Anda di halaman 1dari 14

AIDS DAN CARA PENANGGULANGANNYA

Google Home Kesehatan Cara Penanggulangan Aids


CARA PENANGGULANGAN AIDS
Cara penanggulangan Aids upaya cara penanggulangan Aids upaya pencegahan program cara
Penanggulangan Aids pencegahan HIV/AIDS hanya dapat efektif bila dilakukan dengan komitmen masyarakat
dan komitmen politik yang tinggi untuk mencegah dan atau mengurangi perilaku risiko tinggi terhadap
penularan HIV. Upaya pencegahan meliputi :

1) Pemberian penyuluhan kesehatan di sekolah dan di masyarakat harus menekankan bahwa mempunyai
pasangan seks yang berganti-ganti serta penggunaan obat suntik bergantian dapat meningkatkan risiko terkena
infeksi HIV. Pelajar juga harus dibekali pengetahuan bagaimana untuk menghindari atau mengurangi
kebiasaan yang mendatangkan risiko terkena infeksi HIV. Program untuk anak sekolah harus dikembangkan
sedemikian rupa sesuai dengan perkembangan mental serta kebutuhan mereka, begitu juga bagi mereka yang
tidak sekolah. Kebutuhan kelompok minoritas, orang-orang dengan bahasa yang berbeda dan bagi penderita
tuna netra serta tuna rungu juga harus dipikirkan.
2) Satu-satunya jalan agar tidak terinfeksi adalah dengan tidak melakukan hubungan seks atau hanya
berhubungan seks dengan satu orang yang diketahui tidak mengidap infeksi. Pada situasi lain, kondom lateks
harus digunakan dengan benar setiap kali seseorang melakukan hubungan seks secara vaginal, anal atau oral.
Kondom lateks dengan pelumas berbahan dasar air dapat menurunkan risiko penularan melalui hubungan seks.
3) Memperbanyak fasilitas pengobatan bagi pecandu obat terlarang akan mengurangi penularan HIV. Begitu
pula Program Harm reductionyang menganjurkan para pengguna jarum suntik untuk menggunakan metode
dekontaminasi dan menghentikan penggunaan jarum bersama telah terbukti efektif.
4) Menyediakan fasilitas Konseling HIV dimana identitas penderita dirahasiakan atau dilakukan secara
anonimus serta menyediakan tempat-tempat untuk melakukan pemeriksaan darah. Faslitas tersebut saat ini
telah tersedia di seluruh negara bagian di AS. Konseling, tes HIV secara sukarela dan rujukan medis
dianjurkan dilakukan secara rutin pada klinik keluarga berencana dan klinik bersalin, klinik bagi kaum homo
dan terhadap komunitas dimana seroprevalens HIV tinggi. Orang yang aktivitas seksualnya tinggi disarankan
untuk mencari pengobatan yang tepat bila menderita Penyakit Menular Seksual (PMS).
5) Setiap wanita hamil sebaiknya sejak awal kehamilan disarankan untuk dilakukan tes HIV sebagai kegiatan
rutin dari standar perawatan kehamilan. Ibu dengan HIV positif harus dievaluasi untuk memperkirakan
kebutuhan mereka terhadap terapi zidovudine (ZDV) untuk mencegah penularan HIV melalui uterus dan
perinatal.
6) Berbagai peraturan dan kebijakan telah dibuat oleh USFDA, untuk mencegah kontaminasi HIV pada plasma
dan darah. Semua darah donor harus diuji antibodi HIV nya. Hanya darah dengan hasil tes negatif yang
digunakan. Orang yang mempunyai kebiasaan risiko tinggi terkena HIV sebaiknya tidak mendonorkan plasma,
darah, organ-organ untuk transplantasi, sel atau jaringan (termasuk cairan semen untuk inseminasi buatan).
Institusi (termasuk bank sperma, bank susu atau bank tulang) yang mengumpulkan plasma, darah atau organ
harus menginformasikan tentang peraturan dan kebijakan ini kepada donor potensial dan tes HIV harus
dilakukan terhadap semua donor. Apabila mungkin, donasi sperma, susu atau tulang harus dibekukan dan
disimpan selama 3 6 bulan. Donor yang tetap negatif setelah masa itu dapat di asumsikan tidak terinfeksi
pada waktu menjadi donor.
7) Jika hendak melakukan transfusi Dokter harus melihat kondisi pasien dengan teliti apakah ada indikasi
medis untuk transfusi. Transfusi otologus sangat dianjurkan.
8) Hanya produk faktor pembekuan darah yang sudah di seleksi dan yang telah diperlakukan dengan
semestinya untuk menonaktifkan HIV yang bisa digunakan.
9) Sikap hati-hati harus dilakukan pada waktu penanganan, pemakaian dan pembuangan jarum suntik atau
semua jenis alat-alat yang berujung tajam lainnya agar tidak tertusuk. Petugas kesehatan harus menggunakan
sarung tangan lateks, pelindung mata dan alat pelindung lainnya untuk menghindari kontak dengan darah atau
cairan yang mengandung darah. Setiap tetes darah pasien yang mengenai tubuh petugas kesehatan harus dicuci
dengan air dan sabun sesegera mungkin. Kehati-hatian ini harus di lakukan pada semua pasien dan semua
prosedur laboratorium (tindakan kewaspadaan universal).
10) WHO merekomendasikan pemberian imunisasi bagi anak-anak dengan infeksi HIV tanpa gejala dengan
vaksin-vaksin EPI (EXPANDED PROGRAMME ON IMMUNIZATION); anak-anak yang menunjukkan
gejala sebaiknya tidak mendapat vaksin BCG. Di AS, BCG dan vaksin oral polio tidak direkomendasikan
untuk diberikan kepada anak-anak yang terinfeksi HIV tidak perduli terhadap ada tidaknya gejala, sedangkan
vaksin MMR (measles-mumps-rubella) dapat diberikan kepada anak dengan infeksi HIV.
Pengawasan penderita, kontak dan lingkungan sekitarnya :
1). Laporan kepada instansi kesehatan setempat; mengirimkan laporan resmi kasus AIDS adalah wajib di
semua jajaran kesehatan di AS dan hampir di semua negara di dunia. Sebagian besar negara bagian di AS
menerapkan sistem pelaporan infeksi HIV ini. Laporan resmi mungkin dibutuhkan di berbagai negara atau
provinsi, Kelas 2B (lihat tentang pelaporan penyakit menular)
2). Isolasi; mengisolasi orang dengan HIV positif secara terpisah tidak perlu, tidak efektif dan tidak
dibenarkan. Universal Precaution(kewaspadaan universal) (q.v) diterapkan untuk semua penderita yang
dirawat. Tindakan kewaspadaan tambahan tertentu perlu dilakukan pada infeksi spesifik yang terjadi pada
penderita AIDS.
3). Disinfeksi serentak; dilakukan terhadap alat alat yang terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh
dengan menggunakan larutan pemutih (chlorine) atau germisida tuberkulosidal.
4). Karantina; tidak diperlukan. Penderita HIV/AIDS dan pasangan seks mereka sebaiknya tidak
mendonasikan darah, plasma, organ untuk transplantasi, jaringan, sel, semen untuk inseminasi buatan atau susu
untuk bank susu manusia.
5). Imunisasi dari orang orang yang kontak; tidak ada.
6). Investigasi terhadap kontak dan sumber infeksi; Di AS pasangan seks dari para penderita HIV/AIDS atau
pasangan pengguna jarum suntik bersama, bila memungkinkan, di laporkan sendiri oleh si penderita. Rujukan
oleh petugas di benarkan bila pasien, sesudah dilakukan konseling, tetap menolak untuk memberitahukan
pasangan seks mereka, dan untuk itu petugas harus betul-betul yakin bahwa tidak akan terjadi sesuatu yang
membahayakan indeks kasus bila pasangannya diberitahu. Tindakan yang sangat hati-hati harus dilakukan
untuk melindungi kerahasiaan penderita.
7). Pengobatan spesifik : di sarankan untuk melakukan diagnosa dini dan melakukan rujukan untuk evaluasi
medis. Rujuklah sumber informasi mutakhir tentang obat yang tepat, jadwal dan dosisnya. Pedoman
pengobatan HIV/AIDS yang selalu diperbaharui setiap saat tersedia pada CDC National Clearing house (1-
800-458-5231) dan dapat diakses melalui Clearing house World Wide Website (http:www.cdcnpin.org).
a. Sebelum ditemukan pengobatan antiretrovirus yang relatif efektif, dan tersedia secara rutin di AS sekitar
tahun 90-an, pengobatan yang ada pada waktu itu hanya ditujukan kepada penyakit opportunistic yang
diakibatkan oleh infeksi HIV. Penggunaan TMP-SMX oral untuk tujuan profilaktik, dengan pentamidin
aerosol kurang efektif, obat ini di rekomendasikan untuk mencegah penumonia P. carinii. Semua orang yang
terinfeksi HIV terhadap mereka harus dilakukan tes tuberkulin dan dievaluasi apakah mereka penderita TBC
aktif. Jika diketahui menderita TB aktif, pasien harus diberi terapi anti tuberkulosa. Jika bukan TB aktif, pasien
dengan tes tuberkulin positif atau yang anergik tetapi baru saja terpajan dengan TB harus diberikan terapi
dengan isoniazid untuk 12 bulan.
b. Keputusan untuk memulai atau merubah terapi antiretrovirus harus di pandu dengan memonitor hasil
pemeriksaan parameter laboratorium baik Plasma HIV RNA (viral load) maupun jumlah sel CD4+T dan
dengan melihat kondisi klinis dari pasien. Hasil dari dua parameter ini memberikan informasi penting tentang
status virologi dan imunologi dari pasien dan risiko dari perkembangan penyakit menjadi AIDS. Sekali
keputusan untuk memberi terapi antiretrovirus diambil, pengobatan harus di lakukan dengan agresif dengan
tujuan menekan virus semaksimal mungkin. Pada umumnya, harus diawali dengan penggunaan inhibitor
protease dan dua inhibitor non nucleoside reverse transcriptase. Regimen lain mungkin digunakan tetapi
dianggap kurang optimal. Pertimbangan spesifik di berikan kepada orang dewasa dan wanita hamil, dan bagi
pasien pasien ini sebaiknya digunakan regimen pengobatan spesifik.

c. Hingga pertengahan tahun 1999, satu-satunya obat yang dapat mengurangi risiko penularan HIV perinatal
hanya AZT dan di berikan sesuai dengan regimen berikut: diberikan secara oral sebelum kelahiran, mulai 14
minggu usia kehamilan dan diteruskan sepanjang kehamilan, diberikan intravena selama periode intra-partum;
diberikan oral bagi bayi baru lahir hingga berusia 6 minggu. Regimen chemoprophylactic ini menurunkan
risiko penularan HIV hingga 66 %. Terapi AZT yang lebih singkat mengurangi risiko penularan hingga 40%.
Dari studi di Uganda, dilaporkan bahwa pada bulan Juli 1999 dosis tunggal nevirapine yang diberikan kepada
ibu yang terinfeksi HIV diikuti dengan dosis tunggal kepada bayi hingga berusia 3 hari, memberi hasil yang
lebih baik dibandingkan dengan kedua terapi diatas. Hanya 13.1 % dari bayi yang mendapat terapi nevirapine
yang terinfeksi HIV, dibandingkan dengan 25.1 % dari kelompok yang mendapat terapi AZT. Harga
Nevirapine kurang dari 4 dollar satu dosisnya, sehingga prospek untuk melindungi penularan ibu ke anak di
negara berkembang lebih memungkinkan di era milinium ini.
Namun, kurang tersedianya fasilitas tes HIV dan jasa konsultasi bagi wanita hamil di negara-negara
berkembang yang termiskin di Afrika tetap merupakan sebuah tantangan yang berat. Disamping itu kurang
tersedianya pengobatan anti HIV bagi orang dewasa membuat angka anak-anak yang menjadi yatim-piatu
bertambah di negara-negara ini.
d. Penanganan tenaga kesehatan yang sehari-harinya terpajan darah dan cairan tubuh yang mungkin
mengandung virus HIV sangat kompleks. Sifat pajanan dan faktor-faktor seperti kemungkinan hamil dan strain
HIV yang resisten terhadap obat harus dipertimbangkan sebelum Profilaksis HIV pasca pemajanan
(Postexposure prophylaxis = PEP) di berikan. Akhir tahun 1999, pemberian PEP yang dianjurkan termasuk
pemberian regimen dasar selama 4 minggu yang terdiri dari 2 jenis obat (zidovudine dan lamivudine) untuk
semua jenis pemajanan HIV, termasuk juga regimen yang telah dikembangkan, dengan tambahan protease
inhibitor (indinavir atau nelfinavir) yang ditujukan bagi orang yang terpajan kuman HIV yang keberadaannya
membuat mereka mempunyai risiko tinggi tertular atau utnuk mereka yang diketahui atau dicurigai resisten
terhadap satu atau lebih obat antiretroviral yang direkomendasikan untuk PEP. Institusi pelayanan kesehatan
seharusnya mempunyai pedoman yang mempermudah dan memberikan akses yang tepat untuk perawatan
pasca pemajanan bagi petugas kesehatan dan pengembangan sistem pencatatan dan pelaporan peristiwa
pemajanan.
Penanggulangan wabah HIV saat ini sudah pandemik, dengan jumlah penderita yang sangat besar di
laporkan di Amerika, Eropa, Afrika dan Asia Tenggara. Lihat 9A, diatas untuk rekomendasi.
Implikasi bencana Petugas emergensi harus mengikuti prosedur kewaspadaan universal, jika sarung tangan
lateks tidak tersedia dan permukaan kulit kontak dengan darah, harus dicuci sesegera mungkin. Masker,
kacamata pelindung dan pakaian pelindung di sarankan untuk dipakai ketika melakukan tindakan yang bisa
menyebabkan semburan atau percikan darah atau cairan tubuh. Transfusi untuk keadaan darurat sebaiknya
menggunakan darah donor yang telah diskrining terhadap antibodi HIV, jika uji saring tidak mungkin
dilakukan maka donasi sebaiknya di terima hanya dari donor yang tidak mempunyai perilaku yang
memungkinkan terinfeksi oleh HIV, dan lebih disukai donor yang sebelumnya terbukti negatif untuk antibodi
HIV.
Tindakan Internasional Program pencegahan dan pengobatan global dikoordinasi oleh WHO yang dimulai
pada tahun 1987. Sejak tahun 1995, program AIDS global dikoordinasikan oleh UNAIDS. Sebenarnya semua
negara di seluruh dunia telah mengembangkan program perawatan dan pencegahan AIDS. Beberapa negara
telah melembagakan keharusan pemeriksaan AIDS atau HIV untuk masuknya pendatang asing (terutama bagi
mereka yang meminta visa tinggal atau visa yang lebih panjang, seperti visa belajar atau visa kerja) WHO dan
UNAIDS belum mendukung tindakan ini (Cara penanggulangan Aids)








Artikel: Strategi Penanggulangan HIV/AIDS
A. LATAR BELAKANG
Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan
oleh virus HIV ( Human Immuno Deficiency Virus ) yang akan mudah menular dan mematikan. Virus
tersebut merusak sistem kekebalan tubuh manusia, dengan berakibat yang bersangkutan kehilangan
daya tahan tubuhnya, sehingga mudah terinfeksi dan meninggal karena berbagai penyakit infeksi kanker
dan lain-lain.
Sampai saat ini belum ditemukan vaksin pencegahan atau obat untuk penyembuhannya. Jangka waktu
antara terkena infeksi dan munculnya gejala penyakit pada orang dewasa memakan waktu rata-rata 5-7
tahun.
Selama kurun waktu tersebut walaupun masih tampak sehat, secara sadar maupun tidak pengidap HIV
dapat menularkan virusnya pada orang lain.
B. PENULARAN HIV / AIDS
Karena AIDS bukan penyakit, AIDS tidak menular yang menular adalah HIV yaitu virus yang
menyebabkan kekebalan tubuh mencapai masa AIDS. Virus ini terdapat dalam larutan darah cairan
sperma dan cairan vagina, dan bisa menular pula melaui kontak darah atau cairan tersebut. Pada cairan
tubuh lain konsentrasi HIV sangat rendah sehingga tidak bisa menjadi media atau saluran penularan.
Tidak ada gejala khusus jika seseorang sudah terinfeksi HIV, dengan kata lain orang yang mengidap HIV
tidak bisa dikenali melalui diagnosis gejala tertentu, disamping itu orang yang terinfeksi HIV bisa saja
tidak merasakan sakit. Berbulan-bulan atau tahun seseorang yang sudah terinfeksi dapat bertahan tanpa
menunjukkan gejala klinis yang khas tetapi baru tampak pada tahap AIDS.
Ada empat cara penularan HIV. Pertama, melalui hubungan seksual dengan seorang pengidap HIV
tanpa perlindungan atau menggunakan kontrasepsi (kondom). Cara kedua, HIV dapat menular melalui
transfusi dengan darah yang sudah tercemar HIV. Cara ketiga, seorang ibu yang mengidap HIV bisa pula
menularkannya kepada bayi yang dikandung, itu tidak berarti HIV /AIDS merupakan penyakit turunan,
karena penyakit turunan berada di gen-gen manusia sedangkan HIV menular saat darah atau cairan
vagina ibu membuat kontak dengan cairan atau darah anaknya. Dan cara keempat adalah melalui
pemakaian jarum suntik akufuntur, jarum tindik dan peralatan lainnya yang sudah dipakai oleh pengidap
HIV.
Kemungkinan penularan HIV melalui empat cara diatas tidak sama, hal tersebut dapat dilihat pada tabel
dibawah ini

Penularan melalui
Kemungkinan
terinfeksi per
kontak (%)
12
3
3.1
3.2
3.3
4
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
4.5.1
4.5.2
Tranfusi darah yang terinfeksi HIV
Dari ibu yang HIV + ke anak yang
dikandungnya
Jarum
Jarum suntik
Jarum tusuk
Jarum suntik pada pecandu narkotika
Hubungan seksual
Laki-laki ke laki-laki
Laki-laki ke perempuan
Perempuan ke laki-laki
Anal seks*
Oral seks*
Penis ke mulut*
Mulut ke Vagina*
89,5
15 30
0,67
0,29
0,5 10
0,06 5,10
0,05 0,23
0,03 5,60
Belum dapat
dipastikan
Idem
Idem
Idem
Sumber : TIME (23/6-1997) dan AIDS and Men : Taking Risk of Taking Responsibility (Panos, London,
1999) serta sumber-sumber lain. Pengolahan data oleh penulis.
Data diatas menunjukkan kemungkinan penularan paling besar bila seseorang mendapat tranfusi dengan
darah yang sudah terinfeksi HIV 89,5% akan terinfeksi, antara 15-30% ibu hamil yang positif akan
menularkan virus pada anak yang dikandungnya. Kemungkinan penularan ini dapat ditekan sampai 8%
dengan penanganan dokter ahli dan pemakaian obat-obat khusus saat hamil (Mutiara, 873,15-21 1997),
dan kemungkinan cukup besar tertular sampai 10% perkontak, terdapat pada kalangan pecandu narkotik
suntikan.
Ada satu kondisi lagi yang kondusif untuk penularan HIV/AIDS bila seseorang sudah terkena satu
penyakit kelamin, penyakit kelamin yang dikenal umum adalah sifilis, gonore / GO, herpes dan chlanydia.
Penderita penyakit diatas bisa membuat seorang rentan terhadap penularan HIV karena penyakit yang
sudah ada padanya bisa menyebabkan infeksi saluran reproduksi, HIV bisa masuk dengan mudah
melalui bagian yang sudah sakit.
TAHAP DAN GEJALA HIV / AIDS
Gejala-gejala AIDS baru bisa dilihat pada seseorang yang tertular HIV sesudah masa inkubasi, yang
biasanya berlangsung antara 5-7 tahun setelah terinfeksi. Selama masa inkubasi jumlah HIV dalam
darah terus bertambah sedangkan jumlah sel T semakin berkurang, kekebalan tubuhpun semakin rusak
jika jumlah sel T makin sedikit.
Masa inkubasi terdiri dari beberapa tahap, tenggang waktu pertama setelah HIV masuk kedalam aliran
darah, disebut masa jendela / Window Period. Tenggang waktu berkisar antara 1-6 bulan, pada rentang
waktu ini tes HIV akan menunjukkan hasil yang negativ karena tes yang menditeksi anti body HIV belum
dapat ditemukan, tetapi walaupn seseorang yang terinfeksi HIV baru pada tahap jendela tetap saja dia
dapat menularkan HIV kepada orang lain. Tahap kedua disebut kondisi asimptomatik, yaitu suatu
keadaan yang tidak menunjukkan gejala-gejala walaupun dalam tubuh seseorang sudah ada HIV yang
dapat dideteksi melalui tes. Kondisi ini bisa berlangsung antara 5-10 tahun, dan tahap inipun seseorang
yang positif bisa menularkan HIVnya pada orang lain. Tahap ketiga ditandai dengan pembesaran kelenjar
limfe yang menetap dibanyak bagian tubuh. Dan tahap keempat ditandai dengan kondisis seseorang
yang sel T 4 (sel darah putih sebagai pertahanan tubuh saat antigen masuk) pada dirinya sudah berada
dibawah 200 / microliter sehingga muncul berbagai macam penyakit, terutama penyakit-penyakit yang
disebabkan infeksi oportunistik. Sebenarnya infeksi oportunistik ini juga sudah sering muncul sebelum
seseorang mencapai masa AIDS, tetapi dia belum akan dikatakan dalam kondisi AIDS apabila sel T 4
didalam darahnya masih diatas 200 / microliter.
WHO telah membuat kriteria gejala yang dapat dipakai sebagai pegangan dalam mendiagnosis AIDS,
ada yang disebut gejala mayor dan gejala minor. Gejala minor atau ringan antara lain :
batuk kronis lebih dari satu bulan, bercak-bercak merah dan gatal dipermukaan kulit pada beberapa
bagian tubuh, Herpes Zorter (infeksi yang disebabkan virus yang menggangu saraf) yang muncul
berulang-ulang, infeksi semacam sariawan pada mulut dan tenggorokan yang disebabkan oleh jamur
Candida albicans, dan pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap di sekujur tubuh. Gejala-
gejala mayor antara lain : demam yang berkepanjangan lebih dari tiga bulan, diare kronis lebih dari satu
bulan berulang-ulang maupun terus-menerus dan penurunan berat badan lebih 10 persen dalam kurun
waktu tiga bulan.
C. PERKEMBANGAN HIV/AIDS DI DUNIA
Setelah kasus pertama HIV /AIDS ditemukan pada tahun 1981, dewasa ini telah merupakan pandemi,
menyerang jutaan penduduk disetiap negara didunia dan menyerang pria, wanita serta anak-anak. WHO
memperkirakan bahwa sekitar 10-12 juta orang dewasa dan anak-anak didunia telah terinfeksi dan setiap
hari sebanyak 5000 orang tertular virus HIV. Menurut estimasi, pada tahun 2000 sekarang sekitar 10 juta
penduduk akan hidup dengan AIDS, 8 juta diantaranya akan mati. Pada saat itu laju infeksi pada wanita
akan jauh lebih cepat dari pada pria. Dari seluruh infeksi HIV 90% akan terjadi di negara berkembang
terutema di Asia, negara yang paling parah terkena antara lain : Thailand diperkirakan antara 500 ribu
dan 800 ribu penduduknya telah terinfeksi, India sudah mencapai rata-rata antara 2-5 juta, di Bombay
sudah 50% pekerja seks dan 22,5% perempuan hamil sudah terinfeksi virus HIV. Sementara itu negara-
negara maju telah berhasil menekan laju infeksi HIV di negaranya. Untuk lebih jelasnya dapatb dilihat
tabel estimasi epidemi HIV / AIDS didunia (juni 1998).
Kawasan Jumlah
Amerika Utara
Karibia
Amerika Latin
Eropa Barat
Eropa Timur dan Asia Tengah
Afrika Utara dan Timur Tengah
Sahara Afrika
Asia Selatan dan Asia Tenggara
Asia Timur dan Pasifik
Australia dan Selandia Baru
860.000
310.000
1.300.000
480.000
190.000
210.000
21.000.000
5.800.000
420.000
12.000
Total
30.582.000
Sumber : Report on the Global HIV/AIDS Epidemic, Juni 1998, UNAIDS/WHO.
Tahun 2000 penanganan AIDS diseluruh dunia akan menghabiskan dana 514 milliar dollar AS. Setiap
hari 7500 penduduk dunia terinfeksi HIV, lebih dari separo yang terinfekssi rata-rata berusia dibawah 25
tahun.
Melihat kondisi yang sangat memprihatinkan tersebut pemerintah menganggap perlu melakukan satu
tindakan pencegahan dan penanggulangan AIDS baik secara nasional ataupun regional dan global
dengan berdasarkan kemanusiaan dan keadilan, sehingga akhirnya dibentuk suatu komisi
penaggulangan AIDS. Komisi penaggulangan AIDS ini ditetapkan dengan keppres NO. 36 tahun 1994.
D. SITUASI DAN MASALAH HIV DI INDONESIA
Kasus penularan AIDS pertama di Indonesia pada tahun 1987 kemudian disusul dengan kasus-kasus
berikutnya, sehingga pada tanggal 31 januari 1995 tercatat pengidap HIV 211 orang dan 69 penderita
AIDS, 44 orang diantaranya meninggal. Data terakhir bulan Juni 1999 tercatat 88 mengidap HIV dan 26
penderita AIDS (sampai dengan 31 Agustus 1999). Serupa dengan pola penyebaran dinegara lain, di
Indonesiapun mulainya diantara orang-orang homo seks, kemudian muncul pada sekelompok kecil
orang-orang yang berperilaku resiko tinggi seperti pecandu obat narkotika dan para tuna susila. Sasaran
umum pembangunan jangka panjang kedua (PJP-II) sebagaimana dinyatakan dalam GBHN 1993 adalah
terciptanya kwalitas manusia dan kwalitas masyarakat Indonesia yang maju dan mandiri. Penyebaran
HIV / AIDS dalam masyarakat bukan semata-mata hanya masalah kesehatan saja, tetapi mempunyai
implikasi politik, ekonomi, sosial, etis, agama dan hukum, bahkan dampaknya secara nyata cepat atau
lambat menyentuh semua aspek kehidupan bangsa dan negara. Hal ini mengancam upaya bangsa untuk
meningkatkan kwalitas sumber daya manusia.
Dalam rangka mengamankan jalannya pembangunan nasional, demi terciptanya kwalitas manusia yang
diharapkan, perlu peningkatan upaya penaggulangan HIV / AIDS, yang melibatkan semua sektor
pembangunan nasional melalui program yang terarah, terpadu dan menyeluruh.
Untuk itu disusunlah strstegi nasional penanggulangan HIV / AIDS yang komprehensif, menyeluruh dan
multi sektorel, guna mewujudkan satu gerak langkah dalam penaggulangan AIDS tersebut dan yang
berdasarkan Keputusan Presiden NO. 36 tahun 1994 tentang komisi penanggulangan AIDS.
Tujuan Penanggulangan HIV/AIDS adalah untuk :
1. Mencegah penularan virus HIV.
2. Mengurangi sebanyak mungkin penderitaan perorangan, serta dampak sosial dan ekonomis dari
HIV/AIDS di seluruh Indonesia.
3. Menghimpun dan menyatukan upaya-upaya nasional untuk penanggulangan HIV/AIDS.
E. STRATEGI NASIONAL PENANGGULANGAN HIV/AIDS
Strategi Nasional ini merupakan kerangka acuan dan panduan untuk setiap upaya penanggulangan
HIV/AIDS di Indonesia, baik oleh pemerintah, masyarakat LSM, keluarga, perorangan, universitas dan
lembaga-lembaga penelitian, donor dan badan-badan internasional agar dapat bekerja sama dalam
kemitraan yang efektif dan saling melengkapi dalam lingkup keahlian dan kepedulian masing-masing
berdasarkan Pasal 5 Keputusan Presiden nomor 36 Tahun 1994.
Strategi Nasional ini disusun dengan sistematika, Prinsip-prinsip dasar penanggulangan HIV/AIDS,
Lingkup program, peran dan tanggung jawab, kerjasama internasional dan pendanaan. Kegiatan
penanggulangan AIDS dikomandoi oleh Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) yang diketuai oleh Menko
Kesra dan di daerah oleh KPAD. Kegiatannya meliputi pencegahan, pelayanan, pemantauan,
pengedalian dan penyuluhan.
Prinsip-prinsip dasar penanggulangan HIV/AIDS.
1. Upaya penanggulangan HIV/AIDS dilaksanakan bersama oleh masyarakat dan pemerintah.
2. Setiap upaya penanggulangan harus mencerminkan nilai-nilai agama dan budaya yang ada di
Indonesia.
3. Setiap kegiatan diarahkan untuk mempertahankan dan memperkukuh ketahanan dan kesejahteraan
keluarga, serta sistem dukungan sosial yang mengakar dalam masyarakat.
4. Pencegahan HIV/AIDS diarahkan pada upaya pendidikan dan penyuluhan untuk memantapkan
perilaku yang baik dan mengubah perilaku yang berisiko tinggi.
5. Setiap orang berhak untuk mendapat informasi yang benar untuk melindungi diri dan orang lain
terhadap infeksi HIV.
6. Setiap kebijakan, program, pelayanan dan kegiatan harus tetap menghormati harkat dan martabat
dari para pengidap HIV/penderita AIDS dan keluarganya.
7. Setiap pemeriksaan untuk mendiagnosa HIV/AIDS harus didahului dengan penjelasan yang benar
dan mendapat persetujuan yang bersangkutan (informed consent), sebelum dan sesudahnya harus
diberikan konseling yang memadai dan hasil pemeriksaan wajib dirahasiakan.
8. Diusahakan agar peraturan perundang-undangan mendukung dan selaras dengan Strategi Nasional
Penanggulangan HIV/AIDS di semua tingkat.
9. Setiap pemberi pelayanan kepada pengidap HIV/penderita AIDS berkewajiban memberikan
pelayanan tanpa diskriminasi.
10. 3 Aspek Kepedulian :
11. Lingkup Program Utama :
Program
1. Pengamanan sumberdaya manusia.
2. Penggerakan, perorangan, keluarga, masyarakat untuk pencegahan, penyebaran dan
penanggulangan HIV/AIDS.
3. Pelayanan, perawatan, pengobatan.
1. Komunikasi, Informasi, Edukasi (KIE).
2. Pencegahan.
3. Penelitian dan Kajian.
4. Monitoring dan Evaluasi.
Sasaran Masyarakat Terkena Infeksi HIV/AIDS, terutama :
1. Kelompok resiko tinggi :
2. Kelompok resiko rendah :
1. Wanita Tuna Susila (WTS).
2. Karyawati panti pijat, night club, bar dan diskotik.
3. Waria.
4. Narapidana.
5. Kelompok gay.
6. Penderita penyakit menular seksual.
1. Donor darah.
2. Ibu hamil.
3. Calon Tenaga Kerja Indonesia (TKI).
4. Pelajar/mahasiswa.
5. Karyawan.
Upaya Kebijakan Untuk Mencegah Penyebaran HIV :
- Agama sebagai benteng.
- Kartu bebas AIDS.
STRATEGI YANG DAPAT DILAKUKAN UNTUK MENANGGULANGI PENYEBARAN PENYAKIT
HIV/AIDS ANTARA LAIN :
1. melakukan promosi kondom bagi WTS atau pekerja sex lainnya dengan cara memberikan
penjelasan tentang fungsi dan cara pemakaiannya.
2. Membangun tempat-tempat rehabilitasi khusus untuk orang-orang yang menderita penyakit AIDS.
3. Gencar melakukan pentuluhan di berbagai tempat yang ditujukan kepada masyarakat umum tentang
bahaya HIV/AIDS baik itu di sekolah-sekolah (SMU), Perguruan Tinggi jika perlu sampai ke Pondok
Pesantren, kerja sama dinas kesehatan dengan para pembimbing sekolah.
4. Pemerintah dan LSM yang ada banyak melakukan penyuluhan ketahanan keluarga karena dengan
ketahanan keluarga diharapkan Ayah, Ibu dan anak memahami bahaya dari penularan HIV/AIDS.
5. Merubah sikap dan perilaku masyarakat kearah positif dalam rangka pencegahan dan
penyebarluasan AIDS.
6. Meningkatkan pengetahuan petugas dalam rangka peningkatan kualitas pelayanan.
7. Berusaha agar pengidap HIV dan golongan resiko tinggi (WTS) dibekali keterampilan tertentu agar
mampu bekerja di bidang lain dalam kehidupnnya.
8. Membentuk kelompok kerja teknis komunikasi, informasi, dan idukasi khusus untuk menagani
HIV/AIDS.
Sebab-sebab tertular atau terkena HIV/AIDS antara lain :
1. banyak persepsi yang keliru tentang pemahaman penyakit HIV/AIDS dikalangan masyarakat.
2. Kurang adanya pendekatan orang tua terhadap anak-anaknya yang menginjak remaja sehingga
mereka terjerumus pada pergaulan bebas.
3. Kurangnya pengetahuan sex dan seringnya berganti-ganti pasangan dengan orang yang sudah
terinfeksi HIV.
4. Banyaknya tempat-tempat rawan yang dapat menimbulkan penularan HIV diantaranya panti pijat,
diskotik, tempat lokalisasi dan lain-lain.
5. Maraknya bisnis esek-esek dikalangan masyarakat tanpa perasaan malu melakukan hal tersebut.
- Skrining darah.
- Menutup tempat pelacuran.
F. KESIMPULAN
Dengan melihat data maupun keterangan yang telah dijabarkan diatas, jelaslah bahwa penyakit/virus HIV
sangat membahayakan bahkan lambat laun bisa mematikan. Untuk itu kita semua harus selalu waspada
dengan cara menjauhkan diri dari segala perbuatan yang dapat menyebabkan penularan HIV/AIDS,
terutama sex bebas dalam arti tanpa menggunakan alat kontrasepsi.



Cara Mengatasi HIV/AIDS Dengan Obat Herbal Ace
Maxs
Setiap tanggal1 Desember seringkali diperingati sebagai hari
HIV/AIDS. Semakin maraknya kasus HIV/AIDS ini memicu berbagai kalangan untuk mengurangi resiko
tingkat terjadinya penularan HIV/AIDS melalui berbagai media. Salah satu penularan HIV/AIDS adalah
melalui transfusi darah. Penularan HIV/AIDS melalui media transfusi darah ini menjadi topik yang hangat
pada saat ini. Banyak kasus yang membahas mengenai berbagai cara penularan HIV/AIDS yang tiap tahun
korbannya semakin meningkat. Belum lagi ancaman terhadap mereka ibu hamil yang dapat menularkan
virus HIV/AIDS terhadap bayi yang ada dalam kandungannya itu. Sehingga harus bergerak cepat dalam
hal penanganan HIV/AIDS dan mencegah apa saja yang menjadi faktor pemicunya. Namun, bagi mereka
yang sekarang sudah terlanjur terkena oleh HIV/ AIDS segera atasi saja dengan obat herbal Ace Maxs.
Silahkan KLIK DISINI untuk info pemesanan obat herbal Ace Maxs dan daftar harga retailnya.
Pengertian HIV/AIDS
HIV/AIDS ini terdiri dari dua kata yaitu HIV dan AIDS. Yang mana kedua kata ini memiliki arti yang saling
keterkaitan satu sama lainnya. HIV merupakan kepanjangan dari Human Immunodeficiency Virus (virus
yang menyebabkan AIDS), sedangkan AIDS merupakan Acquired Immune Deficiency Syndrome (akibat
perkembangan virus HIV). HIV/AIDS adalah penyakit yang mematikan yang mengakibatkan rusaknya
sistem imunitas tubuh sebagai dampak dari infeksi virus.
Faktor Penyebab HIV/AIDS
1. Seks bebas.
2. Transfusi darah dengan penderita HIV/AIDS.
3. Ibu hamil penderita HIV/AIDS positif.
4. Penggunaan jarum suntik bersama dengan penderita HIV/AIDS
Gejala-Gejala HIV/AIDS
1. Adanya kehilangan berat badan.
2. Mengalami demam yang berkepanjangan lebih dari satu bulan.
3. Mengalami diare yang hebat.
4. Mudah terinfeksi oleh virus yang lainnya.
5. Kehilangan tingkat kesadaran.
Pengobatan HIV/AIDS dengan Obat Herbal Ace Maxs
Ancaman HIV/AIDS dapat datang kapan saja dan dimana saja. Tingkat
resiko HIV/AIDS pun berangsur meningkat setiap tahunnya dan biasanya HIV/AIDS ini lebih sering
menyerang kepada kaum wanita. Penyuluhan HIV/AIDS bagi masyarakat sangatlah penting guna
pengetahuan dan sebagai pencegahan. ODHA (sebutan bagi penderita HIV/AIDS) seringkali mendapatkan
dikriminasi oleh berbagai kalangan. Seharusnya penderita ODHA tersebut dirangkul dan dibantu dalam
hal pengobatannya. Seperti sekarang ini, kami berupaya membantu menawarkan solusi pengobatan
untuk penderita ODHA yaitu dengan obat herbal Ace Maxs. Obat herbal Ace Maxs merupakan minuman
kelas premium dari produk H2O Internasional yang terbuat dari bahan dasar alami buah manggis dan
daun sirsak. Kedua bahan alami ini menghasilkan berbagai macam kandungan yang bermanfaat bagi
dunia kesehatan. Dalam kinerjanya, kedua bahan alami ini akan saling membantu dalam hal mengatasi
penyebaran virus HIV/AIDS. Berkat kandungan xanthone didalamnya, tubuh yang mengalami radikal
bebas dapat dituntaskan secara alami tanpa akan mengganggu sel sehat di sekitarnya. Bukan hanya itu
saja, hadirnya acetogenins juga ikut serta dalam obat herbal Ace Maxs ini. Acetogenins yang memiliki
kemampuan memberantas dan membunuh sel yang merugikan ini disebutkan oleh para ahli memiliki
khasiat 10.000 kali lipat dari kemoterapi. Sehingga penggempuran virus HIV/AIDS dapat berlangsung
efektif tanpa akan menimbulkan efek samping apapun bagi penggunanya. Perlu diketahui bahwa daya
tahan tubuh akan semakin meningkat, tubuh akan jauh lebih sehat, dan bugar dari sebelumnya. Untuk
info pemesanan dapat dilakukan langsung melalui SMS/ BBM dengan format sebagai berikut :

Anda mungkin juga menyukai