Anda di halaman 1dari 145

KANWIL DITJEN PERBENDAHARAAN

PROVINSI DKI JAKARTA


KEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN
KAJIAN FISKAL REGIONAL
PROVINSI DKI JAKARTA
TAHUN 2013
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman iii
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


Tim Penyusun Kajian Fiskal Regional
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi DKI Jakarta
Tahun Anggaran 2013





Hendro Baskoro
I Kadek Dian Sutrisna Artha, Phd. (Regional Economist)
Wahyu Prihantoro
Fauzi Syamsuri
Nuryanto
Ida Palembina L Tobing
AA Gunawan
Toni
M.C. Wuri Handoyo
Alfonso Sianipar
Bayu Aji Nugraha
Dwi Supriyatno
Ahmad Yani
Rondang Maulina
Hendra Zanuar
Trianti
Siti Fatimah Nasution
Juwanto









Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman iv
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ................................................................................
TIM PENYUSUN ...............................................................................
DAFTAR ISI ................................................................................
DAFTAR TABEL ................................................................................
DAFTAR GRAFIK ................................................................................
RINGKASAN EKSEKUTIF .......................................................................
BAB I PERKEMBANGAN INDIKATOR EKONOMI REGIONAL .............
1.1. Perkembangan Indikator Harga, Pendapatan dan Konsumsi
1.2. Perkembangan Indikator Demografis ......................................
1.3. Perkembangan Indikator Sektoral Terpilih ...............................
BAB II PERKEMBANGAN PELAKSANAAN ANGGARAN PUSAT........
2.1 APBN Tingkat Provinsi DKI Jakarta..........................................
2.2 Pendapatan Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi DKI Jakarta..
2.3 Belanja Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi DKI Jakarta...........
2.4 Pengelolaan Badan Layanan Umum.........................................
2.5 Manajemen Investasi ................................................................
BAB III PERKEMBANGAN PELAKSANAAN ANGGARAN DAERAH.....
3.1 Profil APBD Provinsi DKI Jakarta...............................................
3.2. Alokasi Dana Transfer................................................................
3.3. Badan Layanan Umum Daerah..................................................
BAB IV ANALISIS FISKAL REGIONAL .....................................
4.1. Pendapatan Pusat dan Daerah..............................................
4.2. Belanja Pusat dan Daerah ..............................................
4.3. Ruang Fiskal Dan Kemandirian Daerah..................................
4.4. Rasio Belanja Sektoral
4.5. SILPA dan Pembiayaan ..
BAB V PENUTUP.....................................................................................
5.1. Kesimpulan
5.2. Rekomendasi.

i
iii
iv
vi
viii
xii
1
1
11
21
36
36
37
42
44
57
60
60
69
76
78
78
83
90
94
103
108
108
113
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman v
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN

xix

























Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman vi
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


DAFTAR TABEL


Tabel 1.1

Tabel 1.2
Tabel 1.3

Tabel 1.4

Tabel 1.5

Tabel 2.1
Tabel 2.2.

Tabel 2.3

Tabel 2.4

Tabel 2.5


Tabel 2.6

Tabel 2.7

Tabel 2.8

Tabel 2.9

Tabel 2.10

Tabel 2.11
PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku
Tahun 2013
Komposisi Penduduk Menurut Umur Tahun 2010 dan 2013..
Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Menurut Kegiatan Utama
Tahun 2012 dan 2013 ..
Penduduk Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Bulan
Agustus 2012 dan Agustus 2013 ..........
Garis Kemiskinan di Provinsi DKI Jakarta Bulan Sepetember
2012 dan 2013 ..
APBN Provinsi DKI Jakarta Tahun Anggaran 2012-2013...
Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi
DKI Jakarta.
Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi DKI
Jakarta per Jenis PNBP..
Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi DKI
Jakarta Menurut Fungsional K/L..
Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasar Bagian
Anggaran untuk 15 BA dengan Pagu Tertinggi di Provinsi DKI
Jakarta.
Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasar Jenis Belanja di
Provinsi DKI Jakarta .
Nilai Aset dan Pagu BLU Pusat Provinsi DKI Jakarta
Berdasarkan Jenis Layanan Tahun 2012-2013 ...
Satker Pengelola PNBP yang Berpotensi Menjadi Satker BLU
Tahun 2013.....
Perkembangan Pagu Satker Pengelola PNBP yang
Berpotensi Menjadi Satker BLU .....
Perkembangan Aset Satker Pengelola PNBP yang Berpotensi
Menjadi Satker BLU ..
Profil Penerusan Pinjaman Provinsi DKI Jakarta..

7
14

16

17

20
37

38

40

41


42

43

46

54

55

56
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman vii
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


Tabel 3.1

Tabel 3.2

Tabel 4.1
Tabel 4.2
Tabel 4.3
Tabel 4.4
Tabel 4.5

Profil APBD Pemprov DKI Jakarta Berdasarkan Klasifikasi
Ekonomi Tahun 2012 dan 2013 .
Perkembangan APBD Pemprov DKI Jakarta s.d. Triwulan III
TA 2013 ..
Rasio Surplus/Defisit Terhadap Pendapatan ...
Rasio Surplus/Defisit Terhadap PDRB ............
Rasio SILPA Terhadap Belanja ..
Rasio Pinjaman Terhadap Pembiayaan
Rasio Keseimbangan Primer ......
57

61

69
103
104
105
106
107

















Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman viii
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


DAFTAR GRAFIK


Grafik 1.1

Grafik 1.2

Grafik 1.3

Grafik 1.4

Grafik 1.5

Grafik 1.6

Grafik 1.7

Grafik 1.8

Grafik 1.9
Grafik 1.10
Grafik 1.11

Grafik 1.12

Grafik 1.13

Grafik 1.14

Grafik 1.15

Grafik 1.16
Sumbangan Kelompok Pengeluaran Terhadap Inflasi Provinsi
DKI Jakarta per Desember 2013 .......
Inflasi Provinsi DKI Jakarta dan Nasional per bulan Tahun
2013
Tingkat Inflasi dan Rata-rata Pengeluaran per Kapita per
bulan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010 s.d. 2013 ..
Perkembangan PDRB Provinsi DKI Jakarta dan Nasional
Tahun 2010 s.d. 2013 ...
PDRB Menurut Pengeluaran Usaha dan Laju
Pertumbuhannya Tahun 2013
PDRB, PDRB per Kapita dan Pengeluaran per Kapita per
bulan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010 s.d. 2013..
Perkembangan PDRB dan Gini Ratio Provinsi DKI Jakarta
Tahun 2010 s.d. 2013 ..
Pengeluaran per kapita per Bulan Menurut Golongan
Pengeluaran Tahun 2012 ...
Indeks Pembangunan Manusia ..
IPM per Provinsi di Indonesia ....
Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi DKI
Jakarta Tahun 2000 s.d. 2013
Jumlah Penduduk dan PDRB DKI Jakarta Tahun 2012 s.d.
2013
Klasifikasi Status Pekerjaan Penduduk Provinsi DKI Jakarta
Tahun 2013
Perkembangan PDRB dan Penduduk Miskin Provinsi DKI
Jakarta Tahun 2011 s.d. 2013 .......
Sepuluh Komoditi yang Memberi Sumbangan Besar Terhadap
Garis Kemiskinan Bulan September 2013
Perkembangan Fasilitas danTenaga Kesehatan Provinsi DKI

2

3

4

5

6

7

9

10
12
13

14

15

18

19

20

Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman ix
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta



Grafik 1.17

Grafik 1.18

Grafik 1.19

Grafik 1.20

Grafik 1.21

Grafik 1.22
Grafik 1.23
Grafik 1.24
Grafik 1.25
Grafik 1.26

Grafik 1.27
Grafik 2.1


Grafik 2.2


Grafik 2.3

Grafik 2.4

Grafik 2.5

Grafik 2.6
Grafik 2.7

Jakarta Tahun 2009 s.d. 2012 .......
Jumlah Fasilitas Kesehatan dan Rasio per 1.000 Penduduk
Tahun 2012
Jumlah Tenaga Kesehatan dan Rasio per 100.000 Penduduk
Tahun 2012
Persentase Angka Kematian Bayi dan Cakupan Pelayanan
Kesehatan Ibu dan Anak Tahun 2012 ..
Jumlah Sekolah/Perguruan Tinggi Menurut Jenis Sekolah/
Perguruan Tinggi di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012/2013
Jumlah Ruang Kelas, Guru/Dosen dan Murid/Mahasiswa
Menurut Jenis Sekolah/Perguruan Tinggi Tahun 2012/2013
Rasio Guru Per Seribu Murid .....
Angka Partisipasi Sekolah Tahun 2012
Angka Melek Huruf Usia 15Tahun .
Jumlah Kendaraan di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012 ...
Rasio Luas Jalan Terhadap Luas Wilayah Provinsi DKI
Jakarta Tahun 2012 .
Panjang Jalan Menurut Kewenangan Tahun 2012
Perbandingan Persentase Kenaikan Target dan Realisasi
Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi
DKI Jakarta TA 2012-2013 .
Perbandingan Persentase Realisasi Terhadap Target
Penerimaan Pajak Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi DKI
Jakarta TA 2012-2013..
Porsi Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi
DKI Jakarta per Jenis PNBP ......
Tingkat Penyerapan Anggaran 14 BA dengan Pagu Tertinggi
Tingkat Provinsi DKI Jakarta TA 2012-2013 .......
Tingkat Penyerapan Anggaran Per Jenis Belanja Tingkat
Provinsi DKI Jakarta .
Profil Pagu BLU Pusat di Provinsi DKI Jakarta
Perkembangan Pagu PNBP dan Pagu RM BLU Pusat Sektor
Pendidikan di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-2013 ...
22

23

24

26

27

28
29
30
30
32

33
34


38


39

40

43

44
46

47
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman x
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


Grafik 2.8

Grafik 2.9

Grafik 2.10

Grafik 2.11

Grafik 2.12

Grafik 2.13

Grafik 3.1

Grafik 3.2

Grafik 3.3

Grafik 3.4

Grafik 3.5
Grafik 3.6
Grafik 4.1

Grafik 4.2


Grafik 4.3

Grafik 4.4

Grafik 4.5
Grafik 4.6
Perkembangan Pagu PNBP dan Pagu RM BLU Pusat Sektor
Kesehatan di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-2013
Perkembangan Pagu PNBP dan Pagu RM BLU Pusat Sektor
Lainnya di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-2013 .
Tingkat Kemandirian Satker BLU Sektor Pendidikan di
Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013 .........
Tingkat Kemandirian Satker BLU Sektor Kesehatan di
Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013 ..
Tingkat Kemandirian Satker BLU Sektor Lainnya di Provinsi
DKI Jakarta Tahun 2013 .........
Perkembangan Pembayaran Angsuran Pokok, Bunga dan
Denda Tahun 2013 ..
Perkembangan Pagu Pendapatan pada Pemprov DKI Jakarta
dengan Total APBD Secara Nasional ...
Profil APBD Pemprov DKI Jakarta Berdasarkan Klasifikasi
Fungsi Tahun 2012 dan 2013 .
Profil APBD Pemprov DKI Jakarta Berdasarkan Klasifikasi
Urusan Wajib Tahun 2012 dan 2013 .
Profil APBD Pemprov DKI Jakarta Berdasarkan Klasifikasi
Urusan Pilihan Tahun 2012 dan 2013 ..
Alokasi Dana Transfer Provinsi DKI Jakarta
Profil Pagu BLUD di Provinsi DKI Jakarta
Rasio Pajak Negara, Pajak Daerah, dan PAD terhadap PDRB
Tahun 2011 s.d. 2013 ..
Rasio Pendapatan per Kapita Provinsi DKI Jakarta terhadap
Pendapatan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Tahun
2013.
Rasio Pajak per Kapita Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota
Tahun 2013.
Rasio Belanja APBN terhadap Belanja APBD Tahun 2012 dan
2013.
Rasio Belanja per Kapita per Provinsi ..
Rasio Total Belanja APBD terhadap Populasi .

48

49

50

51

52

58

62

66

67

68
72
77

79


81

82

84
85
86
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman xi
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


Grafik 4.7

Grafik 4.8

Grafik 4.9

Grafik 4.10
Grafik 4.11

Grafik 4.12
Grafik 4.13
Grafik 4.14
Grafik 4.15
Grafik 4.16
Grafik 4.17
Grafik 4.18
Grafik 4.19
Grafik 4.20


Rasio Belanja Pegawai terhadap Total Belanja Daerah
Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota Tahun 2013 ..
Rasio Belanja Modal terhadap Total APBD Tahun 2009 s.d.
2013
Rasio Belanja Modal terhadap Total Belanja Daerah Agregat
Provinsi, Kabupaten dan Kota Tahun 2013 .
Ruang Fiskal Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010 s.d. 2013
Ruang Fiskal Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota Tahun
2013.
Gap Rasio PAD dan Rasio Dana Transfer ...
Rasio Ketergantungan Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota
Rasio PNS terhadap Jumlah Penduduk ...
Rasio Alokasi Infrastruktur terhadap Total Belanja .
Panjang Jalan di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2009 s.d. 2012
Rasio Bidang Kesehatan terhadap Total Belanja ...
Rasio Fasilitas dan Tenaga Kesehatan di Provinsi DKI Jakarta
Jumlah Murid per Kelas Sekolah di Provinsi DKI Jakarta ..
Rasio Guru per 1.000 Murid di Provinsi DKI Jakarta ..


87

88

89
91

91
93
93
95
96
97
98
99
101
101





Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman xii
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta

RINGKASAN EKSEKUTIF



Kebijakan Fiskal dilakukan Pemerintah Pusat melalui instrumen Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Daerah (APBD). Kebijakan fiskal tersebut tentunya memperhatikan berbagai
perkembangan indikator ekonomi yang terkait. Dampak inflasi meskipun masih
dalam kategori inflasi rendah, berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi
Provinsi DKI Jakarta. Secara komulatif PDRB Provinsi DKI Jakarta tahun 2013
tumbuh sebesar 6,11% sedikit lebih lambat dibandingkan dengan tahun 2012 yang
mencapai 6,53%. Inflasi yang diperkirakan berdampak pada pengeluaran per kapita
penduduk, menunjukkan sebaliknya yaitu peningkatan pengeluaran atau konsumsi
masyarakat. Tahun 2012 pengeluaran per kapita penduduk sebesar Rp 1.488.183,-
dengan inflasi sebesar 4,52%, meningkat di tahun 2013 menjadi Rp 1.528.429,-
dengan tingkat inflasi sebesar 8%.
Pertumbuhan ekonomi Provinsi DKI Jakarta berdasarkan PDRB atas dasar
harga berlaku tiap tahunnya menunjukkan tren peningkatan. PDRB Provinsi DKI
Jakarta tahun 2010 sebesar Rp 861,99 trilyun meningkat menjadi Rp 982,52 trilyun
di tahun 2011, meningkat menjadi Rp 1.103,74 trilyun tahun 2012 dan tahun 2013
mencapai Rp 1.255,9 trilyun. Nilai PDRB Provinsi DKI Jakarta merupakan yang
terbesar dibanding provinsi lain dan berkontribusi sekitar 16-17% dari total
nasional. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Provinsi DKI Jakarta berkontribusi
terhadap tingkat kemakmuran atau kesejahteraan penduduk Jakarta. Hal tersebut
tercermin dari PDRB per kapita Provinsi DKI Jakarta atas dasar harga berlaku pada
tahun 2013 yang mencapai Rp 126,12 juta atau meningkat 12,7% dibanding tahun
2012 sebesar Rp 111,91 juta. Dengan demikian ada korelasi bahwa pertumbuhan
perekonomian akan meningkatkan PDRB per kapita.
Jika dibandingkan dengan pagu belanja APBD Provinsi DKI Jakarta TA
2013 yang mencapai Rp 45,5 trilyun, maka dapat disimpulkan bahwa
perekonomian di Provinsi DKI Jakarta lebih banyak digerakkan oleh sektor lain di
luar investasi Pemerintah Daerah yang hanya mencapai Rp 45,5 trilyun tersebut.
Sektor yang banyak berkontribusi dalam menggerakkan perekonomian Provinsi
DKI Jakarta adalah konsumsi masyarakat dan investasi swasta. Komponen
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman xiii
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta

konsumsi rumah tangga selama tahun 2013 memberikan kontribusi terbesar
terhadap PDRB Provinsi DKI Jakarta sebesar 57,56% atau Rp 722.944,64 milyar,
meningkat dibanding tahun 2012 yang mencapai 56,88%. Sebagai Kota Jasa,
pertumbuhan PDRB Provinsi DKI Jakarta dari sisi lapangan usaha disumbangkan
peran tiga sektor utama yakni sektor keuangan-real estat-jasa perusahaan, sektor
perdagangan-hotel-restoran, serta sektor industri pengolahan. Tahun 2013 PDRB
lapangan usaha, sekitar 72,21% berasal dari sektor tersier (perdagangan, hotel dan
restoran; keuangan, real estat dan jasa keuangan, jasa lainnya; dan pengangkutan
dan komunikasi), sebesar 27,27% berasal dari sektor sekunder (industri
pengolahan, konstruksi, dan listrik-gas-air bersih) dan hanya sebesar 0,52% dari
sektor primer (pertanian dan pertambangan).
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan
pembangunan. Dengan demikian makin tingginya pertumbuhan ekonomi biasanya
makin tinggi pula kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi Provinsi DKI
Jakarta tahun 2013 sebesar 6,11% dan PDRB per kapita Provinsi DKI Jakarta
tahun 2013 mencapai Rp 126,12 juta, menunjukkan pertumbuhan ekonomi
berdampak meningkatnya tingkat kemakmuran penduduk. Salah satu Indikator
Kemakmuran penduduk adalah meratanya distribusi pendapatan penduduk.
Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Provinsi DKI Jakarta ternyata tidak diikuti
dengan pemerataan pendapatan penduduknya. Rasio ketimpangan pendapatan
(gini rasio), menunjukkan ketimpangan distribusi pendapatan yang semakin
meningkat, yaitu sebesar 0,42 tahun 2012 dan meningkat menjadi sebesar 0,43
pada tahun 2013 atau kategori ketimpangan sedang.
Angka IPM Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2010 sebesar sebesar 77,60
lalu meningkat menjadi sebesar 77,97 di tahun 2011 dan kembali meningkat
menjadi 78,33 di tahun 2012. Angka IPM Provinsi DKI Jakarta lebih tinggi dari IPM
Nasional, hal tersebut menandakan tingkat kesejahteraan penduduk Provinsi DKI
Jakarta lebih tinggi dibanding dengan daerah lainnya. Tingginya Angka IPM
Provinsi DKI Jakarta khususnya tahun 2012, didukung keberhasilan dari komponen
pembentuk IPM yaitu Angka Harapan Hidup yang mencapai 73,5 tahun, Angka
Melek Huruf mendekati 100% yaitu 99,21%, dan kemudian Rata-rata Lama
Sekolah sebesar 10,98 tahun atau setara kelas 2 SLTA serta Pendapatan
Perkapita Disesuaikan yang mencapai Rp 635.290,-.
Pertumbuhan perekonomian Provinsi DKI Jakarta yang meningkat tiap
tahunnya, dan didukung nilai Indeks Pembangunan Manusia sebesar 78,33,
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman xiv
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta

merupakan indikator bahwa pertumbuhan perekonomian Provinsi DKI Jakarta
diikuti oleh peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan IPM sebesar 78,33,
posisi Provinsi DKI Jakarta termasuk kategori daerah sejahtera menengah atas.
Namun berdasarkan data BPS, pertumbuhan perekonomian Provinsi DKI Jakarta
belum secara signifikan mengurangi jumlah penduduk miskin. Jumlah penduduk
miskin di Provinsi DKI Jakarta tahun 2011 sebesar 3,75% dan menurun pada tahun
2012 menjadi 3,69% (berkurang 0,06%). Pada tahun 2013 jumlahnya menjadi
3,55% (berkurang sebesar 0,14%) dari total penduduk. Meskipun masih dalam
kategori rendah dan terus menurun jumlahnya, pertumbuhan ekonomi Provinsi DKI
Jakarta dapat dikatakan belum sepenuhnya dinikmati dan mensejahterakan
sebagian penduduknya.
Alokasi APBN yang ditetapkan untuk satuan kerja yang berlokasi di wilayah
Provinsi DKI Jakarta merupakan alokasi yang diberikan terhadap satker setingkat
Kementerian/Lembaga maupun eselon I. Alokasi APBN Provinsi DKI Jakarta yang
mencapai 74% dari total pagu APBN, sebagian digunakan untuk pengeluaran
ataupun belanja dengan lokasi di luar Provinsi DKI Jakarta dan bahkan tersebar di
seluruh wilayah Republik Indonesia. Misalnya belanja yang dilakukan oleh
Kementerian Peningkatan Daerah Tertinggal (PDT), dimana lokasi pembangunan
atau belanja modalnya berada di wilayah Timur Indonesia, demikian juga
kementerian/lembaga yang lain. Adapun estimasi pendapatan negara baik yang
berasal dari pajak maupun bukan pajak di wilayah Provinsi DKI Jakarta TA 2013
diperkirakan sebesar Rp 838,7 trilyun, sedangkan realisasi pendapatan negara dan
hibah pada LKPP Kuasa BUN Tingkat Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi
DKI Jakarta sampai dengan Semester II TA 2013 adalah sebesar Rp 584.56
trilyun. Hal ini berarti pendapatan negara di wilayah Provinsi DKI Jakarta telah
mencapai 69,7% dari estimasi pendapatan yang tercantum dalam DIPA. Dari sisi
pengeluaran, pagu belanja negara yang ditetapkan dalam DIPA TA. 2013 untuk
Kementerian Negara/Lembaga/Satker di wilayah Provinsi DKI Jakarta adalah
sebesar Rp 1.272,57 trilyun. Pagu belanja Negara tersebut sampai dengan
Semester II TA 2013 direalisasikan sebesar Rp 1.194,54 trilyun atau mencapai
93,86%.
Khusus untuk BLU Pusat di Provinsi DKI Jakarta, BLU yang mendapat
alokasi anggaran BLU/PNBP tahun 2013 terbesar adalah BLU sektor Lainnya yaitu
sebesar Rp 3.938 milyar, disusul BLU yang menyediakan jasa kesehatan sebesar
Rp 2.896 milyar dan terakhir BLU yang menyediakan jasa pendidikan sebesar
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman xv
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta

Rp 1.660 milyar. Sedangkan yang mendapatkan alokasi anggaran RM terbesar
adalah BLU yang menyediakan jasa pendidikan sebesar Rp 1.334 milyar,
kemudian BLU yang menyediakan jasa kesehatan sebesar Rp 1.246 milyar dan
terakhir BLU Lainnya sebesar Rp 548 milyar. Sedangkan untuk Satker PNBP,
sampai dengan akhir Semester II tahun 2013 terdapat 221 Satker yang mengelola
dana PNBP dari total 2.134 Satker yang ada. Satker PNBP mempunyai potensi
pendapatan dari PNBP tetapi belum menjadi satker BLU, sehingga seluruh
penerimaan wajib disetorkan terlebih dahulu ke Rekening Kas Negara (tidak boleh
digunakan secara langsung). Penggunaan dana PNBP tersebut dilakukan dengan
pencairan anggaran di KPPN mitra kerja satker masing-masing. Total pagu dana
PNBP yang dikelola 221 Satker tersebut sebesar Rp 7.326 milyar dan sampai akhir
Semester II TA 2013 terealisasi sebesar Rp 4.509 milyar.
Mengenai kebijakan fiskal regional di Provinsi DKI Jakarta, dapat dilihat
pada profil APBD Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dimana pendapatan tahun 2013
ditargetkan sebesar Rp 41,5 trilyun meningkat sebesar Rp 10,9 trilyun atau 35,6%
dari pendapatan pada tahun 2012 sebesar Rp 30,6 trilyun. Komponen pendapatan
sebesar itu, terutama diharapkan dapat terpenuhi dari penerimaan Pendapatan Asli
Daerah (PAD) yaitu Pajak Daerah, Retribusi Daerah serta dari Lain-lain
Pendapatan Daerah yang Sah. Sedangkan dari sisi pengeluaran, alokasi belanja
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta TA 2013 ditetapkan sebesar Rp 45,5 trilyun, terdiri
dari alokasi untuk Belanja Langsung sebesar Rp 30,99 trilyun dan Belanja Tidak
Langsung sebesar Rp 14,58 trilyun. Alokasi belanja tersebut naik sebesar Rp 11,7
trilyun dari belanja pada tahun 2012 yang sebesar Rp 33,83 trilyun.
Apabila dibandingkan dengan pendapatan secara keseluruhan, maka
jumlah PAD di Provinsi DKI Jakarta menunjukan persentase yang signifikan.
Perbandingan total PAD dengan total Pendapatan dalam APBD secara nasional
pada tahun 2012 mencapai 47%, sedangkan PAD Provinsi DKI Jakarta pada tahun
2012 sebesar 60,98% dari total pendapatan dan tahun 2013 ditargetkan PAD nya
mencapai 64,3% dari total pendapatan. Hal inilah yang bisa menjelaskan mengapa
tingkat kemandirian APBD pada Provinsi DKI Jakarta tinggi.
Pada APBD tahun 2012 dan 2013 Dana Perimbangan yang diterima oleh
Provinsi DKI Jakarta terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Umum
(DAU). Total dana perimbangan yang diterima pada tahun 2012 dan 2013 masing-
masing sebesar Rp 9,1 trilyun dan Rp 9,2 trilyun, naik sebesar Rp 0,1 trilyun.
Apabila dibandingkan dengan total pendapatan pada APBD tahun 2012 dan 2013,
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman xvi
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta

maka besarnya Dana Perimbangan yang diterima oleh Pemda Provinsi DKI Jakarta
masing-masing mencapai 29,73% dan 22,37% dari total pendapatan. Jumlah ini
lebih kecil dari total nasional Dana Perimbangan yang diterima oleh daerah lain
yaitu sebesar 66,02% pada tahun 2012 dan 63,26% pada tahun 2013.
Terkait BLUD, terdapat 63 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang
merupakan Badan Layanan Umum Daerah di wilayah Provinsi DKI Jakarta, terdiri
atas Badan Layanan Umum Bidang Pendidikan sebanyak 1 satker, Badan Layanan
Umum pada Bidang Kesehatan sebanyak 53 satker dan Badan Layanan Umum
Bidang Pengelolaan Kawasan/Pengelolaan Dana sebanyak 9 satker. Satker BLUD
bidang kesehatan mempunyai persentase terbesar yaitu mencapai 76,03%,
sedangkan dari pagu dana yang ada maka satker Unit Penyelenggara Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan Daerah mempunyai pagu yang paling tinggi yaitu Rp 1,6
trilyun. Hal ini sejalan dengan salah satu target urusan kesehatan yang tertuang
dalam RKPD Provinsi DKI Jakarta yaitu: mewujudkan sistem Jaminan Pelayanan
Kesehatan Masyarakat (JPKM) termasuk pelayanan kesehatan untuk keluarga
miskin. Namun demikian dari sisi pendanaan satker BLUD Provinsi DKI Jakarta
pada tahun 2013, sumber pendanaan yang utama berasal dari Rupiah Murni yaitu
dari APBD Provinsi DKI Jakarta. Besarnya dana Rupiah Murni tersebut lebih besar
dibanding dana PNBP dari masing-masing satker tersebut.
Adapun beberapa hasil analisis kajian fiskal regional yang terpenting di
Provinsi DKI Jakarta adalah sebagai berikut:
1. Rasio Pajak, yang merupakan pembagian antara penerimaan pajak dengan
PDRB dan mencerminkan kontribusi perekonomian kepada kemampuan fiskal
pemerintah melalui penerimaan negara, meningkat dari 41,5 pada tahun 2012
menjadi 42,5 pada tahun 2013. Rasio pajak per kapita berdasarkan penerimaan
pajak bagian pemerintah Pusat (pajak penghasilan orang pribadi/badan), tidak
termasuk pajak PPN, adalah sebesar Rp 5,37 juta. Hal ini mencerminkan
bahwa setiap penduduk berkontribusi membayar pajak kepada negara sebesar
Rp 5,37 juta. Sementara rasio pajak per kapita terhadap penerimaan daerah,
berdasarkan penerimaan pajak daerah adalah sebesar Rp 2,31 juta. dan rasio
kontribusi tiap penduduk terhadap PAD adalah sebesar Rp 2,64 juta.
2. Rasio PAD, yang merupakan pembagian antara realisasi PAD dengan PDRB
dan mencerminkan kontribusi perekonomian kepada kemampuan fiskal
pemerintah melalui penerimaan daerah menunjukkan tren yang terus
meningkat, dimana pada tahun 2011 rasio mencapai 1,8 dan pada tahun 2012
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman xvii
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta

naik menjadi 2,0 serta pada tahun 2013 naik kembali menjadi 2,2.
Rasio Pajak Daerah, yang merupakan pembagian antara penerimaan pajak
daerah dengan PDRB dan mencerminkan kontribusi perekonomian kepada
kemampuan fiskal pemerintah melalui penerimaan daerah, menunjukkan tren
yang terus meningkat, dimana pada tahun 2011 rasio mencapai 1,5 dan pada
tahun 2012 naik menjadi 1,6 serta pada tahun 2013 naik kembali menjadi 1,9.
3. Alokasi APBN tahun 2013 untuk Provinsi DKI Jakarta melalui Dekonsentrasi,
Tugas Pembantuan dan Urusan Bersama sebesar Rp 502,42 milyar, turun
sebesar Rp 156,24 milyar dibanding tahun 2012 sebesar Rp 658,95 milyar.
Dengan pagu total belanja APBD tahun 2013 sebesar Rp 45,58 trilyun, rasio
belanja APBN terhadap total belanja APBD sebesar 1,1%. Rasio tersebut turun
dibanding tahun 2012 sebesar 1,9%. Menurunnya rasio belanja APBN,
menunjukkan kemampuan fiskal dan IPM Pemda Provinsi DKI Jakarta semakin
tinggi.
4. Ruang fiskal Pemda Provinsi DKI Jakarta tahun 2013 adalah sebesar 55,6%, di
atas rata-rata nasional yaitu sebesar 37,85%. Tertinggi adalah Provinsi
Kalimantan Timur sebesar 61,7% dan terendah adalah Provinsi Aceh sebesar
22,2%. Untuk nilai IPM Provinsi DKI Jakarta adalah sebesar 78,33 dan tertinggi
secara nasional yaitu sebesar 73,29. Kondisi ini menggambarkan bahwa
Provinsi DKI Jakarta memiliki daya untuk melaksanakan pembangunan karena
tersedia dana yang memadai (APBD) tanpa tergantung dari dana APBN.
Kemudian mampu menggunakan dana secara efektif untuk keperluan
pembangunan, sehingga mampu meningkatkan kualitas manusianya. Ruang
Fiskal yang tersedia bagi Pemda Provinsi DKI Jakarta meningkat secara
signifikan dari tahun 2010 sebesar Rp 14,58 trilyun dan tahun 2013 sebesar
Rp 30,37 trilyun atau meningkat lebih dari dua kali lipat dibanding tahun 2010.
Ruang Fiskal Provinsi DKI Jakarta tahun 2013, lebih tinggi dibanding dengan
rata-rata nasional.
5. Tahun 2013 total belanja APBD Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp 45,58 trilyun.
Dengan jumlah penduduk sekitar 10 juta orang, rasio belanja per kapita sebesar
Rp 4,52 juta. Angka ini menunjukkan bahwa setiap penduduk di Provinsi DKI
Jakarta mendapatkan alokasi belanja sebesar Rp 4,52 juta.
6. Pada periode 2009 sampai dengan 2013, rasio belanja per kapita Provinsi DKI
Jakarta mempunyai tren yang meningkat. Pada tahun 2012 rasio belanja per
kapita mencapai Rp 3,38 juta per orang. Pada tahun 2013 rasio belanja
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman xviii
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta

perkapita Provinsi DKI Jakarta Rp 4,5 juta per orang. Peningkatan rasio belanja
per kapita menunjukkan fokus kebijakan Pemda Provinsi DKI Jakarta melalui
alokasi belanja adalah untuk mensejahterakan penduduknya.
7. Pada tahun 2013 rasio belanja pegawai pada Provinsi DKI Jakarta adalah
sebesar 28,1%. Rasio ini lebih kecil jika dibandingkan dengan rasio belanja
pegawai rata-rata nasional yaitu sebesar 42,78%.
8. Alokasi belanja modal yang dialokasikan pada APBD Provinsi DKI Jakarta
menunjukkan kecenderungan yang meningkat setiap tahunnya. Pada tahun
2009 rasio belanja modal adalah sebesar 26,85% atau sebesar Rp 5,9 trilyun.
Selanjutnya rasio tersebut bertambah besar setiap tahunnya dan pada tahun
2013 rasio belanja modalnya menjadi 34,52% atau sebesar Rp 15,7 trilyun.
Rasio belanja modal Pemerintah Pusat di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2012
adalah sebesar 413% dan tahun 2013 sebesar 349%.
9. Tingkat Kemandirian Daerah pada Provinsi DKI Jakarta dari tahun 2009 sampai
dengan 2013 menunjukkan tren peningkatan, dimana rasio PAD lebih besar
dari pada rasio dana transfer. Rasio PAD tahun 2009 sebesar 0,539 dan pada
tahun 2013 menjadi 0,642, sementara rasio dana transfer pada tahun 2009
sebesar 0,461 dan tahun 2013 menjadi 0,223.
10. Provinsi DKI Jakarta memiliki karakteristik yang berbeda dengan provinsi lain,
yaitu besarnya APBN yang dialokasikan di wilayah Provinsi DKI Jakarta tidak
sepenuhnya merupakan stimulus yang dapat menggerakkan perekonomian di
Provinsi DKI Jakarta karena sebagian kegiatannya berada di luar Provinsi DKI
Jakarta, dalam hal ini Provinsi DKI Jakarta hanya menjadi tempat pencairan
anggaran saja.
BAB I
PERKEMBANGAN INDIKATOR
EKONOMI REGIONAL
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 1
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


Bab I Perkembangan
Indikator Ekonomi
Regional








1.1. Perkembangan Indikator Harga, Pendapatan dan Konsumsi

1.1.1 I n f l a s i
Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan
terus-menerus (kontinyu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat
disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain konsumsi masyarakat yang meningkat,
berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan akibat adanya
ketidaklancaran distribusi barang. Inflasi di Provinsi DKI Jakarta lebih besar
dipengaruhi kebijakan pemerintah seperti kenaikan harga BBM dan permintaan
kebutuhan makanan menjelang hari raya.
Kenaikan harga-harga di Provinsi DKI Jakarta pada bulan Desember 2013,
mengakibatkan inflasi sebesar 0,78%, naik sebesar 0,64% dibanding bulan
November sebesar 0,14%. Penyebab terjadinya inflasi terutama didorong oleh
kenaikan harga-harga kelompok bahan makanan sebesar 0,05%; makanan jadi,
minuman, rokok & tembakau sebesar 0,3%; perumahan, air, listrik, gas, dan bahan
bakar sebesar 0,2%; sandang sebesar -0,01%; kesehatan 0%; pendidikan,
rekreasi, dan olahraga sebesar 0,01%; serta transpor, komunikasi, dan jasa
keuangan sebesar 0,23%.



Dalam Bab ini diuraikan beberapa perkembangan indikator ekonomi regional yang
meliputi: indikator harga, pendapatan dan konsumsi, indikator demografis, serta
beberapa indikator terpilih yang mempengaruhi perkembangan perekonomian di Provinsi
DKI Jakarta
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 2
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


Grafik 1.1
Sumbangan Kelompok Pengeluaran Terhadap Inflasi
Provinsi DKI Jakarta
Desember 2013

Sumber: diolah dari data BPS
Tingkat inflasi Provinsi DKI Jakarta bulan Desember 2013 sebesar 0,78%,
lebih tinggi dibanding inflasi nasional pada
bulan yang sama sebesar 0,55%. Namun
demikian dilihat dari polanya, perkembangan
inflasi Provinsi DKI Jakarta dan nasional
memiliki pola yang sama, dikarenakan bobot
inflasi Provinsi DKI Jakarta terhadap inflasi
nasional secara keseluruhan sekitar 29%.
Kontribusi ini membuat pergerakan harga di Provinsi DKI Jakarta bisa memberi
andil yang cukup besar pada pergerakan harga pada level nasional.
Pola tingkat inflasi Provinsi DKI Jakarta dan nasional tahun 2013 yang
mencapai tingkat tertinggi di bulan Juli dan Agustus disebabkan kebijakan
pemerintah tentang kenaikan harga BBM Premium dan Solar, meningkatnya
pengeluaran untuk keperluan sekolah dimana pada periode tersebut dimulai tahun
ajaran baru, dan yang tak kalah pentingnya adalah pada bulan Juli dan Agustus
bertepatan dengan datangnya bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri.
Sementara di bulan Desember karena masyarakat menghadapai hari besar Natal
dan Tahun Baru.



Inflasi di Provinsi DKI Jakarta
Desember 2013 sebesar 0,78
Inflasi Nasional Desember
2013 sebesar 0,55

Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 3
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


Grafik 1.2
Inflasi Provinsi DKI Jakarta dan Nasional Per Bulan
Tahun 2013

Sumber: diolah dari data BPS

Dampak inflasi meskipun masih dalam kategori inflasi rendah, berpengaruh
terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi DKI Jakarta. Secara komulatif PDRB
Provinsi DKI Jakarta tahun 2013 tumbuh sebesar 6,11% sedikit lebih lambat
dibandingkan dengan tahun 2012 yang mencapai 6,53%. Inflasi yang diperkirakan
berdampak pada pengeluaran per kapita
penduduk, menunjukan sebaliknya yaitu
peningkatan pengeluaran atau konsumsi
masyarakat. Tahun 2012 pengeluaran per
kapita penduduk sebesar Rp 1.488.183,-
dengan inflasi sebesar 4,52%, meningkat di
tahun 2013 menjadi Rp 1.528.429,- dengan tingkat inflasi sebesar 8%.














PDRB Provinsi DKI Jakarta
perkapita tahun 2013
Rp 126,12 juta sedangkan
tahun 2012 Rp 111,91 juta

Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 4
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


Grafik 1.3
Tingkat Inflasi dan Rata-Rata Pengeluaran Per Kapita Per Bulan
Provinsi DKI Jakarta
Tahun 2010 s.d 2013

Sumber: diolah dari data BPS

Peningkatan PDRB per kapita penduduk di tahun 2013 mencapai Rp 126,12
juta dibanding tahun 2012 sebesar Rp 111,91 juta, mempengauhi peningkatan
konsumsi (daya beli) masyarakat meskipun terjadi inflasi. Selain itu besarnya
konsumsi masyarakat tidak terlepas dari kebijakan pemerintah dalam
mengendalikan tingkat inflasi akibat kenaikan harga-harga barang dan jasa,
terutama pada saat kebutuhan masyarakat akan barang dan jasa meningkat seperti
hari raya. Kebijakan pengendalian inflasi melalui pemantauan ketersediaan barang
dan distribusinya, salah satunya dilakukan melalui operasi pasar, impor gula, beras,
dan daging. Kemudian penyediaan infrastruktur, seperti jalan dan pelabuhan, untuk
memperlancar arus barang dan mengurangi biaya tinggi.

1.1.2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Pertumbuhan ekonomi Provinsi DKI Jakarta berdasarkan PDRB atas dasar
harga berlaku tiap tahunnya menunjukan tren peningkatan. PDRB Provinsi DKI
Jakarta tahun 2010 sebesar Rp 861,99 trilyun meningkat menjadi Rp 982,52 trilyun
di tahun 2011, meningkat menjadi Rp 1.103,74 trilyun tahun 2012 dan tahun 2013
mencapai Rp 1.255,9 trilyun. Nilai PDRB Provinsi DKI Jakarta merupakan yang
terbesar dibanding provinsi lain dan berkontribusi sekitar 16-17% dari total
nasional.

Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 5
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


Grafik 1.4
Perkembangan PDRB Provinsi DKI Jakarta dan Nasional
Tahun 2010 s.d 2013
(trilyun rupiah)


Sumber: diolah dari data BPS

Selama ini kontribusi terbesar pertumbuhan ekonomi Provinsi DKI Jakarta
adalah sektor konsumsi masyarakat. Konsumsi masyarakat yang besar,
mencerminkan pendapatan per kapita penduduk yang besar dan hal tersebut
menjadi indikator kesejahteraan masyarakatnya. Komponen konsumsi rumah
tangga selama tahun 2013 memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB
Provinsi DKI Jakarta sebesar 57,56% atau Rp 722.944,64 milyar, meningkat
dibanding tahun 2012 yang mencapai 56,88%. Kontribusi terbesar kedua ada pada
komponen ekspor sebesar 54,57%, yang ketiga adalah komponen PMTB +
perubahan stok sebesar 37,81%, berikutnya adalah komponen konsumsi
pemerintah sebesar 9,79%.
Dilihat dari laju pertumbuhannya, secara umum selama tahun 2013 PDRB
sebesar 6,11%. Komponen konsumsi rumah tangga mengalami pertumbuhan
terbesar, yaitu 5,81%. Terbesar kedua adalah komponen PMTB dan konsumsi
pemerintah, masing-masing sebesar 5,27% dan 4,67%. Dan terkecil kenaikannya
adalah komponen ekspor yang tumbuh sebesar 3,5%.




Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 6
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


Grafik 1.5
PDRB Menurut Pengeluaran Usaha dan Laju Pertumbuhannya
Tahun 2013
(dalam %)


Sumber: diolah dari data BPS

Sebagai Kota Jasa pertumbuhan PDRB Provinsi DKI Jakarta dari sisi
lapangan usaha disumbangkan peran tiga sektor utama yakni sektor keuangan-real
estat-jasa perusahaan, sektor perdagangan-hotel-restoran, serta sektor industri
pengolahan. Tahun 2013 PDRB lapangan usaha, sekitar 72,21% berasal dari
sektor tersier (perdagangan, hotel dan
restoran; keuangan, real estat dan jasa
keuangan, jasa lainnya; dan pengangkutan
dan komunikasi), sebesar 27,27% berasal
dari sektor sekunder (industri pengolahan,
konstruksi, dan listrik-gas-air bersih) dan
sebesar 0,52% dari sektor primer (pertanian dan pertambangan).













Tiga sektor utama jasa di
Provinsi DKI Jakarta yaitu
sektor keuangan-real estate,
sektor perdagangan-hotel
restoran, sektor industri
pengolahan

Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 7
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


Tabel 1.1
PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2013

Lapangan Usaha
Nilai
(milyar Rp)
Struktur
(%)
(1) (2) (3)
Sektor Tersier 72,21
1. Perdagangan, Hotel dan Restoran 265.127,74 21,11
2. Pengangkutan dan Komunikasi 131.763,26 10,49
3. Keuangan, Rel Estat, dan Jasa Perusahaan 348.546,44 27,75
4. Jasa-Jasa 161.444,66 12,85
Sektor Sekunder 27,27
1. Industri Pengolahan 191.337,11 15,23
2. Konstruksi 140.171,54 11,16
3. Listrik Gas dan Air Bersih 11.023,86 0,88
Sektor Primer 0,52
1. Pertanian 1.044,23 0,08
2. Pertambangan dan Penggalian 5.466,95 0,44
PDRB 1.255.925,78 100,00
Sumber: diolah dari data BPS

Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Provinsi DKI Jakarta berkontribusi
terhadap tingkat kemakmuran atau kesejahteraan penduduk Jakarta. Hal tersebut
tercermin dari PDRB per kapita Provinsi DKI Jakarta atas dasar harga berlaku pada
tahun 2013 yang mencapai 126,12 juta rupiah atau meningkat 12,7% dibanding
tahun 2012 sebesar 111,91 juta rupiah. Dengan demikian ada korelasi bahwa
pertumbuhan perekonomian akan meningkatkan PDRB per kapita.

Grafik 1.6
PDRB, PDRB Per Kapita dan Pengeluaran Per Kapita Per Bulan
Provinsi DKI Jakarta
Tahun 2010 s.d 2013


Sumber: diolah dari data BPS

Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 8
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


Pendapatan perkapita yang tinggi, berbanding lurus dengan nilai
pengeluaran konsumsi rumah tangga yang meningkat yang berkontribusi besar
terhadap pertumbuhan perekonomian Provinsi DKI Jakarta. Tahun 2013
pengeluaran dan konsumsi per kapita per bulan penduduk Provinsi DKI Jakarta
sebesar Rp 1,53 juta, meningkat dibanding Tahun 2012 sebesar Rp 1,49 juta. Data
survey BPS rata-rata biaya hidup (nilai
konsumsi rumah tangga) per bulan di Provinsi
DKI Jakarta tahun 2012 sebesar Rp 7,5 juta
dengan rata-rata jumlah anggota rumah
tangga 4,1 orang. Rata-rata biaya hidup di
Provinsi DKI Jakarta lebih tinggi dari nilai
rata-rata nasional sebesar Rp 5,58 juta per bulan. Proporsi pengeluaran (konsumsi)
rata-rata penduduk Provinsi DKI Jakarta berdasarkan data tahun 2012, adalah
36,53% untuk konsumsi makanan, dan 63,47% untuk konsumsi bukan makanan.

Konsumsi penduduk untuk makanan,
terbesar adalah makanan dan minuman jadi
sebesar 35,70%. Diikuti konsumsi padi-
padian sebesar 10,15% serta tembakau dan
sirih sebesar 10,46%. Sementara konsumsi
bukan makanan, terbesar adalah untuk
konsumsi perumahan dan bahan bakar sebesar 51,44%. Kemudian diikuti
konsumsi aneka barang dan jasa sebesar 22,06% dan biaya pendidikan sebesar
8,05%. Besarnya konsumsi rumah tangga non makanan, mencerminkan kondisi
penduduk Jakarta yang sejahtera. Artinya untuk kebutuhan pokok (makanan) telah
terpenuhi dengan porsi yang kecil dibandingkan pendapatannya, sehingga porsi
terbesar digunakan untuk konsumsi kebutuhan lainnya.
Konsumsi rumah tangga yang besar selain karena faktor pendapatan yang
tinggi, tidak terlepas dari kebijakan pemerintah dalam mengendalikan laju inflasi,
agar harga-harga barang yang dibutuhkan masyarakat tidak meningkat. Inflasi yang
rendah akan mendorong dunia usaha meningkatkan produksi barang dan jasa
karena meningkatnya konsumsi masyarakat terhadap barang dan jasa.
Meningkatnya kapasitas produksi akan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Rata-rata biaya hidup (konsumsi
rumah tangga) per bulan di
Provinsi DKI Jakarta tahun 2012
sebesar Rp 7,5 juta sedangkan
rata-rata nasional Rp 5,58juta
(dengan asumsi rata-rata jumlah
anggota keluarga 4 orang)


Gini ratio di Provinsi DKI
Jakarta tahun 2012 adalah
0,42, sedangkan tahun 2013
sebesar 0,43
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 9
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


1.1.3 Gini Ratio
Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan
pembangunan. Dengan demikian makin tingginya pertumbuhan ekonomi biasanya
makin tinggi pula kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi Provinsi DKI
Jakarta tahun 2013 sebesar 6,11% dan PDRB per kapita Provinsi DKI Jakarta
tahun 2013 mencapai Rp 126,12 juta, menunjukkan pertumbuhan ekonomi
berdampak meningkatnya tingkat kemakmuran penduduk. Indikator Kemakmuran
penduduk salah satunya adalah meratanya distribusi pendapatan penduduk.
Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Provinsi DKI Jakarta ternyata tidak
dikuti dengan pemerataan pendapatan penduduknya. Rasio ketimpangan
pendapatan (gini rasio), menunjukkan ketimpangan distribusi pendapatan yang
semakin meningkat, yaitu sebesar 0,42 tahun 2012 dan meningkat menjadi sebesar
0,43 pada tahun 2013 atau kategori ketimpangan sedang.

Grafik 1.7
Perkembangan PDRB dan Gini Ratio Provinsi DKI Jakarta
Tahun 2010 s.d 2013

Sumber: diolah dari data BPS

Dari sisi pengeluaran dan konsumsi per kapita penduduk, ketimpangan
pendapatan dapat diindikasikan melalui besarnya pengeluaran dan konsumsi per
bulan penduduk. Besarnya pendapatan berbanding lurus dengan konsumsi atau
pengeluaran penduduk. Tahun 2011 pengeluaran rata-rata per kapita per bulan
penduduk Provinsi DKI Jakarta kisaran Rp 1 juta ke atas, sebanyak 43,51% dari
jumlah penduduk. Untuk kisaran pengeluaran Rp 500 ribu sampai dengan Rp 999
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 10
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


ribu sebanyak 40%, dan pengeluaran di bawah Rp 500 ribu, sebanyak 16,49%.
Dengan pengeluaran per kapita per bulan yang mencapai Rp 1,5 juta, terdapat
ketimpangan pendapatan dimana 16,49% pengeluaran per bulan penduduk di
bawah Rp 500 ribu.

Grafik 1.8
Pengeluaran Per Kapita per Bulan Menurut Golongan Pengeluaran
Tahun 2012


Sumber: diolah dari data BPS

Dari sisi status pekerjaan, ketimpangan pendapatan diindikasikan pada
tenaga kerja di sektor informal yang berpenghasilan rendah dan tidak adanya
jaminan kepastian usaha di masa depan, dibanding pekerja di sektor formal.
Keterbatasan kepemilikan aset, sulitnya akses permodalan (perbankan) dan
pendidikan rendah (tidak terdidik/terlatih), menjadikan pekerja informal sulit untuk
meningkatkan pendapatannya. Berdasarkan data bulan Agustus 2013, pekerja
sektor formal sebanyak 3.34 juta orang atau 70,96% dari 4,71 juta penduduk yang
bekerja, dan sektor informal sebanyak 1.37 juta orang atau 29,04%.
Masalah pengangguran turut mempengaruhi ketimpangan pendapatan,
dimana dalam sebuah keluarga akan menjadi tanggungan bagi orang yang bekerja.
Menanggung biaya hidup penduduk yang tidak bekerja akan mengurangi nilai
penghasilannya. Selain itu juga pengangguran akan berpotensi meningkatkan
jumlah pekerja informal, karena tidak terserap dalam lapangan kerja formal,
khususnya bagi angkatan kerja yang berpendidikan rendah dan tidak terlatih.
Berkurangnya nilai pendapatan dan meningkatnya jumlah pekerja informal akan
semakin meningkatkan kesenjangan pendapatan penduduk.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 11
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


1.2. Perkembangan Indikator Demografis

1.2.1 Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index/HDI)
Pengukuran keberhasilan pembangunan suatu negara tidak hanya ditandai
oleh tingginya pertumbuhan ekonomi, tetapi mencakup pula kualitas manusia.
Sehingga konsep pengukuran keberhasilan pembangunan harus berorientasi pula
pada manusia, yaitu bagaimana pertumbuhan ekonomi mampu dirasakan seluruh
lapisan masyarakat dan meningkatkan kualitas masyarakat sebagai manusia.
Pembangunan manusia dapat menjadi indikator keberhasilan pembangunan suatu
wilayah, yang mencakup tiga dimensi pokok yaitu umur panjang, pengetahuan dan
standar kehidupan layak dapat dilihat dari perkembangan indeks pembangunan
manusia (IPM).

Angka IPM Provinsi DKI Jakarta pada
tahun 2010 sebesar sebesar 77,60 lalu
meningkat menjadi sebesar 77,97 di tahun
2011 dan kembali meningkat menjadi 78,33 di
tahun 2012. Angka IPM Provinsi DKI Jakarta
lebih tinggi dari IPM Nasional, hal tersebut
menandakan tingkat kesejahteraan penduduk Provinsi DKI Jakarta lebih tinggi
dibanding dengan daerah lainnya. Tingginya Angka IPM Provinsi DKI Jakarta
khususnya tahun 2012, didukung keberhasilan dari komponen pembentuk IPM
yaitu Angka Harapan Hidup yang mencapai 73,5 tahun, Angka Melek Huruf
mendekati 100% yaitu 99,21%, dan kemudian Rata-rata Lama Sekolah sebesar
10,98 tahun atau setara kelas 2 SLTA serta Pendapatan Perkapita Disesuaikan
yang mencapai Rp 635.290,-.









IPM di Provinsi DKI Jakarta
tahun 2010 sebesar 77,60,
tahun 2011 sebesar 77.97,
dan tahun 2012 sebesar 78,33
(daerah berkembang dengan
tingkat kesejahteraan
menengah keatas)

Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 12
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


Grafik 1.9
Indeks Pembangunan Manusia

Sumber: BPS Infostat Provinsi DKI Jakarta bulan Juli 2013

Nilai pembangunan manusia (IPM) oleh UNDP digunakan sebagai dasar
penilaian atas perkembangan suatu negara yang dibagi ke dalam kategori negara
maju, berkembang dan tertinggal. UNDP membagi penilaian perkembangan suatu
negara yang terbagi dalam empat kategori berdasarkan IPM-nya: sangat tinggi (95
ke atas), tinggi (80-94,9), menengah (60-79,9) dan rendah (0-59,9). Bila
didasarkan dengan penilaian standar yang digunakan UNDP, angka IPM sebesar
78,33 berarti Provinsi DKI Jakarta masuk dalam kategori daerah berkembang
dengan tingkat kesejahteraan menengah ke atas.













Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 13
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


Grafik 1.10
IPM per Provinsi di Indonesia


Sumber: diolah dari data BPS

1.2.2 Laju Pertumbuhan Penduduk
Laju Pertumbuhan Penduduk merupakan rata-rata tahunan laju perubahan
jumlah penduduk pada wilayah/daerah dan kurun waktu tertentu. Laju pertumbuhan
penduduk diproyeksikan dari jumlah penduduk pada kurun waktu tertentu yang
dibandingkan dengan jumlah penduduk pada kurun waktu sebelumnya. Jumlah
penduduk Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2010 mencapai 9,6 juta jiwa dan pada
tahun 2011 sebesar 10,2 juta jiwa. Sedangkan pada tahun 2012 dan 2013 masing-
masing diproyeksikan sekitar 9.9 juta jiwa dan 10,1 juta jiwa. Laju pertumbuhan
penduduk Provinsi DKI Jakarta pada kurun waktu yang sama mengalami
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 14
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


penurunan sejak tahun 2010 dan tahun 2013 diproyeksikan juga mengalami
penurunan.

Grafik 1.11
Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi DKI Jakarta
Tahun 2000 s.d 2013
(dalam ribuan)

Sumber: BPS Infostat Provinsi DKI Jakarta bulan Juli 2013

Komposisi penduduk Provinsi DKI Jakarta menurut usia, didominasi oleh
penduduk usia produktif (15-64 tahun) sebesar 72,52%. Persentase penduduk yang
belum produktif (0-14 tahun) dan yang tidak produktif di tahun 2013 terus
meningkat, dibanding tahun 2010. Kondisi ini menandakan semakin baik derajat
kesehatan masyarakat baik penduduk usia belum produktif (anak usia muda)
maupun penduduk lanjut usia. Dependency Ratio (DR) tahun 2013 sebesar 37,88,
ini berarti dari 100 penduduk usia produktif di Provinsi DKI Jakarta akan
menanggung secara ekonomi sebesar 37,88 penduduk usia tidak produktif.

Tabel 1.2
Komposisi Penduduk Menurut Umur
Tahun 2010 dan 2013

Kelompok Umur
Tahun
2010 % 2013 %
0 14 Tahun 2.297.746 23.91 2.429.343 24.08
15 64 Tahun 7.016.229 73.03 7.317.938 72.52
>65 Tahun 293.812 3.06 343.020 3.40
Total 9.607.787 100 10.090.301 100
Sumber : diolah dari data BPS
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 15
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


Jumlah penduduk yang besar menjadi positif bagi perekonomian Provinsi
DKI Jakarta, karena memperbesar pangsa pasar atas produk (tingkat konsumsi
masyarakat), sehingga dunia usaha akan meningkatkan produksinya. Dengan
persentase jumlah penduduk usia produktif yang besar (bonus demografi), akan
berkontribusi pada peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yaitu
peningkatan jumlah produksi karena tersedianya tenaga kerja (usia produktif) yang
besar. Dari data tahun 2010 sampai dengan 2013, peningkatan PDRB Provinsi DKI
Jakarta dipengaruhi oleh jumlah penduduk usia produktif yang mencapai 73%.

Grafik 1.12
Jumlah Penduduk dan PDRB Provinsi DKI Jakarta
Tahun 2012 s.d 2013

Sumber: diolah dari data BPS

Potensi jumlah penduduk dan persentase usia produktif yang besar, menjadi
fokus pemerintah dalam meningkatkan kualitas manusianya melalui sektor
pendidikan dan kesehatan. Prioritas tersebut sebagai upaya pemerintah dalam
menyiapkan penduduk usia kerja yang terdidik dan terlatih, sehingga berkontribusi
pada pertumbuhan perekonomian Provinsi DKI Jakarta.

1.2.3 Ketenagakerjaan
Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja (AK) secara
tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan
ekonomi. Dalam periode bulan Agustus 2012 dan Agustus 2013, penduduk usia
kerja (15 tahun ke atas) di Provinsi DKI Jakarta meningkat sebanyak 105.690
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 16
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


orang, yaitu sebanyak 7,5 juta orang pada tahun 2012 dan meningkat di tahun
2013 menjadi 7,61 juta orang. Jumlah angkatan kerja bulan Agustus 2013
mencapai 5,18 juta orang, berkurang 189 ribu orang dibanding bulan Agustus 2012
yaitu 5,37 juta orang. Jumlah penduduk yang bekerja pada bulan Agustus 2013
sebanyak 4,71 juta orang, berkurang 126 ribu orang jika dibanding pada bulan
Agustus 2012 sebanyak 4,84 juta orang.

Tabel 1.3
Penduduk Usia 15 Ke Atas Menurut Kegiatan Utama
Tahun 2012 dan 2013
(Ribu Orang)

Kegiatan Utama
Tahun
Agustus 2012 Agustus 2013
1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas 7.502,19 7.607,88
2. Angkatan Kerja 5.368,57 5.180,01
1. Bekerja 4.838,60 4.712,84
2. Penganggur 529,98 467,18
3. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK %)
71,56 68,09
4. Tingkat Pengangguran Terbuka
(TPT %)
9,87 9,02
Sumber: diolah dari data BPS

Jumlah pengangguran bulan Agustus 2013 sebanyak 467,18 ribu orang,
menurun 62,80 ribu orang dibanding bulan Agustus 2012 sebanyak 529,98 ribu
orang. Dalam kurun waktu tersebut, tingkat partisipasi angkatan kerja menurun
yaitu 71,56% di tahun 2012 menjadi 68,09% di tahun 2013. Begitu juga tingkat
pengangguran terbuka terjadi penurunan sebesar 0,85% dari 9,87% di tahun 2012
menjadi 9,02% di tahun 2013.
Berdasarkan pendekatan tiga sektor utama (Agriculture, Manufacture dan
Services), sektor jasa-jasa (Service) mendominasi dalam penyerapan tenaga kerja
di Provinsi DKI Jakarta. Selama bulan Agustus 2012 dan Agustus 2013 penyerapan
tenaga kerja pada sektor ini lebih dari 80%. Peningkatan sektor jasa-jasa ini
mengakibatkan penurunan penyerapan tenaga kerja sektor pertanian dan
pertambangan.



Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 17
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


Tabel 1.4
Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha
Bulan Agustus 2012 dan Agustus 2013
(Ribu Orang)

Lapangan Usaha
Tahun
2012 % 2013 %
Sektor Service
1. Perdagangan, Rumah Makan dan
Jasa Akomodasi
1.595,66 32,98 1.663,32 35,29
2. Transportasi, Pergudangan dan
Komunikasi
438,55 9,06 429,30 9,11
3. Lembaga Keuangan, Real Estat
dan Jasa Perusahaan
434,80 8,99 472,90 10,03
4. Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan
Perorangan
1.440,37 29,77 1.247,05 26,46
Sektor Manufacture
1. Industri 706,87 14,61 682,26 14,48
2. Listrik, Gas dan Air 6,11 0,13 6,86 0,15
3. Konstruksi 175,91 3,64 179,65 3,81
Sektor Agriculture
1. Pertanian, Kehutanan dan
Perikanan
25,50 0,53 15,51 0,33
2. Pertambangan dan Penggalian 14,83 0,31 16,01 0,34
Total 4.838,60 100 4.712,84 100
Sumber: diolah dari data BPS

Sebagai Kota Jasa, tenaga kerja penduduk Jakarta banyak terserap di
sektor jasa, kemudian diikuti sektor manufacture dan terakhir di sektor Agriculture.
Berdasarkan status pekerjaan, ketenagakerjaan dibedakan menjadi kegiatan formal
dan informal. Klasifikasi formal adalah mereka yang bekerja sebagai
buruh/karyawan dan yang berusaha dibantu buruh tetap, sedangkan status lainnya
masuk dalam klasifikasi informal. Berdasarkan data bulan Agustus 2013, pekerja
sektor formal sebanyak 3,34 juta orang atau 70,96% dari 4,71 juta penduduk yang
bekerja, dan sektor informal sebanyak 1,37 juta orang atau 29,04%.








Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 18
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


Grafik 1.13
Klasifikasi Status Pekerjaan Penduduk Provinsi DKI Jakarta
Tahun 2013

Sumber: diolah dari data BPS

Bertambahnya penduduk khususnya usia produktif, pengangguran dan
pekerja sektor informal harus menjadi perhatian Pemerintah Daerah Provinsi
Jakarta, meskipun penyerapan tenaga kerja sektor formal mencapai 80%. Hal ini
terkait upaya pemerintah untuk pemerataan hasil pembangunan, terutama dari sisi
pemerataan pendapatan. Ketiganya sangat mempengaruhi keberhasilan
pemerataan pendapatan, karena selain menjadi beban tanggungan bagi yang
bekerja, termasuk juga akan meningkatkan pekerja sektor informal yang sulit
meningkatkan pendapatannya.

1.2.4 Kesejahteraan
Pertumbuhan perekonomian Provinsi DKI Jakarta yang meningkat tiap
tahunnya, dan didukung nilai Indeks Pembangunan Manusia sebesar 78,33,
merupakan indikator bahwa pertumbuhan perekonomian Provinsi DKI Jakarta
diikuti oleh peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan IPM sebesar 78,33,
posisi Provinsi DKI Jakarta termasuk kategori daerah sejahtera menengah atas.
Namun berdasarkan data BPS, pertumbuhan perekonomian Provinsi DKI Jakarta
belum secara signifikan mengurangi jumlah penduduk miskin. Jumlah penduduk
miskin di Jakarta tahun 2011 sebesar 3,75% dan menurun pada tahun 2012
menjadi 3,69% (berkurang 0,06%). Pada tahun 2013 jumlahnya menjadi 3,55%
(berkurang sebesar 0,14%) dari total penduduk. Meskipun masih dalam kategori
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 19
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


rendah dan terus menurun jumlahnya, pertumbuhan ekonomi Jakarta dapat
dikatakan belum sepenuhnya dinikmati dan mensejahterakan sebagian
penduduknya.

Grafik 1.14
Perkembangan PDRB dan Penduduk Miskin Provinsi DKI Jakarta
Tahun 2011 s.d 2013


Sumber: diolah dari data BPS

Secara makro, jumlah penduduk miskin dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan,
karena Garis Kemiskinan dipergunakan sebagai batas untuk mengelompokkan
penduduk menjadi miskin atau tidak miskin. Penduduk miskin adalah penduduk
yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan di bawah Garis
Kemiskinan (GK). Komoditi yang paling penting bagi penduduk miskin adalah
beras. Pada bulan September 2013, sumbangan pengeluaran beras terhadap Garis
Kemiskinan Makanan sebesar 25,84%. Selain beras, barang-barang kebutuhan
pokok lain yang berpengaruh cukup besar terhadap Garis Kemiskinan adalah rokok
kretek filter (18,84%), telur ayam ras (6,25%), daging ayam ras (4,41%) mie instan
(4,34%), ikan kembung (2,99%), gula pasir (2,94%), tempe (2,83%), dan tahu
(2,58%), serta kopi (2,47%).





Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 20
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


Grafik 1.15
Sepuluh Komoditi yang Memberi Sumbangan Besar Terhadap Garis
Kemiskinan
Bulan September 2013


Sumber: diolah dari data BPS

Garis Kemiskinan (GK) bulan September 2013 sebesar Rp 434.322,- per
kapita per bulan. Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis
Kemiskinan September 2013 sebesar 64,17% (Rp 278.706,-), sedangkan
sumbangan Garis Kemiskinan Non Makanan terhadap Garis Kemiskinan sebesar
35,83% (Rp 155.615,-).

Tabel 1.5
Garis Kemiskinan di Provinsi DKI Jakarta
Bulan September Tahun 2012 dan 2013

Bulan
Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln)
Makanan Bukan Makanan Total
(1) (2) (3) (4)
September 2012
253.839
(64,66%)
138.732
(35,34%)
392.571
(100%)

September 2013
278.706
(64,17%)
155.615
(35,83%)
434.322
(100%)

Sumber: Susena September 2012, Maret dan September 2013

Besarnya peranan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan khususnya
beras (25,84%), menunjukkan bahwa beras sebagai kebutuhan pokok berpengaruh
besar terhadap kemiskinan. Kebijakan pemerintah untuk penanggulangan
kemiskinan khususnya dari komponen makanan adalah menjaga kestabilan harga
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 21
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


dan penyediaan beras. Bantuan beras miskin, kebijakan penyediaan stok beras
melalui impor beras dan program swasembada beras, bagian dari upaya
pemerintah agar kebutuhan pokok tersebut dapat dibeli masyarakat. Program
bantuan langsung tunai akibat dampak kebijakan yang mengakibatkan
meningkatnya harga barang, ditujukan untuk mengurangi dampak tersebut kepada
masyarakat miskin, sehingga masyarakat tetap mampu membeli kebutuhan
pokoknya (beras).
Untuk komoditi bukan makanan seperti pendidikan dan kesehatan, upaya
yang dilakukan adalah dengan peningkatan kapasitas masyarakat miskin
(pembangunan kualitas manusia) dilakukan melalui program bantuan langsung
tunai, program pemberdayaan agar penduduk miskin mampu meningkatkan
pendapatannya, dan program di bidang pendidikan berupa sekolah gratis dan
bidang kesehatan melalui program kartu sehat.

1.3. Perkembangan Indikator Sektoral Terpilih

Indikator-indikator Sektoral terpilih akan menyajikan Aspek Kesehatan,
Pendidikan, dan Transportasi.

1.3.1 Kesehatan
Pertumbuhan ekonomi tidak saja dilihat dari indikator ekonomi, indikator
sosial seperti kualitas manusia turut berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi
sebagai pelaku utama pembangunan. Sektor kesehatan sebagai bagian dari
komponen pembentuk kualitas manusia, merupakan salah satu sektor yang sangat
strategis untuk mencapai peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tersedianya
sarana kesehatan terutama rumah sakit, puskesmas, dan tenaga kesehatan
khususnya dokter, perawat dan bidan yang ideal dalam jumlah dan kualitas adalah
suatu keharusan.
Perkembangan sarana kesehatan Provinsi DKI Jakarta sejak tahun 2009
sampai dengan 2012 tidak begitu signifikan peningkatannya, dibanding dengan
tenaga kesehatan, terutama dokter, apoteker dan bidan. Fokus pemerintah adalah
meningkatkan kualitas pelayanan melalui rehabilitasi sarana dan peningkatan SDM
tenaga kesehatan. Dalam meningkatkan kualitas pelayanan, Pemerintah Provinsi
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 22
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


DKI Jakarta telah menambah fasilitas pelayanan kesehatan yang mendapat
sertifikat ISO 9001 tahun 2008 yaitu 4 RSUD, 44 Puskesmas Kecamatan, serta 98
Puskesmas Kelurahan.

Grafik 1.16
Perkembangan Fasilitas dan Tenaga Kesehatan Provinsi DKI Jakarta
Tahun 2009 s.d 2012


Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta

Tahun 2012 jumlah rumah sakit di Provinsi DKI Jakarta sebanyak 196 unit,
Puskesmas sebanyak 340 dan Posyandu sebanyak 4.245 unit. Rasio Pelayanan
rumah sakit dan Puskesmas terhadap penduduk, saat ini telah memenuhi syarat
pelayanan. Untuk rumah sakit dasar perhitungannya adalah jumlah tempat tidur
yang tersedia di rumah sakit, yaitu satu tempat tidur untuk 1.000 penduduk.
Dengan jumlah penduduk Jakarta tahun 2012 sekitar 10 juta orang, maka
diperlukan minimal 10 ribu tempat tidur. Berdasarkan data tahun 2011, kapasitas
tempat tidur rumah sakit di Provinsi DKI Jakarta yang tersedia sebanyak 11.042
tempat tidur. Dengan demikian jumlah rumah sakit di Jakarta di atas standar WHO,
dengan rasio 1,1 per 1.000 penduduk.
Rasio Puskesmas dengan jumlah 340 unit terhadap penduduk, mencapai
0,034 berarti satu puskesmas melayani 29.411 orang. Jumlah tersebut memenuhi
standar nasional dimana satu Puskesmas melayani 30.000 orang. Sementara
untuk 4.245 unit Posyandu dengan jumlah balita sebanyak 861.581, rasionya
mencapai 4,93 dengan penjelasan 1.000 balita dilayani oleh 4 sampai 5 posyandu,
atau 1 posyandu melayani 200 sampai 250 balita. Pelayanan yang ideal Posyandu
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 23
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


adalah melayani 80 sampai 100 balita. Dengan demikian Provinsi DKI Jakarta
masih kekurangan Posyandu sebanyak 8.275 unit.

Grafik 1.17
Jumlah Fasilitas Kesehatan dan Rasio per 1.000 Penduduk
Tahun 2012

Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta dan Kemenkes RI, data diolah

Tersedianya tenaga kesehatan yang cukup dalam jumlah dan kualitas
sebagai penggerak pelayanan kesehatan, menjadikan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat akan semakin baik. Rasio tenaga kesehatan terhadap
penduduk merupakan indikator untuk mengetahui cakupan pelayanan dari tenaga
kesehatan kepada penduduk. Sehingga bisa diketahui berapa banyak penduduk
yang dilayani dan jumlah ideal tenaga kesehatan agar pelayanan dapat optimal. Di
Provinsi DKI Jakarta rasio dokter terhadap penduduk adalah 78,9 dalam arti satu
dokter melayani 1.250 penduduk. Sementara WHO menetapkan jumlah ideal
dokter yaitu 40 dokter per 100.000 penduduk atau satu dokter melayani 2.500
orang. Dari sisi jumlah, dokter di Provinsi DKI Jakarta sudah cukup.
Sementara untuk bidan rasionya adalah 21,5, atau satu bidan melayani
4.651 orang. Idealnya satu bidan melayani 1.000 sampai dengan 1.300 orang
sebagaimana target yang ditetapkan Kemenkes untuk tahun 2014 sebanyak 75
bidan per 100.000 penduduk. Dengan demikian untuk mencapai ideal tenaga
bidan, Provinsi DKI Jakarta masih memerlukan tambahan tenaga bidan. Untuk
jumlah perawat, saat ini 1 perawat melayani 495 orang, di atas target ideal yang
ditetapkan Kemeterian Kesehatan yaitu 158 perawat per 100.000 penduduk atau
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 24
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


satu perawat melayani 633 orang. Apoteker (farmasi) saat ini berjumlah 1.650
orang, dimana satu apoteker melayani 5.988 orang. Hal ini telah cukup ideal dan
melebihi target yang ditetapkan sebesar 12 apoteker per 100.000 penduduk atau
satu apoteker melayani 8.300 orang. Untuk kader Posyandu, jumlah kader minimal
yang ideal per Posyandu sebanyak 5 orang (Benny, 2005). Dan di Provinsi DKI
Jakarta sudah memenuhi syarat ideal, karena rata-rata satu posyandu terdiri dari 5
kader.

Grafik 1.18
Jumlah Tenaga Kesehatan dan Rasio Per 100.000 Penduduk
Tahun 2012

Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta dan Kemenkes RI, data diolah

Penyediaan sarana kesehatan dan tenaga kesehatan yang ideal adalah
untuk tercapainya kualitas atau derajat kesehatan penduduk yang memadai.
Indikator yang menujukkan perbaikan kualitas kesehatan antara lain adalah
penurunan angka kematian bayi, peningkatan angka harapan hidup serta
persentase balita yang pernah diimunisasi. Angka kematian bayi penduduk
Provinsi DKI Jakarta memenuhi target MDGs, yaitu berada pada kisaran 22 per
seribu kelahiran pada tahun 2012. Sementara angka kematian bayi berdasarkan
target sebesar 23 per seribu kelahiran. Secara nasional hanya Kalimantan Timur
sebesar 21 per 1.000 kelahiran dan Provinsi DKI Jakarta yang memenuhi target
MDGs. Selebihnya belum mencapai target dan angka kematian bayi terbesar
berada di Provinsi Papua Barat sebesar 74 per seribu kelahiran.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 25
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


Rendahnya angka kematian bayi di Provinsi DKI Jakarta, tidak terlepas dari
tersedianya sarana kesehatan (rumah sakit, Puskesmas dan Posyandu) yang
memadai/ideal, dan jumlah tenaga kesehatan yang cukup serta partisipasi ibu dan
anak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Tingkat kunjungan ibu hamil untuk
memeriksakan kesehatan dan kehamilan di Provinsi DKI Jakarta tertinggi dibanding
provinsi lainnya yaitu 95,62%. Tingkat kunjungan tersebut di atas rata-rata nasional
sebesar 87,37% dan target Renstra sebesar 90%. Kunjungan ibu hamil terendah
berada pada Provinsi Papua sebesar 23,33% (belum mencapai target).
Pelayanan proses persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan (dokter
dan bidan) di Provinsi DKI Jakarta sebesar 96,17%. Persentase persalinan
tersebut lebih tinggi dari rata-rata nasional sebesar 89,68% dan target Renstra
sebesar 88%. Persentase tertinggi proses persalinan dengan bantuan tenaga
kesehatan adalah Provinsi DI Yogyakarta sebesar 99,85% dan terendah Provinsi
Papua sebesar 32,85%. Tersedianya sarana dan tenaga kesehatan yang cukup
dan mudah terjangkau, serta kesadaran yang tinggi penduduk Jakarta terkait
kesehatan khususnya ibu dan calon bayi, menjadikan hampir seluruh proses
persalinan dilakukan dengan tenaga kesehatan. Kondisi inilah yang berdampak
pada rendahnya kematian bayi di Provinsi DKI Jakarta.
Hal penting lainnya untuk menekan jumlah kematian bayi adalah pelayanan
bayi untuk mendapatkan imunisasi dasar lengkap, dimana bayi yang mendapat
imunisasi di Provinsi DKI Jakarta mencapai 80,1%. Persentase bayi yang
mendapat imunisasi tersebut masih di bawah nasional sebesar 82,5%. Provinsi
dengan persentase tertinggi bayi yang mendapat imunisasi adalah Provinsi Jawa
Barat sebesar 102,1% dan yang terendah adalah Provinsi Maluku sebesar 36,5%.
Sementara kunjungan bayi untuk mendapatkan pelayanan kesehatan mencapai
93,80%, lebih tinggi dari nasional sebesar 86,68% dan target Renstra sebesar
86%.








Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 26
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


Grafik 1.19
Persentase Angka Kematian Bayi dan
Cakupan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak
Tahun 2012


Sumber: diolah dari data BPS dan Kemenkes

Selama tahun 2010-2012 penduduk yang mengalami keluhan kesehatan
menunjukkan tren menurun. Penurunan tersebut menggambarkan bahwa derajat
kesehatan penduduk semakin membaik. Tahun 2010 sebanyak 33,81% penduduk
yang mengalami keluhan kesehatan, turun menjadi 32,92% di tahun 2012. Secara
rata-rata, angka harapan hidup penduduk Provinsi DKI Jakarta selama kurun waktu
2010-2012 mencapai 72,1 tahun.
Arah kebijakan Urusan Kesehatan tahun 2013 Pemda Provinsi DKI Jakarta
difokuskan untuk pencapaian target RPJMD urusan kesehatan, antara lain:
pelayanan kesehatan untuk seluruh keluarga miskin, meningkatkan akses
masyarakat terhadap sistem jaminan pembiayaan kesehatan melalui Program
Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat (PJKM), percepatan pembangunan
Puskesmas Rawat Inap, peningkatan pos pelayanan lansia di RW, peningkatan
kualitas dan jumlah tenaga kesehatan, serta penggerakkan balita ke Posyandu.
Pencapaian dari sektor kesehatan adalah tingkat harapan hidup penduduk yang
terus meningkat, dan angka kematian ibu dan anak yang menurun.

1.3.2 Pendidikan
Pendidikan merupakan sektor yang diprioritaskan dalam pembangunan di
Provinsi DKI Jakarta selain sektor kesehatan. Sektor pendidikan merupakan
komponen pembentuk indeks pembangunan manusia. Terkait dengan
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 27
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


perekonomian, sektor pendidikan mempersiapkan kualitas manusia yang unggul
sebagai subyek pembangunan. Dengan tingkat partisipasi pendidikan yang tinggi,
akan membentuk tenaga kerja terdidik dan terlatih, sehingga mudah terserap dalam
lapangan pekerjaan dan memiliki nilai tawar yang tinggi dalam pendapatan yang
dampaknya adalah penduduk yang sejahtera.
Lembaga pendidikan di Provinsi DKI Jakarta sebanyak 11.799, berstatus
negeri sebanyak 24% yaitu 2.833 unit dan sisanya 76% sebesar 8.955 unit
berstatus swasta. Hal ini menunjukkan investasi swasta di sektor pendidikan lebih
besar dibanding pemerintah. Hanya tingkat sekolah dasar investasi pemerintah
yang lebih besar dibanding swasta yaitu sebesar 64,2%. Dari total lembaga
pendidikan, jumlah penduduk yang berstatus murid atau mahasiswa sebanyak 3,38
juta orang dengan pendidik sebanyak 162.134 orang. Bila disandingkan dengan
data penduduk usia sekolah (usia 5-24 tahun) tahun 2012 sebesar 3,25 juta orang,
maka dapat disimpulkan bahwa seluruh penduduk usia sekolah di Provinsi DKI
Jakarta berstatus pelajar atau sedang mengikuti pendidikan.

Grafik 1.20
Jumlah Sekolah/Perguruan Tinggi Menurut Jenis Sekolah/Perguruan Tinggi
Di Provinsi DKI Jakarta
Tahun 2012/2013

Sumber: diolah dari data BPS

Dalam rangka meningkatkan mutu dan mencapai sumber daya manusia
yang berkualitas, serta proses belajar yang ideal, Kementerian Pendidikan Nasional
menetapkan maksimun siswa per kelas. Untuk TK per kelas ditetapkan maksimum
25 orang, SD/MI-SLTP/MTs-SMA/SMK/MA maksimum 40 orang per kelas. Dari sisi
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 28
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


ketersediaan sarana pendidikan di Provinsi DKI Jakarta sudah dapat memenuhi
kebutuhan penduduk akan pendidikan. Proses belajar cukup nyaman dan efektif,
dimana jumlah siswa per kelas untuk masing-masing jenis sekolah rata-rata
sebanyak 30 orang. Jumlah siswa untuk TK/TPA tiap kelas dari data di atas adalah
23 orang per kelas, untuk SD/MI per kelas rata-rata adalah 34 orang, SLTP/MTs
per kelas sebanyak 33 orang, SMA/MA per kelas sebanyak 28 orang, dan SMK per
kelas sebanyak 32 orang.

Grafik 1.21
Jumlah Ruang Kelas, Guru/Dosen dan Murid/Mahasiswa Menurut Jenis
Sekolah/Perguruan Tinggi Tahun 2012/2013

Sumber: diolah dari data BPS

Dari sisi jumlah tenaga pendidik, rasio pendidik terhadap siswa untuk
TK/TPA sebesar 96,5 per 1000 siswa. Hal ini berarti per seribu siswa dididik oleh
96-97 pendidik atau tiap pendidik mengajar sebanyak 10-11 siswa. Untuk pendidik
SD/MI rasionya sebesar 52,4 per seribu siswa, SLTP/MTs rasio sebesar 71,5 per
seribu siswa, SMA/MA rasio sebesar 96,9 per seribu siswa, dan untuk SMK rasio
guru terhadap siswa sebesar 78,95 per seribu siswa. Hal ini menunjukkan bahwa
Provinsi DKI Jakarta tidak kekurangan guru, bahkan cenderung berlebih bila dilihat
dari rasio pendidik terhadap jumlah siswa.





Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 29
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


Grafik 1.22
Rasio Guru Per Seribu Murid
Tahun 2012

Sumber: diolah dari data BPS

Hasil yang dicapai atas arah kebijakan Pemda Provinsi DKI Jakarta pada
sektor pendidikan adalah tingkat partisipasi masyarakat dalam bidang pendidikan
dan melek huruf yang tinggi. Tingkat partisipasi sekolah pada tahun 2012 pada usia
sekolah dasar (usia 7-12 tahun) sebanyak 98,97% dari jumlah keseluruhan anak
umur sekolah dasar. Persentasi tersebut lebih tinggi dari persentasi nasional
sebesar 97,95%. Sedangkan untuk pendidikan menengah (usia 13-16 tahun) angka
partisipasi masyarakat mencapai 93,79%, lebih tinggi dibanding nasional sebesar
89,66%. Dan untuk pendidikan lanjutan atas (usia 16-18 tahun) sebesar 60,81%,
masih dibawah nasional sebesar 61,06%. Capaian ini selain karena partisipasi
sekolah penduduk Jakarta yang tinggi, adalah rata-rata lama sekolah penduduk
usia 15 tahun ke atas yang mencapai 10,6 tahun (sekolah hingga SLTA). Rata-rata
lama sekolah penduduk Provinsi DKI Jakarta lebih tinggi dari provinsi lain dan rata-
rata nasional yaitu 8,1 tahun.







Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 30
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


Grafik 1.23
Angka Partisipasi Sekolah
Tahun 2012


Sumber: diolah dari data BPS

Sedangkan pada kriteria masyarakat yang sudah melek huruf, maka lebih
dari 99% penduduk di wilayah Provinsi DKI Jakarta telah dapat membaca atau
menulis. Pada periode tahun 2011 jumlah penduduk yang telah melek huruf
mencapai 98,83%, meningkat di tahun 2012 menjadi 99,07%. Persentase melek
huruf penduduk Provinsi DKI Jakarta lebih tinggi dari nasional yaitu 93,25% dan
tertinggi dibanding provinsi lainnya.

Grafik 1.24
Angka Melek Huruf Usia 15 Tahun


Sumber: diolah dari data BPS

Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 31
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


Tersedianya sarana pendidikan dan tenaga pendidik yang memadai,
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam Penyelenggaraan Urusan Pendidikan lebih
menargetkan untuk memantapkan pembangunan infrastruktur yang telah ada
seperti merehabilitasi gedung sekolah dan melengkapi sarana dan prasarana
sekolah yang belum memenuhi standar kurikulum. Fokus penyelenggaraan urusan
pendidikan oleh Pemda Provinsi DKI Jakarta lebih memberikan perhatian khusus
dalam peningkatan mutu lulusan pendidikan dasar dan menengah agar semakin
berkualitas.
Selain meningkatkan sarana dan prasarana bidang pendidikan, pada tahun
2013 ini Pemda Provinsi DKI Jakarta juga memberikan beasiswa pendidikan bagi
masyarakat yang kurang mampu/miskin. Pemda Provinsi DKI Jakarta membagikan
sejumlah Kartu Jakarta Pintar sebagai suatu terobosan dalam memberikan
beasiswa tersebut. Diharapkan dengan pembagian Kartu Jakarta Pintar tersebut
dapat memberikan kesempatan kepada setiap warga Jakarta untuk dapat
menikmati fasilitas pendidikan yang telah disediakan oleh pemerintah, mulai dari
pendidikan tingkat dasar sampai menengah.
Melalui pemberian beasiswa ini Pemda Provinsi DKI Jakarta telah berhasil
menurunkan angka putus sekolah tingkat SD dari 535 siswa pada tahun 2007
menjadi 347 siswa pada tahun 2011, serta tingkat SMP dari 1.875 siswa pada
tahun 2007 menjadi 1,176 siswa pada tahun 2011.
Peningkatan kompetensi tenaga pendidik juga dilakukan Pemda Provinsi
Provinsi DKI Jakarta melalui tugas belajar yaitu pendidikan Strata Satu (S1) dan
sertifikasi bagi guru SD dan SMP sebanyak 340 orang (2008), 1.294 orang (2009),
799 orang (2010) dan 12.915 orang (2011). Serta Strata Satu dan sertifikasi bagi
guru SMA/SMK sebanyak 3.187 orang (2008). Selain itu Strata Dua bagi guru
SMA/SMK sebanyak 28 orang.

1.3.3 Transportasi
Jumlah penduduk Provinsi DKI Jakarta yang semakin meningkat
berdampak pada peningkatan kebutuhan akan moda transportasi. Jumlah siswa
sebesar 3 juta orang melakukan aktivitas pendidikan dan 4,7 juta orang melakukan
aktivitas bekerja, sangat bergantung kepada alat transportasi, sehingga jalan dan
segala prasarananya sangat dibutuhkan. Dengan bertambahnya jumlah kendaraan
yang tidak sebanding dengan bertambahnya pembangunan jalan semakin
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 32
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


menambah kemacetan di Provinsi DKI Jakarta. Masalah transportasi/perhubungan
merupakan masalah yang menjadi perhatian, dimana kemacetan merupakan
masalah yang selalu dihadapi oleh kota besar seperti Jakarta. Oleh karena itu
Pemda Provinsi DKI Jakarta mengupayakan berbagai cara untuk mengurangi
tingkat kemacetan yang semakin tinggi tersebut.
Dari total kendaraan di Provinsi DKI Jakarta tahun 2012 sebanyak
6.154.523, sebesar 97% ber plat hitam (milik pribadi), plat merah 1,3%, dan plat
kuning atau angkutan umum sebesar 1,7%. Sepeda motor menjadi moda terbesar
yaitu 70,97% (4,4 juta kendaraan) diikuti sedan dan jeep sebesar 8,1% (467,5 ribu
kendaraan), dan untuk angkutan umum yang tersedia (sedan, mini bus, mikrolet
dan roda tiga) sebesar 0,02% (59,4 ribu kendaraan). Asumsi daya angkut angkutan
umum adalah rata-rata 10 orang, dengan jumlah 59,4 ribu angkutan baru dapat
menampung 594 ribu penumpang. Dengan demikian masih dibutuhkan angkutan
umum sebanyak 710.600 kendaraan.

Grafik 1.25
Jumlah Kendaraan di Provinsi DKI Jakarta
Tahun 2012

Sumber: diolah dari data BPS dan Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta

Dari data di atas penduduk yang melakukan aktivitas pendidikan dan
bekerja, yaitu 7,7 juta orang lebih banyak menggunakan kendaraan pribadi. Selain
kendaraan umum yang tersedia belum memenuhi kebutuhan ideal, yaitu murah dan
nyaman, faktor kesejahteraan (pendapatan penduduk yang tinggi) meningkatkan
jumlah kendaraan pribadi di Provinsi DKI Jakarta. Dalam menunjang aktivitas
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 33
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


penduduk, peningkatan sarana transportasi harus diimbangi dengan peningkatan
sarana jalan.

Grafik 1.26
Rasio Luas Jalan Terhadap Luas Wilayah Provinsi DKI Jakarta
Tahun 2012

Sumber: diolah dari data BPS dan Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta

Panjang jalan Provinsi DKI Jakarta menurut kewenangannya, pada tahun
2012 sebesar 6.955,84 km dengan luas jalan 41,3 km
2
. Total jalan tersebut terdiri
dari: jalan nasional sepanjang 152,57 km, jalan provinsi sepanjang 6.679,54 km,
dan jalan tol sepanjang 123,73 km. Dengan luas Provinsi DKI Jakarta sebesar
661,52 km
2
, rasio luas jalan raya Provinsi DKI Jakarta terhadap luas Provinsi DKI
Jakarta adalah sebesar 6,2%. Dengan rasio tersebut luas jalan di Provinsi DKI
Jakarta masih belum ideal, dimana minimal luas jalan yang ideal adalah 14% dari
total luas wilayah, yaitu 92,6 km
2
. Masih terdapat 7,8% luas jalan yang belum
dimanfaatkan. Sebagai pembanding negara Singapura yang memiliki luas hampir
sama, luas jalannya mencapai 12%.








Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 34
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


Grafik 1.27
Panjang Jalan Menurut Kewenangan
Tahun 2012
(km)

Sumber: Dinas PU Jalan Provinsi DKI Jakarta (2012)

Jalan raya merupakan salah satu prasarana penting dalam transportasi
darat, karena penghubung antar daerah dan sentra produksi dan distribusi dengan
wilayah pemasarannya. Dengan demikian jalan raya dapat berfungsi sebagai
stimulan bagi pertumbuhan ekonomi. Untuk mendukung mobilitas pengguna jalan,
khususnya penumpang yang menggunakan angkutan umum, Pemda Provinsi DKI
Jakarta telah menyiapkan sarana terminal kendaraan umum yang tersebar di 5
wilayah kota.
Sebagai pusat perekonomian, Provinsi DKI Jakarta mempunyai peran yang
strategis, mengingat sebagian besar ekspor dan impor (mobilitas barang/jasa)
Indonesia melalui Provinsi DKI Jakarta. Selain menyiapkan 18 terminal penumpang
dan 1 terminal barang, juga menyiapkan 3 pelabuhan (Tanjung Priuk, Sunda
Kelapa dan Muara Angke). Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan
distribusi barang masuk dan keluar Provinsi DKI Jakarta. Selain menyiapkan
transportasi darat dan laut, transporatsi udara disiapkan melalui Bandara
Soekarno-Hatta dan Halim Perdana Kusuma.
Dalam rangka mengantisipasi melonjaknya pengguna jalan raya dan untuk
menunjang transportasi, langkah yang dilakukan Pemda Provinsi DKI Jakarta
adalah:
1. Penerapan standar minimun kendaraan angkutan umum untuk kenyamanan
dan keamanan pengguna angkutan;
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 35
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


2. Penghapusan parkir ganda dan mengenakan saksi bagi pelanggar parkir,
dengan tujuan meningkatkan kedisiplinan pengendara agar tidak parkir
sembarangan yang menyebabkan kemacetan dan kesemrawutan;
3. Pengadaan kendaraan Busway selain untuk peremajaan, juga untuk mengisi
beberapa koridor yang telah ada;
4. Rencana membangun beberapa koridor di wilayah yang belum terlayani
Busway;
5. Pembuatan jalan tol dalam kota bekerjasama dengan Kementerian PU dan
jalan layang non tol (JLNT);
6. Pembangunan Mass Rapid Transit System (MRT) dan penyelesaian
pembangunan monorail yang sempat tertunda;
7. Rencana Pola Transportasi Makro (PTM) Jabodetabek, bertujuan untuk
membangun transportasi terpadu di Jabodetabek.





Untuk mendapatkan hasil kajian yang optimal, maka dalam persiapan penyusunan Kajian
Fiskal Regional Semester II Tahun 2013 dilakukan pertemuan dalam suatu Focus Group
Discussion antara Tim Penyusun KFR dengan Regional Economist wilayah Provinsi DKI
Jakarta yaitu I Kadek Dian Sutrisna Artha, Phd.




BAB II
PERKEMBANGAN
PELAKSANAAN ANGGARAN
PUSAT
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 36
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta

Bab II Perkembangan
Pelaksanaan
Anggaran Pusat






2.1 APBN Tingkat Provinsi DKI Jakarta

Alokasi APBN yang ditetapkan untuk satuan kerja yang berlokasi di wilayah
Provinsi DKI Jakarta merupakan alokasi yang diberikan terhadap satker setingkat
Kementerian/ Lembaga maupun eselon I.
Alokasi APBN Provinsi DKI Jakarta yang mencapai 74% dari total pagu
APBN, sebagian digunakan untuk pengeluaran ataupun belanja dengan lokasi di
luar Provinsi DKI Jakarta dan bahkan tersebar di seluruh wilayah Republik
Indonesia. Misalnya belanja yang dilakukan oleh Kementerian Peningkatan Daerah
Tertinggal (PDT), dimana lokasi pembangunan atau belanja modalnya berada di
wilayah timur Indonesia, demikian juga kementerian/lembaga yang lain.
Estimasi pendapatan negara dari Provinsi DKI Jakarta TA 2013 meningkat
17,43% dari TA 2012, sedangkan pagu belanja negara meningkat 12,66% dari TA
2012. Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah Provinsi DKI Jakarta TA 2013
sebesar Rp 584,56 trilyun berasal dari Pendapatan Perpajakan, Pendapatan Bukan
Pajak dan Hibah, mengalami peningkatan 18,48% jika dibandingkan dengan
Pendapatan Negara TA 2012.
Sedangkan realisasi belanja TA 2013, yang meliputi belanja pemerintah
pusat dan transfer ke daerah, meningkat 9,32% dari TA 2012. Transfer ke daerah
yang dibayarkan melalui KPPN Jakarta II merupakan transfer ke daerah untuk
seluruh Provinsi dan Kabupaten/Kota di Indonesia.

Dalam Bab ini diuraikan mengenai Profil APBN Provinsi DKI Jakarta berdasarkan I-
account, pendapatan pemerintah pusat, belanja pemerintah pusat, pengelolaan Badan
Layanan Umum,dan manajemen investas
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 37
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta

Tabel 2.1
APBN Provinsi DKI Jakarta
Tahun Anggaran 2012-2013
(milyar rupiah)

Uraian 2012
Realisasi
2012
2013
Realisasi
2013
Pendapatan Negara 714.262,01 493.385,10 838.773,19 584.560,40
Pendapatan Perpajakan 689.272,62 458.007,83 781.792,55 520.463,75
Pendapatan Bukan Pajak 24.989,40 33.948,90 56.980,63 62.583,14
Hibah 0,00 1.428,37 0,00 1.513,51
Belanja Negara 1.129.570,70 1.092.659,41 1.272.571,70 1.194.547,61
Belanja Pemerintah Pusat 653.221,33 617.569,13 746.884,86 684.993,69
Transfer ke Daerah
1
476.349,37 475.090,28 525.686,84 509.553,93
Surplus/(Defisit) -415.308,69 -599.274,31 -433.798,51 -609.987,21
Pembiayaan 0,00 -24.943,21 0,00 -12.041,79
Pembiayaan Dalam Negeri 0,00 -13.166,91 0,00 -7.209,25
Pembiayaan Luar Negeri 0,00 -11.776,30 0,00 -4.832,54
Sumber: Data LK BUN Tingkat Kanwil, Data Kanwil DJP Jakarta, Data Kanwil DJBC Jakarta


2.2 Pendapatan Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi DKI Jakarta

Pendapatan pemerintah pusat bersumber dari Pendapatan Perpajakan,
Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), dan Hibah.

2.2.1 Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi DKI Jakarta
Salah satu sumber penerimaan Negara terbesar adalah penerimaan
perpajakan terdiri dari pajak, cukai, bea masuk, dan bea keluar. Pada TA 2013
target dan realisasi pendapatan perpajakan mengalami peningkatan dibandingkan
TA 2012.








1
Data pagu dan realisasi transfer daerah merupakan data transfer daerah ke seluruh Indonesia.
Sedangkan pagu dan realisasi transfer daerah untuk Provinsi DKI Jakarta TA 2012 dan 2013
masing-masing sebesar Rp 11,69 trilyun dan Rp 11,50 trilyun.

Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 38
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


Tabel 2.2
Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat
Tingkat Provinsi DKI Jakarta
(milyar rupiah)

Penerimaan Perpajakan
Target*
Tahun 2012
Realisasi**
Tahun 2012
Target*
Tahun 2013
Realisasi**
Tahun 2013
PPh Perseorangan 42.778,95 44.035,83 48.877,82 54.202,66
PPh Badan 157.630,36 81.140,47 171.987,81 86.845,68
PPN 260.421,11 196.073,58 315.954,33 227.557,03
Cukai 159,85 1.876,42 185,79 3.550,31
Bea Masuk 12.936,69 17.148,96 14.333,26 18.481,09
Bea Keluar 294,33 494,07 332,64 668,83
Sumber: Data LK BUN Tingkat Kanwil,Data Kanwil DJP Jakarta, Data Kanwil DJBC Jakarta
*LKKL DJP &DJBC **LAK LK BUN

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan penerimaan pajak dengan
persentase kenaikan target terbesar sepanjang TA 2012-2013, yaitu meningkat
sebesar 21,32%. Selanjutnya diikuti Cukai dan PPh Perseorangan dengan masing-
masing kenaikan 16,23% dan 14,26%. Sementara jika dilihat dari sisi realisasi,
maka persentase kenaikan terbesar sepanjang TA 2012-2013 terjadi pada Bea
Keluar sebesar 35,37%, disusul PPh Perseorangan dan PPN dengan masing-
masing kenaikan sebesar 23,09% dan 16,06%.

Grafik 2.1
Perbandingan Persentase KenaikanTarget dan Realisasi Penerimaan
Perpajakan Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi DKI Jakarta
TA 2012-2013

Sumber: Data LK BUN Tingkat Kanwil,Data Kanwil DJP Jakarta, Data Kanwil DJBC Jakarta

Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 39
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta

Capaian realisasi penerimaan Bea Keluar dan PPh Perseorangan
mengalami peningkatan dibandingkan TA 2012, masing-masing sebesar 33,21%
dan 7,95%. Untuk PPh Badan dan PPN selain mengalami penurunan juga masih
dibawah taget.

Grafik 2.2
Perbandingan Persentase Realisasi terhadap Target Penerimaan Pajak
Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi DKI Jakarta
TA 2012-2013


Sumber: Data LK BUN Tingkat Kanwil,Data Kanwil DJP Jakarta, Data Kanwil DJBC Jakarta

2.2.2 Penerimaan Negara Bukan Pajak Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi
DKI Jakarta
Selain dari sektor perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) saat
ini telah diperhitungkan untuk dijadikan andalan dalam memaksimalkan
penerimaan Negara.

a. Perkembangan PNBP dan per Jenis PNBP
Penerimaan Negara Bukan Pajak dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu:
penerimaan Sumber Daya Alam, Bagian Pemerintah atas Laba BUMN,
Penerimaan Bukan Pajak Lainnya serta Pendapatan BLU.







Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 40
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta

Tabel 2.3
Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi DKI Jakarta
per Jenis PNBP
(milyar rupiah)









Sumber: Data LK BUN Tingkat Kanwil DJPB Prov. DKI Jakarta TA 2013 (Unaudited)

Pendapatan PNBP Lainnya yang terdiri dari Pendapatan dari Pengelolaan
BMN, Pendapatan Jasa, Pendapatan Bunga, Pendapatan Kejaksaan dan Peradilan
dan Hasil Tindak Pidana Korupsi, Pendapatan Pendidikan, Pendapatan Gratifikasi
dan Uang Sitaan Hasil Korupsi, Pendapatan Iuran dan Denda serta Pendapatan
Lain-lain merupakan penyumbang terbesar Penerimaan Negara Bukan Pajak pada
Provinsi DKI Jakarta mencapai 39%. Kemudian masing-masing diikuti penerimaan
Bagian Laba BUMN sebesar 36%, Pendapatan BLU 17% dan penerimaan Sumber
Daya Alam sebesar 8%.

Grafik 2.3
Porsi Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat
Tingkat Provinsi DKI Jakarta
per Jenis PNBP


Sumber: Data LK BUN Tingkat Kanwil DJPB Prov. DKI Jakarta TA 2013 (Unaudited)





Penerimaan PNBP
Realisasi
Tahun 2012
Realisasi
Tahun 2013
SDA 5.303,65 5.145,85
Bagian Laba BUMN - 22.121,54
Pendapatan PNBP Lainnya 19.643,77 24.472,59
Pendapatan BLU 8.946,35 10.777,90
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 41
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta

b. Perkembangan PNBP Fungsional Kementerian/Lembaga
Penerimaan Negara Bukan Pajak juga dapat dibedakan sesuai dengan
fungsi kementerian/lembaga dalam rangka pelaksanaan tupoksi
kementerian/lembaga tersebut dan hanya terjadi pada kementerian/lembaga
tertentu. Provinsi DKI Jakarta sebagai ibukota negara memiliki jenis PNBP
fungsional Kementerian/Lembaga lebih banyak dibandingkan dengan provinsi lain.

Tabel 2.4
Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi DKI Jakarta
Menurut Fungsional K/L
(milyar rupiah)

Penerimaan PNBP
Realisasi
Tahun 2012
Realisasi
Tahun 2013
Hak dan Perijinan 10.504,68 12.662,87
Minyak Bumi 2.035,20 1.914,69
Pertambangan 1.465,65 1.535,16
Kehutanan 1.597,02 1.478,21
Visa dan Paspor 1.211,22 1.446,77
Jasa Kepolisian 569,50 587,78
Jasa Luar Negeri 505,88 565,03
Jasa DJBC 561,75 421,80
Jasa Bandar Udara, Pelabuhan dan Navigasi 412,04 349,52
Pelayanan Pertanahan 201,65 252,91
Perikanan 205,77 217,77
Jasa RS dan Instansi Kesehatan Lainnya 5,16 116,49
Pendidikan 115,37 99,87
Sensor/Karantina 56,24 73,75
Kejaksaan dan Peradilan 40,57 47,40
Sumber: LK BUN Tingkat Kuasa BUN Kanwil DJPB Prov. DKI Jakarta TA 2013 (Unaudited)

Tabel 2.4 menggambarkan 15 jenis penerimaan PNBP Fungsional di
Provinsi DKI Jakarta yang memiliki realisasi penerimaan tertinggi pada TA 2013.
PNBP Fungsional terbanyak pada TA 2013 berasal dari penerimaan pemberian hak
dan perijinan sebesar Rp 12.662,87 milyar, meningkat 20,55% dari TA 2012.
Sementara untuk persentase peningkatan penerimaan tertinggi rentang TA 2012-
2013 terjadi pada Jasa RS dan Instansi Kesehatan Lainnya sebesar 2.156,35%.



Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 42
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta

2.3 Belanja Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi DKI Jakarta

Salah satu yang popular pada saat krisis ekonomi adalah instrumen
ekonomi berupa stimulus fiskal, melalui pengurangan beban pajak dan peningkatan
belanja pemerintah (increased spending).

2.3.1 Perkembangan Pagu dan Realisasi berdasarkan Bagian Anggaran/
Kementerian/ Lembaga
Pagu belanja yang dialokasikan pada satker pemerintah pusat yang
berada/berlokasi di wilayah DKI Jakarta, pengeluaran terbesar adalah pengeluaran
Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA BUN) sebesar Rp 982.916,35
milyar. Diluar BUN, Kementerian Pertahanan merupakan kementerian dengan pagu
tertinggi di Provinsi DKI Jakarta pada TA 2013 yaitu Rp 53.360,30 milyar.

Tabel 2.5.
Perkembangan Pagu dan Realisasi berdasar Bagian Anggaran
Untuk 15 BA dengan Pagu Tertinggi di Provinsi DKI Jakarta
(milyar rupiah)

Kementerian/Lembaga Pagu 2012
Realisasi
2012
Pagu 2013
Realisasi
2013
BUN 426.520,92 420.335,64 982.916,35 949.365,33
Kemenhan 35.975,49 34.412,97 53.360,30 39.581,13
Kemendikbud 31.430,22 28.466,86 46.792,28 43.101,75
Kemenkes 18.308,77 16.825,60 21.282,87 19.886,82
Polri 15.800,51 13.309,13 18.136,00 14.897,43
Kemensos 3.525,85 3.394,80 15.169,04 14.933,57
Kemen PU 9.543,48 6.621,66 13.423,40 9.428,48
Kemenkeu 12.145,73 11.311,88 12.994,73 11.913,68
Kemen ESDM 5.841,74 3.384,91 6.371,07 4.416,38
Kemenlu 5.071,00 4.117,84 5.804,83 5.105,63
Kemendagri 5.942,69 5.448,98 4.977,52 3.814,40
Kemenag 6.923,22 5.278,65 4.754,63 4.148,87
Kemenpera 5.171,13 3.631,37 4.749,87 4.273,13
Kemen Kelautan & Perikanan 3.517,70 3.301,08 3.974,17 3.762,21
Kemenkumham 3.376,88 2.892,06 3.813,10 3.315,19
Sumber: LK BUN Tingkat Kuasa BUN Kanwil DJPB Prov. DKI Jakarta TA 2013 (Unaudited)

Dari sudut pandang tingkat penyerapan, Kementerian Sosial merupakan K/L
yang mencapai tingkat penyerapan tertinggi pada TA 2013, yaitu sebesar 98,4%
naik 2,2% dari TA 2012, diikuti Kementerian Kelautan dan Perikanan sebesar
94,6%, naik 0,8% dari tingkat penyerapan pada TA 2012.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 43
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


Grafik 2.4
Tingkat Penyerapan Anggaran 14 BA dengan Pagu Tertinggi
Tingkat Provinsi DKI Jakarta
TA 2012-2013


Sumber: LK BUN Tingkat Kuasa BUN Kanwil DJPB Provinsi DKI Jakarta TA 2013 (Unaudited)

2.3.2 Perkembangan Pagu dan Realisasi berdasarkan Jenis Belanja
Jenis Belanja yang terdapat pada APBN tingkat Provinsi di Provinsi DKI
Jakarta meliputi belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, belanja
pembayaran kewajiban utang, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan
sosial, dan belanja lain-lain. Yang membedakan Provinsi DKI Jakarta dengan
provinsi lainnya adalah adanya belanja pembayaran kewajiban utang dan belanja
subsidi.

Tabel 2.6
Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasar Jenis Belanja
di Provinsi DKI Jakarta
(milyar rupiah)

Jenis Belanja Pagu 2012
Realisasi
2012
Pagu 2013
Realisasi
2013
Belanja Pegawai 117.938,31 114.690,15 141.533,77 130.532,32
Belanja Barang 90.605,61 76.187,93 109.494,81 89.509,50
Belanja Modal 45.230,71 37.597,94 57.503,55 46.347,79
Belanja Pembayaran Kewajiban Utang 0,00 486,31 0,00 279,78
Belanja Subsidi 352.189,52 346.420,40 372.178,78 355.045,18
Belanja Hibah 150,91 72,42 243,37 145,40
Belanja Bantuan Sosial 43.200,23 38.497,71 62.880,04 60.403,29
Belanja Lain-lain 3.906,04 3.616,27 3.050,55 2.730,42
Sumber: LK BUN Tingkat Kuasa BUN Kanwil DJPB Provinsi DKI Jakarta TA 2013 (Unaudited)

Tabel 2.6. menggambarkan bahwa pagu dan realisasi tiap-tiap jenis belanja
pada TA 2012 dan TA 2013 mengalami peningkatan kecuali belanja pembayaran
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 44
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta

kewajiban utang dan belanja lain-lain, karena berkurangnya pokok utang seiring
dengan pembayaran kewajiban utang. Namun jika dibandingkan dengan TA 2012
persentase penyerapan pagu anggaran per jenis belanja pada TA 2013 rata-rata
mengalami penurunan kecuali belanja hibah dan bantuan sosial.

Grafik 2.5
Tingkat Penyerapan Anggaran Per Jenis Belanja
Tingkat Provinsi DKI Jakarta

Sumber: LK BUN Tingkat Kuasa BUN Kanwil DJPB Prov. DKI Jakarta TA 2013 (Unaudited)

2.4 Pengelolaan Badan Layanan Umum

Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang
Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, BLU adalah instansi di lingkungan
Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat,
berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan
mencari keuntungan, dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan
pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Pola Pengelolaan Keuangan Badan
Layanan Umum (PPK BLU) adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan
fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat
untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan
anggaran, termasuk pengelolaan pendapatan dan belanja, pengelolaan kas, dan
pengadaan barang/jasa. Selain itu BLU juga diberikan kesempatan untuk
mempekerjakan tenaga profesional non PNS serta kesempatan pemberian imbalan
jasa kepada pegawai sesuai dengan kontribusinya. Sampai dengan Semester II
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 45
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta

tahun 2013, satker yang telah ditetapkan untuk menerapkan PK BLU Pusat di
seluruh Indonesia sebanyak 141 satker.
Sebagai instansi di lingkungan pemerintah, seluruh dana BLU baik yang
bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun dari
pendapatan hasil pelayanan dialokasikan dalam Daftar Isian Pelaksanaan
Anggaran (DIPA). Untuk membedakan, dana yang bersumber dari APBN dikenal
dengan istilah Rupiah Murni (RM) dan yang berasal dari hasil pelayanan
merupakan alokasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Apabila dikelompokkan menurut jenisnya, BLU terbagi menjadi 3 kelompok,
yaitu:
1. BLU yang kegiatannya menyediakan barang/jasa, meliputi: rumah sakit,
lembaga pendidikan, penyiaran, dll.
2. BLU yang kegiatannya mengelola wilayah atau kawasan, meliputi: otorita
pengembangan wilayah dan kawasan ekonomi terpadu (kapet).
3. BLU yang kegiatannya mengelola dana khusus, meliputi: pengelolaan dana
bergulir, dana UKM, penerusan pinjaman dan tabungan pegawai.
Sedangkan jika ditinjau dari kewenangan pengelolaannya, BLU
dikelompokkan menjadi 2 yaitu:
1. BLU Pusat (BLU) yang berada di bawah pengelolaan Pemerintah Pusat.
2. BLU Daerah (BLUD) yang dikelola oleh Pemerintah Daerah
Provinsi/Kabupaten/Kota.

2.4.1. Badan Layanan Umum Pusat
2.4.1.1 Profil dan Jenis Layanan satker BLU Pusat
Di Provinsi DKI Jakarta terdapat 34 (tiga puluh empat) Satker BLU Pusat
dari total 2.134 satker yang ada, dengan rincian 8 (delapan) Satker BLU di sektor
Pendidikan, 11 (sebelas) satker BLU di sektor Kesehatan dan 15 (lima belas)
Satker BLU di sektor Lainnya. Seluruh BLU tersebut berstatus satker BLU penuh
sehingga dapat mempergunakan langsung 100% PNBP-nya, tanpa harus
disetorkan terlebih dahulu ke rekening kas negara.

Alokasi anggaran BLU (PNBP) tahun 2013 terbesar adalah BLU sektor
Lainnya yaitu sebesar Rp 3.938 milyar, disusul BLU yang menyediakan jasa
kesehatan sebesar Rp 2.896 milyar dan terakhir BLU yang menyediakan jasa
pendidikan sebesar Rp 1.660 milyar. Sedangkan yang mendapatkan alokasi
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 46
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta

anggaran Rupiah Murni terbesar adalah BLU yang menyediakan jasa pendidikan
sebesar Rp 1.334 milyar, kemudian BLU yang menyediakan jasa kesehatan
sebesar Rp 1.246 milyar dan terakhir BLU Lainnya sebesar Rp 548 milyar.

Grafik 2.6
Profil Pagu BLU Pusat di Provinsi DKI Jakarta


Sumber: https://pa.perbendaharaan.go.id/monev2012, data diolah

Grafik 2.6 di atas menggambarkan perbandingan keseluruhan pagu satker
BLU sampai dengan Semester II tahun 2013. BLU Sektor Lain-lain memiliki total
pagu terbesar, yaitu Rp 4.486 milyar (38,5%), diikuti sektor Kesehatan sebesar
Rp 4.142 milyar (35,6%) dan sektor Pendidikan sebesar Rp 2.994 milyar (25,9%).

2.4.1.2 Perkembangan Pengelolaan Pagu PNBP dan RM Satker BLU Pusat
Perkembangan BLU Pusat dari segi pengelolaan pagu PNBP dan RM
dikelompokkan berdasarkan jenis layanan/sektor lingkup Provinsi DKI Jakarta
Tahun 2012/2013 dapat digambarkan sebagaimana tabel di bawah ini.

Tabel 2.7
Nilai Aset dan Pagu BLU Pusat Provinsi DKI Jakarta
Berdasarkan Jenis Layanan Tahun 2012-2013
(milyar rupiah)


No

Jenis Layanan

Nilai
Aset
Th 2013
Tahun 2012 Tahun 2013
Pagu
PNBP
%
Pagu
RM
%
Pagu
PNBP
%
Pagu
RM
%
1 Pendidikan 7.061 1.496 53 1.328 47 1.660 55,44 1.334 44,56
2 Kesehatan 8.917 2.321 70 1.015 30 2.896 69,92 1.246 30,08
3 BLU Lainnya 95.280 2.625 90 283 10 3.938 87,78 548 12,22
Sumber: https://pa.perbendaharaan.go.id/monev2012, data diolah
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 47
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta

Berdasarkan data diatas nilai aset BLU paling besar ada pada sektor
lainnya yaitu sebesar Rp 95.280 milyar, lalu sektor Kesehatan sebesar Rp 8.917
milyar dan sektor Pendidikan sebesar Rp 7.061 milyar. Jika dilihat dari persentase
perbandingan antara pagu dana PNBP dan RM, perkembangan pagu BLU/PNBP
yang mengalami kenaikan adalah BLU pada sektor Pendidikan, yaitu mencapai
55,44% jika dibandingkan dengan tahun 2012 yang hanya mencapai 53%.
Sedangkan dari sisi pagu RM, yang mengalami kenaikan adalah BLU pada Sektor
Kesehatan (mencapai 30,08% dari sebelumnya 30%) dan BLU Lainnya (mencapai
12,22% dari sebelumnya 10%)
Pengelolaan aset BLU di sektor Kesehatan stabil, kecuali terjadi penurunan
aset pada satker Rumah Sakit Fatmawati, Rumah Sakit Infeksi Prof. Dr Sulianti
Soeroso, RS Persahabatan, RSJ Soeharto Heerdjan, RS Bhayangkara, dan RS
Kanker Dharmais. Baik di sektor pendidikan maupun sektor kesehatan, sebagian
besar satker BLU-nya mengalami penurunan aset yang disebabkan karena
penerapan penyusutan pada aset pemerintah pada sistem akuntansi yang
digunakan. Sebelum ini, sistem akuntansi pemerintah belum mengakomodir
mekanisme penyusutan atas aset yang digunakan, sebagaimana yang diterapkan
di sistem akuntansi komersil.

Grafik 2.7
Perkembangan Pagu PNBP dan Pagu RM BLU Pusat Sektor Pendidikan
di Provinsi DKI Jakarta
Tahun 2012-2013


Sumber: https://pa.perbendaharaan.go.id/monev2012, data diolah.

Grafik di atas menunjukkan bahwa Satker yang mengalami kenaikan porsi
pagu PNBP pada tahun 2013 jika dibandingkan tahun 2012 adalah: BBPPPIP
(semula 54% menjadi 69%), Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (semula 31% menjadi
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 48
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta

38%), UNJ (semula 36% menjadi 47%), Poltekes Jakarta III (semula 17% menjadi
28%), UI (semula 66% menjadi 70%). Sedangkan Satker yang mengalami kenaikan
porsi pagu RM adalah Poltekes Jakarta II (semula 66% menjadi 70%), UIN Syarif
Hidayatullah (semula 62% menjadi 73%) dan STAN (semula 78% menjadi 82%).
Universitas Indonesia mempunyai persentase pagu BLU/PNBP paling besar jika
dibandingkan dengan satker BLU sektor pendidikan lainnya. Selain persentase
PNBP yang lebih besar, Satker Universitas Indonesia dan Satker Balai Besar
Pendidikan Penyegaran dan Peningkatan Ilmu Pelayaran (BBPPPIP) mempunyai
pagu PNBP lebih besar dibanding pagu Rupiah Murni (RM).

Grafik 2.8
Perkembangan Pagu PNBP dan Pagu RM BLU Pusat Sektor Kesehatan
di Provinsi DKI Jakarta
Tahun 2012-2013


Sumber: https://pa.perbendaharaan.go.id/monev2012, data diolah.


Grafik di atas menunjukkan bahwa Satker yang mengalami kenaikan porsi
pagu PNBP pada tahun 2013 dibandingkan dengan tahun 2012 adalah: RS
Persahabatan (semula 63% menjadi 68%), RS Jantung Harapan Kita (semula
88% menjadi 89%), RS Kanker Dharmais (semula 72% menjadi 76%), RS Infeksi
Prof Dr Sulianti (semula 27% menjadi 30%), RS Ketergantungan Obat (semula
24% menjadi 27%), RS Bhayangkara (semula 7% menjadi 71%). Sedangkan
Satker yang mengalami kenaikan porsi pagu RM adalah RSCM (semula 29%
menjadi 34%), RS Fatmawati (semula 30% menjadi 31%), RSJ Dr. Soeharto
Heerdjan (semula 69% menjadi 70%) dan Balai Besar Lab. Kesehatan (semula
70% menjadi 90%).
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 49
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta

Selain itu, 6 dari 11 (54,54%) Satker BLU sektor Kesehatan mempunyai persentase
pagu BLU/PNBP lebih besar dari pada pagu RM, bahkan terdapat satker BLU yang
pagu PNBP nya mencapai 813,8% dari pada pagu RM, yaitu RS Jantung Harapan
Kita.

Grafik 2.9
Perkembangan Pagu PNBP dan Pagu RM BLU Pusat Sektor Lainnya
di Provinsi DKI Jakarta
Tahun 2012-2013

Sumber: https://pa.perbendaharaan.go.id/monev2012, data diolah

Grafik di atas menunjukkan bahwa Satker yang mengalami kenaikan porsi
pagu PNBP pada tahun 2013 dibandingkan tahun 2012 adalah: Pusat Investasi
Pemerintah (semula 93% menjadi 98%). Sedangkan Satker yang mengalami
kenaikan porsi pagu RM adalah Lembaga Pengelola Dana Bergulir (semula 8%
menjadi 9%), Lembaga Layanan Pemasaran Koperasi (semula 36% menjadi 43%),
Pusat Pelayanan Teknologi/BPPT Enjinering (semula 7% menjadi 11%), Pusat
Peragaan IPTEK (semula 45% menjadi 57%), dan LEMIGAS (semula 76% menjadi
78%). Selain itu, 13 dari 15 Satker memiliki pagu PNBP yang lebih besar dari pagu
RM-nya, hanya ada 2 Satker yaitu Pusat Peragaan Iptek dan Lemigas yang pagu
PNBP-nya lebih rendah dibandingkan dengan pagu RM-nya.

2.4.1.3 Kemandirian BLU
Salah satu tujuan diberikannya status BLU kepada Satuan Kerja adalah
untuk mewirausahakan pemerintah (enterprising the government). Oleh karena itu
Satker BLU didorong untuk menciptakan kemandirian terhadap dirinya sendiri, yang
dapat dilihat dari berkurangnya porsi alokasi pagu Rupiah Murni (RM) dan
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 50
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta

bertambahnya porsi alokasi pagu PNBP. Secara lengkap tingkat kemandirian
Satker BLU Pusat pada Semester II tahun 2013 dapat dilihat pada grafik berikut ini:

Grafik 2.10
Tingkat Kemandirian Satker BLU Sektor Pendidikan
di Provinsi DKI Jakarta
Tahun 2013

Sumber: https://pa.perbendaharaan.go.id/monev2012, data diolah


Berdasarkan tabel di atas, untuk BLU sektor Pendidikan, Satker yang
memiliki porsi pagu PNBP di atas 65 % dari total pagunya sampai Semester II
tahun 2013 adalah BBPPPIP (69%) dan Universitas Indonesia (70%). Sedangkan
Satker yang mengalami penurunan porsi PNBP dibandingkan dengan tahun 2012
adalah:
a. Poltekes Jakarta II dari semula porsi PNBP 34% menjadi 30%;
b. UIN Syarif Hidayatullah dari semula porsi PNBP 38% menjadi 27%;
c. STAN dari semula porsi PNBP 22% menjadi 18%.

Berdasarkan tren data di atas, terlihat bahwa porsi PNBP untuk BLU Sektor
Pendidikan lebih banyak menurun dibandingkan yang naik. Hal ini memang sesuai
dengan tugas Pemerintah yang harus lebih bertanggung jawab untuk menyediakan
anggaran yang memadai di sektor pendidikan dan semaksimal mungkin pungutan
biaya pendidikan kepada masyarakat diperkecil.






Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 51
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta

Grafik 2.11
Tingkat Kemandirian Satker BLU Sektor Kesehatan
di Provinsi DKI Jakarta
Tahun 2013


Sumber: https://pa.perbendaharaan.go.id/monev2012, data diolah.

Dari sektor Kesehatan, satker yang memiliki porsi pagu PNBP di atas 65 %
dari total pagunya sampai Semester II tahun 2013 adalah RSCM (66%), RS
Fatmawati (69% ), RS Persahabatan (68%), RS Jantung Harapan Kita (89%), dan
RS Kanker Dharmais (76%). Satker yang mengalami penurunan porsi PNBP jika
dibandingkan dengan tahun 2012 adalah:
a. RSCM dari semula porsi PNBP 71% menjadi 66%;
b. RS Fatmawati dari semula porsi PNBP 70% menjadi 69%;
c. RSJ Dr. Soeharto Heerdjan dari semula porsi PNBP 31% menjadi 30%;
d. Balai Besar Lab. Kesehatan dari semula porsi PNBP 30% menjadi 10%;
Berdasarkan trend data di atas, terlihat bahwa porsi PNBP dan RM di sektor
kesehatan cukup berimbang, di mana cukup banyak Satker yang pagu PNBP-nya
di atas 65% namun masih cukup signifikan juga Satker yang porsi PNBP-nya
menurun sebagai konsekuensi dari meningkatnya penyediaan anggaran RM
sebagai wujud tanggung jawab Pemerintah di bidang kesehatan.








Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 52
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta

Grafik 2.12
Tingkat Kemandirian Satker BLU Sektor Lainnya
di Provinsi DKI Jakarta
Tahun 2013


Sumber: https://pa.perbendaharaan.go.id/monev2012, data diolah

Untuk BLU sektor Lainnya, terdapat Satker BLU dengan tingkat kemandirian
penuh mencapai 100% yaitu Satker Bidang Pendanaan Sekretariat Badan
Pengatur Jalan Tol (BPJT), Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan, Pusat
Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno, Pusat Pengelolaan Komplek
Kemayoran, Pusat Pembiayaan Perumahan, Pusat Pemanfaatan Teknologi
Dirgantara, dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan. Sedangkan BLU Sektor
lainnya yang memiliki pagu PNBP di atas 65% meliputi Pusat Investasi Pemerintah
(98%), Lembaga Pengelola Dana Bergulir (91%), Balai Penyedia dan Pengelola
Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (99,9%), Pusat Pelayanan
Teknologi/BPPT Enjinering (89%) dan Badan Pengusahaan Perdagangan Bebas
dan Pelabuhan Bebas BATAM (76%). Satker yang mengalami penurunan porsi
PNBP pada tahun 2013 adalah:
a. Lembaga Pengelola Dana Bergulir dari semula porsi PNBP 92% menjadi 91%;
b. Lembaga Layanan Pemasaran Koperasi dari semula porsi PNBP 64% menjadi
57%;
c. Pusat Pelayanan Teknologi (BPPT Enjinering) dari semula porsi PNBP 93%
menjadi 89%;
d. Pusat Peragaan IPTEK dari semula porsi PNBP 55% menjadi 43%;
e. LEMIGAS dari semula porsi PNBP 24% menjadi 22%;

Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 53
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta

Berdasarkan trend data di atas, terlihat bahwa tingkat kemandirian BLU sektor
lainnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan BLU Sektor Pendidikan dan
Kesehatan. Hal ini dapat dimaklumi karena BLU sektor lainnya sebagian besar
bergerak di bidang bisnis dan dikelola secara bisnis, meskipun tujuan utamanya
bukan untuk mencari keuntungan.

2.4.1.4 Profil dan Jenis Layanan Satker PNBP
Sampai dengan akhir Semester II tahun 2013 di wilayah kerja Kantor
Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi DKI Jakarta terdapat 221 Satker yang
mengelola dana PNBP dari total 2.134 Satker yang ada. Satker PNBP mempunyai
potensi pendapatan dari PNBP tetapi belum menjadi satker BLU, sehingga seluruh
penerimaan wajib disetorkan terlebih dahulu ke rekening kas Negara (tidak boleh
digunakan secara langsung). Penggunaan dana PNBP tersebut dilakukan dengan
pencairan anggaran di KPPN mitra kerja satker masing-masing. Total pagu dana
PNBP yang dikelola 221 Satker tersebut sebesar Rp 7.326 milyar dan sampai akhir
Semester I TA 2013 terealisasi sebesar Rp 4.509 milyar.

2.4.1.5 Potensi satker PNBP menjadi satker BLU
Secara umum di lingkungan birokrasi pemerintahan, terdapat beberapa
satuan kerja yang berpotensi untuk dikelola secara lebih efisien dan efektif melalui
pola BLU. Ada yang mendapatkan imbalan dari masyarakat dalam proporsi yang
signifikan terkait dengan pelayanan yang diberikan, dan ada pula yang bergantung
sebagian besar pada dana APBN. Satuan kerja yang memperoleh pendapatan dari
layanannya dalam porsi signifikan, dapat diberikan keleluasaan dalam mengelola
sumber daya untuk meningkatkan pelayanan yang diberikan.
Peluang ini secara khusus disediakan bagi satuan kerja pemerintah yang
melaksanakan tugas operasional pelayanan publik. Hal ini merupakan upaya peng-
agenan aktivitas yang tidak harus dilakukan oleh lembaga birokrasi murni, tetapi
oleh instansi pemerintah dengan pengelolaan ala bisnis, sehingga pemberian
layanan kepada masyarakat menjadi lebih efisien dan efektif.
Satker pengelola PNBP dapat menjadi satker BLU apabila memenuhi persyaratan
substansif, teknis dan administratif. Persyaratan substantif yaitu bila satker
bersangkutan menyelenggarakan layanan umum yang berhubungan dengan
penyediaan barang dan jasa layanan umum, pengelolaan wilayah/kawasan tertentu
untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum dan
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 54
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta

pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan pelayanan
kepada masyarakat.
Dari 221 satker pengelola PNBP, satker yang berpotensi menjadi BLU terlihat pada
Tabel 5.4 di bawah ini. Sebagian besar merupakan satker yang memberi
pelayanan di bidang jasa pendidikan dan kesehatan.

Tabel 2.8
Satker Pengelola PNBP yang Berpotensi Menjadi Satker BLU
Tahun 2013
(juta rupiah)

No Nama Satker PNBP
Pagu
PNBP
% Pagu RM % Total Pagu
1 Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta 454 1 73.604 99 74.058
2 Unit Pelaksana Teknis Hujan Buatan 17.889 72 6.918 28 24.807
3 Balai Teknologi Survei Kelautan 15.887 24 50.631 76 66.518
4 Balai pengujian Mutu Barang 5.951 37 9.967 63 15.918
5 Politeknik Negeri Jakarta 47.836 37 81.834 63 129.670
6 Polikteknik Negeri Media Kreatif 10.187 15 56.930 85 67.117
7
Sekolah Tinggi Manajemen Industri
Jakarta
5.722 19 24.277 81 29.999
8 Akademi Pimpinan Perusahaan Jakarta 8.556 34 16.803 66 25.359
9 Balai kesehatan penerbangan 6.568 19 27.173 81 33.741
10 Politeknik kesehatan Jakarta I 4.540 11 35.203 89 39.743
Sumber: https://pa.perbendaharaan.go.id/monev2012, data diolah

Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa pagu dari satker-satker yang
berpotensi menjadi satker BLU sangat beragam. Selain memenuhi persyaratan
substansif, teknis dan administratif, jika dilihat dari prosentase pagu PNBP yang
menjadi salah satu indikator kemandirian suatu satker BLU, hanya terdapat 1
satker yang pagu PNBP tahun 2013 mempunyai prosentase di atas 50% dari pagu
total, yaitu Satker UPT Hujan Buatan (72%). Sedangkan satker sisanya dibawah
40%.







Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 55
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta

Tabel 2.9
Perkembangan Pagu Satker Pengelola PNBP
yang Berpotensi Menjadi Satker BLU
(juta Rupiah)

No. Nama Satker PNBP
RM PNBP
2012 2013 2012 2013
1 Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta 63.010 73.604 380 454
2 Unit Pelaksana Teknis Hujan Buatan 1.880 6.918 14.400 17.889
3 Balai Teknologi Survei Kelautan 14.390 50.631 15.330 15.887
4 Balai Pengujian Mutu Barang 10.040 9.967 5.880 5.951
5 Politeknik Negeri Jakarta 102.500 81.834 45.440 47.836
6 Polikteknik Negeri Media Kreatif 81.430 56.930 5.800 10.187
7 Sekolah Tinggi Manajemen Industri Jakarta 14.210 24.277 7.900 5.722
8 Akademi Pimpinan Perusahaan Jakarta 19.720 16.803 7.700 8.556
9 Balai Kesehatan Penerbangan 21.830 27.173 5.780 6.568
10 Politeknik Kesehatan Jakarta I 30.132 35.203 3.470 4.540
Sumber: https://pa.perbendaharaan.go.id/monev2012, data diolah
Dari seluruh satker kandidat satker BLU tersebut, 6 (enam) satker
mengalami kenaikan pagu RM dan 4 (empat) satker mengalami penurunan pagu
RM. Terdapat 2 (dua) satker yang kenaikannnya cukup signifikan, yaitu UPT Hujan
Buatan (kenaikan 267, 9%) dan Balai Teknologi Survei Kelautan (kenaikan
251,8%).
Dari sisi pagu PNBP, 9 (Sembilan) satker mengalami peningkatan pagu
PNBP. Hanya satu satker yang mengalami penurunan pagu PNBP, yaitu Sekolah
Tinggi Manajemen Industri Jakarta yang mengalami penurunan sebesar 27,6%.
Dibandingkan dengan tingkat kenaikan pagu RM, kenaikan pagu PNBP tidak
setinggi kenaikan pagu RM. Kenaikan pagu PNBP tertinggi terjadi pada satker
Politeknik Negeri Media Kreatif (75,6%), diikuti selanjutnya oleh Politeknik
Kesehatan Jakarta I (30,8%). Terdapat 3 (tiga) satker yang kenaikkan pagu PNBP
nya dibawah 10%, yakni Politeknik Negeri Jakarta (5,2%), Balai Teknologi Survei
Kelautan (3,6%), dan Balai Pengujian Mutu Barang (1,2%).





Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 56
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta

Tabel 2.10
Perkembangan Aset Satker Pengelola PNBP
yang Berpotensi Menjadi Satker BLU
(milyar rupiah)

No. Nama Satker PNBP
s.d.
Semester I
Tahun 2012
s.d.
Semester
II Tahun
2012
s.d.
Semester I
Tahun 2013
1 Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta - - -
2 Unit Pelaksana Teknis Hujan Buatan - - -
3 Balai Teknologi Survei Kelautan - - -
4 Balai Pengujian Mutu Barang - - -
5 Politeknik Negeri Jakarta 2.31 13.20 0.70
6 Polikteknik Negeri Media Kreatif 13.15 52.88 1.00
7 Sekolah Tinggi Manajemen Industri Jakarta 157.74 160.68 108.19
8 Akademi Pimpinan Perusahaan Jakarta 54.74 66.14 55.37
9 Balai Kesehatan Penerbangan 41.79 49.81 49.90
10 Politeknik Kesehatan Jakarta I 97.03 107.30 114.52
Sumber: Data KPPN

Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa Satker Sekolah Tinggi Manajemen
Industri Jakarta mempunyai aset yang paling banyak, yaitu sekitar Rp 160 milyar.
Nilai aset bersifat kumulatif per Tahun Anggaran. Jika dibandingkan per Tahun
Anggaran untuk melihat perkembangannya, maka pembandingnya adalah periode
yang sama. Perbandingan dalam periode yang sama pada tabel diatas hanya
terjadi pada semester I tahun 2012 dan semester I tahun 2013. Dalam periode
tersebut, prosentase tertinggi perkembangan aset terjadi pada Balai kesehatan
Penerbangan yaitu sebesar 19,41%, selanjutnya diikuti oleh Politeknik Kesehatan
Jakarta I sebesar 18,02%, dan yang terkecil adalah Akademi Pimpinan Perusahaan
Jakarta, hanya 1,15%. Tiga satker lainnya yang memiliki aset yang bersumber dari
PNBP justru mengalami penurunan aset.
Tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat satker yang tidak memiliki aset
yang bersumber dari PNBP. Hal ini menjelaskan bahwa seluruh aset satker-satker
tersebut seluruhnya bersumber dari dana RM. Informasi ini secara tidak langsung
menunjukkan bahwa meskipun satker tersebut berpotensi sebagai satker BLU
karena memenuhi persyaratan yang ditentukan dan memiliki dana PNBP yang
diperoleh dari pelaksanaan tupoksinya, namun satker tersebut belum menunjukkan
kemandirian dan inisiatif untuk menggunakan penerimaan PNBP yang menjadi
haknya kedalam kegiatan yang membentuk aset, yaitu belanja modal. Keseluruhan
belanja PNBP masih terbatas pada belanja pegawai dan belanja barang yang habis
pakai. Sebagai satker BLU, tentunya satker-satker tersebut diharapkan dapat
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 57
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta

meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, salah satunya adalah dengan
peningkatan fasilitas sarana dan prasarana.

2.5 Manajemen Investasi

Penerusan pinjaman adalah Pinjaman Luar Negeri atau Pinjaman Dalam
Negeri yang diterima oleh Pemerintah Pusat yang diteruspinjamkan kepada
Pemerintah Daerah atau BUMN/BUMD yang harus dibayar kembali dengan
ketentuan dan persyaratan tertentu.
Penerusan Pinjaman (Subsidiary Loan Agreement) yang terdapat pada
Provinsi DKI Jakarta berjumlah 8 delapan pinjaman, terdiri atas 5 pinjaman yang
dikelola oleh PDAM dan 3 pinjaman yang dikelola oleh Pemda Provinsi DKI
Jakarta.
Jumlah pinjaman yang disalurkan oleh Direktorat Sistem Manajemen
Investasi (SMI) kepada PDAM dan Pemda Provinsi DKI adalah sebesar Rp 1,438
trilyun. Sedangkan jumlah tagihan yang menjadi hak pemerintah/kewajiban debitur
per 31 Desember 2013 sebesar Rp 377,6 milyar.

Tabel 2.11
Profil Penerusan Pinjaman Provinsi DKI Jakarta

No.
Nomor
SLA
Nama SLA
Penerima
SLA
Currency
Penarikan /
Plafond
Tingkat
Bunga
1 2077001
AMA-360/SLA-
335/DSMI
PDAM DKI
JAKARTA
IDR 105,998,243,813.41

9.00
2 2077101
AMA-361/SLA-
336/DSMI
PDAM DKI
JAKARTA
IDR 435,835,968,224.35

9.00
3 2077301
AMA-360/SLA-
526/DSMI
PDAM DKI
JAKARTA
IDR 429,497,539,521.11

9.00
4 2077401
AMA-363/SLA-
607/DSMI
PDAM DKI
JAKARTA
IDR 202,837,538,374.74

9.00
5 2117101 SLA-650/DDI/1992
PEMPROP
DKI
IDR 15,840,326,377.85

9.00
6 2117201 SLA-876/DP3/1996
PEMPROP
DKI
IDR 120,516,370,289.41

11.50
7 2219001
SLA-1247/DSMI
/2012
PEMPROP
DKI
IDR - -
8 9078201
AMA-61/RDA-167
/DSMI
PDAM DKI
JAKARTA
IDR 127,802,167,431.85

11.50
Sumber: Aplikasi SLIM Dit SMI Ditjen Perbendaharaan

Pemberian pinjaman kepada PDAM dalam rangka meningkatkan
kemampuan PDAM untuk penyediaan fasilitas air bersih kepada masyarakat
khususnya di wilayah DKI Jakarta, sesuai dengan salah satu Tujuan Pembangunan
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 58
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta

Milenium (MDGs) yaitu pada tahun 2015 diharapkan mengurangi setengah dari
jumlah orang yang tidak memiliki akses air minum yang sehat. Hal ini sejalan
dengan Pembangunan Manusia yang mencakup tiga dimensi pokok yaitu umur
panjang, pengetahuan dan standar kehidupan layak.
PDAM Provinsi DKI Jakarta dalam mengelola dan menyediakan air bersih di
wilayah DKI Jakarta bekerja sama dengan pihak swasta, yaitu:
1. PT. Garuda Dipta Semesta, yang pada saat ini menjadi PT. PAM Lyonnaise
Jaya (PT. Palyja), dan
2. PT. Kekar Pola Airindo dengan PT. Thames PAM JAYA, dan sekarang dengan
nama PT. Aetra.

Dari 3 Pinjaman yang diberikan kepada Pemda Provinsi DKI Jakarta, salah
satunya untuk mendanai proyek Jakarta Urgent Flood Mitigation Project (Jakarta
Emergency Dredging Initiative), sejalan dengan salah satu prioritas pembangunan
yang ditetapkan pada RPJMD Provinsi DKI Jakarta yaitu: Pemantapan
pembangunan infrastruktur dalam rangka mewujudkan pertumbuhan perekonomian
yang berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat.

Grafik 2.13
Perkembangan Pembayaran Angsuran Pokok, Bunga dan Denda
Tahun 2013


Sumber: Aplikasi SLIM Dit. SMI Ditjen Perbendaharaan

Terhadap pinjaman-pinjaman yang dilakukan oleh PDAM dan Pemda
Provinsi DKI Jakarta, dapat dikatakan bahwa para debitur cukup kooperatif untuk
melakukan pelunasan hutangnya kepada pemerintah pusat. PDAM dan Pemda
Provinsi DKI Jakarta mempunyai kemampuan untuk mengembalikan pinjaman yang
mereka lakukan tersebut. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, apabila debitur
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 59
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta

tidak sanggup untuk melakukan pembayaran hutang-hutang maka akan masuk ke
dalam program restrukturisasi. Sedangkan PDAM DKI Jakarta telah bekerja sama
dengan pihak swasta dalam pengelolaan air bersih, sehingga apabila suatu saat
tidak dapat mengembalikan/melunasi hutangnya tersebut, maka sesuai dengan
ketentuan, PDAM DKI Jakarta tidak diperkenankan untuk ikut program
restrukturisasi.
































Pada tanggal 18 Desember 2013 bertempat di Balai Agung Pemda Provinsi DKI Jakarta telah
dilaksanakan kegiatan penyerahan DIPA TA 2014 kepada satuan kerja lingkup Kanwil Ditjen
Perbendaharaan Provinsi DKI Jakarta. Penyerahan DIPA tersebut dilakukan secara simbolik
oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta kepada beberapa perwakilan satuan kerja. Penyerahan DIPA
oleh Kepala daeerah ini merupakan wujud kerja sama dan koordinasi antara Pemerintah
Pusat dengan Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja
Negara.


BAB III
PERKEMBANGAN
PELAKSANAAN ANGGARAN
DAERAH
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 60
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta

Bab III Perkembangan
Pelaksanaan
Anggaran Daerah







3.1. Profil APBD Provinsi DKI Jakarta

Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) adalah target
pendapatan dan rencana pengeluaran pemerintah dalam satu tahun. APBD
digunakan untuk menggerakkan ekonomi daerah dalam rangka mensejahterakan
masyarakat antara lain melalui penciptaan lapangan kerja, mengurangi
kemisikinan, membangun iklim investasi yang kompetitif, pembangunan
infrastruktur dan peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kualitas hidup
masyarakat. Dengan kata lain APBD merupakan salah satu mesin pendorong
pertumbuhan ekonomi pada satu daerah. Selain itu, APBD juga sebagai alat
pendorong dan kunci utama dalam tercapainya target dan sasaran makro ekonomi
daerah yang diarahkan untuk mengatasi hambatan atau kendala dalam
mewujudkan masyarakat sejahtera dan madani.

3.1.1. APBD Berdasarkan Klasifikasi Ekonomi (i-account)
Berdasarkan profil APBD Pemprov DKI Jakarta tahun 2012 dan 2013 pada
Tabel 3.1, pendapatan pada APBD tahun 2013 ditargetkan adalah sebesar Rp 41,5
trilyun meningkat sebesar Rp 10,9 trilyun atau 35,6% dari pendapatan pada tahun 2012
sebesar Rp 30,6 trilyun. Komponen pendapatan sebesar itu, terutama diharapkan dapat
terpenuhi dari penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu Pajak Daerah, Retribusi
Daerah serta dari Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah.


Dalam Bab ini diuraikan mengenai Profil APBD Provinsi DKI Jakarta berdasarkan I-
account, klasifikasi fungsi dan klasifikasi urusan; besarnya alokasi dana transfer yang
terdiri dari DAU, DBH serta Dana Penyesuaian; dan perkembangan satker BLUD
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 61
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta

Tabel 3.1
Profil APBD Pemprov DKI Jakarta Berdasarkan Klasifikasi Ekonomi
Tahun 2012 dan 2013
(milyar rupiah)

URAIAN
Anggaran
2013
Anggaran
2012
PENDAPATAN

PENDAPATAN ASLI DAERAH 26,670.45 18,685.00
Pajak Daerah 21,918.00 15,625.00
Retribusi Daerah 1,500.00 500.00
Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan 415.24 360.00
Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah 2,837.21 2,200.00
DANA PERIMBANGAN 9,248.95 9,111.46
Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 8,947.77 8,901.55
Dana Alokasi Umum 301.18 209.91
LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH 5,605.93 2,846.29
Pendapatan Hibah 3,789.37 1,533.14
Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 1,816.56 1,313.15
Jumlah Pendapatan 41,525.34 30,642.74


BELANJA
Belanja Tidak Langsung 14,582.87 11,507.41
Belanja Pegawai 10,848.79 10,043.91
Belanja Bunga 4.35 4.35
Belanja Hibah 2,023.25 1,367.25
Belanja Bantuan Sosial 1,551.67 31.19
Belanja Bantuan Keuangan Kepada Provinsi / Kabupaten / Kota Dan
Pemerintahan Desa
46.35 1.35
Belanja Tidak Terduga 108.45 59.36
Belanja Langsung 30,993.46 22,319.62
Belanja Pegawai 1,960.10 1,362.03
Belanja Barang dan Jasa 13,300.73 10,013.19
Belanja Modal 15,732.63 10,944.41
Jumlah Belanja 45,576.33 33,827.03

Surplus / (Defisit) (4,050.99) (3,184.29)

PEMBIAYAAN
Penerimaan Pembiayaan
Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya 8,344.55 3,680.60
Penerimaan Pinjaman Daerah 110.00 1,700.00
Jumlah Penerimaan Pembiayaan 8,454.55 5,380.60
Pengeluaran Pembiayaan
Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah 4,345.37 2,131.68
Pembayaran Pokok Utang 58.19 64.63
Jumlah Pengeluaran Pembiayaan 4,403.56 2,196.31

Pembiayaan Netto 4,050.99 3,184.29
Sumber: BPKD Provinsi DKI Jakarta

Anggaran pendapatan yang terdapat pada APBD Pemprov DKI Jakarta,
sebagaian besar diperoleh dari Pendapatan Asli Daerah dan Dana Bagi Hasil.
Berikut ini disampaikan perbandingan antara perkembangan pagu pendapatan pada
APBD Pemprov DKI Jakarta dengan pagu pendapatan seluruh pemda secara
nasional.

Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 62
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta

Grafik 3.1
Perkembangan Pagu Pendapatan pada Pemprov DKI Jakarta dengan
Total APBD Secara Nasional
(trilyun rupiah)


APBD DKI Jakarta Total APBD Secara Nasional

Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa persentase PAD di Provinsi DKI Jakarta
sebagai komponen pendapatan daerah merupakan sumber pendapatan yang
sangat dominan dalam kurun waktu 2009 s.d. 2013. Hal ini sangat berbeda sekali
dengan total APBD secara nasional, dimana Dana Transfer sebagai komponen
pendapatan daerah menjadi sumber yang dominan secara keseluruhan
pendapatan daerah kabupaten/kota dan provinsi.

3.1.1.1 Pendapatan Asli Daerah
Pendapatan asli daerah merupakan pendapatan yang diperoleh oleh
pemerintah daerah sehubungan dengan pelaksanaan fungsi pemerintahan dalam
lingkup wilayah pemerintah daerah itu sendiri, yang diperoleh dari potensi yang
dimiliki oleh daerah sendiri yang dipungut dengan peraturan daerah berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang ada, terdiri dari: Pajak Daerah, Retribusi
Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah dan Lain-Lain PAD yang sah.
Pada APBD tahun 2013 PAD di Provinsi DKI Jakarta ditargetkan sebesar
Rp 26,6 trilyun naik sebesar Rp 8 trilyun atau 43,3% dari target APBD tahun 2012
sebesar Rp 18,6 trilyun. Peningkatan pendapatan ini terutama diharapkan dari
penerimaan pajak daerah, yaitu sebesar Rp 6 trilyun. Hal ini menunjukkan bahwa
potensi pajak daerah yang ada di Provinsi DKI Jakarta sangat besar dan bisa
menjadi sumber pendapatan daerah yang diandalkan.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 63
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta

Kemudian apabila dibandingkan dengan pendapatan secara keseluruhan
maka jumlah PAD di Provinsi DKI Jakarta menunjukan persentase yang signifikan.
Perbandingan total PAD dengan total Pendapatan dalam APBD secara nasional
pada tahun 2012 mencapai 47%, sedangkan
PAD Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2012
sebesar 60,98% dari total pendapatan dan
tahun 2013 ditargetkan PAD nya mencapai
64,3% dari total pendapatan. Hal inilah yang
bisa menjelaskan mengapa tingkat
kemandirian APBD pada Provinsi DKI Jakarta
yang tinggi.

3.1.1.2 Dana Perimbangan
Dana perimbangan merupakan pendanaan pemerintahan dalam kerangka
negara kesatuan, yang mencakup pembagian keuangan dan sumber-sumber
pendapatan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, serta pemerataan antar
daerah secara proporsional, demokratis, adil, dan transparan dengan
memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, sejalan dengan kewajiban
dan pembagian urusan, serta tata cara penyelenggaraan kewenangan, termasuk
pengelolaan dan pengawasan keuangannya. Tujuan perimbangan keuangan
tersebut adalah untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara Pemerintah dan
Pemerintah Daerah, serta mengurangi kesenjangan kemampuan fiskal antar
daerah.
Pada APBD tahun 2012 dan 2013 Dana Perimbangan yang diterima oleh
Provinsi DKI Jakarta terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi
Umum (DAU). Total dana perimbangan yang diterima pada tahun 2012 dan 2013
masing-masing sebesar Rp 9,1 trilyun dan Rp
9,2 trilyun, naik sebesar Rp 0,1 trilyun.
Apabila dibandingkan dengan total
pendapatan pada APBD tahun 2012 dan
2013, maka besarnya Dana Perimbangan
yang diterima oleh Pemda Provinsi DKI
Jakarta masing-masing mencapai 29,73% dan
Persentase PAD Provinsi DKI
Jakarta terhadap APBD
(tahun 2012 dan 2013)
mencapai lebih dari 60%,
diatas persentase nasional
yang sebesar 47%

Persentase Dana Perimbangan
Provinsi DKI Jakarta terhadap
APBD tahun 2012 dan 2013
masing-masing mencapai
29,73% dan 22,37%, dibawah
total nasional yang sebesar
66,02 % dan 63,26%
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 64
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta

22,37% dari total pendapatan. Jumlah ini lebih kecil dari total nasional Dana
Perimbangan yang diterima oleh daerah lain yaitu sebesar 66,02% pada tahun
2012 dan 63,26% pada tahun 2013.

3.1.1.3 Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah.
Pendapatan yang termasuk dalam lain-lain pendapatan daerah yang sah
adalah pendapatan Hibah dan Dana Penyesuaian. Pendapatan Hibah pada tahun
2013 ditargetkan sebesar Rp 3,7 trilyun naik sebesar Rp 2,2 trilyun dari tahun 2012
sebesar Rp 1,5 trilyun. Sedangkan untuk Dana Penyesuaian naik sebesar Rp 0,5
trilyun yaitu dari Rp 1,3 trilyun pada tahun 2012 menjadi Rp1,8 trilyun pada tahun
2013.
Lain-lain pendapatan yang sah pada APBD Provinsi DKI Jakarta tahun 2012
mencapai 9,29% dari total pendapatan, lebih kecil dari total nasional yang mencapai
14,44%. Sedangkan pada tahun 2013 sebesar 13,5% dibawah total nasional yang
besarnya 16,09%.

3.1.1.4 Belanja
Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum
daerah yang mengurangi ekuitas dana, merupakan kewajiban daerah dalam satu
tahun anggaran dan tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah.
Belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan
pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah yang terdiri dari urusan wajib,
urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu
yang dapat dilaksanakan bersama antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah atau
antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan.
Struktur APBD diatas membagi pengeluaran belanja menjadi belanja tidak
langsung dan belanja langsung. Belanja tidak langsung terdiri dari belanja pegawai,
belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja pembayaran bunga, bantuan kepada
kota dan kelurahan, dan belanja tidak terduga. Sedangkan belanja langsung terdiri
dari belanja pegawai, belanja barang, dan belanja modal
Alokasi belanja pada tahun 2013 sebesar Rp 45,5 trilyun, terdiri dari alokasi
untuk belanja langsung sebesar Rp 30,99 trilyun dan belanja tidak langsung sebesar
Rp 14,58 trilyun. Alokasi belanja tersebut naik sebesar Rp 11,7 trilyun dari belanja
pada tahun 2012 yang sebesar Rp 33,83 trilyun.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 65
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta

Dari profil APDB diatas maka dapat diketahui bahwa APBD Provinsi DKI
Jakarta merupakan APBD yang defisit dimana pendapatan yang ditargetkan lebih
kecil dari belanja yang direncanakan. Defisit APBD Provinsi DKI pada tahun 2013
adalah sebesar Rp 4,05 trilyun atau naik dari defisit anggaran pada tahun 2012 yang
sebesar Rp 3,2 trilyun. Defisit APBD tersebut ditutup dengan penerimaan
pembiayaan yang berasal dari SILPA dan pinjaman daerah.
Perhitungan besarnya SILPA tidak dapat dipisahkan dengan besarnya
realisasi belanja tahun sebelumnya yang masih dibawah dari yang telah ditetapkan,
sehingga pagu dana yang ada masih tersisa. SILPA juga diperoleh dari sisi
pendapatan, pada APBD Provinsi DKI Jakarta menunjukkan bahwa realisasi
penerimaan lebih besar dibandingkan target yang ditetapkan dalam APBD.
Hal ini yang membedakan Provinsi DKI Jakarta dengan daerah lain, yaitu
bahwa SILPA pada APBD Provinsi DKI Jakarta sebagian besar berasal dari jumlah
penerimaan yang melebihi target yang dianggarkan dalam APBD. Sedangkan
SILPA Provinsi/kabupaten/kota lain diperoleh dari realisasi belanja yang tidak
mencapai target dari pagu belanja yang ada.

3.1.2 APBD Berdasarkan Klasifikasi Fungsi
Klasifikasi APBD berdasarkan fungsi bertujuan untuk keselarasan dan
keterpaduan dalam rangka pengelolaan keuangan negara. Klasifikasi ini
dikelompokkan berdasarkan fungsi pemerintah yang dilaksanakan oleh dinas-dinas
yang ada di Pemprov DKI Jakarta, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 101/PMK.02/2011 tentang Klasifikasi Angggaran. Klasifikasi tersebut dibagi
dalam 10 fungsi, yaitu: perlindungan sosial, pendidikan, pariwisata dan budaya,
kesehatan, perumahan dan fasilitas umum, lingkungan hidup, ekonomi,
pertahanan, ketertiban dan ketentraman, serta pelayanan umum. Namun demikian
karena fungsi pertahanan hanya dilakukan
oleh pemerintah pusat, maka fungsi ini tidak
masuk dalam profil APBD Provinsi DKI
Jakarta. Oleh karena itu Pemprov DKI Jakarta
hanya menjalankan sembilan fungsi dalam
APBD-nya.
Persentase terbesar pada APBD tahun 2012 dan 2013 adalah bidang pendidikan
dan pelayanan umum. Alokasi pendidikan sebesar Rp 10,12 trilyun (29,92%) pada
tahun 2012 dan Rp 12,81 trilyun (28,12%) pada tahun 2013. Sedangkan untuk

SILPA pada APBD Provinsi
DKI Jakarta sebagian besar
merupakan realisasi
penerimaan yang melebihi
target yang ditetapkan

Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 66
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta

fungsi ketertiban dan ketentraman mendapat porsi yang paling rendah yaitu hanya
sebesar Rp 89 milyar (0,19%).
Alokasi belanja pendidikan yang besar ini tidak terlepas dari prioritas
pendidikan yang menjadi sektor unggulan dalam pembangunan di wilayah Provinsi
DKI Jakarta. Hal ini juga sesuai dengan amanat UUD 1945 yang mengatur
penetapan minimal pengalokasian belanja pendidikan sebesar 20% dari total pagu
belanja.

Grafik 3.2
Profil APBD Pemprov DKI Jakarta Berdasarkan Klasifikasi Fungsi
Tahun 2012 dan 2013


Sumber : www.djpk.depkeu.go.id


3.1.3 APBD Berdasarkan Klasifikasi Urusan
Klasifikasi anggaran berdasarkan urusan merupakan pengelolaan dan
pembagian anggaran berdasarkan urusan yang harus dilaksanakan oleh Pemprov
DKI Jakarta dalam menjalankan urusan pemerintah. Klasifikasi anggaran
berdasarkan urusan dibagi menjadi 2 urusan, yaitu urusan yang wajib
diselenggarakan oleh Pemda dan urusan pilihan yang bisa dipilih dalam
penyelenggaraan pemerintahan. Hal ini diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004
yang telah diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 2008 yaitu tentang Pemerintah
Daerah.
Pemprov DKI Jakarta menjalankan urusan yang dituangkan dalam APBD
sebanyak 26 urusan wajib dan 5 urusan pilihan. Besarnya alokasi belanja
berdasarkan urusan wajib dan urusan pilihan dapat dilihat pada grafik 3.3 dan 3.4.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 67
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta

Urusan wajib yang menjadi prioritas dalam pembangunan di Provinsi DKI
Jakarta adalah urusan Pendidikan, Pelayanan Pemerintahan, Kesehatan dan
Pekerjaan Umum, hal ini terlihat dari persentase alokasi anggarannya yang besar
untuk urusan tersebut.
Untuk urusan Pendidikan, Pemprov DKI Jakarta mengalokasikan dana
dalam APBD-nya sebesar Rp 9,45 trilyun pada tahun 2012 dan Rp 11,66 trilyun
pada tahun 2013. Sedangkan persentase terbesar kedua adalah Pelayanan
Pemerintahan sebesar Rp 7,25 trilyun di tahun 2012 dan Rp 10,40 trilyun di tahun
2013.

Grafik 3.3
Profil APBD Pemprov DKI Jakarta
Berdasarkan Klasifikasi Urusan Wajib
Tahun 2012 dan 2013


Sumber : www.djpk.depkeu.go.id

Sedangkan untuk pelaksanaan urusan pilihan yang dilakukan oleh Pemprov
DKI Jakarta, maka urusan Energi dan Sumber Daya Mineral serta urusan Kelautan
dan Perikanan merupakan prioritas dalam pelaksanaan pembangunan. Untuk
urusan Energi dan Sumber Daya Mineral dana yang dialokasikan dalam APBD
adalah sebesar Rp 355 milyar di tahun 2012 dan Rp 520 milyar di tahun 2013.
Sedangkan untuk urusan Kelautan dan Perikanan sebesar Rp 383 milyar di tahun
2012 dan Rp 356 milyar di tahun 2013, dapat dilihat pada grafik di bawah ini.



Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 68
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta

Grafik 3.4
Profil APBD Pemprov DKI Jakarta Berdasarkan Klasifikasi Urusan Pilihan
Tahun 2012 dan 2013


Sumber: www.djpk.depkeu.go.id

3.1.3 Perkembangan Realisasi APBD TA 2013
Perkembangan realisasi APBD Pemprov DKI Jakarta tahun 2013 dapat
disajikan sampai dengan triwulan III. Dari data tersebut realisasi pendapatan baru
mencapai 65.54% dari pagu anggaran pendapatan atau sebesar Rp 27,2 trilyun
yang terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum
serta Lain-lain Pendapatan yang Sah.
Dari sisi belanja, realisasi sampai dengan triwulan III tahun 2013 baru
mencapai 40,14% dari pagu belanja atau sebesar Rp 18,29 trilyun. Belanja
tersebut terdiri dari belanja langsung dan belanja tidak langsung.
Realisasi pendapatan dan belanja sampai dengan triwulan III menunjukan
bahwa realisasi pendapatan jauh diatas dari realisasi belanja yang ada. Hal ini
menunjukkan potensi pendapatan yang bisa diperoleh oleh Pemda Provinsi DKI
Jakarta dapat mencapai target atau bahkan lebih. Sedangkan realisasi belanja
yang masih dibawah 70% masih menunjukkan pola pengeluaran yang besar terjadi
pada triwulan IV dan cenderung terjadi pada akhir Tahun Anggaran yaitu bulan
Desember.
Dibawah ini disajikan pagu APBD Pemprov DKI Jakarta tahun 2013 dan
realisasi sampai dengan triwulan III tahun 2013.



Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 69
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta

Tabel 3.2
Perkembangan APBD Pemprov DKI Jakarta
s.d. Triwulan III TA 2013
(milyar rupiah)

Uraian APBD Realisasi %
Pendapatan 41,525.34 27,214.83 65.54
Pendapatan Asli Daerah 26,670.45 19,926.62 74.71
Dana Bagi Hasil 8,947.77 6,181.21 69.08
Dana Alokasi Umum 301.18 224.39 74.50
Lain-lain pendapatan yang sah 5,605.93 882.62 15.74
Belanja 45,576.33 18,294.83 40.14
Belanja Tidak Langsung 14,582.87 8,401.05 57.61
Belanja Langsung 30,993.46 9,893.78 31.92
Pembiayaan Daerah 4,050.99 8,866.21 218.87
Penerimaan Pembiayaan 8,454.55 9,410.40 111.31
Pengeluaran Pembiayaan 4,403.56 544.19 12.36
Pendapatan + Penerimaan
Pembiyaan
49,979.89 36,625.23 73.28
Belanja + Pengeluaran
Pembiayaan
49,979.89 18,839.02 37.69
Saldo 17,786.21
Sumber : BPKD Provinsi DKI Jakarta

3.2. Alokasi Dana Transfer

Dana transfer merupakan dana yang bersumber dari APBN yang
dialokasikan kepada daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang terdiri
dari Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian. Dana
Perimbangan terdiri atas Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana
Bagi Hasil. Sedangkan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian merupakan dana
yang dialokasikan untuk membiayai
pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah
sebagaimana ditetapkan dalam peraturan
perundang-undangan serta dana
penyesuaian untuk daerah tertentu yang yang
menerima DAU lebih kecil dari tahun
anggaran sebelumnya. Transfer daerah dilaksanakan dengan cara
pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke Rekening Kas
Umum Daerah (RKUD).
Pemprov DKI Jakarta hanya
menerima Dana Transfer
berupa DAU, DBH, Dana
Otsus dan Penyesuaian.
Tidak mendapatkan alokasi
DAK

Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 70
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta

3.2.1 Dana Alokasi Umum
Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan dana yang dialokasikan kepada
setiap daerah otonom (provinsi/kabupaten/kota) setiap tahun sebagai dana
pembangunan. Tujuan DAU adalah sebagai pemerataan kemampuan keuangan
antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah otonom dalam rangka
pelaksanaan desentralisasi. DAU merupakan komponen belanja dalam APBN,
tetapi merupakan komponen pendapatan dari APBD masing-masing pemda.
Pemprov DKI Jakarta baru mendapatkan DAU sejak tahun 2011, hal ini
dikarenakan kemampuan fiskal daerah yang tinggi yang berasal dari PAD-nya,
yang sudah dapat menutup belanja langsung dan belanja wajibnya. Jumlah DAU
yang diterima pada tahun 2011 adalah sebesar Rp 0,21 trilyun dan pada tahun
2012 meningkat menjadi Rp 0,27 trilyun (2%), sedangkan pada tahun 2013 sebesar
Rp 0,30 trilyun dan realisasi sampai dengan semester I sebesar Rp 0,15 trilyun.

3.2.2 Dana Alokasi Khusus
Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan alokasi dana dari APBN kepada
provinsi/kabupaten/kota tertentu dengan tujuan untuk mendanai kegiatan khusus
yang merupakan urusan pemerintah daerah sesuai dengan prioritas nasional. DAK
juga merupakan komponen belanja dalam APBN, tetapi merupakan komponen
pendapatan dari APBD masing-masing pemda. Namun demikian Pemprov DKI
Jakarta tidak menerima alokasi DAK, karena PAD nya cukup besar dan mampu
membiayai pembangunan di daerahnya.
Beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk suatu daerah dapat
memperoleh Dana Alokasi Khusus adalah: kriteria umum, kriteria khusus dan
kriteria teknik. Kriteria umum dihitung dari kemampuan keuangan daerah yaitu
besarnya penerimaan umum dalam APBD dikurangi dengan belanja untuk PNS
Daerah.
Kemampuan keuangan daerah dihitung berdasarkan Indeks Fiskal Neto
(IFN) tertentu yang ditetapkan setiap tahun. Daerah yang layak diberikan DAK
adalah daerah yang mempunyai kemampuan keuangan rendah, berdasarkan
kebijakan yang disepakati bersama yaitu daerah yang berada dibawah rata-rata
nasional atau IFN-nya kurang dari 1 (satu). Pada tahun 2012 kemampuan
keuangan daerah Provinsi DKI Jakarta adalah sebesar Rp 20,6 trilyun, sedangkan
pada tahun 2013 sebesar Rp 30,7 trilyun.
Kriteria khusus dirumuskan melalui indeks kewilayahan oleh Menteri
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 71
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta

Keuangan dengan mempertimbangkan masukan dari Menteri Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional dan Menteri/Pimpinan Lembaga terkait. Kriteria khusus
yang digunakan dalam perhitungan alokasi DAK memperhatikan: Peraturan-
peraturan daerah yang merupakan daerah khusus; seluruh Kabupaten/Kota di
Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, dan Daerah tertinggal/terpencil; dan
karakteristik daerah yang meliputi daerah pesisir dan/atau kepulauan kecil,
daerah perbatasan dengan Negara lain, daerah rawan bencana, daerah masuk
dalam kategori ketahananan pangan, dan daerah pariwisata. Terkait penyediaan
data tentang kekhususan daerah tersebut, Menteri Keuangan berkoordinasi dengan
lembaga terkait.
Kriteria teknis adalah kriteria yang mencerminkan kondisi sarana dan
prasarana masing-masing bidang. Daerah yang kondisi sarana dan prasarananya
kurang baik akan diprioritaskan untuk mendapatkan DAK. Kriteria tersebut
ditetapkan oleh kementerian teknis terkait. Dalam perhitungan alokasi DAK,
besaran kriteria teknis dirumuskan sebagai indeks fiskal teknis (IFT).
Berdasarkan penilaian terhadap kriteria diatas maka Provinsi DKI Jakarta tidak
memperoleh DAK seperti halnya Pemda Provinsi/Kabupaten/Kota lainnya.

3.2.3 Dana Bagi Hasil
Dana Bagi Hasil (DBH) merupakan dana yang bersumber dari APBN yang
dialokasikan kepada daerah berdasarkan persentase tertentu untuk mendanai
daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DBH merupakan komponen
belanja dari APBN dan menjadi komponen pendapatan pada APBD masing-masing
Pemda. Dana Bagi Hasil ini terdiri atas DBH Pajak dan DBH Bukan Pajak termasuk
didalamnya adalah DBH Sumber Daya Alam.
Di Provinsi DKI Jakarta besarnya pendapatan dari dana bagi hasil
merupakan komponen utama dari dana perimbangan yang diperoleh dari
pemerintah pusat. DBH yang diperoleh pada tahun 2012 adalah sebesar Rp 11,3
trilyun dari target yang dialokasikan pada APBD sebesar Rp 8,90 trilyun atau
sebesar 98% dari total penerimaan dana perimbangan.
Sedangkan pagu DBH tahun 2013 adalah sebesar Rp 8,95 trilyun (96,7%
dari total dana perimbangan yang sebesar Rp 9,25 trilyun). Sampai dengan triwulan
III, realisasi penerimaan DBH baru mencapai Rp 6,18 trilyun.


Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 72
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta

3.2.4 Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
Dana otonomi khusus merupakan dana yang dialokasikan untuk membiayai
pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah. Sedangkan dana penyesuaian
merupakan dana yang dialokasikan untuk membantu daerah dalam rangka
melaksanakan kebijakan tertentu. Dana penyesuaian juga diberikan kepada daerah
yang memperoleh DAU yang lebih kecil dari tahun anggaran sebelumnya.
Dana otonomi khusus dan dana penyesuaian merupakan komponen dari
lain-lain pendapatan yang sah. Karena dana ini diperoleh dari transfer pemerintah
pusat ke daerah maka penerimaan dana ini masuk juga dalam komponen dana
transfer.
Dana otonomi khusus dan penyesuaian yang diterima Pemda Provinsi DKI
Jakarta pada tahun 2012 mencapai Rp 1,78 trilyun dari alokasi pada APBD yang
sebesar Rp 1,31 trilyun. Sedangkan pada tahun 2013 pagu dana otonomi khusus
dan penyesuaian adalah sebesar Rp 1,82 trilyun dan realisasi sampai dengan
semester I telah mencapai Rp 0,7 trilyun.

Grafik.3.5
Alokasi Dana Transfer Provinsi DKI Jakarta


Sumber: www.djpk.depkeu.go.id

Dari ketiga komponen dana transfer yang diterima oleh Pemprov DKI
Jakarta, Dana Bagi Hasil merupakan komponen dana transfer yang paling tinggi
diperolah dari alokasi dana transfer tersebut. DBH diperoleh berdasarkan
penerimaan pajak dan bukan pajak pada daerah tersebut yang dikalikan dengan
persentase tertentu sebesar yang ditetapkan oleh Pemerintah pusat. Oleh karena
itu semakin besar dana DBH yang diterima oleh suatu daerah, berarti penerimaan
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 73
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta

pajak maupun bukan pajak di daerah tersebut tinggi juga. Hal ini juga terlihat pada
penerimaan DBH yang diterima oleh Pemprov DKI Jakarta.











Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 74
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta








Kebijakan dan Proyeksi Pendapatan dan Belanja pada masa yang akan
datang*)

Proyeksi Pendapatan
Beberapa kebijakan yang akan dilaksanakan oleh Pemda Provinsi DKI Jakarta
sehubungan dengan peningkatan pendapatan di masa yang akan datang antara lain
yaitu:
1. Menambah sumber pendapatan baru, yang dapat berupa perluasan basis pajak
daerah, juga dengan melakukan upaya-upaya lainnya yang dapat
meningkatkan alternatif pendapatan lain bagi Pemda Provinsi DKI Jakarta.
2. Memaksimalkan penerimaan PBB yang sepenuhnya sudah menjadi pajak
daerah. Pemda Provinsi mempunyai kewenangan penuh dalam upaya
meningkatkan penerimaan PBB melalui peningkatan NJOP, hal ini seiring
dengan pembangunan infrastruktur transportasi yang dapat meningkatkan
NJOP disekitar daerah pembangunan tersebut.
3. Menerapkan sistem pembayaran pajak daerah secara online untuk
meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemungutan dan penyetoran pajak
daerah, optimalisasi pembinaan dan pengawasan pemungutan pajak.
4. Mendorong daya tarik dan iklim investasi yang kondusif bagi investor serta
menggerakkan partisipasi masyarakat dan swasta untuk berkontribusi dalam
pembangunan.
5. Peningkatan pendapatan BUMD melalui perbaikan manajemen dan modal agar
lingkup usaha bisnisnya bertaraf nasional bahkan internasional.

Proyeksi Pendapatan Daerah Tahun 2014-2017
(dalam milyar rupiah)

Uraian 2014 2015 2016 2017
Pendapatan
53.197,03 63.955,60 83.707,89 103.982,01
Pendapatan Asli Daerah
34.258,57 40.100,47 47.902,04 57.376,73
Dana Perimbangan
15.130,98 21.783,63 33.590,78 44.244,45
Lain-lain Pendapatan yang
Sah
3.087,48 2.071,50 2.215,08 2.360,83

Proyeksi Belanja
Kebijakan pembangunan daerah untuk beberapa tahun ke depan diprioritaskan
pada belanja yang masuk dalam visi dan misi Gubernur DKI Jakarta, yang antara
lain meliputi:
a. Melaksanakan Program Unggulan yang merupakan Program Prioritas dalam
pembangunan daerah selama 5 tahun dalam rangka penyelesaian
permasalahan-permasalahan yang ada.
b. Melaksanakan program prioritas daerah lainnya sesuai dengan urusan
pemerintahan yang harus dilaksanakan.
c. Melaksanakan program yang bersifat pemenuhan standar pelayanan minimal
dan operasional.
d. Mengakomodir semaksimal mungkin program pembangunan yang dijaring
melalui Aspirasi Masyarakat dalam Musrenbang.
e. Mengedepankan program-program yang menunjang pertumbuhan ekonomi,
peningkatan penyediaan lapangan kerja dan upaya pengentasan kemiskinan.

Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 75
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


















f. Melaksanakan program-program yang bersifat mengikat seperti halnya
dukungan pencapaian target pembangunan nasional (Pro Poor, Pro Job, Pro
Growth, Pro Environtment, MDGs dan MP3EI), pemenuhan ketentuan
perundang-undangan (anggaran pendidikan lebih dari 20 persen),
pendampingan program-program pemerintah pusat, serta pendampingan
program-program yang didanai oleh Lembaga Keuangan Internasional.
g. Meningkatkan pelayanan masyarakat dari tingkat Kelurahan, Kecamatan,
Kota/Kabupaten hingga Provinsi.
h. Menyesuaikan gaji pegawai sesuai dengan kebijakan pemerintah.

Proyeksi belanja daerah dialokasikan dengan mendasarkan pada prioritas
kebutuhan yang dibagi dalam belanja yang bersifat mengikat dan belanja prioritas.
Alokasi belanja terlebih dahulu digunakan untuk memenuhi kebutuhan belanja tidak
langsung yang bersifat mengikat dan belanja prioritas I, serta untuk pengeluaran
pembiayaan yang bersifat wajib. Belanja prioritas I merupakan program
pembangunan daerah yang menunjang pencapaian visi dan misi gubernur. Setelah
belanja bersifat mengikat dan belanja prioritas I terpenuhi, baru kemudian
dialokasikan pada prioritas berikutnya.

Proyeksi Belanja Daerah Tahun 2014-2017
(dalam milyar rupiah)

Uraian 2014 2015 2016 2017
Belanja
39.878,91 53.552,72 52.909.67 44.042,40
Belanja Tidak Langsung Mengikat
10.853,15 12.236,92 13.797,13 17.539,69
Belanja Langsung Prioritas I
24.622,21 36.209,82 35.211,75 25.580,02
Pengeluaran Pembiayaan
4.403,56 5.105.98 3.900,79 922,69

*) RPJMD Provinsi DKI Jakarta 2013-2017
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 76
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta

3.3 Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)

BLU adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk
memberikan pelayanan kepada masyarakat, berupa penyediaan barang dan/atau
jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dalam rangka
memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
BLU juga diberikan kesempatan untuk mempekerjakan tenaga profesional non PNS
serta kesempatan pemberian imbalan jasa kepada pegawai sesuai dengan
kontribusinya. Di lingkungan Pemda Provinsi DKI Jakarta terdapat beberapa satker
yang menerapkan pola pengelolaan keuangan sebagai BLU
Satuan Kerja Perangkat Daerah yang menerapkan Pola Pengelolaan
Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) mempunyai manfaat sebagai
berikut:
1. Dapat meningkatan pelayanan instasi pemerintah daerah kepada masyarakat
dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan
bangsa.
2. Instasi pemerintah daerah dapat memperoleh fleksibilitas dalam pengelolaan
keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas dengan menerapkan
praktek bisnis yang sehat.
3. Dapat dilakukan pengamanan atas aset Negara yang dikelola oleh instansi
terkait.

Terdapat 63 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang merupakan
Badan Layanan Umum Daerah di wilayah Provinsi DKI Jakarta, terdiri atas Badan
Layanan Umum Bidang Pendidikan sebanyak 1 satker, Badan Layanan Umum
pada Bidang Kesehatan sebanyak 53 satker dan Badan Layanan Umum Bidang
Pengelolaan Kawasan/Pengelolaan Dana sebanyak 9 satker. komposisinya per
bidang sebagaimana terlihat pada Grafik 3.6 di bawah ini.





Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 77
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta

Grafik 3.6
Profil Pagu BLUD di Provinsi DKI Jakarta


Sumber: BPKD Provinsi DKI Jakarta

Satker BLUD bidang kesehatan mempunyai persentase terbesar yaitu
mencapai 76,03%, sedangkan dari pagu dana yang ada maka satker Unit
Penyelenggara Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Daerah mempunyai pagu yang
paling tinggi yaitu Rp 1,6 trilyun. Hal ini sejalan dengan salah satu target urusan
kesehatan yang tertuang dalam RKPD Provinsi DKI Jakarta yaitu: mewujudkan
sistem Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat (JPKM) termasuk pelayanan
kesehatan untuk keluarga miskin.
Namun demikian pada sisi pendanaan satker BLUD DKI Jakarta pada tahun
2013, sumber pendanaan yang utama berasal dari Rupiah Murni yaitu dari APBD
DKI Jakarta Besarnya dana Rupiah Murni tersebut lebih besar dari dana PNBP dari
masing-masing satker tersebut.






























Sebagai wujud dan implementasi pembinaan pelaksanaan anggaran daerah, Kanwil Ditjen
Perbendaharaan Provinsi DKI Jakarta telah melakukan Kegiatan Sosialisasi dan Sharing
Knowledge mengenai Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah. Kegiatan ini
diikuti oleh satuan kerja perangkat daerah di wilayah Provinsi DKI Jakarta yang melakukan
pengelolaan keuangan sebagai Badalan Layanan Umum dengan narasumber dari Direktorat
Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum







BAB IV
ANALISIS FISKAL REGIONAL
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 78
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


Bab IV Analisis Fiskal
Regional







4.1. Pendapatan Pusat dan Daerah
4.1.1 Rasio Pendapatan terhadap PDRB

Pertumbuhan perekonomian merupakan potensi bagi peningkatan
penerimaan pemerintah melalui sumber-sumber yang ditetapkan sesuai peraturan
perundang-undangan. Salah satu sumber yang menjadi sektor andalan yang
berkontribusi besar terhadap penerimaan adalah sektor perpajakan. Pajak masih
menjadi sumber utama penerimaan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam
menjalankan fungsi pemerintahan, yaitu pelayanan publik dan roda perekonomian.
Sebagai pusat perekonomian, PDRB Provinsi DKI Jakarta menjadi potensi
bagi penerimaan negara khususnya dari sektor perpajakan. Dengan kontribusi
terbesar Jakarta terhadap PDB yaitu 16-17 %, pemerintah menargetkan
penerimaan dari sektor pajak di Provinsi DKI Jakarta sebesar 72% dari target
nasional. Pertumbuhan perekonomian DKI Jakarta yang menunjukkan tren
meningkat juga dapat dilihat peningkatan penerimaan pajak. Hal tersebut tampak
dari rasio pajak atau kontribusi PDRB terhadap penerimaan negara pada tahun
2013 dari sektor perpajakan sebesar 42,5%, naik 1% dari rasio pajak tahun 2012
sebesar 41,5%. Besarnya rasio pajak Provinsi DKI Jakarta karena pajak yang
dapat dipungut adalah pajak nasional yang dipungut dan disetor di Provinsi DKI
Jakarta.
Sementara kontribusi PDRB terhadap penerimaan Pemprov DKI Jakarta
dari sektor pajak (sebesar Rp 23 trilyun per 24 Desember 2013) sebesar 1,9%.
Dalam Bab ini diuraikan mengenai beberapa analisis fiskal yaitu rasio pendapatan
terhadap PDRB dan pendapatan perkapita, rasio belanja APBN, rasio belanja perkapita,
rasio belanja beberapa sektor terpilih yaitu: pendidikan, kesejahteraan, dan
penanggulangan kemiskinan. Kemandirian daerah juga diuraikan yang diukur dari rasio
ruang fiskal serta perkembangan surplus/defisit anggaran dan Silpa
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 79
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


Rasio tersebut meningkat dibanding dari rasio pajak tahun 2012 sebesar 1,6%.
Peningkatan PDRB Provinsi DKI Jakarta, mampu dioptimalkan oleh Pemprov DKI
Jakarta untuk meningkatkan penerimaan daerah. Rasio pajak untuk penerimaan
negara yang besar dibanding dengan rasio pajak daerah, dikarenakan masih
tersentralisasinya beberapa komponen pajak yang menjadi hak negara dibanding
yang diserahkan kepada daerah.

Grafik 4.1
Rasio Pajak Negara, Pajak Daerah, dan PAD terhadap PDRB
Tahun 2011 s.d 2013

Sumber : BPS, LKPP Kanwil DJPBN

Dari data di atas terdapat korelasi antara peningkatan PDRB Provinsi DKI
Jakarta dengan potensi atas penerimaan negara yang menunjukkan tren
meningkat. Berdasarkan hal tersebut, untuk meningkatkan potensi penerimaan
negara, perlu dijaga pertumbuhan perekonomian Provinsi DKI Jakarta, khususnya
adalah pada sektor penyumbang terbesar pertumbuhan perekonomian, yaitu
konsumsi rumah tangga.
Potensi penerimaan pajak di atas tidak terlepas dari kontribusi konsumsi
rumah tangga terhadap pertumbuhan perekonomian. Produk yang dikonsumsi
masyarakat, nilainya telah dimasukkan komponen pajak yang menjadi hak negara
dan akan diserahkan oleh penyedia produk ke negara. Konsumsi rumah tangga
yang tinggi berdampak pada peningkatan penyediaan produk oleh dunia usaha
(penyedia produk); terutama sektor tersier (perdagangan, hotel dan restoran;
keuangan, real estat dan jasa keuangan, jasa lainnya; serta engangkutan dan
komunikasi) yang berkontribusi terhadap PDRB sebesar 72,21%.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 80
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


Peran pemerintah dalam mengendalikan roda perekonomian diperlukan
dalam rangka menjaga potensi tersebut. Kontribusi konsumsi masyarakat yang
tinggi terhadap pertumbuhan perekonomian, perlu disikapi pemerintah agar daya
beli masyarakat tetap tinggi. Inflasi yang tinggi akibat meningkatnya harga-harga
akan mempengaruhi daya beli masyarakat. Dampak akhirnya akan mempengaruhi
potensi pajak karena produk yang berlebih sementara daya beli menurun.
Langkah pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat tetap tinggi
(konsumsi) salah satunya adalah mengendalikan tingkat inflasi dalam kondisi yang
stabil. Pengawasan distribusi produk termasuk operasi pasar, pengendalian stok
produk yang memicu inflasi seperti kebijakan impor (beras, daging sapi dan gula)
dilakukan untuk menjaga ketersediaan produk dan kestabilan harga. Penyediaan
infrastruktur agar distribusi produk lancar dan kemudahan penduduk mendapatkan
produk perlu ditingkatkan.
Tingginya konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh pendapatan per kapita
penduduk Provinsi DKI Jakarta. Dalam arti semakin tinggi pendapatan penduduk,
akan meningkatkan pengeluaran penduduk terhadap produk. Dengan demikian
meningkatnya konsumsi rumah tangga akan meningkatkan potensi penerimaan
pajak.
4.1.2 Rasio Pendapatan per kapita
Pendapatan per kapita penduduk Provinsi DKI Jakarta tahun 2013
didasarkan atas PDRB dengan jumlah penduduk, adalah sebesar Rp 126 juta atau
pendapatan per bulan sebesar Rp 10,5 juta. Pendapatan penduduk yang tinggi
merupakan potensi penerimaan negara/daerah sebagai kontribusi penduduk
melalui setoran pajak, bea cukai dan setoran lainnya. Mengukur kontribusi
penduduk terhadap penerimaan negara/daerah (Rasio pendapatan per kapita)
dengan membandingankan antara penerimaan pendapatan di wilayah Provinsi DKI
Jakarta dengan jumlah penduduknya.




Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 81
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


Grafik 4.2
Rasio Pendapatan Per Kapita Provinsi DKI Jakarta Terhadap
Pendapatan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Tahun 2013

Sumber : data diolah dari BPS dan BPKD Provinsi DKI Jakarta
Rasio pajak per kapita berdasarkan penerimaan pajak bagian Pemerintah
Pusat (pajak penghasilan orang pribadi/badan), tidak termasuk pajak PPN adalah
sebesar Rp 5,37 juta. Hal ini mencerminkan bahwa setiap penduduk berkontribusi
membayar pajak kepada negara sebesar Rp 5,37 juta. Sementara rasio pajak per
kapita terhadap penerimaan daerah, berdasarkan penerimaan pajak daerah adalah
sebesar Rp 2,31 juta, dan rasio kontribusi tiap penduduk terhadap PAD adalah
sebesar Rp 2,64 juta.
Rata-rata rasio pajak per kapita secara nasional (agregat provinsi,
kabupaten dan kota) adalah Rp 435.087,-. Provinsi DKI Jakarta memiliki rasio pajak
per kapita tertinggi yaitu sebesar Rp 2,31 juta, yang berarti secara rata-rata setiap
penduduk yang ada di Provinsi DKI Jakarta memberikan kontribusi sebesar
Rp 2,31 juta untuk Pendapatan Daerah melalui pajak daerah. Provinsi Nusa
Tenggara Timur memiliki rasio pajak per kapita sebesar Rp 91.378,- dan
merupakan yang terendah dibandingkan 33 provinsi di Indonesia.




Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 82
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


Grafik 4.3
Rasio Pajak per Kapita Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota
Tahun 2013

Sumber : DJPK dalam Diskripsi analisis APBD 2013

Besarnya rasio pajak per penduduk Provinsi DKI Jakarta terhadap
penerimaan daerah secara nasional, dikarenakan konsumsi masyarakat barang
dan jasa yang tinggi. Empat komponen pajak daerah yang berkontribusi besar
terhadap penerimaan daerah adalah pajak kendaraan bermotor, biaya balik nama
kendaraan, pajak hotel dan restoran serta pajak lain-lain. Besarnya pengeluaran
penduduk terhadap kendaraan bermotor di Provinsi DKI Jakarta, selain karena
kebutuhan juga kemudahan mendapatkan kendaraan. Tahun 2012 jumlah
kendaraan di Provinsi DKI Jakarta sebanyak 6,15 juta unit. Selain merupakan
potensi terhadap penerimaan daerah dari pajak, muncul permasalahan tersendiri
yaitu kemacetan yang parah di DKI akibat tidak mendukungnya panjang jalan
dengan pertumbuhan kendaraan bermotor.
Kondisi yang dilematis bagi Pemprov DKI Jakarta terkait pengendalian
jumlah kendaraan untuk menyelesaikan kemacetan. Di satu sisi kendaraan adalah
penyumbang terbesar pajak daerah, di sisi lain dampak kemacetan yang
mengakibatkan ekonomi tinggi. Upaya yang dilakukan pemerintah terkait adalah
penyediaan infrastruktur jalan dan membatasi operasional kendaraan di jalan raya,
misalnya tree in one, rencana penerapan nomor genap ganjil dan kartu berbayar
untuk jalan tertentu.

Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 83
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


4.2. Belanja Pusat dan Daerah
Belanja pusat dan daerah merupakan salah satu alat kebijakan fiskal yang
dijalankan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah untuk menggerakkan perekonomian.
Untuk mengetahui fokus atau arah kebijakan fiskal pemerintah terhadap
perekonomian maka diperlukan suatu analisa yang terdiri dari beberapa rasio.

4.2.1 Rasio Belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
Alokasi APBN yang dilaksanakan atau didelegasikan kepada pemerintaah
daerah oleh pemerintah pusat melalui dana dekonsentrasi, tugas pembantuaan dan
urusan bersama, adalah suatu kebijakan di dalam membantu daerah dalam
mencapai kemandirian untuk dapat mensejahterakan masyarakat. Alokasi APBN
melalui dana dekonsentrasi, tugas pembantuan dan urusan bersama kepada
daerah didasari dengan kondisi kemampuan fiskal daerah dan IPM daerah
tersebut. Semakin kecil alokasi APBN atau rasio, semakin kemandirian daerah
karena kemampuan fiskal dan IPM yang semakin tinggi.
Alokasi APBN tahun 2013 untuk Provinsi DKI Jakarta melalui
Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan dan Urusan Bersama sebesar Rp 502,42
milyar, turun sebesar Rp 156,24 milyar dibanding tahun 2012 sebesar Rp 658,95
milyar. Dengan pagu total belanja APBD tahun 2013 sebesar Rp 45,58 trilyun, rasio
belanja APBN terhadap total belanja APBD sebesar 1,1%. Rasio tersebut turun
dibanding tahun 2012 sebesar 1,9%. Menurunnya rasio belanja APBN,
menunjukkan kemampuan fiskal dan IPM Pemprov DKI Jakarta semakin tinggi.
Ruang fiskal Pemprov DKI Jakarta tahun 2013 adalah sebesar 55,6%, di
atas rata-rata nasional yaitu sebesar 37,85%. Tertinggi adalah Provinsi Kalimantan
Timur sebesar 61,7% dan terendah adalah Provinsi Aceh sebesar 22,2%. Untuk
nilai IPM Provinsi DKI Jakarta adalah sebesar 78,33 dan tertinggi secara nasional
yaitu sebesar 73,29. Kondisi ini menggambarkan bahwa Provinsi DKI Jakarta
memiliki daya untuk melaksanakan pembangunan karena tersedia dana yang
memadai (APBD) tanpa tergantung dari dana APBN. Kemudian mampu
menggunakan dana secara efektif untuk keperluan pembangunan, sehingga
mampu meningkatkan kualitas manusianya.
IPM merupakan salah satu indikator kondisi pembangunan suatu wilayah
dan tingkat kesejahteraan masyarakatnya, karena pada dasarnya hakekat
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 84
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


pembangunan adalah membangun kualitas manusia. Dengan nilai rasio yang
semakin kecil di tahun 2013 dibanding tahun 2012, menunjukkan bahwa Pemprov
DKI Jakarta semakin memiliki kemandirian dalam menjalankan fungsi
pemerintahan dengan menggunakan sumber dana APBD yang lebih besar
dibanding APBN untuk kesejahteraan masyarakatnya.

Grafik 4.4
Rasio Belanja APBN terhadap Belanja APBD
Tahun 2012 dan 2013
Sumber : LKPP Kanwil Provinsi DKI Jakarta dan BPKD Provinsi DKI Jakarta

Sementara kebijakan alokasi APBN berdasarkan ruang fiskal dan IPM,
merupakan bagian dari kebijakan fiskal pemerintah dalam pengalokasian anggaran
untuk pemerataan pembangunan. Untuk daerah yang mandiri seperti Provinsi DKI
Jakarta akan sedikit mendapatkan alokasi APBN, sedangkan daerah yang ruang
fiskalnya rendah akan mendapatkan porsi yang lebih agar mampu meningkatkan
kesejahteraan penduduknya.

4.2.2 Rasio Total Belanja Terhadap Populasi
Anggaraan Belanja Daerah mempunyai peran riil dalam peningkatan
kualitas layanan publik dan sekaligus menjadi stimulus bagi perekonomian daerah.
Secara ideal seharusnya belanja daerah dapat berperan dalam peningkatan akses
masyarakat terhadap sumber daya ekonomi yang bermanfaat bagi kesejahteraan
masyarakat. Untuk menggambarkan seberapa besar belanja pemerintah daerah
yang digunakan untuk menyejahterakan masyarakat, digunakan rasio total belanja
terhadap jumlah penduduk (belanja daerah perkapita). Semakin besar nilai rasio,
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 85
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


semakin besar belanja yang dikeluarkan untuk menyejahterakan satu orang
penduduk, sehingga semakin besar kemungkinan kesejahteraan tercapai.
Tahun 2013 total belanja APBD Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp 45,58
trilyun. Dengan jumlah penduduk sebesar 10 juta orang, rasio belanja per kapita
sebesar Rp 4,52 juta. Angka ini menunjukkan bahwa setiap penduduk di Provinsi
DKI Jakarta mendapatkan alokasi belanja sebesar Rp 4,52 juta. Rasio belanja
terbesar nasional adalah Provinsi Kalimantan Timur sebesar Rp 14,01 juta dan
terendah adalah Provinsi Jawa Barat sebesar Rp 1,58 juta.
Kalimantan Timur dalam alokasi belanja sebesar Rp 48,3 trilyun, tidak
berbeda dengan Provinsi DKI Jakarta. Karena penduduk DKI yang besar, maka
rasionya lebih kecil di banding Provinsi Kalimantan Timur. Demikian juga dengan
Provinsi Jawa Barat, alokasi belanja terbesar kedua setelah Provinsi Jawa Timur
yaitu sebesar Rp 70,3 trilyun. Namun karena penduduk Jawa Barat sangat besar
yaitu 44,6 juta maka rasionya menjadi terkecil secara nasional.

Grafik 4.5
Rasio Belanja per Kapita per Provinsi

Sumber : BPS dan Ditjen Keuangan Daerah Kemendagri, data diolah

Pada periode 2009 sampai dengan 2013, rasio belanja per kapita Provinsi
DKI Jakarta mempunyai tren yang meningkat. Pada tahun 2012 rasio belanja per
kapita mencapai Rp 3,38 Juta per orang. Pada tahun 2013 rasio belanja perkapita
Provinsi DKI Jakarta Rp 4,5 juta per orang. Peningkatan rasio belanja per kapita
menunjukkan fokus kebijakan Pemprov DKI Jakarta melalui alokasi belanja adalah
untuk mensejahterakan penduduknya. Pendapatan per kapita penduduk Provinsi
DKI Jakarta menjadi yang tertinggi dibanding provinsi lainnya, angka melek huruf
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 86
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


penduduk yang hampir 100%, dan angka harapan hidup yang tinggi yaitu 74 tahun.
Hasil capaian tersebut berdasarkan penilaian kategori UNDP (IPM sebesar 78,33),
perkembangan wilayah Provinsi DKI Jakarta masuk dalam kategori daerah
berkembang dengan kesejahteraan menengah ke atas.

Grafik 4.6
Rasio Total Belanja APBD terhadap Populasi

Sumber : diolah dari APBD Pemprov DKI Jakarta

4.2.3 Rasio Belanja Pegawai
Menurut data Badan Kepegawaian Nasional (BKN), jumlah PNS Indonesia
sampai Desember 2010 adalah 4.6 juta orang atau 1,98% dari total penduduk
Indonesia yang berjumlah kurang lebih 224 jiwa. Jika dibandingkan dengan
negara-negara tetangga, persentase PNS Indonesia tersebut masih tergolong rata-
rata. Berdasarkan data jpnn.com, persentase pegawai negara-negara tetangga
adalah sebagai berikut, Malaysia 2%, Vietnam 2,9%, Filipina 1,9%, China 2,7%
dan Korsel 2%. Bila mengacu rasio tersebut, dengan jumlah PNS Pemprov DKI
Jakarta berdasarkan data tahun 2012 sebesar 75.646 orang, rasio jumlah PNS
terhadap jumlah penduduk adalah sebesar 0,76%. Dalam arti setiap satu PNS
Daerah melayani 132 orang.
Rasio belanja pegawai merupakan rasio untuk mengetahui besarnya alokasi
APBD yang digunakan untuk membayar belanja pegawai terhadap total belanja.
Rasio belanja pegawai diperoleh dari perbandingan antara belanja pegawai dengan
total belanja APBD. Dari proporsi alokasi belanja pegawai terhadap total belanja,
dapat diketahui apakah total belanja lebih besar untuk memenuhi kebutuhan
pegawai atau untuk kebutuhan di luar belanja pegawai. Dengan demikian dapat
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 87
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


diketahui seberapa besar fokus pemerintah dalam menjalankan fungsi
pemerintahannya dalam membangun daerahnya.
Pada tahun 2013 rasio belanja pegawai pada Provinsi DKI Jakarta adalah
sebesar 28,1%. Rasio ini lebih kecil jika dibandingkan dengan rasio belanja
pegawai rata-rata nasional yaitu sebesar 42,78%. Rasio belanja pegawai terbesar
adalah Provinsi DI Yogyakarta sebesar 56,11%, dan terendah adalah Provinsi
Kalimantan Timur sebesar 25,89%. Rasio belanja pegawai sebesar 28,1%,
mencerminkan fokus Pemprov DKI Jakarta dalam alokasi APBD untuk keperluan
pembangunan atau belanja non pegawai, dibanding belanja rutinnya. Alokasi yang
besar untuk kegiatan pembangunan, dapat menggerakkan perekonomian dan pada
akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Grafik 4.7
Rasio Belanja Pegawai terhadap Total Belanja Daerah
Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota
Tahun 2013


Sumber: Ditjen Perimbangan Keuangan
Besarnya rasio belanja pegawai dari tahun 2009 sampai dengan 2013
menunjukan tren semakin menurun. Hal ini mengindikasikan Pemprov DKI Jakarta
sangat efisien dan efektif dalam mengalokasikan belanja pegawai dan
memberdayakan pegawainya, serta memberikan porsi yang lebih untuk belanja non
pegawai. Namun demikian perlu dipertimbangkan bagi Pemprov DKI Jakarta,
bahwa pegawai di bidang kesehatan masih memerlukan tenaga bidan. Jadi
Pemprov DKI Jakarta perlu mengangkat tenaga bidan untuk mencapai pelayanan
yang ideal.

Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 88
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


4.2.4 Rasio Belanja Modal Daerah
Rasio Belanja Modal terhadap total Belanja Daerah mencerminkan porsi
Belanja Daerah yang dibelanjakan untuk membiayai Belanja Modal. Belanja Modal
merupakan belanja pemerintah daerah yang mempunyai pengaruh signifikan
terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Rasio belanja modal daerah adalah
perbandingan antara alokasi belanja modal dalam APBD dibandingkan dengan
total belanja dalam APBD. Alokasi belanja modal yang dialokasikan pada APBD
Provinsi DKI Jakarta menunjukkan kecenderungan yang meningkat setiap
tahunnya. Pada Tahun 2009 rasio belanja modal adalah sebesar 26,85% atau
sebesar Rp 5,9 trilyun. Selanjutnya rasio tersebut bertambah besar setiap tahunnya
dan pada tahun 2013 rasio belanja modalnya menjadi 34,52% atau sebesar
Rp 15,7 trilyun.
Grafik 4.8
Rasio Belanja Modal terhadap Total APBD
Tahun 2009 s.d. 2013

Sumber: data diolah dari BPKD dan DJPK

Dibandingkan dengan daerah lain, rasio belanja modal daerah Provinsi DKI
Jakarta pada tahun 2013 lebih besar dari rasio belanja rata-rata nasional sebesar
24,81%. Alokasi belanja modal tertinggi adalah Provinsi Kalimantan Timur sebesar
44,08% dan terendah adalah Provinsi DI Yogyakarta sebesar 12,59%.






Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 89
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


Grafik 4.9
Rasio Belanja Modal Terhadap Total Belanja Daerah
Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota
Tahun 2013


Sumber : Ditjen Perimbangan Keuangan
Saat beberapa daerah mengalokasikan sebagian besar total belanja untuk
belanja pegawai, Pemprov DKI Jakarta dengan ketergantungan yang rendah dari
Pemerintah Pusat (dana APBN sebesar 1,1%), mengalokasikan belanja modal
lebih dari belanja pegawai. Kebijakan Pemprov DKI Jakarta mengalokasikan
belanja modal dan terus meningkat di tiap tahunnya, menandakan fokus kebijakan
pemerintah adalah prioritas untuk pembangunan. Alokasi belanja modal Pemprov
DKI Jakarta sebesar Rp 15,7 trilyun merupakan stimulus pertumbuhan
perekonomian bila disandingkan dengan PDRB yang dihasilkan yaitu sebesar
Rp 1.226 trilyun. Ini membuktikan bahwa perekonomian Provinsi DKI Jakarta lebih
banyak digerakkan oleh investasi sektor swasta. Untuk itu belanja modal yang
dialokasikan lebih diprioritaskan untuk penyediaan infrastruktur pendukung
perekonomian seperti jalan raya (bidang pekerjaan umum), pengadaan Busway
(bidang perhubungan) dan penerangan jalan (bidang energi dan sumber daya
mineral).

4.2.5 Rasio Belanja Modal Pemerintah Pusat
Rasio belanja modal pemerintah pusat merupakan perbandingan antara
alokasi belanja modal pada satuan kerja vertikal di wilayah DKI Jakarta dengan
total pagu belanja modal APBD Pemprov DKI Jakarta. Rasio ini menunjukkan
besarnya alokasi APBN dan APBD yang disusun oleh Pemerintah Pusat dan
Pemprov DKI Jakarta.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 90
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


Untuk wilayah DKI Jakarta, yang merupakan ibu kota Republik Indonesia,
sebagian satuan kerja yang berlokasi di Provinsi DKI Jakarta merupakan satuan
kerja Kantor Pusat Kementerian/Lembaga ataupun setingkat eselon I. Hal tersebut
mencerminkan bahwa sekitar 74% alokasi dana APBN, dikelola di Provinsi DKI
Jakarta. Namun demikian alokasi belanja modal pada satker tersebut tidak
sepenuhnya digunakan untuk pengeluaran/belanja yang berlokasi di wilayah
Provinsi DKI Jakarta, tetapi tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Yang berlokasi
di Provinsi DKI Jakarta hanya pencairan anggarannya saja, namun realisasi
proyeknya berada diluar Provinsi DKI Jakarta.
Rasio belanja modal pemerintah pusat di Provinsi DKI Jakarta pada tahun
2012 adalah sebesar 413% dan tahun 2013 sebesar 349%.

4.3. Ruang Fiskal dan Kemandirian Daerah
4.3.1 Ruang Fiskal
Ruang fiskal (fiscal space) merupakan suatu konsep untuk mengukur
fleksibilitas yang dimiliki pemerintah daerah dalam mengalokasikan APBD untuk
membiayai kegiatan yang menjadi prioritas daerah untuk mengakselerasi
pertumbuhan ekonomi diwilayahnya tanpa mengganggu solvabilitas fiskal daerah
(membiayai belanja wajib). Semakin besar ruang fiskal yang dimiliki suatu daerah
maka akan semakin besar pula fleksibilitas yang dimiliki oleh pemerintah daerah
untuk mengalokasikan belanjanya pada kegiatan yang menjadi prioritas daerah
seperti pembangunan infrastruktur daerah.











Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 91
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


Grafik 4.10
Ruang Fiskal Provinsi DKI Jakarta
Tahun 2010 s.d. 2013


Sumber: diolah dari APBD Pemprov DKI Jakarta

Ruang fiskal yang tersedia bagi Pemprov DKI Jakarta meningkat secara
signifikan dari tahun 2010 sebesar Rp 14,58 trilyun dan tahun 2013 sebesar
Rp 30,37 trilyun atau meningkat lebih dari dua kali lipat dibanding tahun 2010.
Ruang fiskal Provinsi DKI Jakarta tahun 2013, lebih tinggi dibanding dengan rata-
rata nasional. Provinsi dengan ruang fiskal tertinggi adalah Provinsi Kalimantan
Timur sebesar 61,7% dan terendah adalah Provinsi Aceh sebesar 22, %.

Grafik 4.11
Ruang Fiskal Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota
Tahun 2013

Sumber: Ditjen Perimbangan Keuangan

Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 92
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


Dalam melaksanakan alokasi belanjanya, Pemprov DKI Jakarta dapat lebih
menggunakan potensi pendapatan asli daerahnya, tanpa bergantung dari transfer
dana pusat untuk pembiayaan wajibnya. Besarnya ruang fiskal dapat digunakan
untuk belanja yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat dan program
unggulan atau prioritas dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Prioritas
pembangunan untuk mendukung pertumbuhan perekonomian dan kualitas
penduduk Provinsi DKI Jakarta, yaitu sektor Pendidikan dengan alokasi di atas
20% melalui Program Wajib Belajar 12 tahun, sekolah gratis dan Program Kartu
Pintar; sektor Kesehatan melalui program berobat gratis dan Kartu Jakarta Sehat;
dan Pekerjaan Umum melalui penyediaan jalan raya non tol dalam kota.
Besarnya ruang fiskal Provinsi DKI Jakarta, menjadi dasar kebijakan fiskal
Pemerintah Pusat dalam menentukan alokasi dana APBN melalui Dekonsentrasi,
Tugas Pembantuan dan Urusan Bersama yang didelegasikan kepada daerah untuk
kesejahteraan masyarakat. Semakin tinggi ruang fiskal daerah, kebijakan alokasi
APBN Pemerintah Pusat semakin kecil. Alokasi APBN yang semakin sedikit
dibanding porsi APBD (tahun 2013 sebesar 1,1%) menandakan tingkat
kemandirian Provinsi DKI Jakarta dalam menjalankan pemerintahan.

4.3.2 Rasio Kemandirian Daerah
Rasio Kemandirian Daerah adalah perbandingan antara Rasio Pendapatan
Asli Daerah terhadap Total Pendapatan dan Rasio Dana Transfer terhadap Total
Pendapatan. Apabila rasio PAD lebih besar dari pada rasio dana transfer berarti
daerah tersebut semakin mandiri dan sebaliknya semakin besar rasio dana transfer
berarti tingkat ketergantungan semakin tinggi. Tingkat Kemandirian Daerah pada
Provinsi DKI Jakarta dari tahun 2009 sampai dengan 2013 menunjukkan tren
peningkatan, dimana rasio PAD lebih besar dari pada rasio dana transfer. Rasio
PAD tahun 2009 sebesar 0,539 dan pada tahun 2013 menjadi 0,642, sementara
rasio dana transfer pada tahun 2009 sebesar 0,461 dan tahun 2013 menjadi 0,223.




Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 93
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


Grafik 4.12
Gap Rasio PAD dan Rasio Dana Transfer


Sumber: diolah dari APBD Pemprov DKI Jakarta

Dibandingkan dengan provinsi lain, Provinsi DKI Jakarta memiliki rasio PAD
yang paling tinggi, yaitu sebesar 64,2%, sekaligus rasio dana transfer terendah
yaitu sebesar 26,6%. Sementara itu, Provinsi Papua Barat memiliki rasio PAD
terendah sebesar 2,8% sekaligus rasio dana transfer tertinggi yaitu sebesar 97,1%.
Rendahnya tingkat ketergantungan Provinsi DKI Jakarta tersebut disebabkan oleh
tingginya sumber-sumber PAD khususnya dari pajak daerah dan retribusi daerah.
Hal ini sejalan dengan analisis pada bagian rasio pajak yang menempatkan
Provinsi DKI Jakarta pada posisi pertama dibandingkan dengan provinsi-provinsi
lainnya.

Grafik 4.13
Rasio Ketergantungan Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota
Sumber: Ditjen Perimbangan Keuangan
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 94
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


4.4. Rasio Belanja Sektoral
Rasio belanja sektoral merupakan rasio belanja yang dialokasikan untuk
belanja sektoral dengan belanja secara keseluruhan. Besarnya rasio ini
menunjukkan prioritas dalam pembangunan di wilayah Provinsi DKI Jakarta. Hal ini
dapat terlihat dari beberapa sektor terpilih yang menjadi prioritas pembangunan di
Provinsi DKI Jakarta, yaitu: pendidikan, kesehatan, pelayanan publik dan birokrasi,
infrastruktur, serta penanggulangan kemiskinan dan kesejahteraan.

4.4.1 Belanja Bidang Publik dan Birokrasi
UU No 25 Tahun 2009 mendefinisikan pelayanan publik sebagai berikut:
pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka
pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan
bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa dan/atau pelayanan
administratif yang di sediakan oleh penyelenggara pelayanan publik.
Lembaga Administrasi Negara (1998) mengartikan Pelayanan Umum sebagai
segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi
pemerintahan di pusat, di daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik
Negara/Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka upaya
pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Untuk dapat memberikan pelayanan publik dan birokrasi yang terbaik, selain
diperlukan PNS yang profesional, diperlukan jumlah ideal per orang melayani
sejumlah penduduk. Asumsi ini berarti dengan PNS yang semakin profesional akan
berdampak pada peningkatan pelayanan birokrasi, atau semakin sedikit jumlah
penduduk yang dilayani oleh setiap PNS, maka pelayanan semakin cepat dan
akurat. Profesionalisasi PNS, berarti tetap berpijak pada prioritas untuk
meningkatkan kesejahteraan PNS, dengan kata lain PNS akan bekerja giat
(profesional) jika dibarengi dengan reward gaji yang jauh dari cukup.
Jumlah PNS di Indonesia sebesar 4.8 juta orang atau 1,98% dari penduduk
Indonesia tahun 2011 yaitu sebesar 243,74 juta, hal ini berarti satu PNS melayani
57 penduduk. Kondisi ini sebanding dengan jumlah pegawai negeri di negara
tetangga, seperti Malaysia 2%, dan Filipina 1,9% dari jumlah penduduknya. Jumlah
PNS Pemprov DKI Jakarta berdasarkan data tahun 2012 sebesar 75.646 orang.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 95
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


Dengan jumlah penduduk sebanyak 10 juta, Rasio PNS terhadap jumlah penduduk
adalah sebesar 0,76%, artinya setiap satu PNS Daerah melayani 132 orang. Bila
mengacu pada jumlah ideal yang dilayani baik nasional (1 PNS : 57 penduduk) atau
negara tetangga, maka jumlah pegawai Pemprov DKI Jakarta jauh dari ideal untuk
melayani penduduk. Dengan demikian untuk mencapai jumlah ideal, Pemprov DKI
Jakarta perlu menambah jumlah PNS sebesar 98.340 orang.

Grafik 4.14
Rasio PNS terhadap Jumlah Penduduk

Sumber: data diolah dari BPS Provinsi DKI Jakarta

Menjadikan PNS yang profesional dalam memberikan pelayanan, perlu
disandingkan dengan reward seperti penghasilan yang di dapat, dan sanksi jika
tidak memenuhi target kinerja. Dari sisi pendapatan, untuk mengukurnya adalah
dengan menyandingkan dana alokasi pelayanan umum dengan jumlah PNS
Pemprov DKI Jakarta. Alokasi belanja pelayanan umum (pelayanan publik dan
birokrasi) berdasarkan klasifikasi fungsi dalam APBD Pemprov DKI Jakarta tahun
2013 sebesar Rp 10,95 trilyun atau 24,02% dari total belanja. Alokasi tersebut
meningkat dibandingkan alokasi tahun 2012 sebesar 7,65 trilyun atau 22,61%.
Bila alokasi belanja pelayanan umum di bagi dengan jumlah PNS, maka tiap
PNS mendapat alokasi sebesar Rp 12,06 juta per bulan. Alokasi ini tidak berbeda
jauh jika dibandingkan dengan alokasi belanja pegawai dalam APBD, sehingga
PNS bisa fokus terhadap pelayanannya (profesional) karena sebanding dengan
peningkatan kesejahteraanya. Dengan demikian kebijakan alokasi untuk pelayanan
publik dan birokrasi dapat meningkatkan pelayanan terbaik kepada masyarakat.

Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 96
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


4.4.2 Belanja Bidang Infrastruktur
Kebijakan pemerintah dalam mengalokasikan belanja di bidang infrastruktur
tahun 2013 (sektor pekerjaan umum dan sektor perhubungan) sebesar Rp 8,87
trilyun adalah sebagai stimulus dalam pertumbuhan perekonomian. Hal tersebut
mengingat perekonomian Provinsi DKI Jakarta digerakkan oleh sektor swasta.
Investasi swasta lebih besar dibandingkan alokasi dari pemerintah dalam
menghasilkan PDRB sebesar Rp 1.226 trilyun. Besarnya rasio belanja bidang
infrastruktur yang dialokasikan tahun 2013 mencapai 20,2% dari total belanja,
menurun dibanding dengan alokasi tahun 2012 sebesar 27,5%.

Grafik 4.15
Rasio Alokasi Infrastruktur Terhadap Total Belanja

Sumber: BPKD Provinsi DKI Jakarta

Masalah infrastruktur yang dihadapi Provinsi DKI Jakarta saat ini dan
prioritas adalah panjang jalan raya yang masih kurang ideal, sehingga
menimbulkan kemacetan yang parah. Hal ini disebabkan oleh jumlah kendaraan
yang tidak sebanding dengan panjang jalan. Masalah kemacetan di Provinsi DKI
Jakarta secara ekonomi, menyebabkan peningkatan waktu tempuh (inefisiensi
waktu), biaya transportasi secara signifikan, gangguan yang serius bagi
pengangkutan produk-produk ekspor-impor (logistik secara umum), penurunan
tingkat produktivitas kerja, dan pemanfaatan energi yang sia-sia. Hasil Studi on
Integrated Transportation Master Plan (SITRAMP) oleh JICA/Bappenas
menunjukkan jika sampai tahun 2020 tidak ada perbaikan yang dilakukan dalam
sistem transportasi Jabodetabek, maka estimasi kerugian ekonomi yang terjadi
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 97
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


sebesar Rp 28,1 trilyun dan kerugian nilai waktu perjalanan mencapai Rp 36,9
trilyun.
Panjang jalan yang ada di Provinsi DKI Jakarta dari tahun 2010 sampai
dengan tahun 2012 tidak terjadi penambahan yang signifikan. Tahun 2010 panjang
jalan sepanjang 6.544 km naik 66 km di tahun 2011 menjadi 6.932 km. Bahkan
pada tahun 2012 tidak ada penambahan dari tahun sebelumnya. Saat ini luas jalan
raya DKI Jakarta baru sekitar 42,3 km
2
atau rasio luas jalan raya terhadap luas
Provinsi DKI Jakarta yaitu sebesar 6,2% atau. Rasio jalan raya yang ideal terhadap
luas wilayah adalah sebesar 14% dari total luas wilayah. Dengan demikian masih
terdapat ruang yang bisa dioptimalkan oleh Pemprov DKI Jakarta untuk
pembangunan infrastruktur jalan raya yaitu sebesar 7,8% atau luas jalan sekitar
49,7 km
2
. Jika rata-rata lebar jalan adalah 6 m, maka panjang jalan yang diperlukan
untuk mencapai ideal adalah sekitar 8.283 km.

Grafik 4.16
Panjang Jalan di Provinsi DKI Jakarta
Tahun 2009 s.d. 2012

Sumber: diolah dari BPKD Provinsi DKI Jakarta

Pembangunan jalan baru hanya mengurangi tingkat kemacetan untuk
mendukung beban jumlah kendaraan. Sementara permasalahan lain adalah jumlah
angkutan umum yang kurang mendukung untuk aktivitas penduduk (0,02% dari
total kendaraan di Provinsi DKI Jakarta), sehingga banyak penduduk yang membeli
kendaraan untuk mendukung aktivitasnya. Sepeda motor menjadi moda terbesar
sebesar 70,97% (4,4 juta kendaraan) diikuti sedan dan jeep sebesar 8,1% (467,5
ribu kendaraan).
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 98
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


Fokus kebijakan Pemprov DKI Jakarta di bidang infrastruktur adalah
peningkatan kapasitas jalan (fly over, tol dan non tol dalam kota), dan peningkatan
kapasitas angkutan umum (busway dan MRT). Kebijakan tersebut selain upaya
untuk mengurangi kemacetan yang berdampak pada ekonomi tinggi, yang
terpenting adalah mengendalikan jumlah kendaraan yang beroperasi di jalan
dengan menambah angkutan umum yang murah dan nyaman. Sehingga
diharapkan masyarakat akan beralih ke angkutan umum untuk mendukung
aktivitasnya.

4.4.3 Belanja Bidang Kesehatan
Alokasi belanja bidang kesehatan pada tahun 2013 mencapai Rp 4,6 trilyun
atau rasio sebesar 10,2% dari total belanja, meningkat dibanding tahun 2012 yang
dialokasikan sebesar Rp 3,3 trilyun atau rasio sebesar 9,9%. Peningkatan belanja
bidang kesehatan ini menunjukkan bahwa Pemprov DKI Jakarta menjadikan bidang
kesehatan sebagai bidang yang perlu mendapat perhatian dalam rangka
meningkatkan kualitas masyarakat. Hal ini juga sesuai dengan program MDGs
yang pada saat ini menjadi perhatian pemerintah dan dunia.

Grafik 4.17
Rasio Bidang Kesehatan terhadap Total Belanja


Sumber : data diolah dari BPKD Provinsi DKI Jakarta

Sektor kesehatan sebagai bagian dari komponen pembentuk kualitas
manusia, merupakan salah satu sektor yang sangat strategis untuk mencapai
peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tersedianya sarana kesehatan terutama
rumah sakit, puskesmas; dan tenaga kesehatan khususnya dokter, perawat dan
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 99
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


bidan yang ideal dalam jumlah dan kualitas adalah suatu keharusan.
Perkembangan sarana kesehatan di Provinsi DKI Jakarta sejak tahun 2009 sampai
dengan 2012 tidak begitu signifikan peningkatannya, dibanding dengan tenaga
kesehatan, terutama dokter, apoteker dan bidan. Rasio sarana kesehatan seperti
rumah sakit dan puskesmas di Provinsi DKI Jakarta untuk melayani penduduk
dirasakan sudah cukup ideal, sehingga pemerintah dalam alokasi lebih fokus pada
peningkatan kualitas dan jumlah tenaga kesehatan, khususnya bidan yang masih
kurang ideal jumlahnya untuk melayani penduduk dan peningkatan kesehatan
masyarakat.

Grafik 4.18
Rasio Fasilitas dan Tenaga Kesehatan di Provinsi DKI Jakarta

Sumber: data diolah dari Kementerian Kesehatan

Fokus atau prioritas bidang kesehatan Pemprov DKI Jakarta, tergambar
dalam program unggulan yaitu, Program Pembinaan Upaya Kesehatan dengan
indikator capaian adalah umur harapan hidup; Program Bina Gizi, Kesehatan Ibu
dan Anak dengan indikator capaian angka kematian ibu dan bayi; Program
Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Daerah melalui Kartu Jakarta Sehat; dan
Program Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan; serta Program
Peningkatan Sarana dan Prasarana Kesehatan.
Pencapaian bidang kesehatan Pemprov DKI Jakarta tampak dari
peningkatan kualitas kesehatan masyarakat antara lain adalah penurunan angka
kematian bayi, peningkatan angka harapan hidup serta persentase balita yang
pernah diimunisasi. Angka kematian bayi penduduk di Provinsi DKI Jakarta
memenuhi target MDGs, yaitu berada pada kisaran 22 per seribu kelahiran pada
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 100
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


tahun 2012. Sementara angka kematian bayi berdasarkan target sebesar 23 per
seribu kelahiran. Sedangkan layanan terhadap bayi untuk mendapatkan imunisasi
dasar lengkap di Provinsi DKI Jakarta mencapai 80,1%. Persentase bayi yang
mendapat imunisasi tersebut masih di bawah nasional sebesar 82,5%.
Untuk indikator harapan hidup, data pada tahun 2010 sebanyak 33,81%
penduduk yang mengalami keluhan kesehatan, turun menjadi 32,92% di tahun
2012. Secara rata-rata, angka harapan hidup penduduk Provinsi DKI Jakarta
selama kurun waktu 2010-2012 mencapai 72,1 tahun.

4.4.4 Belanja Bidang Pendidikan
Rasio belanja bidang pendidikan adalah merupakan perbandingan antara
pagu belanja bidang pendidikan dengan total pagu belanja APBD. Besarnya
belanja pendidikan seperti yang diatur dalam UUD 1945 adalah 20% dari pagu
belanja APBN/APBD. Rasio belanja pendidikan Pemprov DKI Jakarta pada tahun
2013 sebesar 27,7% atau sebesar Rp 12,6 trilyun. Alokasi belanja bidang
pendidikan tersebut meningkat sebesar Rp 2,5 trilyun jika dibandingkan tahun
2012, namun jika dilihat secara persentase menurun 2,2%. Meskipun demikian
alokasi anggaran untuk bidang pendidikan di Provinsi DKI Jakarta masih di atas
ketentuan Undang Undang Dasar.
Besarnya alokasi belanja pendidikan tersebut merupakan salah satu
realisasi dari misi Pemprov DKI Jakarta untuk membangun pemerintahan yang
bersih dan transparan serta berorientasi pada pelayanan publik, yaitu melalui
peningkatan kualitas pendidikan masyarakatnya. Penyediaan sarana pendidikan
dan tenaga pendidik yang ideal telah memenuhi kebutuhan pelayanan akan
pendidikan bagi masyarakat. Hal tersebut tercermin dari jumlah sekolah yang
cukup dengan indikator jumlah kelas dengan jumlah murid agar kenyamanan
proses belajar terpenuhi. Jumlah murid per kelas di Provinsi DKI Jakarta sangat
ideal untuk proses belajar yaitu rata-rata 30 murid per kelas. Rasio jumlah murid
tersebut lebih bagus dari standar maksimal jumlah murid dalam kelas yang
ditetapkan secara nasional yaitu rata-rata per kelas maksimal 40 murid.



Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 101
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


Grafik 4.19
Jumlah Murid Per Kelas Sekolah di Provinsi DKI Jakarta

Sumber: data diolah dari BPS Provinsi DKI Jakarta

Begitu juga terkait penyediaan tenaga pendidikan, untuk wilayah DKI
Jakarta tenaga pendidikan yang tersedia sangat ideal. Rata-rata satu orang guru
mengajar 13 sampai dengan 14 murid. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah guru di
Provinsi DKI Jakarta sudah berlebih. Apabila mengejar proses belajar yang efektif,
maka dengan jumlah 13 sampai dengan 14 murid per guru, maka kondisi tersebut
sangat ideal.

Grafik 4.20
Rasio Guru Per 1.000 Murid di Provinsi DKI Jakarta

Sumber: data diolah dari BPS Provinsi DKI Jakarta

Dengan tersedianya sarana pendidikan dan tenaga pendidik yang ideal,
kebijakan Pemprov DKI Jakarta tidak lagi membangun sarana pendidikan baru atau
menambah tenaga pendidik. Kebijakan alokasi anggaran pendidikan diarahkan
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 102
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


untuk kegiatan, pendidikan anak usia dini; program wajib belajar dua belas tahun
salah satunya melalui Kartu Jakarta Pintar; dan pendidikan non formal dan informal
untuk mengurangi buta aksara.
Peningkatan kualitas penduduk Provinsi DKI Jakarta melalui kebijakan
Pemprov DKI Jakarta telah mencapai hasil yang baik. Peningkatan angka melek
huruf dan tingkat partisipasi sekolah sebagai hasil korelasi positif terhadap alokasi
belanja bidang pendidikan dapat dilihat dengan persentase yang baik, yaitu untuk
tingkat partisipasi sekolah adalah 98,97% (pendidikan dasar), 93,79% ( pendidikan
menengah) dan 60,81% (pendidikan atas). Untuk angka melek huruf penduduk
Provinsi DKI Jakarta, mencapai hampir 100%, yaitu 99,07% pada tahun 2012. Hal
ini menandakan hampir seluruh penduduk Provinsi DKI Jakarta sudah dapat
membaca dan menulis.

4.4.5 Belanja Bidang Kesejahteraan dan Penanggulangan Kemiskinan
Rasio belanja bidang kesejahteraan dan penanggulangan kemiskinan
merupakan perbandingan antara pagu belanja yang termasuk dalam peningkatan
kesejahteraan dan penanggulangan kemiskinan dibandingkan dengan total pagu
belanja APBD. Bidang-bidang yang termasuk dalam bidang kesejahteraan dan
penanggulangan kemiskinan yaitu: perumahan, lingkungan hidup, keluarga
berencana dan keluarga sejahtera, sosial, ketenagakerjaan, koperasi dan UKM,
dan pemberdayaan masyarakat desa. Belanja bidang kesejahteraan ini diluar dari
belanja pendidikan dan kesehatan yang juga termasuk bidang yang dapat
meningkatkan kesejahteraan dan menanggulangi masalah kemiskinan.
Bila dilihat dari nilai Indeks Pembangunan Manusia sebesar 78,33,
penduduk Provinsi DKI Jakarta termasuk kategori sejahtera. Pertumbuhan
ekonomi, peningkatan pendapatan per kapita yang tinggi, serta konsumsi
masyarakat yang tinggi merupakan indikasi bahwa penduduk Provinsi DKI Jakarta
sejahtera. Apalagi kemudahan terhadap segala akses seperti pendidikan dan
kesehatan, berdampak pada kualitas penduduk yang pada akhirnya akan
menjadikan penduduk sejahtera.
Namun berdasarkan data BPS, masih terdapat penduduk miskin. Jumlah
penduduk miskin di Provinsi DKI Jakarta tahun 2011 sebesar 3,75% dan menurun
pada tahun 2012 menjadi 3,69% (berkurang 0,06%). Pada tahun 2013 jumlahnya
menjadi 3,55% (berkurang sebesar 0,14%) dari total penduduk.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 103
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


Besarnya rasio belanja bidang kesejahteraan dan penanggulangan
kemiskinan DKI Jakarta tahun 2013 yaitu sebesar 12,3 % atau sebesar Rp 5,5
trilyun atau terdapat kenaikan sebesar 1,7 % atau mendekati Rp 2 trilyun,
dibanding tahun 2012. Namun demikian
Beberapa kegiatan yang dilakukan sehubungan dengan belanja bidang ini
yaitu pembangunan rumah susun, pembangunan kampung deret, normalisasi kali
dan waduk serta kegiatan prioritas lain yang menyangkut kesejahteraaan
masyarakat.

4.5. SILPA dan Pembiayaan

4.5.1 Perkembangan Surplus/Defisit APBD
4.5.1.1 Rasio surplus/defisit terhadap agregat pendapatan
Rasio surplus/defisit terhadap agregat pendapatan adalah rasio yang
digunakan untuk mengetahui proporsi adanya surplus/defisit anggaran terhadap
pendapatan. Rasio ini mencerminkan performa fiskal pemerintah daerah dalam
menghimpun pendapatan atau mengcover belanja, atau penghematan belanja
dengan kondisi tertentu. Adapun rasio surplus/defisit Provinsi DKI Jakarta pada
tahun 2012 dan 2013 adalah sebesar 10,4% dan 9,8% (Tabel 4.1). Dengan
kebijakan defisit anggaran yang semakin kecil dan disisi lain target pendapatan
yang meningkat, maka diharapkan defisit anggaran tersebut dapat ditutupi dengan
peningkatan pendapatan tersebut.

Tabel 4.1
Rasio Surplus/Defisit Terhadap Pendapatan
(milyar rupiah)

2012 2013
Surplus/Defisit -3.184,29 -4.050,99
Total Pendapatan 30.642,74 41.525,33
Rasio Surplus/Defisit terhadap pendapatan 0,104 = 10,4 % 0,098 = 9,8 %
Sumber: diolah dari APBD Pemprov DKI Jakarta






Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 104
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


4.5.1.2 Rasio Surplus/defisit terhadap PDRB
Rasio surplus/defisit terhadap PDRB merupakan perbandingan antara
jumlah surplus/defisit dengan total PDRB di wilayah DKI Jakarta. Rasio ini
menggambarkan kesehatan ekonomi secara regional di wilayah DKI Jakarta, yaitu
apakah daerah itu mampu untuk memproduksi barang dan jasa yang cukup baik
untuk membiayai hutang akibat defisit dalam APBD. Adapun rasio surplus/defisit
Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2012 adalah sebesar 0,2% dan tahun 2013
sebesar 0,3% sebagaimana terlihat pada Tabel 4.2. Defisit anggaran yang semakin
tinggi akan mendorong kegiatan perekonomian dalam masyarakat karena belanja
yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Dengan meningkatnya kegiatan
perekonomian tersebut berdampak pada peningkatan PDRB di wilayah DKI
Jakarta.

Tabel 4.2
Rasio Surplus/Defisit Terhadap PDRB
(milyar rupiah)


2011 2012
Surplus/Defisit -1.796,61 -3.184,29
Total PDRB 982.520 1.103.740
Rasio Surplus/defisit terhadap PDRB 0,002 = 0,2 % 0,003 = 0,3%
Sumber : diolah dari APBD Pemprov DKI Jakarta

Defisit pada APBD Provinsi DKI Jakarta sebagian atau seluruhnya akan
ditutup dari SILPA yang dimiliki oleh Pemprov DKI Jakarta. Adapun tujuan
penggunaan dana SILPA salah satunya adalah untuk menutup pembiayaan defisit
anggaran. Dari Tabel 6.8 terlihat bahwa Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2012
memiliki SILPA sebesar Rp 3,68 trilyun dan tahun 2013 memiliki target SILPA
sebesar Rp 8,34 trilyun dan dana ini nantinya akan dapat digunakan untuk menutup
defisit anggaran Provinsi DKI Jakarta tersebut.

4.5.1.3 Rasio SILPA terhadap alokasi belanja
Rasio SILPA terhadap alokasi belanja mencerminkan proporsi belanja atau
kegiatan yang tidak digunakan secara efektif oleh pemerintah daerah. Namun
demikian besarnya nilai SILPA tidak hanya berasal dari sisa belanja atau kegiatan
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 105
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


yang tidak digunakan, melainkan juga berasal dari realisasi pendapatan yang lebih
besar dari target yang telah ditetapkan dalam APBD.
Untuk Pemprov DKI Jakarta realisasi pendapatan melebihi dari jumlah
target pendapatan yang ditetapkan dalam APBD. Mungkin hanya terdapat
beberapa daerah saja yang SILPA-nya bersumber dari realisasi pendapatan yang
melebihi target APBD dan bukan dari sisa belanja atau kegiatan yang belum/tidak
dilaksanakan, dan salah satunya adalah Provinsi DKI Jakarta. Dari sisi pencapaian
target kinerja keuangan, DKI Jakarta adalah provinsi yang efektif dalam melakukan
realisasi atas alokasi belanjanya, namun dari sisi target pendapatan, perlu
dilakukan analisis yang lebih mendalam, apakah hal tersebut disebabkan adanya
penerimaan yang memang belum diprediksi sebelumnya, atau karena salah dalam
penetapan target pendapatan.
Adapun Rasio SILPA terhadap belanja Provinsi DKI Jakarta tahun 2013
adalah sebagaimana terlihat pada Tabel 4.3. Rasio tersebut meningkat pada tahun
2013 jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Tabel 4.3
Rasio SILPA Terhadap Belanja
(milyar rupiah)

2012 2013
SILPA TA sebelumnya 3.680,60 8.344,55
Total Belanja 33.827,03 45.576,33
Rasio SILPA terhadap Belanja 0,109= 10,9% 0,183 = 18,3%
Sumber: diolah dari APBD Pemprov DKI Jakarta

SILPA pada Provinsi DKI Jakarta dari tahun 2013 meningkat hampir 80%
dari tahun 2013. Kecenderungan ini bisa diartikan bahwa pemerintah daerah di
Provinsi DKI Jakarta lebih optimis dalam estimasi atas dana yang akan diterima
pada tahun anggaran berjalan akan tetapi tidak berani mengalokasikannya dalam
jenis belanja untuk mendanai kegiatan layanan publik di APBD-nya.

4.5.2 Perkembangan Pembiayaan
4.5.2.1 Rasio Pinjaman daerah terhadap total pembiayaan
Rasio pinjaman daerah terhadap total pembiayaan adalah rasio yang
dipergunakan untuk mengetahui proporsi pencairan pinjaman yang dilakukan
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 106
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


daerah untuk membiayai defisit APBD. Semakin kecil rasio yang diperoleh dari
perbandingan pinjaman daerah dengan pembiayaan daerah, maka pemda tersebut
dapat menutup pembiayaan hanya bersumber dari SILPA, sehingga tidak
memerlukan/mencari pinjaman untuk menutup defisit APBD-nya. Adapun rasio
pinjaman terhadap pembiayaan Provinsi DKI Jakarta tahun 2012 dan 2013
sebagaimana pada Tabel 4.4, terlihat bahwa rasio pada tahun 2013 lebih kecil
daripada rasio pada tahun 2012.

Tabel 4.4
Rasio Pinjaman Terhadap Pembiayaan
(milyar rupiah)

2012 2013
Pinjaman Daerah 5.380,60 8.454,55
Pembiayaan Daerah 2.196,31 4.403,56
Rasio Pinjaman thd Pembiayaan 2.45 1.92
Sumber : diolah dari APBD Pemprov DKI Jakarta

Data di atas menunjukkan bahwa secara angka terjadi peningkatan
pinjaman daerah yang dilakukan oleh Provinsi DKI Jakarta, namun secara
proporsional pencairan pinjaman daerah untuk membiayai defisit yang dilakukan
oleh Pemprov DKI Jakarta tahun 2013 menurun jika dibandingkan tahun 2012,
yaitu dari sebesar 2,45 menjadi 1,92. Penurunan pinjaman daerah ini dipengaruhi
oleh SILPA yang dimiliki oleh Pemprov DKI Jakarta. SILPA yang ada tersebut
digunakan untuk menutup defisit anggaran tahun depan dan mengurangi pinjaman
daerahnya.

4.5.2.2 Rasio Keseimbangan Primer
Rasio keseimbangan primer adalah mengukur total pendapatan dikurangi
total bunga dan belanja dibandingkan dengan total pendapatan itu sendiri. Rasio ini
menggambarkan kemampuan pemda untuk membiayai defisit belanja. Rasio
keseimbangan primer Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2013 lebih tinggi daripada
tahun 2012, sebagaimana terlihat pada Tabel 4.5. Jika dibandingkan dengan
Provinsi Jawa Timur pada tahun 2012, maka rasio keseimbangan primer Provinsi
DKI Jakarta masih lebih rendah daripada Provinsi Jawa Timur yang hanya memiliki
rasio -7%.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 107
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


Tabel 4.5
Rasio Keseimbangan Primer
(milyar rupiah)


2012 2013
Total Pendapatan - (Total Belanja-Belanja Bunga) (3.188,64) (4.050,99)
Total Pendapatan 30.642,74 41.525,34
Rasio Keseimbangan Primer (0.104) = -10,4 % (0.098) = - 9,8 %
Sumber: diolah dari APBD Pemprov DKI Jakarta

Nilai yang dihasilkan dari perhitungan ini, sebagaian besar menghasilkan
angka yang negatif. Hal ini berarti pendapatan yang diperoleh belum bisa
memenuhi kebutuhan belanjanya. Atau bisa dikatakan juga kebijakan anggaran
yang diambil adalah kebijakan anggaran yang defisit. Anggaran defisit
dilaksanakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan cara
meningkatkan belanja, yang akhirnya meningkatkan kegiatan perekonomian.
Dengan meningkatnya kegiatan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan
pendapatan dari pajak atau retribusi yang diperoleh dari kegiatan ekonomi tersebut.
BAB V
PENUTUP
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 108
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


Bab V Penutup






5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan dan analisis pada bab-bab sebelumnya, maka
dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:
1. Tingkat inflasi di Provinsi DKI Jakarta bulan Desember 2013 sebesar 0,78%,
lebih tinggi dibanding inflasi nasional pada bulan yang sama sebesar 0,55%.
Namun demikian dilihat dari polanya, pola perkembangan inflasi Provinsi DKI
Jakarta dan nasional memiliki pola yang sama, dikarenakan bobot inflasi
Provinsi DKI Jakarta terhadap inflasi nasional secara keseluruhan sekitar 29%.
Kontribusi ini membuat pergerakan harga di Provinsi DKI Jakarta bisa memberi
andil yang cukup besar pada pergerakan harga pada level nasional.
Dampak inflasi meskipun masih dalam kategori inflasi rendah, berpengaruh
terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi DKI Jakarta. Secara komulatif PDRB
DKI Jakarta tahun 2013 tumbuh sebesar 6,11%, sedikit lebih lambat
dibandingkan dengan tahun 2012 yang mencapai 6,53%. Inflasi yang
diperkirakan berdampak pada pengeluaran per kapita penduduk, menunjukkan
sebaliknya yaitu peningkatan pengeluaran atau konsumsi masyarakat. Tahun
2012 pengeluaran per kapita penduduk sebesar Rp 1.488.183,- dengan tingkat
inflasi sebesar 4,52%, meningkat di tahun 2013 menjadi Rp 1.528.429,- dengan
tingkat inflasi sebesar 8%.
2. Pertumbuhan ekonomi di Provinsi DKI Jakarta berdasarkan PDRB atas dasar
harga berlaku tiap tahunnya menunjukkan tren peningkatan. PDRB Provinsi DKI
Jakarta tahun 2010 sebesar Rp 861,99 trilyun meningkat menjadi Rp 982,52
trilyun di tahun 2011, meningkat menjadi Rp 1.103,74 trilyun tahun 2012 dan
Dalam Bab ini diuraikan beberapa kesimpulan dari indikator-indikator perekonomian dan
analisis yang dilakukan terhadap indikator-indikator tersebut. Kemudian dari kesimpulan
tersebut dipaparkan beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan oleh Pemprov DKI
Jakarta atas permasalahan yang ada

Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 109
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


tahun 2013 mencapai Rp 1.255,9 trilyun. Nilai PDRB Provinsi DKI Jakarta
merupakan yang terbesar dibanding provinsi lain dan berkontribusi sekitar 16-
17% dari total nasional.
Selama ini kontribusi terbesar pertumbuhan ekonomi di Provinsi DKI Jakarta
adalah sektor konsumsi masyarakat. Konsumsi masyarakat yang besar,
mencerminkan bahwa pendapatan per kapita penduduk yang besar dan hal
tersebut menjadi indikator kesejahteraan masyarakatnya. Komponen konsumsi
rumah tangga selama tahun 2013 memberikan kontribusi terbesar terhadap
PDRB Provinsi DKI Jakarta sebesar 57,56% atau Rp 722,94 trilyun, meningkat
dibanding tahun 2012 yang mencapai 56,88%. Kontribusi terbesar kedua ada
pada komponen ekspor sebesar 54,57%, ketiga komponen PMTB + perubahan
stok sebesar 37,81%, berikutnya adalah komponen konsumsi pemerintah
sebesar 9,79%.
Meningkatnya pertumbuhan ekonomi di Provinsi DKI Jakarta ternyata tidak
diikuti dengan pemerataan pendapatan penduduknya. Rasio ketimpangan
pendapatan (gini rasio), menunjukkan ketimpangan distribusi pendapatan yang
semakin meningkat, yaitu sebesar 0,42 tahun 2012 dan meningkat menjadi
sebesar 0,43 pada tahun 2013 atau kategori ketimpangan sedang.
3. Angka IPM Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2010 sebesar 77,60 lalu meningkat
menjadi sebesar 77,97 di tahun 2011 dan kembali meningkat menjadi 78,33 di
tahun 2012. Angka IPM Provinsi DKI Jakarta lebih tinggi dari IPM Nasional, hal
tersebut menandakan tingkat kesejahteraan penduduk Provinsi DKI lebih tinggi
dibanding dengan daerah lainnya. Tingginya Angka IPM Provinsi DKI Jakarta
khususnya tahun 2012, didukung keberhasilan dari komponen pembentuk IPM
yaitu Angka Harapan Hidup yang mencapai 73,5 tahun, Angka Melek Huruf
mendekati 100% yaitu 99,21%, dan kemudian Rata-rata Lama Sekolah sebesar
10,98 tahun atau setara kelas 2 SLTA serta Pendapatan Perkapita Disesuaikan
yang mencapai Rp 635.290,-.
4. Estimasi pendapatan negara baik yang berasal dari pajak maupun bukan pajak
di wilayah Provinsi DKI Jakarta TA 2013 diperkirakan sebesar Rp 838,7 trilyun,
sedangkan realisasi pendapatan negara dan hibah pada LKPP Kuasa BUN
Tingkat Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi DKI Jakarta sampai dengan
Semester II TA 2013 adalah sebesar Rp 584.56 trilyun. Hal ini berarti
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 110
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


pendapatan negara di wilayah Provinsi DKI Jakarta telah mencapai 69,7% dari
estimasi pendapatan yang tercantum dalam DIPA.
5. Pagu belanja negara yang ditetapkan dalam DIPA TA 2013 untuk Kementerian
Negara/Lembaga/Satker di wilayah Provinsi DKI Jakarta adalah sebesar
Rp 1.272,57 trilyun. Pagu belanja Negara tersebut sampai dengan Semester II
Tahun Anggaran 2013 direalisasikan mencapai Rp 1.194,54 trilyun atau
mencapai 93,86%.
6. Di Provinsi DKI Jakarta terdapat 34 (tiga puluh empat) Satker BLU Pusat dari
total 2.134 satker yang ada, dengan rincian 8 (delapan) Satker BLU di sektor
Pendidikan , 11 (sebelas) satker BLU di sektor Kesehatan dan 15 (lima belas)
Satker BLU di sektor lainnya. Seluruh BLU tersebut berstatus satker BLU penuh
sehingga dapat mempergunakan langsung 100% PNBP-nya, tanpa harus
disetorkan terlebih dahulu ke Rekening Kas Negara.
Untuk BLU sektor Pendidikan, Satker yang memiliki porsi pagu PNBP diatas
65% dari total pagunya sampai Semester II Tahun 2013 adalah BBPPPIP
(69%) dan Universitas Indonesia (70%). Dari sektor Kesehatan, satker yang
memiliki porsi pagu PNBP diatas 65% dari total pagunya sampai Semester II
Tahun 2013 adalah RSCM (66%), RS Fatmawati (69% ), RS Persahabatan
(68%), RS Jantung Harapan Kita (89%), dan RS Kanker Dharmais (76%).
Untuk BLU sektor Lainnya, terdapat Satker BLU dengan tingkat kemandirian
penuh mencapai 100% yaitu Satker Bidang Pendanaan Sekretariat Badan
Pengatur Jalan Tol (BPJT), Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan, Pusat
Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno, Pusat Pengelolaan Komplek
Kemayoran, Pusat Pembiayaan Perumahan, Pusat Pemanfaatan Teknologi
Dirgantara, dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan. Sedangkan BLU Sektor
lainnya yang memiliki pagu PNBP diatas 65% meliputi Pusat Investasi
Pemerintah (98%), Lembaga Pengelola Dana Bergulir (91%), Balai Penyedia
dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (99,9%), Pusat
Pelayanan Teknologi/BPPT Enjinering (89%) dan Badan Pengusahaan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas BATAM (76%).
7. Sampai dengan akhir Semester II tahun 2013 di wilayah kerja Kantor Wilayah
Ditjen Perbendaharaan Provinsi DKI Jakarta terdapat 221 Satker yang
mengelola dana PNBP dari total 2.134 Satker yang ada. Satker PNBP
mempunyai potensi pendapatan dari PNBP tetapi belum menjadi satker BLU,
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 111
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


sehingga seluruh penerimaan wajib disetorkan terlebih dahulu ke Rekening Kas
Negara (tidak boleh digunakan secara langsung). Penggunaan dana PNBP
tersebut dilakukan dengan pencairan anggaran di KPPN mitra kerja satker
masing-masing. Total pagu dana PNBP yang dikelola 221 Satker tersebut
sebesar Rp 7.326 milyar dan sampai akhir Semester II TA 2013 terealisasi
sebesar Rp 4.509 milyar.
8. Penerusan Pinjaman (Subsidiary Loan Agreement) yang terdapat pada Provinsi
DKI Jakarta berjumlah 8 delapan pinjaman, terdiri atas 5 pinjaman yang dikelola
oleh PDAM dan 3 pinjaman yang dikelola oleh Pemprov DKI Jakarta. Jumlah
pinjaman yang disalurkan oleh Direktorat SMI kepada PDAM dan Pemprov DKI
adalah sebesar Rp 1,438 trilyun. Sedangkan jumlah tagihan yang menjadi hak
pemerintah/kewajiban debitur per 31 Desember 2013 sebesar Rp 377,6 milyar.
9. Pendapatan pada APBD Provinsi DKI Jakarta tahun 2013 ditargetkan sebesar
Rp 41,5 trilyun meningkat sebesar Rp 10,9 trilyun atau 35,6% dari pendapatan
pada tahun 2012 sebesar Rp 30,6 trilyun. Komponen pendapatan sebesar itu,
terutama diharapkan dapat terpenuhi dari penerimaan Pendapatan Asli Daerah
(PAD) yaitu Pajak Daerah, Retribusi Daerah serta dari Lain-lain Pendapatan
Daerah yang Sah.
Apabila dibandingkan dengan pendapatan secara keseluruhan, maka jumlah
PAD di Provinsi DKI Jakarta menunjukkan persentase yang signifikan.
Perbandingan total PAD dengan total Pendapatan dalam APBD secara
nasional pada tahun 2012 mencapai 47%, sedangkan PAD Provinsi DKI
Jakarta pada tahun 2012 sebesar 60,98% dari total pendapatan dan tahun
2013 ditargetkan PAD nya mencapai 64,3% dari total pendapatan. Hal inilah
menunjukkan tingkat kemandirian APBD Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang
tinggi.
Sampai dengan akhir Triwulan III TA 2013, realisasi pendapatan Pemprov DKI
Jakarta baru mencapai 65,54% dari estimasi pendapatan atau sebesar Rp 27,2
trilyun yang terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi
Umum serta Lain-lain Pendapatan yang Sah. Sedangkan dari sisi belanja,
realisasi sampai dengan Triwulan III TA 2013 baru mencapai 40,14% dari pagu
belanja atau sebesar Rp 18,29 trilyun. Belanja tersebut terdiri dari belanja
langsung dan belanja tidak langsung.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 112
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


Pendapatan per kapita penduduk Provinsi DKI Jakarta tahun 2013 didasarkan
atas PDRB dengan jumlah penduduk, adalah sebesar Rp 126 juta atau
pendapatan per bulan sebesar Rp 10,5 juta. Pendapatan penduduk yang tinggi
merupakan potensi penerimaan negara/daerah sebagai kontribusi penduduk
melalui setoran pajak, bea cukai dan setoran lainnya.
10. Alokasi belanja Pemprov DKI Jakarta TA 2013 ditetapkan sebesar Rp 45,5
trilyun, terdiri dari alokasi untuk belanja langsung sebesar Rp 30,99 trilyun dan
belanja tidak langsung sebesar Rp 14,58 trilyun. Alokasi belanja tersebut naik
sebesar Rp 11,7 trilyun dari belanja pada tahun 2012 yang sebesar Rp 33,83
trilyun.
Tahun 2013 total belanja APBD Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp 45,58 trilyun.
Dengan jumlah penduduk sebesar 10 juta orang, rasio belanja per kapita
sebesar Rp 4,52 juta. Angka ini menunjukkan bahwa setiap penduduk di
Provinsi DKI Jakarta mendapatkan alokasi belanja sebesar Rp 4,52 juta.
11. APBD Provinsi DKI Jakarta merupakan APBD yang defisit dimana pendapatan
yang ditargetkan lebih kecil dari belanja yang direncanakan. Defisit APBD
Provinsi DKI pada tahun 2013 adalah sebesar Rp 4,05 trilyun atau naik dari
defisit anggaran pada tahun 2012 sebesar Rp 3,2 trilyun. Defisit APBD tersebut
ditutup dengan penerimaan pembiayaan yang berasal dari SILPA dan/atau
pinjaman daerah.
12. Alokasi APBN tahun 2013 untuk Provinsi DKI Jakarta melalui Dekonsentrasi,
Tugas Pembantuan dan Urusan Bersama sebesar Rp 502,42 milyar, turun
sebesar Rp 156,24 milyar dibanding tahun 2012 sebesar Rp 658,95 milyar.
Dengan pagu total belanja APBD tahun 2013 sebesar Rp 45,58 trilyun, rasio
belanja APBN terhadap total belanja APBD sebesar 1,1%. Rasio tersebut turun
dibanding tahun 2012 sebesar 1,9%. Menurunnya rasio belanja APBN,
menunjukkan kemampuan fiskal dan IPM Pemprov DKI Jakarta semakin tinggi.
13. Pada tahun 2013 rasio belanja pegawai pada Provinsi DKI Jakarta adalah
sebesar 28,1%. Rasio ini lebih kecil jika dibandingkan dengan rasio belanja
pegawai rata-rata nasional yaitu sebesar 42,78%. Besarnya rasio belanja
pegawai dari tahun 2009 sampai dengan 2013 menunjukkan tren semakin
menurun. Hal ini mengindikasikan Pemprov DKI Jakarta sangat efisien dan
efektif dalam mengalokasikan belanja pegawai dan memberdayakan
pegawainya, serta memberikan porsi yang lebih untuk belanja non pegawai.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 113
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


14. Alokasi belanja modal yang dialokasikan pada APBD Provinsi DKI Jakarta
menunjukkan kecenderungan yang meningkat setiap tahunnya. Pada tahun
2009 rasio belanja modal adalah sebesar 26,85% atau sebesar Rp 5,9 trilyun.
Selanjutnya rasio tersebut bertambah besar setiap tahunnya dan pada tahun
2013 rasio belanja modalnya menjadi 34,52% atau sebesar Rp 15,7 trilyun.
Rasio belanja modal Pemerintah Pusat di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2012
adalah sebesar 413% dan tahun 2013 sebesar 349%. Namun demikian alokasi
belanja modal pada satker tersebut tidak sepenuhnya digunakan untuk
pengeluaran/belanja yang berlokasi di wilayah Provinsi DKI Jakarta, tetapi
dapat tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Lokasi di DKI Jakarta hanya
pencairan anggarannya saja, namun lokasi proyeknya dapat berada di luar
Provinsi DKI Jakarta.
15. Ruang fiskal yang tersedia bagi Pemprov DKI Jakarta meningkat secara
signifikan dari tahun 2010 sebesar Rp 14,58 trilyun dan tahun 2013 sebesar
Rp 30,37 trilyun atau meningkat lebih dari dua kali lipat dibanding tahun 2010.
Ruang fiskal Provinsi DKI Jakarta tahun 2013, lebih tinggi dibanding dengan
rata-rata nasional.
16. Tingkat Kemandirian Daerah pada Provinsi DKI Jakarta dari tahun 2009 sampai
dengan 2013 menunjukkan tren peningkatan, dimana rasio PAD lebih besar
dari pada rasio dana transfer. Rasio PAD tahun 2009 sebesar 0,539 dan pada
tahun 2013 menjadi 0,642, sementara rasio dana transfer pada tahun 2009
sebesar 0,461 dan tahun 2013 menjadi 0,223.


5.2 Rekomendasi

1. Sehubungan dengan tren semakin meningkatnya gini rasio di Provinsi DKI
Jakarta, maka diharapkan Pemprov DKI Jakarta menjalankan kebijakan-
kebijakan pembangunan yang lebih berorientasi pada pemerataan atau
distribusi pendapatan masyarakat yang lebih berkeadilan. Prioritas
pembangunan yang lebih menyentuh pada hajat hidup rakyat banyak agar lebih
ditingkatkan lagi, yaitu mengedepankan program-program yang menunjang
pertumbuhan ekonomi, peningkatan penyediaan lapangan kerja dan upaya
pengentasan kemiskinan.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 114
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


2. Pemprov DKI Jakarta sudah sangat mandiri dan tingkat ketergantungannya
terhadap APBN relatif kecil. Namun demikian, Pemprov DKI Jakarta hendaknya
terus kreatif dan inovatif untuk menggali potensi dan sumber daya di daerahnya
yang belum dikelola secara optimal. Di samping itu, akuntabiltas pemungutan,
penatausahaan dan pengelolaan PAD agar terus ditingkatkan, misalnya dengan
menerapkan sistem pembayaran pajak daerah secara online untuk
meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemungutan dan penyetoran pajak
daerah, optimalisasi pembinaan dan pengawasan pemungutan pajak.
3. Sebagai Ibu Kota Negara, tidak bisa dipungkiri lagi bahwa kondisi fiskal Provinsi
DKI Jakarta sangat mempengaruhi kondisi fiskal nasional, dimana sebagian
besar alokasi belanja APBN dan potensi penerimaan Negara/Daerah terpusat di
Provinsi DKI Jakarta. Untuk itu diperlukan kerja sama dan koordinasi yang
lebih intensif antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Provinsi DKI
Jakarta dalam pengelolaan keuangan Negara/Daerah.
4. Terkait tingkat penyerapan anggaran belanja negara di Provinsi DKI Jakarta
yang cenderung terjadi penumpukan pada akhir Tahun Anggaran,
direkomendasikan agar Pemprov DKI Jakarta dapat berperan lebih aktif dalam
mengedukasi SKPD di bawahnya agar penyerapan anggaran dapat berjalan
secara proporsional sepanjang tahun anggaran berjalan. Untuk itu perlu
dilakukan sosialisasi terus menerus kepada SKPD sehingga diharapkan
pelaksanaan APBN dapat lebih dipercepat, lebih efektif, efisien dan akuntabel.
5. Kemandirian BLU dapat dilihat dari berkurangnya porsi alokasi pagu Rupiah
Murni (RM) dan meningkatnya porsi alokasi Penerimaan Negara Bukan Pajak
(PNBP). Oleh karena itu diharapkan kepada Satker BLU maupun BLUD dapat
meningkatkan kemandiriannya dengan mencapai porsi PNBP minimal
mencapai 65% dari total pagu anggarannya. Akan tetapi untuk mencapai
kemandirian tersebut tetap harus memperhatikan prinsip utama BLU yang tidak
semata-mata mencari keuntungan, sehingga tidak memberatkan masyarakat.
6. Satker-satker pengelola PNBP yang berpotensi untuk ditingkatkan statusnya
menjadi Satker BLU hendaknya terus dilakukan pembinaan secara intensif oleh
kementerian teknis terkait dan Kementerian Keuangan agar dapat terus
meningkatkan kemandiriannya dan dapat ditetapkan sebagai Satker BLU.
7. Masalah infrastruktur yang dihadapi Provinsi DKI Jakarta saat ini dan prioritas
adalah panjang jalan raya yang masih kurang ideal, sehingga menimbulkan
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman 115
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


kemacetan yang parah. Hal ini disebabkan oleh jumlah kendaraan yang tidak
sebanding dengan panjang jalan. Masalah kemacetan di Provinsi DKI Jakarta
secara ekonomi, menyebabkan peningkatan waktu tempuh (inefisiensi waktu),
biaya transportasi secara signifikan, gangguan yang serius bagi pengangkutan
produk-produk ekspor-impor (logistik secara umum), penurunan tingkat
produktivitas kerja, dan pemanfaatan energi yang sia-sia. Direkomendasikan
agar Pemprov DKI Jakarta bekerja sama dan berkoordinasi dengan Pemerintah
Daerah lainnya maupun dengan Pemerintah Pusat guna mengatasi masalah
krusial tersebut.
8. Untuk mewujudkan cita-cita Jakarta Baru, kota modern yang tertata rapi,
menjadi tempat hunian yang layak dan manusiawi, memiliki masyarakat yang
berkebudayaan, dan dengan pemerintahan yang berorientasi pada pelayanan
publik, maka diperlukan kebijakan fiskal yang selaras antara Pemerintah Pusat
dan Pemprov DKI Jakarta, misalnya dalam hal melaksanakan program-program
yang bersifat mengikat seperti halnya dukungan pencapaian target
pembangunan nasional (Pro Poor, Pro Job, Pro Growth, Pro Environtment),
pemenuhan ketentuan perundang-undangan (anggaran pendidikan lebih dari
20%), pendampingan program-program pemerintah pusat, serta pendampingan
program-program yang didanai oleh Lembaga Keuangan Internasional.

Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman xix
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


DAFTAR PUSTAKA

Jurnal/Laporan
Bank Indonesia, Kajian Ekonomi Regional Jakarta Triwulan I Tahun 2013, Jakarta;
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi DKI Jakarta, Laporan Keuangan Pemerintah Pusat
Tingkat Kuasa BUN Tahun 2012, Jakarta;
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi DKI Jakarta, Laporan Keuangan Pemerintah Pusat
Tingkat Kuasa BUN Tahun 2013, Jakarta;
BPS, Susenas September 2012, Maret dan September 2013, Jakarta;
BPS Provinsi DKI Jakarta, Berita Resmi Statistik, No. 29/7/13 Th.XV, I Juli 2013, Jakarta;
BPS Provinsi DKI Jakarta. Jakarta Dalam Angka 2013, Jakarta;
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi DKI
Jakarta Tahun Anggaran 2012 (Audited), 2013, Jakarta;

Buku
Kuncoro, Mudrajad.(2013). Mudah Memahami dan Menganilsis Indikator Ekonomi.
Yogyakarta.UPP STIM YKPN

Peraturan Perundang-undangan
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 No.
130 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No.5049;
Republik Indonesia, Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Lembaran Negara Republik
Indonesia tahun 2004 No.126 dan Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia No. 4438;
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah;
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.02/2011 tentang
Klasifikasi Anggaran;
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013

Halaman xx
Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta


Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 169/PMK.02/2012 tentang
Organiasai dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal
Perbendaharaan
Republik Indonesia, Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 051/U/2002 tentang
Penerimaan Siswa Pada Taman Kanak-Kanak dan Sekolah;

Internet
www.bi.go.id
www.jakarta.go.id
www.jakarta.bps.go.id
www.djpk.depkeu.go.id
www.bappedajakarta.go.id
www.jppn.com
www.iec.co.id
www.depkes.go.id



KEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN
KANTOR WILAYAH PROVINSI DKI JAKARTA
Jl. Otto Iskkandardinata No.53-55 Jakarta 13330
Telepon (021) 8195503 Faximile (021) 8195583
www. kanwildjpbnjakarta.net

Anda mungkin juga menyukai