Anda di halaman 1dari 6

Blok Dental Pharmacy TA.

2014/2015
Kedokteran Gigi Universitas Jenderal Soedirman

SKENARIO CASE STUDY 1
Doni (24 Tahun) Seorang pemuda lulusan sarjana datang ke klinik dokter gigi karena rasa nyeri
yang sangat tajam pada gigi bawah kiri yang berlubang. Pada saat pemeriksaan dokter gigi
menemukan kavitas yang cukup besar pada gigi 36 dengan warna kemerahan pada bagian gusi di
sekitarnya. Doni menceritakan bahwa keluhannya ini berulang kali terjadi dan mereda saat
minum obat puyer yang diperoleh di toko tetangganya. Dua hari yang lalu rasa sakitnya kambuh
dan obat yang biasanya diminum tidak meredakan nyeri tersebut. Setelah kavitas dibersihkan,
dokter gigi kemudian meresepkan obat Antalgin untuk Doni.
Diskusikan kasus tersebut dengan pendekatan pada jenis terapi yang diberikan. Sehingga dapat
membahas mengenai.
1. Mekanisme kerja obat
2. berbagai golongan obat
3. Indikasi dan Kontraindikasi
4. Dosis terapeutik.













BLOK DENTAL PHARMACY
RESUME SELF LEARNING REPORT
CASE STUDY 1






Dosen Pembimbing:



Disusun Oleh :
Anita Tri Wahyuni
G1G010008



KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO
2014


CC: Rasa nyeri yang sangat tajam pada gigi bawah kiri yang berlubang
PI: Rasa nyeri yang berulang dan mereda saat minum obat puyer, dua hari lalu rasa
sakitnya kambuh namun obat yang biasa diminum tidak meredakan nyeri.
PMH: tidak diketahui
PDH: Sudah diobati dengan antalgin , namun obat tersebut tidak lagi dapat meredakan
nyeri
FH: tidak diketahui
SH: tidak diketahui
PK: Kavitas yang cukup besar ada gigi 36 dengan warna merah pada bagian gusi dan
sekitarnya.
Diagnosis : Pulpitis irreversible.
Analgesik adalah golongan obat yang dapat menghilangkan rasa nyeri seperti nyeri
kepala, nyeri gigi, nyeri sendi dan lain-lain. Contoh obat analgesik aspirin, parasetamol,
antalgin dan lain-lain. Ada juga analgetik potent yang biasanya termasuk golongan opium
seperti morfin, pethidin, fentanil dan lain-lain (Lubis, 1993).
Antipiretik adalah golongan obat yang dipergunakan untuk menurunkan suhu tubuh bila
demam. Cara kerja antipiretik antara lain dengan melebarkan pembuluh darah di kulit,
sehingga terjadi pendinginan darah oleh udara luar. Sebagian obat antipiretik juga
merangsang berkeringat (Lubis, 1993).
Antiinflamasi adalah respon kompleks dari tubuh terhadap suatu yang tidak
menyenangkan, ada juga yang memberikan definisi iinflamasi adalah respon protektif normal
terhadap luka jaringan yang disebabkan oleh trauma fisik, termal, zat kimia yang merusak,
atau zat-zat mikrobiologik (penyebab infeksi).
Obat analgesik antipiretik serta obat anti-inflamasi non steroid (AINS) merupakan suatu
kelompok obat yang heterogen, bahkan beberapa obat sangat berbeda secara kimia.
Penggolongan Analgetika, dan Antiinflamasi :
A. Analgetik Perifer
Analgetik terdiri fari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja
secara sentral. Obat- obat ini dinamakan juga analgetik perifer, karena obat ini tidak
mempengaruhi sistem saraf pusat, tidak menurunkan kesadaran atau mengakibatkan
ketagihan. Semua analgetika perifer memiliki kerja sebagai antipiretik yaitu
menurunkan suhu tubuh pada keadaan demam, maka disebut juga analgetik-
antipiretik. Efek samping yang biasanya muncul dariobat ini adalah gangguan-
gangguan lambung usus, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal serta reaksi -
reaksi alergi kulit.
B. Analgetik Narkotik
Obat Analgetik khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat, seperti
fraktur dan kanker. Nyeri pada kanker umumnya diobatii menurut suatu skema
bertingkat empat, yaitu obat perifer (non Opiod) atau rectal; parasetamol, asetosal,
obat perifer bersama tramadol, obat sentral (Opioid) peroral atau obat parenteral. Zat-
zat ini memiliki daya menghalangi nyeri yang kuat sekali dengan tingkat kerja yang
terletak di Sistem Saraf Pusat. Umumnya mengurangi kesadaran (sifat meredakan dan
menidurkan) dan menimbulkan perasaan nyaman (euforia). Dapat mengakibatkan
toleransi dan kebiasaan (habituasi) serta ketergantungan psikis dan fisik (ketagihan
adiksi).
C. Glukortikoid
Obat Anti Inflamasi golongan steroid memiliki efek pada konsentrasi, distribusi
dan fungsi leukosit perifer serta penghambatan aktivitas fosfolipase. contohnya
golongan Prednisolon.
D. NSAID
Obat NSAID juga dikenal dengan AINS (Anti Inflamasi Non Steroid) NSAIDs
bekerja dengan menghambat enzim sikloogsinase tetapi tidak enzim lipoksigenase.
Contoh Obat Anti-Inflmasi golongan NSAID adalah turunan asam propionat, turunan
Asam Asetat dan Turunan Asam Enolat seperti Piroxicam, Indomethacin, Ibuprofen,
Naproxen. Obat anti-Inflamasi pada umumnya bekerja pada enzim yang membantu
terjadinya inflamasi, namun pada umumnya obat AINS bekerja pada enzim
Sikloosigenase (COX) baik COX1 maupun COX2.
I. Mekanisme Kerja Obat
Golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam
arakhidonat menjadi PGG2 terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase
dengan kekuatan dan selektivitas yang berbeda. Enzim siklooksigenase terdapat dalam
2 isoform disebut COX-1 dan COX-2. Kedua isoform tersebut dikode oleh gen yang
berbeda dan ekspresinya bersifat unik. Secara garis besar COX-1 esensial dalam
pemeliharaan berbagai fungsi dalam kondisi normal di berbagai jaringan khususnya
ginjal, salurancerna dan trombosit. Di mukosa lambung, aktivasi COX-1 menghasilkan
prostasiklin yang bersifat sitoprotektif. Siklooksigenase-2 semula diduga diinduksi
berbagai stimulusinflamatoar, termasuk sitokin, endotoksin dan faktor pertumbuhan
(growth factors).
Ternyata COX-2 juga mempunyai fungsi fisiologis yaitu di ginjal, jaringan
vaskulardan pada proses perbaikan jaringan. Aspirin 166 kali lebih kuat menghambat
COX-1 dari pada COX-2. Penghambat COX-2 dikembangkan dalam mencari
penghambat COX untuk pengobatan inflamasi dan nyeri yang kurang menyebabkan
toksisitas saluran cerna dan pendarahan. Khusus parasetamol, hambatan biosintesis PG
hanya terjadi pada lingkungan yang rendah kadar peroksid yaitu di hipotalamus.
Parasetamol diduga menghambat isoenzim COX-3,suatu variant dari COX-1. COX-3
ini hanya terdapat di otak. Aspirin sendirimenghambat dengan mengasetilasi gugus
aktiv serin dari COX-1, trombosit sangat rentan terhadap enzim karena trombosit tidak
mampu mensintesis enzim baru. Dosis tunggal aspirin 40 mg sehari cukup untuk
menghambat siklooksigenase trombosit manusia selama masa hidup trombosit, yaitu 8-
11 hari. Ini berarti bahwa pembentukan trombosit kira-kira 10% sehari. Untuk fungsi
pembekuan darah aktivitas siklooksigenase mencukupi sehingga pembekuan darah
tetap dapat berlangsung. Semua obat mirip-aspirin bersifat antipiretik, analgesik, dan
antiinflamasi. Ada perbedaan aktivitas di antara obat-obat tersebut, misalnya
parasetamol (asetaminofen) bersifat antipiretik dan analgesik tetapi sifat
antiinflamasinya lemah sekali. Sebagai antipiretik, obat mirip-aspirin akan menurunkan
suhu badan dalam keadaan demam. Walaupun kebanyakan obat ini memperlihatkan
efek antipiretik ,tidak semuanya berguna sebagai antipiretik karena sifat toksik bila
digunakan secara rutin atau terlalu lama. Ini berkaitan dengan hipotesis bahwa COX
yang ada di sentral otak terutamaCOX-3 dimana hanya parasetamol dan beberapa obat
AINS lainnya dapat menghambat. Fenilbutazon dan antireumatik lainnya tidak
dibenarkan digunakan sebagai antipiretik atas alasan tersebut menghambat enzim
siklooksigenase (COX 2), dapat memproduksi leukotrien, sehingga produksi
prostaglandin turun, jumlah prostaglandin turun sehingga set point mengatur suhu
tubuh. Obat: paracetamol, peroksikam, fenilbutazon, diklofenak,
ibuprofen(neoremasil), metamizol (antalgin), asetosal (aspirin), indometasin, dan
naproxen.
II. Golongan Obat

III. Indikasi dan kontraindikasi
IV. Dosis terpeutik






DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai