I. Gonore Definisi: Gonore merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Neisseria gonorrhoeae yang bersifat purulen dan dapat menyerang permukaan mukosa manapun di tubuh manusia (wanita : endoserviks dan kelenjar bartholine, sedangkan pada pria : pada membrane mukosa uretra ). Sinonim : kencing nanah, urethritis spesifik Epidemiologi: Istilah gonore pertama kali digunakan oleh Galen di Yunani pada abad ke dua, yang mengandung arti "benih yang mengalir. Gonore dapat ditemukan di seluruh dunia, mengenai pria dan wanita pada semua usia terutama kelompok dewasa muda dengan aktifitas seksual tinggi. Gonore umunmya ditularkan melalui hubungan seks baik secara genito-genital, oro- genital dan ano-genital. Di samping itu penularan juga dapat terjadi secara manual melalui alat- alat pakaian, handuk, termometer serta penularan dari ibu kepada bayi saat melalui jalan lahir yang manifestasinya dapat benrpa infeksi pada mata yang dikenal dengan blenorrhea. Penularan dari pria kepada wanita lebih sering karena adanya retensi ejakulat yang terinfeksi di dalam vagina. Pada pria umumnya menyebabkan uretritis akut sementara pada wanita menyebabkan servisitis yang biasanya asimptomatis. Faktor risiko untuk infeksi Neisseria gonorrhoeae antara lain: status sosial ekonomi yang rendah, aktivitas seksual yang dini, hidup serumah tanpa ikatan perkawinan, homoseksual, heteroseksual, biseksual, adanya riwayat infeksi Neisseria gonorrhoeaea sebelumnya, pengobatan gonore dengan antibiotik yang tidak adekuat dan seks bebas. Berikut gambaran prevalensi Wanita pekerja seksual langsung dikota tertentu tahun 2003-2007
Di Indonesia, dari data rumah sakit yang beragam seperti RSU Mataram pada tahun 1989 dilaporkan gonore yang sangat tinggi yaitu sebesar 52,87% dari seluruh penderita IMS. Sedangkan pada RS Dr.Pirngadi Medan ditemukan 16% dari sebanyak 326 penderita IMS.
2 Etiologi dan morfologi :
Gonore disebabkan oleh gonokokus yang ditemukan oleh Neisser pada tahun 1879. Kuman ini masuk dalam kelompok Neisseria sebagai N.gonorrhoeae bersama dengan 3 spesies lainnya yaitu, N.meningitidis, N.catarrhalis dan N.pharyngis sicca.Gonokok termasuk golongan diplokokus berbentuk biji kopi dengan lebar 0,8 u dan pajang 1,6u. Kuman ini bersifat tahan asam, gram negatif, dan dapat ditemui baik di dalam maupun di luar leukosit. Kuman ini tidak dapat bertahan hidup pada suhu 39 derajat Celcius, pada keadaan kering dan tidak tahan terhadap zat disinfektan. Gonokok terdiri atas 4 tipe yaitu tipe 1, tipe 2, tipe 3 dan tipe 4. Namun, hanya gonokok tipe 1 dan tipe 2 yang bersifat virulen karena memiliki pili yang membantunya untuk melekat pada mukosa epitel terutama yang bertipe kuboidal atau lapis gepeng yang belum matur dan menimbulkan peradangan.
Gejala klinis: Masa tunas gonore sangat singkat yaitu sekitar 2 hingga 5 hari pada pria. Sedangkan pada wanita, masa tunas sulit ditentukan akibat adanya kecenderungan untuk bersifat asimptomatis pada wanita. Keluhan subjektif yang paling sering timbul adalah rasa gatal, disuria, polakisuria, keluar duh tubuh mukopurulen dari ujung uretra yang kadang-kadang dapat disertai darah dan rasa nyeri pada saat ereksi. Pada pemeriksaan orifisium uretra eksternum tampak kemerahan, edema, ekstropion dan pasien merasa panas. Pada beberapa kasus didapati pula pembesaran kelenjar getah bening inguinal unilateral maupun bilateral. Gambaran klinis dan perjalanan penyakit pada wanita berbeda dari pria. Pada wanita, gejala subjektif jarang ditemukan dan hampir tidak pernah didapati kelainan objektif. Adapun gejala yang mungkin dikeluhkan oleh penderita wanita adalah rasa nyeri pada panggul bawah yang diakibatkan dari menjalarnya infeksi ke endometrium, tuba fallopi, ovarium dan peritoneu dan dapat ditemukan serviks yang memerah dengan erosi dan sekret mukopurulen. 3
Pemeriksaan: - Pemeriksaan Gram dengan menggunakan sediaan langsung dari duh uretra memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi terutama pada duh uretra pria, sedangkan duh endoserviks memiliki sensitivitas yang tidak begitu tinggi. Pemeriksaan ini akan menunjukkan N.gonorrhoeae yang merupakan bakteri gram negatif dan dapat ditemukan baik di dalam maupun luar sel leukosit. Kultur untuk bakteri N.gonorrhoeae umumnya dilakukan pada media pertumbuhan Thayer-Martin yang mengandung vankomisin untuk menekan pertumbuhan kuman gram positif dan kolimestat untuk menekan pertumbuhan bakteri negatif-gram dan nistatin untuk menekan pertumbuhan jamur. Pemeriksaan kultur ini merupakan pemeriksaan dengan sensitivitas dan spesifisitas yang tinggi, sehingga sangat dianjurkan dilakukan terutama pada pasien wanita.
Tes defenitif: dimana pada tes oksidasi akan ditemukan semua Neisseria akan mengoksidasi dan mengubah warna koloni yang semula bening menjadi merah muda hingga merah lembayung. Sedangkan dengan tes fermentasi dapat dibedakan N.gonorrhoeae yang hanya dapat meragikan glukosa saja. Tes beta-laktamase: tes ini menggunakan cefinase TM disc dan akan tampak perubahan warna koloni dari kuning menjadi merah. Tes Thomson: tes ini dilakukan dengan menampung urine setelah bangun pagi ke dalam 2 gelas dan tidak boleh menahan kencing dari gelas pertama ke gelas kedua. Hasil dinyatakan positif jika gelas pertama tampak keruh sedangkan gelas kedua tampak jernih. Komplikasi Komplikasi gonore sangat erat hubungannya dengan susunan anatomi dan faal genitalia (Daili, 2009). Komplikasi lokal pada pria dapat berupa tisonitis, parauretritis, littritis, dan cowperitis. Selain itu dapat pula terjadi prostatitis, vesikulitis, funikulitis, epididimitis yang dapat menimbulkan infertilitas. Sementara pada wanita dapat terjadi servisitis gonore yang dapat menimbulkan komplikasi salpingitis ataupun penyakit radang panggul dan radang tuba yang dapat mengakibatkan infertilitas atau kehamilan ektopik. Dapat pula terjadi komplikasi 4 diseminata seperti artritis, miokarditis, endokarditis, perikarditis, meningitis dan dermatitis. Infeksi gonore pada mata dapat menyebabkan konjungtivitis hingga kebutaan (Behrman, 2009 ).
Daftar pustaka ; Behrman, A.J. & Shoff, W.H., 2009. Gonorrhea, University of Pennsylvania. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/782913-overview [accessed 13 April 2010]. Daili, S.F., 2007. Tinjauan penyakit menular seksual (PMS). In: Djuanda, A,. Hamzah, M., and Aisah, S., Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 5 th ed. Jakarta : Balai Penerbitan FKUI, 363-365.
5 II. Sifilis
Definisi Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh Treponema pallidum , yang merupakan penyakit kronis dan bersifat sistemik . selama perjalanan penyulit ini dapat menyerang seluruh organ tubuh. Sifilis adalah penyakit menular seksual (PMS) yang bersifat kronis merupakan penyakit yang berbahaya karena dapat menyerang seluruh organ tubuh termasuk sistem peredaran darah, syaraf dan dapat ditularkan oleh ibu hamil kepada bayi yang dikandungnya, sehingga menyebabkan kelainan bawaan pada bayi tersebut. Sinonim : Raja Singa. Etiologi Penyebab sifilis adalah treponema pallidium, yang ditularkan ketika hubungan seksual dengan cara kontak langsung dari luka yang mengandung treponema. Treponema dapat melewati selaput lendir yang normal atau luka pada kulit. 10-90 hari sesudah treponema memasuki tubuh, terjadilah luka pada kulitprimer (chancre atau ulkus durum). Chancre ini kelihatan selama 1-5 minggu dan kemudian sembuh secara spontan. Tes serologik untuk sifilis biasanya nonreaktif pada waktu mulai timbulnya chancre, tetapi kemudian menjadi reaktif sesudah 1-4 minggu. 2-6 minggu sesudah tampak luka primer, maka dengan penyebaran treponema pallidium diseluruh badan melalui jalan darah, timbulah erupsi kulit sebagai gejala sifilis sekunder.
Erupsi pada kulit dapat terjadi spontandalam waktu 2-6 minggu. Pada daerah anogenital ditemukan kondilomata lata. Tes serologik hampir seluruh positif selama fase sekunder ini, sesudah fase sekunder, dapat terjadi sifilis laten yang dapat berlangsung seumur hidup, atau dapat menjadi sifilis tersier. Pada sepertiga kasus yang tidak diobati, tampak manifestasi yang nyata dari sifilis tersier.
Gambaran klinis 1) Sifilis primer Chancre atau ulkus durum kelihatan pada tempat masuknya kuman, 10-90 hari setelah terjadinya infeksi. Chancre berupa papula atau ulkus dengan pinggir-pinggri yang meninggi, padat, dan tidak sakit. Luka tersebut paa alat genital biasanya terdapat vulva dan terutama pada labia, tetapi bisa juga pada serviks. Luka primer kadang- kadang terjadi pada selaput lendir atau kulit ditempat lain (hidung, dada, perineum, dan lain-lain), dan pemeriksaan medan gelap (dark-field) perlu dilakukan usaha untuk menemukan treponema pallidium disemua luka yang dicurigai. Tes serologik harus dibuat setiap minggu selama enam minggu.
2) Sifilis sekunder Gejala pada kulit timbul kira-kira 2 minggu 6 bulan (rata-rata 6 minggu) setelah hilangnya luka primer. Kelainan yang khas pada kulit bersifat makulopapiler, folikuler, atau postuler. Karakteristik adalah alopesia rambut kepala yang tidak rata (month eaten) pada daerah oksipital. Alis mata dapat menghilang pada sepertiga bagian lateral. Papula yang basah dapat dilihat pada daerah anogenital dan pada mulut. Papula ini dekenal dengan nama kondilomata lata, dan mempunyai arti diagnostik untuk penyakit ini. Kondilomata lata agak meninggi, berbentuk budar, 6 pinggirnya basah dan ditutup oleh eksudat yang berwarna kelabu. Treponema pallidium dapat dijumpai pada luka ini dan tes srologik biasanya positif. Limfadeno patia adalah tanda penting, kadang-kadang splenomegali dijumpai juga. Aspirasi dengan jarum dari kelenjer limfe yang bengkak pada biasanya menemukan cairan yang mengandung treponema pallidium yang dapat dilihat pada pemeriksaan lapangan gelap.
3) Sifilis laten Tidak mempunyai tanda-tanda atau gejala klinis. Tanda positif hanya serum yang reaktif, dan kadang-kadang cairan spinal juga reaktif. Jika fase laten berlangsung sampai 4 tahun, maka penyakit ini tidak menular lagi, kecuali pada janin yang dikandung wanita yang berpenyakit sifilis.
4) Sifilis tersier Kadang pada vulva ditemukan gumma. Disini ada kecendrungan bagi gumma untuk menjadi ulkus nekrosis dan indurasi pada pinggirnya.
5) Sifilis dan kehamilan Paling sedikit dua sepertiga dari wanita hamil dengan sifilis berumur 20-30 tahun. Efek sifilis pada kehamilan dan janin terutama tergantung pada lamanya infeksi terjadi, dan pada pengobatannya. Jika penderita diobati dengan baik, ia akan melahirkan bayi yang sehat. Jika ia tidak diobati, ia akan mengalami abortus, atau aborataus prematurus dengan meninggal atau dengan tanda-tanda kongenital.
Apabila infeksi dengan sifilis terjadi pada hamil tua, maka plasenta memberikan perlindungan terhadap janin dan bayi dapat dilahirkan sehat. Apabila infeksi terjadi sebelum plasenta terbentuk dan dilakukan pengobatan segera, infeksi pada janin mungkin dapat dicegah. Pada tiap pemeriksaan antenatal perlu dilakukan tes serologik terhadap sifilis.
7
PENGARUH SI FI LIS
Terhadap kehamilan: 1. Infeksi pada janin terjadi setelah minggu ke-16 kehamilan, dimana Treponema telah dapat menembus barier plasenta.
2. Akibatnya: kelahiran mati dan partus Prematurus.
3. Bayi lahir dengan lues kongenital: Pemfigus sifilitus, dekskuamanasi telapak tangan-kaki serta kelainan mulut dan gigi.
4. Bila ibu menderita baru 2 bulan terakhir tidak akan terjadi lues kongenital. Terhadap janin dan neonatus
Dahulu, sifilis merupakan penyebab dari 1/3 kasus lahir mati. Sifilis sekarang memiliki peran yang kecil tetapi presisten dalam kematian janin. Spiroketa mudah menembus placenta dan dapat menyebabkan infeksi congenital karna adanya imuno- inkompetensi relative sebelum 18 minggu, janin biasanya tidak memperlihatklan gejala kllinis jika terinfeksi sebelum kurun ini. frekunsi sifilis congenital bervariasi sesuai stadim damn durasi infeksi pada ibu.. insidensi tertinggi adalah pada neonatus yang lahir dari ibu dengan sifilis dini ( primer, sekunder, atau laten dini insidensi terendak pada penyakit laten lanjut ) penting di ketahui bahwa stadim sifilis pada ibu dapat menyebabkan infeksi pada janin. Infeksi sifilis congenital di bagi menjadi stadium dini yang bermanisvestasi pada masa neonatus, dan penyakit stadim lanjut yang bermanivestasi pada remaja.
Anjuran terapi untuk wanita hamil dengan sifilis kategori Terapi : - sifilis dini - sifilis dengan durasi lebih dari 1 tahun - neoroafilis
Penicillin G benzatin, 2,4 juta unit intramuskulus sebagai suntikan tunggal, sebagian menganjurkan dosis kedua 1 minggu kemudian Penicillin G benzatin, 2,4 juta unit intramuskulus setipa minggu untuk 3 dosis Penicillin G kristal cair, 3-4 juta unit intravena setipa 4 jam selama 10-14 hari. Penicillin prokain cair, 2,4 juta unit intramuskulus setiap hari, plus setiap hari, plus probenerid 500 mg peroral 4kali sehari, keduanya selama 10-14 hari.
8 Sifilis Kongenital Dini
Pada sifilis kongenital dini tanda dan gejala yang khas muncul sebelum umur 2 tahun. Lebih awal munculnya manifestasi klinis,akan lebih jelek prognosisnya.
Tanda-tanda tersebut adalah
1. Lesi kulit terjadi segera setalah lahir, berupa lesi vesikobulosa yang akan berlanjut menjadi erosi yang tertutup kusta. Lesi kulit yang terjadi pada beberapa minggu kemudian berupa populoskuamosa dengan distribusa simetris. 2. Lesi pada selaput lendir. Selaput lendir hidung, faring dapat terkena serta mengeluarkan sekresi. Sekresi hidung disertai darah pada bayi baru lahir merupakan tanda khas sifilis kulit dan selaput lendir dipenuhi T.Pallidum. 3. Tulang. Terjadi osteokondritis tulang panjang.walaupun hanya sebagian ditemukan tanda klinis, hampir semua penderita menunjukkan kelainan radiologis. 4. Anemia hemolitik 5. Hepatosplenomegali 6. Sistem syaraf pusat,dijumpai kelainan sumsum tulang belakang.
Sifilis Kongenotal Lanjut
Tanda-tanda sifilis lanjut:
1. Keratitis interstitialis Biasanya terjadi pada umur pubertas dan bilateral.Pada kornea timbul pengaburan menyerupai gelas disertai vaskularisasi sklera. 2. Gigi Hutchinson Kurangnya perkembangan gigi,maka insisor tengah menyerupai tong disertai takikdan lebih kecil dari nomal. 3. Gigi mulberry Pada molar pertama kelainan pertumbuhan pada bagian mahkota. 4. Gangguan syaraf pusat VIII Ketulian biasanya terjadi mendekati masa pubertas tetapi kadang-kadang terjadi pada setengah umur. 5. Neurofilis Menunjukkan kelainan seperti manifestasi sifilis yang didapat,peresis lebih sering terjadi dibandingkan pada orang dewasa. 6. Tulang Terjadi sklerosis sehingga tulang kering menyerupai pedang (sabre). Tulang frontal yang menonjol atau dapat terjadi kerusakan akibat gomma yang menyebabkan destruksi terutama pada septum nasi. 7. Kulit Timbul fisira disekitar rongga mulut dan hidung disertai ragado yang disebut sifilis rinitis infantil. 8. Lesi kardiovaskuler 9. Cluttons joint
9 Stigmata Sifilis Kongenital Lesi sifilis kongenital dini dan lanjut dapat sembuh serta meninggalkan parut dan kelainan yang khas. Parut dan kelainan demikian merupakan stigmata sifilis kongenital. 1. Stigmata Lesi Dini o Gambaran muka yang menunjukkan saddlenosa o Gigi menunjukkan gambar gigi insisor hutchinson dan gigi mulberry o Ragades o Atrofi dan kelainan akibat peradangan o Koroidoretinitis, membentuk daerah parut putih dikelilingi pigmentasi pada retina
2. Stigmata dan Lesi Lanjut o Lesi pada kornea: kekabuaran kornea sebagai akibat ghort vessels. o Lesi tulang, sabre tibia, akibat osteoperiostitis o Atrofi optik tersendiri tanpa iridoplegia o Ketulian syaraf.
Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis sifilis, diagnosis klinis harus dikonfirmasikan dengan pemeriksaan laboratorium berupa : 1) Pemeriksaan lapangan gelap dengan bahan pemeriksaan dari bagian dalam lesi, untuk melihat adanya T. Pallidum a. Pemeriksaan lapangan gelap (dark field) Ruam sifilis primer, dibersihkan dengan larutan Nacl fisiologis, serum diperoleh dari bagian dasar lesi dengan cara menekan lesi dan serum akan keluar. Diperiksa dengan mikroskop lapangan gelap menggunakan minyak imersi T. Pallidum berbentuk ramping, gerakan lambat dan angulasi b. Mikroskop fluoresensi Bahan apusan dari lesi dioleskan pada gelas objek, difiksasi dengan aseton. Sediaan diberi antibiotic spesifik yang dilabel fluoresensi, kemudian diperiksa dengan mikroskop fluoresensi. Peneliti lain melaporkan bahwa pemeriksaan ini dapat member hasil non spesifik dan kurang dapat dipercaya dibandingkan pemeriksaan lapangan gelap.
2) Penentuan antibody didalam serum Pada waktu terjadi infeksi treponema, baik yang menyebabkan sifilis, frambusio atau pinta akan dihasilkan berbagai variasi antibody. Beberapa tes yang dikenal sehari-hari yang mendeteksi antibody non spesifik, akan tetapi dapat menunjukkan reaksi dengan IgM dan IgG adalah : 1. Tes yang menentukan antibody nonspesifik o Tes wasserman o Tes khan o Tes VDRL (Veneral Diseases Research Laboratory) o Tes RPR (Rapid Plasma Reagin) o Tes automated regain
2. Antibody terhadap kelompok antigen yaitu 10 Tes RPCF (reiter protein complement fixation)
Cara Pencegahan Tidak ada vaksin untuk mencegah terjangkitnya sifilis. Pencegahan dapat dilakukan dengan: - Tidak berhubungan seksual dengan orang yang memiliki penyakit sifilis - Tidak berganti-gantipasangan - Penyuluhan mengenai bahaya penyakit menular seksual (PMS) pada masyarakat - Pemeriksaan darah pada ibu hamil melalui STS (Serological Test for Syphilis) untuk menghindari terjadinya congenital sifilis Sifilis tidak menular melalui pelukan, makan menggunakan peralatan makan yang sama, jabat tangan dan dudukan toilet (Anonim,2007).
PENGOBATAN
1) Wanita hamil dengan sifilis harus diobati sedini mungkin, sebaliknya sebelum hamil atau pada trimester I untuk mencegah penularan terhadap janin. 2) Suami harus diperiksa dengan menggunakan tes ix Wasserman dan VDRL, bila perlu diobati. 3) Terapi:
Suntikan Penisilin 6 secara intramuskular sebanyak 1 juta satuan perhari selama 8-10 hari. Obat-obatan per oral Penisilin dan etromisin. Lues kongenital padaneonatus : Penisilin 6.100.000 satuan per kg berat badn sekaligus.
Pemeriksaan penderita setelah pengobatan
Pemeriksa penderita sifilis harus dilakukan,bila terjadi infeksi ulang setelah pengobatan,setelah pemberian penisilin 6,maka setiap pasien harus diperiksa 3 bulan kemudian untuk penentuan hasil pengobatan. Semua penderita sifilis kardivaskuler dan neorosirilis harus diamati bertahun- tahun,trmasuk klinisserologis,dan pemeriksaan CSTG dan bila perlu radiologis. Pada semua tingkat sifilis,pengobatan ulang ulang diberikan bila:
I. tanda-tanda dan gejala klinis menunjukkan sifilis aktif yang perdsisten atau berulang II. terjadi kenaikan titer tes nontreponemal lebih dari dua kalipengenceran ganda III. pada mulanya tes neotreponemal dengan titer tinggi (>1/8) persisten bertahan
11 Harus dilakukan pemeriksaan CSTG setelah diberi pengobatan,kecuali ada infeksi ulang atau didonosis sifilis dini dapat ditegakkan.
Penderita harus diberi pengobatan ulang terhadap sifilis yang lebih dari 2 tahun.Pada hanya sekali pengobatan ulang dilakukan sebab pengobatan yang cukup pada penderita akan stabil dengan titel rendah.
Reaksi penisilin Dapat terjadi alergi atupun syok anapilatik sebagai reaksi terhadap penisilin.Dapat terjadi reaksi psudo.Alergi pada kulit yaitu reaksi jarish-herx heimier dan hoigine (gejala psikotit akut akibat prokain dalam penisilin).
Tanda-tanda J H (reaksi jerisch herxheimier) ialah:
1) Terjadi kenaikan suhu tubuh yang disertai menngigil dan berkeringat 2) Lesi bertambah jelas,misalnya lesi sifilis lebih merah 3) perubahan fisiologis yang khas termasuk fisiokonttriksi dan hiperventilasi dan kenaikan tekanan darah dan output jantung
Prognosis
Prognosis sifilis stadium primer dan sekunder baik sedangkan stadium sekunder buruk. Pada stadium primer, sekunder, dan awal sifilis laten dapat diobati dengan antibiotik. Akhir laten (lebih dari 1 tahun setelah tahap kedua) sulit untuk sembuh.
DAFTAR PUSTAKA
Leveno, Kenneth J. 2009. Obstetri Williams. EGC: Jakarta Bobak. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. EGC: Jakarta Fahmi, Sjaiful D. 2003. Penyakit Menular Seksual. FK UI: Jakarta Mochtar, Rustam. 2000. Sinopsis Obstetri. EGC: Jakarta Manuaba. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. EGC: Jakarta Anonim. 2009. Syphilis. http://www.mass.gov/Eeohhs2/docs/dph/cdc/factshets/ syphilis.pdf. Diakses 3 Maret 2010. McCalmont, Timothy. Syphilis.http://emedicine.medscape.com/article/1053426-overview. Diakses 8 Maret 2010. Medical Disability Advisor, 2004. http://www.mdguidelines.com/syphilis. Diakses 8 Maret 2010. Swierzewski, Stanley J. 2007. Syphilis, Overview, Symptoms, Stages, Diagnosis, Treatment. http://www.urologychannel.com/std/syphilis.shtml. Diakses 8 Maret 2010. Wilson, Walter R and Sande, M. 2001. Current Diagnosis & Treatment in Infectious Diseases. The McGraw-Hill Companies, United States of America. Winkjosastro, Hanifa. 2007. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo: Jakarta 12 III. Herpes Simpleks
Definisi Herpes simpleks adalah infeksi akut yang disebabkan oleh herpes simpleks virus (HSV) tipe I atau tipe II yang ditandai dengan adanya vesikel yang berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa pada daerah dekat mukokutan. Epidemiologi Penyakit herpes simpleks tersebar kosmopolit dan menyerang baik pria maupun wanita dengan frekuensi yang tidak berbeda. Infeksi primer oleh herpes simpleks virus (HSV) tipe I biasa pada usia anak-anak, sedangkan infeksi HSV tipe II biasa terjadi pada dekade II atau III dan berhubungan dengan peningkatan aktivitas seksual (Handoko, 2010). Infeksi genital yang berulang 6 kali lebih sering daripada infeksi berulang pada oral-labial; infeksi HSV tipe II pada daerah genital lebih sering kambuh daripada infeksi HSV tipe I di daerah genital; dan infeksi HSV tipe I pada oral-labial lebih sering kambuh daripada infeksi HSV tipe II di daerah oral.Walaupun begitu infeksi dapat terjadi di mana saja pada kulit dan infeksi pada satu area tidak menutup kemungkinan bahwa infeksi dapat menyebar ke bagian lain (Habif, 2004). Etiologi Herpes simpleks virus (HSV) tipe I dan II merupakan virus herpes hominis yang merupakan virus DNA. Pembagian tipe I dan II berdasarkan karakteristik pertumbuhan pada media kultur, antigenic marker dan lokasi klinis tempat predileksi (Handoko, 2010). HSV tipe I sering dihubungkan dengan infeksi oral sedangkan HSV tipe II dihubungkan dengan infeksi genital. Semakin seringnya infeksi HSV tipe I di daerah genital dan infeksi HSV tipe II di daerah oral kemungkinan disebabkan oleh kontak seksual dengan cara oral-genital (Habif, 2004). Menurut Wolff (2007) infeksi HSV tipe I pada daerah labialis 80-90%, urogenital 10- 30%, herpetic whitlow pada usia< 20 tahun, dan neonatal 30%. Sedangkan HSV tipe II di daerah labialis 10-20%, urogenital 70-90%, herpetic whitlow pada usia> 20 tahun, dan neonatal 70%. Patogenesis Infeksi primer: HSV masuk melalui defek kecil pada kulit atau mukosa dan bereplikasi lokal lalu menyebar melalui akson ke ganglia sensoris dan terus bereplikasi. Dengan penyebaran sentrifugal oleh saraf-saraf lainnya menginfeksi daerah yang lebih luas. Setelah infeksi primer HSV masuk dalam masa laten di ganglia sensoris (Sterry, 2006). Infeksi rekuren: pengaktifan kembali HSV oleh berbagai macam rangsangan (sinar UV, demam) sehingga menyebabkan gejala klinis (Sterry, 2006). Menurut Habif (2004) infeksi HSV ada dua tahap: infeksi primer, virus menyerang ganglion saraf; dan tahap kedua, dengan karakteristik kambuhnya penyakit di tempat yang sama. Pada infeksi primer kebanyakan tanpa gejala dan hanya dapat dideteksi dengan kenanikan titer antibody IgG. Seperti kebanyakan infeksi virus, keparahan penyakit meningkat seiring bertambahnya usia. Virus dapat 13 menyebar melalui udara via droplets, kontak langsung dengan lesi, atau kontak dengan cairan yang mengandung virus seperti ludah. Gejala yang timbul 3 sampai 7 hari atau lebih setelah kontak yaitu: kulit yang lembek disertai nyeri, parestesia ringan, atau rasa terbakar akan timbul sebelum terjadi lesi pada daerah yang terinfeksi. Nyeri lokal, pusing, rasa gatal, dan demam adalah karakteristik gejala prodormal. Vesikel pada infeksi primer HSV lebih banyak dan menyebar dibandingkan infeksi yang rekuren. Setiap vesikel tersebut berukuran sama besar, berlawanan dengan vesikel pada herpes zoster yang beragam ukurannya. Mukosa membran pada daerah yang lesi mengeluarkan eksudat yang dapat mengakibatkan terjadinya krusta. Lesi tersebut akan bertahan selama 2 sampai 4 minggu kecuali terjadi infeksi sekunder dan akan sembuh tanpa jaringan parut (Habif, 2004). Virus akan bereplikasi di tempat infeksi primer lalu viron akan ditransportasikan oleh saraf via retrograde axonal flow ke ganglia dorsal dan masuk masa laten di ganglion. Trauma kulit lokal (misalnya: paparan sinar ultraviolet, abrasi) atau perubahan sistemik (misalnya: menstruasi, kelelahan, demam) akan mengaktifasi kembali virus tersebut yang akan berjalan turun melalui saraf perifer ke tempat yang telah terinfeksi sehingga terjadi infeksi rekuren. Gejala berupa rasa gatal atau terbakar terjadi selama 2 sampai 24 jam dan dalam 12 jam lesi tersebut berubah dari kulit yang eritem menjadi papula hingga terbentuk vesikel berbentuk kubah yang kemudian akan ruptur menjadi erosi pada daerah mulut dan vagina atau erosi yang ditutupi oleh krusta pada bibir dan kulit. Krusta tersebut akan meluruh dalam waktu sekitar 8 hari lalu kulit tersebut akan reepitelisasi dan berwarna merah muda (Habif, 2004). Infeksi HSV dapat menyebar ke bagian kulit mana saja, misalnya: mengenai jari-jari tangan (herpetic whitlow) terutama pada dokter gigi dan perawat yang melakukan kontak kulit dengan penderita. Tenaga kesehatan yang sering terpapar dengan sekresi oral merupakan orang yang paling sering terinfeksi (Habif, 2004). Bisa juga mengenai para pegulat (herpes gladiatorum) maupun olahraga lain yang melakukan kontak tubuh (misalnya rugby) yang dapat menyebar ke seluruh anggota tim (Sterry, 2006). Gejala Klinis Infeksi herpes simpleks virus berlangsung dalam tiga tahap: infeksi primer, fase laten dan infeksi rekuren. Pada infeksi primer herpes simpleks tipe I tempat predileksinya pada daerah mulut dan hidung pada usia anak-anak. Sedangkan infeksi primer herpes simpleks virus tipe II tempat predileksinya daerah pinggang ke bawah terutama daerah genital.Infeksi primer berlangsung lebih lama dan lebih berat sekitar tiga minggu dan sering disertai gejala sistemik, misalnya demam, malaise dan anoreksia.Kelainan klinis yang dijumpai berupa vesikel berkelompok di atas kulit yang sembab dan eritematosa, berisi cairan jernih dan menjadi seropurulen, dapat menjadi krusta dan dapat mengalami ulserasi (Handoko, 2010). Pada fase laten penderita tidak ditemukan kelainan klinis, tetapi herpes simpleks virus dapat ditemukan dalam keadaan tidak aktif pada ganglion dorsalis (Handoko, 2010). Pada tahap infeksi rekuren herpes simpleks virus yang semula tidak aktif di ganglia dorsalis menjadi aktif oleh mekanisme pacu (misalnya: demam, infeksi, hubungan 14 seksual) lalu mencapai kulit sehingga menimbulkan gejala klinis yang lebih ringan dan berlangsung sekitar tujuh sampai sepuluh hari disertai gejala prodormal lokal berupa rasa panas, gatal dan nyeri. Infeksi rekuren dapat timbul pada tempat yang sama atau tempat lain di sekitarnya (Handoko, 2010).
Pemeriksaan Penunjang Herpes simpleks virus (HSV) dapat ditemukan pada vesikel dan dapat dibiakkan.Pada keadaan tidak ada lesi dapat diperiksa antibodi HSV.Dengan tes Tzanck dengan pewarnaan Giemsa dapat ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear (Handoko, 2010). Tes Tzanck dapat diselesaikan dalam waktu 30 menit atau kurang.Caranya dengan membuka vesikel dan korek dengan lembut pada dasar vesikel tersebut lalu letakkan pada gelas obyek kemudian biarkan mongering sambil difiksasi dengan alkohol atau dipanaskan.Selanjutnya beri pewarnaan (5% methylene blue, Wright, Giemsa) selama beberapa detik, cuci dan keringkan, beri minyak emersi dan tutupi dengan gelas penutup. Jika positif terinfeksi hasilnya berupa keratinosit yang multinuklear dan berukuran besar berwarna biru (Frankel, 2006). Identifikasi virus dengan PCR, mikroskop elektron, atau kultur (Sterry, 2006). Tes serologi menggunakan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) spesifik HSV 15 tipe II dapat membedakan siapa yang telah terinfeksi dan siapa yang berpotensi besar menularkan infeksi (McPhee, 2007). Diagnosa Banding Herpes simpleks pada daerah sekitar mulut dan hidung harus dibedakan dengan impetigo vesikobulosa.Pada daerah genital harus dibedakan dengan ulkus durum, ulkus mole dan ulkus mikstum. Pada Barankin (2006) diagnosa banding HSV tipe I yaitu stomatitis aftosa, penyakit tangan-kaki-mulut, dan impetigo.Sedangkan diagnosa banding HSV tipe II yaitu chancroid, sifilis, dan erupsi oleh obat-obatan. Penatalaksanaan Pada lesi yang dini dapat digunakan obat topikal berupa salap/krim yang mengandung preparat idoksuridin (stoxil, viruguent, virunguent-P) atau preparat asiklovir (zovirax).Pengobatan oral preparat asiklovir dengan dosis 5x200mg per hari selama 5 hari mempersingkat kelangsungan penyakit dan memperpanjang masa rekuren.Pemberian parenteral asiklovir atau preparat adenine arabinosid (vitarabin) dengan tujuan penyakit yang lebih berat atau terjadi komplikasi pada organ dalam (Handoko, 2010). Untuk terapi sistemik digunakan asiklovir, valasiklovir, atau famsiklovir. Jika pasien mengalami rekuren enam kali dalam setahun, pertimbangkan untuk menggunakan asiklovir 400 mg atau valasiklovir 1000 mg oral setiap hari selama satu tahun. Untuk obat oles digunakan lotion zinc oxide atau calamine.Pada wanita hamil diberi vaksin HSV sedangkan pada bayi yang terinfeksi HSV disuntikkan asiklovir intra vena (Sterry, 2006). Komplikasi Komplikasinya yaitu: pioderma, ekzema herpetikum, herpeticwhithlow, herpes gladiatorum (pada pegulat yang menular melalui kontak), esophagitis, infeksi neonatus, keratitis, dan ensefalitis (McPhee, 2007). Menurut Hunter (2003) komplikasi herpes simpleks adalah herpes ensefalitis atau meningitis tanpa ada kelainan kulit dahulu, vesikel yang menyebar luas ke seluruh tubuh, ekzema herpeticum, jaringan parut, dan eritema multiforme. Prognosis Pengobatan dini dan tepat memberi prognosis yang lebih baik, yakni masa penyakit berlangsung lebih singkat dan rekuren lebih jarang.Pada orang dengan gangguan imunitas, infeksi dapat menyebar ke organ-organ dalam dan dapat berakibat fatal. Prognosis akan lebih baik seiring dengan meningkatnya usia seperti pada orang dewasa (Handoko, 2010). Penderita HSV harus menghindari kontak dengan orang lain saat tahap akut sampai lesi sembuh sempurna. Infeksi di daerah genital pada wanita hamil dapat menyerang 16 bayinya, dan wanita tersebut harus memberi tahu pada dokter kandungannya jika mereka mempunyai gejala atau tanda infeksi HSV pada daerah genitalnya (Shaw, 2006). Daftar pustaka Barankin, Benjamin, Freiman, Anatoli, 2006. Derm Notes Dermatology Clinical Pocket Guide. Philadelphia: F. A. Davis Company. 98-100. Berger, Timothy G., 2007. Skin, Hair, & Nails. In: McPhee, Stephen J., Papadaxis, Maxine A., Tierney, Lawrence M. CURRENT Medical Diagnosis & Treatment.46th Edition. San Francisco, California: McGraw- Hills.109- 111. Graham-Brown, R., Burns, T., 2005.Infeksi Bakteri dan Virus. Dalam: Lecture Notes Dermatologi. Edisi 8. Jakarta: Erlangga. 28-29. Habif, Thomas P., 2004. Warts, Herpes Simplex, and Other Viral Infections. In: Clinical Dermatology: A Color Guide to Diagnosis and Therapy. 4th Edition. Philadelphia, Pennsylvania: Mosby.381-389. Handoko, Ronny P., 2010. Herpes Simpleks. Dalam: Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 380-382. Hunter, John, Savin, John, Dahl, Mark, 2003.Infections. In:Clinical Dermatology. 3rdedition.Massachusetts, USA: Blackwell Science. 208-209. Notoatmodjo, S., 2011.Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta. 146-153. Shaw, James C., 2006. Herpes Simplex. In: Frankel, David H. Field Guide to Clinical Dermatology. 2nd edition. Brooklyn, New York: Lippincott Williams & Wilkins. 74-75. Siregar, R.S., 2005. Penyakit Virus. Dalam: Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit. Edisi 2. Jakarta: EGC. 80-84. Sterry, W., Paus, R., Burgdorf, W., 2006.Viral Diseases. In: Thieme Clinical Companions Dermatology. New York: Thieme. 57-60. Universitas Sumatera Utara 26 Wahyuni, A.S., 2007. Statistika Kedokteran. Jakarta: Bamboedoea Communication. 108-122. Wasitaatmadja, Sjarif M, 2010. Anatomi Kulit. Dalam: Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 6. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 3-5. Wasitaatmadja, Sjarif M, 2010. Faal Kulit. Dalam: Djuanda, A., Hamzah, M., Aisah, S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi Keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 7-8. Wolff, Klaus, Johnson, Richard A., Suurmond, Dick, 2007. Viral Infections of Skin and Mucosa. In: Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis of Clinical Dermatology. 5th edition.McGraw-Hills.442-696.
17 IV. Ulkus Mole (Chancroid) Definisi Ulkus mole ialah penyakit infeksi genital akut, setempat, dapat inokulasi sendiri (auto-inoculable), disebabkan olehHaemophilus ducreyi Streptobacillus ducreyi), dengan gejala klinis khas berupa ulkus pada tempat masuk dan seringkali disertai supurasi kelenjar getah bening regional.
Etiologi Penyebabnya ialah H.ducreyi yang merupakan bakteri gram negative, anaerobic fakultatif, berbentuk batang pendek dengan ujung bulat, tidak bergerak, tidak membentuk spora dan memerlukan hemin untuk pertumbuhannya. Hanya mengenai orang dewasa yang aktif. Lebih banyak pada pria.
Factor risiko Kulit berwarna lebih sering terkena penyakit ini. Banyak terdapat di daerah tropis dan subtropis. Kebersihan dan hygiene berperan penting dalam penyebaran penyakit.
Patofisiologi Penuakit ditularkan secara langsung melalui hubungan seksual. Predileksi pada genital, jari, mulut, dan dada. Pada tempat masuknya mikroorganisme terbentuk ulkus yang khas.
Gambaran klinis Masa inkubasi sekitar 1-5 hari. Lesi mula-mula berbentuk macula atau papul yang segera berubah menjadi pustule yang kemudian pecah membentuk ulkus yang khas, antara lain: Multiple.Lunak.Nyeri tekan.Dasarnya kotor dan mudah berdarah.Tepi ulkus menggaung.Kulit sekitar ulkus berwarna merah. Lokasi ulkus pada pria terletak di daerah preputium, glans penis, batang penis, frenulum dan anus; sedangkan pada wanita terletak di vulva, klitoris, serviks, dan anus. Lokasi ekstragenital pada lidah, bibir, jari tangan, payudara, umbilicus, dan konjungtiva. Pembesaran kelenjar limfe inguinal tidak multiple, terjadi pada 30% kasus yang disertai radang akut. Kelenjar kemudian melunak dan pecah dengan membentuk sinus yang sangat nyeri disertai badan panas. 18
Variasi bentuk klinis.
Giant chancroid: ulkus hanya satu dan meluas dengan cepat serta bersifat destruktif.Transient chancroid: ulkus kecil sembuh sendiri setelah 4-6 hari, disusul perlunakan kelenjar limfe inguinal 10-20 hari kemudian.Ulkus mole serpiginosum: terjadi inokulasi dan penyebaran dari lesi yang konfluen pada preputium, skrotum, dan paha. Ulkus dapat berlangsung bertahun-tahun.Ulkus mole gangrenosum: suatu varian yang disebabkan superinfeksi dengan bakteri fusosprikhetosis, sehingga menimbulkan ulkus fagedenik. Dapat menyebabkan destruksi jaringan yang cepat dan dalam.Ulkus mole folikularis (follicularis chancroid): timbul pada folikel rambut, terdiri atas ulkus kecil multiple. Lesi ini dapat terjadi di vulva atau pada daerah genitalia yang berambut. Lesi ini sangat superficial.Ulkus mole popular (ulcus molle elevatum): terdiri atas papul yang berulserasi dan granulomatosa, dapat menyerupai donovanosis atau kondiloma lata sifilis stadium II.
Pemeriksaan laboraturium Pemeriksaan langsung bahan ulkus yang diambil dengan mengorek tepi ulkus yang diberi pewarnaan gram. Pada sediaan yang positif ditemukan kelompok basil yang tersusun seperti barisan ikan.Kultur pada media agar coklat, agar Muller Hinton atau media yang mengandung serum dengan vancomysin. Positif bila kuman tumbuh dalam waktu 2-4 hari (dapat sampai 7 hari).Tes serologi ito-Reenstierna, caranya 0,1 ml antigen disuntikkan intradermal pada kulit lengan bawah. Positif bila setelah 24 jam atau lebih timbul indurasi yang berdiameter 5 mm. Hasil positif setelah infeksi berlangsung 2 minggu akan terus positif seumur hidup.Tes ELISA dengan menggunakan whole lysed H. ducreyiTes lain yang dapat digunakan adalah tes fiksasi komplemen, presipitin, dan agglutinin.
Diagnose Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, gejala klinis yang khas dan pemeriksaan langsung bahan ulkus yang diberi pewarnaan gram.
Diagnose banding Herpes genitalis; kelainan kulitnya berupa vesikel berkelompok dan jika memecah menjadi erosi.Sifilis stadium I; ulkusnya bersih, indolen, terdapat indurasi, dan tanda- tanda radang akut tidak ada.Limfogranuloma venerium; afek primer tidak spesifik dan ceat hilang. Terjadi pembesaran kelenjar getah bening inguinal, perlunakannya tidak serentak.Granuloma inguinale; ulkus dengan granuloma, tidak tampak badan Donovan. 19
Penyulit Adenitis inguinal.Fimosis atau parafimosis.Fistel uretra.Fistel rektovagina.
Terapi Obat sistemikAzitromycin 1 gr, oral, single dose.Seftriakson 250 mg dosis tunggal, injeksi IM.Siprofloksasin 2x500 mg selama 3 hari.Eritromisin 4x500 mg selama 7 hari.Amoksisilin + asam klavunat 3x125 mg selama 7 hari.Streptomisin 1 gr sehari selama 10 hari.Kotrimoksasol 2x2 tablet selama 7 hari. Obat localKompres dengan larutan normal salin (NaCl 0,9%) 2 kali sehari selama 15 menit. Aspirasi abses transkutaneus dianjurkan untuk bubo yang berukuran 5 cm atau lebih dengan fluktuasi ditengahnya.
DAFTAR PUSTAKA
Judanarso, Jubianto. 2002. Ulkus Mole. Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin edisi ketiga hal. 396-400. FK UI, Jakarta.
Martodiharjo, Sunarko. dkk. 2004. Ulkus Mole (chancroid). Dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi Lab/SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. RSU dr.Soetomo hal. 203-207. Surabaya.
20 V. Klamidia CHLAMYDI A TRACHOMATI S
Klamidiasis merupakan infeksi yang disebabkan oleh bakteri chlamydia trachomatis. C.trachomasis adalah suatu bakteri intrasel obligat yang memiliki beberapa serotipe, termasuk serotip yang menyebabkan limfogranuloma venerum (LGV). Infeksi ini juga menyebabkan infeksi serviks. Beberapa gejala yang dapat dihasilkan oleh bakteri ini yaitu PID, kehamilan ektopik dan infertilitas.13 Klamidiasis dilaporkan menjadi penyakit infeksi yang paling sering dilaporkan di Amerika serikat pada tahun 2006 dengan prevalensi terbesar pada usia 25 tahun.3, 13 Masa inkubasi berkisar antara 1-3 minggu. Sebagian besar infeksi C.trachomasis asimptomatik dan tidak menunjukkan gejala klinik spesifik. Walaupun demikian, beberapa memberi gambaran klinik berupa duh mukopurulen, ektopi hipertrofi, sindrom uretra, uretritis, atau infeksi kelenjar bartholoni.1, 3 Perempuan hamil yang terinfeksi dengan C.trachomasis menunjukkan gejala keluarnya sekret vagina, perdarahan, disuria, dan nyeri panggul.1 2. Predisposisi CDC menyatakan bahwa risiko infeksi klamidia mayoritas terjadi pada usia kurang dari sama dengan 25 tahun.13 Hal ini sejalan dengan hasil penelitian population based cross-sectional study pada remaja di norwegia yang dilakukan oleh Gravningen yaitu faktor risiko infeksi clamidia adalah perilaku seksual dini (usia pertama kali melakukan seks 14 tahun), seksual tidak aman, multipel pasangan seks, rendahnya informasi yang diberikan oleh orang tua, konsumsi alkohol, penyalahgunaan narkotika.14 3. Diagnosis Diagnosis terutama ditegakkan dengan kultur atau NAAT. NAAT memiliki sensitivitas dan spesivisitas yang lebih tinggi daripada kultur, lebih murah, serta memiliki FDA (Food and Drug Admission) yang jelas untuk spesimen urine.3, 10-11, 13 selain itu, diagnosis dapat ditegakkan dengan tes direct immunofluorescence, EIA, dan nucleic acid hybridization tests.13 CDC merekomendasikan untuk dilakukan screening kepada mereka dengan aktifitas seks aktif yang berusia 25 tahun.13 Untuk wanita hamil, CDC menganjurkan screening pada kunjungan pranatal pertama untuk wanita dengan risiko untuk infeksi klamidia dan diulang pada trimester ketiga apabila perilaku risiko berlanjut.3 4. Manajemen Terapi yang diberikan bertujuan untuk mencegah penularan penyakit melalui seksual, terapi pada pasangan yang terinfeksi dapat mencegah munculnya infeksi berulang, sedangkan terapi pada ibu hamil dapat mencegah penularan C. Trachomatis kepada bayi saat proses persalinan.13 Azitromicin merupakan terapi lini-pertama dan telah terbukti aman dan manjur dalam kehamilan.3 azithromycin lebih ekonomis dalam terapi klamidiasis karena dapat diberikan dengan dosis tunggal. Eritromisin mungkin kurang efektif daripada baik azitromisin atau doksisiklin, terutama karena sering terjadinya efek samping gastrointestinal yang dapat menyebabkan ketidakpatuhan dalam konsumsi obat. Levofloxacin dan ofloxacin merupakan terapi klamidiasis yang efektif, tetapi dengan harga yang lebih mahal.13 Doxycycline, ofloxacin, and levofloxacin merupakan kontraindikasi bagi wanita hamil. Sebagai follow-up, Dianjurkan pemeriksaan klamidia ulang 3 sampai 4 minggu setelah terapi selesai.3 Tabel 3: terapi infeksi C. Trachomatis yang direkomendaikan oleh Centre for disease control and prevention (CDC). 21
Dokumen Serupa dengan Bahan Referat Infeksi Menular Seksual ANIS