Buatlah kritik atas bentuk laporan akuntansi syariah!
Akuntansi konvensional didasarkan pada pemikiran rasional dimana kapitalis/pemilik modal yang diutamakan. Sehingga teori akuntansinya pun diarahkan untuk kepentingan pemilik modal. Struktur teori akuntansi konvensional (kapitalis) didasarkan pada apa yang diinginkan si kapitalis. Laporan dan informasi apa yang dapat memenuhi kebutuhan dan kepentingan kapitalis. Dari jawaban inilah semua elemen teori akuntansi sampai pada standar akuntansinya dibangun (Harahap, 2001). Bila diaplikasikan, ada semacam ketimpangan dan berakibat merugikan sebagian pihak dan menguntungkan pihak lain. Kalau kita kaji semua elemen dan standar itu tidak satupun yang mengacu pada nilai tauhid. Maka perlu ada akuntansi alternatif atau akuntansi yang lebih baik, sehingga membawa masyarakat menuju kesejahteraan hakiki, didunia dan akhirat bukan hanya untuk manusia akan tetapi kemaslahatan bagi semuanya, akuntansi yang mampu menjembatani kekurangan-kekurangan tersebut, yakni akuntansi Syariah. Eksistensi akuntansi syariah sekarang ini masih dianggap barang baru dan kerap terasa asing di tengah-tengah dominasi sistem sosial, ekonomi, dan akuntansi kapitalis. Akuntansi syariah memang sudah pernah ada sejak dahulu pada saat masyarakat diatur oleh nilai-nilai yang berasal dari Allah SWT. Bahkan sistem akuntansi ini dibakukan oleh al-Quran dalam berbagai ayat yang mendasari nilainya. Pada zaman Rasulullah sampai pada zaman keemasan Islam yang puncaknya menjelang abad ke-11, akuntansi syariah sudah diterapkan dengan baik dan telah berhasil menerapkan nilai-nilai islam secara praktis dan berhasil memberikan kesejahteraan lahir batin bagi masyarakat seluruhnya. Dalam perkembangan institusi keuangan syariah di Indonesia terutama di sektor perbankan, asuransi, pegadaian, pasar modal, bursa komoditi, maupun bisnis syariah, telah menunjukkan trend pertumbuhan yang positif dari tahun ke tahun dan semakin diterima oleh masyarakat meski perlahan satu decade terakhir. Dengan didukung adanya 11 Bank Umum Syariah, 23 Unit Usaha Syariah, dan ratusan BPRS yang tersebar di penjuru nusantara, sebagai pilar perkembangan perbankan syariah, kemudian perusahaan-perusahaan perasuransian syariah, adanya pasar modal syariah yang direpresentasikan oleh Jakarta Islamic Index (JII), pegadaian syariah, lembaga-lembaga zakat pemerintah maupun non pemerintah dan lembaga filantropi lainnya yang mewakili lembaga sosial yang lebih dekat dengan prinsip-prinsip syariah. Atas perkembangan ekonomi syariah sebagaimana pemaparan di atas, ilmu akuntansi yang mencoba menginternalisasikan prinsip-prinsip syariah juga telah mengikuti perkembangan tersebut dan menjadi bagian dalam pengambilan keputusan ekonomi bagi entitas syariah. Dengan adanya Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Syariah (PSAK Syariah) nomor 101 110 yang telah disusun IAI dan difatwakan DSN MUI menunjukkan perkembangan akuntansi syariah. Namun, sampai saat ini, akuntansi syariah tidak lepas dari kritik dan kajian-kajian yang lebih filosofis agar benar-benar sesuai dengan syariat islam dan mencapai tujuan-tujuan syariah itu sendiri (maqashid syariah). Terutama kritik tertuju pada tataran prinsip dan filosofi akuntansi syariah yang memang belum well establish sebagai basis teori yang permanen bagi akuntansi syariah. Sebab, dalam praktik, relatif hanya berubah pada standar akuntansinya saja, yakni perubahan pada mekanisme pencatatan dan pelaporan. Tetapi, pada prinsip dan asumsi dasar belum tersusun secara islami. Misalnya saja pada asumsi dasar yang menjadi konsep dasar akuntansi syariah, masih dianggap tidak sesuai dengan prinsip syariah dan maqashid syariah disamping memang masih dalam perdebatan (debatable) di kalangan pakar akuntansi syariah. Yakni diantaranya asumsi dasar akrual sebagai dasar pencatatan akuntansi dan asumsi kelangsungan usaha (going concern) bagi entitas yang mengeluarkan laporan keuangan. Kedua konsep dasar ini memang sama dengan konsep dasar PSAK konvensional katakanlah, yang juga terbukti memang mengadopsi dari IASC, yang sarat dengan muatan nilai-nilai kapitalisme. Mulawarman (2006), dalam pendekatan artikulasi trilogy laporan keuangan syariah bahwa implementasi konsep matching dalam revenue, expense approach jelas berbeda dengan pendekatan ekstensi value added income sebagai dasar dari laporan keuangan nilai tambah syariah dan tidak dapat digunakan dalam konsep laporan keuangan syariah karena tidak sesuai dengan Islamic value dan maqashid syariah karena tiga alasan, pertama, pengakuan pendapatan berkaitan dengan realisasi pendapatan akan berimplikasi pada sifat dasar halal (permitted). Kedua, pengakuan pendapatan dalam proses pembentukan pendapatan berbasis akrual dan ditetapkannya time value of money berujung riba (interest). Ketiga, prinsip penandingan pendapatan dan biaya juga belum sesuai dengan tujuan syariah. Pencatatan akuntansi dengan basis akrual memang mengindikasikan melekatnya prinsip nilai waktu uang (tme value of money) yang tidak sesuai dengan nilai syariah. Pengakuan secara akrual berarti menghitung nikai saat (present value) ini bagi nilai yang akan diperoleh di masa depan. Weil (1990) yang dikutip Mulawarman, menjelaskan sebenarnya akuntansi selalu menggunakan time value of money berkenaan penentuan waktu (timing ) terhadap transaksi nilai investasi serta kepastian ases yang dipengaruhi nilai uang. Hal ini jelas dilarang dalam islam, dimana memastikan kondisi yang tidak pasti di masa depan, dan mendekati riba karena ada gharar(ketidakjelasan) tersebut. Belum lagi asumsi kelangsungan usaha (going concern) yang dalam muamalah seperti yang dinyatakan oleh Abdel Magid (1981) dan Roszaini (2001) bahwa Mudharaba and musharaka contracts are for specific periods, however, these are assumed to continue until one or all of the parties involved decide to terminate such contracts.. Dimana asumsi dasar kelangsungan usaha dengan likuidasi adalah persoalan pengecualian benar-benar tidak berlaku. Sebab kontinuitas usaha harus sesuai dengan kontrak bisnis atau kesepakatan atau perjanjian antara masing-masing pihak yang berbisnis. Asumsi-asumsi dasar ini akan sangat fatal apabila tidak sesuai dengan prinsip islam dan tidak mencapai mqashid syariah, karena akan sangat mempengaruhi standar akuntansi, prosedur dan system sebagai praktik akuntansi di dunia bisnis. Pada kenyataannya memang demikian saat ini, akuntansi syariah harus lebih menambah kajiannya dan lebih mengedepankan pengkajian pada aspek teoritis agar bisa terumus falsafah akuntansi yang islami dengan berdasarkan wahyu yang diturunkan berupa Al quran kepada Nabi Muhammad saw berikut dengan penjelasan dalam sunnah-sunnah beliau. Agar akuntansi syariah lebih profetik dari current theory saat ini, dimana pengkajian akuntansinya mencoba membahas dengan pendekatan filosofis yang bersumber dari Al quran dan hadist.