Anda di halaman 1dari 153

PEMANFAATAN DATA

PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMANTAUAN


DAN ANALISIS SEBARAN TITIK PANAS
(STUDI KASUS: PROVINSI KALIMANTAN TENGAH)

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komputer





Oleh :
Reny Eko Afniati
103093029685



PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2010 M / 1431 H
PEMANFAATAN DATA
PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMANTAUAN
DAN ANALISIS SEBARAN TITIK PANAS
(STUDI KASUS: PROVINSI KALIMANTAN TENGAH)



Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komputer
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah J akarta




oleh :
Reny Eko Afniati
103093029685







PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2010 M / 1431 H
ii
iii
PEMANFAATAN DATA
PENGINDERAAN JAUH UNTUK PEMANTAUAN
DAN ANALISIS SEBARAN TITIK PANAS
(STUDI KASUS: PROVINSI KALIMANTAN TENGAH)

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komputer
Pada Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah J akarta

oleh :

Reny Eko Afniati
103093029685


Menyetujui,
Pembimbing I



Nur Aeni Hidayah, MMSI
NIP. 19750818 200501 2 008
Pembimbing II



Ir. Mahdi Kartasasmita M.S, Ph.D
NIP. 19460404 197611 1 001

Mengetahui,
Ketua Program Studi Sistem Informasi



Aang Subiyakto, M. Kom
NIP. 150 411 252
PENGESAHAN UJIAN

Skripsi yang berjudul Pemanfaatan Data Penginderaan J auh Untuk
Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan
Tengah) yang ditulis oleh Reny Eko Afniati, NIM : 103093029685 telah diuji
dan dinyatakan Lulus dalam sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah J akarta pada hari Rabu, tanggal 05
Mei 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Strata Satu (S1) Program Studi Sistem Informasi.

J akarta, Mei 2010

Tim Penguji,
Penguji I Penguji II



Zainul Arham, M. Si
NIP. 150 411 259



Ir. Bakri La Katjong, MT
NIP. 470 035 764
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II



Nur Aeni Hidayah, MMSI
NIP. 19750818 200501 2 008



Ir. Mahdi Kartasasmita M.S, Ph.D
NIP. 19460404 197611 1 001
Mengetahui,
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi



DR. Syopiansyah J aya Putra, M.Sis
NIP. 19680117 200112 1 001
Ketua Program Studi Sistem Informasi



Aang Subiyakto, M. Kom
NIP. 150 411 252
iv

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI
BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM
PERNAH DIAJ UKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA
ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA
MANAPUN.

J akarta, Maret 2010


Reny Eko Afniati
103093029685
v
viii
ABSTRAK
RENY EKO AFNIATI, Pemanfaatan Data Penginderaan J auh Untuk
Pemantauan Dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan
Tengah), di bawah bimbingan Ibu NUR AENI HIDAYAH dan Bapak MAHDI
KARTASASMITA.

Provinsi Kalimantan Tengah merupakan urutan frekuensi kebakaran
tertinggi pada Pulau Kalimantan. Pemanfaatan sarana penginderaan jauh adalah
cara yang efisien dalam memantau dan mendeteksi kebakaran hutan atau lahan
untuk skala wilayah yang luas, oleh karena itu digunakanlah satelit Terra dengan
sensornya MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) yang
merupakan citra satelit hiperspektral generasi baru di gunakan untuk pengamatan
daratan dan perairan. Parameter yang digunakan untuk memantau kebakaran
hutan dan lahan dari satelit adalah titik panas yang merupakan indikasi terjadinya
kebakaran.
Untuk mendapatkan sebaran titik panas di Provinsi Kalimantan Tengah
diperlukan data satelit Terra yang terdiri dari 4 (empat) file dalam format HDF
(Hierarchical Data Format) yaitu: (1) MOD02QKM =Quarter Kilometer yang
berarti memiliki resolusi spasial 250 meter, (2) MOD02HKM =Half Kilometer
yang berarti memiliki resolusi spasial 500 meter, (3) MOD021KM =1 Kilometer
yang berarti memiliki resolusi spasial 1000 meter, dan (4) MOD03 =geolocation
hotspot. Kemudian digunakan program imapp2bin yang berfungsi menyaring
band yang diperlukan dari 4 file HDF (Hierarchical Data Format), sedangkan
program mod2rect berfungsi untuk memetakan kembali band ke area yang
terpilih, sehingga menghasilkan file dalam format ers. Algoritma mod14
digunakan untuk pendeteksian titik panas secara global, dalam pendeteksian titik
panas apabila data pada band 22 hilang atau rusak dapat digantikan dengan band
21 yang mempunyai saluran jangkauan tinggi untuk deteksi kebakaran aktif.
Hasil dari Pemanfaatan Data Penginderaan J auh untuk Pemantauan dan
Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) terbagi
menjadi 2 (dua) yaitu peta lokasi dan keberadaan sebaran titik panas dalam bentuk
vektor dan peta citra satelit dalam bentuk raster. Dengan begitu informasi tersebut
bagi para pengguna dapat dimanfaatkan untuk membantu dalam proses
pengambilan keputusan seperti bila diketahui titik panas pada area tertentu masih
kecil maka dapat mempermudah pemadamannya. Selain itu dapat bermanfaat
untuk melakukan perencanaan terhadap kerusakan-kerusakan hutan akibat
kebakaran hutan atau lahan dan pencegahan adanya penyebaran asap.


Kata Kunci: Penginderaan J auh, Titik Panas, MODIS (Moderate Resolution
Imaging Spectroradiometer), algoritma mod14, band 21, serta band
22

xviii +95 Halaman +31 Gambar +13 Tabel +31 Lampiran +33 Daftar Pustaka
(1994 - 2007)
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini
dengan judul PEMANFAATAN DATA PENGINDERAAN JAUH UNTUK
PEMANTAUAN DAN ANALISIS SEBARAN TITIK PANAS (STUDI
KASUS: PROVINSI KALIMANTAN TENGAH). Shalawat serta salam
teruntuk Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan syafaatnya kepada kita
semua.
Dalam penulisan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa bantuan dari rekan-
rekan kerja. Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang telah
membantu dalam terselesaikannya skripsi ini yaitu kepada:
1. Bapak DR. Syopiansyah J aya Putra, M.Sis, selaku dekan Fakultas Sains dan
Teknologi.
2. Ibu Nur Aeni Hidayah, MMSI, selaku pembimbing I yang telah memberikan
dorongan agar cepat selesai.
3. Bapak Ir. Mahdi Kartasasmita M.S, Ph.D, selaku pembimbing II atau
pembimbing lapangan dari LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa
Nasional) yang telah memberikan bimbingan, saran, serta waktunya.
4. Alm. Bapak Muji Haryadi, S. Hut, MT, yang pernah membimbing penulis.
5. Bapak Aang Subiyakto, M. Kom, selaku Ketua Program Studi Sistem
Informasi.
vi
vii
6. Orang Tuaku yang senantiasa memberikan doa, serta suamiku. My Baby Adi
sebagai pelipur lara dari hati yamg gundah.
7. Bapak Kustio yang telah mengajarkan mengenai pengolahan titik panas.
8. Bu Dianovita yang sebagai perantara Pak Mahdi atau asistennya yang telah
banyak membantu penulis. Terima kasih juga kepada staf lainnya seperti
Mbak Iken, Mbak Aida, Pak Wiji, serta rekan-rekan kerja sekalian yang tidak
disebutkan satu persatu.
9. Terima kasih pula kepada temanku Farrah, Yati, Dede, dan Uut yang telah
memberikan saran dan bantuan kepada penulis.
10. Serta teman-teman sekalian SI angkatan 2003 dan semua pihak yang telah
membantu dan mendukung selesainya penulisan skripsi ini.
Akhir kata, saya berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita
semua, khususnya untuk penulis maupun mahasiswa lain pada umumnya.


J akarta, Maret 2010


Reny Eko Afniati

DAFTAR ISI


HALAMAN SAMPUL .................................................................................. i
HALAMAN J UDUL ..................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN UJ IAN .............................................................. iv
PERNYATAAN ............................................................................................ v
KATA PENGANTAR ................................................................................... vi
ABSTRAK ..................................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................. ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xv
DAFTAR ISTILAH ...................................................................................... xvi
TABEL KARAKTERISTIK DATA CITRA SATELIT TERRA DENGAN
SENSORNYA MODIS (MODERATE RESOLUTION IMAGING
SPECTRORADIOMETER) ............................................................................


xviii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................

1
1.1 LATAR BELAKANG .................................................................
1.2 PERUMUSAN MASALAH ........................................................
1.3 BATASAN MASALAH ..............................................................
1.4 TUJ UAN DAN MANFAAT ........................................................
1.4.1 Tujuan .................................................................................
1.4.2 Manfaat ...............................................................................
1.5 SISTEMATIKA PENULISAN ...................................

1
3
4
4
4
5
5






ix
BAB II LANDASAN TEORI ......
2.1 PROVINSI KALIMANTAN TENGAH .....................................
2.1.1 Keadaan Geografis ..............................................................
2.1.2 Titik Panas di Provinsi Kalimantan Tengah .......................
2.2 SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS .........................................
2.2.1 Konsep Dasar Sistem ..........................................................
2.2.2 Konsep Dasar Sistem Informasi .........................................
2.2.3 Konsep Dasar SIG (Sistem Informasi Geografis) ..............
2.2.4 Model Data Spasial di Dalam SIG (Sistem Informasi
Geografis) ...........................................................................
2.2.4.1 Model Data Raster ..................................................
2.2.4.2 Model Data Vektor .................................................
2.3 PENGINDERAAN J AUH ..........................................................
2.3.1 Konsep Dasar Penginderaan J auh .......................................
2.3.2 Komponen Sistem Penginderaan J auh ................................
2.4 KARAKTERISTIK CITRA ........................................................
2.5 KARAKTERISTIK CITRA SATELIT SECARA UMUM ........
2.5.1 Resolusi Spasial ..................................................................
2.5.2 Resolusi Spektral ................................................................
2.5.3 Resolusi Temporal ..............................................................
2.5.4 Resolusi Radiometrik ..........................................................
2.6 KARAKTERISTIK CITRA SATELIT TERRA-MODIS ..........
2.6.1 Resolusi Spasial ..................................................................
2.6.2 Resolusi Spektral ................................................................
2.6.3 Resolusi Temporal ..............................................................
2.6.4 Resolusi Radiometrik ..........................................................
2.7 KARAKTERISTIK TITIK PANAS ...........................................
2.8 KLASIFIKASI PENUTUPAN LAHAN .....................................
2.9 PERANGKAT LUNAK (SOFTWARE) ......................................
2.9.1 Penggunaan Software MODIS ............................................
2.9.2 Algoritma Mod14 ................................................................
7
7
7
9
9
9
10
10

12
12
12
13
13
14
19
20
20
21
24
24
24
27
27
31
32
33
37
39
39
40
x
xi
2.9.3 HDFView 2.3 ......................................................................
2.9.4 ER Mapper 7.0 ....................................................................
2.9.5 Microsoft Excel 2003 ..........................................................
2.9.6 ArcView 3.2 ........................................................................
2.10 TELAAH PENELITIAN SEBELUMNYA ...........................

40
41
41
41
42
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..................................................
3.1 ALAT DAN BAHAN ..
3.1.1 Alat .....................................................................................
3.1.2 Bahan ..................................................................................
3.2 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN ...................................
3.3 PENGUMPULAN DATA ...........................................................
3.4 PENGOLAHAN DATA ..............................................................
3.4.1 Data Satelit Terra Dengan Sensornya MODIS ...................
3.4.2 Quicklook Serta Nilai Yang Diolah ....................................
3.4.3 Menghasilkan Titik Panas Dengan Algoritma Mod14 .......
3.4.4 Input Nilai Pada Program Imapp2bin dan Mod2rect ..........
3.4.5 Pemotongan Citra (Cropping) .............................................
3.4.6 Pembuatan Layout ...............................................................

48
50
50
50
51
51
52
52
54
55
61
63
66

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................
4.1 HASIL .........................................................................................
4.2 PEMBAHASAN .........................................................................

68
68
69

BAB V PENUTUP ........................................................................................
5.1 KESIMPULAN ............................................................................
5.2 SARAN ........................................................................................

93
93
94
DAFTAR PUSTAKA


DAFTAR GAMBAR


Gambar 2.1 Sistem penginderaan jauh .............
Gambar 2.2 Energi elektromagnetik .....
Gambar 2.3 Spektrum elektromagnetik ........
Gambar 2.4 Inframerah .....
Gambar 2.5 Citra Landsat komposit .. ......
Gambar 2.6 Panjang gelombang yang cocok untuk mendeteksi kebakaran
Gambar 2.7 Pola pikir pengolahan ...................................
Gambar 3.1 Gambaran pola pikir penelitian ....................
Gambar 3.2 Quicklook .................................................................
Gambar 3.3 Algoritma mod14 .............................................
Gambar 3.4 Tampilan HDF .....................................................................
Gambar 3.5 Tampilan excel .....................................
Gambar 3.6 Open table dbf ..............................................................
Gambar 3.7 Add event theme ......................................
Gambar 3.8 Titik panas setelah dikonversi dari dbf ........................
Gambar 3.9 Program imapp2bin dan mod2rect ..................................
Gambar 3.10 Tampilan tipe data ers ...............................................
Gambar 3.11 Window algorithm ................................................
Gambar 3.12 Raster region .....................................
Gambar 3.13 Hasil cropping ...........................................................
Gambar 3.14 Layout ........................................................................
Gambar 4.1 Peta lokasi dan keberadaan sebaran titik panas ...............
Gambar 4.2 Peta citra satelit ........................................................................
Gambar 4.3 Sebaran titik panas pada bulan September tahun 2007 ....
Gambar 4.4 Grafik sebaran titik panas berdasarkan batas administrasi .........
Gambar 4.5 Query builder untuk mencari nilai confidence tertinggi ............
Gambar 4.6 Query builder untuk mencari nilai confidence terendah ............
14
14
18
18
19
30
35
49
55
57
58
58
59
60
60
61
63
64
65
66
67
68
69
76
78
80
81
xii
Gambar 4.7 Grafik sebaran titik panas berdasarkan kelas penutupan lahan ..
Gambar 4.8 Kombinasi band 721 ..........................
Gambar 4.9 Peta citra satelit Provinsi Kalimantan Tengah ...........................
Gambar 4.10 Panjang gelombang yang cocok untuk mendeteksi kebakaran
86
87
88
89



























xiii

DAFTAR TABEL


Tabel 2.1 Karakteristik sensor AVHRR dan fungsi masing-masing band
pada NOAA ................................................
Tabel 2.2 MODIS mempunyai 36 saluran spektral untuk memotret darat,
laut, dan atmosfer dari jarak jauh .................................................
Tabel 2.3 Saluran MODIS dapat digunakan untuk mendeteksi kebakaran
aktif ..................................................
Tabel 2.4 Standard klasifikasi penutupan lahan hasil penafsiran citra
satelit Landsat untuk kepentingan kehutanan ..............................
Tabel 4.1 Hasil pengolahan titik panas berdasarkan peta tutupan lahan
selama 1 (satu) bulan pada bulan September tahun 2007 ............
Tabel 4.2 Hasil pengolahan titik panas berdasarkan batas administrasi
selama 1 (satu) bulan pada bulan September tahun 2007 ............
Tabel 4.3 Perbandingan hasil pengolahan titik panas antara data NOAA
dengan data Terra-MODIS pada tanggal 20 September tahun
2007 ..............................................................................
Tabel 4.4 Hasil pengolahan titik panas pada bulan September tahun 2007
Tabel 4.5 Hasil sebaran titik panas berdasarkan batas
administrasi pada bulan September tahun 2007 ...........................
Tabel 4.6 Hasil pengolahan titik panas berdasarkan peta tutupan lahan
pada bulan September tahun 2007 ...........
Tabel 4.7 Hasil sebaran titik panas berdasarkan kelas penutupan lahan
pada bulan September tahun 2007 ...............................................
Tabel 4.8 Luas kelas penutupan lahan di Provinsi Kalimantan Tengah
Tabel 4.9 Saluran MODIS dapat digunakan untuk mendeteksi kebakaran
aktif ..................................................

21

28

29

37

71

72


74
76

77

83

84
85

90



xiv

DAFTAR LAMPIRAN

1. Hasil pengolahan sebaran titik panas harian berdasarkan peta tutupan lahan
dan berdasarkan peta citra satelit
2. Perbandingkan antara tabel data NOAA 18 (National Oceanic and
Atmospheric Administration) yang diperoleh dari LAPAN (Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional) dengan hasil pengolahan yang telah
dilakukan dari data yang diperoleh melalui satelit Terra dengan sensornya
MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer)
3. Definisi level pengolahan data MODIS (Moderate Resolution Imaging
spectroradiometer)
4. Spatial Resolution
5. Kode-kode program projectl1b.csh (yang menjalankan program imapp2bin
v4.4 dan program mod2rect v1.10)
6. J ulian Day Calendar








xv

DAFTAR ISTILAH

Band atau saluran adalah informasi dari range panjang gelombang yang
berdekatan dikumpulkan menjadi satu dan disimpan dalam band.

Citra penginderaan jauh adalah gambaran suatu obyek dari pantulan atau pancaran
radiasi elektromagnetik obyek, yang direkam dengan cara optik, elektro
optik, optik mekanik, atau elektronik.

Koreksi geometrik adalah proses perbaikan kesalahan geometrik dan transformasi
citra penginderaan jauh agar memberikan hasil citra yang mempunyai skala
tertentu dan mengikuti proyeksi peta tertentu.

Koreksi radiometrik merupakan perbaikan akibat cacat atau kesalahan
radiometrik, yaitu kesalahan pada sistem optik, kesalahan karena gangguan
energi radiasi elektromagnetik pada atmosfer, dan kesalahan karena
pengaruh sudut elevasi matahari.

Level 1B merupakan data L 1A (dengan Geolocation) dikalibrasi, sehingga
diperoleh data terkalibrasi baik radiometrik maupun geometriknya.


xvi
xvii
MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) adalah sensor utama
pada satelit Terra dan satelit Aqua yang mengorbit bumi secara polar (arah
utara selatan) pada ketinggian 705 Kilometer dan melewati garis
khatulistiwa pada jam 10:30 dan pada jam 22:30 waktu lokal (J ustice, 2006).
Lebar cakupan lahan pada permukaan bumi setiap putarannya sekitar 2330
Kilometer.

Resolusi radiometrik ditunjukkan oleh jumlah nilai data yang dimungkinkan pada
setiap band.

Resolusi spasial adalah ukuran obyek terkecil yang masih dapat disajikan,
dibedakan, dan dikenali pada citra.

Resolusi spektral merupakan daya pisah obyek berdasarkan besarnya spektrum
elektromagnetik yang digunakan untuk perekaman data.

Resolusi temporal ditunjukkan dengan seringnya citra merekam suatu daerah yang
sama.

Sensor dipergunakan untuk menangkap energi dan mengubahnya dalam bentuk
sinyal dan menyajikannya ke dalam bentuk yang sesuai dengan informasi
yang ingin disadap (Colwell, 1983).

TABEL KARAKTERISTIK DATA CITRA SATELIT TERRA DENGAN SENSORNYA MODIS (MODERATE
RESOLUTION IMAGING SPECTRORADIOMETER)
Platform Visible Bands (m) Near IR Bands (m) Thermal IR Bands (m) Image Size Pankromatik Sensor Satelit
MODIS Band 1 (0,620 0,670)
Band 3 (0,459 0,479)
Band 4 (0,545 0,565)
Band 8 (0,405 0,420)
Band 9 (0,438 0,448)
Band 10 (0,483 0,493)
Band 11 (0,526 0,536)
Band 12 (0,546 0,556)
Band 13 (0,662 0,672)
Band 14 (0,673 0,683)
Band 2 (0,841 0,876)
Band 5 (1,230 1,250)
Band 6 (1,628 1,652)
Band 7 (2,105 2,155)
Band 15 (0,743 0,753)
Band 16 (0,862 0,877)
Band 17 (0,890 0,920)
Band 18 (0,931 0,941)
Band 19 (0,915 0,965)
Band 26 (1,360 1,390)
Band 20 (3,660 3,840)
Band 21 (3,929 3,989)
Band 22 (3,929 3,989)
Band 23 (4,020 4,080)
Band 24 (4,433 4,498)
Band 25 (4,482 4,549)
Band 27 (6,535 6,895)
Band 28 (7,175 7,475)
Band 29 (8,400 8,700)
Band 30 (9,580 9,880)
Band 31 (10,780 11,280)
Band 32 (11,770 12,270)
Band 33 (13,185 13,485)
Band 34 (13,485 13,785)
Band 35 (13,785 14,085)
Band 36 (14,085 14,385)
1000 meter MODIS (Moderate
Resolution Imaging
Spectroradiometer)
Terra
xviii
xix

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG
Kebakaran hutan merupakan salah satu bentuk gangguan yang makin
sering terjadi. Dampak negatif yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan cukup
besar mencakup kerusakan ekologis, menurunnya keanekaragaman hayati,
menurunnya populasi satwa, merosotnya nilai ekonomi hutan dan produktivitas
tanah, perubahan iklim mikro maupun global, dan asapnya mengganggu kesehatan
masyarakat serta mengganggu transportasi baik darat, sungai, danau, laut dan
udara. Hutan yang terbakar berat akan sulit dipulihkan, karena struktur tanahnya
mengalami kerusakan. Hilangnya tumbuh-tumbuhan menyebabkan lahan terbuka,
sehingga mudah tererosi, dan tidak dapat lagi menahan banjir. Karena itu setelah
hutan terbakar, sering muncul bencana banjir pada musim hujan di berbagai
daerah yang hutannya terbakar.
Titik panas merupakan indikasi terjadinya kebakaran hutan atau lahan.
Titik panas menunjukkan bahwa daerah tersebut mengeluarkan panas melebihi
ambang batas yang sudah ditentukan sehingga tertangkap sensor panas satelit.
Parameter ini sudah digunakan secara meluas di berbagai negara untuk memantau
kebakaran hutan dan lahan dari satelit. Berbeda dengan daerah-daerah di
Sumatera, wilayah Kalimantan memiliki daerah-daerah yang termasuk rawan
kebakaran hutan dan lahan dengan puncak jumlah titik panas yang hampir sama,
2
yaitu bulan Agustus sampai September. J umlah titik panas akan benar- benar
berkurang mulai Oktober, karena mulai bulan tersebut curah hujan meningkat.
Provinsi Kalimantan Tengah merupakan urutan frekuensi kebakaran
tertinggi pada Pulau Kalimantan dengan jumlah titik panas sebanyak 223 titik
panas yang dilanjutkan dengan Provinsi Kalimantan Timur sebanyak 152 titik
panas, Provinsi Kalimantan Barat sebanyak 45 jumlah titik panas, serta yang
terakhir Provinsi Kalimantan Selatan sejumlah 34 titik panas dari hasil pantauan
pada bulan September 2001 dengan menggunakan satelit NOAA-AVHRR
(National Oceanic and Atmospheric Administration - Advanced Very High
Resolution Radiometer) (Dewanti, 2001; hal 26). Sedangkan berdasarkan
penyebarannya dalam periode J uli sampai November pada tahun 2006, jumlah
titik panas yang tercatat menurut data satelit NOAA 12 (National Oceanic and
Atmospheric Administration) masih dipimpin oleh Provinsi Kalimantan Tengah
sebanyak 46.285 titik panas, diikuti oleh Kalimantan Barat 28.061 titik panas,
Sumatera Selatan 21.030 titik panas, dan Riau sebanyak 10.784 titik panas (Fire
Bulletin, 2007; hal 1).
Pemanfaatan sarana penginderaan jauh adalah cara yang efisien dalam
memantau dan mendeteksi kebakaran hutan atau lahan untuk skala wilayah yang
luas. Dalam Pemanfaatan Data Penginderaan J auh untuk Pemantauan dan Analisis
Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) ini
memanfaatkan teknologi penginderaan jauh dengan menggunakan data dari satelit
Terra dengan sensornya MODIS (Moderate Resolution Imaging
spectroradiometer) yang merupakan citra satelit hiperspektral generasi baru di
3
gunakan untuk pengamatan daratan dan perairan. Selain itu dalam Pemanfaataan
Data Penginderaan J auh untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Ttik Panas
(Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) sekaligus melakukan proses
pengolahan sehingga menghasilkan titik panas, untuk mengetahui jenis
penggunaan lahan yang terbakar digunakan peta digital klasifikasi tutupan lahan
yang bersumber dari Departemen Kehutanan dan untuk mengetahui informasi
lokasi keberadaan titik panas digunakan peta digital batas administrasi
berdasarkan Kabupaten yang berasal dari Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survei
dan Pemetaan Nasional).

1.2 PERUMUSAN MASALAH
Masalah yang dibahas dalam Pemanfaatan Data Penginderaan J auh
untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi
Kalimantan Tengah) adalah:
1. Bagaimana mendeteksi titik panas dan lokasinya dari data satelit?
2. Bagaimana penyebaran titik panas pada tiap kabupaten selama 1
bulan?
3. Bagaimana mengetahui area atau tutupan lahan yang terbakar?





4
1.3 BATASAN MASALAH
Batasan masalah di dalam Pemanfaatan Data Penginderaan J auh untuk
Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan
Tengah) adalah:
1. Batasan daerah yang diteliti hanya pada Provinsi Kalimantan
Tengah.
2. Waktu yang diteliti selama 1 bulan di bulan September 2007.
3. Sumber data utama yang digunakan yaitu data satelit Terra dengan
sensornya MODIS (Moderate Resolution Imaging
Spectroradiometer).

1.4 TUJUAN DAN MANFAAT
1.4.1 Tujuan
Pemanfaatan Data Penginderaan J auh untuk Pemantauan dan
Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah)
bertujuan untuk mengetahui terdeteksinya titik panas dan lokasinya dari data
satelit sehingga dapat diperoleh informasi spasial penyebaran titik panas.






5
1.4.2 Manfaat
Manfaat-manfaat yang diperoleh dari Pemanfaatan Data
Penginderaan J auh untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas
(Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) adalah:
1. Memudahkan mendeteksi titik panas secara penginderaan jauh
dengan satelit khususnya untuk daerah yang luas seperti
Kalimantan Tengah.
2. Hal ini akan mempermudah pemadamannya bila diketahui titik
panas pada area tertentu masih kecil.
3. Dapat dilakukan perencanaan terhadap kerusakan-kerusakan
hutan akibat kebakaran hutan atau lahan dan pencegahan
adanya penyebaran asap.

1.5 SISTEMATIKA PENULISAN
Secara garis besar, penulisan skripsi ini terbagi menjadi 5 (lima) bab,
yaitu:
BAB I: PENDAHULUAN
Bab ini mengemukakan mengenai latar belakang yaitu alasan mengapa topik atau
masalah ini dipilih, serta terdapat perumusan masalah yang memaparkan secara
ringkas dan jelas tentang permasalahan utama penelitian, batasan masalah yaitu
aspek-aspek apa saja yang dikaji dalam penelitian ini, tujuan yaitu menjelaskan
hasil yang hendak dicapai setelah penelitian selesai, manfaat yaitu kontribusi yang
6
diberikan atas hasil penelitian, dan sistematika penulisan yaitu sistematika yang
direncanakan untuk penulisan skripsi.
BAB II: LANDASAN TEORI
Bab ini menguraikan tentang teori-teori yang digunakan sebagai landasan atau
dasar dari penulisan skripsi.
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN
Dalam bab ini menjelaskan alur pola pikir penelitian, alat dan bahan yang
digunakan, waktu dan tempat penelitian, pengumpulan data, pengolahan data yang
mencakup beberapa proses didalamnya seperti menghasilkan titik panas dengan
algoritma mod14, input nilai pada program imapp2bin dan mod2rect, pemotongan
citra (cropping), kemudian lakukan pembuatan layout.
BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini menguraikan hasil dan pembahasan dari Pemanfaatan Data
Penginderaan J auh untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi
Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah).
BAB V: PENUTUP
Bab ini menguraikan kesimpulan dan saran dari Pemanfaatan Data Penginderaan
J auh untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi
Kalimantan Tengah).
BAB II
LANDASAN TEORI

2.1 PROVINSI KALIMANTAN TENGAH
2.1.1 Keadaan Geografis
Provinsi Kalimantan Tengah secara geografis terletak di daerah
khatulistiwa, yaitu 0
0
45 LU sampai 3
0
30 LS, 111
0
BT sampai 116
0
BT
(Portal Nasional REPUBLIK INDONESIA, 2006). Provinsi Kalimantan
Tengah merupakan Provinsi terluas nomor 4 (empat) setelah Provinsi Irian
Jaya Barat, Provinsi Papua, dan Provinsi Kalimantan Timur. Provinsi ini
dihuni oleh 1.958.428 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 12
jiwa/Km
2
(Kalimantan Tengah, 2006). Luas wilayah Provinsi Kalimantan
Tengah 157.983 Km
2
mencakup 13 Kabupaten dan 1 Kota dengan 85
Kecamatan terdiri dari 1.340 Desa dan 101 Kelurahan. Jumlah Kecamatan
akan meningkat seiring dengan pemekaran Kabupaten tersebut (Portal
Nasional REPUBLIK INDONESIA, 2006).
Semula, daerah Kalimantan Tengah terdiri dari tiga Kabupaten
Otonom berasal dari eks Daerah Dayak Besar dan Swapraja Kotawaringin
yang termasuk dalam wilayah Keresidenan Kalimantan Selatan. Ketiga
Kabupaten otonom itu adalah Kabupaten Barito, Kabupaten Kapuas dan
Kabupaten Kotawaringin (Portal Nasional REPUBLIK INDONESIA, 2006).
7
Pemekaran daerah otonom Kabupaten dan Kota terjadi dalam masa
Provinsi Kalimantan Tengah menjadi daerah otonom (Portal Nasional
REPUBLIK INDONESIA, 2006). Kabupaten Barito dimekarkan menjadi
Kabupaten Barito Utara dan Barito Selatan, sedangkan Kabupaten
Kotawaringin dimekarkan menjadi Kabupaten Kotawaringin Barat dan
Kabupaten Kotawaringin Timur. Sementara itu, daerah otonom Kota
diberikan kepada Palangka Raya sebagai ibukota Provinsi Kalimantan
Tengah.
Sejak tahun 2002 lalu, dengan diterbitkannya Undang-undang
Nomor 5 Tahun 2002, telah berlangsung pemekaran wilayah, ditambah 8
(delapan) Kabupaten baru, sehingga jumlahnya saat ini menjadi 13
Kabupaten dan 1 (satu) Kota, yaitu (Portal Nasional REPUBLIK
INDONESIA, 2006): (1))Kabupaten Kapuas, (2) Kabupaten Kotawaringin
Timur, (3) Kabupaten Kotawaringin Barat, (4) Kota Palangka Raya, (5)
Kabupaten Katingan dengan ibukotanya Kasongan, (6) Kabupaten Barito
Selatan, (7) Kabupaten Pulang Pisau dengan ibukotanya Pulang Pisau, (8)
Kabupaten Seruyan dengan ibukotanya Kuala Pembuang, (9) Kabupaten
Barito Utara, (10) Kabupaten Barito Timur dengan ibukotanya Tamiyang
Layang, (11) Kabupaten Murung Raya dengan ibukotanya Puruk Cahu, (12)
Kabupaten Gunung Mas dengan ibukotanya Kuala Kurun, (13) Kabupaten
Lamandau dengan ibukotanya Nanga Bulik, dan (14) Kabupaten Sukamara
dengan ibukotanya Sukamara.

8
2.1.2 Titik Panas di Provinsi Kalimantan Tengah
Provinsi Kalimantan Tengah merupakan urutan frekuensi
kebakaran tertinggi pada Pulau Kalimantan dengan jumlah titik panas
sebanyak 223 titik panas yang dilanjutkan dengan Provinsi Kalimantan
Timur sebanyak 152 titik panas, Provinsi Kalimantan Barat sebanyak 45
jumlah titik panas, serta yang terakhir Provinsi Kalimantan Selatan sejumlah
34 titik panas dari hasil pantauan pada bulan September 2001 dengan
menggunakan satelit NOAA-AVHRR (National Oceanic and Atmospheric
Administration - Advanced Very High Resolution Radiometer) (Dewanti,
2001; hal 26).
Sedangkan berdasarkan penyebarannya dalam periode Juli sampai
November pada tahun 2006, jumlah titik panas yang tercatat menurut data
satelit NOAA 12 (National Oceanic and Atmospheric Administration) masih
dipimpin oleh Provinsi Kalimantan Tengah sebanyak 46.285 titik panas,
diikuti oleh Kalimantan Barat 28.061 titik panas, Sumatera Selatan 21.030
titik panas, dan Riau sebanyak 10.784 titik panas (Fire Bulletin, 2007; hal
1).

2.2 SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS
2.2.1 Konsep Dasar Sistem
Penggunaan kata sistem sering dimaksudkan untuk menyatakan
kelengkapan sesuatu yang kompleks, bahwa semua bagian yang ada adalah
merupakan bagian keseluruhan dalam bentuk sistem. Pengertian sistem
9
dalam kaitan dengan SIG (Sistem Informasi Geografis) adalah keterkaitan
antara berbagai komponen seperti komputer dengan berbagai bagiannya
yang bervariasi, perangkat lunak yang rancangannya juga berbeda-beda, dan
informasi serta proses-proses analisis yang secara implisit tercakup
didalamnya (Barus dan Wiradisastra, 2000; hal 3). Sistem merupakan
integrasi pemakai dengan sarana atau alat untuk menghasilkan informasi,
untuk mendukung operasi, manajemen, analisis dan pengambil keputusan
dalam suatu organisasi (Meijerink et.al., 1994).
2.2.2 Konsep Dasar Sistem Informasi
Sistem informasi adalah suatu jaringan perangkat keras dan lunak
yang dapat menjalankan operasi perencanaan pengamatan dan pengumpulan
data, penyimpanan, dan analisis data, termasuk penggunaan informasi dalam
proses pengambilan keputusan (Barus dan Wiradisastra, 2000; hal 3). Fungsi
sistem informasi adalah sebagai sarana untuk meningkatkan kemampuan
seseorang dalam mengambil keputusan. Oleh karena itu peta merupakan
bagian dari sistem informasi spasial. Peta baru dianggap sebagai sistem
apabila sudah terjadi interaksi antara pemakai dengan peta itu sendiri.
2.2.3 Konsep Dasar SIG (Sistem Informasi Geografis)
SIG (Sistem Informasi Geografis) adalah suatu sistem informasi
yang dirancang untuk bekerja dengan data yang berreferensi spasial atau
berkoordinat geografi (Barus dan Wiradisastra, 2000; hal 3). Pendapat lain
mengenai SIG (Sistem Informasi Geografis) yaitu dapat diasosiasikan
sebagai peta yang berorde tinggi, yang juga mengoperasikan dan
10
menyimpan data non spasial (Star dan Estes, 1990). Disebutkan juga SIG
(Sistem Informasi Geografis) telah terbukti kehandalannya untuk
mengumpulkan, menyimpan, mengelola, menganalisa, dan menampilkan
data spasial baik biofisik maupun sosial ekonomi. Star dan Estes
mengemukakan bahwa secara umum SIG (Sistem Informasi Geografis)
menyediakan fasilitas-fasilitas untuk mengambil, mengelola, memanipulasi
dan menganalisa data serta menyediakan hasil baik dalam bentuk grafik
maupun dalam bentuk tabel, namun demikian fungsi utamanya adalah untuk
mengelola data spasial
Keuntungan SIG (Sistem Informasi Geografis) adalah kemampuan
untuk menyertakan data dari sumber berbeda untuk aplikasi deteksi
perubahan. Walaupun, penggabungan sumber data dengan perbedaan
akurasi sering mempengaruhi hasil deteksi perubahan. Pendekatan SIG
(Sistem Informasi Geografis) untuk menghitung dampak pengembangan
kota baru di Hong Kong, melalui integrasi data multi temporal foto udara
pada land use dan menemukan bahwa overlay citra dengan teknik masking
biner bermanfaat dalam menyatakan secara kuantitatif dinamika perubahan
pada masing-masing kategori landuse (Lo dan Shipman, 1990).
Banyak pendekatan aplikasi SIG (Sistem informasi Geografis)
terdahulu untuk deteksi perubahan yang difokuskan pada daerah urban. Ini
mungkin karena metoda deteksi perubahan tradisional sering menghasilkan
deteksi perubahan yang tidak benar karena kompleksitas landscape urban
dan model tradisional tidak bisa digunakan secara efektif menganalisa data
11
multi sumber. Sehingga, kekuatan fungsi SIG (Sistem Informasi Geografis)
memberikan alat untuk pengolahan data multi sumber dan efektif dalam
menangani analisa deteksi perubahan yang menggunakan data multi sumber.
Banyak penelitian difokuskan pada integrasi SIG (Sistem Informasi
Geografis) dan teknik penginderaan jauh yang diperlukan untuk analisis
deteksi perubahan yang lebih akurat.
2.2.4 Model Data Spasial di Dalam SIG (Sistem Informasi Geografis)
2.2.4.1 Model Data Raster
Model data raster menampilkan, menempatkan, dan
menyimpan data spasial dengan menggunakan struktur matriks atau
piksel-piksel yang membentuk grid (Prahasta, 2001; hal 146). Setiap
piksel atau sel ini memiliki atribut tersendiri, termasuk koordinatnya
yang unik. Akurasi model data ini sangat bergantung pada resolusi
atau ukuran pikselnya (sel grid) di permukaan bumi. Entity spasial
raster disimpan di dalam layers yang secara fungsionalitas
direlasikan dengan unsur-unsur petanya. Contoh sumber-sumber
entity spasial raster adalah citra satelit (misalnya NOAA, SPOT,
Landsat, Ikonos).
2.2.4.2 Model Data Vektor
Model data vektor menampilkan, menempatkan, dan
menyimpan data spasial dengan menggunakan titik, garis, atau
poligon beserta atributnya (Prahasta, 2001; hal 158). Bentuk-bentuk
dasar representasi data spasial ini, di dalam sistem model data vektor,
12
didefinisikan oleh sistem koordinat kartesian dua dimensi (x, y). Di
dalam model data spasial vektor, garis merupakan sekumpulan titik-
titik terurut yang dihubungkan. Sedangkan area atau poligon juga
disimpan sebagai sekumpulan list titik-titik, tetapi dengan catatan
bahwa titik awal dan titik akhir poligon memiliki nilai koordinat
yang sama (poligon tertutup sempurna).

2.3 PENGINDERAAN JAUH
2.3.1 Konsep Dasar Penginderaan Jauh
Penginderaan jauh (remote sensing) adalah ilmu dan seni untuk
memperoleh informasi tentang suatu obyek, daerah, atau fenomena melalui
analisis data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan
obyek, daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1994 dalam
Purwadhi, 2001; hal 2).
Prinsip dasar penginderaan jauh (inderaja) adalah sumber energi
seperti yang terlihat pada gambar 2.1 dijelaskan bahwa dalam hal ini energi
matahari memancarkan gelombang elektromagnetik, apabila gelombang
tersebut mengenai permukaan bumi akan terjadi penyerapan dan pemantulan
gelombang (Sutanto, 1994; hal 54). Dan ada pula energi yang diserap
dipancarkan dalam bentuk panas, dimana semua gelombang elektromagnetik
tersebut kemudian direkam oleh sensor. Setiap objek di bumi memiliki daya
pantul yang bervariasi, sehingga berdasarkan tinggi rendahnya gelombang
elektromagnetik yang terpantul, objek tersebut dapat dideteksi.
13

Gambar 2.1 Sistem penginderaan jauh
2.3.2 Komponen Sistem Penginderaan Jauh
Energi elektromagnetik adalah sebuah komponen utama dari
kebanyakan sistem penginderaan jauh untuk lingkungan hidup yaitu sebagai
medium untuk pengiriman informasi dari target kepada sensor (Yaslinus,
2002). Energi elektromagnetik merambat dalam gelombang dengan
beberapa karakter yang bisa diukur yaitu: panjang gelombang atau
wavelength, frekuensi, amplitudo, dan kecepatan. Amplitudo adalah tinggi
gelombang, sedangkan panjang gelombang adalah jarak antara dua puncak
(Yaslinus, 2002).

Gambar 2.2 Energi elektromagnetik
14
Energi elektromagnetik dipancarkan atau dilepaskan oleh semua
masa di alam semesta pada level yang berbeda-beda. Semakin tinggi level
energi dalam suatu sumber energi, semakin rendah panjang gelombang dari
energi yang dihasilkan, dan semakin tinggi frekuensinya. Perbedaan
karakteristik energi gelombang digunakan untuk mengelompokkan energi
elektromagnetik.
Susunan semua bentuk gelombang elektromagnetik berdasarkan
panjang gelombang dan frekuensinya disebut spektrum elektromagnetik
(Yaslinus, 2002). Spektrum elektromagnetik merupakan berkas dari tenaga
elektromagnetik, yang meliputi spektra kosmis, Gamma, X, ultraviolet,
tampak, inframerah, gelombang mikro, dan gelombang radio (Purwadhi,
2001; hal 3). Gambar spektrum elektromagnetik di bawah pada gambar 2.3
disusun berdasarkan panjang gelombang (diukur dalam satuan m)
mencakup kisaran energi yang sangat rendah, dengan panjang gelombang
tinggi dan frekuensi rendah, seperti gelombang radio sampai ke energi yang
sangat tinggi, dengan panjang gelombang rendah dan frekuensi tinggi seperti
radiasi X-ray dan Gamma Ray. Beberapa contoh kelompok energi pada
spektrum elektromagnetik yaitu:
1. Radio merupakan energi yang termasuk dalam bentuk level
energi elektromagnetik terendah dengan kisaran panjang
gelombang dari ribuan Kilometer sampai kurang dari satu
Meter. Penggunaan paling banyak adalah komunikasi, untuk
meneliti luar angkasa dan sistem radar. Radar berguna untuk
15
mempelajari pola cuaca, badai, membuat peta 3D permukaan
bumi, mengukur curah hujan, pergerakan es di daerah kutub
dan memonitor lingkungan. Panjang gelombang radar
berkisar antara 0,8 Centimeter sampai 100 Centimeter.
2. Microwave: panjang gelombang radiasi microwave berkisar
antara 0,3 Centimeter sampai 300 Centimeter.
Penggunaannya terutama dalam bidang komunikasi dan
pengiriman informasi melalui ruang terbuka, memasak, dan
sistem penginderaan jauh aktif. Pada sistem penginderaan
jauh aktif, pulsa microwave ditembakkan kepada sebuah
target dan refleksinya diukur untuk mempelajari karakteristik
target. Sebagai contoh aplikasi adalah TRMM (Tropical
Rainfall Measuring Missions) TMI (Microwave Imager),
yang mengukur radiasi microwave yang dipancarkan dari
spektrum elektromagnetik energi elektromagnetik atmosfer
bumi untuk mengukur penguapan, kandungan air di awan dan
intensitas hujan.
3. Inframerah atau infrared: radiasi inframerah atau infrared bisa
dipancarkan dari sebuah obyek ataupun dipantulkan dari
sebuah permukaan. Pancaran inframerah atau infrared
dideteksi sebagai energi panas dan disebut thermal infrared.
Energi yang dipantulkan hampir sama dengan energi sinar
nampak dan disebut dengan reflected IR atau near IR karena
16
posisinya pada spektrum elektromagnetik berada di dekat
sinar nampak. Panjang gelombang near IR atau reflected IR
berkisar antara 0,7 m sampai 3 m, sedangkan panjang
gelombang thermal IR berkisar antara 3 m sampai 15 m.
Untuk aplikasi penginderaan jauh lingkungan hidup
menggunakan citra Landsat, Reflected IR pada band 4 (near
IR), band 5,7 (Mid IR) dan thermal IR pada band 6,
merupakan karakteristik utama untuk interpretasi citra.
Sebagai contoh, gambar 2.4 menunjukkan suhu permukaan
laut global (dengan thermal IR) dan sebaran vegetasi (dengan
near IR).
4. Visible: posisi sinar nampak pada spektrum elektromagnetik
adalah di tengah. Tipe energi ini bisa dideteksi oleh mata
manusia, film dan detektor elektronik. Panjang gelombang
berkisar antara 0,4 m sampai 0,7 m. Perbedaan panjang
gelombang dalam kisaran ini dideteksi oleh mata manusia
dan oleh otak diterjemahkan menjadi warna. Gambar 2.5
adalah contoh komposit dari citra Landsat 7.
5. Radiasi ultraviolet, X-Ray, Gamma Ray berada dalam urutan
paling kiri pada spektrum elektromagnetik. Tipe radiasinya
berasosiasi dengan energi tinggi, seperti pembentukan
bintang, reaksi nuklir, ledakan bintang. Panjang gelombang
radiasi ultraviolet berkisar antara 0,3 m sampai 0,4 m.
17
Radiasi UV bisa dideteksi oleh film dan detektor elektronik,
sedangkan X-ray dan Gamma-ray diserap sepenuhnya oleh
atmosfer, sehingga tidak bisa diukur dengan penginderaan
jauh.

Gambar 2.3 Spektrum elektromagnetik


Gambar 2.4 Inframerah
18

Gambar 2.5 Citra Landsat komposit
2.4 KARAKTERISTIK CITRA
Dalam penginderaan jauh, citra berkaitan dengan representasi pictorial
tanpa peduli media apa yang digunakan untuk mendeteksi dan merekam energi
elektromagnetik (Samsuri, 2004; hal 3). Pendapat lain mengemukakan bahwa
secara definitif citra penginderaan jauh adalah gambaran suatu obyek dari
pantulan atau pancaran radiasi elektromagnetik obyek, yang direkam dengan cara
optik, elektro optik, optik mekanik, atau elektronik (Purwadhi, 2001; hal 22).
Normalnya foto dapat direkam diluar dari range panjang gelombang 0,3 m
sampai 0,9 m. Semua foto dapat dikategorikan sebagai citra tetapi tidak semua
citra dapat dikatakan foto.
Sebuah citra terbentuk dalam format digital yang tersusun dari beberapa
unsur gambar atau disebut piksel (Samsuri, 2004; hal 3). Tingkat kecerahan piksel
ini direpresentasikan oleh nilai numerik atau DN (Digital Number) pada masing-
masing piksel. Sensor secara elektronik merekam energi elektromagnetik sebagai
sekumpulan DN (Digital Number) yang akan menyusun gambar.
19
2.5 KARAKTERISTIK CITRA SATELIT SECARA UMUM
Untuk informasi yang detail (skala besar) dapat menggunakan citra
satelit Quickbird, Ikonos, dan SPOT. Untuk informasi regional (skala menengah)
dapat menggunakan citra satelit SPOT, Aster, dan Landsat. Untuk informasi
global (skala kecil) dapat menggunakan citra satelit NOAA (National Oceanic
and Atmospheric Administration) dan MODIS (Moderate Resolution Imaging
spectroradiometer). Salah satu satelit yang sangat terkenal adalah satelit NOAA-
AVHRR (National Oceanic and Atmospheric Administration Advanced Very
High Resolution radiometer) yang dikembangkan oleh lembaga antariksa
Amerika NASA sejak tahun 1978 untuk pemantauan iklim dan kelautan global
(Anonim, 2007).
2.5.1 Resolusi Spasial
Resolusi spasial adalah ukuran obyek terkecil yang masih dapat
disajikan, dibedakan, dan dikenali pada citra (Purwadhi, 2001, hal 18).
Semakin kecil ukuran obyek yang dapat direkam, semakin baik kualitas
sensornya. Contoh: bila sebuah sensor memiliki resolusi spasial 20 meter,
maka citra yang dihasilkannya ditampilkan dengan resolusi penuh, maka
setiap piksel mewakili luasan area 20 x 20 meter di lapangan. Semakin
tinggi resolusinya, maka semakin kecil area yang dapat dicakupnya. Contoh
lain seperti satelit NOAA (National Oceanic and Atmospheric
Administration) yang merupakan satelit yang berfungsi mengamati
lingkungan dan cuaca dengan ketinggian 850 Kilometer. Luas liputan
AVHRR (Advanced Very High Resolution radiometer) setara dengan 3000 x
20
3000 Kilometer permukaan bumi. Kelebihan lainnya, sensor AVHRR
(Advanced Very High Resolution radiometer) dapat dimanfaatkan dalam
pemantauan kondisi lingkungan suatu areal pengamatan secara kontinyu
dalam suatu periode.
2.5.2 Resolusi Spektral
Resolusi spektral merupakan daya pisah obyek berdasarkan
besarnya spektrum elektromagnetik yang digunakan untuk perekaman data
(Purwadhi, 2001; hal 19). Semakin sempit panjang gelombang, resolusi
spektral akan menjadi semakin tinggi, sebagai contoh dapat dilihat tabel 2.1.
Tabel 2.1 Karakteristik sensor AVHRR dan fungsi masing-masing band
pada NOAA
Band Spektrum Radiasi Panjang
Gelombang
(m)
Pemanfaatan
1

Visibel

0,58 0,68

Berpotensi dalam perhitungan
albedo permukaan bumi dan puncak
awan, mendeteksi kondisi
permukaan darat dan laut,
memantau kondisi vegetasi,
mendeteksi lapisan salju dan es di
muka bumi dan mendeteksi jenis
awan tertentu


21
Tabel 2.1 (lanjutan)
Band Spektrum Radiasi Panjang
Gelombang
(m)
Pemanfaatan
2

Inframerah dekat

0,728 1,10

Berpotensi dalam
pemantauan kondisi vegetasi,
deteksi es dan salju di muka
bumi, dan komputasi albedo
permukaan bumi atau puncak
awan
3B

Inframerah sedang

3,550 3,930

Digunakan dalam estimasi
temperatur permukaan laut
atau darat, mendeteksi
distribusi awan pada
pengamatan malam hari,
mendeteksi daerah hutan
yang rawan kebakaran dan
mendeteksi titik panas





22
Tabel 2.1 (lanjutan)
Band Spektrum Radiasi Panjang
Gelombang
(m)
Pemanfaatan
4

Inframerah jauh

10,30 11,30

Berpotensi dalam ekstraksi
parameter temperatur
permukaan bumi atau laut,
mendeteksi awan,
mengestimasi temperatur
puncak awan dan
pemantauan bencana alam
seperti letusan gunung
berapi
5 Inframerah jauh 11,50 12,50 Berpotensi dalam ekstraksi
parameter temperatur
permukaan bumi atau laut,
mendeteksi awan,
mengestimasi temperatur
puncak awan dan
pemantauan bencana alam
seperti letusan gunung
berapi

23
2.5.3 Resolusi Temporal
Resolusi temporal ditunjukkan dengan seringnya citra merekam
suatu daerah yang sama (Samsuri, 2004; hal 4). Contoh : jika citra Landsat
TM melewati suatu daerah yang sama sebanyak 16 hari sekali, sedangkan
NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) dapat 2 kali
sehari melewati daerah yang sama di permukaan bumi. Oleh kerena itu
resolusi temporal NOAA (National Oceanic and Atmospheric
Administration) lebih tinggi daripada Landsat TM.
2.5.4 Resolusi Radiometrik
Resolusi radiometrik ditunjukkan oleh jumlah nilai data yang
dimungkinkan pada setiap band (Samsuri, 2004; hal 4). Hal ini ditunjukkan
dengan jumlah bit perekaman. Contoh pada Landsat TM mencakup 8 bit,
sehingga jumlah nilai data pada spektral untuk setiap piksel adalah 0 sampai
255. Untuk satelit NOAA (National Oceanic and Atmospheric
Administration) mencakup 10 bit, sehingga jumlah nilai data pada spektral
untuk setiap piksel adalah 0 sampai 1.023. Resolusi ini lebih tinggi
dibanding dengan Landsat TM.

2.6 KARAKTERISTIK CITRA SATELIT TERRA-MODIS
Pada tahun 1999, NASA (National Aeronautics and Space
Administration) meluncurkan satelit Terra dan Aqua yang membawa sensor
MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectro-radiometer). Kedua satelit
24
tersebut melengkapi sistem pemantauan titik panas menggunakan satelit, sehingga
dapat diperoleh informasi pada jam-jam yang berbeda.
MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) adalah
sensor utama pada satelit Terra dan satelit Aqua yang mengorbit bumi secara
polar (arah utara selatan) pada ketinggian 705 Kilometer dan melewati garis
khatulistiwa pada jam 10:30 dan pada jam 22:30 waktu lokal (Justice, 2006; hal
1). Lebar cakupan lahan pada permukaan bumi setiap putarannya sekitar 2330
Kilometer. Pantulan gelombang elektromagnetik yang diterima sensor MODIS
(Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) sebanyak 36 band (36 interval
panjang gelombang), mulai dari 0,620 m sampai 14,385 m (1 m = 1/1.000.000
meter).
MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) merupakan
citra satelit hiperspektral generasi baru di gunakan untuk pengamatan daratan dan
perairan. Citra satelit MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer)
merupakan salah satu sensor yang dimiliki oleh EOS (Earth Observing System)
dan dibawa oleh dua wahana yaitu Terra yang diluncurkan pada 18 Desember
1999 dan Aqua pada tanggal 4 Mei 2002 (Darmawan, 2006). Sensor MODIS
(Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) merupakan turunan dari sensor
AVHRR (Advanced Very High Resolution Radiometer), SeaWIFS (Sea Viewing
Wide Field of view sensor), dan HIRS (High Resolution Imaging Spectrometer)
yang dimiliki EOS yang sebelumnya telah mengorbit (Darmawan, 2006).
Layaknya sebuah kamera, satelit-satelit tersebut menangkap citra atau
memotret bumi dengan sensor-sensor optiknya. Namun sensor yang digunakan
25
memotret bumi dengan gelombang infra merah dan termal infra merah, karena itu
suhu permukaan bumilah yang terpantau oleh sensor tersebut. Dengan berbagai
formula yang diterapkan di berbagai stasiun pemantau, jumlah titik panas yang
terpantau juga cenderung berbeda-beda. Sebagai contoh data titik panas NOAA
(National Oceanic and Atmospheric Administration) menerapkan ambang batas
318
0
Kelvin (
0
Kelvin =
0
Celcius + 273) atau setara dengan 45
0
Celcius (Anonim,
2007). Artinya adalah jika suatu daerah yang dipantau oleh satelit memiliki suhu
diatas ambang batas tersebut, maka areal tersebut terdeteksi sebagai titik panas.
Sementara itu MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer)
menerapkan ambang batas suhu yang lebih tinggi yaitu sebesar 320
0
Kelvin atau
sekitar 47
0
Celcius (Anonim, 2007). Sehingga secara teori, jumlah titik panas
NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) yang cenderung lebih
banyak dibandingkan data titik panas MODIS (Moderate Resolution Imaging
spectroradiometer), jika waktu pemantauannya sama. Namun demikian
pemantauan kebakaran melalui satelit juga memiliki beberapa kelemahan. Sensor
optik satelit-satelit tersebut tidak mampu menembus awan, sehingga kebakaran
yang terjadi di bawahnya tidak dapat terdeteksi.
Adapun kelebihan dari MODIS (Moderate Resolution Imaging
spectroradiometer) berupa kalibrasi radiometrik, spasial dan spektral dilakukan
waktu mengorbit, peningkatan akurasi atau presisi radiometrik dan peningkatan
akurasi posisi geografis. Dikarenakan resolusi spasial citra satelit MODIS
(Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) hanya mampu menghasilkan
informasi dengan skala global (1:500.000 s.d. 1:1.000.000). MODIS (Moderate
26
Resolution Imaging spectroradiometer) memiliki beberapa kelebihan dibanding
NOAA-AVHRR (National Oceanic and Atmospheric Administration Advanced
Very High Resolution radiometer). Diantara kelebihannya adalah lebih banyaknya
spektral panjang gelombang (resolusi radiometrik) dan lebih telitinya cakupan
lahan (resolusi spasial) (Mustafa, 2004). Sensor MODIS (Moderate Resolution
Imaging spectroradiometer) dapat digunakan dalam riset untuk pendeteksian
kebakaran hutan, pendeteksian perubahan tutupan lahan dan pengukuran suhu
permukaan bumi.
2.6.1 Resolusi Spasial
Kelebihan dari sensor MODIS (Moderate Resolution Imaging
spectroradiometer) dibandingkan dengan sensor global lainnya adalah
dalam hal resolusi spasial 250 meter, 500 meter dan 1 Kilometer (Steber,
2007; hal 6). Resolusi spasial citra satelit MODIS (Moderate Resolution
Imaging spectroradiometer) hanya mampu menghasilkan informasi dengan
skala global (1:500.000 sampai dengan 1:1.000.000) (Darmawan, 2006).
2.6.2 Resolusi Spektral
MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer)
mempunyai 36 band atau saluran spektral dapat dilihat pada tabel 2.2, yang
terbagi menjadi 2 (dua) gelombang yaitu gelombang reflektif dan
gelombang emisif. Gelombang Reflektif cocok untuk mengamati daratan
yang membutuhkan transmisi atmosfer tinggi, sedangkan gelombang emisif
cocok untuk mengamati daratan yang membutuhkan penyerapan atmosfer
rendah (Steber, 2007; hal 8). Namun band atau saluran spektral MODIS
27
(Moderate Resolution Imaging spectroradiometer) yang dapat digunakan
untuk mendeteksi kebakaran aktif terdapat pada tabel 2.3.
Tabel 2.2 MODIS mempunyai 36 saluran spektral untuk memotret darat,
laut, dan atmosfer dari jarak jauh (Steber, 2007)
Gelombang Reflektif
Band
Panjang Gelombang
(m) Penggunaan
1, 2 0.645, 0.865 Vegetasi darat atau batas awan
3, 4 0.470, 0.555 Darat atau properti awan
5 - 7 1.24, 1.64, 2.13 Darat atau properti awan
8 - 10 0.415, 0.443, 0.490 Warna laut atau klorofil
11 - 13 0.531, 0.565, 0.653 Warna laut atau klorofil
14 - 16 0.681, 0.75, 0.865 Warna laut atau klorofil
17 - 19 0.905, 0.936, 0.940 Penguapan air atmosfer
26 1.375 Awan cirrus

Gelombang Emisif
Band
Panjang Gelombang
(m) Penggunaan
20 23 3.750, 3.959(2), 4.050 Suhu permukaan atau awan
24, 25 4.465, 4.515 Suhu atmosfer
27, 28 6.715, 7.325 Uap air
29 8.550 Suhu permukaan atau awan
30 9.730 Ozon
31, 32 11.030, 12.020 Suhu permukaan atau awan
33 34 13.335, 13.635 Properti puncak awan
35 36 13.935, 14.235 Properti puncak awan


28
Tabel 2.3 Saluran MODIS dapat digunakan untuk mendeteksi kebakaran
aktif (Steber, 2007)
Band Panjang
Gelombang
(m)
Kegunaan Saluran
1 0,620 0,670 Menolak sunglint, menolak tanda kebakaran
palsu dan balutan awan
2 0,841 0,876 Menolak sunglint, menolak tanda kebakaran
palsu dan balutan awan
7 2,105 2,155 Menolak sunglint dan menolak tanda
kebakaran palsu
20 3,660 3,840 Saluran jangkauan untuk deteksi kebakaran
aktif (330
0
Kelvin)
21 3,929 3,989 Saluran jangkauan tinggi untuk deteksi
kebakaran aktif (500
0
Kelvin)
22 3,929 3,989 Saluran jangkauan rendah untuk deteksi
kebakaran aktif (331
0
Kelvin)
31 10,780 11,280 Latar belakang suhu untuk deteksi kebakaran
tertentu dan balutan awan (340
0
Kelvin)
32 11,770 12,270 Balutan awan (388
0
Kelvin)

Kurva pada gambar 2.6 menunjukkan adanya pergeseran puncak
distribusi radiasi benda hitam ke arah panjang gelombang yang semakin
pendek apabila suhunya naik (Lillesand dan Kiefer, 1997; hal 7). Dapat
diketahui bahwa panjang gelombang dengan pancaran maksimum
berbanding terbalik terhadap suhu absolut benda pemancarnya. Contohnya
apabila sebuah logam seperti sepotong besi dipanasi, ketika besi tersebut
bertambah panas, benda tersebut mulai bersinar dan warnanya berubah
29
secara berurutan ke arah panjang gelombang yang pendek, yaitu dari warna
merah bata ke arah oranye, kuning, dan kadang-kadang ke arah warna putih.

Gambar 2.6 Panjang gelombang yang cocok untuk mendeteksi kebakaran
Matahari memancarkan dengan cara yang sama seperti sebuah
radiator benda hitam, kurva pancaran matahari dengan suhu 6000
0
Kelvin
mencapai radiasi maksimum pada panjang gelombang 0,5 m (Lillesand dan
Kiefer, 1997; hal 9). Oleh karena itu penginderaan jauh yang menggunakan
matahari sebagai sumber tenaganya pada umumnya menggunakan spektrum
tampak di sekitar panjang gelombang 0,5 m dan perluasannya. Sebaliknya
bagi suhu permukaan bumi (yaitu suhu permukaan obyek seperti tanah, air,
dan vegetasi) yang suhu rata-ratanya 300
0
Kelvin, pancaran maksimum
tercapai pada panjang gelombang 9,7 m. Oleh karena ini berkaitan dengan
30
panas obyek di bumi, maka disebut tenaga inframerah termal (Lillesand dan
Kiefer, 1997; hal 9).
Suhu kobaran api pada kebakaran liar biasanya sekitar 1000
0
Kelvin, namun karena satelit hanya mengukur area dengan luas 1 Km
2
dan
ada pula penyerapan atmosfer, maka rata-rata suhunya sekitar 300
0
Kelvin
sampai 500
0
Kelvin. Dari gambar 2.6 diatas, dapat dilihat bahwa pancaran
maksimum pada suhu tersebut terjadi pada gelombang 4 mikrometer,
Gelombang ini terdapat pada sensor MODIS (Moderate Resolution Imaging
spectroradiometer) dan AVHRR (Advanced Very High Resolution
radiometer) yang dapat digunakan untuk mendeteksi kebakaran. Pancaran
radiasi darat, awan dan permukaan air pada panjang gelombang 4
mikrometer adalah antara 0,8 sampai 0,9 artinya bahwa bagian matahari
yang tidak memancar pada panjang gelombang ini akan direfleksikan dan
mempengaruhi sensor dan dapat menyebabkan deteksi kebakaran palsu.
Kesalahan seperti ini tidak terjadi pada malam hari. Algoritma otomatis
dapat menghitung semua faktor tersebut.
2.6.3 Resolusi Temporal
MODIS (Moderate Resolution Imaging spectroradiometer)
mampu mendatangi lokasi yang sama sebanyak 1 sampai 2 kali setiap
harinya dipermukaan bumi (Anonim, 2007). Untuk sebuah satelit pemantau
global, hal ini merupakan tingkat kunjungan dengan frekuensi tinggi atau
dikenal dengan resolusi temporal yang tinggi. Karena itu kita bisa
mendapatkan informasi penyebaran titik panas (hotspot) setiap hari. Hal
31
inilah yang menjadi salah satu alasan penting digunakannya citra satelit
dengan resoulsi temporal harian di dalam pemantauan kebakaran secara
global.
2.6.4 Resolusi Radiometrik
Data yang terkirim dari satelit Terra adalah dengan kecepatan 11
Mega bytes setiap detik dengan resolusi radiometrik 12 bit (Mustafa, 2004).
Artinya obyek dapat dideteksi dan dibedakan sampai 2
12
(4.096) derajat
keabuan (grey levels).
Peluang pemanfaatan data satelit generasi EOS (Earth Observing
System) (LAPAN, 2005):
1. Data satelit EOS (Earth Observing System) bersifat publik dan
ditransmisikan tanpa bayar ke semua stasiun di dunia.
2. Software akusisi dan pengolahan datanya bersifat open source dan
tersedia di berbagai website. Pengembangan modul aplikasinya di
sesuaikan dengan minat : institusi, universitas atau kelompok peneliti
di berbagai negara.
3. Sebagian algoritma dan software pengolahannya belum tervalidasi.
Sehingga update terus berlangsung (baik karena revisi algoritma,
validasi software maupun karena standarisasi format).
4. Modul pengolahan data dengan algoritma yang telah di validasi dan
bersifat standalone di publikasi melalui Direct Broadcast, dan
untuk yang dalam proses pengembangan atau validasi, softwarenya
di publikasi melalui Institutional Algorithm.
32
5. Hingga level tertentu, cukup ideal mengikuti perkembangan yang
ada melalui proses integrasi dan adaptasi yang disesuaikan dengan
kebutuhan.
Produk level 1B MODIS (Moderate Resolution Imaging
spectroradiometer) memiliki informasi geolokasi yang ditempatkan pada file
terpisah, sehingga tampilan citra akan tidak benar bila menggunakan modul
penampil yang tidak mampu mengintegrasikan data citra dan informasi geometrik
secara bersamaan (LAPAN, 2005).

2.7 KARAKTERISTIK TITIK PANAS
Titik panas merupakan indikasi terjadinya kebakaran (WWF Indonesia,
2007). Titik panas menunjukkan bahwa daerah tersebut mengeluarkan panas
melebihi ambang batas yang sudah ditentukan sehingga tertangkap sensor panas
satelit.
Titik panas mempunyai nilai confidence yang dimaksudkan untuk
membantu para pemakai mengukur mutu masing-masing nilai piksel api (Giglio,
2007). Nilai confidence yang terkandung dalam MODIS (Moderate Resolution
Imaging Spectroradiometer) merupakan tingkatan-tingkatan rendah, sedang, dan
tinggi suatu nilai piksel api (Giglio, 2007). Nilai confidence ini mencakup antara 0
sampai dengan 100, dimana tingkatan rendah bernilai 0 sampai 30, tingkatan
sedang bernilai 30 sampai 80, dan tingkatan tinggi bernilai 80 sampai dengan 100.

33
Tb
k
= __ _
k
____
ln L
k
(i, j)-
k

Dapat digambarkan pola pikir pengolahan titik panas dengan
menggunakan beberapa persamaan seperti yang terlihat pada gambar 2.7 berikut.
Karena data yang dipancarkan satelit dalam bentuk digital yang disebut
radiometer count (DN
k
), maka konversi radiansi (L
k
) dari radiometer count (DN
k
)
dapat dilakukan melalui persamaan linier sebagai berikut: L
k
(i, j) = G
k
DN
k
(i, j) +
I
k
. Sedangkan persamaan untuk konversi temperatur kecerahan dari radiansi
adalah sebagai berikut: .Dimana nilai koefisien Gain,
Intercept,
k
dan
k
didapat dari satelit.

34

Gambar 2.7 Pola pikir pengolahan


35
Keterangan:
k
= kanal atau band
DN
k
(i, j) = radiometer count (latitude, longitude)
L
k
(i, j) = radiansi (latitude, longitude)
G
k
= koefisien Gain
I
k
= Intercept
Tb
k
= suhu kecerahan (brightness temprorary)

k
dan
k
= konstanta
Setelah didapat nilai suhu kecerahan (Tb
k
), selanjutnya adalah
menentukan lokasi dan distribusi titik panas harian menggunakan data MODIS
(Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) dengan memanfaatkan data
suhu kenampakan band 21 atau band 22 (T
4
) dan band 31 (T
11
). Adapun kriteria
penentuan titik panas yang digunakan adalah sebagai berikut:
Bukan titik panas, apabila:
T
4
< 315 Kelvin (305 Kelvin pada malam hari) atau
T
41
< 5 Kelvin (3 Kelvin pada malam hari)
Titik panas, apabila satu dari lima kombinasi berikut dipenuhi:
{ [(T
4
> T
4b
+ 4 T
4b
) atau T
4
> 320 Kelvin (315 Kelvin pada malam
hari ) ] dan [( T
41
> T
41b
+ 4T
4 1 b
) atau T
41
> 20 Kelvin (10
Kelvin pada malam hari)] } atau
{T
4
> 360 Kelvin (330 Kelvin pada malam hari) }


36
Dimana:
T
41
= T
4
T
11
T
4b
= suhu kenampakan latar belakang (background temperature) band 4 m,
................yaitu suhu kenampakan dari piksel-piksel sekitarnya (21 x 21 piksel)
T
4b
= standard deviasi suhu kenampakan latar belakang band 4 m
T
41b
= T
4b
T
11b


2.8 KLASIFIKASI PENUTUPAN LAHAN
Penggunaan lahan adalah semua bentuk pemanfaatan lahan yang ada
secara alami maupun yang dibuat manusia yang ditujukan untuk memenuhi
kebutuhannya atas suatu bentang alam yang kompleks yang disebut lahan (Vink
dan Bahri, 1998). Sebagai contoh: semak belukar, tegalan atau ladang,
perkebunan, hutan, sawah, permukiman, rawa, dan lahan terbuka, penjelasannya
dapat dilihat pada tabel 2.4.
Tabel 2.4 Standard klasifikasi penutupan lahan hasil penafsiran citra satelit
Landsat untuk kepentingan kehutanan
Kodefikasi Kelas Penutupan Lahan Keterangan
2001 Hutan Seluruh kenampakan hutan alamiah
atau hasil tanaman manusia baik yang
berada didaratan maupun yang berada
di sekitar pantai
2007 Semak belukar Seluruh kenampakan bekas hutan yang
telah tumbuh kembali namun tidak
optimal

37
Tabel 2.4 (lanjutan)
Kodefikasi Kelas Penutupan Lahan Keterangan
2010 Perkebunan Seluruh kenampakan hamparan kebun
(perkebunan) yang sudah ditanami
2012 Permukiman Seluruh kenampakan permukiman,
baik perkotaan, perdesaan, industri,
dan fasilitas umum
2014 Lahan terbuka Pada umumnya merupakan daerah
tidak bervegetasi seperti lahan terbuka
bekas pembersihan lahan (land
clearing)
2500 Awan Seluruh kenampakan awan dan
bayangan awan
3000 Savanna (padang
rumput)
Seluruh kenampakan hamparan non
hutan alami berupa padang rumput
5001 Tubuh air Seluruh kenampakan perairan,
termasuk laut, sungai, danau, waduk,
dan terumbu karang
20091 Pertanian Lahan pertanian yang bersifat alam
maupun buatan manusia
20094 Tambak Seluruh kenampakan aktivitas
perikanan darat (ikan atau udang) atau
penggaraman yang dicirikan dengan
pola pematang (umumnya), serta
biasanya tergenang dan berada di
sekitar pantai
20121 Bandara Seluruh kenampakan bandara yang
berukuran besar dan memungkinkan
untuk didelineasi tersendiri


38
Tabel 2.4 (lanjutan)
Kodefikasi Kelas Penutupan Lahan Keterangan
20122 Transmigrasi Seluruh kenampakan areal
permukiman perdesaan (transmigrasi)
beserta pekarangan di sekitarnya
20141 Pertambangan Seluruh kenampakan lahan terbuka
yang digunakan untuk aktivitas
pertambangan terbuka (open pit)
seperti batubara, timah, dan tembaga.
Serta lahan pertambangan tertutup
skala besar yang dapat diidentifikasi
kenampakan obyeknya seperti tailing
ground (penimbunan limbah
penambangan)
50011 Rawa Seluruh kenampakan lahan rawa yang
sudah tidak berhutan (tidak ada
vegetasi pohon)

2.9 PERANGKAT LUNAK (SOFTWARE)
2.9.1 Penggunaan Software MODIS
Cygwin mempunyai tugas untuk menjalankan program
imapp2bin dan mod2rect (Steber, 2007; hal 64). Dimana program imapp2bin
ini berfungsi menyaring band yang diperlukan dari 4 file HDF (Hierarchical
Data Format), sedangkan program mod2rect berfungsi untuk memetakan
kembali band ke area yang terpilih.


39
2.9.2 Algoritma Mod14
Algoritma mod14 digunakan untuk pendeteksian titik panas
secara global (Steber, 2007; hal 31). Pengujian masing-masing piksel ini di
kelaskan sebagai berikut: data hilang, awan, air, bukan api, api, atau tak
dikenal. Apabila data pada band 22 hilang atau rusak dapat digantikan
dengan band 21 yang mempunyai saluran jangkauan tinggi untuk deteksi
kebakaran aktif. Waktu yang diperlukan saat menjalankan algoritma ini
yaitu sekitar 10 menit atau 20 menit.
Untuk mendeteksi titik api palsu (awan, sinar matahari, dan
permukaan berbayangan tinggi) dengan menggunakan mod14 dan anomali
panas lain untuk MODIS (Giglio, 2005), yaitu dengan band 21 dan band 22
yang dapat mengeluarkan pancaran radiasi kuat dari inframerah sedang.
2.9.3 HDFView 2.3
Format standard untuk produk MODIS (Moderate Resolution
Imaging Spectroradiometer) adalah HDF (Hierarchical Data Format)
(Steber, 2007; hal 54). Format ini dimaksudkan agar dapat membuat
dokumentasi sendiri, yaitu dengan "metadata" yang diimbuhkan didalam
setiap produk file nya. HDFView adalah suatu alat bantu berbasis Java
untuk file-file NCSA (The National Center for Supercomputing
Applications) HDF4 dan HDF5 (University of Illinois at Urbana-
Champaign, 2005). HDFView ini tersedia file HDF4 dan file HDF5,
disertai dengan file-file hirarki HDF (Hierarchical Data Format) yang
menyediakan akses efisien dan interaktif. HDFView merupakan alat
40
penghubung yang dirancang untuk memudahkan pemakai untuk
menggunakan data-data yang diperoleh dalam format HDF (Hierarchical
Data Format) yang termasuk dalam format level 1B.
2.9.4 ER Mapper 7.0
ER Mapper 7.0 adalah salah satu perangkat lunak (software)
pengolah data berbasis raster yang digunakan untuk mengolah data-data
citra atau satelit (geographic image processing product) sekaligus
merupakan produk dari Earth Resources Mapping, Australia (Hidayat, 2005;
hal 1). Pengolahan data citra merupakan suatu cara memanipulasi data citra
atau mengolah suatu data citra menjadi suatu keluaran (output) yang sesuai
dengan yang diharapkan.
2.9.5 Microsoft Excel 2003
Penggunaan Microsoft Excel 2003 ini adalah dengan
memanfaatkan format penyimpanannya sebagai database dengan tipe data
DBF 4 (dBASE IV), yang nantinya dapat dipanggil pada software ArcView
3.2 karena mendukung adanya format data dbf.
2.9.6 ArcView 3.2
Arcview 3.2 adalah salah satu perangkat lunak (software)
pengolah data berbasis vektor dan merupakan produk dari ESRI
(Environmental Systems Research Institute). Perangkat lunak (software) ini
dapat memberikan visualisasi, query, dan analisa secara spasial (keruangan).
Selain itu terdapat pula feature-feature dari arcview ini seperti pembuatan
41
layout, model overlay, serta pemanggilan data eksternal tertentu dengan
penambahan ekstention pendukungnya.

2.10 TELAAH PENELITIAN SEBELUMNYA
Beberapa penelitian yang sudah dilakukan berkaitan dengan titik panas
ataupun kebakaran hutan dan lahan, yaitu:
1. UPTD Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Samarinda,
September 2004 dalam penelitiannya mengenai pengelolaan
kebakaran hutan dan lahan terpadu di Kalimantan Timur.
Penggunaan sarana penginderaan jauh adalah cara yang efisien
dalam memantau dan mendeteksi kebakaran hutan dan lahan untuk
skala wilayah yang luas. Di Kalimantan Timur sudah dibangun
sebuah stasiun penerima satelit NOAA (National Oceanic and
Atmospheric Administration) dengan bantuan Jerman, tepatnya
berada di UPTD Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan
Samarinda. Data kiriman dari satelit NOAA-AVHRR (National
Oceanic and Atmospheric Administration-Advanced Very High
Resolution Radiometer) merupakan deteksi pada waktu sebenarnya.
Sebuah titik panas (hotspot) adalah sebuah pixel kebakaran yang
mewakili areal 1,1 Km
2
, ini menunjukkan bahwa ada satu kebakaran
atau beberapa kebakaran dalam areal itu, namun itu tidak
menjelaskan jumlah, ukuran dan intensitas kebakaran dan areal
terbakar. Informasi dari satelit berupa lokasi panas (lokasi hotspot)
42
yang diperoleh setiap hari dari satelit NOAA 12 dan 16. Data ini
harus dianalisis untuk memperoleh koordinat hotspot dan di-update
secara teratur. Sistem peringatan dini yang dipergunakan adalah Fire
Danger Rating (Tingkat Bahaya Kebakaran). Satu indeks bahaya
kebakaran sederhana telah diadopsi dan dimodifikasi untuk
Kalimantan Timur. Sistem ini disebut Keetch-Byram Drought Index
(KBDI) atau Indeks Kekeringan Keetch-Byram. Indeks ini hanya
memperhitungkan tiga variabel cuaca yaitu temperatur maksimum
harian, curah hujan harian dan rata-rata curah hujan tahunan. KBDI
mempunyai kisaran nilai 0 sampai dengan 2.000. Untuk kemudahan
interpretasi bagi para manager kebakaran, KBDI dibagi dalam empat
kelas yang terkait dengan skala sifat bahaya kebakaran yaitu;
- Rendah : 0 sampai dengan 900
- Sedang : 1000 sampai dengan 1499
- Tinggi : 1500 sampai dengan 1749
- Sangat tinggi : 1750 sampai dengan 2000
2. Muslikh Musawijaya, Agus Hidayat, M. Rokhis Khomarudin,
Kustiyo, Maswardi, 2001 dalam penelitiannya mengenai deteksi dan
pemantauan kebakaran hutan atau lahan menggunakan data
penginderaan jauh data satelit NOAA (National Oceanic and
Atmospheric Administration) untuk memantau kebakaran hutan atau
lahan pada lokasi yang rawan kebakaran yaitu Sumatera dan
Kalimantan, dimana intensitas pembakaran dan frekuensi kebakaran
43
cukup tinggi berpotensi menimbulkan gangguan asap lintas batas
yang rutin terjadi setiap musim kemarau. Berdasarkan hasil
pemantauan yang dilakukan oleh LAPAN-Pekayon dari tahun 1997
sampai dengan tahun 2001, terlihat peristiwa kebakaran hutan atau
lahan menunjukkan hal-hal yang signifikan yaitu terjadi secara
periodik setiap tahun dan intensitas kebakaran hutan atau lahan
paling tinggi terjadi pada puncak musim kemarau antara bulan Juli
sampai dengan bulan September. Metode pemantauan titik panas di
permukaan bumi ditentukan berdasarkan pada metode dari
(MATSON dan DOZIER, 1981) dengan menghitung temperatur
pada band 3 (=3.8 ) dan band 4 (=10.8 ). Untuk meningkatkan
kualitas kenampakan titik panas (hotspot), (Lee and Tag, 1990)
menyarankan untuk menggunakan kombinasi dari tiga band
inframerah AVHRR (Advanced Very High Resolution radiometer)
yaitu band 3 (3.8 m), band 4 (10.8 m), dan band 5 (11.8 m).
Untuk obyek-obyek seperti awan, lahan, dan laut, radiasi yang
diterima oleh band 4 dan band 5 jauh lebih tinggi bila dibandingkan
dengan radiasi yang diterima oleh band 3. Akan tetapi untuk obyek-
obyek yang memiliki suhu tinggi keadaannya menjadi sebaliknya,
dimana respon tertinggi justru pada band 3. Fenomena ini
memungkinkan bagi terdeteksinya titik panas (hotspot) yang lebih
kecil dari satu piksel, karena energi yang dikeluarkan oleh titik panas
(hotspot) tersebut meningkatkan suhu kecerahan (brightness
44
temperature) jauh lebih tinggi pada band 3 dibanding pada band 4
dan band 5 (Dozeer, 1981; Matson et.al., 1987 dalam Lee and Tag,
1990). Sedangkan dengan menggunakan band 3 dan 4 mampu
mendeteksi kebakaran kecil seluas 1 hektar (Flannigan and Haar,
1986).
3. Ety Parwati, Muslikh Musawijaya, Kustiyo, 2001 dalam
penelitiannya mengenai analisis kebakaran hutan atau lahan
menggunakan citra Landsat-TM dengan kombinasi band yang
digunakan adalah 542 untuk membantu dalam analisis visual. Citra
yang digunakan adalah citra Landsat-TM Pulau Sumatera dengan
Path/Row (P/R) 131/56 sampai dengan P/R 123/64 dan Pulau
Kalimantan dengan P/R 122/59 sampai dengan 115/59 dikumpulkan,
kemudian dipilih daerah yang memiliki titik-titik panas berdasarkan
hasil pemantauan menggunakan data NOAA-AVHRR (National
Oceanic and Atmospheric Administration - Advanced Very High
Resolution radiometer). Pada kajian ini acuan titik-titik panas yang
digunakan adalah hasil pemantauan selama bulan Juli, Agustus, dan
September 2001. Citra yang digunakan perlu dilakukan koreksi
untuk mengkonversi posisi (baris, kolom) menjadi posisi (lintang,
bujur). Sebagai acuan, titik-titik kontrol yang digunakan adalah
empat titik pada posisi kiri atas, kanan atas, kiri bawah, dan kanan
bawah citra, yang tersedia pada setiap data header. Untuk
memudahkan analisis, citra titik panas (hotspot) yang diperoleh
45
dikelompokkan menjadi 3 kelas menurut banyaknya titik panas yang
ditemukan. Penentuan kelas tiap kelompok bervariasi setiap
waktunya, disesuaikan dengan kondisi yang ada. Contohnya kelas
titik panas (hotspot) di Pulau Kalimantan pada bulan Juli adalah
kelas 1 untuk jumlah titik panas = 1, kelas 2 banyaknya titik panas
antara 2 sampai 3, dan kelas 3 untuk titik panas yang berjumlah
antara 4 sampai dengan 5. Sementara itu pengelompokan untuk citra
bulan Agustus adalah kelas 1 untuk citra titik panas yang berjumlah
1 sampai dengan 7, kelas 2 jumlah titik panas 8 sampai dengan 15,
dan kelas 3 jumlah titik panas berjumlah lebih dari 15 (Musawijaya,
2001).
4. M. Rokhis Khomarudin, Nur Satriani, Heny Suharsono, dan Muslikh
Musawijaya, 2000 dalam penelitiannya mengenai tingkat kerawanan
kebakaran hutan di Kalimantan dengan menggunakan data
penginderaan dan Sistem Informasi Geografis. Faktor-faktor yang
mendorong timbulnya kebakaran hutan adalah bahan bakar, tanah
(yang meliputi kadar air tanah dan jenis tanah), cuaca (angin,
kelembaban nisbi, hujan, intensitas radiasi matahari, suhu, dan
tekanan udara), dan topografi (Hamzah, 1985). Unsur cuaca
merupakan unsur yang sangat penting kaitannya dengan kebakaran
hutan. Unsur ini merupakan pemicu terjadinya kebakaran hutan dan
lahan yaitu suhu udara, kelembaban udara, curah hujan, dan angin
(JICA, 2000). Salah satu cara untuk menduga tingkat kebakaran
46
47
dengan memetakan kerawanan kebakaran hutan. Ada beberapa
pendekatan atau metode yang harus dipadukan sehingga hasilnya
menjadi suatu sistem informasi kebakaran hutan. Metode yang
digunakan adalah pemanfaatan SIG (Sistem Informasi Geografis)
dengan menggabungkan parameter jumlah hotspot, iklim, IKKB
(Indeks Kekeringan Keetch Byram), GVI (Indeks Vegetasi Global),
dan TGHK (peta tata guna hutan kesepakatan) pada tahun 1997
sampai dengan 2000. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian
ini adalah bahwa tingkat kerawanan kebakaran hutan di Pulau
Kalimantan terjadi pada bulan Agustus, sedangkan bulan-bulan yang
memiliki tingkat kerawanan tinggi dapat terjadi pada bulan Juli
sampai bulan September. Pada kejadian El Nino tahun 1997 sampai
dengan 1998 membawa pengaruh terhadap tingkat kerawanan
kebakaran hutan dengan luasan kerawanan yang meningkat. Secara
umum data yang dipergunakan dalam penelitian ini sudah dapat
menggambarkan tingkat kerawanan kebakaran hutan.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian merupakan salah satu ciri utama bagi ilmu pengetahuan.
Bagi penginderaan jauh sebagai ilmu baru, metode penelitiannya belum banyak
diungkap pada pustaka yang ada (Sutanto, 1994; hal 81). Metode penginderaan
jauh secara lengkap, yaitu yang dimulai dari perumusan masalah dan tujuan
hingga penyelesaiannya. Pada gambar 3.1 adalah gambaran pola pikir penelitian
mengenai Pemanfaatan Data Penginderaan J auh untuk Pemantauan dan Analisis
Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) dijelaskan bahwa
data bersumber dari data mentah satelit Terra dengan sensornya yaitu MODIS
(Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) yanng memiliki resolusi
spasial 250 meter, 500 meter, 1000 meter, serta dilengkapi dengan geolocation.
Level 1B merupakan data L 1A (dengan Geolocation) dikalibrasi, sehingga
diperoleh data terkalibrasi baik radiometrik maupun geometriknya (Mulyadi,
2003). J adi data level 1B diproses menghasilkan Tb
k
(brightness temprorary)
yang berarti suhu kecerahan untuk menentukan titik panas dan menampilan citra
dengan menentukan kombinasi band yang digunakan kemudian dilakukan
pemotongan citra (cropping) yang kemudian hasilnya dipadukan dengan peta
tutupan lahan serta untuk menambah kelengkapan informasi lokasinya
ditambahkan data peta batas administrasi sehingga menghasilkan gambaran visual
berupa peta lokasi dan keberadaan sebaran titik panas.

48

Gambar 3.1 Gambaran pola pikir penelitian


49
3.1 ALAT DAN BAHAN
3.1.1 Alat
Alat yang digunakan untuk membantu proses pengolahan data
dalam penelitian ini adalah dengan bantuan perangkat keras (hardware) dan
perangkat lunak (software). Untuk perangkat keras (hardware) yang
digunakan yaitu seperangkat komputer yang terdiri dari: (1) Alat untuk
masukan data (input) seperti keyboard dan mouse; (2) Alat untuk
pengolahan seperti CPU (Central Processing Unit) dengan spesifikasi Intel
Pentium D, sistem operasi Microsoft Windows XP Professional Version
2002 Service Pack 2, RAM 1.00 GB, harddisk 306.5 GB dan; (3) Alat untuk
keluaran (output) seperti monitor dan printer.
Sedangkan untuk perangkat lunak (software) yang digunakan
adalah: (1) Cygwin (menjalankan program imapp2bin v4.4 dan program
mod2rect v1.10); (2) Algoritma mod14; (3) ER Mapper 7.0; (4) HDFView
2.3; (5) Microsoft Excel 2003 dan; (6) Arc View 3.2.
3.1.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
yang di download dari website
http://ladsweb.nascom.nasa.gov/data/search.html berupa data dari Satelit
Terra dengan sensornya yaitu MODIS (Moderate Resolution Imaging
Spectroradiometer) pada bulan September tahun 2007, serta data sekunder
berupa peta digital tutupan lahan yang berasal dari Departemen Kehutanan
tahun 2003 dan peta digital batas administrasi yang berasal dari
50
Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional) tahun
2007.

3.2 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN
Waktu yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu dalam kurun waktu 4
bulan, yang dimulai pada tanggal 01 Oktober 2007 sampai dengan tanggal 31
J anuari 2008 di Pusat Data Penginderaan J auh, LAPAN (Lembaga Penerbangan
dan Antariksa Nasional).

3.3 PENGUMPULAN DATA
Pengumpulan data pada penelitian ini yaitu dengan mengunjugi website
http://ladsweb.nascom.nasa.gov/data/search.html untuk mencari daerah yang akan
didownload. Setelah itu lakukan pemesanan melalui
ftp://ladsweb.nascom.nasa.gov, dan pilih nomor ID sesuai daerah yang ingin
diambil untuk penelitian kemudian download data tersebut. Perolehan data
tersebut berupa digital number sesuai dengan apa yang telah terekam pada satelit
diantariksa disertai quicklook berupa gambar yang direkam satelit, dengan resolusi
spasial 250 meter, 500 meter, 1 Kilometer.
Serta menggunakan studi pustaka yang mengacu kepada ketentuan dan
referensi-referensi mengenai pemanfaatan penginderaan jauh maupun titik panas.



51
3.4 PENGOLAHAN DATA
3.4.1 Data Satelit Terra Dengan Sensornya MODIS
Data satelit Terra terdiri dari 4 (empat) file dalam format HDF
(Hierarchical Data Format) yaitu: (1) MOD02QKM =Quarter Kilometer
yang berarti memiliki resolusi spasial 250 meter (band 1 sampai dengan
band 2), (2) MOD02HKM =Half Kilometer yang berarti memiliki resolusi
spasial 500 meter (band 3 sampai dengan band 7), (3) MOD021KM =1
Kilometer yang berarti memiliki resolusi spasial 1000 meter (band 8 sampai
dengan band 36), dan (4) MOD03 =geolocation hotspot (Steber, 2007; hal
6).
Pengolahan data MODIS (Moderate Resolution Imaging
Spectroradiometer) distandarisasi menjadi 5 macam level (tingkat)
pengolahan yakni level 0 (L 0), level 1 (L 1), level 2 (L 2), level 3 (L 3), dan
level 4 (L 4). Namun yang digunakan pada penelitian ini adalah level L 1B
yang merupakan data L 1A (dengan Geolocation) dikalibrasi, sehingga
diperoleh data terkalibrasi baik radiometrik maupun geometriknya (Mulyadi,
2003).
Koreksi radiometrik merupakan perbaikan akibat cacat atau
kesalahan radiometrik, yaitu kesalahan pada sistem optik, kesalahan karena
gangguan energi radiasi elektromagnetik pada atmosfer, dan kesalahan
karena pengaruh sudut elevasi matahari (Purwadhi, 2001; hal 144).
Sedangkan koreksi geometrik adalah proses perbaikan kesalahan geometrik
dan transformasi citra penginderaan jauh agar memberikan hasil citra yang
52
mempunyai skala tertentu dan mengikuti proyeksi peta tertentu (Purwadhi.
2001; hal 162). Proses perbaikan pada koreksi geometrik yaitu memperbaiki
kemencengan, rotasi dan perspektif citra sehingga orientasi, proyeksi dan
anotasinya sesuai dengan yang ada pada peta.
Adapun data L 1B harus mengikuti ketentuan penamaan file,
sebagai berikut (Steber, 2007; hal 63):
rrsss_YYYYMMDD_hhmm_MODxxx.hdf
Dimana:
rr: stasiun penerima (as: Alice Springs, da: Darwin, gd: GSFC/DAAC, ho:
Hobart, mu: Murdoch University, wi: University of Wisconsin
sss: satelit (t01: Terra online attitude/ephemeris, t11: Terra post processed
attitude/ephemeris, a01: Aqua online/predicted attitude/ephemeris, a11:
Aqua post processed attitude/ephemeris)
YYYY: data set tahun
MM: data set bulan
DD: data set hari
hh: data set jam
mm: data set menit
xxx: identitas produk (021KM: 1 kilometer data bayangan/radiasi, 02HKM:
500 meter data bayangan/radiasi, 02QKM: 250 meter data bayangan/radiasi,
03: data geolokasi)


53
Contoh:
DAAC data set
gdt01_20070913_0255_MOD02QKM
gdt01_20070913_0255_MOD02HKM
gdt01_20070913_0255_MOD021KM
gdt01_20070913_0255_MOD03
3.4.2 Quicklook Serta Nilai Yang Diolah
Quicklook berupa gambar yang direkam satelit Terra dengan
sensornya MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer), dari
quicklook ini dapat melihat nilai longitude dan nilai latitude yang akan
diambil yang kemudian diketahui nilai piksel untuk proses pengolahan
selanjutnya. Contoh: pada gambar 3.2 terdapat tanda kotak berwarna merah,
pada kotak tersebut ambil nilai yang terdapat pada quicklook yang berada
pada sudut kiri atas dan kanan bawah. Sudut kiri atas mempunyai latitude =
7 dan longitude =108, sedangkan untuk kanan bawah mempunyai latitude =
-4 dan longitude =119. Arti 1
0
menunjukan bahwa 100 kilometer pada
permukaan bumi yang dapat diartikan mempunyai 100 piksel (Steber, 2007).
Selisih antara latitude kiri atas atau latitude maksimal dan latitude kanan
bawah atau latitude minimal mempunyai selisih nilai 11
0
begitu juga dengan
nilai longitude maksimal dan nilai longitude minimalnya yang berarti
menunjukkan 1100 Kilometer pada permukaan bumi dan dapat diartikan
memiliki 1100 piksel.

54















Gambar 3.2 Quicklook Gambar 3.2 Quicklook
L
a
t
i
t
u
d
e
Longitude
3.4.3 Menghasilkan Titik Panas Dengan Algoritma Mod14 3.4.3 Menghasilkan Titik Panas Dengan Algoritma Mod14
Mod14 digunakan untuk pendeteksian titik panas secara global
(Steber, 2007; hal 31). Berikut adalah input nilai untuk menghasilkan titik
panas dengan perintah:
Mod14 digunakan untuk pendeteksian titik panas secara global
(Steber, 2007; hal 31). Berikut adalah input nilai untuk menghasilkan titik
panas dengan perintah:
cd\Reny cd\Reny
cd 256 cd 256
mod14 mod14
mod14 [-tvgdc] [-c coarse_output] MOD021KM_input MOD03_input
output_file
mod14 [-tvgdc] [-c coarse_output] MOD021KM_input MOD03_input
output_file
55
input menurut perintah diatas: mod14 v
gdt01_20070913_0255_MOD021KM.hdf
gdt01_20070913_0255_MOD03.hdf hotspot_20070913.hdf
Hasil output dari perintah di atas dapat terlihat pada gambar 3.3.
Untuk langkah selanjutnya adalah dengan menggunakan software HDFView
2.3 untuk melihat nilai-nilai yang telah dihasilkan algoritma mod14,
kemudian pilih field-field yang dibutuhkan seperti longitude, latitude, dan
confidence lalu copy data ke Microsoft Excel 2003 dengan format
penyimpanannya sebagai tipe data DBF 4 (dBASE IV) seperti pada gambar
3.4 dan gambar 3.5, agar nantinya tipe data dbf ini dapat dibaca software
Arc View 3.2 sebagai tabel titik panas.
















56




























Gambar 3.3 Algoritma mod14
57

Gambar 3.4 Tampilan HDF


Gambar 3.5 Tampilan excel

58
Untuk membuka file yang telah disimpan dengan tipe data DBF
4 (dBASE IV) yang diberi nama 20070913.dbf yaitu terlebih dahulu buka
software Arc View 3.3 kemudian lakukan langkah seperti yang terlihat pada
gambar 3.6 dengan cara klik Tables Add, sehingga muncul tampilan Add
Table kemudian cari nama file pada directories yang dituju. Sedangkan
untuk menampilkan simbol titik dari format penyimpanan tipe data dbf tadi
yaitu dengan cara pilih menu bar View Add Event Theme sehingga
muncul tampilan seperti yang terlihat pada gambar 3.7 kemudian tentukan
longitude sebagai X field dan latitude sebagai Y field. Setelah simbol titik
dari format penyimpanan tipe data dbf tampil, maka langkah selanjutnya
adalah lakukan konversi ke tipe data shp sesuai dengan format penyimpanan
yang dimiliki oleh software Arc View yaitu dengan cara pilih menu bar
Theme Convert to Shapefile sehingga tampilan akan terlihat seperti pada
gambar 3.8.

Gambar 3.6 Open table dbf
59

Gambar 3.7 Add event theme


Gambar 3.8 Titik panas setelah dikonversi dari dbf



60
3.4.4 Input Nilai Pada Program Imapp2bin dan Mod2rect
Program imapp2bin berfungsi menyaring band yang diperlukan 4
file HDF (Hierarchical Data Format), sedangkan program mod2rect
berfungsi untuk memetakan kembali band ke area yang terpilih (Steber,
2007; hal 64). Terlebih dahulu buka cygwin, karena cygwin mempunyai
tugas untuk menjalankan program imapp2bin v4.4 dan mod2rect v1.10
seperti perintah yang terlihat di bawah ini:
cd Reny
cd 256
ls
projectl1b.csh
/usr/bin/projectl1b.csh base latmin latmax lonmin lonmax maplines
mapsamples bandlist
input sesuai perintah diatas: projectl1b.csh gdt01_20070913_0255 -4 7 108
119 4400 4400 r1 r2

Gambar 3.9 Program imapp2bin dan mod2rect
61
Keterangan:
ls =list files at current directory
latmin =latitude minimal
latmax =latitude maksimal
lonmin =longitude minimal
lonmax =longitude maksimal
maplines, mapsamples =jumlah piksel
Contoh perintah di atas atau yang terlihat pada gambar 3.9 seperti
projectl1b gdt01_20070913_0255 -4 7 108 119 4400 4400 r1 r2 merupakan
perintah untuk reflektansi. Sedangkan contoh untuk perintah temperatur
adalah sebagai berikut: projectl1b gdt01_20070913_0255 -4 7 108 119 1100
1100 t21 t22 t31. Hasil dari program imapp2bin v4.4 dan mod2rect v1.10
adalah berbentuk ers yang sebelumnya bentuk file dengan format
penyimpanan tipe data HDF (Hierarchical Data Format). Dari tipe data ers
ini sudah dapat terlihat secara visual dengan menggunakan software ER
Mapper seperti yang terlihat pada gambar 3.10 dibawah ini.
62

Gambar 3.10 Tampilan tipe data ers
3.4.5 Pemotongan Citra (Cropping)
Pemotongan citra (cropping) digunakan untuk memperkecil
daerah yang dikaji (Hidayat, 2005; hal 39). Langkah untuk memotong citra
(cropping) adalah sebagai berikut:
1. Data dari tiap band yang digabung dibuka, contoh:
256gdt01_20070913_0255. kemudian tampilkan semua band
pada file tersebut, lalu ganti dengan
nama-nama bandnya.
2. Setelah itu dari window Algorithm pilih Edit Add Vector
Layer Annotation/Map Compotion, untuk mengeluarkan
layer khusus vektor seperti contoh pada gambar 3.11 di
bawah. Selanjutnya adalah klik icon , akan muncul
window Tools kemudian pilih icon load file untuk dapat
63
menampilkan data vektor dengan format penyimpanan tipe
data erv.
















Gambar 3.11 Window algorithm
Klik load file untuk dapat
menampilkan data vektor
(*.erv)
3. Setelah selesai simpan dengan memilih icon pada window
Tools dengan memilih penyimpanan sebagai raster region dan
saat penyimpanan sebagai raster dengan tiap band haruslah
sama nama file tersebut seperti yang terlihat pada gambar
3.12 berikut.



64

























Gambar 3.12 Raster region
4. Langkah selanjutnya adalah memberikan formula untuk
memotong citra (cropping) tersebut dengan cara: klik icon
pada window Algorithm, kemudian pada window
65
Formula Editor pilih menu Standard Inside region
polygon test. Lalu isi INPUT1: B1:r1 dan REGION1:
Region_0, lakukan hal tersebut pada tiap band yang ada.
5. Selanjutnya file dapat disimpan dalam bentuk virtual, misal:
Crop_256gdt01_20070913_0255.ers (lihat gambar 3.13)










Gambar 3.13 Hasil cropping
3.4.6 Pembuatan Layout
Layout merupakan frame atau lembar yang ditujukan untuk
membuat pengaturan layout peta yang interaktif untuk dapat dicetak atau
diplotting (Sarip Hidayat, 2005; hal 74). Lembar ini mengorganisir obyek-
obyek (data spasial, legenda, dan simbol) dan teks. Caranya yaitu dengan
membuka semua obyek-obyek yang ingin ditampilkan pada view di Arc
View 3.2, misal: Crop_256gdt01_20070913_0255.ers, Titik_panas.shp,
Tu2pan_kalteng.shp setelah itu pilih menu bar View Layout, selanjutnya
akan muncul template manager dan pilih Landscape OK. Maka secara
otomatis semua yang terdapat pada view dapat terlihat di layout seperti yang
66
terlihat pada gambar 3.14, selanjutnya layout tersebut dapat dimodifikasi
sesuai keinginan mengenai informasi apa saja yang ingin ditampilkan.
Untuk penyimpanan layout, selain tersedia fasilitas penyimpanan dari
masing-masing aplikasi mapping, dapat pula menggunakan file image
dengan standar format grafik seperti BMP, GIF, dan J PEG.
Layout ini berisikan informasi sebaran titik panas dengan nilai
confidence tertinggi dan terendah pada tiap Kabupaten, serta informasi
tutupan lahan yang terbakar apabila terdapat titik panas dan berpotensi
terjadinya kebakaran.













Gambar 3.14 Layout

67
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 HASIL
Hasil dari Pemanfaatan Data Penginderaan J auh untuk Pemantauan dan
Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) dengan
menggunakan data yang diperoleh dari satelit Terra dengan sensornya MODIS
(Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) yang telah diproses selama 1
(satu) bulan yaitu pada bulan September tahun 2007 terbagi menjadi 2 (dua) yaitu
peta lokasi dan keberadaan sebaran titik panas dalam bentuk vektor dan peta citra
satelit dalam bentuk raster. Gambar 4.1 merupakan tampilan peta lokasi dan
keberadaan sebaran titik panas dan pada gambar 4.2 merupakan tampilan dari peta
citra satelit.

Gambar 4.1 Peta lokasi dan keberadaan sebaran titik panas
68

Gambar 4.2 Peta citra satelit
4.2 PEMBAHASAN
Pengolahan data MODIS (Moderate Resolution Imaging
Spectroradiometer) menghasilkan data sebaran titik panas harian dalam bentuk
informasi lokasi geografi yaitu posisi lintang dan bujur. Dimana sebaran titik
panas ini dapat dijadikan sebagai indikasi terjadinya kebakaran. Berdasarkan hasil
pengolahan titik panas yang terlihat pada gambar 4.1 menunjukkan bahwa titik
panas disimbolkan berupa titik yang dapat dijadikan sebagai indikasi terjadinya
kebakaran dengan dipadukan peta digital klasifikasi tutupan lahan yang bersumber
dari Departemen Kehutanan untuk mengetahui jenis penggunaan lahannya dan
untuk melengkapi adanya informasi lokasi keberadaan titik panas digunakan peta
digital batas administrasi berdasarkan Kabupaten yang berasal dari Bakosurtanal
(Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional). Untuk melihat peta lokasi dan
keberadaan sebaran titik panas harian dan peta citra satelit harian dapat dilihat
69
70
pada lampiran1. Adapun hasil pengolahan titik panas berdasarkan peta tutupan
lahan selama 1 (satu) bulan pada bulan September tahun 2007 dapat dilihat pada
tabel 4.1. Sedangkan untuk hasil pengolahan titik panas berdasarkan batas
administrasi selama 1 (satu) bulan pada bulan September tahun 2007 dapat dilihat
pada tabel 4.2. Beberapa Kabupaten pada Provinsi Kalimantan Tengah yang tidak
disinggahi titik panas yaitu Kabupaten Seruyan, Kabupaten Barito Utara,
Kabupaten Barito Timur, dan Kabupaten Murung Raya.















Tabel 4.1 Hasil pengolahan titik panas berdasarkan peta tutupan lahan selama 1 (satu) bulan pada bulan September tahun 2007
No. Kelas Penutupan Lahan Hari
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
1. Hutan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 2 3 0 0 0 1 0 0 0
2. Semak belukar 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 5 0 0 1 0 11 0 1 1 0 8 0 5 0 0 0
3. Perkebunan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
4. Lahan terbuka 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
5. Savanna (padang rumput) 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
6. Pertanian 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 2 0 2 0 1 0 0 1 0 3 0 0 0 0 0
7. Sawah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 7 0 1 0 0 2 0 1 0 0 0
8. Rawa 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
J umlah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0 6 3 0 6 0 22 0 5 5 0 13 0 7 0 0 0






71
Tabel 4.2 Hasil pengolahan titik panas berdasarkan batas administrasi selama 1 (satu) bulan pada bulan September tahun 2007
No. Kabupaten Hari
1 2 3 4 5 6 7 8 9 0 1 2 3 6 7 8 9 0 1 2 3 4 5 6 1 1 1 1 14 15 1 1 1 1 2 2 2 2 2 2 2 27 28 29 30
1. Kapuas 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 1 0 4 0 2 0 0 1 0 5 0 0 0
2. Kotawaringin Timur 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 1 0 3 0 0 1 0 4 0 1 0 0 0
3. Kotawaringin Barat 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 3 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
4. Kota Palangka Raya 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0
5. Katingan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 2 0 0 2 0 2 0 0 0 0 0
6. Barito Selatan 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
7. Pulang Pisau 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 5 0 0 0 0 10 0 2 0 0 2 0 1 0 0 0
8. Gunung Mas 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0
9. Lamandau 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0
10. Sukamara 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
J umlah 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 0 6 3 0 6 0 22 0 5 5 0 13 0 7 0 0 0



72
Sedangkan untuk tabular pada masing-masing tanggal dapat
dibandingkan antara tabel data NOAA 18 (National Oceanic and Atmospheric
Administration) yang diperoleh dari LAPAN (Lembaga Penerbangan dan
Antariksa Nasional) dengan hasil pengolahan yang telah dilakukan dari data yang
diperoleh melalui satelit Terra dengan sensornya MODIS (Moderate Resolution
Imaging Spectroradiometer), seperti yang terlihat pada lembar lampiran 2, sebagai
contoh dapat dilihat tabel 4.1.
Dengan memperhatikan tabel 4.3 dapat terlihat jelas jumlah titik panas
yang dihasilkan pada satelit NOAA 18 (National Oceanic and Atmospheric
Administration) dengan hasil pengolahan yang telah dilakukan dari data yang
diperoleh melalui satelit Terra dengan sensornya MODIS (Moderate Resolution
Imaging Spectroradiometer) sangatlah berbeda, jika pada satelit NOAA 18
(National Oceanic and Atmospheric Administration) jumlah titik panas pada
tanggal 20 September tahun 2007 sebanyak 35 titik panas, lain halnya dengan
jumlah titik panas pada satelit Terra dengan sensornya MODIS (Moderate
Resolution Imaging Spectroradiometer) yang hanya terdapat 22 titik panas. Selain
dikarenakakan menerapkan ambang batas suhu yang berbeda, dalam hal
perekamannya pun mempunyai selisih + 3 jam, perbedaan Kabupaten yang
disinggahi titik panas antara kedua satelit tersebut yaitu pada satelit NOAA 18
(National Oceanic and Atmospheric Administration) Kabupaten Gunung Mas
lebih mendominasi dengan titik panas sebanyak 20 titik panas, sedangkan untuk
satelit Terra dengan sensornya MODIS (Moderate Resolution Imaging
73
Spectroradiometer) Kabupaten yang mendominasi dengan jumlah titik panas
terbanyak sebanyak 10 titik panas berada pada Kabupaten Pulang Pisau.
Persamaan Kabupaten dari kedua satelit tersebut yaitu titik panas
terdapat pada Kabupaten Kapuas, Kabupaten Kotawaringin Timur, dan Kabupaten
Katingan. Pemantauan kebakaran melalui satelit juga memiliki kelemahan
diantaranya yaitu sensor optik satelit-satelit tersebut tidak mampu menembus
awan, sehingga kebakaran yang terjadi di bawahnya tidak dapat terdeteksi. Untuk
waktu perekaman yang diperoleh pada penelitian ini adalah UTC (Coordinated
Universal Time). UTC (Coordinated Universal Time) adalah dasar waktu legal di
seluruh dunia, yang merupakan realisasi dari waktu atom dari UT (Universal
Time) atau GMT (Greenwich Mean Time) (Anonim, 2005). Skala waktu UTC
(Coordinated Universal Time) ditentukan oleh rotasi bumi, sehingga sedikit demi
sedikit mengalami perlambatan.
Tabel 4.3 Perbandingan hasil pengolahan titik panas antara data NOAA dengan
data Terra-MODIS pada tanggal 20 September tahun 2007















Hasil pengolahan MODIS, waktu perekaman 03.00 UTC
74
Tabel 4.3 (lanjutan)
Bujur Lintang Provinsi Kabupaten
113.3471 -0.8909 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.357 -0.8909 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3669 -0.8909 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3768 -0.8909 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3867 -0.8909 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3768 -0.9008 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3966 -0.9107 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3867 -0.9206 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3966 -0.9206 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3669 -0.98 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3768 -0.98 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3867 -0.98 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3768 -0.9899 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3867 -0.9899 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.4659 -1.0097 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3669 -1.2671 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3768 -1.2671 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3669 -1.277 Kalimantan Tengah Gunung Mas
114.1094 -1.0196 Kalimantan Tengah Kapuas
113.2976 -1.3562 Kalimantan Tengah Katingan
112.862 -1.4156 Kalimantan Tengah Katingan
112.2284 -1.9304 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur
113.0105 -2.0888 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur
113.0204 -2.0888 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur
113.0303 -2.0888 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur
113.0105 -2.0987 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur
113.0204 -2.0987 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur
111.1592 -1.6532 Kalimantan Tengah Lamandau
111.1691 -1.6532 Kalimantan Tengah Lamandau
111.1592 -1.6631 Kalimantan Tengah Lamandau
111.4166 -2.0987 Kalimantan Tengah Lamandau
112.1393 -2.1482 Kalimantan Tengah Seruyan
Sumber: LAPAN, waktu perekaman 06.18 UTC (13.18 WIB)
J umlah titik panas yang dihasilkan bervariasi setiap harinya dan dalam
penelitian yang diambil selama 1 (satu) bulan dibulan September tahun 2007
dengan menggunakan data yang diperoleh dari satelit Terra dengan sensornya
MODIS (Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) tidak setiap hari
75
satelit menangkap sensor panas di Provinsi Kalimantan Tengah, hanya terdapat 9
(sembilan) hari adanya titik panas di Provinsi Kalimantan Tengah, secara visual
dapat dilihat pada gambar 4.3 dan untuk tabel dapat dilihat pada tabel 4.4.








Gambar 4.3 Sebaran titik panas pada bulan September tahun 2007
Tabel 4.4 Hasil pengolahan titik panas pada bulan September tahun 2007
No. Tanggal J umlah Titik Panas
1. 13 September 2007 5
2. 15 September 2007 6
3. 16 September 2007 3
4. 18 September 2007 6
5. 20 September 2007 22
6. 22 September 2007 5
7. 23 September 2007 5
8. 25 September 2007 13
9. 27 September 2007 7
J umlah 72

76
J adi, jumlah titik panas secara keseluruhan selama bulan September
tahun 2007 seperti yang terlihat pada tabel 4.4 terdapat sebanyak 72 titik panas.
Dengan berdasarkan batas administrasi yaitu Kabupaten, maka jumlah titik panas
terbanyak dari masing-masing Kabupaten dipimpin oleh Kabupaten Pulang Pisau
yang memiliki 22 titik panas, dilanjutkan oleh Kabupaten Kapuas sebanyak 15
titik panas, Kabupaten Kotawaringin Timur sebanyak 11 titik panas, Kabupaten
Katingan sebanyak 7 titik panas, Kabupaten Kotawaringin Barat sebanyak 5 titik
panas, Kabupaten Barito Selatan terdapat 4 titik panas, Kabupaten Lamandau
sebanyak 3 titik panas, Kabupaten Gunung Mas dan Kota Palangka Raya masing-
masing terdapat 2 titik panas, sedangkan untuk Kabupaten yang mempunyai titik
panas paling sedikit terdapat pada Kabupaten Sukamara dengan 1 titik panas dapat
dilihat pada tabel 4.5 dan ditampilkan pula dalam bentuk grafik pada gambar 4.4.
Tabel 4.5 Hasil sebaran titik panas berdasarkan batas administrasi pada bulan
September tahun 2007
No. Kabupaten J umlah Titik Panas
1. Kapuas 15
2. Kotawaringin Timur 11
3. Kotawaringin Barat 5
4. Kota Palangka Raya 2
5. Katingan 7
6. Barito Selatan 4
7. Pulang Pisau 22
8. Gunung Mas 2
9. Lamandau 3
10. Sukamara 1
J umlah 72
77
















20%
15%
7%
3%
10%
6%
30%
3%
5%
1%
Gambar 4.4 Grafik sebaran titik panas berdasarkan batas administrasi
Titik panas mempunyai nilai confidence yang dimaksudkan untuk
membantu para pemakai mengukur mutu masing-masing nilai piksel api (Giglio,
2007). Nilai confidence yang terkandung dalam MODIS (Moderate Resolution
Imaging Spectroradiometer) merupakan tingkatan-tingkatan rendah, sedang, dan
tinggi suatu nilai piksel api (Giglio, 2007). Nilai confidence ini mencakup antara 0
sampai dengan 100, dimana tingkatan rendah bernilai 0 sampai 30, tingkatan
sedang bernilai 30 sampai 80, dan tingkatan tinggi bernilai 80 sampai dengan 100.
Dari proses pengolahan yang dilakukan pada bulan September tahun
2007 menunjukkan bahwa nilai confidence tertinggi pada tiap Kabupaten di
Provinsi Kalimantan Tengah terdapat pada Kabupaten Pulang Pisau, Kabupaten
78
Lamandau, dan Kabupaten Kotawaringin Timur dengan masing-masing bernilai
92 seperti yang terlihat pada gambar 4.5. Dari nilai confidence tertinggi tersebut,
bila dilihat berdasarkan peta tutupan lahan maka akan diketahui lokasi keberadaan
titik panas seperti pada gambar 4.5 menunjukkan bahwa pada Kabupaten
Lamandau keberadaan titik panas berada pada lahan pertanian yang ditunjukkan
dengan penomoran 20091 pada field Kode04, untuk Kabupaten Pulang Pisau dan
Kabupaten Kotawaringin Timur berada pada lahan semak belukar sesuai yang
tertera pada field Kode04 dengan penomoran 2007. Sedangkan untuk nilai
confidence terendah berada pada Kabupaten Kotawaringin Barat dan Kabupaten
Katingan yang masing-masing bernilai 24 seperti pada gambar 4.6. Pada nilai
confidence terendah ini bila dilihat berdasarkan peta tutupan lahannya, maka
keberadaan titik panas pada Kabupaten Kotawaringin Barat berada pada area
hutan dengan penomoran 2001 pada field Kode04 dan untuk Kabupaten Katingan
berada pada lahan pertanian dengan penomoran 20091 pada field Kode04.
79

Gambar 4.5 Query builder untuk mencari nilai confidence tertinggi

80

Gambar 4.6 Query builder untuk mencari nilai confidence terendah
Penggunaan lahan adalah semua bentuk pemanfaatan lahan yang ada
secara alami maupun yang dibuat manusia yang ditujukan untuk memenuhi
kebutuhannya atas suatu bentang alam yang kompleks yang disebut lahan (Vink
dan Bahri, 1998). Sebagai contoh: semak belukar, tegalan atau ladang,
perkebunan, hutan, sawah, permukiman, rawa, dan lahan terbuka. Dari tabel 4.6
dengan memperhatikan jumlah titik panas yang tersebar diberbagai jenis kelas
penutupan lahan dapat diketahui objek penggunaan lahan yang dikategorikan
81
82
n tanpa bakar yang dapat
diaplikasikan masyarakat belum dapat dikembangkan.

sangat rawan terbakar yaitu semak belukar. Dari tabel 4.6 dapat pula diidentifikasi
tiga jenis tutupan lahan yang dominan terbakar masing-masing adalah semak
belukar, hutan, dan pertanian. Selama bulan September 2007 di Provinsi
Kalimantan Tengah, tutupan lahan yang banyak disinggahi titik panas adalah
semak belukar, ini dikarenakan hutan-hutan yang telah dibalak, mengalami
degradasi, dan ditumbuhi semak belukar jauh lebih rentan terhadap kebakaran
(Schindler, 1989). Selain itu penyebaran titik panas yang muncul di penutupan
lahan biasanya cenderung lebih menyebar dan tidak membentuk sebuah kelompok
besar. Berdasarkan pantauan di lapangan, fenomena ini didominasi oleh upaya
pembukaan ladang oleh masyarakat dengan membakar (Anonim, 2007). Penyebab
kebakaran hutan dan lahan umumnya akibat perbuatan manusia, karena aktifitas
membakar lahan yang dipandang sebagai cara paling murah, mudah dan cepat.
Pengembangan alternatif lain untuk pembukaan laha
Tabel 4.6 Hasil pengolahan titik panas berdasarkan peta tutupan lahan pada bulan September tahun 2007
No. Kelas
Penutupan
Lahan
Kapuas Kotawaringin
Timur
Kotawaringin
Barat
Kota
Palangka
Raya
Katingan Barito
Selatan
Pulang
Pisau
Gunung
Mas
Lamandau Sukamara
1. Hutan 1 1 3 2 1
2. Semak
belukar

8

7

1

2

3

11

1

1

3. Perkebunan 1
4. Lahan
terbuka

2

5. Savanna
(padang
rumput)


1
6. Pertanian 3 2 2 1 2
7. Sawah 6 1 6
8. Rawa 1 1 1
J umlah 15 11 5 2 7 4 22 2 3 1
83
Secara keseluruhan dari hasil pengolahan terhadap penyebaran titik
panas selama 1 (satu) bulan pada bulan September tahun 2007 berdasarkan peta
tutupan lahan dapat dilihat pada tabel 4.7 dan disertai pula gambar grafik sebaran
titik panas berdasarkan kelas penutupan lahan pada gambar 4.7. Hampir sebagian
lebih Kabupaten di Provinsi Kalimantan Tengah disinggahi titik panas pada
tutupan lahan berjenis semak belukar dengan luas sebesar 3.854.499,8040 hektar.
Pada Provinsi Kalimantan Tengah, kelas penutupan lahan yang mendominasi
Provinsi tersebut adalah hutan sebanyak 58%, diikuti dengan semak belukar yaitu
25%, luas kelas penutupan lahan lainnya dapat dilihat pada tabel 4.8.
Tabel 4.7 Hasil sebaran titik panas berdasarkan kelas penutupan lahan pada bulan
September tahun 2007
No. Kelas Penutupan Lahan J umlah Titik Panas
1. Hutan 8
2. Semak belukar 34
3. Perkebunan 1
4. Lahan terbuka 2
5. Savanna (padang rumput) 1
6. Pertanian 10
7. Sawah 13
8. Rawa 3
J umlah 72





84
Tabel 4.8 Luas kelas penutupan lahan di Provinsi Kalimantan Tengah
No. Kelas Penutupan Lahan Luas (ha)
1. Hutan 8919470,9490
2. Semak belukar 3854499,8040
3. Perkebunan 432204,8580
4. Permukiman 57671,3240
5. Lahan terbuka 199306,5330
6. Awan 6410,8900
7. Savanna (padang rumput) 54336,8100
8. Tubuh air 133682,9410
9. Pertanian 1008811,8250
10. Sawah 258984,7720
11. Tambak 2187,8080
12. Bandara 292,7990
13. Transmigrasi 49360,0400
14. Pertambangan 41662,6330
15. Rawa 349849,6450
J umlah 15368733,6310












85















47%
11%
5%

Gambar 4.7 Grafik sebaran titik panas berdasarkan kelas penutupan lahan
Kombinasi band yang digunakan adalah 721 untuk menghasilkan citra
berwarna yang disebut juga citra komposit atau RGB (Red Green Blue) yang
artinya merah untuk band 7, hijau untuk band 2, dan biru untuk band 1 dapat
terlihat pada gambar 4.8. Melalui penggabungan dari ketiga citra hitam putih
tersebut tampak jelas bahwa informasi citra baru (citra komposit) jauh lebih
lengkap dari citra hitam putih yang asli. Manfaat dari tiap-tiap band yang dipilih
yaitu band 7 mempunyai kisaran panjang gelombang 2,105 m sampai dengan
2,155 m dengan manfaat yang berada pada daerah inframerah gelombang
pendek (short wave infrared atau SWIR). Alaminya tanah kosong seperti juga
gurun, cocok di segala gelombang yang digunakan pada kombinasi band ini, tetapi
19%
13%
3%
1%
1%
86
lebih banyak pada SWIR (short wave infrared) sehingga tanah akan sedikit
berwarna kemerahan. Panjang gelombang pada band 7 akan menampilkan bekas
kebakaran dengan warna merah terang. Band 2 mempunyai panjang gelombang
0,841 m sampai dengan 0,876 m dengan manfaat yang berada pada daerah
inframerah dekat cocok untuk vegetasi, yang menunjukkan bahwa sekecil apapun
titik vegetasinya akan tampak berwarna hijau terang. Sedangkan untuk band 1
mempunyai panjang gelombang 0,620 m sampai dengan 0,670 m.

Gambar 4.8 Kombinasi band 721
Pada gambar 4.9 merupakan peta citra satelit yang tidak terlalu banyak
tertutup oleh awan selama 1 (satu) bulan pada bulan September tahun 2007 di
Provinsi Kalimantan Tengah.

87
Gambar 4.9 Peta citra satelit Provinsi Kalimantan Tengah
88
Suhu kobaran api pada kebakaran liar biasanya sekitar 1000
0
Kelvin,
namun karena satelit hanya mengukur area dengan luas 1 Km
2
dan ada pula
penyerapan atmosfer, maka rata-rata suhunya sekitar 300
0
Kelvin sampai 500
0
Kelvin. Band yang dapat mendeteksi titik panas yaitu band 21, band 22, dan band
31. Dari gambar 4.10 bila dicocokkan dengan band 21 atau band 22 berdasarkan
panjang gelombangnya yang dapat dilihat pada tabel 4.9, dapat dilihat bahwa
pancaran maksimum pada suhu tersebut terjadi pada gelombang 4 mikrometer.
Sedangkan pancaran maksimum untuk band 31 berada pada gelombang 11
mikrometer.
Gambar 4.10 Panjang gelombang yang cocok untuk mendeteksi kebakaran
Wild fires



89
Tabel 4.9 Saluran MODIS dapat digunakan untuk mendeteksi kebakaran aktif
(Steber, 2007)
Band Panjang
Gelombang
(m)
Kegunaan Saluran
1 0,620 0,670 Menolak sunglint, menolak tanda kebakaran
palsu dan balutan awan
2 0,841 0,876 Menolak sunglint, menolak tanda kebakaran
palsu dan balutan awan
7 2,105 2,155 Menolak sunglint dan menolak tanda
kebakaran palsu
20 3,660 3,840 Saluran jangkauan untuk deteksi kebakaran
aktif (330
0
Kelvin)
21 3,929 3,989 Saluran jangkauan tinggi untuk deteksi
kebakaran aktif (500
0
Kelvin)
22 3,929 3,989 Saluran jangkauan rendah untuk deteksi
kebakaran aktif (331
0
Kelvin)
31 10,780 11,280 Latar belakang suhu untuk deteksi kebakaran
tertentu dan balutan awan (340
0
Kelvin)
32 11,770 12,270 Balutan awan (388
0
Kelvin)
Pendeteksian titik panas menggunakan algoritma mod14. Pengujian
masing-masing piksel ini di kelaskan sebagai data hilang, awan, air, bukan api,
api, atau tak dikenal. Untuk mendeteksi titik api palsu (awan, sinar matahari, dan
permukaan berbayangan tinggi) dengan menggunakan mod14 untuk MODIS
(Moderate Resolution Imaging Spectroradiometer) (Giglio, 2005), yaitu dengan
band 21 dan band 22 yang dapat mengeluarkan pancaran radiasi kuat dari
inframerah sedang.
90
Apabila data pada band 22 hilang atau rusak dapat digantikan dengan
band 21 yang mempunyai saluran jangkauan tinggi untuk deteksi kebakaran aktif.
Waktu yang diperlukan saat menjalankan algoritma mod14 yaitu sekitar 10 menit
atau 20 menit. Tidak ada algoritma deteksi kebakaran yang sempurna dan akan
selalu ada kesalahan diantaranya kebakaran yang terjadi dibawah awan atau asap
sulit terdeteksi karena tidak terlihat atau kelihatan pada gelombang manapun
sehingga yang tidak dianggap sebagai titik panas merupakan titik panas
sebenarnya.
Manfaat yang diperoleh dengan adanya Pemanfaatan Data Penginderaan
J auh Untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi
Kalimantan Tengah) yang memadukan data sekunder berupa peta digital tutupan
lahan yang berasal dari Departemen Kehutanan dan peta digital batas administrasi
yang berasal dari Bakosurtanal (Badan Koordinasi Survei Lapangan) adalah
menyajikan informasi visual tentang sebaran titik panas di suatu Kabupaten yang
kemudian dari informasi tersebut dapat dijadikan sebagai data dasar untuk
selanjutnya dilakukan pencegahan atau pemulihan hutan. Hal yang terpenting
adalah penyebarluasan informasi situasi dan kondisi kebakaran ke berbagai pihak
terkait seperti Pemerintah Daerah Kalimantan Tengah. Data dan informasi
mengenai situai kebakaran secara rutin dapat disebarluaskan kepada Gubernur,
Bupati, dan Walikota beserta instansi terkait didalamnya.
Dapat pula data titik panas disebarkan kepada pihak terkait yang lokasi
atau arealnya terdeteksi titik panas. Hal ini dimaksudkan untuk pencegahan guna
mengantisipasi apabila keberadaan letak titik panas berada pada area hutan maka
91
92
mempunyai potensi adanya kebakaran hutan, maka agar ditingkatkan
kewaspadaan adanya kebakaran hutan berskala besar yang dikhawatirkan berada
pada area hutan yang sulit diketahui oleh penduduk sekitar atau jauh dari tempat
permukiman. Dengan begitu informasi tersebut bagi para pengguna dapat
dimanfaatkan untuk membantu dalam proses pengambilan keputusan seperti bila
diketahui titik panas pada area tertentu masih kecil maka dapat mempermudah
pemadamannya. Selain itu dapat bermanfaat untuk melakukan perencanaan
terhadap kerusakan-kerusakan hutan akibat kebakaran hutan atau lahan dan
pencegahan adanya penyebaran asap.
Selain itu perlu adanya pengembangan teknik pembukaan lahan tanpa
bakar karena pada umumnya fenomena ini didominasi oleh upaya pembukaan
ladang oleh masyarakat dengan membakar lahan yang dipandang sebagai cara
paling murah, mudah dan cepat. Serta perlu adanya pelarangan atau pembatasan
pembukaan lahan dengan membakar pada musim kemarau.
BAB V
PENUTUP


5.1 KESIMPULAN
Berdasarkan yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka dapat
disimpulkan beberapa pernyataan sebagai berikut:
1. Telah dilakukan pemantauan atau pendeteksian titik panas dengan
menggunakan data yang diperoleh dari satelit Terra dengan
sensornya MODIS (Moderate Resolution Imaging
Spectroradiometer) dengan cakupan Provinsi Kalimantan Tengah
selama 1 bulan yaitu bulan September tahun 2007. Untuk mendeteksi
titik panas dan lokasinya dari data satelit adalah dengan
menggunakan algoritma mod14 yang merupakan algoritma yang
digunakan untuk pendeteksian titik panas secara global.
2. Penyebaran titik panas pada tiap Kabupaten selama 1 (satu) bulan
yaitu terkonsentrasi pada Kabupaten Pulang Pisau yang memiliki
titik panas sebanyak 22 titik panas, dilanjutkan oleh Kabupaten
Kapuas sebanyak 15 titik panas, Kabupaten Kotawaringin Timur
sebanyak 11 titik panas, Kabupaten Katingan sebanyak 7 titik panas,
Kabupaten Kotawaringin Barat sebanyak 5 titik panas, Kabupaten
Barito Selatan terdapat 4 titik panas, Kabupaten Lamandau sebanyak
3 titik panas, Kabupaten Gunung Mas dan Kota Palangka Raya
93
masing-masing terdapat 2 titik panas, sedangkan untuk Kabupaten
yang mempunyai titik panas paling sedikit terdapat pada Kabupaten
Sukamara dengan 1 titik panas.
3. Untuk mengetahui area atau tutupan lahan yang terbakar yaitu
dengan peta digital klasifikasi tutupan lahan yang bersumber dari
Departemen Kehutanan untuk mengetahui jenis penggunaan
lahannya.

5.2 SARAN
Masih terdapatnya kekurangan serta keterbatasan dalam penulisan
skripsi ini. Adapun beberapa usulan yang dapat dilakukan untuk penelitian
berikutnya guna melengkapi dari kekurangan penulisan skripsi mengenai
Pemanfaatan Data Penginderaan J auh Untuk Pemantauan dan Analisis Sebaran
Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi Kalimantan Tengah) adalah:
1. Untuk batasan daerah selanjutnya diharapkan cakupan daerah yang
diteliti tidak hanya pada tingkat Provinsi seperti Provinsi Kalimantan
Tengah saja, melainkan dapat berdasarkan Pulau Kalimantan atau
membandingkan pada tiap Provinsi pada Pulau Kalimantan.
2. Selain itu dalam hal waktu penelitian dapat lebih lama, misalnya
dalam kurun waktu beberapa bulan untuk dapat mengetahui tingkat
perbedaan penyebaran titik panas.
94
95
3. Agar dilakukan verifikasi untuk memastikan adanya titik panas, hal
ini dapat dilakukan dengan menggunakan data yang memiliki
resolusi yang lebih tinggi, misal: Landsat, SPOT, dan Ikonos.
4. Pemantauan kebakaran melalui satelit juga memiliki kelemahan yaitu
sensor optik satelit-satelit tersebut tidak mampu menembus awan,
sehingga kebakaran yang terjadi di bawahnya tidak dapat terdeteksi.
5. Dengan adanya Pemanfaatan Data Penginderaan J auh Untuk
Pemantauan dan Analisis Sebaran Titik Panas (Studi Kasus: Provinsi
Kalimantan Tengah) ini, diharapkan selanjutnya dapat dibuat suatu
simulasi pencegahan terjadinya kebakaran hutan secara terpadu yang
dimulai dari cara mengantisipasinya sampai kepada pemulihan
keadaan hutan yang rusak akibat terbakar tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, (21/09/2007, 5:17 PM), Hotspot, Kebakaran dan Kabut Asap, 09
Februari 2007, http://www.alesklar.wordpress.com/2007/02/09/4/

Anonim, (10/11/2007, 6:14 PM), Sumatera dan Kalimantan dalam Kabut Asap,
Sumatera Selatan, 06 J uli 2004, http://www.ssffmp.or.id/ssffmp/news-
2.asp?id=49

Anonim, (30/11/2007, 1:40 PM), UTC, Indonesia, 2 Agustus 2005,
http://www.id.wikipedia.org/wiki/UTC

Anonim, (30/11/2007, 1:40 PM), Waktu Atom Internasional, Indonesia, 29 J uli
2005, http://www.id.wikipedia.org/wiki/Waktu_Atom_Internasional

Barus Baba, Wiradisastra, Sistem Informasi Geografi Sarana Manajemen
Sumberdaya, Penerbit Institut Pertanian Bogor, Bogor, Maret 1997

Darmawan Soni, Wikantika Ketut, Cempaka Rinny, (23/10/2007, 9:57 AM),
Teknologi Satelit Inderaja Untuk Sektor Pertanian, Bandung, 24 Maret
2006, http://www.pikiran-
rakyat.com/cetak/2006/042006/20/cakrawala/lainnya03.htm


Dewanti Ratih, Sariwulan Betty, Khomarudin Rokhis M., Asriningrum Wikanti,
Winarso Gathot, Haryani Suryo Nanik, Pemanfaatan Data Penginderaan
Jauh Satelit dan SIG dalam Penyediaan Informasi untuk Mitigasi Rawan
Bencana, Penerbit Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan Teknologi
Penginderaan J auh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, J akarta,
2002

Fire Bulletin, (18/9/2007, 6:06 PM), Titik Panas Utama dan Analisis, Indonesia,
18 J anuary 2007, http://www.fire.uni-
freiburg.de/GFMCnew/2007/01/0119/Fire Bulletin Special Edition-End of
Year_18J an07.pdf

Giglio Louis, (1/4/2008, 9:02 PM), MODIS Collection 4 Active Fire Product
Users Guide Version 2.3, 28 February 2007,
http://www.maps.geog.umd.edu/product/MODIS Fire Users Guide 2.3.pdf

Gunawan Hidayat, Bagdja Widya Islam, Suhermanto, (22/10/2007, 10:34 AM),
Instalasi dan Integrasi SW Open Source Untuk Re-konstruksi dan
Pengolahan (Sistematik dan Informasi) Data MODIS, AIRS/AMSU/HSB,
AMSR-E, J akarta, 11 Agustus 2005,
http://www.lapanrs.com/Integrasi_SW_MODIS_HGun_Islam_LPN.pdf


Hidayat Sarip, Siwi Estuti Sukentyas, Novita Dian, Pengantar Diklat
Penginderaan Jauh, Parepare, 13 J uni 2005

J ustice Christopher, Giglio Louis, Boschetti Luigi, Roy David, Csiszar Ivan,
Morisette J effrey, Kaufman Yoram, MODIS Fire Products Version 2.3,
October 2006

Kalimantan Tengah, (18/9/2007, 5:01 PM), Profil Kalimantan Tengah,
Indonesia, 15 Desember 2006,
http://www.regionalinvestment.com/sipid/id/displayprofil.php?ia=62

LAADS Web, (22/10/2007, 10:06 AM), Search for Level 1 and Atmosphere
Products, United States, 2007,
http://ladsweb.nascom.nasa.gov/data/search.html

Lillesand M. Thomas, Kiefer W. Ralph, Penginderaan Jauh dan Interpretasi
Citra, Penerbit Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 1997

Mulyadi, Damanik NRT Milton, Soelaeman Slamet, Purwanti Endang, Parwoto,
Rushadi, Pengembangan Modul Modis Level 2 (Aerosol, SST, NDVI),
Penerbit Pusat Data Penginderaan J auh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa
Nasional, J akarta, 2003


Musawijaya Muslikh, Hidayat Agus, Khomarudin Rokhis M., Kustiyo, Maswardi,
Deteksi dan Pemantauan Kebakaran Hutan/Lahan Menggunakan Data
Penginderaan Jauh, Penerbit Pusat Pengembangan Pemanfaatan dan
Teknologi Penginderaan J auh, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional,
J akarta, 2002

Mustafa J unjunan Adi, (23/10/2007, 10:04 AM), MODIS, Mengamati
Lingkungan Global dari Angkasa, 8 September 2004,
http://www.beritaiptek.com/zberita-beritaiptek-2004-09-08-MODIS,-
Mengamati-Lingkungan-Global-dari-Angkasa.shtml

Portal Nasional REPUBLIK INDONESIA, (18/9/2007, 4:57 PM), Provinsi
Kalimantan Tengah, Palangka Raya, 2006,
http://www.indonesia.go.id/id/index.php?option=com_content&task=view&id
=2575&Itemid=1352

Prahasta Eddy, Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis, Penerbit
Informatika, Bandung, 2002

Purwadhi Hardiyanti Sri, Interpretasi Citra Digital, Penerbit Grasindo, J akarta,
2001


Roswintiarti Orbita, Zubaidah Any, Suwarsono, Sistem Informasi Mitigasi
Bencana Alam Berbasis Data Penginderaan Jauh, Penerbit Lembaga
Penerbangan dan Antariksa Nasional, J akarta, 2005

Samsuri, (21/9/2007, 4:47 PM), Aplikasi Penginderaan Jauh Dalam Pengelolaan
Sumberdaya Hutan, Sumatera Utara, 2004,
http://www.library.usu.ac.id/download/fp/hutan-samsuri4.pdf

SIMBA-LAPAN, Sistem Informasi Untuk Mitigasi Bencana Alam Menggunakan
Data Penginderaan Jauh , J akarta, 24 Oktober 2007,
http://www.lapanrs.com/SMBA/smba.php?agr=1&hal=3&kat=hs&per=bl&dr
h=kal

Steber Mike, (28/9/2007, 12:46 PM), Installing Cygwin & MODIS Software,
2007, http://www.landgate.wa.gov.au

Steber Mike, (24/7/2007, 1:25 PM), Introduction to MODIS, 2007,
http://www.landgate.wa.gov.au

Suhermanto, (23/10/2007, 11:16 AM), Integrasi dan Pengembangan Software
Open Source Untuk Penerimaan, Perekaman, dan MWD MODIS Terra-
Aqua, J akarta, 11 Agustus 2005, http://www.lapanrs.com/
Integrasi_MWD_MODIS_Suhermanto-1.pdf

Sutanto, Penginderaan Jauh, jilid 1, Penerbit Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta, 1994

University of Illinois at Urbana-Champaign, HDFView Users Guide, 21
November 2005, http://www.hdf.ncsa.uiuc.edu

UPTD Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Samarinda, (16/8/2007, 10:17
AM), Pengelolaan Kebakaran Hutan dan Lahan Terpadu di Kalimantan
Timur, Pelatihan Kebakaran Hutan dan Lahan di J ayapura, Papua.
Samarinda, September 2004,
http://www.papua.go.id/bkpbapedalda/Makalah%20rian%20J aya.htm

WFP-LAPAN Early Warning Bulletin, (10/11/2007, 6:17 PM), Indonesia Early
Warning Bulletin on Natural Hazards, Indonesia, 20 November 2006,
http://www.lapanrs.com/SMBA/pdf/WFP-LAPAN Early Warning Bulletin
20November06.pdf

WWF Indonesia, (18/9/2007, 4:29 PM), Luas Areal Hutan Terbakar vs Jumlah
Titik Panas, J akarta, 30 April 2007,
http://www.wwf.or.id/index.php?fuseaction=newsroom.detail&id=NWS11779
46373&language=i


Yaslinus, (27/11/2007, 3:29 PM), Radiasi Elektromagnetik, J akarta, 2002,
http://www.geocities.com/yaslinus/pj_02.html
LAMPIRAN 1
Hasil pengolahan sebaran titik panas harian berdasarkan peta tutupan lahan dan
berdasarkan peta citra satelit
SEBARAN TITIK PANAS (HOTSPOT) PADA TANGGAL 13 SEPTEMBER 2007




SEBARAN TITIK PANAS (HOTSPOT) PADA TANGGAL 15 SEPTEMBER 2007






SEBARAN TITIK PANAS (HOTSPOT) PADA TANGGAL 16 SEPTEMBER 2007






SEBARAN TITIK PANAS (HOTSPOT) PADA TANGGAL 18 SEPTEMBER 2007






SEBARAN TITIK PANAS (HOTSPOT) PADA TANGGAL 20 SEPTEMBER 2007






SEBARAN TITIK PANAS (HOTSPOT) PADA TANGGAL 22 SEPTEMBER 2007






SEBARAN TITIK PANAS (HOTSPOT) PADA TANGGAL 23 SEPTEMBER 2007






SEBARAN TITIK PANAS (HOTSPOT) PADA TANGGAL 25 SEPTEMBER 2007






SEBARAN TITIK PANAS (HOTSPOT) PADA TANGGAL 27 SEPTEMBER 2007






LAMPIRAN 2
Perbandingkan antara tabel data NOAA 18 (National Oceanic and Atmospheric
Administration) yang diperoleh dari LAPAN (Lembaga Penerbangan dan
Antariksa Nasional) dengan hasil pengolahan yang telah dilakukan dari data yang
diperoleh melalui satelit Terra dengan sensornya MODIS (Moderate Resolution
Imaging Spectroradiometer)
PERBANDINGAN PADA TANGGAL 13 SEPTEMBER 2007

Hasil pengolahan MODIS, waktu perekaman 02.55 UTC

BUJ UR LINTANG PROVINSI KABUPATEN
112.2795 -2.7424 Kalimantan Tengah Seruyan
112.2894 -2.7424 Kalimantan Tengah Seruyan
112.2894 -2.7523 Kalimantan Tengah Seruyan
112.2993 -2.7523 Kalimantan Tengah Seruyan
Sumber: LAPAN, waktu perekaman 05.49 UTC (12.49 WIB)

PERBANDINGAN PADA TANGGAL 15 SEPTEMBER 2007

Hasil pengolahan MODIS, waktu perekaman 02.45 UTC






BUJ UR LINTANG PROVINSI KABUPATEN
112.3498 -1.1702 Kalimantan Tengah Katingan
112.3597 -1.1702 Kalimantan Tengah Katingan
112.3498 -1.1801 Kalimantan Tengah Katingan
112.3597 -1.1801 Kalimantan Tengah Katingan
112.726 -1.1999 Kalimantan Tengah Katingan
112.7062 -1.2098 Kalimantan Tengah Katingan
112.7161 -1.2098 Kalimantan Tengah Katingan
112.726 -1.2098 Kalimantan Tengah Katingan
112.7359 -1.2098 Kalimantan Tengah Katingan
111.637 -1.784 Kalimantan Tengah Kotawaringin Barat
111.6469 -1.784 Kalimantan Tengah Kotawaringin Barat
111.6568 -1.784 Kalimantan Tengah Kotawaringin Barat
111.6667 -1.784 Kalimantan Tengah Kotawaringin Barat
111.6469 -1.7939 Kalimantan Tengah Kotawaringin Barat
111.6568 -1.7939 Kalimantan Tengah Kotawaringin Barat
111.6667 -1.7939 Kalimantan Tengah Kotawaringin Barat
111.6766 -1.7939 Kalimantan Tengah Kotawaringin Barat
114.3397 -0.695 Kalimantan Tengah Murung Raya
113.5279 -1.5068 Kalimantan Tengah Palangka Raya
113.5378 -1.5068 Kalimantan Tengah Palangka Raya
113.5477 -1.5068 Kalimantan Tengah Palangka Raya
113.5576 -1.5068 Kalimantan Tengah Palangka Raya
113.5279 -1.5167 Kalimantan Tengah Palangka Raya
113.5378 -1.5167 Kalimantan Tengah Palangka Raya
113.5477 -1.5167 Kalimantan Tengah Palangka Raya
111.7855 -1.2989 Kalimantan Tengah Seruyan
111.7954 -1.2989 Kalimantan Tengah Seruyan
111.8053 -1.2989 Kalimantan Tengah Seruyan
111.8053 -1.3088 Kalimantan Tengah Seruyan
111.9043 -1.3385 Kalimantan Tengah Seruyan
111.8944 -1.3484 Kalimantan Tengah Seruyan
111.9043 -1.3484 Kalimantan Tengah Seruyan
111.9142 -1.3484 Kalimantan Tengah Seruyan
111.8944 -1.3583 Kalimantan Tengah Seruyan
Sumber: LAPAN, waktu perekaman 05.29 UTC (12.29 WIB)






PERBANDINGAN PADA TANGGAL 16 SEPTEMBER 2007

Hasil pengolahan MODIS, waktu perekaman 03.25 UTC

BUJ UR LINTANG PROVINSI KABUPATEN
112.5392 -1.4886 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur
112.5491 -1.4886 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur
112.559 -1.4886 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur
112.5689 -1.4886 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur
112.5788 -1.4886 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur
113.5094 -1.4985 Kalimantan Tengah Palangka Raya
113.5193 -1.4985 Kalimantan Tengah Palangka Raya
113.5292 -1.4985 Kalimantan Tengah Palangka Raya
113.5094 -1.5084 Kalimantan Tengah Palangka Raya
113.5193 -1.5084 Kalimantan Tengah Palangka Raya
113.5292 -1.5084 Kalimantan Tengah Palangka Raya
113.5391 -1.5084 Kalimantan Tengah Palangka Raya
Sumber: LAPAN, waktu perekaman 05.19 UTC (12.19 WIB)

PERBANDINGAN PADA TANGGAL 18 SEPTEMBER 2007

Hasil pengolahan MODIS, waktu perekaman 03.15 UTC

BUJ UR LINTANG PROVINSI KABUPATEN
115.1316 -2.004 Kalimantan Tengah Barito Timur
115.1415 -2.004 Kalimantan Tengah Barito Timur
115.1316 -2.0139 Kalimantan Tengah Barito Timur
115.1415 -2.0139 Kalimantan Tengah Barito Timur
Sumber: LAPAN, waktu perekaman 08.05 UTC (15.05 WIB)



PERBANDINGAN PADA TANGGAL 20 SEPTEMBER 2007

Hasil pengolahan MODIS, waktu perekaman 03.00 UTC

BUJ UR LINTANG PROVINSI KABUPATEN
113.3471 -0.8909 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.357 -0.8909 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3669 -0.8909 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3768 -0.8909 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3867 -0.8909 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3768 -0.9008 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3966 -0.9107 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3867 -0.9206 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3966 -0.9206 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3669 -0.98 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3768 -0.98 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3867 -0.98 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3768 -0.9899 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3867 -0.9899 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.4659 -1.0097 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3669 -1.2671 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3768 -1.2671 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3669 -1.277 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3768 -1.277 Kalimantan Tengah Gunung Mas

BUJ UR LINTANG PROVINSI KABUPATEN
114.1094 -1.0196 Kalimantan Tengah Kapuas
113.2976 -1.3562 Kalimantan Tengah Katingan
112.862 -1.4156 Kalimantan Tengah Katingan
112.2284 -1.9304 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur
113.0105 -2.0888 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur
113.0204 -2.0888 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur
113.0303 -2.0888 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur
113.0105 -2.0987 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur
113.0204 -2.0987 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur
111.1592 -1.6532 Kalimantan Tengah Lamandau
111.1691 -1.6532 Kalimantan Tengah Lamandau
111.1592 -1.6631 Kalimantan Tengah Lamandau
111.4166 -2.0987 Kalimantan Tengah Lamandau
112.1393 -2.1482 Kalimantan Tengah Seruyan
Sumber: LAPAN, waktu perekaman 06.18 UTC (13.18 WIB)

PERBANDINGAN PADA TANGGAL 22 SEPTEMBER 2007

Hasil pengolahan MODIS, waktu perekaman 02.50 UTC

BUJ UR LINTANG PROVINSI KABUPATEN
115.367 -0.9314 Kalimantan Tengah Barito Utara
115.3769 -0.9314 Kalimantan Tengah Barito Utara
113.6246 -0.6443 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.7434 -0.9215 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.7533 -0.9215 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.8622 -0.971 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.8721 -0.971 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.8622 -0.9809 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.8721 -0.9809 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.2286 -1.0799 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3474 -1.0799 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.2187 -1.0898 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3375 -1.0898 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3474 -1.0898 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.2682 -1.169 Kalimantan Tengah Gunung Mas

BUJ UR LINTANG PROVINSI KABUPATEN
113.2682 -1.1789 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3771 -1.4066 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3771 -1.4165 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.684 -0.575 Kalimantan Tengah Kapuas
114.1394 -0.5948 Kalimantan Tengah Kapuas
114.1394 -0.6047 Kalimantan Tengah Kapuas
113.9909 -0.7433 Kalimantan Tengah Kapuas
114.1592 -0.7433 Kalimantan Tengah Kapuas
114.1691 -0.7433 Kalimantan Tengah Kapuas
114.179 -0.7433 Kalimantan Tengah Kapuas
113.9909 -0.7532 Kalimantan Tengah Kapuas
114.1691 -0.7532 Kalimantan Tengah Kapuas
114.3374 -1.0106 Kalimantan Tengah Kapuas
114.3473 -1.0106 Kalimantan Tengah Kapuas
114.3671 -1.0403 Kalimantan Tengah Kapuas
114.377 -1.0403 Kalimantan Tengah Kapuas
114.3671 -1.0502 Kalimantan Tengah Kapuas
114.377 -1.0502 Kalimantan Tengah Kapuas
114.2384 -1.0799 Kalimantan Tengah Kapuas
114.2186 -1.0997 Kalimantan Tengah Kapuas
114.2285 -1.0997 Kalimantan Tengah Kapuas
114.2384 -1.1096 Kalimantan Tengah Kapuas
114.4463 -1.1492 Kalimantan Tengah Kapuas
114.4562 -1.1591 Kalimantan Tengah Kapuas
114.2978 -1.1789 Kalimantan Tengah Kapuas
114.2978 -1.1888 Kalimantan Tengah Kapuas
112.9811 -1.5947 Kalimantan Tengah Katingan
112.991 -1.5947 Kalimantan Tengah Katingan
112.9811 -1.6046 Kalimantan Tengah Katingan
112.8425 -2.2778 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur
112.8524 -2.2778 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur
112.8425 -2.2877 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur
114.4463 -0.2384 Kalimantan Tengah Murung Raya
114.4463 -0.2483 Kalimantan Tengah Murung Raya
114.4562 -0.2483 Kalimantan Tengah Murung Raya
114.2384 -0.7037 Kalimantan Tengah Murung Raya
114.2483 -0.7136 Kalimantan Tengah Murung Raya
114.2483 -0.7235 Kalimantan Tengah Murung Raya
114.3671 -0.7334 Kalimantan Tengah Murung Raya
114.377 -0.7334 Kalimantan Tengah Murung Raya
114.3671 -0.7433 Kalimantan Tengah Murung Raya
114.377 -0.7433 Kalimantan Tengah Murung Raya
114.3671 -0.7532 Kalimantan Tengah Murung Raya

BUJ UR LINTANG PROPINSI KABUPATEN
114.377 -0.7532 Kalimantan Tengah Murung Raya
112.1891 -2.0105 Kalimantan Tengah Seruyan
112.2089 -2.0105 Kalimantan Tengah Seruyan
112.2188 -2.0105 Kalimantan Tengah Seruyan
112.2188 -2.0204 Kalimantan Tengah Seruyan
Sumber: LAPAN, waktu perekaman 05.57 UTC (12.57 WIB)

PERBANDINGAN PADA TANGGAL 23 SEPTEMBER 2007

Hasil pengolahan MODIS, waktu perekaman 03.30 UTC

BUJ UR LINTANG PROVINSI KABUPATEN
114.828 -0.8972 Kalimantan Tengah Barito Utara
114.8379 -0.8972 Kalimantan Tengah Barito Utara
115.0359 -0.8972 Kalimantan Tengah Barito Utara
115.0458 -0.8972 Kalimantan Tengah Barito Utara
114.828 -0.9071 Kalimantan Tengah Barito Utara
114.5706 -1.0457 Kalimantan Tengah Barito Utara
114.7389 -1.1744 Kalimantan Tengah Barito Utara
114.7488 -1.1942 Kalimantan Tengah Barito Utara
114.7587 -1.1942 Kalimantan Tengah Barito Utara
114.7488 -1.2041 Kalimantan Tengah Barito Utara
114.7587 -1.2041 Kalimantan Tengah Barito Utara
114.9369 -1.214 Kalimantan Tengah Barito Utara
114.9666 -1.2437 Kalimantan Tengah Barito Utara
115.0161 -1.313 Kalimantan Tengah Barito Utara
113.4717 -0.8279 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.4816 -0.8378 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.6994 -0.9665 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.7093 -0.9764 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.6994 -0.9863 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.7093 -0.9863 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.7192 -0.9962 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.937 -1.0061 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.7489 -1.016 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.937 -1.016 Kalimantan Tengah Gunung Mas

BUJ UR LINTANG PROVINSI KABUPATEN
113.9469 -1.016 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.739 -1.0259 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.7489 -1.0259 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.739 -1.0358 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.7489 -1.0358 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.64 -1.1249 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.64 -1.1348 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.2539 -1.2239 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.2638 -1.2239 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.2638 -1.2338 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.6004 -1.2932 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3628 -1.412 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3727 -1.412 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3826 -1.412 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.9073 -0.7289 Kalimantan Tengah Kapuas
114.0162 -0.8081 Kalimantan Tengah Kapuas
114.0162 -0.818 Kalimantan Tengah Kapuas
114.0261 -0.818 Kalimantan Tengah Kapuas
114.036 -0.818 Kalimantan Tengah Kapuas
114.036 -0.9467 Kalimantan Tengah Kapuas
114.036 -0.9566 Kalimantan Tengah Kapuas
114.0954 -1.0259 Kalimantan Tengah Kapuas
114.333 -1.0358 Kalimantan Tengah Kapuas
114.3429 -1.0358 Kalimantan Tengah Kapuas
114.333 -1.0457 Kalimantan Tengah Kapuas
114.0558 -1.0655 Kalimantan Tengah Kapuas
114.0558 -1.0754 Kalimantan Tengah Kapuas
114.0657 -1.0754 Kalimantan Tengah Kapuas
114.3825 -1.2635 Kalimantan Tengah Kapuas
114.3924 -1.2635 Kalimantan Tengah Kapuas
114.5904 -1.3724 Kalimantan Tengah Kapuas
114.6003 -1.3724 Kalimantan Tengah Kapuas
114.5904 -1.3823 Kalimantan Tengah Kapuas
114.234 -1.4516 Kalimantan Tengah Kapuas
114.234 -1.4615 Kalimantan Tengah Kapuas
112.8876 -0.8378 Kalimantan Tengah Katingan
112.8777 -1.016 Kalimantan Tengah Katingan
112.848 -1.3427 Kalimantan Tengah Katingan
112.848 -1.3526 Kalimantan Tengah Katingan
113.0361 -1.3526 Kalimantan Tengah Katingan
112.8579 -1.3625 Kalimantan Tengah Katingan
113.0262 -1.3625 Kalimantan Tengah Katingan
113.0361 -1.3625 Kalimantan Tengah Katingan

BUJ UR LINTANG PROVINSI KABUPATEN
112.0065 -2.1248 Kalimantan Tengah Kotawaringin Barat
112.0164 -2.1248 Kalimantan Tengah Kotawaringin Barat
114.6597 -0.3329 Kalimantan Tengah Murung Raya
114.6696 -0.3329 Kalimantan Tengah Murung Raya
114.0558 -0.3428 Kalimantan Tengah Murung Raya
114.0657 -0.3428 Kalimantan Tengah Murung Raya
114.6597 -0.3428 Kalimantan Tengah Murung Raya
114.0558 -0.3527 Kalimantan Tengah Murung Raya
114.0657 -0.3527 Kalimantan Tengah Murung Raya
114.4617 -0.6101 Kalimantan Tengah Murung Raya
114.4716 -0.6101 Kalimantan Tengah Murung Raya
114.4518 -0.62 Kalimantan Tengah Murung Raya
114.4617 -0.62 Kalimantan Tengah Murung Raya
114.2538 -0.7685 Kalimantan Tengah Murung Raya
114.2538 -0.7784 Kalimantan Tengah Murung Raya
114.6003 -0.7784 Kalimantan Tengah Murung Raya
114.135 -3.1247 Kalimantan Tengah Pulang Pisau
114.1449 -3.1247 Kalimantan Tengah Pulang Pisau
114.135 -3.1346 Kalimantan Tengah Pulang Pisau
114.1449 -3.1346 Kalimantan Tengah Pulang Pisau
112.1253 -1.9268 Kalimantan Tengah Seruyan
Sumber: LAPAN, waktu perekaman 05.46 UTC (12.46 WIB)

PERBANDINGAN PADA TANGGAL 25 SEPTEMBER 2007

Hasil pengolahan MODIS, waktu perekaman 03.20 UTC




BUJ UR LINTANG PROVINSI KABUPATEN
115.1407 -1.8678 Kalimantan Tengah Barito Timur
115.1506 -1.8678 Kalimantan Tengah Barito Timur
113.9131 -1.0065 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.923 -1.0065 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.9131 -1.0164 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.923 -1.0164 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.9824 -1.0164 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.9725 -1.0263 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.9824 -1.0263 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.8042 -1.0362 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.8141 -1.0362 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.824 -1.0362 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.8042 -1.0461 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.8141 -1.0461 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.824 -1.0461 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.9824 -1.0461 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.9131 -1.0659 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.329 -1.2045 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3092 -1.2144 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3191 -1.2144 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.329 -1.2144 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3191 -1.2243 Kalimantan Tengah Gunung Mas
114.0319 -0.9372 Kalimantan Tengah Kapuas
114.0418 -0.9372 Kalimantan Tengah Kapuas
114.0517 -0.9372 Kalimantan Tengah Kapuas
114.0319 -0.9471 Kalimantan Tengah Kapuas
114.0418 -0.9471 Kalimantan Tengah Kapuas
114.0022 -1.0065 Kalimantan Tengah Kapuas
114.0121 -1.0065 Kalimantan Tengah Kapuas
113.9923 -1.0164 Kalimantan Tengah Kapuas
114.0022 -1.0164 Kalimantan Tengah Kapuas
113.9923 -1.0263 Kalimantan Tengah Kapuas
113.9923 -1.0362 Kalimantan Tengah Kapuas
114.0022 -1.0362 Kalimantan Tengah Kapuas
113.9923 -1.0461 Kalimantan Tengah Kapuas
114.0022 -1.0461 Kalimantan Tengah Kapuas
114.0121 -1.0461 Kalimantan Tengah Kapuas
113.9923 -1.056 Kalimantan Tengah Kapuas
114.0022 -1.056 Kalimantan Tengah Kapuas
114.0616 -1.2837 Kalimantan Tengah Kapuas
114.0319 -1.2936 Kalimantan Tengah Kapuas
114.0418 -1.2936 Kalimantan Tengah Kapuas
114.0517 -1.2936 Kalimantan Tengah Kapuas

BUJ UR LINTANG PROVINSI KABUPATEN
114.0418 -1.3035 Kalimantan Tengah Kapuas
114.0517 -1.3035 Kalimantan Tengah Kapuas
114.418 -1.452 Kalimantan Tengah Kapuas
114.4279 -1.452 Kalimantan Tengah Kapuas
114.4378 -1.452 Kalimantan Tengah Kapuas
114.418 -1.4619 Kalimantan Tengah Kapuas
114.4279 -1.4619 Kalimantan Tengah Kapuas
114.4378 -1.4619 Kalimantan Tengah Kapuas
114.4477 -1.4619 Kalimantan Tengah Kapuas
114.4972 -2.4915 Kalimantan Tengah Kapuas
114.5071 -2.4915 Kalimantan Tengah Kapuas
114.4873 -2.5014 Kalimantan Tengah Kapuas
114.4972 -2.5014 Kalimantan Tengah Kapuas
114.5071 -2.5014 Kalimantan Tengah Kapuas
114.5269 -2.5014 Kalimantan Tengah Kapuas
114.517 -2.5113 Kalimantan Tengah Kapuas
114.5962 -2.5311 Kalimantan Tengah Kapuas
114.6061 -2.5311 Kalimantan Tengah Kapuas
114.616 -2.5311 Kalimantan Tengah Kapuas
114.6061 -2.541 Kalimantan Tengah Kapuas
114.616 -2.541 Kalimantan Tengah Kapuas
112.9825 -1.0164 Kalimantan Tengah Katingan
112.9627 -1.0263 Kalimantan Tengah Katingan
112.9726 -1.0263 Kalimantan Tengah Katingan
112.9825 -1.0263 Kalimantan Tengah Katingan
113.23 -1.4421 Kalimantan Tengah Katingan
113.2102 -1.452 Kalimantan Tengah Katingan
113.2201 -1.452 Kalimantan Tengah Katingan
113.23 -1.452 Kalimantan Tengah Katingan
113.2201 -1.5213 Kalimantan Tengah Katingan
113.23 -1.5213 Kalimantan Tengah Katingan
113.2201 -1.5312 Kalimantan Tengah Katingan
113.23 -1.5312 Kalimantan Tengah Katingan
113.2399 -1.5312 Kalimantan Tengah Katingan
113.2498 -1.5312 Kalimantan Tengah Katingan
113.2201 -1.5411 Kalimantan Tengah Katingan
113.23 -1.5411 Kalimantan Tengah Katingan
113.2399 -1.5411 Kalimantan Tengah Katingan
113.2498 -1.5411 Kalimantan Tengah Katingan
111.8044 -2.2242 Kalimantan Tengah Kotawaringin Barat
111.8143 -2.2242 Kalimantan Tengah Kotawaringin Barat
111.8242 -2.2242 Kalimantan Tengah Kotawaringin Barat
111.7945 -2.2341 Kalimantan Tengah Kotawaringin Barat
111.8044 -2.2341 Kalimantan Tengah Kotawaringin Barat
111.8143 -2.2341 Kalimantan Tengah Kotawaringin Barat

BUJ UR LINTANG PROVINSI KABUPATEN
111.8242 -2.2341 Kalimantan Tengah Kotawaringin Barat
112.7053 -1.4718 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur
112.7152 -1.4718 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur
112.7251 -1.4718 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur
112.7053 -1.4817 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur
112.7152 -1.4817 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur
112.7251 -1.4817 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur
112.2499 -2.0262 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur
112.24 -2.0361 Kalimantan Tengah Kotawaringin Timur
113.7151 -1.4025 Kalimantan Tengah Palangka Raya
113.725 -1.4025 Kalimantan Tengah Palangka Raya
113.7151 -1.4124 Kalimantan Tengah Palangka Raya
113.725 -1.4124 Kalimantan Tengah Palangka Raya
112.1311 -1.9074 Kalimantan Tengah Seruyan
112.141 -1.9074 Kalimantan Tengah Seruyan
112.1509 -1.9074 Kalimantan Tengah Seruyan
112.141 -1.9173 Kalimantan Tengah Seruyan
112.2796 -2.3034 Kalimantan Tengah Seruyan
112.2697 -2.3133 Kalimantan Tengah Seruyan
112.2796 -2.3133 Kalimantan Tengah Seruyan
Sumber: LAPAN, waktu perekaman 05.26 UTC (12.26 WIB)

PERBANDINGAN PADA TANGGAL 27 SEPTEMBER 2007

Hasil pengolahan MODIS, waktu perekaman 03.10 UTC

BUJ UR LINTANG PROVINSI KABUPATEN
113.3718 -1.1555 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3817 -1.1555 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3916 -1.1555 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.4015 -1.1555 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.352 -1.1654 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3619 -1.1654 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3718 -1.1654 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3817 -1.1654 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3916 -1.1654 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.4015 -1.1654 Kalimantan Tengah Gunung Mas

BUJ UR LINTANG PROVINSI KABUPATEN
113.4114 -1.1654 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.352 -1.1753 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3619 -1.1753 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3718 -1.1753 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3817 -1.1753 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3916 -1.1753 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.4015 -1.1753 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3619 -1.1852 Kalimantan Tengah Gunung Mas
113.3718 -1.1852 Kalimantan Tengah Gunung Mas
114.9502 -1.4096 Kalimantan Tengah Barito Utara
114.9403 -1.4195 Kalimantan Tengah Barito Selatan
114.9502 -1.4195 Kalimantan Tengah Barito Selatan
114.9601 -1.4195 Kalimantan Tengah Barito Selatan
Sumber: LAPAN, waktu perekaman 05.07 UTC (12.07 WIB)

LAMPIRAN 3
Definisi level pengolahan data MODIS (Moderate Resolution Imaging
spectroradiometer)
No. Level Definisi
1. L 0 Level ini diproduksi oleh instrumen dari EDOS (EOS Data and
Operation System) dan disimpan dalam hard disk, berisi paket
data telemetri dikuantisasi dalam sistem biner 12 bit. Kode
pengolahan MODPRO1.
Telemetri: (1) ilmu tentang pengukuran jarak dengan telemeter, (2) pengiriman data
rekaman dengan cara radio, telepon, atau telegraf.
2. L 1A Adalah data level 0 yang telah direformat dan ditambahkan data
ancilary. Informasi Geolocation juga ditambahkan pada resolusi
spasial 1 km. Kode pengolahan MODPRO 3.
3. L 1B Data L 1A (dengan Geolocation) dikalibrasi, sehingga diperoleh
data terkalibrasi baik radiometrik maupun geometriknya. Kode
pengolahan MODPRO2.
4. L 2 Data geofisik tang dapat diturunkan dari data L 1B menggunakan
algoritma parameter geofisik.

No. Level Definisi
5. L 2G Adalah data L2 tetapi tiap-tiap pixel dapat dipetakan dalam grid
tertentu.
6. L 3 Parameter geofisik telah mengalami proses perataan dengan
mengganti ukuran pixel dengan orde lebih luas (misal 4 km),
dengan menggabungkan data yang berbeda baik waktu dan
tempatnya.
7. L 4 Model output atau hasil analisis dari level lebih rendah tetapi
variabel yang dijelaskan melalui berbagai pengukuran.



LAMPIRAN 4
Spatial Resolution is based on (Steber, 2007):
The relationship between latmin latmax lonmin lonmax maplines mapsamples.
Since 1
0
of latitude or longitude approximates 100 km the following relationships
can be used depending which bands are being used.

For 1km resolution maplines = 100 * (latmax latmin)
mapsamples =100 * (lonmax lonmin)

For 500m resolution maplines = 200 * (latmax latmin)
mapsamples =200 * (lonmax lonmin)

For 250m resolution maplines = 400 * (latmax latmin)
mapsamples =400 * (lonmax lonmin)


LAMPIRAN 5
Kode-kode program projectl1b.csh (yang menjalankan program imapp2bin v4.4
dan program mod2rect v1.10)
#!/bin/tcsh
#Modified : 23/03/2007 - Changed exscalev for t23 to 0.1.

if($#argv <8) then
echo "USAGE: $0 base latmin latmax lonmin lonmax maplines
mapsamples bandlist"
exit -1
endif

set bands =(r1 r1fk r2 r2fk l2fk r3 r3fk l3fk r4 l4fk r5 l5fk r6 l6fk r7 r7fk l7fk l17
l18 l19 t20 t21 t22 t23 t31 t32 vz va sz sa r4fk)
set exfile =(B1REF B1FKREF B2REF B2FKREF B2FKRAD B3REF B3FKREF
B3FKRAD B4REF B4FKRAD B5REF B5FKRAD B6REF B6FKRAD
B7REF B7FKREF B7FKRAD B17RAD B18RAD B19RAD B20TEM
B21TEM B22TEM B23TEM B31TEM B32TEM SENSORZENITH
SENSORAZIMUTH SOLARZENITH SOLARAZIMUTH B4FKREF)
set exscale =(B1REFSCALE B1FKREFSCALE B2REFSCALE
B2FKREFSCALE B2FKRADSCALE B3REFSCALE B3FKREFSCALE
B3FKRADSCALE B4REFSCALE B4FKRADSCALE B5REFSCALE
B5FKRADSCALE B6REFSCALE B6FKRADSCALE B7REFSCALE
B7FKREFSCALE B7FKRADSCALE B17RADSCALE B18RADSCALE
B19RADSCALE B20TEMSCALE B21TEMSCALE B22TEMSCALE
B23TEMSCALE B31TEMSCALE B32TEMSCALE DUMMY DUMMY
DUMMY DUMMY B4FKREFSCALE)
set exscalev =(0.0001 0.0001 0.0001 0.0001 0.01 0.0001 0.0001 0.01 0.0001 0.01
0.0001 0.01 0.0001 0.01 0.0001 0.0001 0.01 0.01 0.01 0.01 0.1 0.1 0.1 0.1
0.01 0.01 0 0 0 0 0.0001)



set exoffset =(B1REFOFFSET B1FKREFOFFSET B2REFOFFSET
B2FKREFOFFSET B2FKRADOFFSET B3REFOFFSET
B3FKREFOFFSET B3FKRADOFFSET B4REFOFFSET
B4FKRADOFFSET B5REFOFFSET B5FKRADOFFSET B6REFOFFSET
B6FKRADOFFSET B7REFOFFSET B7FKREFOFFSET
B7FKRADOFFSET B17RADOFFSET B18RADOFFSET
B19RADOFFSET B20TEMOFFSET B21TEMOFFSET B22TEMOFFSET
B23TEMOFFSET B31TEMOFFSET B32TEMOFFSET DUMMY
DUMMY DUMMY DUMMY B4FKREFOFFSET)
set exfill =(B1REFFILL B1FKREFFILL B2REFFILL B2FKREFFILL
B2FKRADFILL B3REFFILL B3FKREFFILL B3FKRADFILL
B4REFFILL B4FKRADFILL B5REFFILL B5FKRADFILL B6REFFILL
B6FKRADFILL B7REFFILL B7FKREFFILL B7FKRADFILL
B17RADFILL B18RADFILL B19RADFILL B20TEMFILL B21TEMFILL
B22TEMFILL B23TEMFILL B31TEMFILL B32TEMFILL DUMMY
DUMMY DUMMY DUMMY B4FKREFFILL)
set exsat =(B1REFSAT B1FKREFSAT B2REFSAT B2FKREFSAT
B2FKRADSAT B3REFSAT B3FKREFSAT B3FKRADSAT B4REFSAT
B4FKRADSAT B5REFSAT B5FKRADSAT B6REFSAT B6FKRADSAT
B7REFSAT B7FKREFSAT B7FKRADSAT B17RADSAT B18RADSAT
B19RADSAT B20TEMSAT B21TEMSAT B22TEMSAT B23TEMSAT
B31TEMSAT B32TEMSAT DUMMY DUMMY DUMMY DUMMY
B4FKREFSAT)
set ex1km =(0 1 0 1 1 0 1 1 0 1 0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 0 0 0 1)
set exhkm =(0 0 0 0 0 1 0 0 1 0 1 0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0)
set exqkm =(1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0)
set exgeo =(0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0)


set i =8
set IN1KM =""
set IN500 =""
set IN250 =""
set OUT1KM =""
set OUT500 =""

set OUT250 =""
set need1km =0
set needhkm =0
set needqkm =0
while($i <=$#argv)
set j =1
foreach band ($bands)
if($band ==$argv[$i]) break;
@ j++
end
if($j >$#bands) then
echo band $argv[$i] not supported
exit
endif

setenv $exfile[$j] $band
setenv $exscale[$j] $exscalev[$j]
setenv $exoffset[$j] 0
setenv $exfill[$j] -32767
setenv $exsat[$j] 32767

if($ex1km[$j]) then
set IN1KM =${IN1KM}${band}":"
set OUT1KM =
${OUT1KM}${1}_${band}_map":"
set need1km =1
endif

if($exgeo[$j]) then
set IN1KM =${IN1KM}${band}":"
set OUT1KM =
${OUT1KM}${1}_${band}_map":"
endif

if($exhkm[$j]) then
set IN500 =${IN500}${band}":"
set OUT500 =${OUT500}${1}_${band}_map":"
set needhkm =1
endif

if($exqkm[$j]) then
set IN250 =${IN250}${band}":"
set OUT250 =${OUT250}${1}_${band}_map":"
set needqkm =1
endif


@ i++
end




if($need1km) setenv MOD021KM ${1}_MOD021KM.hdf
if($needhkm) setenv MOD02HKM ${1}_MOD02HKM.hdf
if($needqkm) setenv MOD02QKM ${1}_MOD02QKM.hdf
if($IN1KM !="") then
setenv IN1KM $IN1KM
setenv OUT1KM $OUT1KM
endif
if($IN500 !="") then
setenv IN500 $IN500
setenv OUT500 $OUT500
endif
if($IN250 !="") then
setenv IN250 $IN250
setenv OUT250 $OUT250
endif
setenv MOD03 ${1}_MOD03.hdf

setenv LATITUDE lat
setenv LONGITUDE lon

setenv LATITUDE lat
setenv LONGITUDE lon
setenv MAPLINES $6
setenv MAPSAMPLES $7
setenv FILLVALUE -32767

echo extracting

setenv LATMIN `echo $2 | awk '{printf "%f", $1 - 1}'`
setenv LATMAX `echo $3 | awk '{printf "%f", $1 +1}'`
setenv LONMIN `echo $4 | awk '{printf "%f", $1 - 1}'`
setenv LONMAX `echo $5 | awk '{printf "%f", $1 +1}'`

imapp2bin
switch( $status )
case 0:
breaksw
case 1:
exit
breaksw

default:
echo ":ERROR extracting"
exit
endsw


echo remapping
setenv LATMIN $2
setenv LATMAX $3
setenv LONMIN $4
setenv LONMAX $5
mod2rect
if($status) then
echo ":ERROR remapping"
exit
endif

echo removing temporary files
set i =8
while($i <=$#argv)
rm -f $argv[$i]
@ i++
end
rm -f lat lon


echo creating header files
set xdim =`echo $4 $5 $7 | awk '{printf "%.8f", ($2 - $1)/$3}'`
set ydim =`echo $2 $3 $6 | awk '{printf "%.8f", ($2 - $1)/$3}'`
set i =8
while($i <=$#argv)
echo "DatasetHeader Begin" >${1}_$argv[$i]_map.ers
echo " DataSetType =ERStorage" >>${1}_$argv[$i]_map.ers
echo " DataType =Raster" >>${1}_$argv[$i]_map.ers
echo " ByteOrder =LSBFirst" >>${1}_$argv[$i]_map.ers
echo " CoordinateSpace Begin" >>${1}_$argv[$i]_map.ers
echo ' Datum ="WGS84"' >>${1}_$argv[$i]_map.ers
echo ' Projection ="GEODETIC"' >>${1}_$argv[$i]_map.ers
echo " CoordinateType =EN" >>${1}_$argv[$i]_map.ers
echo " Rotation =0:0:0.0" >>${1}_$argv[$i]_map.ers
echo " CoordinateSpace End" >>${1}_$argv[$i]_map.ers
echo " RasterInfo Begin" >>${1}_$argv[$i]_map.ers
echo " CellType =Signed16BitInteger"
>>${1}_$argv[$i]_map.ers
echo " NullCellValue =-32767" >>${1}_$argv[$i]_map.ers
echo " CellInfo Begin" >>${1}_$argv[$i]_map.ers

echo " Xdimension =$xdim" >>${1}_$argv[$i]_map.ers
echo " Ydimension =$ydim" >>${1}_$argv[$i]_map.ers
echo " CellInfo End" >>${1}_$argv[$i]_map.ers
echo " NrOfLines =$6" >>${1}_$argv[$i]_map.ers
echo " NrOfCellsPerLine =$7" >>${1}_$argv[$i]_map.ers
echo " RegistrationCoord Begin" >>${1}_$argv[$i]_map.ers
echo " Eastings =$4" >>${1}_$argv[$i]_map.ers
echo " Northings =$3" >>${1}_$argv[$i]_map.ers
echo " RegistrationCoord End" >>${1}_$argv[$i]_map.ers
echo " RegistrationCellX =0" >>${1}_$argv[$i]_map.ers
echo " RegistrationCellY =0" >>${1}_$argv[$i]_map.ers
echo " NrOfBands =1" >>${1}_$argv[$i]_map.ers
echo " RasterInfo End" >>${1}_$argv[$i]_map.ers
echo "DatasetHeader End" >>${1}_$argv[$i]_map.ers

@ i++
end

echo done



















LAMPIRAN 6
J ulian Day Calendar
Leap years:
(1988, 1992, 1996, 2000, 2004, 2008, 2012, ...)
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
1 1 32 61 92 122 153 183 214 245 275 306 336
2 2 33 62 93 123 154 184 215 246 276 307 337
3 3 34 63 94 124 155 185 216 247 277 308 338
4 4 35 64 95 125 156 186 217 248 278 309 339
5 5 36 65 96 126 157 187 218 249 279 310 340
6 6 37 66 97 127 158 188 219 250 280 311 341
7 7 38 67 98 128 159 189 220 251 281 312 342
8 8 39 68 99 129 160 190 221 252 282 313 343
9 9 40 69 100 130 161 191 222 253 283 314 344
10 10 41 70 101 131 162 192 223 254 284 315 345
11 11 42 71 102 132 163 193 224 255 285 316 346
12 12 43 72 103 133 164 194 225 256 286 317 347
13 13 44 73 104 134 165 195 226 257 287 318 348
14 14 45 74 105 135 166 196 227 258 288 319 349
15 15 46 75 106 136 167 197 228 259 289 320 350
16 16 47 76 107 137 168 198 229 260 290 321 351
17 17 48 77 108 138 169 199 230 261 291 322 352
18 18 49 78 109 139 170 200 231 262 292 323 353
19 19 50 79 110 140 171 201 232 263 293 324 354
20 20 51 80 111 141 172 202 233 264 294 325 355
21 21 52 81 112 142 173 203 234 265 295 326 356
22 22 53 82 113 143 174 204 235 266 296 327 357
23 23 54 83 114 144 175 205 236 267 297 328 358
24 24 55 84 115 145 176 206 237 268 298 329 359
25 25 56 85 116 146 177 207 238 269 299 330 360
26 26 57 86 117 147 178 208 239 270 300 331 361
27 27 58 87 118 148 179 209 240 271 301 332 362
28 28 59 88 119 149 180 210 241 272 302 333 363
29 29 60 89 120 150 181 211 242 273 303 334 364
30 30 90 121 151 182 212 243 274 304 335 365
31 31 91 152 213 244 305 366



Regular years:
(2001, 2002, 2003, 2005, 2006, 2007, 2009, 2010, ...)
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
1 1 32 60 91 121 152 182 213 244 274 305 335
2 2 33 61 92 122 153 183 214 245 275 306 336
3 3 34 62 93 123 154 184 215 246 276 307 337
4 4 35 63 94 124 155 185 216 247 277 308 338
5 5 36 64 95 125 156 186 217 248 278 309 339
6 6 37 65 96 126 157 187 218 249 279 310 340
7 7 38 66 97 127 158 188 219 250 280 311 341
8 8 39 67 98 128 159 189 220 251 281 312 342
9 9 40 68 99 129 160 190 221 252 282 313 343
10 10 41 69 100 130 161 191 222 253 283 314 344
11 11 42 70 101 131 162 192 223 254 284 315 345
12 12 43 71 102 132 163 193 224 255 285 316 346
13 13 44 72 103 133 164 194 225 256 286 317 347
14 14 45 73 104 134 165 195 226 257 287 318 348
15 15 46 74 105 135 166 196 227 258 288 319 349
16 16 47 75 106 136 167 197 228 259 289 320 350
17 17 48 76 107 137 168 198 229 260 290 321 351
18 18 49 77 108 138 169 199 230 261 291 322 352
19 19 50 78 109 139 170 200 231 262 292 323 353
20 20 51 79 110 140 171 201 232 263 293 324 354
21 21 52 80 111 141 172 202 233 264 294 325 355
22 22 53 81 112 142 173 203 234 265 295 326 356
23 23 54 82 113 143 174 204 235 266 296 327 357
24 24 55 83 114 144 175 205 236 267 297 328 358
25 25 56 84 115 145 176 206 237 268 298 329 359
26 26 57 85 116 146 177 207 238 269 299 330 360
27 27 58 86 117 147 178 208 239 270 300 331 361
28 28 59 87 118 148 179 209 240 271 301 332 362
29 29 88 119 149 180 210 241 272 302 333 363
30 30 89 120 150 181 211 242 273 303 334 364
31 31 90 151 212 243 304 365











LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai