Anda di halaman 1dari 24

8

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Teori Pertumbuhan Wilayah
Dalam melaksanakan pembangunan diperlukan suatu landasan teori yang
mampu menjelaskan hubungan antara fakta-fakta yang diamati. Adapun teori
yang dimaksud adalah teori pertumbuhan wilayah. Menurut Adisasmita (2005),
teori pertumbuhan wilayah merupakan kerangka orientasi untuk analisis dan
membuat ramalan terhadap gejala-gejala baru yang diperkirakan akan terjadi.
Salah satu teori yang tergolong dalam teori pertumbuhan wilayah adalah teori
sektor. Teori sektor merupakan bagian teori pertumbuhan wilayah yang paling
sederhana. Teori ini dikembangkan berdasakan hipotesis Clark Fisher yang
mengemukakan bahwa kenaikan pendapatan perkapita akan dibarengi oleh
penurunan dalam proporsi sumberdaya yang digunakan dalam sektor pertanian
(sektor primer) dan kenaikan dalam sektor industri manufaktur (sektor sekunder)
lalu kemudian dalam sektor industri jasa (tersier). Laju pertumbuhan dalam
sector yang mengalami perubahan (sector shift), dianggap sebagai determinan
utama dari perkembangan suatu wilayah.
Alasan dari perubahan atau pergeseran sektor tersebut dapat dilihat dari sisi
permintaan dan sisi penawaran. Pada sisi permintaan, yaitu elastisitas
pendapatan dari permintaan untuk barang dan jasa yang disuplai oleh industri
manufaktur dan indusri jasa adalah lebih tinggi dibandingkan untuk produkproduk
primer. Maka pendapatan yang meningkat akan diikuti oleh perpindahan
(realokasi) sumberdaya tenaga kerja dan modal dilakukan sebagai akibat dari
perbedaan tingkat pertumbuhan produktivitas dalam sektor-sektor tersebut.

9

Kelompok sektor-sektor sekunder dan tersier menikmati kemajuan yang lebih
besar dalam tingkat produktivitas. Hal ini akan mendorong peningkatan
pendapatan dan produktivitas yang lebih cepat (kombinasi dari keduanya
misalnya dalam skala ekonomi), karena produktivitas yang lebih tinggi baik untuk
tenaga kerja maupun untuk modal dan penghasilan yang tinggi tersebut
memungkinkan untuk melakukan realokasi sumberdaya. Tingkat pertumbuhan
produktivitas tergantung pada inovasi dan kemajuan teknik ataupun skala
ekonomi. Bila produktivitas lebih tinggi dalam industri-industri, permintaan
terhadap produk-produknya akan meningkat cepat, maka terdapat kausalitas
produktivitas - harga rendah - permintaan bertambah luas, bukan
sebaliknya.Terjadinya perubahan atau pergeseran sektor dan evaluasi
spesialisasi (pembagian kerja) dipandang sebagai sumber dinamika
pertumbuhan wilayah.

2.2 Pertumbuhan dan Pembangunan Ekonomi
Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses
yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu negara meningkat
dalam jangka panjang. Sedangkan pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai
kenaikan Gross Domestic Product/ Gross National Product tanpa memandang
apakah kenaikan itu lebih besar atau lebih kecil dari tingkat pertumbuhan
penduduk, atau apakah perubahan struktur ekonomi terjadi atau tidak (Arsyad,
1993). Namun demikian pada umumnya para ekonom memberikan pengertian
sama untuk kedua istilah tersebut. Mereka mengartikan pertumbuhan atau
pembangunan ekonomi sebagai kenaikan GDP/GNP saja. Dalam penggunaan
yang lebih umum, istilah pertumbuhan ekonomi biasanya digunakan untuk
10

menyatakan perkembangan ekonomi di negara maju, sedangkan istilah
pembangunan ekonomi untuk menyatakan perkembangan ekonomi di Negara
sedang berkembang.
Menurut Rostow dalam Deliarnov (2005), proses pembangunan ekonomi bisa
dibedakan ke dalam lima tahap yaitu:
1. Tahap tradisional statis, yang dicirikan oleh keadaan iptek yang masih sangat
rendah dan belum berpengaruh terhadap kehidupan. Selain itu perekonomian
pun masih didominasi sektor pertanian pedesaan. Struktur sosial politik juga
masih bersifat kaku,
2. Tahap transisi (pra take-off), yang dicirikan oleh iptek yang mulai
berkembang, produktivitas yang meningkat dan industri yang makin
berkembang. Tenaga kerja pun mulai beralih dari sektor pertanian ke sektor
industri, pertumbuhan tinggi, kaum pedagang bermunculan, dan struktur
social politik yang makin membaik,
3. Tahap lepas landas, yang dicirikan oleh keadaan suatu hambatan-hambatan
sosial politik yang umumnya dapat diatasi, tingkat kebudayaan dan iptek
yang makin maju, investasi dan pertumbuhan tetap tinggi dan mulai terjadi
ekspansi perdagangan ke luar negeri, Tahap dewasa (maturing stage),
dicirikan oleh masyarakat yang makin dewasa, dapat menggunakan Iptek
sepenuhnya. Terjadi perubahan komposisi angkatan kerja dimana jumlah
tenaga kerja skilled lebih banyak dari tenaga kerja unskilled. Serikat dagang
dan gerakan buruh semakin maju dan berperan, dan tingginya pendapatan
perkapita, Tahap konsumsi massa (mass consumption) yang merupakan
tahap akhir dimana masyarakat hidup serba berkecukupan, kehidupan
dirasakan aman tentram dan laju pertumbuhan penduduk semakin rendah.
11

2.3 Keunggulan Komperatif dan Keunggulan Kompetitif Wilayah
Dalam era otonomi daerah seperti sekarang ini, setiap daerah memiliki
kebebasan dalam menentukan arah dan kebijakan pembangunan ekonomi
wilayah. Untuk menentukan arah dan kebijakan pembangunan ekonomi di suatu
daerah sangat diperlukan informasi mengenai potensi ekonomi wilayah. Potensi
ekonomi wilayah dapat diketahui dengan mengidentifikasi keunggulan dan
kelemahan berbagai sektor maupun subsektor ekonomi di wilayah tersebut.
Sektor ekonomi yang memiliki keunggulan, memiliki prospek yang lebih baik
untuk dikembangkan dan diharapkan dapat mendorong sektor-sektor ekonomi
lain untuk berkembang. Tumenggung (1996) memberi batasan bahwa sektor
unggulan adalah sektor yang memiliki keunggulan komparatif (comparatif
advantages) dan keunggulan kompetitif (competitive advantages) dengan produk
sektor sejenis dari daerah lain serta mampu memberikan nilai manfaat yang lebih
besar. Sedangkan Mawardi (1997) mengartikan sektor unggulan adalah sektor
yang memiliki nilai tambah yang besar terhadap perekonomian lain, serta
memiliki permintaan yang tinggi, baik pasar lokal maupun pasar ekspor.
Istilah keunggulan komparatif (comparative advantage) mula-mula
dikemukakan oleh David Ricardo dalam Salvatore (1996) sewaktu membahas
perdagangan antara dua wilayah. Ricardo membuktikan bahwa apabila dua
wilayah yang saling berdagang masing-masing mengkonsentrasikan diri untuk
mengekspor barang yang memiliki keunggulan komparatif, maka kedua wilayah
tersebut akan beruntung. Ide tersebut bukan saja bermanfaat dalam
perdagangan internasional tetapi juga sangat penting diperhatikan dalam
ekonomi regional.
12

Pengetahuan akan keunggulan komparatif suatu daerah dapat digunakan
para penentu kebijakan untuk mendorong perubahan struktur ekonomi daerah ke
arah sektor yang mengandung keunggulan komparatif. Pengembangan sektor
yang mempunyai keunggukan komparatif diharapkan dapat menggerakkan
sektor ekonomi yang lain. Apabila sektor yang memiliki keunggulan komparatif
bagi suatu daerah telah teridentifikasi maka pembangunan sektor tersebut dapat
dilakukan dengan efektif dan segera, tanpa menunggu tekanan mekanisme
pasar yang sering berjalan terlambat (Tarigan, 2003).
Pada masa era perdagangan bebas seperti sekarang ini, keunggulan
kompetitif mendapat perhatian lebih besar daripada keunggulan komparatif.
Keunggulan kompetitif menunjukkan kemampuan daerah untuk memasarkan
produknya ke luar daerah. Dalam analisis ekonomi regional, keunggulan
kompetitif dimaknai oleh kemampuan daya saing kegiatan ekonomi di suatu
daerah terhadap kegiatan ekonomi yang sama di daerah lainnya. Keunggulan
kompetitif merupakan cermin dari keunggulan pertumbuhan ekonomi suatu
wilayah terhadap wilayah lainnya yang dalam suatu kurun waktu.
Dalam kaitannya dengan keunggulan kompetitif, maka keunggulan
komparatif suatu kegiatan ekonomi dapat dijadikan suatu pertanda awal bahwa
kegiatan ekonomi tersebut punya prospek untuk juga memiliki keunggulan
kompetitif. Jika suatu sektor memiliki keunggulan komparatif karena besarnya
potensi sektor tersebut maka kebijakan yang diprioritaskan bagi pengembangan
kegiatan ekonomi tersebut dapat berimplikasi kepada terciptanya keunggulan
kompetitif. Kegiatan ekonomi yang memiliki keunggulan komparatif sekaligus
keunggulan kompetitif akan sangat menguntungkan perekonomian suatu
wilayah. Terkait dengan keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif, maka
13

berdasarkan kegiatan ekonominya suatu wilayah dapat saja memiliki kedua jenis
keunggulan tersebut secara bersama-sama. Hal ini sangat dipengaruhi oleh satu
atau gabungan beberapa faktor berikut ini (Tarigan,2003):
1. Memiliki potensi sumber daya alam,
2. Penguasaan masyarakat terhadap tehnologi mutakhir dan
keterampilanketerampilan khusus,
3. Aksesibilitas wilayah yang baik,
4. Memiliki market yang baik atau dekat dengan market,
5. Wilayah yang memiliki sentra-sentra produksi tertentu atau terdapatnya
aglomerasi dari berbagai kegiatan ekonomi,
6. Ketersediaan buruh yang cukup dan memiliki keterampilan baik dengan upah
yang relatif rendah,
7. Mentalitas masyarakat yang baik untuk pembangunan: jujur, mau terbuka,
bekerja keras, dapat diajak bekerja sama dan disiplin,
8. Kebijaksanaan pemerintah yang mendukung pada terciptanya
keunggulankeunggulan suatu kegiatan ekonomi wilayah.

2.4 Potensi Ekonomi Wilayah
Otonomi daerah mengharuskan setiap daerah untuk menggali segenap
potensi yang dimilikinya di dalam upaya meningkatkan pembangunan di daerah
yang akan berujung pada peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Terkait
dengan pembangunan, permasalahan prioritas seringkali menjadi
salah satu permasalahan bagi pemerintah daerah dalam merencanakan
pembangunannya. Misalnya, apakah memprioritaskan wilayah pengembangan
atau memprioritaskan sektoral sebagai prioritas utama pembangunan.
14

Potensi ekonomi daerah didefinisikan oleh Suparmoko (2002:99) sebagai
kemampuan ekonomi yang ada di daerah yang mungkin dan layak
dikembangkan sehingga akan terus berkembang menjadi sumber penghidupan
rakyat setempat bahkan dapat mendorong perekonomian daerah secara
keseluruhan untuk berkembang dengan sendirinya dan berkesinambungan.
Penyelenggaraan pemerintahan dibidang pembangunan pada dasarnya
adalah kunci keberhasilan pengembangan potensi ekonomi lokal untuk
menguatkan daya saing daerah. Muktianto (2005:8) menjelaskan bahwa
pendekatan yang umum dalam pengembangan potensi daerah dengan cara
menelaah komponen Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), komponen
sumber daya manusia, teknologi dan sistem kelembagaan. (dikutip dari
Sumiharjo, 2008:12). Dalam menelaah PDRB dilakukan untuk mengetahui
potensi basis dan non basis. Suatu daerah yang memiliki keunggulan
memberikan kekhasan tersendiri yang tidak ada pada daerah lain, sehingga
sektor unggulan tadi dapat dikatakan sebagai kegiatan basis (Triyuwono &
Yustika, 2003:93).
Perekonomian regional dapat dibagi menjadi dua sektor, yaitu kegiatan basis
dan bukan basis. Kegiatan basis adalah mengekspor barang dan jasa ke tempat-
tempat di luar batas-batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan.
Sedangkan kegiatan bukan basis adalah kegiatan yang tidak mengekspor, yakni
hanya kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan di dalam daerah itu
sendiri.
Bertambah banyaknya kegiatan basis di dalam suatu daerah akan
menambah permintaan terhadap barang dan jasa di dalamnya dan menimbulkan
kenaikan volume kegiatan bukan basis. Sebaliknya, berkurangnya kegiatan basis
15

akan mengakibatkan berkurangnya pendapatan yang mengalir masuk ke dalam
daerah yang bersangkutan dan turunnya permintaan terhadap produk dari
kegiatan bukan basis.
Dengan demikian kegiatan basis ekonomi mempunyai peranan sebgai
penggerak pertama (primer mover rule), sedangkan setiap perubahan
mempunyai efek multiplier terhadap perekonomian regional, baik dalam jangka
pendek maupun jangka panjang. Untuk mengetahui sektor basis dan bukan
basis antara lain menggunakan metode analisis location quantient (LQ).
(Triyuwono & Yustika, 2003:93). Dengan mengetahui kegiatan basis disuatu
daerah berdasarkan potensi yang dimilikinya, maka dapat menguatkan daya
saing daerah tersebut.

2.5 Teori Ekonomi Basis dan Non Basis
Teori basis ekonomi ini dikemukakan oleh Harry W. Richardson (1991) yang
menyatakan bahwa faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah
adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari
luar daerah (Arsyad 1999:116). Dalam penjelasan selanjutnya dijelaskan bahwa
pertumbuhan industri-industri yang menggunakan sumberdaya lokal, termasuk
tenaga kerja dan bahan baku untuk diekspor, akan menghasilkan kekayaan
daerah dan penciptaan peluang kerja (job creation). Asumsi ini memberikan
pengertian bahwa suatu daerah akan mempunyai sektor unggulan apabila
daerah tersebut dapat memenangkan persaingan pada sektor yang sama
dengan daerah lain sehingga dapat menghasilkan ekspor.
Ada serangkaian teori ekonomi sebagai teori yang berusaha menjalankan
perubahan-perubahan regional yang menekankan hubungan antara sektor-
16

sektor yang terdapat dalam perekonomian daerah. Teori yang paling sederhana
dan populer adalah teori basis ekonomi (economic base theory).
Analisis basis biasa digunakan untuk mengidentifikasi pendapatan yang
berasal dari sektor basis pendapatan regional akan langsung meningkat bila
sektor basis mengalami perluasan, sedangkan kesempatan kerja baru terasa
dalam jangka panjang.
Dalam teori basis faktor penentu utama pertumbuhan ekonomi suatu daerah
adalah berhubungan langsung dengan permintaan akan barang dan jasa dari
luar daerah. Teori basis ekonomi pada intinya membedakan aktivitas sektor basis
dan aktivitas sektor non basis. Aktivitas sektor basis adalah pertumbuhan sektor
tersebut menentukan pembangunan menyeluruh daerah itu, sedangkan aktivitas
sektor non basis merupakan sektor sekunder, artinya tergantung perkembangan
yang terjadi dari pembangunan menyeluruh.
Teori basis ekonomi (economic base theory) mendasarkan pandangannya
bahwa laju pertumbuhan ekonomi suatu wilayah ditentukan oleh besarnya
peningkatan ekspor dari wilayah tersebut. Kegiatan ekonomi dikelompokkan atas
kegiatan basis dan non basis dimana hanya kegiatan basis yang dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi wilayah.
Sektor basis akan menjadi sektor prioritas dalam menentukan arah kebijakan
pembangunan ekonomi. Kenaikan dari pendapatan daerah tersebut tidak hanya
meningkatkan permintaan terhadap hasil-hasil sektor basis melainkan juga akan
menaikkan permintaan terhadap hasil perekonomian non basis yang juga akan
meningkatkan investasi di sektor tersebut, dengan kata lain penanaman di sektor
basis atau di sektor prioritas akan mempengaruhi investasi sektor non basis
sebagai akibat dari kenaikan investasi pada sektor basis atau prioritas. Teori ini
17

dikembangkan atas dasar teori perdagangan (Comparative Advantage) yang
diperkenalkan oleh Ricardo dan Mill, dan dikembangkan oleh Ohlin, Losh Isard.
Teori ini digunakan untuk menganalisis perdagangan antar daerah didalam suatu
Negara dan hanya dikenal adanya dua jenis daerah yaitu daerah basis dan non
basis (Kadariah, 1982:67).
Dalam analisis teori basis ekonomi, teori tersebut dapat digunakan untuk
menentukan sektor dan subsektor potensial di Provinsi Kalimantan Timur
berdasarkan PDRB. Apabila sektor potensial tersebut dapat dikembangkan
dengan baik tentunya mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi daerah, yang pada akhirnya dapat meningkatkan
pendapatan secara optimal. Menurut teori ini suatu daerah dapat debedakan
menjadi daerah andalan dan bukan andalan, yang selanjutnya dimodifikasi
menjadi sektor/sub sektor bukan potensial.
Analisis basis sesungguhnya merupakan berkenaan dengan identifikasi
pendapatan basis, tetapi kelangkaan data pendapatan regional telah
mengakibatkan indikatot-indikator yang terpaksa digunakan. Biasanya berupa
kesempatan kerja, penjualan dan nilai tambah. Karena kesempatan kerja bersifat
diskontinu maka tidak begitu berpengaruh sebagai indikator perubahan-
perubahan kegiatan basis. Pendapatan nasional akan mengalami kenaikan
apabila sektor basis mengalami perluasan. Sektor-sektor basis tidak hanya
sektor-sektor ekspor saja tetapi juga mencakup semua kegiatan yang tidak
terkait pada tingkat kegiatan ekonomi di dalam daerah yang bersangkutan. Dapat
dikatakan bahwa sektor-sektor basis mencakup semua kegiatan yang ditopang
secara ekstern yang juga meliputi kegiatan-kegiatan yang didukung oleh bantuan
financial ekstern, terlebih-lebih pemerintah.
18

Salah satu kebijakan pembangunan adalah mengurangi perbedaan dalam
tingkat perkembangan dan kemakmuran antara daerah satu dengan daerah yang
lain. Antara tujuan ini dengan peningkatan pendapatan nasional terhadap
pertentangan. Jika tekanan diberikan pada cepatnya kenaikan pendapatan maka
terlalu banyak investasi akan diadakan di daerah yang sudah maju yang memiliki
sarana dan prasarana baik fisik maupun sosial. Karena hampir semua Negara
yang sedang mengadakan usaha pembangunan terdiri dari daerah-daerah yang
relatif sudah maju dengan daerah-daerah yang terbelakang baik secara absolut
maupun relatif maka tujuan mengurangi perbedaan dalam dalam tingkat
kemajuan ini perlu pendapat prioritas. Usaha ini dapat mengurangi kecepatan
kenaikan pendapatan nasional yang berdampak pada pendapatan daerah
perkapita dalam jumlah pendek (Kadariah, 1982:69).
Permasalahan pembangunan pada dasarnya dilandasi oleh kenyataan
bahwa perkembangan daerah tidak terjadi secara bersama-sama dengan
investasi yang berbeda. Kondisi daerah yang satu berbeda dengan daerah yang
lain. Suatu faktor dasar dalam perbedaan ini adalah struktur perekonomian
daerah yang bersangkutan untuk menciptakan struktur perekonomian yang
berimbangdan melalui pembangunan daerah agar pembangunan berlangsung di
setiap daerah benar-benar sesuai dengan prioritas dan potensi daerah.
Investasi adalah faktor penting dalam teori basis ekonomi. Akan tetapi tidak
semua investasi dapat memacu pertumbuhan ekonomi pada suatu wilayah
(secara berkelanjutan). Apabila kegiatan itu hanya untuk memenuhi kebutuhan
lokal dan kebutuhan lokal itu bertambah, munculnya seorang investor baru jusru
akan mengakibatkan kerugian pada investor yang sudah ada sebelumnya atau
keuntungan ratarata pengusaha menjadi menurun. Perlu dicatat bahwa apabila
19

rata-rata pengusaha (investor) tidak lagi mendapat untung yang wajar maka laju
pertumbuhan ekonomi dapat terganggu. Modal untuk investasi seringkali berasal
dari akumulasi keuntungan yang ditahan. Apabila pengusaha tidak memiliki
akumulasi keuntungan yang memadai maka kemampuan berinvestasi menjadi
menurun. Apabila kegiatan di sektor ini diperkirakan tidak lagi memberikan
keuntungan yang memadai, investor akan kurang berminat menanamkan
modalnya di sektor tersebut. Kurangnya investasi akan berakibat kurangnya
lapangan kerja baru sehingga tidak mampu menyerap angkatan kerja baru yang
setiap tahun akan terus bertambah. Keuntungan pengusaha yang semakin
mengecil juga berdampak terhadap penerimaan sektor pajak semakin kecil.
Apabila penerimaan pemerintah tidak meningkat maka kemampuan pemerintah
untuk menciptakan lapangan kerja baru menjadi menurun. Hal ini berbeda
misalnya investor itu menghasilkan produk yang ditujukan untuk ekspor. Kegiatan
ini menciptakan nilai tambah, mendorong sektor lain untuk turut berkembang
tetapi tidak ada sektor lain yang dirugikan.
Menurut Glasson (1990:63-64), konsep dasar basis ekonomi membagi
perekonomian menjadi dua sektor yaitu sektor-sektor basis dan sektor-sektor non
basis.
a. Sektor Basis
Sektor basis adalah sektor-sektor yang mengekspor barang-barang dan jasa
ke tempat di luar batas perekonomian masyarakat yang bersangkutan atas
masukan barang dan jasa mereka kepada masyarakat yang datang dari luar
perbatasan perekonomian masyarakat yang bersangkutan.


20

b. Sektor Non Basis
Sektor non basis adalah sektor-sektor yang menjadikan barang-barang yang
dibutuhkan oleh orang yang bertempat tinggal di dalam batas perekonomian
masyarakat bersangkutan. Sektor-sektor tidak mengekspor barang-barang.
Ruang lingkup mereka dan daerah pasar terutama adalah bersifat lokal.

Pembedaan kedua komponen tersebut dapat dipakai dalam membuat
evaluasi terhadap kebijakan ekonomi suatu wilayah. Wilayah non-basis lebih
banyak melayani segmen masyarakat lokal otomatis sebagian besar produk akhir
akan terserap pasar lokal. Sebaliknya wilayah basis sebagian besar produk akhir
diserap pasar luar wilayah. Menurut aliran ekonomi basis ada hubungan antara
ukuran sebuah kota dengan struktur industri. Kota besar lebih mengandalkan
komponen basis daripada non-basis.
Pendekatan ekonomi basis percaya bahwa pertumbuhan ekonomi suatu
wilayah hanya akan terjadi jika komponen ekonomi basisnya berkembang karena
mempunyai efek multiplier yang besar. Pertumbuhan basis ekspor suatu wilayah
akan mendorong masuknya dana ke ekonomi lokal (wilayah). Dana tersebut
berasal dari penjualan produk akhir yang diekspor ke luar daerah. Dana ini
kemudian diterima pengusaha dan penduduk lokal yang terlibat dalam proses
produksi dan dibelanjakan di wilayah tersebut. Konsumsi masyarakat terhadap
produk lokal diharapkan akan merangsang tumbuhnya usaha baru sehingga
menciptakan peluang kerja baru. Dengan demikian sektor ekspor akan
mendorong aktivitas ekonomi wilayah lebih bergairah (Amstrong dalam Taylor,
2000).
21

Sektor basis dan non basis mempunyai hubungan permintaan dari luar
wilayah. Sektor basis berkembang secara langsung, sedangkan sektor non basis
berkembang secara tidak langsung, yaitu melalui sektor basis terlebih dahulu.
Apabila permintaan dari luar meningkat, maka sektor basis akan berkembang.
Hal ini pada gilirannya nanti akan mengembangkan sektor non basis
(Budiharsono, 2001).
Ada beberapa teknik analisis yang dapat membantu menetukan sektor
prioritas pembangunan yang bertitik tolak pada potensi yang dimiliki oleh masing-
masing daerah melalui Metode Location Qoutient (LQ). Dalam hubungan ini
kegiatan ekonomi suatu daerah dibagi menjadi dua golongan yaitu :
1) Kegiatan ekonomi yang melayani pasar di daerah itu sendiri maupun pasar
di luar daerah itu.
2) Industri yang hanya melayani pasar di daerah itu sendiri.
Jadi yang termasuk golongan pertama merupakan sektor prioritas
pembangunan, sedangkan yang golongan kedua merupakan sektor non
prioritas pembangunan (Kadariah, 1982, 1982:70).
Rumus dari LQ adalah sebagai berikut : (Yuwono, 1999:47)
LQ =
y x
yn x
i
in
/
/

Dimana :
LQ : Perbandingan antara pangsa pasar sektor i daerah n dengan
pangsa sektor i daerah himpunan.
Xin : Nilai tambah sektor i di daerah n.
Xi : Nilai tambah sektor i di daerah himpunan.
Yn : PDRB daerah n.
Y : PDRB daerah himpunan
22

Basis ekonomi dari sebuah komunitas terdiri atas aktivitas-aktivitas yang
menciptakan pendapatan dan kesempatan kerja sebagai suatu basis dari suatu
ekonomi. Semua pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh sektor basis.
Pendapatan dan kesempatan kerja basis berasal dari ekspor. Industri-industri
ekspor merupakan basis dari wilayah. Pendapatan dan kesempatan kerja non
basis ditentukan oleh pendapatan dan kesempatan kerja basis. Konsep kunci
dari teori berbasis ekonomi adalah bahwa kegiatan ekspor merupakan mesin
pertumbuhan. Tumbuh tidaknya suatu wilayah ditentukan oleh bagaimana kinerja
wilayah itu terhadap permintaan akan barang dan jasa dari luar.

2.6 Analisis Daya Saing
Abdullah dkk (2002:15) menjelaskan bahwa daya saing daerah adalah
kemampuan perekonomian daerah dalam mencapai pertumbuhan tingkat
kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada
persaingan domestik dan internasional. Indikator-indikator utama dan prinsip-
prinsip penentu daya saing daerah salah satunya adalah perekonomian daerah.
Prinsip-prinsip Kinerja perekonomian daerah yang mempengaruhi daya saing
daerah yakni :
a. Nilai tambah merefleksikan produktivitas perekonomian setidaknya jangka
pendek.
b. Akumulasi modal mutlak diperlukan untuk meningkatkan daya saing dalam
jangka panjang.
c. Kemakmuran suatu daerah mencerminkan kinerja ekonomi dimasa lalu.
d. Kompetisi yang didorong mekanisme pasar akan meningkatkan kinerja
ekonomi suatu daerah. Semakin ketat kompetisi pada suatu perekonomian
23

daerah, maka akan semakin kompetitif perusahaan-perusahaan yang akan
bersaing secara internasional maupun domestik. (Abdullah dkk, 2002:17)

Analisis daya saing menurut Institute of Management Development (IMD)
dengan publikasinya Word Competitiveness Yearbook melihat daya saing
merupakan kemampuan suatu negara dalam menciptakan nilai tambah dalam
rangka menambah kekayaan nasional dengan cara mengelola aset dan proses,
daya tarik dan agresivitas, globality dan proximity, serta dengan mengan
mengintegrasikan hubungan-hubungan tersebut ke dalam suatu model ekonomi
dan sosial. Dengan perkataan yang lebih sederhana, daya saing nasional adalah
suatu konsep untuk mengukur dan membandingkan seberapa baik suatu negara
dalam menyediakan suatu iklim tertentu yang kondusif untuk mempertahankan
daya saing domestik maupun global kepada perusahaanperusahaan yang
berada di wilayahnya (Piter Abdullah dk 2002:12).
Alat analisis ini digunakan Departemen Perdagangan dan Industri Inggris
(UK-DTI) dalam mengukur daya saing antar regional di Inggris, yang menerbitkan
Regional Competitiveness Indicators, serta Centre for Urban and Regional
Studies (CURDS), Inggris, dengan publikasinya The Competitiveness Project:
1998 Regional Benchmarking Report. (Piter Abdullah dk 2002 : 13). Selain itu
alat analisis ini juga digunakan oleh Pusat Pendidikan dan Studi
Kebanksentralan Bank Indonesia untuk mengukur daya saing seluruh daerah
propinsi yang ada di Indonesia.
Dalam penelitian ini, penulis menganalisis daya saing dengan menggunakan
analisis shift-share.

24

2.6.1 Analisis Shift Share dan Pertumbuhan Sektor-Sektor Perekonomian
Model Analisis Shift Share pertama kali diperkenalkan oleh Perloff et al pada
tahun 1960. Menurut Budiharsono (2001), analisis shift share ini menganalisis
perubahan berbagai indikator kegiatan ekonomi, seperti produksi dan
kesempatan kerja pada dua titik waktu disuatu wilayah, kemampuan daya saing
suatu wilayah, tingkat pertumbuhan suatu wilayah.
Menurut Prasetyo Soepomo (1993) bentuk umum persamaan dari analisis
shift share dan komponen-komponennya adalah :
D ij = N ij + M ij + C ij
Keterangan :
i = Sektor-sektor ekonomi yang diteliti
j = Variabel wilayah yang diteliti Kabupaten Kutai Barat
n = Variabel wilayah Provinsi Kalimantan Timur
D ij = Perubahan sektor i di daerah j (Kabupaten Kutai Barat)
N ij = Pertumbuhan nasional sektor i di daerah j (Kabupaten Kutai Barat)

2.6.2 Kegunaan Analisis Shift Share
Analisis shift share memiliki kegunaan dan kemampuan untuk menunjukkan:
a. Perkembangan sektor perekonomian disuatu wilayah terhadap
perkembangan ekonomi wilayah yang lebih luas.
b. Perkembangan sektor-sektor perekonomian jika dibandingkan secara
relatif dengan sektor-sektor lainnya.
c. Perkembangan suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya,
sehingga dapat membandingkan besarnya aktivitas suatu sektor pada
wilayah tertentu dan pertumbuhan antar wilayah.
25

d. Perbandingan laju sektorsektor perekonomian disuatu wilayah dengan
laju pertumbuhan perekonomian nasional serta sektor-sektornya.

2.6.3 Kelebihan dan Kelemahan Analisis Shift Share
Analisis shift share memiliki kelebihan-kelebihan dalam proses pengumpulan
data. Data yang dipergunakan dalam menganalisis pertumbuhan dengan metode
analisis shift share dapat berupa data produksi, kesempatan kerja, PDB dan
PDRB berdasarkan atas dasar harga konstan. Penelitian ini menggunakan nilai
PDRB provinsi dan PDRB Kota yang menunjukan struktur perekonomian provinsi
dan kota. Penggunaan data PDRB provinsi dan kota seharusnya dapat dengan
mudah diperoleh dan relatif tersedia mulai dari tingkat kabupaten/ kota hingga
provinsi. Hal ini juga berlaku pada data kesempatan kerja dan produksi.
Selain itu, kemampuan teknik analisis shift share tidak lepas dari kelemahan-
kelemahan, antara lain:
a. Analisis shift share hanya merupakan suatu teknik pengukuran atau prosedur
baku untuk mengurangi pertumbuhan satu variabel wilayah menjadi
komponen-komponen. Persamaan shift share hanyalah identity equation dan
tidak mempunyai implikasi-implikasi keprilakuan. Metode analisis shift share
juga merupakan teknik pengukuran yang mencerminkan suatu sistem
perhitungan semata dan tidak analitik.
b. Komponen pertumbuhan nasional secara implisit mengemukakan bahwa
pertumbuhan sektor perekonomian di suatu wilayah ekuivalen dengan laju
pertumbuhan nasional. Gagasan tersebut terlalu sederhana karena
mengabaikan sebab-sebab pertumbuhan wilayah.
26

c. Arti ekonomi dari kedua komponen pertumbuhan wilayah (PP dan PPW) tidak
dikembangkan dengan baik. Kedua komponen pertumbuhan wilayah tersebut
berkaitan dengan hal-hal yang sama seperti perubahan penawaran dan
permintaan, perubahan teknologi dan perubahan lokasi, sehingga tidak dapat
berkembang dengan baik.
d. Teknik analisis shift share secara implisit mengambil asumsi bahwa semua
barang dijual secara nasional, padahal tidak semua demikian. Apabila pasar
suatu wilayah bersifat lokal maka barang itu tidak dapat bersaing dengan
wilayah-wilayah lain yang menghasilkan barang yang sama sehingga tidak
mempengaruhi permintaan agregat.
e. Analisis shift share tidak mampu menganalisis keterkaitan kedepan dan
kebelakang antar sektor yang disebabkan oleh adanya pergeseran
pertumbuhan seperti yang dilakukan pada analisis input output.

2.7 Penelitian Terdahulu
Penelitian mengenai pertumbuhan sektor-sektor perekonomian pada suatu
wilayah dengan menggunakan Shift Share sebagai alat analisis pernah dilakukan
di Indonesia diantaranya penelitian yang dilakukan oleh Putra (2004) mengenai
analisis pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Kota Jambi sebelum dan
pada masa otonomi daerah menghasilkan kesimpulan bahwa pada saat sebelum
otonomi daerah (1994-1996) sektor yang memiliki pertumbuhan paling cepat
adalah sektor industri pengolahan, sedangkan sektor jasa-jasa merupakan sector
yang memiliki pertumbuahan paling lambat. Pada masa otonomi daerah, sector
pertambangan masih menjadi sektor yang memiliki pertumbuhan paling cepat,
27

sementara sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan memilik
pertumbuhan paling lambat.
Hasil penelitian Bahri (2005) terhadap sektor-sektor sumber pertumbuhan
perekonomian Kota Bekasi yang menggunakan metode analisis basis wilayah
(LQ), menyatakan bahwa ada beberapa sektor yang mampu menjadi sektor
basis secara berkesinambungan pada tahun 2000-2002 berdasarkan indicator
pendapatan. Sektor tersebut adalah sektor industri pengolahan, sektor bangunan
dan kontruksi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan
komunikasi serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Sedangkan
sektor pertanian serta sektor pertambangan dan penggalian tidak mampu
menjadi sektor basis pada tahun 2000-2002.
Restuningsih (2004) dalam penelitiannya yang berjudul, Analisis
Pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di Provinsi DKI Jakarta Pada Masa
krisis Ekonomi Tahun 1997-2002 menyimpulkan bahwa laju pertumbuhan
ekonomi Provinsi DKI Jakarta dan laju pertumbuhan nasional mengalami
penurunan pada masa krisis ekonomi. Akan tetapi penurunan laju pertumbuhan
ekonomi Provinsi DKI Jakarta cukup besar yakni mencapai -7,6 persen
dibandingkan dengan laju pertumbuhan nasional yang hanya mencapai -1,50
persen.
Jika ditinjau secara sektoral, sebagian besar sektor perekonomian di Provinsi
DKI Jakarta mengalami penurunan kontribusi terhadap pembentukan PDB
secara nasional. Sektor bangunan merupakan sektor ekonomi yang mengalami
kontraksi terbesar dan sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor
ekonomi yang mengalami kontraksi terkecil. Selain itu adanya krisis ekonomi
berpengaruh pada pertumbuhan proposional sehingga menyebabkan PDRB
28

Provinsi DKI Jakarta mengalami penurunan. Namun demikian, pengaruh daya
saing antar sektor perekonomian di Provinsi DKI Jakarta telah meningkatkan
PDRB DKI Jakarta.
Analisis pertumbuhan sektor-sektor perekonomian 30 provinsi di Indonesia
yang dilakukan oleh Rini (2006) dengan alat analisis shift share menyatakan
bahwa pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 1998 dan 2003 mengalami
pertumbuhan positif. Dengan membandingkan pertumbuhan ekonomi 30 provinsi
di Indonesia, maka terdapat 16 provinsi yang mengalami pertumbuhan ekonomi
lebih besar dari pertumbuhan ekonomi nasional. Sedikitnya 14 provinsi
mengalami pertumbuhan yang lebih kecil daripada pertumbuhan ekonomi
nasional dimana dua provinsi diantaranya mempunyai pertumbuhan yang
negatif. Pada nilai PN (Pertumbuhan Nasional) menunjukan bahwa Provinsi DKI
Jakarta adalah provinsi yang mampu mempengaruhi kebijakan pertumbuhan
sektoral, sedangkan provinsi Maluku Utara merupakan Provinsi yang kurang
mampu mempengaruhi kebijakan pertumbuhan sektoral. Nilai PP (Pertumbuhan
Proposional) menunjukan bahwa Provinsi Banten merupakan provinsi yang
mempunyai pertumbuhan ekonomi sektoral tercepat dan Provinsi Papua
merupakan provinsi dengan pertumbuhan ekonomi sektoral terlamban.
Sementara nilai PPW (Pertumbuhan Pangsa Wilayah) memperlihatkan bahwa
Provinsi Jawa Barat merupakan provinsi yang mampu berdaya saing dengan
baik, sedangkan Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi yang tidak mampu
berdaya saing dengan baik.
Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu telah dijelaskan bahwa metode
analisis shift share dapat digunakan untuk menganalisis sektor-sektor
perekonomian dari bagian terkecil wilayah sampai tingkat nasional dengan
29

melakukan perbandingan laju pertumbuhan. Penelitian ini berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Restuningsih (2004) dan Rini (2006) dalam hal
tempat dan tahun penelitian, sedangkan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Bahri, berbeda dalam hal tahun dan metode penelitian yang digunakan.
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Kutai Barat dengan menggunakan PDRB
Provinsi Kalimantan Timur dan PDRB Kota Bbontang pada tahun 2009 dan
2012.

2.8 Definisi Konsepsional
a. Sektor basis mencakup semua kegiatan yang ditopang secara ekstern
yang juga meliputi kegiatan-kegiatan yang didukung oleh bantuan
financial ekstern, terlebih-lebih pemerintah (Sihotang, 2001:14).
b. Sektor non basis adalah sektor-sektor yang menjadikan barang-barang
yang dibutuhkan oleh orang yang bertempat tinggal di dalam batas
perekonomian masyarakat bersangkutan (Sihotang, 2001:14).
c. daya saing daerah adalah kemampuan perekonomian daerah dalam
mencapai pertumbuhan tingkat kesejahteraan yang tinggi dan
berkelanjutan dengan tetap terbuka pada persaingan domestik dan
internasional (Abdullah dkk, 2002:15).
d. Pola pertumbuhan ekonomi regional adalah pertambahan pendapatan
masyarakat secara keseluruhan yang terjadi diwilayah tersebut, yaitu
kenaikan seluruh nilai tambah (added value) yang diukur dalam nilai rill,
artinya dinyatakan dalam harga konstan (Boediono, 1985:1).
e. Laju pertumbuhan ekonomi adalah suatu indikator makro yang
menggambarkan tingkat pertumbuhan ekonomi. Indikator ini biasanya
30

digunakan untuk menilai sampai seberapa jauh keberhasilan
pembangunan suatu daerah dalam periode wakti tertentu (Lincolin
Arsyad, 1999).
f. PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) adalah total nilai atau harga
pasar dari seluruh barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh suatu
perekonomian selama kurun waktu tertentu (Muana Nanga, 2005:13).
g. PDRB Perkapita adalah gambaran umum mengenai rata-rata nilai tambah
yang bisa diciptakan oleh tiap penduduk karena adanya berbagai aktivitas
produksi (Muana Nanga, 2005:297).

2.9 Kerangka Konsep
Laju pertumbuhan ekonomi rata-rata Kabupaten Kutai Barat yang mengalami
penurunan ternyata menjadi salah satu penyebab jumlah keluarga miskin dan
tingkat pengangguran di Kabupaten Kutai Barat terus mengalami peningkatan.
Berdasarkan pernyataan tersebut, Pemerintah Kabupaten Kutai Barat melalui
berbagai kebijakan pembangunan diharapkan dapat melakukan upaya-upaya
yang dapat meningkatkan perekonomian sekaligus kesejahteraan
masyarakatnya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh Pemerintah
Kabupaten Kutai Barat adalah upaya dalam penyediaan sarana dan prasarana
publik yang harusnya selalu diprioritaskan pada sektor-sektor perekonomian
yang secara nyata dibutuhkan oleh masyarakat maupun pada sektor unggulan.
Oleh karena itu, maka diperlukan adanya suatu penelitian yang dapat
memilih sektor unggulan dengan tepat. Dengan menggunakan alat analisis shift
share, penelitian kali ini nantinya dimaksudkan akan menghasilkan sesuatu yang
bermanfaat terutama dalam memberikan informasi secara lengkap mengenai
31

sektor-sektor perekonomian mana saja yang tepat untuk dijadikan sector
unggulan. Adapun sektor unggulan yang dimaksud adalah sektor yang memiliki
laju pertumbuhan yang cepat dan mampu berdaya saing. Selanjutnya, hasil dari
penelitian ini akan di rekomendasikan kepada Pemerintah Kabupaten Kutai Barat
agar diprioritaskan dalam kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Kutai
Barat selanjutnya. Secara sistematis kerangka pemikiran operasional dapat
dijelaskan pada gambar 2.1


Gambar: 2.1 Kerangka Konsep
















Kondisi Perekonomian
Kabupaten Kutai Barat
2009-2012
pada
Analisis Sift share
Daya Saing Sektor-sektor
Perekonomian
Sektor-sektor Perekonomian di Kabupaten Kutai Barat
Pertumbuhan Sektor-
sektor Perekonomian
Rekomendasi bagi Pemerintah Kabupaten Kutai Barat
agar memprioritaskan sektor-sektor perekonomian yang
memiliki laju pertumbuhan cepat dan mampu berdaya
saing (sektor unggulan) dalam merumuskan kebijakan
pembangunan ekonomi Kabupaten Kutai Barat
selanjutnya.
Tidak Mampu Mampu Lambat Cepat
Pergeseran Bersih dan Profil Pertumbuhan
Laju
Pertumbuh
an
Ekonomi
Rata-rata
Kabupaten
Kutai Barat
pada tahun
2009-2012

Analisis LQ
Sektor
Basis
Sektor
Non Basis

Anda mungkin juga menyukai