Anda di halaman 1dari 5

BILINGUALISME DALAM MASYARAKAT MELAYU

6. Perpecahan yang diakibatkan oleh bilingualisme dalam kalangan orang-orang Melayu


menunjukkan buktinya pada perkara-perkara seperti sistem perundangan, sistem pendidikan
dan lain-lain sistem. Di satu pihak ada mahkamah sivil yang berupa idea induk asing dan
bulat-bulat diimport dari Inggeris, manakala di satu pihak lagi ada sistem mahkamah syariah
yang berupa idea induk Islam-peribumi. Demikian juga, di satu pihak ada satu sistem
persekolahan kebangsaan yang berupa idea induk asing, dan di satu pihak lagi ada sistem
persekolahan agama. Perpecahan dalam sistem pendidikan ini berlaku hingga ke taraf
universiti di mana fakulti pengajian Islam terpisah daripada fakulti-fakulti lain, dan malah ada
Universiti Islam yang terasing daripada universiti-universiti lain. Inilah yang dikatakan oleh
Malik Bennabi (1994) bahawa bilingualisme mengimport idea-idea yang bertentangan dan
tidak dapat diterima oleh budaya nasional.

MULTILINGUALISME DI MALAYSIA
Berdasarkan hipotesis Sapir-Whorf, multilingualisme menghasilkan kelompok-
kelompok yang mempunyai persepsi-persepsi yang berlainan berkenaan isu-isu
yang serupa. Multilingualisme bermakna pelbagai bahasa akan duduk dalam
benak-benak kumpulan-kumpulan yang berbeza. Benak-benak itu akan mewarisi
idea-idea induk yamg berbeza-beza pula. Dengan demikian persepsi mereka
berbeza, maka oleh itu nilai-nilai mereka berbeza lalu menyebabkan perilaku
mereka jadi berbeza-beza.
Keadaan ini sangat jelas dirasakan sebelum terlaksananya Penyata Razak di
dalam sistem pendidikan kebangsaan. Generasi sebelum penyata tersebut
memiliki semangat perkauman yang kuat kerena mereka menggunakan bahasa-
bahasa yang berlainan. Penyata Razak mahukan supaya budak-budak daripada
bermacam-macam kaum belajar di bawah bumbung yang sama, belajar perkara
yang sama dengan menggunakan bahasa yang sama. Generasi yang dilahirkan
oleh Penyata Razak menunjukkan sikap yang lebih terbuka terhadap kaum-kaum
lain dan memiliki semangat Malaysia yang lebih ketara. Ini mencerminkan
generasi ini berkongsi banyak persepsi yang sama berkenaan perkara-perkara
yang serupa.
Perkembangan-perkembangan akhir-akhir ini menunjukkan kemajuan pesat ke
arah trend multilingualisme di kalangan generasi muda dan berpendidikan. Trend
ini mengancam cita-cita setiap warga yang cintakan perpaduan dan keamanan.
Dasar bahasa pengantar yang kini diliberalkan akan mencipta generasi rakyat
Malaysia yang berpolarisasi sekali lagi. Apabila ini berlaku, perpecahan adalah
suatu akibat yang tidak dapat dielakkan. Kita akan ditimpa tragedi dan
kesengsaraan yang tiada terperikan.

Definisi:

gejala pada seseorang atau suatu masyarakat yang ditandai oleh kemampuan dan
kebiasaan memakai lebih dari satu bahasa
PENGERTIAN BILINGUALISM/KEDWIBAHASAAN
A. Arti Kedwibahasaan

Istilah bilingualisme (Inggris: bilingualism) dalam bahasa Indonesia disebut juga


kedwibahasaan. Dari istilahnya secara harfiah sudah dapat dipahami apa yang dimaksud
dengan bilingualisme itu, yaitu berkenaan dengan penggunaan dua bahasa atau dua kode
bahasa. Secara sosialinguistik secara umum, bilinguslisme diartikan sebagai penggunaan
dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara
bergantian (Mackey 1962:12, Fishman 1975:73).

Untuk dapat menggunakan dua bahasa tentunya seseorang harus menguasai kedua bahasa
itu. Pertama, bahasa ibunya sendiri atau bahasa pertamanya (disingkat B1), dan yang
kedua adalah bahasa lain yang menjadi bahasa keduanya (disingkat B2).
Orang yang dapat menggunakan kedua bahasa itu disebut orang yang bilingual (dalam
bahasa Indonesia disebut juga dwibahasawan). Sedangkan kemampuan untuk
menggunakan dua bahasa disebut bilingualitas (dalam bahasa Indonesia disebut juga
kedwibahasawanan). Selain istilah bilingualisme dengan segala jabarannya ada juga
istilah multilingualisme (dalam bahasa Indonesia disebut juga keanekabahasaan) yakni
keadaan digunakannya lebih dari dua bahasa oleh seseorang dalam pergaulannya dengan
orang lain secara bergantian.

B. Definisi Kedwibahasaan

Telah diketahui bahwa secara harfiah kedwibahasaan adalah kebiasaan menggunakan dua
bahasa atau lebih secara bergantian. Dibawah ini adalah pendapat-pendapat atau definisi
tantang kedwibahasaan oleh para pakar ahlinya. Menurut para pakar kedwibahasaan
didefinisikan sebagai berikut:

1. Robert Lado (1964-214)

Kedwibahasaan merupakan kemampuan berbicara dua bahasa dengan sama atau hampir
sama baiknya. Secara teknis pendapat ini mengacu pada pengetahuan dua bahasa,
bagaimana tingkatnya oleh seseorang.

2. MacKey (1956:155)

Kedwibahasaan adalah pemakaian yang bergantian dari dua bahasa. Merumuskan


kedwibahasaan sebagai kebiasaan menggunakan dua bahasa atau lebih oleh seseorang
(the alternative use of two or more languages by the same individual). Perluasan pendapat
ini dikemukakan dengan adanya tingkatan kedwibahasaan dilihat dari segi penguasaan
unsur gramatikal, leksikal, semantik, dan gaya yang tercermin dalam empat keterampilan
berbahasa, yaitu mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis.

3. Hartman dan Stork (1972:27)


Kedwibahasaan adalah pemakain dua bahasa oleh seorang penutur atau masyarakat
ujaran.
4. Bloomfield (1958:56)

Kedwibahasaan merupakan kemampuan untuk menggunakan dua bahasa yang sama


baiknya oleh seorang penutur. Merumuskan kedwibahasaan sebagai penguasaan yang
sama baiknya atas dua bahasa atau native like control of two languages. Penguasaan dua
bahasa dengan kelancaran dan ketepatan yang sama seperti penutur asli sangatlah sulit
diukur.

5. Haugen (1968:10)

Kedwibahasaan adalah tahu dua bahasa. Jika diuraikan secara lebih umum maka
pengertian kedwibahasaan adalah pemakaian dua bahasa secara bergantian baik secara
produktif maupun reseftif oleh seorang individu atau oleh masyarakat. Mengemukakan
kedwibahasaan dengan tahu dua bahasa (knowledge of two languages), cukup
mengetahui dua bahasa secara pasif atau understanding without speaking.

6. Oksaar

Berpendapat bahwa kedwibahasaan bukan hanya milik individu, namun harus


diperlakukan sebagai milik kelompok, sehingga memungkinkan adanya masyarakat
dwibahasawan. Hal ini terlihat di Belgia menetapkan bahasa Belanda dan Perencis
sebagai bahasa negara, Finlandia dengan bahasa Find dan bahasa Swedia. Di Montreal
Kanada, bahasa Inggris dan Perancis dipakai secara bergantian oleh warganya, sehingga
warga montreal dianggap sebagai masyarakat dwibahasawan murni.
Jadi dapat diambil kesimpulan dari definisi-definisi diatas bahwa kedwibahasaan
berhubungan erat dengan pemakaian dua bahasa atau lebih oleh seorang dwibahasawan
atau masyarakat dwibahasawan secara bergantian. Pengertian kedwibahasaan adalah
pemakaian dua bahasa secara bergantian baik secara produktif maupun reseftif oleh
seorang individu atau oleh masyarakat.

C. Pembagian Kedwibahasaan

Adapun beberapa jenis pembagian kedwibahasaan berdasarkan tipologi kedwibahasaan,


yaitu :

1. Kedwibahasaan Majemuk (compound bilingualism)

Kedwibahasaan yang menunjukkan bahwa kemampuan berbahasa salah satu bahasa lebih
baik dari pada kemampuan berbahasa bahasa yang lain. Kedwibahasaan ini didasarkan
pada kaitan antara B1 dengan B2 yang dikuasai oleh dwibahasawan. Kedua bahasa
dikuasai oleh dwibahasawan tetapi berdiri sendiri-dendiri.

2. Kedwibahasaan Koordinatif / sejajar.


Kedwibahasaan yang menunjukkan bahwa pemakaian dua bahasa sama-sama baik oleh
seorang individu. Kedwibahasaan seimbang dikaitkan dengan taraf penguasaan B1 dan
B2. Orang yang sama mahirnya dalam dua bahasa.

3. Kedwibahasaan Sub-ordinatif (kompleks)

Kedwibahasaan yang menunjukkan bahwa seorang individu pada saat memakai B1 sering
memasukkan B2 atau sebaliknya. Kedwibahasaan ini dihubungkan dengan situasi yang
dihadapi B1. Adalah sekelompok kecil yang dikelilingi dan didominasi oleh masyarakat
suatu bahasa yang besar sehinga masyarakat kecil ini dimungkinkan dapat kehilangan
B1-nya.
Ada beberapa pendapat lain oleh pakar kedwibahasaan dalam tipologi kdwibahasaan
diantaranya adalah:

1. Baeten Beardsmore (1985:22)

Menambahkankan satu derajat lagi yaitu kedwibahasaan awal (inception bilingualism)


yaitu kedwibahasan yang dimemiliki oleh seorang individu yang sedang dalam proses
menguasai B2.
2. Menurut Pohl (dalam Baetens Beardmore, 1985;5)

Tipologi bahasa lebih didasarkan pada status bahasa yang ada didalam masyarakat, maka
Pohl membagi kedwibahasaan menjadi tiga tipe yaitu:

a. Kedwibahasaan Horisontal (horizontal bilingualism)

Merupakan situasi pemakaian dua bahasa yang berbeda tetapi masing-masing bahasa
memiliki status yang sejajar baik dalam situasi resmi, kebudayaan maupun dalam
kehidupan keluarga dari kelompok pemakainya.

b. Kedwibahasaan Vertikal (vertical bilinguism)

Merupakan pemakaian dua bahasa apabila bahasa baku dan dialek, baik yang
berhubungan ataupun terpisah, dimiliki oleh seorang penutur.

c. Kedwibahasaan Diagonal (diagonal bilingualism)

Merupakan pemakaian dua bahasa dialek atau tidak baku secara bersama-sama tetapi
keduanya tidak memiliki hubungan secara genetik dengan bahasa baku yang dipakai oleh
masyarakat itu.

3. Menurut Arsenan (dalam Baerdsmore, 1985)

Tipe kedwibahasaan pada kemampuan berbahasa, maka ia mengklasifikasikan


kedwibahasaan menjadi dua yaitu:
a. Kedwibahasaan produktif (productive bilingualism) atau kedwibahasaan aktif atau
kedwibahasaan simetrik (symmetrical bilingualism) yaitu pemakaian dua bahasa oleh
seorang individu terhadap seluruh aspek keterampilan berbahasa (menyimak, berbicara,
membaca, dan menulis)

b. Kedwibahasaan reseptif (reseptive bilingualism) atau kedwibahasaan pasif atau


kedwibahasaan asimetrik (asymetrical bilingualism)

Anda mungkin juga menyukai