diproduksi oleh Boeing dan Airbus. Keberadaan alternatif
transportasi yang lain juga dapat menggantikan alat transportasi udara, misalnya kereta
berkecepatan tinggi.
Dilihat dari kekuatan suppliers-nya, Boeing dan Airbus tidak memiliki suatu unit
ataupun divisi tersendiri dalam memproduksi mesin jet. Sehingga, untuk Spare part,
perusahaan penerbangan langsung bernegosiasi dengan pemasok/supplier. Dan keduanya
memiliki serikat pekerja yang mempunyai kekuatan yang signifkan. Terakhir, dilihat dari
kekuatan pembelinya Boeing dan Airbus memiliki 2 kelompok pembeli yaitu dari maskapai
penerbangan dan dari perusahaan pembiayaan. Setiap pemesanan dari dua kelompok pembeli
tersebut dapat memberikan kontribusi terhadap pendapatan perusahaan hingga 15% dari
pendapatan setiap tahunnya.
Dampak dari perseteruan antara Boeing dan Airbus ini akan semakin mempersulit
posisi kedua perusahaan itu di mata pemasok maupun pembeli. Hal lain, apabila muncul
keputusan bahwa semua subsidi dari pemerintah ini harus dihentikan, maka jelas harga
pesawat akan semakin mahal dan ini mengganggu posisi keuangan perusahaan penerbangan.
Dan siapa pemenang diantara keduanya masih bisa dilihat dalam beberapa tahun ke depan
karena mereka (Boeing dan Airbus) telah sama-sama punya pendukung. Kalau Boeing punya
pembeli besar dari Jepang, berikutnya ditambah dari Vietnam, Airbus mengklaim telah
mendapatkan minat dari maskapai Aer Lingus dari Irlandia, juga Korean Air Lines, dan Qatar
Airways.

Anda mungkin juga menyukai