Anda di halaman 1dari 25

7

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bank Konvensional
2.1.1. Pengertian Bank Konvensional
Pengertian bank menurut Undang-Undang No. 10 tahun 1999 tentang
perubahan atas Undang-Undang No. 7 tahun 1992 tentang perbankan adalah
badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk
simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan/atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup
rakyat banyak.
Di Indonesia, menurut jenisnya bank terdiri dari Bank Umum dan
Bank Perkreditan Rakyat. Dalam Pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No. 10
Tahun 1998 menyebutkan bahwa bank umum adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan
prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.
Bank konvensional dapat didefinisikan seperti pada pengertian bank
umum pada pasal 1 ayat 3 Undang-Undang No. 10 tahun 1998 dengan
menghilangkan kalimat dan atau berdasarkan prinsip syariah, yaitu bank
yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.



8

2.1.2. Sistem Penghimpunan Dana
Aktifitas perbankan yang pertama adalah menghimpun dana dari
masyarakat luas yang dikenal dengan istilah di dunia perbankan adalah
kegiatan funding. Pengertian menghimpun dana maksudnya adalah
mengumpulkan atau mencari dana dengan cara membeli dari masyarakat.
Pada dasarnya suatu bank mempunyai empat alternatif untuk
menghimpun dana untuk kepentingan usahanya, yaitu:
Dana sendiri
Dana dari deposan
Dana pinjaman
Sumber dana lain
Pembelian dana dari masyarakat ini dilakukan oleh bank dengan cara
memasang berbagai strategi agar masyarakat mau menanamkan dananya
dalam bentuk simpanan. Simpanan/dana dari deposan yang sering disebut
dengan nama rekening atau account. J enis simpanan yang dapat dipilih oleh
masyarkat adalah seperti:
1. Simpanan Giro (Demand Deposit)
Simpanan giro merupakan simpanan pada bank yang penarikannya dapat
dilakukan dengan menggunakan cek atau bilyet giro. Setiap pemegang
rekening giro akan diberikan bunga yang dikenal dengan nama jasa giro.
Besarnya jasa giro tergantung dari bank yang bersangkutan.



9

2. Simpanan Tabungan (Saving Deposit)
Merupakan simpanan pada bank yang penarikannya sesuai dengan
persyaratan yang ditetapkan oleh bank. Penarikan tabungan dapat
dilakukan dengan menggunakan buku tabungan, slip penarikan, kuitansi
atau kartu ATM. Kepada para pemegang rekening tabungan akan
diberikan bunga tabungan yang merupakan jasa atas tabungannya. Sama
seperti halnya dengan rekening giro, besarnya bunga tabungan tergantung
dari bank yang bersangkutan.
3. Simpanan Deposito (Time Deposit)
Deposito merupakan simpanan yang memiliki jangka waktu tertentu
(jatuh tempo). Penarikannya pun dilakukan sesuai jangka waktu tersebut.
J enis deposito pun beragam sesuai dengan keinginan nasabah. Dalam
prakteknya Deposito terdiri dari Deposito Berjangka, Sertifikat Deposito,
dan Deposit on call.
Disamping itu, bank juga memberikan jasa-jasa Bank Lainnya sebagai
kegiatan penunjang, kegiatan ini banyak memberikan keuntungan bagi
bank dan nasabah.
Dalam praktiknya jasa-jasa perbankan yang ditawarkan antara lain:
pengiriman uang, kliring, inkaso, safe deposit box, Bank card, Bank
Notes, Bank Garansi, Bank Draft, Letter of Credit (L/C), menerima
setoran-setoran, serta melayani pembayaran-pembayaran.



10

2.1.3. Sistem Penyaluran Dana
Menyalurkan dana merupakan kegiatan menjual dana yang berhasil
dihimpun dari masyarakat. Kegiatan ini dikenal dengan nama kegiatan
lending. Penyaluran dana dilakukan oleh bank konvensional melalui
pemberian pinjaman yang dalam masyarakat lebih dikenal dengan kredit.
Kredit yang diberikan oleh bank terdiri dari beragam jenis, tergantung dari
kemampuan bank dalam menyalurkan dananya. Sebelum kredit dikucurkan,
bank terlebih dahulu menilai kelayakan kredit yang diajukan oleh nasabah.
Secara umum jenis-jenis kredit yang ditawarkan meliputi:
1. Kredit Investasi
Merupakan kredit yang diberikan kepada pengusaha yang melakukan
investasi atau penanaman modal. Biasanya kredit jenis ini memiliki
jangka waktu yang relatif panjang.
2. Kredit Modal Kerja
Merupakan kerdit yang digunakan sebagai modal usaha. Biasanya kredit
jenis ini berjangka waktu pendek, yaitu tidak lebih dari satu tahun.
3. Kredit Perdagangan
Merupakan kredit yang diberikan kepada para pedagang dalam rangka
memperlancar, memperluas atau memperbesar kegiatan perdagangannya.
4. Kredit Produktif
Merupakan kredit yang bisa berupa investasi, modal kerja, atau
perdagangan. Dalam arti kredit ini diberikan untuk diusahakan kembali
sehingga pengembalian kredit diharapkan dari hasil usaha yang dibiayai.

11

Agar penyaluran dana tersebut dapat menghasilkan keuntungan bagi
bank, maka biaya yang dikeluarkan dalam penghimpunan dana harus lebih
kecil daripada penerimaan yang diperoleh dari penyaluran dana.
Selisih antara tingkat bunga pinjaman dan tingkat bunga simpanan
disebut dengan spread. Semakin efisien kinerja suatu bank, akan semakin kecil
komponen-komponen yang ditambahkan pada tingkat bunga simpanan untuk
membentuk tingkat bunga pinjaman. Dengan kata lain, besar kecilnya spread
pada suatu bank dapat dijadikan indikator tingkat efisiensi atas kinerja suatu
bank.
2.2. Bank Syariah
2.2.1. Pengertian Bank Syariah
Bank Islam atau selanjutnya disebut dengan Bank Syariah, adalah
bank yang beroperasi dengan tidak berorientasi pada bunga. Bank syariah
juga dapat diartikan sebagai lembaga keuangan/perbankan yang operasional
dan produknya dikembangkan berlandaskan Al-Quran dan Hadits Nabi
SAW. Antonio dan Perwataatmadja (1997; 1) membedakan menjadi dua
pengertian, yaitu Bank Islam dan Bank yang beroperasi dengan prinsip
syariah Islam. Bank Islam adalah bank yang beroperasi dengan prinsip
syariah Islam dan bank yang tata cara beroperasinya mengacu kepada
ketentuan-ketentuan Al-Quran dan Hadits. Bank yang beroperasi sesuai
dengan prinsip syariah Islam adalah bank yang dalam beroperasinya
mengikuti ketentuan-ketentuan syariah Islam, khususnya yang menyangkut
tata cara bermuamalat secara Islam.


12

2.2.2. Prinsip Dasar Perbankan Syariah
Batasan-batasan bank syariah yang harus menjalankan kegiatannya
berdasar pada syariat Islam, menyebabkan bank syariah harus menerapkan
prinsip-prinsip yang sejalan dan tidak bertentangan dengan syariat Islam.
Adapun prinsip-prinsip bank syariah adalah sebagai berikut:
1. Prinsip Titipan atau Simpanan (Al-Wadiah)
Al-Wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak
lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan
dikembalikan kapan saja si penitip menghendaki (Antonio, 2001).
Secara umum terdapat dua jenis al-wadiah, yaitu:
a. Wadiah Yad Al-Amanah (Trustee Depository) adalah akad penitipan
barang/uang dimana pihak penerima titipan tidak diperkenankan
menggunakan barang/uang yang dititipkan dan tidak bertanggung
jawab atas kerusakan atau kehilangan barang titipan yang bukan
diakibatkan perbuatan atau kelalaian penerima titipan. Adapun
aplikasinya dalam perbankan syariah berupa produk safe deposit box.
b. Wadiah Yad adh-Dhamanah (Guarantee Depository) adalah akad
penitipan barang/uang dimana pihak penerima titipan dengan atau
tanpa izin pemilik barang/uang dapat memanfaatkan barang/uang
titipan dan harus bertanggung jawab terhadap kehilangan atau
kerusakan barang/uang titipan. Semua manfaat dan keuntungan yang
diperoleh dalam penggunaan barang/uang titipan menjadi hak

13

penerima titipan. Prinsip ini diaplikasikan dalam produk giro dan
tabungan.
2. Prinsip Bagi Hasil (Profit Sharing)
Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tatacara pembagian hasil
usaha antara penyedia dana dengan pengelola dana. Bentuk produk yang
berdasarkan prinsip ini adalah:
a. Al-Mudharabah
Al-Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana
pihak pertama (shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal,
sedangkan pihak lainnya menjadi pengelola (mudharib). Keuntungan
usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang
dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh
pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si
pengelola. Seandainya kerugian ini diakibatkan karena kecurangan
atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas
kerugian tersebut. Akad mudharabah secara umum terbagi menjadi
dua jenis:
1). Mudharabah Muthlaqah
Adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib yang
cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis
usaha, waktu, dan daerah bisnis.
2). Mudharabah Muqayyadah

14

Adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib
dimana mudharib memberikan batasan kepada shahibul maal
mengenai tempat, cara, dan obyek investasi.
b. Al-Musyarakah
Al-musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih
untuk suatu usaha tertentu dimana masing-masing pihak memberikan
kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko
akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
Dua jenis al-musyarakah:
1). Musyarakah pemilikan, tercipta karena warisan, wasiat, atau
kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua
orang atau lebih.
2). Musyarakah akad, tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua
orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan
modal musyarakah.
3. Prinsip J ual Beli (Al-Tijarah)
Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli,
dimana bank akan membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau
mengangkat nasabah sebagai agen bank melakukan pembelian barang
atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada nasabah
dengan harga sejumlah harga beli ditambah keuntungan (margin).
Implikasinya berupa:


15

a. Al-Murabahah
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga
perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan
pembeli.
b. Salam
Salam adalah akad jual beli barang pesanan dengan penangguhan
pengiriman oleh penjual dan pelunasannya dilakukan segera oleh
pembeli sebelum barang pesanan tersebut diterima sesuai syarat-syarat
tertentu. Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam
suatu transaksi salam. J ika bank bertindak sebagai penjual kemudian
memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan
dengan cara salam maka hal ini disebut salam paralel.
c. Istishna
Istishna adalah akad jual beli antara pembeli dan produsen yang juga
bertindak sebagai penjual. Cara pembayarannya dapat berupa
pembayaran dimuka, cicilan, atau ditangguhkan sampai jangka waktu
tertentu. Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara
umum yang meliputi: jenis, spesifikasi teknis, kualitas, dan
kuantitasnya. Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual. J ika
bank bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain
untuk menyediakan barang pesanan dengan cara istishna maka hal ini
disebut istishna paralel.


16

4. Prinsip Sewa (Al-Ijarah)
Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa,
melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan hak
kepemilikan atas barang itu sendiri.
Al-ijarah terbagi kepada dua jenis: (1) Ijarah, sewa murni. (2) ijarah al
muntahiya bit tamlik merupakan penggabungan sewa dan beli, dimana si
penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada akhir masa sewa.
5. Prinsip J asa (Fee-Based Service)
Prinsip ini meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang diberikan
bank. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini antara lain:
a. Al-Wakalah
Nasabah memberi kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya
melakukan pekerjaan jasa tertentu, seperti transfer.
b. Al-Kafalah
J aminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk
memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung.
c. Al-Hawalah
Adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain
yang wajib menanggungnya.Kontrak hawalah dalam perbankan
biasanya diterapkan pada Factoring (anjak piutang), Post-dated check,
dimana bank bertindak sebagai juru tagih tanpa membayarkan dulu
piutang tersebut.


17

d. Ar-Rahn
Adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas
pinjaman yang diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai
ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan
untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya.
e. Al-Qardh
Al-qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih
atau diminta kembali atau dengan kata lain meminjamkan tanpa
mengharapkan imbalan. Produk ini digunakan untuk membantu usaha
kecil dan keperluan sosial. Dana ini diperoleh dari dana zakat, infaq
dan shadaqah.
Tabel 2.1. Perbandingan antara Bunga dan Bagi Hasil
Bagi Hasil Bunga
a). Penentuan besarnya rasi/nisbah bagi
hasil dibuat pada waktu akad dengan
berpedoman pada kemungkinan
untung rugi
b). Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan
pada jumlah keuntungan yang
diperoleh
c). Bagi hasil tergantung pada
keuntungan proyek yang dijalankan.
Bila usaha rugi, kerugian akan
ditanggung bersama oleh kedua belah
pihak
d). J umlah pembagian laba meningkat
sesuai dengan peningkatan jumlah
pendapatan
e). Tidak ada yang meragukan
keabsahan bagi hasil
a). Penentuan bunga dibuat pada waktu
akad dengan asumsi harus selalu
untung
b). Besarnya persentase berdasarkan
pada jumlah uang/modal yang
dipinjamkan
c). Pembayaran bunga tetap seperti yang
dijanjikan tanpa pertimbangan
apakah proyek yang dijalankan oleh
pihak nasabah untung atau rugi
d). J umlah pembayaran bunga tidak
meningkat sekalipun jumlah
keuntungan berlipat atau keadaan
ekonomi sedang booming
e). Eksistensi bunga diragukan (kalau
tidak dikecam) oleh semua agama
termasuk Islam
(Sumber : Antonio, 2001; 61)

18

2.2.3. Sistem Operasional Bank Syariah
Pada sistem operasi bank syariah, pemilik dana menanamkan uangnya
di bank tidak dengan motif mendapatkan bunga, tapi dalam rangka
mendapatkan keuntungan bagi hasil. Dana nasabah tersebut kemudian
disalurkan kepada mereka yang membutuhkan (misalnya modal usaha),
dengan perjanjian pembagian keuntungan sesuai kesepakatan. Sistem
operasional tersebut meliputi:
1. Sistem Penghimpunan Dana
Metode penghimpunan dana yang ada pada bank-bank
konvensional didasari teori yang diungkapkan Keynes yang
mengemukakan bahwa orang membutuhkan uang untuk tiga kegunaan,
yaitu fungsi transaksi, cadangan dan investasi. Teori tersebut
menyebabkan produk penghimpunan dana disesuaikan dengan tiga fungsi
tersebut, yaitu berupa giro, tabungan dan deposito.
Berbeda halnya dengan hal tersebut, bank syariah tidak melakukan
pendekatan tunggal dalam menyediakan produk penghimpunan dana bagi
nasabahnya. Pada dasarnya, dilihat dari sumbernya, dana bank syariah
terdiri atas:
a. Modal
Modal adalah dana yang diserahkan oleh para pemilik (owner). Dana
modal dapat digunakan untuk pembelian gedung, tanah, perlengkapan,
dan sebagainya yang secara tidak langsung menghasilkan (fixed
asset/non earning asset). Selain itu, modal juga dapat digunakan

19

untuk hal-hal yang produktif, yaitu disalurkan menjadi pembiayaan.
Pembiayaan yang berasal dari modal, hasilnya tentu saja bagi pemilik
modal, tidak dibagikan kepada pemilik dana lainnya.
Mekanisme penyertaan modal pemegang saham dalam perbankan
syariah, dapat dilakukan melalui musyarakah fi sahm asy-syarikah
atau equity participation pada saham perseroan bank.
b. Titipan (Wadiah)
Salah satu prinsip yang digunakan bank syariah dalam memobilisasi
dana adalah dengan menggunakan prinsip titipan. Akad yang sesuai
dengan prinsip ini ialah al-wadiah. Dalam prinsip ini, bank menerima
titipan dari nasabah dan bertanggung jawab penuh atas titipan
tersebut. Nasabah sebagai penitip berhak untuk mengambil setiap saat,
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
c. Investasi (Mudharabah)
Akad yang sesuai dengan prinsip investasi adalah mudharabah yang
mempunyai tujuan kerjasama antara pemilik dana (shahibul maal)
dengan pengelola dana (mudharib), dalam hal ini adalah bank.
Pemilik dana sebagai deposan di bank syariah berperan sebagai
investor murni yang menanggung aspek sharing risk dan return dari
bank. Deposan, dengan demikian bukanlah lender atau kreditor bagi
bank seperti halnya pada bank konvensional.
2. Sistem Penyaluran Dana (Financing)

20

Produk penyaluran dana di bank syariah dapat dikembangkan
dengan tiga model, yaitu:
a. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk memiliki barang
dilakukan dengan prinsip jual beli. Prinsip jual beli ini
dikembangkan menjadi bentuk pembiayaan pembiayaan murabahah,
salam dan istishna.
b. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk mendapatkan jasa
dilakukan dengan prinsip sewa (Ijarah). Transaksi ijarah dilandasi
adanya pemindahan manfaat. J adi pada dasarnya prinsip ijarah sama
dengan prinsip jual beli, namun perbedaannya terletak pada obyek
transaksinya. Bila pada jual beli obyek transaksinya adalah barang,
maka pada ijarah obyek transaksinya jasa.
c. Transaksi pembiayaan yang ditujukan untuk usaha kerjasama yang
ditujukan guna mendapatkan sekaligus barang dan jasa, dengan
prinsip bagi hasil.
2.3. Perbedaan Bank Syariah dengan Bank Konvensional
Bank konvensional dan bank syariah dalam beberapa hal memiliki
persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer,
teknologi komputer yang digunakan, persyaratan umum pembiayaan, dan lain
sebagainya. Perbedaan antara bank konvensional dan bank syariah menyangkut
aspek legal, struktur organisasi, usaha yang dibiayai, dan lingkungan kerja.
Secara garis besar perbandingan bank syariah dengan bank konvensional
dapat dilihat pada tabel berikut:

21

Tabel 2.2. Perbandingan Bank Syariah dengan Bank Konvensional
Bank Syariah Bank Konvesional
a). Melakukan investasi-investasi yang
halal saja
b). Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual
beli, atau sewa
c). Berorientasi pada keuntungan (profit
oriented) dan kemakmuran dan
kebahagian dunia akhirat
d). Hubungan dengan nasabah dalam
bentuk hubungan kemitraan
e). Penghimpunan dan penyaluran dana
harus sesuai dengan fatwa Dewan
Pengawas Syariah
a). Investasi yang halal dan haram
b). Memakai perangkat bunga
c). Profit oriented
d). Hubungan dengan nasabah dalam
bentuk hubungan kreditur-debitur
e). Tidak terdapat dewan sejenis

(Sumber : Antonio, 2001; 34)
1. Akad dan Aspek Legalitas
Akad yang dilakukan dalam bank syariah memiliki konsekuensi duniawi
dan ukhrawi karena akad yang dilakukan berdasarkan hukum Islam.
Nasabah seringkali berani melanggar kesepakatan/perjanjian yang telah
dilakukan bila hukum itu hanya berdasarkan hukum positif belaka, tapi
tidak demikian bila perjanjian tersebut memiliki pertanggungjawaban
hingga yaumil qiyamah nanti. Setiap akad dalam perbankan syariah, baik
dalam hal barang, pelaku transaksi, maupun ketentuan lainnya harus
memenuhi ketentuan akad.
2. Lembaga Penyelesai Sengketa
Penyelesaian perbedaan atau perselisihan antara bank dan nasabah pada
perbankan syariah berbeda dengan perbankan konvensional. Kedua belah
pihak pada perbankan syariah tidak menyelesaikannya di peradilan

22

negeri, tetapi menyelesaikannya sesuai tata cara dan hukum materi
syariah.
Lembaga yang mengatur hukum materi dan atau berdasarkan prinsip
syariah di Indonesia dikenal dengan nama Badan Arbitrase Muamalah
Indonesia atau BAMUI yang didirikan secara bersama oleh Kejaksaan
Agung Republik Indonesia dan Majelis Ulama Indonesia.
3. Struktur Organisasi
Bank syariah dapat memiliki struktur yang sama dengan bank
konvensional, misalnya dalam hal komisaris dan direksi, tetapi unsur
yang amat membedakan antara bank syariah dan bank konvensional
adalah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah yang berfungsi
mengawasi operasional bank dan produk-produknya agar sesuai dengan
garis-garis syariah.
Dewan Pengawas Syariah biasanya diletakkan pada posisi setingkat
Dewan Komisaris pada setiap bank, hal ini untuk menjamin efektivitas
dari setiap opini yang diberikan oleh Dewan Pengawas Syariah. Karena
itu biasanya penetapan anggota Dewan Pengawas Syariah dilakukan oleh
Rapat Umum Pemegang Saham, setelah para anggota Dewan Pengawas
Syariah itu mendapat rekomendasi dari Dewan Syariah Nasional.
4. Bisnis dan Usaha yang Dibiayai
Bisnis dan usaha yang dilaksanakan bank syariah, tidak terlepas dari
kriteria syariah. Hal tersebut menyebabkan bank syariah tidak akan
mungkin membiayai usaha yang mengandung unsur-unsur yang

23

diharamkan. Terdapat sejumlah batasan dalam hal pembiayaan dan tidak
semua proyek atau objek pembiayaan dapat didanai melalui dana bank
syariah, namun harus sesuai dengan kaidah-kaidah syariah.
5. Lingkungan dan Budaya Kerja
Sebuah bank syariah selayaknya memiliki lingkungan kerja yang sesuai
dengan syariah. Dalam hal etika, misalnya sifat amanah dan shiddiq,
harus melandasi setiap karyawan sehingga tercermin integritas eksekutif
muslim yang baik, selain itu karyawan bank syariah harus profesional
(fathanah), dan mampu melakukan tugas secara team-work dimana
informasi merata diseluruh fungsional organisasi (tabligh). Dalam hal
reward dan punishment, diperlukan prinsip keadilan yang sesuai dengan
syariah.
2.4. Penelitian Terdahulu
Beberapa studi yang berhubungan dengan penilaian kinerja perbankan
dengan menggunakan indikator rasio keuangan, antara lain:
1. Sabi (1996), melakukan penelitian perbandingan kinerja bank antara bank
domestik dengan bank asing pada masa transisi menuju ekonomi yang
berorientasi pasar (market-oriented economy) di Hungaria periode 1992-
1993. Ukuran kinerja yang digunakan adalah rasio keuangan yang dibagi
kedalam tiga kelompok, yaitu profitabilitas, likuiditas dan komitmen
terhadap ekonomi domestik. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa,
dibanding dengan bank lokal, profitabilitas bank asing lebih tinggi,
tingkat likuiditas dan penyaluran kredit berisiko lebih kecil.

24

2. Samad dan Hasan (2000), melengkapi penelitian Sabi (1996) dengan
menggabungkan metode inter-temporal dan inter-bank. Metode inter
temporal digunakan untuk membandingkan kinerja Bank Islam Malaysia
Berhad (BIMB) pada awal dan akhir pendiriannya. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa ROA dan ROE akhir periode lebih baik
dibandingkan awal periode. Metode inter-bank digunakan untuk
membandingkan kinerja BIMB dengan 8 bank konvensional di Malaysia
selama periode 1984-1997. Hasilnya menunjukkan bahwa BIMB
mempunyai likuiditas relatif lebih baik dan risiko kecil dibandingkan 8
bank konvensional.
3. Rubitoh (2003), melakukan penelitian dengan membandingkan kinerja
keuangan Bank Muamalat sebagai bank syariah pertama dengan enam
bank konvensional selama 1997-2001. Kriteria yang digunakan dalam
penelitian itu adalah RORA (profitabilitas), CAR (rasio kecukupan
modal), LDR (rasio penyaluran terhadap dana pihak ketiga), FBI, NNRF,
hasil kredit, dan produktifitas karyawan. Hasil dari penelitian tersebut
menunjukkan bahwa secara umum kinerja keuangan bank syariah lebih
baik, walaupun ada juga kinerja bank syariah dibawah bank
konvensional. Bahkan perkembangan bank syariah mencapai 53 persen,
sedang bank konvensional hanya lima persen.
4. Mustafa Edwin Nasution dan Surya Deni (2006), melakukan penelitian
dengan membandingkan kinerja keuangan bank syariah dan bank
konvensional sebelum dan sesudah deregulasi financial dan krisis

25

moneter. Indikator yang digunakan dalam penelitian itu adalah rasio
keuangan yang terdiri dari CAR, NPL, ROA, ROE, BOPO, LDR. Hasil
dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa dilihat dari kinerja
keuangan bank secara keseluruhan antara bank syariah dan bank
konvensional tidak terdapat perbedaan yang signifikan.
2.5. Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah :
1. H1 : Terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja perbankan
syariah dengan perbankan konvensional, berdasarkan rasio profitabilitas.
2. H2 : Terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja perbankan
syariah dengan perbankan konvensional, berdasarkan rasio likuiditas.
3. H3 : Terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja perbankan
syariah dengan perbankan konvensional, berdasarkan rasio leverage.
4. H4 : Terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja perbankan
syariah dengan perbankan konvensional, berdasarkan rasio efisiensi.
5. H5 : Terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja perbankan
syariah dengan perbankan konvensional, berdasarkan rasio operasional.
6. H6 : Terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja perbankan
syariah dengan perbankan konvensional, berdasarkan rasio kualitas
aktiva produktif.
7. H7 : Terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja perbankan
syariah dengan perbankan konvensional, berdasarkan rasio aktivitas.
8. H8 : Terdapat perbedaan yang signifikan antara kinerja perbankan
syariah dengan perbankan konvensional secara keseluruhan.

26

2.6. Kerangka Konseptual
Bank harus memiliki kinerja keuangan yang baik untuk dapat menjalankan
fungsinya sebagai lembaga intermediasi. Kinerja keuangan bank menunjukkan
kondisi keuangan bank pada suatu periode tertentu yang umumnya diukur dengan
rasio profabilitas, likuiditas, leverage, efisiensi, operasional, kualitas aktiva
produktif, dan aktivitas.
Beberapa penelitian terdahulu menguji apakah terdapat perbedaan kinerja
keuangan antara bank syariah dan bank konvensional, sehubungan dengan adanya
perbedaan ruang lingkup operasional. Perbedaan ruang lingkup opersional
tersebut menghasilkan perbedaan kinerja keuangan sehingga bagi para yang
berkepentingan dapat mengambil keputusan. Berdasarkan uraian tersebut, penulis
membuat kerangka konseptual seperti di bawah ini.













Diperbandingkan
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

BANK
Bank
Syariah
Bank
Konvensional
Kinerja Keuangan :
ROA
LDR
DER
OER
NIM/NOM
NPL
TATO
Kinerja Keuangan :
ROA
LDR
DER
OER
NIM/NOM
NPL
TATO

27

2.7. Rasio Keuangan
2.7.1. Rasio Profitabilitas
Menurut Harmono (2009) rasio profitabilitas digunakan untuk
mengetahui kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba atau seberapa
efektif pengelolaan perusahaan oleh manajemen. Analisis rasio rentabilitas
bank adalah alat untuk menganalisis atau mengukur tingkat efisiensi usaha
dan profitabilitas yang dicapai oleh bank yang bersangkutan.
Rasio rentabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Return
on Assets (ROA). Rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan
manajemen bank dalam memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan.
Semakin besar ROA suatu bank, semakin besar pula tingkat keuntungan
yang dicapai bank tersebut dan semakin baik pula posisi bank tersebut dari
segi penggunaan aset. Berdasarkan SE BI No 6/73/INTERN DPNP tgl 24
Desember 2004 rasio ini dapat dirumuskan sebagai barikut:
ROA =
Laba Sebelum Pajak
Total Aktiva

2.7.2. Rasio Likuiditas
Menurut Harmono (2009) rasio likuiditas adalah rasio yang bertujuan
untuk mengetahui kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban
jangka pendek. Suatu bank dikatakan likuid apabila bank bersangkutan
dapat memenuhi kewajiban hutang-hutangnya, dapat membayar kembali
semua depositonya, serta dapat memenuhi permintaan kredit yang diajukan
tanpa terjadi penangguhan. Rasio likuiditas ini dilakukan untuk
menganalisis kemampuan bank dalam memenuhi kewajiban-kewajiban

28

tersebut. Dalam penelitian ini, rasio likuiditas yang digunakan adalah Loan
to Deposit Ratio (LDR).
Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah rasio antara seluruh jumlah kredit
yang diberikan bank dengan dana yang diterima oleh bank. Rasio ini
digunakan untuk mengetahui kemampuan bank dalam membayar kembali
kewajiban kepada para nasabah yang telah menanamkan dananya dengan
kredit-kredit yang telah diberikan kepada para debiturnya. Semakin tinggi
rasionya semakin tinggi tingkat likuiditasnya. Berdasarkan SE BI No
3/30DPNP tgl 14 Desember 2001 rasio ini dapat dirumuskan sebagai
berikut:
LDR =
Total Pembiayaan
Total Dana Pihak Ketiga

2.7.3. Rasio Leverage
Menurut Harmono (2009) rasio solvabilitas adalah rasio untuk
mengetahui kemampuan perusahaan dalam membayar kewajiban jika
perusahaan tersebut dilikuidasi. Rasio leverage menunjukkan seberapa besar
kebutuhan dana perusahaan dibelanjai dengan hutang. Apabila perusahaan
tidak mempunyai leverage artinya perusahaan dalam beroperasi sepenuhnya
menggunakan modal sendiri atau tanpa menggunakan hutang. Rasio
leverage yang digunakan dalam penelitian ini adalah Debt to Equity Ratio
(DER).
DER =
Total Kewajiban
Total Ekuitas



29

2.7.4. Rasio Efisiensi
Rasio efisiensi adalah perbandingan antara biaya operasional dan
pendapatan operasional. Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat
efisiensi dan kemampuan bank dalam melakukan kegiatan operasinya. Rasio
yang digunakan adalah Operating Efficiency (OER) atau BOPO.
Berdasarkan SE BI No 6/73/INTERN DPNP tgl 24 Desember 2004 rasio ini
dapat dirumuskan sebagai berikut:
OER =
Biaya Operasional
Pendapatan Operasional

2.7.5. Rasio Operasional
Rasio operasional menunjukkan bagaimana efisiensi sebuah
perusahaan dalam kegiatan operasinya dan penggunaan dari aktiva. Ada
beberapa cara untuk mengukur operasi. Dalam penelitian ini rasio yang
digunakan adalah Net Interest Margin (NIM)/Net Operating Margin
(NOM). Berdasarkan SE BI No 6/73/INTERN DPNP tgl 24 Desember 2004
rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
NIM =
Pendapatan Bunga Beban Bunga
Rata-rata Aktiva Produktif

NOM =
(Pendapatan Operasional Distribusi bagi Hasil) Biaya Operasional
Rata-rata Aktiva Produktif

2.7.6. Rasio Kualitas Aktiva Produktif
Pengertian aktiva produktif dalam Surat Keputusan Direksi Bank
Indonesia No. 31/147/KEP/DIR Tanggal 12 November 1998 tentang
Kualitas Aktiva Produktif adalah penanaman dana bank baik dalam Rupiah

30

maupun valuta asing dalam bentuk kredit, surat berharga, penempatan dana
antar bank, penyertaan, komitmen dan kontijensi pada transaksi rekening
administratif.
Kualitas Aktiva Produktif dinilai berdasarkan:
1. Prospek usaha
2. Kondisi keuangan dengan penekanan pada arus kas debitur
3. Kemampuan membayar
Berdasarkan analisis dan penilaian terhadap faktor penilaian mengenai
prospek usaha, kinerja debitur, kemampuan membayar dengan
mempertimbangkan komponen-komponen yang tidak disebutkan, kualitas
kredit ditetapkan menjadi:
a. Lancar (Pass)
b. Dalam perhatian khusus (special mention)
c. Kurang lancar (sub standard)
d. Diragukan (doubtful)
e. Macet (loss)
Non Performing Loan (NPL) merupakan aktiva produktif dengan
kualitas aktiva kurang lancar, diragukan, dan macet. Bank melakukan
peninjauan, penilaian dan pengikatan terhadap agunan untuk memperkecil
resiko kredit (Masyhud Ali, 2004). Berdasarkan SE BI No 6/73/INTERN
DPNP tgl 24 Desember 2004 rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
NPL =
Total Kredit Bermasalah
Total Kredit



31

2.7.7. Rasio Aktivitas
Menurut Harmono (2009) rasio aktivitas digunakan untuk mengetahui
seberapa efektif manajemen perusahaan menggunakan aktiva yang
dimilikinya dalam melaksanakan kegiatan perusahaan. Singkatnya, dengan
rasio ini kita bisa mengukur tingkat efisiensi perusahaan dalam
memanfaatkan aset untuk menghasilkan pendapatan. Dalam penelitian ini
rasio yang digunakan adalah Total Assets Turnover (TATO).
Rasio ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
TATO =
Total Pendapatan
Total Aktiva

Anda mungkin juga menyukai