Anda di halaman 1dari 2

TOKSISITAS LIMBAH PENGEBORAN MINYAK TERHADAP BENUR UDANG

WINDU (Penaeus monodon)


Aktivitas pengeboran dan pengolahan minyak akan menghasilkan limbah baik itu
limbah cair atau limbah padat yang harus dikelola terlebih dahulu. Pengeboran yang
dilakukan didaerah pesisir dikhawatirkan akan menggangu ekosistem udang windu yang
memiliki habitat di daerah pesisir. Untuk mengatasi hal tersebut maka dilakukan pencegahan
berupa batasan pembuangan limbah pengeboran minyak.Menurut Kementrian ESDM limbah
dengan LC50 96 jam sebanyak 3000 ppm maka tidak dapat langsung dibuang ke perairan
sedangkan jika < 3000ppm maka dapat dibuang langsung keperairan untuk itu dilakukan uji
toksisitas limbah pengeboran minyak dengan LC50 96 jam untuk mengetahui konsentrasi
limbah pengeboran di sekitar pesisir terhadap kelangsungan hidup udang windu.
Bioassay mengaju pada us epa dimana peneelitian dilakukan 4 tahap yaitu
aklimatisasi, uji pendahuluan dan uji toksisitas. Aklimatisasi meliputi pengamatan persentase
kematian hewan uji dan pengukuran parameter kualitas air. Parameter kualitas air yang
dianalisis meliputi oksigen terlarut (DO), ph, salinitas dan suhu. Uji pendahuluan mencakup
penentuan konsentrasi yang digunakan pada uji toksisitas berdasarkan tingkat kematian
hewan uji selama 24 jam. Hewan uji yang digunakan adalah benur udang windu. Pemilihan
larva sebab pada fase larva udang windu lebih sensitif terhadap keadaan lingkungan.
Aklimatisasi dilakukan di akuarium selama 4 hari yang berisi air laut dan diaerasi.
Aklimatisasi dilakukan agar organisme dapat beradaptasi dengan lingkungan. Pada tahap ini
kematian tidak boleh lebih dari 10% (Franson, 1995). Toksikan didapatkan dari pembuatan
supernatan dari limbah minyak hasil percampuran antara air tawar dan limbah minyak
tersebut. Konsentrasi supernatan tersebut sebanyak 1.000.000 ppm yang kemudian akan
dilakukan pengenceran untuk volume tertentu. Setelah itu dilakukan uji pendahuan untuk
menetunkan konsetrasi toksiksan. Dari hasil perhitungan didapatkan bahwa Uji toksisitas
terhadap 100 ekor udang windu dilakukan pada konsentrasi limbah pemboran Konsentrasi
toksikan yang digunakan pada uji toksisitas yaitu sebesar 66 ml/l, 87 ml/l, 115 ml/l, 152 ml/l
dan 200 ml/l.
Setelah diberi bahan toksik maka diamati tingkah laku dan dilakukan perhitungan
terhadap parameter kualitas air seperti suhu, oksigen, salinitas dan pH. Pengukuran parameter
kualitas air dilakukan pada pemaparan waktu 24, 48, 72 dan 96 jam. Kemudian dilakukan
analisis data hasil percobaan. Analisis data menggunakan 2 metode yaitu metode probit dan
menggunakan software epa probit versi 1.5. Metoda yang kedua adalah uji Kruskal-Wallis
Pada penelitian ini, uji Kruskal-Wallis digunakan untuk menduga ada atau tidaknya pengaruh
parameter kualitas air terhadap kematian hewan uji pada toksisitas. Uji Kruskal-Wallis
dilakukan dengan menggunakan program SPSS 13.
Dari hasil percobaan didapatkan bahwa data mortalitas aklimatisasi sebesar 4,3 %
maka pengujian boleh dilanjutjan, hasil uji pendahuluan didapatkan bahwa konsentrasi
terendah mampu mematikan pada seluruh hewan uji sedangkan konsentrasi tertinggi tidak
menyebabkan kematian Hasil pengamatan pada uji toksisitas selama 96 jam menunjukan
bahwa semakin lama waktu pemaparan, maka persentase kematian semakin tinggi. Setelah
dilakukan pengukuran kualitas airpun masih ada dalam batas yang normal. Tingkah laku
benur pada jam ke 6 mulai menunjukan kematian.
Berdasarkan hasil analisis probit diperoleh nilai LC50 limbah hasil pengeboran
minyak terhadap benur udang Windu (P. monodon) pada pemaparan waktu 24, 48, 72 dan 96
jam adalah 154.333 ppm, 139.862 ppm, 107.169 ppm dan 91.706 ppm. Limbah hasil
pengeboran minyak diduga bersifat tidak toksik karena nilai LC- 96 jam masih dalam batasan
yang dit etapkan oleh pemerint ah yait u 30.000 ppm. Oleh karena itu, limbah pengeboran
minyak diperkenankan dibuang langsung ke badan air.

Anda mungkin juga menyukai