Anda di halaman 1dari 16

1

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. Supardi
Umur : 52 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jatipuro, Karanganyar
Agama : Islam
Status perkawinan : Kawin
No. RM : 261XXX
Tanggal masuk RSMS : 23 Juni 2014
Tanggal operasi : 25 Juni 2014

B. ANAMNESIS
1. Keluhan utama :
Sakit saat pipis disertai darah
2. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang pertama kali di RSUD Sukoharjo dengan keluhan sakit
saat pipis dan mengeluarkan darah sejak dua hari yang lalu. Pasien juga
mengeluh terdapat benjolan di atas pubis sebelah kiri yang hilang timbul
sejak 2 tahun yang lalu. Ketika benjolan itu keluar pasien mengeluh nyeri
dan demam keringat dingin. Benjolan keluar ketika mengangkat barang
berat dan hilang ketika duduk dan berbaring.
3. Riwayat penyakit dahulu.
o Riwayat penyakit darah tinggi : diakui
o Riwayat penyakit DM : disangkal
o Riwayat penyakit alergi : disangkal
o Riwayat penyakit asma : disangkal
o Riwayat operasi sebelumnya : disangkal
4. Riwayat penyakit keluarga :
o Riwayat penyakit darah tinggi : disangkal


2

o Riwayat penyakit DM : disangkal
o Riwayat penyakit alergi : disangkal
o Riwayat penyakit asma : disangkal
o Riwayat penyakit jantung : disangkal
5. anamnesis sistem:
o sistem serebrospinal : tidak ada keluhan
o sistem respirasi : batuk, pilek, dan sesak nafas
disangkal
o sistem cardiovaskuler : nyeri dada disangkal
o sistem digestivus : mual,muntah disangkal, BAB
lancar
o Sistem urogenital : BAK sakit disertai darah
o Sistem musculoskeletal : tidak ada keluhan
o Sistem integumentum : hangat


C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
Keadaan Umum : baik
Kesadaran : Compos Mentis
2. Vital Sign
Tekanan darah : 160/100 mmHg
Respirasi : 20 kali/menit
Nadi : 72x /menit
Suhu : 36,6
0
C
3. Keadaan Umum
Kepala : Mesochepal,
Simestris,
Tumor (-)
Mata : Konjungtiva anemis -/-,
Sklera tidak ikterik,


3

Reflek cahaya +/+,
Pupil isokor, (/) 3 mm
Hidung : Discharge (-)
Epistaksis (-),
Septum (-)
Mulut : Lidah kotor (-)
Bibir kering (-),
Hiperemis (-),
Pembesaran tonsil (-),
Gigi : Gigi palsu (-)
Telinga : Discharge (-), tidak ada kelainan bentuk
Leher : Retraksi suprasternal (-),
Deviasi trakea (-),
Peningkatan JVP (-),
Peningkatan kelenjar getah bening (-)
Thorax
Paru : Inspeksi : simestris kanan-kiri
Ketinggalan gerakan (-)
Palasi : ketinggalan geakan (-/-)
Femitus (nomal/nomal)
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+)
Suara tambahan Wheezing (-/-),
Ronkhi (-/-)

Jantung : Inspeksi : iktus cordis tidak tampak
Palpasi : iktus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I-II regular,
Bising jantung (-)



4

Ekstremitas
Oedem (-), akral hangat
D. Hasil laboratorium klinik
Pemeriksaan Nilai Nilai rujukan
Leukosit 8,7 3,8-10,6
Eritrosit 4,8 L : 4,4-5,9
Hemoglobin 14,4 g/dl L : 13,2-17,3
Trombosit 351 150-450
Golongan Darah 0
GDS 95 mg/dl 70-120
Hematokrit 40% L : 40-52
Hbs Ag (-)
E. Diagnosis :
Orchitis (S), Varicocele (S), HIL (S), Hipertensi

F. Terapi
Pasien ini dilakukan laparotomi dan orchidectomi menggunakan spinal
anestesi.

G. Kesimpulan
Berdasarkan status fisik pasien praanastesi, pasien tersebut
diklasifikasikan dalam status fisik ASA 2. Operasi laparotomi dan
orchidectomi dengan regional anastesi

H. Durante Operasi
1. Jenis anastesi : regional anastesi
2. Teknik anastesi : spinal anastesi
3. obat anastesi : Lidodex 100mg, Fentanyl 0,05 mg, Catapres
0,15mg
4. Premedikasi : Ketorolac 30mg, ondansetron 4mg
5. Maintenance : O
2



5

6. Resusitasi cairan : RL
a. Penggati puasa dengan BB pasien 60 kg :
= 2cc x BB/jam
= 2cc x 60
= 120cc/jam
=720 cc untuk 6jam
b. Peri Operasi
Operasi besar :
= 8cc/kgBB x 60 = 480cc
Jumlah cairan maintenance 360cc
c. Stress Operasi :
= 2cc x 60 kg
= 120cc
d. Kronologi jalannya operasi :
1. Pasien masuk ke ruang OK, diposisikan di atas meja operasi, di
ukur kembali tekanan darah nadi dan saturasi.
TD : 166/105 mmHg, N : 70 x/menit, Saturasi O
2
: 99%
2. Pasien diminta untuk duduk dan membungkuk agar tulang
belakang lebih menonjol. Dilakukan tindakan aseptik pada
daerah yang akan diinjeksi. Di lakukan spinal anastesi
menggunakan jarum spinal ukuran 25 G dalam ruang sub
arachnoid di daerah antara vertebra L3-L4, setelah cairan LCS
tampak keluar melalui jarum, maka diinjeksikan Lidodex dan
Fentanyl. Setelah jarum dicabut, bekas injeksi ditutup dengan
plester, kemudian pasien diminta untuk tidur terlentang di atas
meja operasi dengan kepala di atas bantal. Setelah pasien tidak
memberikan respon sensorik maupun motorik, maka tindakan
operasi dilakukan.
3. Untuk mempertahankan oksigenasi diberikan oksigen 2
liter/menit. Selama tindakan anastesi berlangsung, tekanan
darah dan nadi diawasi tiap 5 menit. Tekanan darah yang


6

awalnya tinggi bengangsur-angsur turun setelah operasi
berjalan 45 menit tekanan darah relative stabil di angka 110/70
sampai operasi selesai. Nadi berada dikisaran 60-80x/menit
dengan saturasi oksigen di 98%-100%. Selama operasi
berlangsung, terjadi pendarahan yang tidak terlalu masif
4. Jika perdarahan periopertif < 10 %, tidak perlu dilakukan
transfusi
5. Pasien diinjeksikan ketorolac 30 mg pada tahap akhir operasi
6. Operasi berjalan menit

e. Post Operasi
Selesai operasi pasien dipindahkan ke ruang Recovery, dipantau
tekanan darah dan nadi.
Jika skor Bromage > 3 (pasien stabil) dipindahkan ke bangsal
















TINJAUAN PUSTAKA


7


A. Anastesi Regional
1. Definisi
Anestesi regional adalah anestesi lokal dengan menyuntikan
obat anestesi disekitar syaraf sehingga area yang di syarafi teranestesi.
Anestesi regional dibagi menjadi epidural, spinal dan kombinasi spinal
epidural, spinal anestesi adalah suntikan obat anestesi kedalam ruang
subarahnoid. Epidural di lakukan suntikan kedalam ekstradural.
2. Klasifikasi
Klafikasi Regional Anesthesi
a. Infiltrasi local : Injeksi obat anestesi lokal langsung ke
tempat lesi, luka atau insisi.
b. Neroaxial Block : Spinal dan Epidural
c. Field Block : Membentuk dinding analgesi di sekitar
lapangan operasi
d. Surface Analgesia : Obat dioleskan atau disemprotkan
(Misalnya: EMLA, Chlor ethyl)
e. Intravenous Regional Anesthesia : Injeksi obat anestesi lokal
intravena ke ekstremitas atas / bawah lalu dilakukan isolasi bagian
tersebut dengan torniquet (BIER BLOCK)
3. Anastesi Spinal
1. Definisi
Anastesi spinal (intratekal) didapatkan dengan
menyuntikkan obat anastesi lokal secara langsung ke dalam cairan
serebrospinal di dalam ruang subaraknoid. Jarum spinal hanya
dapat diinsersikan di antara bawah vertebra lumbal 2 sampai di atas
vertebra sacralis 1 ; batas atas ini dikarenakan adanya ujung
medula spinalis dan batas bawah dikarenakan penyatuan vertebra
sakralis yang tidak memungkinkan dilakukan insersi. Anastesi
lokal biasanya diberikan dengan bolus tunggal.


8

Derajat anestesi yang dicapai tergantung dari tinggi rendah
lokasi penyuntikan, untuk mendapatkan blockade sensoris yang
luas, obat harus berdifusi ke atas, dan hal ini tergantung banyak
faktor antara lain posisi pasien selama dan setelah penyuntikan,
barisitas dan berat jenis obat.
2. Dermatom
Ketinggian dermatom anastesi regional sesuai pembedahan
a. Tungkai bawah : Thorak 12
b. Pelvis : Thorak 10
c. Uterus-Vagina : Thorak 10
d. Prostat : Thorak 10
e. Hernia : Thorak 4
f. Intra abdomen : Thorak 4
3. Pemberian Obat
a. Lokasi pemberian obat pada subarachnoid (L2-L3 atau L3-L4)
b. Efek obat cukup cepat
c. Durasi 4 jam
d. Volume : 2,5 ml
e. Secara teknis lebih mudah
f. Blok sensoris kuat
g. Jarum spinocan 25 G
h. Obat yang digunakan sebagai anastesi adalah Lidodex dan
Fentanyl
4. Indikasi Anastesi Spinal
a. Operasi ektrimitas bawah, meliputi jaringan lemak, pembuluh
darah dan tulang.
b. Operasi daerah perineum termasuk anal, rectum bawah dan
dindingnya atau pembedahan saluran kemih.
c. Operasi abdomen bagian bawah dan dindingnya atau operasi
peritoneal.
d. Operasi obstetrik vaginal deliveri dan section caesaria.


9

e. Diagnosa dan terapi
5. Kontra Indikasi
a. Absolut
1) Pasien menolak
2) Infeksi pada tempat suntikan
3) Hipovolemia berat, syok
4) Koagulapati atau mendapat terapi antikagulan
5) Tekanan intrakranial meninggi
6) Fasilitas resusitasi minim
7) Kurang pengalaman/ tanpa didampingi konsultan
anesthesia.
b. Relatif
1) Infeksi sisitemik (sepsis, bakteremi)
2) Infeksi sekitar suntikan
3) Kelainan neurologis
4) Kelainan psikis
5) Bedah lama
6) Penyakit jantung
7) Hipovolemia ringan
8) Nyeri punggung kronis
6. Komplikasi Pada Analgesia Spinal
a. Hipotensi
Hipotensi disebabkan sympathectomy temporer,
komponen blokade midthoracic yang tidak dapat dihindari dan
tidak diinginkan. Berkurangnya venous return (peningkatan
kapasitas vena dan pengumpulan volume darah dari kaki) dan
penurunan afterload (penurunan resistensi pembuluh darah
sistemik) menurunkan maternal mean arterial pressure (MAP),
menimbulkan nausea, kepala terasa melayang dan dysphoria.
Insidensi hipotensi (tekanan sistolik turun di bawah 100
mmHg, atau penurunannya lebih dari 30 mmHg dari pada


10

sebelum induksi) dapat mencapai 80%. Pada 90% pasien yang
mengalami kompresi parsial tidak menunjukkan gejala
hipotensi. Keadaan ini disebabkanoleh mekanisme kompensasi
dengan kenaikan venokonstriktor neurogenik. Sedangkan 10%
sisanya dapat menderita hipotensi berat (tekanan sistolik bisa
sampai 70 mmHg); dan hampir 75% mengalami gangguan
darah balik, sehingga curah jantung berkurang sampai 50%.
b. Blokade Spinal Total
Blokade spinal total dengan paralisis respirasi dapat
mempersulit analgesia spinal. Paling sering, blokade spinal
total merupakan akibat pemberian dosis agen analgesia jauh
melebihi toleransi. Hipotensi dan apnoe cepat timbul dan harus
segera diatasi untuk mencegah henti jantung. Pada wanita tidak
melahirkan uterus dipindahkan ke lateral untuk mengurangi
kompresi aortakaval. Ventilasi yang efektif diberikan melaului
tuba trackhea kalau mungkin, untuk melindungi aspirasi. Kalau
wanita tersebut hipotensif, cairan intravena diberikan dan
efedrin mungkin membantu untuk meninggikan curah jantung.
Peninggian tungkai akan meningkatkan aliran balik vena dan
membantu memulihkan hipotensi harus disediakan persiapan
untuk resusitasi jantung kalau terjadi henti jantung.
c. Kecemasan dan Rasa Sakit
Setiap orang yang ada diruang operasi harus selalu ingat
bahwa yang berada dibawah analgesia regional tetap sadar.
Harus hati-hati sekali berbicara dan melakukan aktivitas yang
berkaitan dengan pembedahan atau operasi, sehingga orang
tersebut tidak menginterpretasikan ucapan atau tindakan
tindakan tersebut sebagai indikaasi bahwa ia, atau
kesejahteraan kurang diperhatikan. Orang tersebut biasanya
menyadari setiap manipulasi bedah yang dilakukan dan
menerima setiap perasat sebagai perasaan yang tertekan. Ia


11

merasa tidak enak terhadap manipulasi-manipulasi diatas
blokade spinal total sering kali, derajat penghilang rasa nyeri
dari analgesia spinal tidak adekuat. Dalam keadaan ini, langkah
penghilang rasa nyeri yang dapat diberikan sebelum tindakan
dengan memberikan 50 sampai 70 persen nitrogen oksida
dengan oksigen. Segera untuk memberikan analgesia yang
efektif. Morfin, meperidin, atau fentanil yang diberikan secara
intravena paada waktu ini sering memberikan analgesia dan
euforia yang bagus sekali saat operasi selesai.
d. Sakit Kepala (Pasca pungsi)
Kebocoran cairan serebrospinal dari tempat pungsi
meninges dianggap merupakan faktor utama timbulnya sakit
kepala. Kiranya, kalau duduk atau berdiri volume cairan
serebrospinal yang berkurang tersebut menimbulkan tarikan
pada struktur-struktur sistem saraf pusat yang sensitif rasa
nyeri. Kemungkinan komplikasi yang tidak menyenangkan ini
dapat dikurangi dengan menggunakan jarum spinal ukuran
kecil dan menghindari banyak tusukan pada meninges.
Membaringkan wanita tersebut datar pada punggungnya selama
beberapa jam, telah dianjurkan untuk mencegah nyeri kepala
pascaspinal, tetapi tidak ada bukti yang baik bahwa prosedur
ini sangat efektif. Hidarasi yang banyak telah dikalim
bermanfaat, tertapi tidak ada bukti penggunaan yang
mendukung. Pemakaian blood patch cukup efektif. Beberapa
mL darah tanpa antikoagulan disuntikan secara epidural
ditempat pungsi dural tersebut. Salin yang disuntikan serupa
dalam volume yang lebih besar juga telah diklaim
menghilangkan sakit kepala penyokong abdomen dapat
dikurang dengan cara menggunakan jarum spinal ukuran kecil,
korset atau ikat perut tampaknya menghasilkan mengurangi
sakit kepala, tetap berbaring selama 24 jam pascaoperasi, dan


12

nyeri kepala tersebut membaik jelas pada hari ketiga dan
menghilang pada hari kelima.
e. Disfungsi Kandung Kencing
Dengan analgesia spinal, sensasi kandung kencing
mungkin dilumpuhkan dan pengosongan kandung kencing
terganggu selama beberapa jam setelah persalinan. Akibatnya,
distensi kandung kencing sering merupakan komplikasi masa
nifas, terutama kalau telah dan masih diberikan volume cairan
intravena yang banyak. Kombinasi dari (1) infus seliter atau
lebih cairan, (2) blokade saraf dari analgesia epidural atau
spinal, (3) efek antidiuretik oksitosin yang diinfuskan setelah
lahir dan kemudian dihentikan, (4) rasa sakit akibat episiotomi
yang besar, (5) kegagalan menemukan distensi kandung
kencing pada wanita tersebut secepatnya, dan (6) kegagalan
menghilangkan distensi kandung kencing dengan cepat dengan
kateterisasi, sangat mungkin mengakibatkan disfungsi kandung
kencing yang cukup menyulitkan dan infeksi kandung kencing.
f. Hipertensi
Secara berlawanan, hipertensi yang ditimbulkan oleh
ergonovin (Ergotrate) atau metilergonovin (Methergin) yang
disuntikan setelah persalinan, sangat sering terjadi pada wanita
yang telah menerima blok spinal atau epidural.
g. Arakhnoiditis dan Meningitis
Tidak ada lagi ampul anestesika lokal yang disimpan
dalam alkohol, formalin, pengawet atau pelarut lain yang
sangat toksik. Jarum dan kateter sekarang jarang dibersihkan
secara kimiwai sehingga dapat digunakan kembali. Sebagai
gantinya, digunkan perlengkapan sekali pakai, dan praktek
sekarang ini, ditambah dengan teknik aseptik yang ketat, jarang
sekali terjadi meningitis dan arakhnoiditis.
7. Bromage Skore


13

Skor Kriteria
1. Tidak mampu menggerakan tungkai dan kaki (blokade
penuh)
2. Hanya mampu menggerakkan kaki saja
3. Hanya mampu menggerakkan tungkai saja
4. Fleksi penuh tungkai (ada tanda-tanda kelemahan pada
pangkal paha dalam kondisi supine)
5. Tidak ada tanda-tanda kelemahan pada pangkal paha
dalam kondisi supine
6. Mampu menggerakkan tungkai
Keterangan : pasien dapat dipindahkan ke bangsal jika skor
bromage 3
B. Farmakologi Obat Anastesi
1. Lidodex
a) Lidodex injeksi, tiap ml mengandung Lidokain Hidroklorida 50mg,
merupakan larutan hiperbarik LIdokain HCl dalam glukosa 5%
b) Indikasi :
Lidodex diindikasikan untuk anastesi subarachnoid (spinal).
Dextrose ditambahkan untuk membuat larutan lebih hiperbarik
(lebih berat dari LCS). Anastesi local akan menimbulkan efek di
atas atau di bawah daerah suntikan, tergantung posisi pasien pada
saat dan sesaat setelah penyuntikan
c) Dosis :
Operasi obstetric dengan spinal anastesi : 50 mg. Sectio Caesarea :
75mg. Pembedahan abdomen dengan spinal anastesi 75-100mg.
2. Fentanyl
1) Indikasi : anastesi dan analgesia
2) Dosis : induksi anastesi, 100 200 ug/kg BB intreavena
suplemen analgesia, 1 2 ug/kg BB intravena.




14

3. Catapres
Berisi clonidine HCl. Diindikasikan untuk pasien dengan hipertensi
sebagai terapi adjuvant. KI: sindroma sick sinus, AV Block derajat 2
atau 3. ES: mulut kering, sedasi, dan rasa lelah.
4. Ketorolac
a. Indikasi
Ketorolac diindikasikan untuk penatalaksanaan jangka pendek
terhadap nyeri akut sedang sampai berat setelah prosedur bedah.
Durasi total ketorolac tidak boleh lebih dari lima hari. Ketorolac
secara parenteral dianjurkan diberikan segera setelah operasi.
Ketorolsc tidak di anjurkan untuk digunakan sebagai obat prabedah
obstetric karena mempunayai efek menghambat biosintesis
prostaglandin atau kontraksi rahim dan sirkulasi fetus.
b. Dosis
Dosis awal ketorolac yang dianjurkan adalah 10 mg diikuti dengan
10-30 mg tiap 4-6 jam bila diperluukan. harus diberikan dosis
efektif terendah. Dosis harian total tidak boleh lebih dari 90 mg.
c. Efek samping
Efek samping ke saluran cerna berupa diare, dyspepsia, nyeri
gastrointestinal, nausea. Efek samping pada susunan saraf pusat
berupa sakit kepala, pusing, mengantuk dan berkeringat.
5. Ondansetron
a. Indikasi
1) Untuk untuk menangani mual dan muntah yang diinduksi oleh
obat kemoterapi dan radioterapi sitotoksik.
2) Pencegahan mual dan muntah pasca operasi.
b. Dosis
Untuk pencegahan mual dan muntah dapat diberikan
4 mg IV sebagai dosis tunggal




15

c. Efek samping
Efek samping Ondansetron yang relatif sering ditemukan adalah
sakit kepala, pusing dan susah buang air besar.






























16

DAFTAR PUSTAKA

1. Mangku G & Senaphati TGA, 2010. Ilmu Anastesia dan Reanimasi. Indeks
Permata Puri Media. Jakarta.
2. Soenarjo, Marwoto, Witjaksono, Santoto H, Budiono U, Lian A, et al, 2010.
Anastesiologi. Fakultas Kedokteran Undip. Semarang.
3. Brenck F, Hartmann B, Katzer C, Obaid R, Bruggmann D, Benson M, et al.
2009. Hypotension After Spinal Anasthesia For Cesarean Section:
Identification Of Risk Factor Using An Anasthesia Information Management
System. Jour of Clin Monitoring & Computing. 23 :85-92

Anda mungkin juga menyukai