0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
46 tayangan145 halaman
Kajian Fiskal Regional ini disusun oleh Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan Jakarta.
Bertujuan memberikan gambaran dari pelaksanaan kebijaksanaan fiskal di Jakarta.
Kajian Fiskal Regional ini disusun oleh Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan Jakarta.
Bertujuan memberikan gambaran dari pelaksanaan kebijaksanaan fiskal di Jakarta.
Kajian Fiskal Regional ini disusun oleh Kanwil Direktorat Jenderal Perbendaharaan Jakarta.
Bertujuan memberikan gambaran dari pelaksanaan kebijaksanaan fiskal di Jakarta.
KEMENTERIAN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN KAJIAN FISKAL REGIONAL PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2013 Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman iii Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Tim Penyusun Kajian Fiskal Regional Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi DKI Jakarta Tahun Anggaran 2013
Hendro Baskoro I Kadek Dian Sutrisna Artha, Phd. (Regional Economist) Wahyu Prihantoro Fauzi Syamsuri Nuryanto Ida Palembina L Tobing AA Gunawan Toni M.C. Wuri Handoyo Alfonso Sianipar Bayu Aji Nugraha Dwi Supriyatno Ahmad Yani Rondang Maulina Hendra Zanuar Trianti Siti Fatimah Nasution Juwanto
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman iv Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL KATA PENGANTAR ................................................................................ TIM PENYUSUN ............................................................................... DAFTAR ISI ................................................................................ DAFTAR TABEL ................................................................................ DAFTAR GRAFIK ................................................................................ RINGKASAN EKSEKUTIF ....................................................................... BAB I PERKEMBANGAN INDIKATOR EKONOMI REGIONAL ............. 1.1. Perkembangan Indikator Harga, Pendapatan dan Konsumsi 1.2. Perkembangan Indikator Demografis ...................................... 1.3. Perkembangan Indikator Sektoral Terpilih ............................... BAB II PERKEMBANGAN PELAKSANAAN ANGGARAN PUSAT........ 2.1 APBN Tingkat Provinsi DKI Jakarta.......................................... 2.2 Pendapatan Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi DKI Jakarta.. 2.3 Belanja Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi DKI Jakarta........... 2.4 Pengelolaan Badan Layanan Umum......................................... 2.5 Manajemen Investasi ................................................................ BAB III PERKEMBANGAN PELAKSANAAN ANGGARAN DAERAH..... 3.1 Profil APBD Provinsi DKI Jakarta............................................... 3.2. Alokasi Dana Transfer................................................................ 3.3. Badan Layanan Umum Daerah.................................................. BAB IV ANALISIS FISKAL REGIONAL ..................................... 4.1. Pendapatan Pusat dan Daerah.............................................. 4.2. Belanja Pusat dan Daerah .............................................. 4.3. Ruang Fiskal Dan Kemandirian Daerah.................................. 4.4. Rasio Belanja Sektoral 4.5. SILPA dan Pembiayaan .. BAB V PENUTUP..................................................................................... 5.1. Kesimpulan 5.2. Rekomendasi.
i iii iv vi viii xii 1 1 11 21 36 36 37 42 44 57 60 60 69 76 78 78 83 90 94 103 108 108 113 Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman v Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN
xix
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman vi Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1
Tabel 1.2 Tabel 1.3
Tabel 1.4
Tabel 1.5
Tabel 2.1 Tabel 2.2.
Tabel 2.3
Tabel 2.4
Tabel 2.5
Tabel 2.6
Tabel 2.7
Tabel 2.8
Tabel 2.9
Tabel 2.10
Tabel 2.11 PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2013 Komposisi Penduduk Menurut Umur Tahun 2010 dan 2013.. Penduduk Usia 15 Tahun Keatas Menurut Kegiatan Utama Tahun 2012 dan 2013 .. Penduduk Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Bulan Agustus 2012 dan Agustus 2013 .......... Garis Kemiskinan di Provinsi DKI Jakarta Bulan Sepetember 2012 dan 2013 .. APBN Provinsi DKI Jakarta Tahun Anggaran 2012-2013... Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi DKI Jakarta. Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi DKI Jakarta per Jenis PNBP.. Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi DKI Jakarta Menurut Fungsional K/L.. Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasar Bagian Anggaran untuk 15 BA dengan Pagu Tertinggi di Provinsi DKI Jakarta. Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasar Jenis Belanja di Provinsi DKI Jakarta . Nilai Aset dan Pagu BLU Pusat Provinsi DKI Jakarta Berdasarkan Jenis Layanan Tahun 2012-2013 ... Satker Pengelola PNBP yang Berpotensi Menjadi Satker BLU Tahun 2013..... Perkembangan Pagu Satker Pengelola PNBP yang Berpotensi Menjadi Satker BLU ..... Perkembangan Aset Satker Pengelola PNBP yang Berpotensi Menjadi Satker BLU .. Profil Penerusan Pinjaman Provinsi DKI Jakarta..
7 14
16
17
20 37
38
40
41
42
43
46
54
55
56 Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman vii Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Tabel 3.1
Tabel 3.2
Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5
Profil APBD Pemprov DKI Jakarta Berdasarkan Klasifikasi Ekonomi Tahun 2012 dan 2013 . Perkembangan APBD Pemprov DKI Jakarta s.d. Triwulan III TA 2013 .. Rasio Surplus/Defisit Terhadap Pendapatan ... Rasio Surplus/Defisit Terhadap PDRB ............ Rasio SILPA Terhadap Belanja .. Rasio Pinjaman Terhadap Pembiayaan Rasio Keseimbangan Primer ...... 57
61
69 103 104 105 106 107
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman viii Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1.1
Grafik 1.2
Grafik 1.3
Grafik 1.4
Grafik 1.5
Grafik 1.6
Grafik 1.7
Grafik 1.8
Grafik 1.9 Grafik 1.10 Grafik 1.11
Grafik 1.12
Grafik 1.13
Grafik 1.14
Grafik 1.15
Grafik 1.16 Sumbangan Kelompok Pengeluaran Terhadap Inflasi Provinsi DKI Jakarta per Desember 2013 ....... Inflasi Provinsi DKI Jakarta dan Nasional per bulan Tahun 2013 Tingkat Inflasi dan Rata-rata Pengeluaran per Kapita per bulan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010 s.d. 2013 .. Perkembangan PDRB Provinsi DKI Jakarta dan Nasional Tahun 2010 s.d. 2013 ... PDRB Menurut Pengeluaran Usaha dan Laju Pertumbuhannya Tahun 2013 PDRB, PDRB per Kapita dan Pengeluaran per Kapita per bulan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010 s.d. 2013.. Perkembangan PDRB dan Gini Ratio Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010 s.d. 2013 .. Pengeluaran per kapita per Bulan Menurut Golongan Pengeluaran Tahun 2012 ... Indeks Pembangunan Manusia .. IPM per Provinsi di Indonesia .... Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi DKI Jakarta Tahun 2000 s.d. 2013 Jumlah Penduduk dan PDRB DKI Jakarta Tahun 2012 s.d. 2013 Klasifikasi Status Pekerjaan Penduduk Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013 Perkembangan PDRB dan Penduduk Miskin Provinsi DKI Jakarta Tahun 2011 s.d. 2013 ....... Sepuluh Komoditi yang Memberi Sumbangan Besar Terhadap Garis Kemiskinan Bulan September 2013 Perkembangan Fasilitas danTenaga Kesehatan Provinsi DKI
2
3
4
5
6
7
9
10 12 13
14
15
18
19
20
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman ix Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Grafik 1.17
Grafik 1.18
Grafik 1.19
Grafik 1.20
Grafik 1.21
Grafik 1.22 Grafik 1.23 Grafik 1.24 Grafik 1.25 Grafik 1.26
Grafik 1.27 Grafik 2.1
Grafik 2.2
Grafik 2.3
Grafik 2.4
Grafik 2.5
Grafik 2.6 Grafik 2.7
Jakarta Tahun 2009 s.d. 2012 ....... Jumlah Fasilitas Kesehatan dan Rasio per 1.000 Penduduk Tahun 2012 Jumlah Tenaga Kesehatan dan Rasio per 100.000 Penduduk Tahun 2012 Persentase Angka Kematian Bayi dan Cakupan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak Tahun 2012 .. Jumlah Sekolah/Perguruan Tinggi Menurut Jenis Sekolah/ Perguruan Tinggi di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012/2013 Jumlah Ruang Kelas, Guru/Dosen dan Murid/Mahasiswa Menurut Jenis Sekolah/Perguruan Tinggi Tahun 2012/2013 Rasio Guru Per Seribu Murid ..... Angka Partisipasi Sekolah Tahun 2012 Angka Melek Huruf Usia 15Tahun . Jumlah Kendaraan di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012 ... Rasio Luas Jalan Terhadap Luas Wilayah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012 . Panjang Jalan Menurut Kewenangan Tahun 2012 Perbandingan Persentase Kenaikan Target dan Realisasi Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi DKI Jakarta TA 2012-2013 . Perbandingan Persentase Realisasi Terhadap Target Penerimaan Pajak Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi DKI Jakarta TA 2012-2013.. Porsi Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi DKI Jakarta per Jenis PNBP ...... Tingkat Penyerapan Anggaran 14 BA dengan Pagu Tertinggi Tingkat Provinsi DKI Jakarta TA 2012-2013 ....... Tingkat Penyerapan Anggaran Per Jenis Belanja Tingkat Provinsi DKI Jakarta . Profil Pagu BLU Pusat di Provinsi DKI Jakarta Perkembangan Pagu PNBP dan Pagu RM BLU Pusat Sektor Pendidikan di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-2013 ... 22
23
24
26
27
28 29 30 30 32
33 34
38
39
40
43
44 46
47 Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman x Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Grafik 2.8
Grafik 2.9
Grafik 2.10
Grafik 2.11
Grafik 2.12
Grafik 2.13
Grafik 3.1
Grafik 3.2
Grafik 3.3
Grafik 3.4
Grafik 3.5 Grafik 3.6 Grafik 4.1
Grafik 4.2
Grafik 4.3
Grafik 4.4
Grafik 4.5 Grafik 4.6 Perkembangan Pagu PNBP dan Pagu RM BLU Pusat Sektor Kesehatan di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-2013 Perkembangan Pagu PNBP dan Pagu RM BLU Pusat Sektor Lainnya di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-2013 . Tingkat Kemandirian Satker BLU Sektor Pendidikan di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013 ......... Tingkat Kemandirian Satker BLU Sektor Kesehatan di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013 .. Tingkat Kemandirian Satker BLU Sektor Lainnya di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013 ......... Perkembangan Pembayaran Angsuran Pokok, Bunga dan Denda Tahun 2013 .. Perkembangan Pagu Pendapatan pada Pemprov DKI Jakarta dengan Total APBD Secara Nasional ... Profil APBD Pemprov DKI Jakarta Berdasarkan Klasifikasi Fungsi Tahun 2012 dan 2013 . Profil APBD Pemprov DKI Jakarta Berdasarkan Klasifikasi Urusan Wajib Tahun 2012 dan 2013 . Profil APBD Pemprov DKI Jakarta Berdasarkan Klasifikasi Urusan Pilihan Tahun 2012 dan 2013 .. Alokasi Dana Transfer Provinsi DKI Jakarta Profil Pagu BLUD di Provinsi DKI Jakarta Rasio Pajak Negara, Pajak Daerah, dan PAD terhadap PDRB Tahun 2011 s.d. 2013 .. Rasio Pendapatan per Kapita Provinsi DKI Jakarta terhadap Pendapatan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Tahun 2013. Rasio Pajak per Kapita Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota Tahun 2013. Rasio Belanja APBN terhadap Belanja APBD Tahun 2012 dan 2013. Rasio Belanja per Kapita per Provinsi .. Rasio Total Belanja APBD terhadap Populasi .
48
49
50
51
52
58
62
66
67
68 72 77
79
81
82
84 85 86 Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman xi Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Grafik 4.7
Grafik 4.8
Grafik 4.9
Grafik 4.10 Grafik 4.11
Grafik 4.12 Grafik 4.13 Grafik 4.14 Grafik 4.15 Grafik 4.16 Grafik 4.17 Grafik 4.18 Grafik 4.19 Grafik 4.20
Rasio Belanja Pegawai terhadap Total Belanja Daerah Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota Tahun 2013 .. Rasio Belanja Modal terhadap Total APBD Tahun 2009 s.d. 2013 Rasio Belanja Modal terhadap Total Belanja Daerah Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota Tahun 2013 . Ruang Fiskal Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010 s.d. 2013 Ruang Fiskal Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota Tahun 2013. Gap Rasio PAD dan Rasio Dana Transfer ... Rasio Ketergantungan Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota Rasio PNS terhadap Jumlah Penduduk ... Rasio Alokasi Infrastruktur terhadap Total Belanja . Panjang Jalan di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2009 s.d. 2012 Rasio Bidang Kesehatan terhadap Total Belanja ... Rasio Fasilitas dan Tenaga Kesehatan di Provinsi DKI Jakarta Jumlah Murid per Kelas Sekolah di Provinsi DKI Jakarta .. Rasio Guru per 1.000 Murid di Provinsi DKI Jakarta ..
87
88
89 91
91 93 93 95 96 97 98 99 101 101
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman xii Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
RINGKASAN EKSEKUTIF
Kebijakan Fiskal dilakukan Pemerintah Pusat melalui instrumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Kebijakan fiskal tersebut tentunya memperhatikan berbagai perkembangan indikator ekonomi yang terkait. Dampak inflasi meskipun masih dalam kategori inflasi rendah, berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi DKI Jakarta. Secara komulatif PDRB Provinsi DKI Jakarta tahun 2013 tumbuh sebesar 6,11% sedikit lebih lambat dibandingkan dengan tahun 2012 yang mencapai 6,53%. Inflasi yang diperkirakan berdampak pada pengeluaran per kapita penduduk, menunjukkan sebaliknya yaitu peningkatan pengeluaran atau konsumsi masyarakat. Tahun 2012 pengeluaran per kapita penduduk sebesar Rp 1.488.183,- dengan inflasi sebesar 4,52%, meningkat di tahun 2013 menjadi Rp 1.528.429,- dengan tingkat inflasi sebesar 8%. Pertumbuhan ekonomi Provinsi DKI Jakarta berdasarkan PDRB atas dasar harga berlaku tiap tahunnya menunjukkan tren peningkatan. PDRB Provinsi DKI Jakarta tahun 2010 sebesar Rp 861,99 trilyun meningkat menjadi Rp 982,52 trilyun di tahun 2011, meningkat menjadi Rp 1.103,74 trilyun tahun 2012 dan tahun 2013 mencapai Rp 1.255,9 trilyun. Nilai PDRB Provinsi DKI Jakarta merupakan yang terbesar dibanding provinsi lain dan berkontribusi sekitar 16-17% dari total nasional. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Provinsi DKI Jakarta berkontribusi terhadap tingkat kemakmuran atau kesejahteraan penduduk Jakarta. Hal tersebut tercermin dari PDRB per kapita Provinsi DKI Jakarta atas dasar harga berlaku pada tahun 2013 yang mencapai Rp 126,12 juta atau meningkat 12,7% dibanding tahun 2012 sebesar Rp 111,91 juta. Dengan demikian ada korelasi bahwa pertumbuhan perekonomian akan meningkatkan PDRB per kapita. Jika dibandingkan dengan pagu belanja APBD Provinsi DKI Jakarta TA 2013 yang mencapai Rp 45,5 trilyun, maka dapat disimpulkan bahwa perekonomian di Provinsi DKI Jakarta lebih banyak digerakkan oleh sektor lain di luar investasi Pemerintah Daerah yang hanya mencapai Rp 45,5 trilyun tersebut. Sektor yang banyak berkontribusi dalam menggerakkan perekonomian Provinsi DKI Jakarta adalah konsumsi masyarakat dan investasi swasta. Komponen Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman xiii Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
konsumsi rumah tangga selama tahun 2013 memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB Provinsi DKI Jakarta sebesar 57,56% atau Rp 722.944,64 milyar, meningkat dibanding tahun 2012 yang mencapai 56,88%. Sebagai Kota Jasa, pertumbuhan PDRB Provinsi DKI Jakarta dari sisi lapangan usaha disumbangkan peran tiga sektor utama yakni sektor keuangan-real estat-jasa perusahaan, sektor perdagangan-hotel-restoran, serta sektor industri pengolahan. Tahun 2013 PDRB lapangan usaha, sekitar 72,21% berasal dari sektor tersier (perdagangan, hotel dan restoran; keuangan, real estat dan jasa keuangan, jasa lainnya; dan pengangkutan dan komunikasi), sebesar 27,27% berasal dari sektor sekunder (industri pengolahan, konstruksi, dan listrik-gas-air bersih) dan hanya sebesar 0,52% dari sektor primer (pertanian dan pertambangan). Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Dengan demikian makin tingginya pertumbuhan ekonomi biasanya makin tinggi pula kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi Provinsi DKI Jakarta tahun 2013 sebesar 6,11% dan PDRB per kapita Provinsi DKI Jakarta tahun 2013 mencapai Rp 126,12 juta, menunjukkan pertumbuhan ekonomi berdampak meningkatnya tingkat kemakmuran penduduk. Salah satu Indikator Kemakmuran penduduk adalah meratanya distribusi pendapatan penduduk. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Provinsi DKI Jakarta ternyata tidak diikuti dengan pemerataan pendapatan penduduknya. Rasio ketimpangan pendapatan (gini rasio), menunjukkan ketimpangan distribusi pendapatan yang semakin meningkat, yaitu sebesar 0,42 tahun 2012 dan meningkat menjadi sebesar 0,43 pada tahun 2013 atau kategori ketimpangan sedang. Angka IPM Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2010 sebesar sebesar 77,60 lalu meningkat menjadi sebesar 77,97 di tahun 2011 dan kembali meningkat menjadi 78,33 di tahun 2012. Angka IPM Provinsi DKI Jakarta lebih tinggi dari IPM Nasional, hal tersebut menandakan tingkat kesejahteraan penduduk Provinsi DKI Jakarta lebih tinggi dibanding dengan daerah lainnya. Tingginya Angka IPM Provinsi DKI Jakarta khususnya tahun 2012, didukung keberhasilan dari komponen pembentuk IPM yaitu Angka Harapan Hidup yang mencapai 73,5 tahun, Angka Melek Huruf mendekati 100% yaitu 99,21%, dan kemudian Rata-rata Lama Sekolah sebesar 10,98 tahun atau setara kelas 2 SLTA serta Pendapatan Perkapita Disesuaikan yang mencapai Rp 635.290,-. Pertumbuhan perekonomian Provinsi DKI Jakarta yang meningkat tiap tahunnya, dan didukung nilai Indeks Pembangunan Manusia sebesar 78,33, Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman xiv Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
merupakan indikator bahwa pertumbuhan perekonomian Provinsi DKI Jakarta diikuti oleh peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan IPM sebesar 78,33, posisi Provinsi DKI Jakarta termasuk kategori daerah sejahtera menengah atas. Namun berdasarkan data BPS, pertumbuhan perekonomian Provinsi DKI Jakarta belum secara signifikan mengurangi jumlah penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin di Provinsi DKI Jakarta tahun 2011 sebesar 3,75% dan menurun pada tahun 2012 menjadi 3,69% (berkurang 0,06%). Pada tahun 2013 jumlahnya menjadi 3,55% (berkurang sebesar 0,14%) dari total penduduk. Meskipun masih dalam kategori rendah dan terus menurun jumlahnya, pertumbuhan ekonomi Provinsi DKI Jakarta dapat dikatakan belum sepenuhnya dinikmati dan mensejahterakan sebagian penduduknya. Alokasi APBN yang ditetapkan untuk satuan kerja yang berlokasi di wilayah Provinsi DKI Jakarta merupakan alokasi yang diberikan terhadap satker setingkat Kementerian/Lembaga maupun eselon I. Alokasi APBN Provinsi DKI Jakarta yang mencapai 74% dari total pagu APBN, sebagian digunakan untuk pengeluaran ataupun belanja dengan lokasi di luar Provinsi DKI Jakarta dan bahkan tersebar di seluruh wilayah Republik Indonesia. Misalnya belanja yang dilakukan oleh Kementerian Peningkatan Daerah Tertinggal (PDT), dimana lokasi pembangunan atau belanja modalnya berada di wilayah Timur Indonesia, demikian juga kementerian/lembaga yang lain. Adapun estimasi pendapatan negara baik yang berasal dari pajak maupun bukan pajak di wilayah Provinsi DKI Jakarta TA 2013 diperkirakan sebesar Rp 838,7 trilyun, sedangkan realisasi pendapatan negara dan hibah pada LKPP Kuasa BUN Tingkat Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi DKI Jakarta sampai dengan Semester II TA 2013 adalah sebesar Rp 584.56 trilyun. Hal ini berarti pendapatan negara di wilayah Provinsi DKI Jakarta telah mencapai 69,7% dari estimasi pendapatan yang tercantum dalam DIPA. Dari sisi pengeluaran, pagu belanja negara yang ditetapkan dalam DIPA TA. 2013 untuk Kementerian Negara/Lembaga/Satker di wilayah Provinsi DKI Jakarta adalah sebesar Rp 1.272,57 trilyun. Pagu belanja Negara tersebut sampai dengan Semester II TA 2013 direalisasikan sebesar Rp 1.194,54 trilyun atau mencapai 93,86%. Khusus untuk BLU Pusat di Provinsi DKI Jakarta, BLU yang mendapat alokasi anggaran BLU/PNBP tahun 2013 terbesar adalah BLU sektor Lainnya yaitu sebesar Rp 3.938 milyar, disusul BLU yang menyediakan jasa kesehatan sebesar Rp 2.896 milyar dan terakhir BLU yang menyediakan jasa pendidikan sebesar Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman xv Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Rp 1.660 milyar. Sedangkan yang mendapatkan alokasi anggaran RM terbesar adalah BLU yang menyediakan jasa pendidikan sebesar Rp 1.334 milyar, kemudian BLU yang menyediakan jasa kesehatan sebesar Rp 1.246 milyar dan terakhir BLU Lainnya sebesar Rp 548 milyar. Sedangkan untuk Satker PNBP, sampai dengan akhir Semester II tahun 2013 terdapat 221 Satker yang mengelola dana PNBP dari total 2.134 Satker yang ada. Satker PNBP mempunyai potensi pendapatan dari PNBP tetapi belum menjadi satker BLU, sehingga seluruh penerimaan wajib disetorkan terlebih dahulu ke Rekening Kas Negara (tidak boleh digunakan secara langsung). Penggunaan dana PNBP tersebut dilakukan dengan pencairan anggaran di KPPN mitra kerja satker masing-masing. Total pagu dana PNBP yang dikelola 221 Satker tersebut sebesar Rp 7.326 milyar dan sampai akhir Semester II TA 2013 terealisasi sebesar Rp 4.509 milyar. Mengenai kebijakan fiskal regional di Provinsi DKI Jakarta, dapat dilihat pada profil APBD Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dimana pendapatan tahun 2013 ditargetkan sebesar Rp 41,5 trilyun meningkat sebesar Rp 10,9 trilyun atau 35,6% dari pendapatan pada tahun 2012 sebesar Rp 30,6 trilyun. Komponen pendapatan sebesar itu, terutama diharapkan dapat terpenuhi dari penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu Pajak Daerah, Retribusi Daerah serta dari Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Sedangkan dari sisi pengeluaran, alokasi belanja Pemerintah Provinsi DKI Jakarta TA 2013 ditetapkan sebesar Rp 45,5 trilyun, terdiri dari alokasi untuk Belanja Langsung sebesar Rp 30,99 trilyun dan Belanja Tidak Langsung sebesar Rp 14,58 trilyun. Alokasi belanja tersebut naik sebesar Rp 11,7 trilyun dari belanja pada tahun 2012 yang sebesar Rp 33,83 trilyun. Apabila dibandingkan dengan pendapatan secara keseluruhan, maka jumlah PAD di Provinsi DKI Jakarta menunjukan persentase yang signifikan. Perbandingan total PAD dengan total Pendapatan dalam APBD secara nasional pada tahun 2012 mencapai 47%, sedangkan PAD Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2012 sebesar 60,98% dari total pendapatan dan tahun 2013 ditargetkan PAD nya mencapai 64,3% dari total pendapatan. Hal inilah yang bisa menjelaskan mengapa tingkat kemandirian APBD pada Provinsi DKI Jakarta tinggi. Pada APBD tahun 2012 dan 2013 Dana Perimbangan yang diterima oleh Provinsi DKI Jakarta terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Umum (DAU). Total dana perimbangan yang diterima pada tahun 2012 dan 2013 masing- masing sebesar Rp 9,1 trilyun dan Rp 9,2 trilyun, naik sebesar Rp 0,1 trilyun. Apabila dibandingkan dengan total pendapatan pada APBD tahun 2012 dan 2013, Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman xvi Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
maka besarnya Dana Perimbangan yang diterima oleh Pemda Provinsi DKI Jakarta masing-masing mencapai 29,73% dan 22,37% dari total pendapatan. Jumlah ini lebih kecil dari total nasional Dana Perimbangan yang diterima oleh daerah lain yaitu sebesar 66,02% pada tahun 2012 dan 63,26% pada tahun 2013. Terkait BLUD, terdapat 63 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang merupakan Badan Layanan Umum Daerah di wilayah Provinsi DKI Jakarta, terdiri atas Badan Layanan Umum Bidang Pendidikan sebanyak 1 satker, Badan Layanan Umum pada Bidang Kesehatan sebanyak 53 satker dan Badan Layanan Umum Bidang Pengelolaan Kawasan/Pengelolaan Dana sebanyak 9 satker. Satker BLUD bidang kesehatan mempunyai persentase terbesar yaitu mencapai 76,03%, sedangkan dari pagu dana yang ada maka satker Unit Penyelenggara Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Daerah mempunyai pagu yang paling tinggi yaitu Rp 1,6 trilyun. Hal ini sejalan dengan salah satu target urusan kesehatan yang tertuang dalam RKPD Provinsi DKI Jakarta yaitu: mewujudkan sistem Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat (JPKM) termasuk pelayanan kesehatan untuk keluarga miskin. Namun demikian dari sisi pendanaan satker BLUD Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2013, sumber pendanaan yang utama berasal dari Rupiah Murni yaitu dari APBD Provinsi DKI Jakarta. Besarnya dana Rupiah Murni tersebut lebih besar dibanding dana PNBP dari masing-masing satker tersebut. Adapun beberapa hasil analisis kajian fiskal regional yang terpenting di Provinsi DKI Jakarta adalah sebagai berikut: 1. Rasio Pajak, yang merupakan pembagian antara penerimaan pajak dengan PDRB dan mencerminkan kontribusi perekonomian kepada kemampuan fiskal pemerintah melalui penerimaan negara, meningkat dari 41,5 pada tahun 2012 menjadi 42,5 pada tahun 2013. Rasio pajak per kapita berdasarkan penerimaan pajak bagian pemerintah Pusat (pajak penghasilan orang pribadi/badan), tidak termasuk pajak PPN, adalah sebesar Rp 5,37 juta. Hal ini mencerminkan bahwa setiap penduduk berkontribusi membayar pajak kepada negara sebesar Rp 5,37 juta. Sementara rasio pajak per kapita terhadap penerimaan daerah, berdasarkan penerimaan pajak daerah adalah sebesar Rp 2,31 juta. dan rasio kontribusi tiap penduduk terhadap PAD adalah sebesar Rp 2,64 juta. 2. Rasio PAD, yang merupakan pembagian antara realisasi PAD dengan PDRB dan mencerminkan kontribusi perekonomian kepada kemampuan fiskal pemerintah melalui penerimaan daerah menunjukkan tren yang terus meningkat, dimana pada tahun 2011 rasio mencapai 1,8 dan pada tahun 2012 Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman xvii Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
naik menjadi 2,0 serta pada tahun 2013 naik kembali menjadi 2,2. Rasio Pajak Daerah, yang merupakan pembagian antara penerimaan pajak daerah dengan PDRB dan mencerminkan kontribusi perekonomian kepada kemampuan fiskal pemerintah melalui penerimaan daerah, menunjukkan tren yang terus meningkat, dimana pada tahun 2011 rasio mencapai 1,5 dan pada tahun 2012 naik menjadi 1,6 serta pada tahun 2013 naik kembali menjadi 1,9. 3. Alokasi APBN tahun 2013 untuk Provinsi DKI Jakarta melalui Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan dan Urusan Bersama sebesar Rp 502,42 milyar, turun sebesar Rp 156,24 milyar dibanding tahun 2012 sebesar Rp 658,95 milyar. Dengan pagu total belanja APBD tahun 2013 sebesar Rp 45,58 trilyun, rasio belanja APBN terhadap total belanja APBD sebesar 1,1%. Rasio tersebut turun dibanding tahun 2012 sebesar 1,9%. Menurunnya rasio belanja APBN, menunjukkan kemampuan fiskal dan IPM Pemda Provinsi DKI Jakarta semakin tinggi. 4. Ruang fiskal Pemda Provinsi DKI Jakarta tahun 2013 adalah sebesar 55,6%, di atas rata-rata nasional yaitu sebesar 37,85%. Tertinggi adalah Provinsi Kalimantan Timur sebesar 61,7% dan terendah adalah Provinsi Aceh sebesar 22,2%. Untuk nilai IPM Provinsi DKI Jakarta adalah sebesar 78,33 dan tertinggi secara nasional yaitu sebesar 73,29. Kondisi ini menggambarkan bahwa Provinsi DKI Jakarta memiliki daya untuk melaksanakan pembangunan karena tersedia dana yang memadai (APBD) tanpa tergantung dari dana APBN. Kemudian mampu menggunakan dana secara efektif untuk keperluan pembangunan, sehingga mampu meningkatkan kualitas manusianya. Ruang Fiskal yang tersedia bagi Pemda Provinsi DKI Jakarta meningkat secara signifikan dari tahun 2010 sebesar Rp 14,58 trilyun dan tahun 2013 sebesar Rp 30,37 trilyun atau meningkat lebih dari dua kali lipat dibanding tahun 2010. Ruang Fiskal Provinsi DKI Jakarta tahun 2013, lebih tinggi dibanding dengan rata-rata nasional. 5. Tahun 2013 total belanja APBD Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp 45,58 trilyun. Dengan jumlah penduduk sekitar 10 juta orang, rasio belanja per kapita sebesar Rp 4,52 juta. Angka ini menunjukkan bahwa setiap penduduk di Provinsi DKI Jakarta mendapatkan alokasi belanja sebesar Rp 4,52 juta. 6. Pada periode 2009 sampai dengan 2013, rasio belanja per kapita Provinsi DKI Jakarta mempunyai tren yang meningkat. Pada tahun 2012 rasio belanja per kapita mencapai Rp 3,38 juta per orang. Pada tahun 2013 rasio belanja Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman xviii Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
perkapita Provinsi DKI Jakarta Rp 4,5 juta per orang. Peningkatan rasio belanja per kapita menunjukkan fokus kebijakan Pemda Provinsi DKI Jakarta melalui alokasi belanja adalah untuk mensejahterakan penduduknya. 7. Pada tahun 2013 rasio belanja pegawai pada Provinsi DKI Jakarta adalah sebesar 28,1%. Rasio ini lebih kecil jika dibandingkan dengan rasio belanja pegawai rata-rata nasional yaitu sebesar 42,78%. 8. Alokasi belanja modal yang dialokasikan pada APBD Provinsi DKI Jakarta menunjukkan kecenderungan yang meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2009 rasio belanja modal adalah sebesar 26,85% atau sebesar Rp 5,9 trilyun. Selanjutnya rasio tersebut bertambah besar setiap tahunnya dan pada tahun 2013 rasio belanja modalnya menjadi 34,52% atau sebesar Rp 15,7 trilyun. Rasio belanja modal Pemerintah Pusat di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2012 adalah sebesar 413% dan tahun 2013 sebesar 349%. 9. Tingkat Kemandirian Daerah pada Provinsi DKI Jakarta dari tahun 2009 sampai dengan 2013 menunjukkan tren peningkatan, dimana rasio PAD lebih besar dari pada rasio dana transfer. Rasio PAD tahun 2009 sebesar 0,539 dan pada tahun 2013 menjadi 0,642, sementara rasio dana transfer pada tahun 2009 sebesar 0,461 dan tahun 2013 menjadi 0,223. 10. Provinsi DKI Jakarta memiliki karakteristik yang berbeda dengan provinsi lain, yaitu besarnya APBN yang dialokasikan di wilayah Provinsi DKI Jakarta tidak sepenuhnya merupakan stimulus yang dapat menggerakkan perekonomian di Provinsi DKI Jakarta karena sebagian kegiatannya berada di luar Provinsi DKI Jakarta, dalam hal ini Provinsi DKI Jakarta hanya menjadi tempat pencairan anggaran saja. BAB I PERKEMBANGAN INDIKATOR EKONOMI REGIONAL Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 1 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Bab I Perkembangan Indikator Ekonomi Regional
1.1. Perkembangan Indikator Harga, Pendapatan dan Konsumsi
1.1.1 I n f l a s i Inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinyu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang. Inflasi di Provinsi DKI Jakarta lebih besar dipengaruhi kebijakan pemerintah seperti kenaikan harga BBM dan permintaan kebutuhan makanan menjelang hari raya. Kenaikan harga-harga di Provinsi DKI Jakarta pada bulan Desember 2013, mengakibatkan inflasi sebesar 0,78%, naik sebesar 0,64% dibanding bulan November sebesar 0,14%. Penyebab terjadinya inflasi terutama didorong oleh kenaikan harga-harga kelompok bahan makanan sebesar 0,05%; makanan jadi, minuman, rokok & tembakau sebesar 0,3%; perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar sebesar 0,2%; sandang sebesar -0,01%; kesehatan 0%; pendidikan, rekreasi, dan olahraga sebesar 0,01%; serta transpor, komunikasi, dan jasa keuangan sebesar 0,23%.
Dalam Bab ini diuraikan beberapa perkembangan indikator ekonomi regional yang meliputi: indikator harga, pendapatan dan konsumsi, indikator demografis, serta beberapa indikator terpilih yang mempengaruhi perkembangan perekonomian di Provinsi DKI Jakarta Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 2 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Grafik 1.1 Sumbangan Kelompok Pengeluaran Terhadap Inflasi Provinsi DKI Jakarta Desember 2013
Sumber: diolah dari data BPS Tingkat inflasi Provinsi DKI Jakarta bulan Desember 2013 sebesar 0,78%, lebih tinggi dibanding inflasi nasional pada bulan yang sama sebesar 0,55%. Namun demikian dilihat dari polanya, perkembangan inflasi Provinsi DKI Jakarta dan nasional memiliki pola yang sama, dikarenakan bobot inflasi Provinsi DKI Jakarta terhadap inflasi nasional secara keseluruhan sekitar 29%. Kontribusi ini membuat pergerakan harga di Provinsi DKI Jakarta bisa memberi andil yang cukup besar pada pergerakan harga pada level nasional. Pola tingkat inflasi Provinsi DKI Jakarta dan nasional tahun 2013 yang mencapai tingkat tertinggi di bulan Juli dan Agustus disebabkan kebijakan pemerintah tentang kenaikan harga BBM Premium dan Solar, meningkatnya pengeluaran untuk keperluan sekolah dimana pada periode tersebut dimulai tahun ajaran baru, dan yang tak kalah pentingnya adalah pada bulan Juli dan Agustus bertepatan dengan datangnya bulan Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri. Sementara di bulan Desember karena masyarakat menghadapai hari besar Natal dan Tahun Baru.
Inflasi di Provinsi DKI Jakarta Desember 2013 sebesar 0,78 Inflasi Nasional Desember 2013 sebesar 0,55
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 3 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Grafik 1.2 Inflasi Provinsi DKI Jakarta dan Nasional Per Bulan Tahun 2013
Sumber: diolah dari data BPS
Dampak inflasi meskipun masih dalam kategori inflasi rendah, berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi DKI Jakarta. Secara komulatif PDRB Provinsi DKI Jakarta tahun 2013 tumbuh sebesar 6,11% sedikit lebih lambat dibandingkan dengan tahun 2012 yang mencapai 6,53%. Inflasi yang diperkirakan berdampak pada pengeluaran per kapita penduduk, menunjukan sebaliknya yaitu peningkatan pengeluaran atau konsumsi masyarakat. Tahun 2012 pengeluaran per kapita penduduk sebesar Rp 1.488.183,- dengan inflasi sebesar 4,52%, meningkat di tahun 2013 menjadi Rp 1.528.429,- dengan tingkat inflasi sebesar 8%.
PDRB Provinsi DKI Jakarta perkapita tahun 2013 Rp 126,12 juta sedangkan tahun 2012 Rp 111,91 juta
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 4 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Grafik 1.3 Tingkat Inflasi dan Rata-Rata Pengeluaran Per Kapita Per Bulan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010 s.d 2013
Sumber: diolah dari data BPS
Peningkatan PDRB per kapita penduduk di tahun 2013 mencapai Rp 126,12 juta dibanding tahun 2012 sebesar Rp 111,91 juta, mempengauhi peningkatan konsumsi (daya beli) masyarakat meskipun terjadi inflasi. Selain itu besarnya konsumsi masyarakat tidak terlepas dari kebijakan pemerintah dalam mengendalikan tingkat inflasi akibat kenaikan harga-harga barang dan jasa, terutama pada saat kebutuhan masyarakat akan barang dan jasa meningkat seperti hari raya. Kebijakan pengendalian inflasi melalui pemantauan ketersediaan barang dan distribusinya, salah satunya dilakukan melalui operasi pasar, impor gula, beras, dan daging. Kemudian penyediaan infrastruktur, seperti jalan dan pelabuhan, untuk memperlancar arus barang dan mengurangi biaya tinggi.
1.1.2 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Pertumbuhan ekonomi Provinsi DKI Jakarta berdasarkan PDRB atas dasar harga berlaku tiap tahunnya menunjukan tren peningkatan. PDRB Provinsi DKI Jakarta tahun 2010 sebesar Rp 861,99 trilyun meningkat menjadi Rp 982,52 trilyun di tahun 2011, meningkat menjadi Rp 1.103,74 trilyun tahun 2012 dan tahun 2013 mencapai Rp 1.255,9 trilyun. Nilai PDRB Provinsi DKI Jakarta merupakan yang terbesar dibanding provinsi lain dan berkontribusi sekitar 16-17% dari total nasional.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 5 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Grafik 1.4 Perkembangan PDRB Provinsi DKI Jakarta dan Nasional Tahun 2010 s.d 2013 (trilyun rupiah)
Sumber: diolah dari data BPS
Selama ini kontribusi terbesar pertumbuhan ekonomi Provinsi DKI Jakarta adalah sektor konsumsi masyarakat. Konsumsi masyarakat yang besar, mencerminkan pendapatan per kapita penduduk yang besar dan hal tersebut menjadi indikator kesejahteraan masyarakatnya. Komponen konsumsi rumah tangga selama tahun 2013 memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB Provinsi DKI Jakarta sebesar 57,56% atau Rp 722.944,64 milyar, meningkat dibanding tahun 2012 yang mencapai 56,88%. Kontribusi terbesar kedua ada pada komponen ekspor sebesar 54,57%, yang ketiga adalah komponen PMTB + perubahan stok sebesar 37,81%, berikutnya adalah komponen konsumsi pemerintah sebesar 9,79%. Dilihat dari laju pertumbuhannya, secara umum selama tahun 2013 PDRB sebesar 6,11%. Komponen konsumsi rumah tangga mengalami pertumbuhan terbesar, yaitu 5,81%. Terbesar kedua adalah komponen PMTB dan konsumsi pemerintah, masing-masing sebesar 5,27% dan 4,67%. Dan terkecil kenaikannya adalah komponen ekspor yang tumbuh sebesar 3,5%.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 6 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Grafik 1.5 PDRB Menurut Pengeluaran Usaha dan Laju Pertumbuhannya Tahun 2013 (dalam %)
Sumber: diolah dari data BPS
Sebagai Kota Jasa pertumbuhan PDRB Provinsi DKI Jakarta dari sisi lapangan usaha disumbangkan peran tiga sektor utama yakni sektor keuangan-real estat-jasa perusahaan, sektor perdagangan-hotel-restoran, serta sektor industri pengolahan. Tahun 2013 PDRB lapangan usaha, sekitar 72,21% berasal dari sektor tersier (perdagangan, hotel dan restoran; keuangan, real estat dan jasa keuangan, jasa lainnya; dan pengangkutan dan komunikasi), sebesar 27,27% berasal dari sektor sekunder (industri pengolahan, konstruksi, dan listrik-gas-air bersih) dan sebesar 0,52% dari sektor primer (pertanian dan pertambangan).
Tiga sektor utama jasa di Provinsi DKI Jakarta yaitu sektor keuangan-real estate, sektor perdagangan-hotel restoran, sektor industri pengolahan
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 7 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Tabel 1.1 PDRB Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2013
Lapangan Usaha Nilai (milyar Rp) Struktur (%) (1) (2) (3) Sektor Tersier 72,21 1. Perdagangan, Hotel dan Restoran 265.127,74 21,11 2. Pengangkutan dan Komunikasi 131.763,26 10,49 3. Keuangan, Rel Estat, dan Jasa Perusahaan 348.546,44 27,75 4. Jasa-Jasa 161.444,66 12,85 Sektor Sekunder 27,27 1. Industri Pengolahan 191.337,11 15,23 2. Konstruksi 140.171,54 11,16 3. Listrik Gas dan Air Bersih 11.023,86 0,88 Sektor Primer 0,52 1. Pertanian 1.044,23 0,08 2. Pertambangan dan Penggalian 5.466,95 0,44 PDRB 1.255.925,78 100,00 Sumber: diolah dari data BPS
Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Provinsi DKI Jakarta berkontribusi terhadap tingkat kemakmuran atau kesejahteraan penduduk Jakarta. Hal tersebut tercermin dari PDRB per kapita Provinsi DKI Jakarta atas dasar harga berlaku pada tahun 2013 yang mencapai 126,12 juta rupiah atau meningkat 12,7% dibanding tahun 2012 sebesar 111,91 juta rupiah. Dengan demikian ada korelasi bahwa pertumbuhan perekonomian akan meningkatkan PDRB per kapita.
Grafik 1.6 PDRB, PDRB Per Kapita dan Pengeluaran Per Kapita Per Bulan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010 s.d 2013
Sumber: diolah dari data BPS
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 8 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Pendapatan perkapita yang tinggi, berbanding lurus dengan nilai pengeluaran konsumsi rumah tangga yang meningkat yang berkontribusi besar terhadap pertumbuhan perekonomian Provinsi DKI Jakarta. Tahun 2013 pengeluaran dan konsumsi per kapita per bulan penduduk Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp 1,53 juta, meningkat dibanding Tahun 2012 sebesar Rp 1,49 juta. Data survey BPS rata-rata biaya hidup (nilai konsumsi rumah tangga) per bulan di Provinsi DKI Jakarta tahun 2012 sebesar Rp 7,5 juta dengan rata-rata jumlah anggota rumah tangga 4,1 orang. Rata-rata biaya hidup di Provinsi DKI Jakarta lebih tinggi dari nilai rata-rata nasional sebesar Rp 5,58 juta per bulan. Proporsi pengeluaran (konsumsi) rata-rata penduduk Provinsi DKI Jakarta berdasarkan data tahun 2012, adalah 36,53% untuk konsumsi makanan, dan 63,47% untuk konsumsi bukan makanan.
Konsumsi penduduk untuk makanan, terbesar adalah makanan dan minuman jadi sebesar 35,70%. Diikuti konsumsi padi- padian sebesar 10,15% serta tembakau dan sirih sebesar 10,46%. Sementara konsumsi bukan makanan, terbesar adalah untuk konsumsi perumahan dan bahan bakar sebesar 51,44%. Kemudian diikuti konsumsi aneka barang dan jasa sebesar 22,06% dan biaya pendidikan sebesar 8,05%. Besarnya konsumsi rumah tangga non makanan, mencerminkan kondisi penduduk Jakarta yang sejahtera. Artinya untuk kebutuhan pokok (makanan) telah terpenuhi dengan porsi yang kecil dibandingkan pendapatannya, sehingga porsi terbesar digunakan untuk konsumsi kebutuhan lainnya. Konsumsi rumah tangga yang besar selain karena faktor pendapatan yang tinggi, tidak terlepas dari kebijakan pemerintah dalam mengendalikan laju inflasi, agar harga-harga barang yang dibutuhkan masyarakat tidak meningkat. Inflasi yang rendah akan mendorong dunia usaha meningkatkan produksi barang dan jasa karena meningkatnya konsumsi masyarakat terhadap barang dan jasa. Meningkatnya kapasitas produksi akan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Rata-rata biaya hidup (konsumsi rumah tangga) per bulan di Provinsi DKI Jakarta tahun 2012 sebesar Rp 7,5 juta sedangkan rata-rata nasional Rp 5,58juta (dengan asumsi rata-rata jumlah anggota keluarga 4 orang)
Gini ratio di Provinsi DKI Jakarta tahun 2012 adalah 0,42, sedangkan tahun 2013 sebesar 0,43 Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 9 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
1.1.3 Gini Ratio Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan. Dengan demikian makin tingginya pertumbuhan ekonomi biasanya makin tinggi pula kesejahteraan masyarakat. Pertumbuhan ekonomi Provinsi DKI Jakarta tahun 2013 sebesar 6,11% dan PDRB per kapita Provinsi DKI Jakarta tahun 2013 mencapai Rp 126,12 juta, menunjukkan pertumbuhan ekonomi berdampak meningkatnya tingkat kemakmuran penduduk. Indikator Kemakmuran penduduk salah satunya adalah meratanya distribusi pendapatan penduduk. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi Provinsi DKI Jakarta ternyata tidak dikuti dengan pemerataan pendapatan penduduknya. Rasio ketimpangan pendapatan (gini rasio), menunjukkan ketimpangan distribusi pendapatan yang semakin meningkat, yaitu sebesar 0,42 tahun 2012 dan meningkat menjadi sebesar 0,43 pada tahun 2013 atau kategori ketimpangan sedang.
Grafik 1.7 Perkembangan PDRB dan Gini Ratio Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010 s.d 2013
Sumber: diolah dari data BPS
Dari sisi pengeluaran dan konsumsi per kapita penduduk, ketimpangan pendapatan dapat diindikasikan melalui besarnya pengeluaran dan konsumsi per bulan penduduk. Besarnya pendapatan berbanding lurus dengan konsumsi atau pengeluaran penduduk. Tahun 2011 pengeluaran rata-rata per kapita per bulan penduduk Provinsi DKI Jakarta kisaran Rp 1 juta ke atas, sebanyak 43,51% dari jumlah penduduk. Untuk kisaran pengeluaran Rp 500 ribu sampai dengan Rp 999 Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 10 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
ribu sebanyak 40%, dan pengeluaran di bawah Rp 500 ribu, sebanyak 16,49%. Dengan pengeluaran per kapita per bulan yang mencapai Rp 1,5 juta, terdapat ketimpangan pendapatan dimana 16,49% pengeluaran per bulan penduduk di bawah Rp 500 ribu.
Grafik 1.8 Pengeluaran Per Kapita per Bulan Menurut Golongan Pengeluaran Tahun 2012
Sumber: diolah dari data BPS
Dari sisi status pekerjaan, ketimpangan pendapatan diindikasikan pada tenaga kerja di sektor informal yang berpenghasilan rendah dan tidak adanya jaminan kepastian usaha di masa depan, dibanding pekerja di sektor formal. Keterbatasan kepemilikan aset, sulitnya akses permodalan (perbankan) dan pendidikan rendah (tidak terdidik/terlatih), menjadikan pekerja informal sulit untuk meningkatkan pendapatannya. Berdasarkan data bulan Agustus 2013, pekerja sektor formal sebanyak 3.34 juta orang atau 70,96% dari 4,71 juta penduduk yang bekerja, dan sektor informal sebanyak 1.37 juta orang atau 29,04%. Masalah pengangguran turut mempengaruhi ketimpangan pendapatan, dimana dalam sebuah keluarga akan menjadi tanggungan bagi orang yang bekerja. Menanggung biaya hidup penduduk yang tidak bekerja akan mengurangi nilai penghasilannya. Selain itu juga pengangguran akan berpotensi meningkatkan jumlah pekerja informal, karena tidak terserap dalam lapangan kerja formal, khususnya bagi angkatan kerja yang berpendidikan rendah dan tidak terlatih. Berkurangnya nilai pendapatan dan meningkatnya jumlah pekerja informal akan semakin meningkatkan kesenjangan pendapatan penduduk. Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 11 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
1.2. Perkembangan Indikator Demografis
1.2.1 Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index/HDI) Pengukuran keberhasilan pembangunan suatu negara tidak hanya ditandai oleh tingginya pertumbuhan ekonomi, tetapi mencakup pula kualitas manusia. Sehingga konsep pengukuran keberhasilan pembangunan harus berorientasi pula pada manusia, yaitu bagaimana pertumbuhan ekonomi mampu dirasakan seluruh lapisan masyarakat dan meningkatkan kualitas masyarakat sebagai manusia. Pembangunan manusia dapat menjadi indikator keberhasilan pembangunan suatu wilayah, yang mencakup tiga dimensi pokok yaitu umur panjang, pengetahuan dan standar kehidupan layak dapat dilihat dari perkembangan indeks pembangunan manusia (IPM).
Angka IPM Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2010 sebesar sebesar 77,60 lalu meningkat menjadi sebesar 77,97 di tahun 2011 dan kembali meningkat menjadi 78,33 di tahun 2012. Angka IPM Provinsi DKI Jakarta lebih tinggi dari IPM Nasional, hal tersebut menandakan tingkat kesejahteraan penduduk Provinsi DKI Jakarta lebih tinggi dibanding dengan daerah lainnya. Tingginya Angka IPM Provinsi DKI Jakarta khususnya tahun 2012, didukung keberhasilan dari komponen pembentuk IPM yaitu Angka Harapan Hidup yang mencapai 73,5 tahun, Angka Melek Huruf mendekati 100% yaitu 99,21%, dan kemudian Rata-rata Lama Sekolah sebesar 10,98 tahun atau setara kelas 2 SLTA serta Pendapatan Perkapita Disesuaikan yang mencapai Rp 635.290,-.
IPM di Provinsi DKI Jakarta tahun 2010 sebesar 77,60, tahun 2011 sebesar 77.97, dan tahun 2012 sebesar 78,33 (daerah berkembang dengan tingkat kesejahteraan menengah keatas)
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 12 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Grafik 1.9 Indeks Pembangunan Manusia
Sumber: BPS Infostat Provinsi DKI Jakarta bulan Juli 2013
Nilai pembangunan manusia (IPM) oleh UNDP digunakan sebagai dasar penilaian atas perkembangan suatu negara yang dibagi ke dalam kategori negara maju, berkembang dan tertinggal. UNDP membagi penilaian perkembangan suatu negara yang terbagi dalam empat kategori berdasarkan IPM-nya: sangat tinggi (95 ke atas), tinggi (80-94,9), menengah (60-79,9) dan rendah (0-59,9). Bila didasarkan dengan penilaian standar yang digunakan UNDP, angka IPM sebesar 78,33 berarti Provinsi DKI Jakarta masuk dalam kategori daerah berkembang dengan tingkat kesejahteraan menengah ke atas.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 13 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Grafik 1.10 IPM per Provinsi di Indonesia
Sumber: diolah dari data BPS
1.2.2 Laju Pertumbuhan Penduduk Laju Pertumbuhan Penduduk merupakan rata-rata tahunan laju perubahan jumlah penduduk pada wilayah/daerah dan kurun waktu tertentu. Laju pertumbuhan penduduk diproyeksikan dari jumlah penduduk pada kurun waktu tertentu yang dibandingkan dengan jumlah penduduk pada kurun waktu sebelumnya. Jumlah penduduk Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2010 mencapai 9,6 juta jiwa dan pada tahun 2011 sebesar 10,2 juta jiwa. Sedangkan pada tahun 2012 dan 2013 masing- masing diproyeksikan sekitar 9.9 juta jiwa dan 10,1 juta jiwa. Laju pertumbuhan penduduk Provinsi DKI Jakarta pada kurun waktu yang sama mengalami Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 14 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
penurunan sejak tahun 2010 dan tahun 2013 diproyeksikan juga mengalami penurunan.
Grafik 1.11 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Provinsi DKI Jakarta Tahun 2000 s.d 2013 (dalam ribuan)
Sumber: BPS Infostat Provinsi DKI Jakarta bulan Juli 2013
Komposisi penduduk Provinsi DKI Jakarta menurut usia, didominasi oleh penduduk usia produktif (15-64 tahun) sebesar 72,52%. Persentase penduduk yang belum produktif (0-14 tahun) dan yang tidak produktif di tahun 2013 terus meningkat, dibanding tahun 2010. Kondisi ini menandakan semakin baik derajat kesehatan masyarakat baik penduduk usia belum produktif (anak usia muda) maupun penduduk lanjut usia. Dependency Ratio (DR) tahun 2013 sebesar 37,88, ini berarti dari 100 penduduk usia produktif di Provinsi DKI Jakarta akan menanggung secara ekonomi sebesar 37,88 penduduk usia tidak produktif.
Tabel 1.2 Komposisi Penduduk Menurut Umur Tahun 2010 dan 2013
Kelompok Umur Tahun 2010 % 2013 % 0 14 Tahun 2.297.746 23.91 2.429.343 24.08 15 64 Tahun 7.016.229 73.03 7.317.938 72.52 >65 Tahun 293.812 3.06 343.020 3.40 Total 9.607.787 100 10.090.301 100 Sumber : diolah dari data BPS Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 15 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Jumlah penduduk yang besar menjadi positif bagi perekonomian Provinsi DKI Jakarta, karena memperbesar pangsa pasar atas produk (tingkat konsumsi masyarakat), sehingga dunia usaha akan meningkatkan produksinya. Dengan persentase jumlah penduduk usia produktif yang besar (bonus demografi), akan berkontribusi pada peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) yaitu peningkatan jumlah produksi karena tersedianya tenaga kerja (usia produktif) yang besar. Dari data tahun 2010 sampai dengan 2013, peningkatan PDRB Provinsi DKI Jakarta dipengaruhi oleh jumlah penduduk usia produktif yang mencapai 73%.
Grafik 1.12 Jumlah Penduduk dan PDRB Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012 s.d 2013
Sumber: diolah dari data BPS
Potensi jumlah penduduk dan persentase usia produktif yang besar, menjadi fokus pemerintah dalam meningkatkan kualitas manusianya melalui sektor pendidikan dan kesehatan. Prioritas tersebut sebagai upaya pemerintah dalam menyiapkan penduduk usia kerja yang terdidik dan terlatih, sehingga berkontribusi pada pertumbuhan perekonomian Provinsi DKI Jakarta.
1.2.3 Ketenagakerjaan Pertumbuhan penduduk dan pertumbuhan angkatan kerja (AK) secara tradisional dianggap sebagai salah satu faktor positif yang memacu pertumbuhan ekonomi. Dalam periode bulan Agustus 2012 dan Agustus 2013, penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) di Provinsi DKI Jakarta meningkat sebanyak 105.690 Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 16 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
orang, yaitu sebanyak 7,5 juta orang pada tahun 2012 dan meningkat di tahun 2013 menjadi 7,61 juta orang. Jumlah angkatan kerja bulan Agustus 2013 mencapai 5,18 juta orang, berkurang 189 ribu orang dibanding bulan Agustus 2012 yaitu 5,37 juta orang. Jumlah penduduk yang bekerja pada bulan Agustus 2013 sebanyak 4,71 juta orang, berkurang 126 ribu orang jika dibanding pada bulan Agustus 2012 sebanyak 4,84 juta orang.
Tabel 1.3 Penduduk Usia 15 Ke Atas Menurut Kegiatan Utama Tahun 2012 dan 2013 (Ribu Orang)
Kegiatan Utama Tahun Agustus 2012 Agustus 2013 1. Penduduk Usia 15 Tahun Ke Atas 7.502,19 7.607,88 2. Angkatan Kerja 5.368,57 5.180,01 1. Bekerja 4.838,60 4.712,84 2. Penganggur 529,98 467,18 3. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK %) 71,56 68,09 4. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT %) 9,87 9,02 Sumber: diolah dari data BPS
Jumlah pengangguran bulan Agustus 2013 sebanyak 467,18 ribu orang, menurun 62,80 ribu orang dibanding bulan Agustus 2012 sebanyak 529,98 ribu orang. Dalam kurun waktu tersebut, tingkat partisipasi angkatan kerja menurun yaitu 71,56% di tahun 2012 menjadi 68,09% di tahun 2013. Begitu juga tingkat pengangguran terbuka terjadi penurunan sebesar 0,85% dari 9,87% di tahun 2012 menjadi 9,02% di tahun 2013. Berdasarkan pendekatan tiga sektor utama (Agriculture, Manufacture dan Services), sektor jasa-jasa (Service) mendominasi dalam penyerapan tenaga kerja di Provinsi DKI Jakarta. Selama bulan Agustus 2012 dan Agustus 2013 penyerapan tenaga kerja pada sektor ini lebih dari 80%. Peningkatan sektor jasa-jasa ini mengakibatkan penurunan penyerapan tenaga kerja sektor pertanian dan pertambangan.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 17 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Tabel 1.4 Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Bulan Agustus 2012 dan Agustus 2013 (Ribu Orang)
Lapangan Usaha Tahun 2012 % 2013 % Sektor Service 1. Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi 1.595,66 32,98 1.663,32 35,29 2. Transportasi, Pergudangan dan Komunikasi 438,55 9,06 429,30 9,11 3. Lembaga Keuangan, Real Estat dan Jasa Perusahaan 434,80 8,99 472,90 10,03 4. Jasa Kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan 1.440,37 29,77 1.247,05 26,46 Sektor Manufacture 1. Industri 706,87 14,61 682,26 14,48 2. Listrik, Gas dan Air 6,11 0,13 6,86 0,15 3. Konstruksi 175,91 3,64 179,65 3,81 Sektor Agriculture 1. Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 25,50 0,53 15,51 0,33 2. Pertambangan dan Penggalian 14,83 0,31 16,01 0,34 Total 4.838,60 100 4.712,84 100 Sumber: diolah dari data BPS
Sebagai Kota Jasa, tenaga kerja penduduk Jakarta banyak terserap di sektor jasa, kemudian diikuti sektor manufacture dan terakhir di sektor Agriculture. Berdasarkan status pekerjaan, ketenagakerjaan dibedakan menjadi kegiatan formal dan informal. Klasifikasi formal adalah mereka yang bekerja sebagai buruh/karyawan dan yang berusaha dibantu buruh tetap, sedangkan status lainnya masuk dalam klasifikasi informal. Berdasarkan data bulan Agustus 2013, pekerja sektor formal sebanyak 3,34 juta orang atau 70,96% dari 4,71 juta penduduk yang bekerja, dan sektor informal sebanyak 1,37 juta orang atau 29,04%.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 18 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Grafik 1.13 Klasifikasi Status Pekerjaan Penduduk Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013
Sumber: diolah dari data BPS
Bertambahnya penduduk khususnya usia produktif, pengangguran dan pekerja sektor informal harus menjadi perhatian Pemerintah Daerah Provinsi Jakarta, meskipun penyerapan tenaga kerja sektor formal mencapai 80%. Hal ini terkait upaya pemerintah untuk pemerataan hasil pembangunan, terutama dari sisi pemerataan pendapatan. Ketiganya sangat mempengaruhi keberhasilan pemerataan pendapatan, karena selain menjadi beban tanggungan bagi yang bekerja, termasuk juga akan meningkatkan pekerja sektor informal yang sulit meningkatkan pendapatannya.
1.2.4 Kesejahteraan Pertumbuhan perekonomian Provinsi DKI Jakarta yang meningkat tiap tahunnya, dan didukung nilai Indeks Pembangunan Manusia sebesar 78,33, merupakan indikator bahwa pertumbuhan perekonomian Provinsi DKI Jakarta diikuti oleh peningkatan kesejahteraan masyarakat. Dengan IPM sebesar 78,33, posisi Provinsi DKI Jakarta termasuk kategori daerah sejahtera menengah atas. Namun berdasarkan data BPS, pertumbuhan perekonomian Provinsi DKI Jakarta belum secara signifikan mengurangi jumlah penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin di Jakarta tahun 2011 sebesar 3,75% dan menurun pada tahun 2012 menjadi 3,69% (berkurang 0,06%). Pada tahun 2013 jumlahnya menjadi 3,55% (berkurang sebesar 0,14%) dari total penduduk. Meskipun masih dalam kategori Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 19 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
rendah dan terus menurun jumlahnya, pertumbuhan ekonomi Jakarta dapat dikatakan belum sepenuhnya dinikmati dan mensejahterakan sebagian penduduknya.
Grafik 1.14 Perkembangan PDRB dan Penduduk Miskin Provinsi DKI Jakarta Tahun 2011 s.d 2013
Sumber: diolah dari data BPS
Secara makro, jumlah penduduk miskin dipengaruhi oleh Garis Kemiskinan, karena Garis Kemiskinan dipergunakan sebagai batas untuk mengelompokkan penduduk menjadi miskin atau tidak miskin. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan di bawah Garis Kemiskinan (GK). Komoditi yang paling penting bagi penduduk miskin adalah beras. Pada bulan September 2013, sumbangan pengeluaran beras terhadap Garis Kemiskinan Makanan sebesar 25,84%. Selain beras, barang-barang kebutuhan pokok lain yang berpengaruh cukup besar terhadap Garis Kemiskinan adalah rokok kretek filter (18,84%), telur ayam ras (6,25%), daging ayam ras (4,41%) mie instan (4,34%), ikan kembung (2,99%), gula pasir (2,94%), tempe (2,83%), dan tahu (2,58%), serta kopi (2,47%).
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 20 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Grafik 1.15 Sepuluh Komoditi yang Memberi Sumbangan Besar Terhadap Garis Kemiskinan Bulan September 2013
Sumber: diolah dari data BPS
Garis Kemiskinan (GK) bulan September 2013 sebesar Rp 434.322,- per kapita per bulan. Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan September 2013 sebesar 64,17% (Rp 278.706,-), sedangkan sumbangan Garis Kemiskinan Non Makanan terhadap Garis Kemiskinan sebesar 35,83% (Rp 155.615,-).
Tabel 1.5 Garis Kemiskinan di Provinsi DKI Jakarta Bulan September Tahun 2012 dan 2013
Bulan Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln) Makanan Bukan Makanan Total (1) (2) (3) (4) September 2012 253.839 (64,66%) 138.732 (35,34%) 392.571 (100%)
September 2013 278.706 (64,17%) 155.615 (35,83%) 434.322 (100%)
Sumber: Susena September 2012, Maret dan September 2013
Besarnya peranan komoditi makanan terhadap garis kemiskinan khususnya beras (25,84%), menunjukkan bahwa beras sebagai kebutuhan pokok berpengaruh besar terhadap kemiskinan. Kebijakan pemerintah untuk penanggulangan kemiskinan khususnya dari komponen makanan adalah menjaga kestabilan harga Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 21 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
dan penyediaan beras. Bantuan beras miskin, kebijakan penyediaan stok beras melalui impor beras dan program swasembada beras, bagian dari upaya pemerintah agar kebutuhan pokok tersebut dapat dibeli masyarakat. Program bantuan langsung tunai akibat dampak kebijakan yang mengakibatkan meningkatnya harga barang, ditujukan untuk mengurangi dampak tersebut kepada masyarakat miskin, sehingga masyarakat tetap mampu membeli kebutuhan pokoknya (beras). Untuk komoditi bukan makanan seperti pendidikan dan kesehatan, upaya yang dilakukan adalah dengan peningkatan kapasitas masyarakat miskin (pembangunan kualitas manusia) dilakukan melalui program bantuan langsung tunai, program pemberdayaan agar penduduk miskin mampu meningkatkan pendapatannya, dan program di bidang pendidikan berupa sekolah gratis dan bidang kesehatan melalui program kartu sehat.
1.3. Perkembangan Indikator Sektoral Terpilih
Indikator-indikator Sektoral terpilih akan menyajikan Aspek Kesehatan, Pendidikan, dan Transportasi.
1.3.1 Kesehatan Pertumbuhan ekonomi tidak saja dilihat dari indikator ekonomi, indikator sosial seperti kualitas manusia turut berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi sebagai pelaku utama pembangunan. Sektor kesehatan sebagai bagian dari komponen pembentuk kualitas manusia, merupakan salah satu sektor yang sangat strategis untuk mencapai peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tersedianya sarana kesehatan terutama rumah sakit, puskesmas, dan tenaga kesehatan khususnya dokter, perawat dan bidan yang ideal dalam jumlah dan kualitas adalah suatu keharusan. Perkembangan sarana kesehatan Provinsi DKI Jakarta sejak tahun 2009 sampai dengan 2012 tidak begitu signifikan peningkatannya, dibanding dengan tenaga kesehatan, terutama dokter, apoteker dan bidan. Fokus pemerintah adalah meningkatkan kualitas pelayanan melalui rehabilitasi sarana dan peningkatan SDM tenaga kesehatan. Dalam meningkatkan kualitas pelayanan, Pemerintah Provinsi Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 22 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
DKI Jakarta telah menambah fasilitas pelayanan kesehatan yang mendapat sertifikat ISO 9001 tahun 2008 yaitu 4 RSUD, 44 Puskesmas Kecamatan, serta 98 Puskesmas Kelurahan.
Grafik 1.16 Perkembangan Fasilitas dan Tenaga Kesehatan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2009 s.d 2012
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta
Tahun 2012 jumlah rumah sakit di Provinsi DKI Jakarta sebanyak 196 unit, Puskesmas sebanyak 340 dan Posyandu sebanyak 4.245 unit. Rasio Pelayanan rumah sakit dan Puskesmas terhadap penduduk, saat ini telah memenuhi syarat pelayanan. Untuk rumah sakit dasar perhitungannya adalah jumlah tempat tidur yang tersedia di rumah sakit, yaitu satu tempat tidur untuk 1.000 penduduk. Dengan jumlah penduduk Jakarta tahun 2012 sekitar 10 juta orang, maka diperlukan minimal 10 ribu tempat tidur. Berdasarkan data tahun 2011, kapasitas tempat tidur rumah sakit di Provinsi DKI Jakarta yang tersedia sebanyak 11.042 tempat tidur. Dengan demikian jumlah rumah sakit di Jakarta di atas standar WHO, dengan rasio 1,1 per 1.000 penduduk. Rasio Puskesmas dengan jumlah 340 unit terhadap penduduk, mencapai 0,034 berarti satu puskesmas melayani 29.411 orang. Jumlah tersebut memenuhi standar nasional dimana satu Puskesmas melayani 30.000 orang. Sementara untuk 4.245 unit Posyandu dengan jumlah balita sebanyak 861.581, rasionya mencapai 4,93 dengan penjelasan 1.000 balita dilayani oleh 4 sampai 5 posyandu, atau 1 posyandu melayani 200 sampai 250 balita. Pelayanan yang ideal Posyandu Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 23 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
adalah melayani 80 sampai 100 balita. Dengan demikian Provinsi DKI Jakarta masih kekurangan Posyandu sebanyak 8.275 unit.
Grafik 1.17 Jumlah Fasilitas Kesehatan dan Rasio per 1.000 Penduduk Tahun 2012
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta dan Kemenkes RI, data diolah
Tersedianya tenaga kesehatan yang cukup dalam jumlah dan kualitas sebagai penggerak pelayanan kesehatan, menjadikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat akan semakin baik. Rasio tenaga kesehatan terhadap penduduk merupakan indikator untuk mengetahui cakupan pelayanan dari tenaga kesehatan kepada penduduk. Sehingga bisa diketahui berapa banyak penduduk yang dilayani dan jumlah ideal tenaga kesehatan agar pelayanan dapat optimal. Di Provinsi DKI Jakarta rasio dokter terhadap penduduk adalah 78,9 dalam arti satu dokter melayani 1.250 penduduk. Sementara WHO menetapkan jumlah ideal dokter yaitu 40 dokter per 100.000 penduduk atau satu dokter melayani 2.500 orang. Dari sisi jumlah, dokter di Provinsi DKI Jakarta sudah cukup. Sementara untuk bidan rasionya adalah 21,5, atau satu bidan melayani 4.651 orang. Idealnya satu bidan melayani 1.000 sampai dengan 1.300 orang sebagaimana target yang ditetapkan Kemenkes untuk tahun 2014 sebanyak 75 bidan per 100.000 penduduk. Dengan demikian untuk mencapai ideal tenaga bidan, Provinsi DKI Jakarta masih memerlukan tambahan tenaga bidan. Untuk jumlah perawat, saat ini 1 perawat melayani 495 orang, di atas target ideal yang ditetapkan Kemeterian Kesehatan yaitu 158 perawat per 100.000 penduduk atau Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 24 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
satu perawat melayani 633 orang. Apoteker (farmasi) saat ini berjumlah 1.650 orang, dimana satu apoteker melayani 5.988 orang. Hal ini telah cukup ideal dan melebihi target yang ditetapkan sebesar 12 apoteker per 100.000 penduduk atau satu apoteker melayani 8.300 orang. Untuk kader Posyandu, jumlah kader minimal yang ideal per Posyandu sebanyak 5 orang (Benny, 2005). Dan di Provinsi DKI Jakarta sudah memenuhi syarat ideal, karena rata-rata satu posyandu terdiri dari 5 kader.
Grafik 1.18 Jumlah Tenaga Kesehatan dan Rasio Per 100.000 Penduduk Tahun 2012
Sumber: Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta dan Kemenkes RI, data diolah
Penyediaan sarana kesehatan dan tenaga kesehatan yang ideal adalah untuk tercapainya kualitas atau derajat kesehatan penduduk yang memadai. Indikator yang menujukkan perbaikan kualitas kesehatan antara lain adalah penurunan angka kematian bayi, peningkatan angka harapan hidup serta persentase balita yang pernah diimunisasi. Angka kematian bayi penduduk Provinsi DKI Jakarta memenuhi target MDGs, yaitu berada pada kisaran 22 per seribu kelahiran pada tahun 2012. Sementara angka kematian bayi berdasarkan target sebesar 23 per seribu kelahiran. Secara nasional hanya Kalimantan Timur sebesar 21 per 1.000 kelahiran dan Provinsi DKI Jakarta yang memenuhi target MDGs. Selebihnya belum mencapai target dan angka kematian bayi terbesar berada di Provinsi Papua Barat sebesar 74 per seribu kelahiran. Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 25 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Rendahnya angka kematian bayi di Provinsi DKI Jakarta, tidak terlepas dari tersedianya sarana kesehatan (rumah sakit, Puskesmas dan Posyandu) yang memadai/ideal, dan jumlah tenaga kesehatan yang cukup serta partisipasi ibu dan anak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Tingkat kunjungan ibu hamil untuk memeriksakan kesehatan dan kehamilan di Provinsi DKI Jakarta tertinggi dibanding provinsi lainnya yaitu 95,62%. Tingkat kunjungan tersebut di atas rata-rata nasional sebesar 87,37% dan target Renstra sebesar 90%. Kunjungan ibu hamil terendah berada pada Provinsi Papua sebesar 23,33% (belum mencapai target). Pelayanan proses persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan (dokter dan bidan) di Provinsi DKI Jakarta sebesar 96,17%. Persentase persalinan tersebut lebih tinggi dari rata-rata nasional sebesar 89,68% dan target Renstra sebesar 88%. Persentase tertinggi proses persalinan dengan bantuan tenaga kesehatan adalah Provinsi DI Yogyakarta sebesar 99,85% dan terendah Provinsi Papua sebesar 32,85%. Tersedianya sarana dan tenaga kesehatan yang cukup dan mudah terjangkau, serta kesadaran yang tinggi penduduk Jakarta terkait kesehatan khususnya ibu dan calon bayi, menjadikan hampir seluruh proses persalinan dilakukan dengan tenaga kesehatan. Kondisi inilah yang berdampak pada rendahnya kematian bayi di Provinsi DKI Jakarta. Hal penting lainnya untuk menekan jumlah kematian bayi adalah pelayanan bayi untuk mendapatkan imunisasi dasar lengkap, dimana bayi yang mendapat imunisasi di Provinsi DKI Jakarta mencapai 80,1%. Persentase bayi yang mendapat imunisasi tersebut masih di bawah nasional sebesar 82,5%. Provinsi dengan persentase tertinggi bayi yang mendapat imunisasi adalah Provinsi Jawa Barat sebesar 102,1% dan yang terendah adalah Provinsi Maluku sebesar 36,5%. Sementara kunjungan bayi untuk mendapatkan pelayanan kesehatan mencapai 93,80%, lebih tinggi dari nasional sebesar 86,68% dan target Renstra sebesar 86%.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 26 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Grafik 1.19 Persentase Angka Kematian Bayi dan Cakupan Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak Tahun 2012
Sumber: diolah dari data BPS dan Kemenkes
Selama tahun 2010-2012 penduduk yang mengalami keluhan kesehatan menunjukkan tren menurun. Penurunan tersebut menggambarkan bahwa derajat kesehatan penduduk semakin membaik. Tahun 2010 sebanyak 33,81% penduduk yang mengalami keluhan kesehatan, turun menjadi 32,92% di tahun 2012. Secara rata-rata, angka harapan hidup penduduk Provinsi DKI Jakarta selama kurun waktu 2010-2012 mencapai 72,1 tahun. Arah kebijakan Urusan Kesehatan tahun 2013 Pemda Provinsi DKI Jakarta difokuskan untuk pencapaian target RPJMD urusan kesehatan, antara lain: pelayanan kesehatan untuk seluruh keluarga miskin, meningkatkan akses masyarakat terhadap sistem jaminan pembiayaan kesehatan melalui Program Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat (PJKM), percepatan pembangunan Puskesmas Rawat Inap, peningkatan pos pelayanan lansia di RW, peningkatan kualitas dan jumlah tenaga kesehatan, serta penggerakkan balita ke Posyandu. Pencapaian dari sektor kesehatan adalah tingkat harapan hidup penduduk yang terus meningkat, dan angka kematian ibu dan anak yang menurun.
1.3.2 Pendidikan Pendidikan merupakan sektor yang diprioritaskan dalam pembangunan di Provinsi DKI Jakarta selain sektor kesehatan. Sektor pendidikan merupakan komponen pembentuk indeks pembangunan manusia. Terkait dengan Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 27 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
perekonomian, sektor pendidikan mempersiapkan kualitas manusia yang unggul sebagai subyek pembangunan. Dengan tingkat partisipasi pendidikan yang tinggi, akan membentuk tenaga kerja terdidik dan terlatih, sehingga mudah terserap dalam lapangan pekerjaan dan memiliki nilai tawar yang tinggi dalam pendapatan yang dampaknya adalah penduduk yang sejahtera. Lembaga pendidikan di Provinsi DKI Jakarta sebanyak 11.799, berstatus negeri sebanyak 24% yaitu 2.833 unit dan sisanya 76% sebesar 8.955 unit berstatus swasta. Hal ini menunjukkan investasi swasta di sektor pendidikan lebih besar dibanding pemerintah. Hanya tingkat sekolah dasar investasi pemerintah yang lebih besar dibanding swasta yaitu sebesar 64,2%. Dari total lembaga pendidikan, jumlah penduduk yang berstatus murid atau mahasiswa sebanyak 3,38 juta orang dengan pendidik sebanyak 162.134 orang. Bila disandingkan dengan data penduduk usia sekolah (usia 5-24 tahun) tahun 2012 sebesar 3,25 juta orang, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh penduduk usia sekolah di Provinsi DKI Jakarta berstatus pelajar atau sedang mengikuti pendidikan.
Grafik 1.20 Jumlah Sekolah/Perguruan Tinggi Menurut Jenis Sekolah/Perguruan Tinggi Di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012/2013
Sumber: diolah dari data BPS
Dalam rangka meningkatkan mutu dan mencapai sumber daya manusia yang berkualitas, serta proses belajar yang ideal, Kementerian Pendidikan Nasional menetapkan maksimun siswa per kelas. Untuk TK per kelas ditetapkan maksimum 25 orang, SD/MI-SLTP/MTs-SMA/SMK/MA maksimum 40 orang per kelas. Dari sisi Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 28 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
ketersediaan sarana pendidikan di Provinsi DKI Jakarta sudah dapat memenuhi kebutuhan penduduk akan pendidikan. Proses belajar cukup nyaman dan efektif, dimana jumlah siswa per kelas untuk masing-masing jenis sekolah rata-rata sebanyak 30 orang. Jumlah siswa untuk TK/TPA tiap kelas dari data di atas adalah 23 orang per kelas, untuk SD/MI per kelas rata-rata adalah 34 orang, SLTP/MTs per kelas sebanyak 33 orang, SMA/MA per kelas sebanyak 28 orang, dan SMK per kelas sebanyak 32 orang.
Grafik 1.21 Jumlah Ruang Kelas, Guru/Dosen dan Murid/Mahasiswa Menurut Jenis Sekolah/Perguruan Tinggi Tahun 2012/2013
Sumber: diolah dari data BPS
Dari sisi jumlah tenaga pendidik, rasio pendidik terhadap siswa untuk TK/TPA sebesar 96,5 per 1000 siswa. Hal ini berarti per seribu siswa dididik oleh 96-97 pendidik atau tiap pendidik mengajar sebanyak 10-11 siswa. Untuk pendidik SD/MI rasionya sebesar 52,4 per seribu siswa, SLTP/MTs rasio sebesar 71,5 per seribu siswa, SMA/MA rasio sebesar 96,9 per seribu siswa, dan untuk SMK rasio guru terhadap siswa sebesar 78,95 per seribu siswa. Hal ini menunjukkan bahwa Provinsi DKI Jakarta tidak kekurangan guru, bahkan cenderung berlebih bila dilihat dari rasio pendidik terhadap jumlah siswa.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 29 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Grafik 1.22 Rasio Guru Per Seribu Murid Tahun 2012
Sumber: diolah dari data BPS
Hasil yang dicapai atas arah kebijakan Pemda Provinsi DKI Jakarta pada sektor pendidikan adalah tingkat partisipasi masyarakat dalam bidang pendidikan dan melek huruf yang tinggi. Tingkat partisipasi sekolah pada tahun 2012 pada usia sekolah dasar (usia 7-12 tahun) sebanyak 98,97% dari jumlah keseluruhan anak umur sekolah dasar. Persentasi tersebut lebih tinggi dari persentasi nasional sebesar 97,95%. Sedangkan untuk pendidikan menengah (usia 13-16 tahun) angka partisipasi masyarakat mencapai 93,79%, lebih tinggi dibanding nasional sebesar 89,66%. Dan untuk pendidikan lanjutan atas (usia 16-18 tahun) sebesar 60,81%, masih dibawah nasional sebesar 61,06%. Capaian ini selain karena partisipasi sekolah penduduk Jakarta yang tinggi, adalah rata-rata lama sekolah penduduk usia 15 tahun ke atas yang mencapai 10,6 tahun (sekolah hingga SLTA). Rata-rata lama sekolah penduduk Provinsi DKI Jakarta lebih tinggi dari provinsi lain dan rata- rata nasional yaitu 8,1 tahun.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 30 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Grafik 1.23 Angka Partisipasi Sekolah Tahun 2012
Sumber: diolah dari data BPS
Sedangkan pada kriteria masyarakat yang sudah melek huruf, maka lebih dari 99% penduduk di wilayah Provinsi DKI Jakarta telah dapat membaca atau menulis. Pada periode tahun 2011 jumlah penduduk yang telah melek huruf mencapai 98,83%, meningkat di tahun 2012 menjadi 99,07%. Persentase melek huruf penduduk Provinsi DKI Jakarta lebih tinggi dari nasional yaitu 93,25% dan tertinggi dibanding provinsi lainnya.
Grafik 1.24 Angka Melek Huruf Usia 15 Tahun
Sumber: diolah dari data BPS
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 31 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Tersedianya sarana pendidikan dan tenaga pendidik yang memadai, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam Penyelenggaraan Urusan Pendidikan lebih menargetkan untuk memantapkan pembangunan infrastruktur yang telah ada seperti merehabilitasi gedung sekolah dan melengkapi sarana dan prasarana sekolah yang belum memenuhi standar kurikulum. Fokus penyelenggaraan urusan pendidikan oleh Pemda Provinsi DKI Jakarta lebih memberikan perhatian khusus dalam peningkatan mutu lulusan pendidikan dasar dan menengah agar semakin berkualitas. Selain meningkatkan sarana dan prasarana bidang pendidikan, pada tahun 2013 ini Pemda Provinsi DKI Jakarta juga memberikan beasiswa pendidikan bagi masyarakat yang kurang mampu/miskin. Pemda Provinsi DKI Jakarta membagikan sejumlah Kartu Jakarta Pintar sebagai suatu terobosan dalam memberikan beasiswa tersebut. Diharapkan dengan pembagian Kartu Jakarta Pintar tersebut dapat memberikan kesempatan kepada setiap warga Jakarta untuk dapat menikmati fasilitas pendidikan yang telah disediakan oleh pemerintah, mulai dari pendidikan tingkat dasar sampai menengah. Melalui pemberian beasiswa ini Pemda Provinsi DKI Jakarta telah berhasil menurunkan angka putus sekolah tingkat SD dari 535 siswa pada tahun 2007 menjadi 347 siswa pada tahun 2011, serta tingkat SMP dari 1.875 siswa pada tahun 2007 menjadi 1,176 siswa pada tahun 2011. Peningkatan kompetensi tenaga pendidik juga dilakukan Pemda Provinsi Provinsi DKI Jakarta melalui tugas belajar yaitu pendidikan Strata Satu (S1) dan sertifikasi bagi guru SD dan SMP sebanyak 340 orang (2008), 1.294 orang (2009), 799 orang (2010) dan 12.915 orang (2011). Serta Strata Satu dan sertifikasi bagi guru SMA/SMK sebanyak 3.187 orang (2008). Selain itu Strata Dua bagi guru SMA/SMK sebanyak 28 orang.
1.3.3 Transportasi Jumlah penduduk Provinsi DKI Jakarta yang semakin meningkat berdampak pada peningkatan kebutuhan akan moda transportasi. Jumlah siswa sebesar 3 juta orang melakukan aktivitas pendidikan dan 4,7 juta orang melakukan aktivitas bekerja, sangat bergantung kepada alat transportasi, sehingga jalan dan segala prasarananya sangat dibutuhkan. Dengan bertambahnya jumlah kendaraan yang tidak sebanding dengan bertambahnya pembangunan jalan semakin Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 32 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
menambah kemacetan di Provinsi DKI Jakarta. Masalah transportasi/perhubungan merupakan masalah yang menjadi perhatian, dimana kemacetan merupakan masalah yang selalu dihadapi oleh kota besar seperti Jakarta. Oleh karena itu Pemda Provinsi DKI Jakarta mengupayakan berbagai cara untuk mengurangi tingkat kemacetan yang semakin tinggi tersebut. Dari total kendaraan di Provinsi DKI Jakarta tahun 2012 sebanyak 6.154.523, sebesar 97% ber plat hitam (milik pribadi), plat merah 1,3%, dan plat kuning atau angkutan umum sebesar 1,7%. Sepeda motor menjadi moda terbesar yaitu 70,97% (4,4 juta kendaraan) diikuti sedan dan jeep sebesar 8,1% (467,5 ribu kendaraan), dan untuk angkutan umum yang tersedia (sedan, mini bus, mikrolet dan roda tiga) sebesar 0,02% (59,4 ribu kendaraan). Asumsi daya angkut angkutan umum adalah rata-rata 10 orang, dengan jumlah 59,4 ribu angkutan baru dapat menampung 594 ribu penumpang. Dengan demikian masih dibutuhkan angkutan umum sebanyak 710.600 kendaraan.
Grafik 1.25 Jumlah Kendaraan di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012
Sumber: diolah dari data BPS dan Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta
Dari data di atas penduduk yang melakukan aktivitas pendidikan dan bekerja, yaitu 7,7 juta orang lebih banyak menggunakan kendaraan pribadi. Selain kendaraan umum yang tersedia belum memenuhi kebutuhan ideal, yaitu murah dan nyaman, faktor kesejahteraan (pendapatan penduduk yang tinggi) meningkatkan jumlah kendaraan pribadi di Provinsi DKI Jakarta. Dalam menunjang aktivitas Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 33 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
penduduk, peningkatan sarana transportasi harus diimbangi dengan peningkatan sarana jalan.
Grafik 1.26 Rasio Luas Jalan Terhadap Luas Wilayah Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012
Sumber: diolah dari data BPS dan Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta
Panjang jalan Provinsi DKI Jakarta menurut kewenangannya, pada tahun 2012 sebesar 6.955,84 km dengan luas jalan 41,3 km 2 . Total jalan tersebut terdiri dari: jalan nasional sepanjang 152,57 km, jalan provinsi sepanjang 6.679,54 km, dan jalan tol sepanjang 123,73 km. Dengan luas Provinsi DKI Jakarta sebesar 661,52 km 2 , rasio luas jalan raya Provinsi DKI Jakarta terhadap luas Provinsi DKI Jakarta adalah sebesar 6,2%. Dengan rasio tersebut luas jalan di Provinsi DKI Jakarta masih belum ideal, dimana minimal luas jalan yang ideal adalah 14% dari total luas wilayah, yaitu 92,6 km 2 . Masih terdapat 7,8% luas jalan yang belum dimanfaatkan. Sebagai pembanding negara Singapura yang memiliki luas hampir sama, luas jalannya mencapai 12%.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 34 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Grafik 1.27 Panjang Jalan Menurut Kewenangan Tahun 2012 (km)
Sumber: Dinas PU Jalan Provinsi DKI Jakarta (2012)
Jalan raya merupakan salah satu prasarana penting dalam transportasi darat, karena penghubung antar daerah dan sentra produksi dan distribusi dengan wilayah pemasarannya. Dengan demikian jalan raya dapat berfungsi sebagai stimulan bagi pertumbuhan ekonomi. Untuk mendukung mobilitas pengguna jalan, khususnya penumpang yang menggunakan angkutan umum, Pemda Provinsi DKI Jakarta telah menyiapkan sarana terminal kendaraan umum yang tersebar di 5 wilayah kota. Sebagai pusat perekonomian, Provinsi DKI Jakarta mempunyai peran yang strategis, mengingat sebagian besar ekspor dan impor (mobilitas barang/jasa) Indonesia melalui Provinsi DKI Jakarta. Selain menyiapkan 18 terminal penumpang dan 1 terminal barang, juga menyiapkan 3 pelabuhan (Tanjung Priuk, Sunda Kelapa dan Muara Angke). Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan distribusi barang masuk dan keluar Provinsi DKI Jakarta. Selain menyiapkan transportasi darat dan laut, transporatsi udara disiapkan melalui Bandara Soekarno-Hatta dan Halim Perdana Kusuma. Dalam rangka mengantisipasi melonjaknya pengguna jalan raya dan untuk menunjang transportasi, langkah yang dilakukan Pemda Provinsi DKI Jakarta adalah: 1. Penerapan standar minimun kendaraan angkutan umum untuk kenyamanan dan keamanan pengguna angkutan; Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 35 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
2. Penghapusan parkir ganda dan mengenakan saksi bagi pelanggar parkir, dengan tujuan meningkatkan kedisiplinan pengendara agar tidak parkir sembarangan yang menyebabkan kemacetan dan kesemrawutan; 3. Pengadaan kendaraan Busway selain untuk peremajaan, juga untuk mengisi beberapa koridor yang telah ada; 4. Rencana membangun beberapa koridor di wilayah yang belum terlayani Busway; 5. Pembuatan jalan tol dalam kota bekerjasama dengan Kementerian PU dan jalan layang non tol (JLNT); 6. Pembangunan Mass Rapid Transit System (MRT) dan penyelesaian pembangunan monorail yang sempat tertunda; 7. Rencana Pola Transportasi Makro (PTM) Jabodetabek, bertujuan untuk membangun transportasi terpadu di Jabodetabek.
Untuk mendapatkan hasil kajian yang optimal, maka dalam persiapan penyusunan Kajian Fiskal Regional Semester II Tahun 2013 dilakukan pertemuan dalam suatu Focus Group Discussion antara Tim Penyusun KFR dengan Regional Economist wilayah Provinsi DKI Jakarta yaitu I Kadek Dian Sutrisna Artha, Phd.
BAB II PERKEMBANGAN PELAKSANAAN ANGGARAN PUSAT Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 36 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Bab II Perkembangan Pelaksanaan Anggaran Pusat
2.1 APBN Tingkat Provinsi DKI Jakarta
Alokasi APBN yang ditetapkan untuk satuan kerja yang berlokasi di wilayah Provinsi DKI Jakarta merupakan alokasi yang diberikan terhadap satker setingkat Kementerian/ Lembaga maupun eselon I. Alokasi APBN Provinsi DKI Jakarta yang mencapai 74% dari total pagu APBN, sebagian digunakan untuk pengeluaran ataupun belanja dengan lokasi di luar Provinsi DKI Jakarta dan bahkan tersebar di seluruh wilayah Republik Indonesia. Misalnya belanja yang dilakukan oleh Kementerian Peningkatan Daerah Tertinggal (PDT), dimana lokasi pembangunan atau belanja modalnya berada di wilayah timur Indonesia, demikian juga kementerian/lembaga yang lain. Estimasi pendapatan negara dari Provinsi DKI Jakarta TA 2013 meningkat 17,43% dari TA 2012, sedangkan pagu belanja negara meningkat 12,66% dari TA 2012. Realisasi Pendapatan Negara dan Hibah Provinsi DKI Jakarta TA 2013 sebesar Rp 584,56 trilyun berasal dari Pendapatan Perpajakan, Pendapatan Bukan Pajak dan Hibah, mengalami peningkatan 18,48% jika dibandingkan dengan Pendapatan Negara TA 2012. Sedangkan realisasi belanja TA 2013, yang meliputi belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah, meningkat 9,32% dari TA 2012. Transfer ke daerah yang dibayarkan melalui KPPN Jakarta II merupakan transfer ke daerah untuk seluruh Provinsi dan Kabupaten/Kota di Indonesia.
Dalam Bab ini diuraikan mengenai Profil APBN Provinsi DKI Jakarta berdasarkan I- account, pendapatan pemerintah pusat, belanja pemerintah pusat, pengelolaan Badan Layanan Umum,dan manajemen investas Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 37 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Tabel 2.1 APBN Provinsi DKI Jakarta Tahun Anggaran 2012-2013 (milyar rupiah)
Uraian 2012 Realisasi 2012 2013 Realisasi 2013 Pendapatan Negara 714.262,01 493.385,10 838.773,19 584.560,40 Pendapatan Perpajakan 689.272,62 458.007,83 781.792,55 520.463,75 Pendapatan Bukan Pajak 24.989,40 33.948,90 56.980,63 62.583,14 Hibah 0,00 1.428,37 0,00 1.513,51 Belanja Negara 1.129.570,70 1.092.659,41 1.272.571,70 1.194.547,61 Belanja Pemerintah Pusat 653.221,33 617.569,13 746.884,86 684.993,69 Transfer ke Daerah 1 476.349,37 475.090,28 525.686,84 509.553,93 Surplus/(Defisit) -415.308,69 -599.274,31 -433.798,51 -609.987,21 Pembiayaan 0,00 -24.943,21 0,00 -12.041,79 Pembiayaan Dalam Negeri 0,00 -13.166,91 0,00 -7.209,25 Pembiayaan Luar Negeri 0,00 -11.776,30 0,00 -4.832,54 Sumber: Data LK BUN Tingkat Kanwil, Data Kanwil DJP Jakarta, Data Kanwil DJBC Jakarta
2.2 Pendapatan Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi DKI Jakarta
Pendapatan pemerintah pusat bersumber dari Pendapatan Perpajakan, Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), dan Hibah.
2.2.1 Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi DKI Jakarta Salah satu sumber penerimaan Negara terbesar adalah penerimaan perpajakan terdiri dari pajak, cukai, bea masuk, dan bea keluar. Pada TA 2013 target dan realisasi pendapatan perpajakan mengalami peningkatan dibandingkan TA 2012.
1 Data pagu dan realisasi transfer daerah merupakan data transfer daerah ke seluruh Indonesia. Sedangkan pagu dan realisasi transfer daerah untuk Provinsi DKI Jakarta TA 2012 dan 2013 masing-masing sebesar Rp 11,69 trilyun dan Rp 11,50 trilyun.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 38 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Tabel 2.2 Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi DKI Jakarta (milyar rupiah)
Penerimaan Perpajakan Target* Tahun 2012 Realisasi** Tahun 2012 Target* Tahun 2013 Realisasi** Tahun 2013 PPh Perseorangan 42.778,95 44.035,83 48.877,82 54.202,66 PPh Badan 157.630,36 81.140,47 171.987,81 86.845,68 PPN 260.421,11 196.073,58 315.954,33 227.557,03 Cukai 159,85 1.876,42 185,79 3.550,31 Bea Masuk 12.936,69 17.148,96 14.333,26 18.481,09 Bea Keluar 294,33 494,07 332,64 668,83 Sumber: Data LK BUN Tingkat Kanwil,Data Kanwil DJP Jakarta, Data Kanwil DJBC Jakarta *LKKL DJP &DJBC **LAK LK BUN
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) merupakan penerimaan pajak dengan persentase kenaikan target terbesar sepanjang TA 2012-2013, yaitu meningkat sebesar 21,32%. Selanjutnya diikuti Cukai dan PPh Perseorangan dengan masing- masing kenaikan 16,23% dan 14,26%. Sementara jika dilihat dari sisi realisasi, maka persentase kenaikan terbesar sepanjang TA 2012-2013 terjadi pada Bea Keluar sebesar 35,37%, disusul PPh Perseorangan dan PPN dengan masing- masing kenaikan sebesar 23,09% dan 16,06%.
Grafik 2.1 Perbandingan Persentase KenaikanTarget dan Realisasi Penerimaan Perpajakan Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi DKI Jakarta TA 2012-2013
Sumber: Data LK BUN Tingkat Kanwil,Data Kanwil DJP Jakarta, Data Kanwil DJBC Jakarta
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 39 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Capaian realisasi penerimaan Bea Keluar dan PPh Perseorangan mengalami peningkatan dibandingkan TA 2012, masing-masing sebesar 33,21% dan 7,95%. Untuk PPh Badan dan PPN selain mengalami penurunan juga masih dibawah taget.
Grafik 2.2 Perbandingan Persentase Realisasi terhadap Target Penerimaan Pajak Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi DKI Jakarta TA 2012-2013
Sumber: Data LK BUN Tingkat Kanwil,Data Kanwil DJP Jakarta, Data Kanwil DJBC Jakarta
2.2.2 Penerimaan Negara Bukan Pajak Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi DKI Jakarta Selain dari sektor perpajakan, Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) saat ini telah diperhitungkan untuk dijadikan andalan dalam memaksimalkan penerimaan Negara.
a. Perkembangan PNBP dan per Jenis PNBP Penerimaan Negara Bukan Pajak dapat dibedakan menjadi empat jenis yaitu: penerimaan Sumber Daya Alam, Bagian Pemerintah atas Laba BUMN, Penerimaan Bukan Pajak Lainnya serta Pendapatan BLU.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 40 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Tabel 2.3 Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi DKI Jakarta per Jenis PNBP (milyar rupiah)
Sumber: Data LK BUN Tingkat Kanwil DJPB Prov. DKI Jakarta TA 2013 (Unaudited)
Pendapatan PNBP Lainnya yang terdiri dari Pendapatan dari Pengelolaan BMN, Pendapatan Jasa, Pendapatan Bunga, Pendapatan Kejaksaan dan Peradilan dan Hasil Tindak Pidana Korupsi, Pendapatan Pendidikan, Pendapatan Gratifikasi dan Uang Sitaan Hasil Korupsi, Pendapatan Iuran dan Denda serta Pendapatan Lain-lain merupakan penyumbang terbesar Penerimaan Negara Bukan Pajak pada Provinsi DKI Jakarta mencapai 39%. Kemudian masing-masing diikuti penerimaan Bagian Laba BUMN sebesar 36%, Pendapatan BLU 17% dan penerimaan Sumber Daya Alam sebesar 8%.
Grafik 2.3 Porsi Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi DKI Jakarta per Jenis PNBP
Sumber: Data LK BUN Tingkat Kanwil DJPB Prov. DKI Jakarta TA 2013 (Unaudited)
Penerimaan PNBP Realisasi Tahun 2012 Realisasi Tahun 2013 SDA 5.303,65 5.145,85 Bagian Laba BUMN - 22.121,54 Pendapatan PNBP Lainnya 19.643,77 24.472,59 Pendapatan BLU 8.946,35 10.777,90 Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 41 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
b. Perkembangan PNBP Fungsional Kementerian/Lembaga Penerimaan Negara Bukan Pajak juga dapat dibedakan sesuai dengan fungsi kementerian/lembaga dalam rangka pelaksanaan tupoksi kementerian/lembaga tersebut dan hanya terjadi pada kementerian/lembaga tertentu. Provinsi DKI Jakarta sebagai ibukota negara memiliki jenis PNBP fungsional Kementerian/Lembaga lebih banyak dibandingkan dengan provinsi lain.
Tabel 2.4 Penerimaan PNBP Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi DKI Jakarta Menurut Fungsional K/L (milyar rupiah)
Penerimaan PNBP Realisasi Tahun 2012 Realisasi Tahun 2013 Hak dan Perijinan 10.504,68 12.662,87 Minyak Bumi 2.035,20 1.914,69 Pertambangan 1.465,65 1.535,16 Kehutanan 1.597,02 1.478,21 Visa dan Paspor 1.211,22 1.446,77 Jasa Kepolisian 569,50 587,78 Jasa Luar Negeri 505,88 565,03 Jasa DJBC 561,75 421,80 Jasa Bandar Udara, Pelabuhan dan Navigasi 412,04 349,52 Pelayanan Pertanahan 201,65 252,91 Perikanan 205,77 217,77 Jasa RS dan Instansi Kesehatan Lainnya 5,16 116,49 Pendidikan 115,37 99,87 Sensor/Karantina 56,24 73,75 Kejaksaan dan Peradilan 40,57 47,40 Sumber: LK BUN Tingkat Kuasa BUN Kanwil DJPB Prov. DKI Jakarta TA 2013 (Unaudited)
Tabel 2.4 menggambarkan 15 jenis penerimaan PNBP Fungsional di Provinsi DKI Jakarta yang memiliki realisasi penerimaan tertinggi pada TA 2013. PNBP Fungsional terbanyak pada TA 2013 berasal dari penerimaan pemberian hak dan perijinan sebesar Rp 12.662,87 milyar, meningkat 20,55% dari TA 2012. Sementara untuk persentase peningkatan penerimaan tertinggi rentang TA 2012- 2013 terjadi pada Jasa RS dan Instansi Kesehatan Lainnya sebesar 2.156,35%.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 42 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
2.3 Belanja Pemerintah Pusat Tingkat Provinsi DKI Jakarta
Salah satu yang popular pada saat krisis ekonomi adalah instrumen ekonomi berupa stimulus fiskal, melalui pengurangan beban pajak dan peningkatan belanja pemerintah (increased spending).
2.3.1 Perkembangan Pagu dan Realisasi berdasarkan Bagian Anggaran/ Kementerian/ Lembaga Pagu belanja yang dialokasikan pada satker pemerintah pusat yang berada/berlokasi di wilayah DKI Jakarta, pengeluaran terbesar adalah pengeluaran Bagian Anggaran Bendahara Umum Negara (BA BUN) sebesar Rp 982.916,35 milyar. Diluar BUN, Kementerian Pertahanan merupakan kementerian dengan pagu tertinggi di Provinsi DKI Jakarta pada TA 2013 yaitu Rp 53.360,30 milyar.
Tabel 2.5. Perkembangan Pagu dan Realisasi berdasar Bagian Anggaran Untuk 15 BA dengan Pagu Tertinggi di Provinsi DKI Jakarta (milyar rupiah)
Dari sudut pandang tingkat penyerapan, Kementerian Sosial merupakan K/L yang mencapai tingkat penyerapan tertinggi pada TA 2013, yaitu sebesar 98,4% naik 2,2% dari TA 2012, diikuti Kementerian Kelautan dan Perikanan sebesar 94,6%, naik 0,8% dari tingkat penyerapan pada TA 2012. Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 43 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Grafik 2.4 Tingkat Penyerapan Anggaran 14 BA dengan Pagu Tertinggi Tingkat Provinsi DKI Jakarta TA 2012-2013
Sumber: LK BUN Tingkat Kuasa BUN Kanwil DJPB Provinsi DKI Jakarta TA 2013 (Unaudited)
2.3.2 Perkembangan Pagu dan Realisasi berdasarkan Jenis Belanja Jenis Belanja yang terdapat pada APBN tingkat Provinsi di Provinsi DKI Jakarta meliputi belanja pegawai, belanja barang, belanja modal, belanja pembayaran kewajiban utang, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, dan belanja lain-lain. Yang membedakan Provinsi DKI Jakarta dengan provinsi lainnya adalah adanya belanja pembayaran kewajiban utang dan belanja subsidi.
Tabel 2.6 Perkembangan Pagu dan Realisasi Berdasar Jenis Belanja di Provinsi DKI Jakarta (milyar rupiah)
Jenis Belanja Pagu 2012 Realisasi 2012 Pagu 2013 Realisasi 2013 Belanja Pegawai 117.938,31 114.690,15 141.533,77 130.532,32 Belanja Barang 90.605,61 76.187,93 109.494,81 89.509,50 Belanja Modal 45.230,71 37.597,94 57.503,55 46.347,79 Belanja Pembayaran Kewajiban Utang 0,00 486,31 0,00 279,78 Belanja Subsidi 352.189,52 346.420,40 372.178,78 355.045,18 Belanja Hibah 150,91 72,42 243,37 145,40 Belanja Bantuan Sosial 43.200,23 38.497,71 62.880,04 60.403,29 Belanja Lain-lain 3.906,04 3.616,27 3.050,55 2.730,42 Sumber: LK BUN Tingkat Kuasa BUN Kanwil DJPB Provinsi DKI Jakarta TA 2013 (Unaudited)
Tabel 2.6. menggambarkan bahwa pagu dan realisasi tiap-tiap jenis belanja pada TA 2012 dan TA 2013 mengalami peningkatan kecuali belanja pembayaran Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 44 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
kewajiban utang dan belanja lain-lain, karena berkurangnya pokok utang seiring dengan pembayaran kewajiban utang. Namun jika dibandingkan dengan TA 2012 persentase penyerapan pagu anggaran per jenis belanja pada TA 2013 rata-rata mengalami penurunan kecuali belanja hibah dan bantuan sosial.
Grafik 2.5 Tingkat Penyerapan Anggaran Per Jenis Belanja Tingkat Provinsi DKI Jakarta
Sumber: LK BUN Tingkat Kuasa BUN Kanwil DJPB Prov. DKI Jakarta TA 2013 (Unaudited)
2.4 Pengelolaan Badan Layanan Umum
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum, BLU adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum (PPK BLU) adalah pola pengelolaan keuangan yang memberikan fleksibilitas berupa keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pelaksanaan anggaran, termasuk pengelolaan pendapatan dan belanja, pengelolaan kas, dan pengadaan barang/jasa. Selain itu BLU juga diberikan kesempatan untuk mempekerjakan tenaga profesional non PNS serta kesempatan pemberian imbalan jasa kepada pegawai sesuai dengan kontribusinya. Sampai dengan Semester II Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 45 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
tahun 2013, satker yang telah ditetapkan untuk menerapkan PK BLU Pusat di seluruh Indonesia sebanyak 141 satker. Sebagai instansi di lingkungan pemerintah, seluruh dana BLU baik yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun dari pendapatan hasil pelayanan dialokasikan dalam Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). Untuk membedakan, dana yang bersumber dari APBN dikenal dengan istilah Rupiah Murni (RM) dan yang berasal dari hasil pelayanan merupakan alokasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Apabila dikelompokkan menurut jenisnya, BLU terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu: 1. BLU yang kegiatannya menyediakan barang/jasa, meliputi: rumah sakit, lembaga pendidikan, penyiaran, dll. 2. BLU yang kegiatannya mengelola wilayah atau kawasan, meliputi: otorita pengembangan wilayah dan kawasan ekonomi terpadu (kapet). 3. BLU yang kegiatannya mengelola dana khusus, meliputi: pengelolaan dana bergulir, dana UKM, penerusan pinjaman dan tabungan pegawai. Sedangkan jika ditinjau dari kewenangan pengelolaannya, BLU dikelompokkan menjadi 2 yaitu: 1. BLU Pusat (BLU) yang berada di bawah pengelolaan Pemerintah Pusat. 2. BLU Daerah (BLUD) yang dikelola oleh Pemerintah Daerah Provinsi/Kabupaten/Kota.
2.4.1. Badan Layanan Umum Pusat 2.4.1.1 Profil dan Jenis Layanan satker BLU Pusat Di Provinsi DKI Jakarta terdapat 34 (tiga puluh empat) Satker BLU Pusat dari total 2.134 satker yang ada, dengan rincian 8 (delapan) Satker BLU di sektor Pendidikan, 11 (sebelas) satker BLU di sektor Kesehatan dan 15 (lima belas) Satker BLU di sektor Lainnya. Seluruh BLU tersebut berstatus satker BLU penuh sehingga dapat mempergunakan langsung 100% PNBP-nya, tanpa harus disetorkan terlebih dahulu ke rekening kas negara.
Alokasi anggaran BLU (PNBP) tahun 2013 terbesar adalah BLU sektor Lainnya yaitu sebesar Rp 3.938 milyar, disusul BLU yang menyediakan jasa kesehatan sebesar Rp 2.896 milyar dan terakhir BLU yang menyediakan jasa pendidikan sebesar Rp 1.660 milyar. Sedangkan yang mendapatkan alokasi Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 46 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
anggaran Rupiah Murni terbesar adalah BLU yang menyediakan jasa pendidikan sebesar Rp 1.334 milyar, kemudian BLU yang menyediakan jasa kesehatan sebesar Rp 1.246 milyar dan terakhir BLU Lainnya sebesar Rp 548 milyar.
Grafik 2.6 Profil Pagu BLU Pusat di Provinsi DKI Jakarta
Sumber: https://pa.perbendaharaan.go.id/monev2012, data diolah
Grafik 2.6 di atas menggambarkan perbandingan keseluruhan pagu satker BLU sampai dengan Semester II tahun 2013. BLU Sektor Lain-lain memiliki total pagu terbesar, yaitu Rp 4.486 milyar (38,5%), diikuti sektor Kesehatan sebesar Rp 4.142 milyar (35,6%) dan sektor Pendidikan sebesar Rp 2.994 milyar (25,9%).
2.4.1.2 Perkembangan Pengelolaan Pagu PNBP dan RM Satker BLU Pusat Perkembangan BLU Pusat dari segi pengelolaan pagu PNBP dan RM dikelompokkan berdasarkan jenis layanan/sektor lingkup Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012/2013 dapat digambarkan sebagaimana tabel di bawah ini.
Tabel 2.7 Nilai Aset dan Pagu BLU Pusat Provinsi DKI Jakarta Berdasarkan Jenis Layanan Tahun 2012-2013 (milyar rupiah)
No
Jenis Layanan
Nilai Aset Th 2013 Tahun 2012 Tahun 2013 Pagu PNBP % Pagu RM % Pagu PNBP % Pagu RM % 1 Pendidikan 7.061 1.496 53 1.328 47 1.660 55,44 1.334 44,56 2 Kesehatan 8.917 2.321 70 1.015 30 2.896 69,92 1.246 30,08 3 BLU Lainnya 95.280 2.625 90 283 10 3.938 87,78 548 12,22 Sumber: https://pa.perbendaharaan.go.id/monev2012, data diolah Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 47 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Berdasarkan data diatas nilai aset BLU paling besar ada pada sektor lainnya yaitu sebesar Rp 95.280 milyar, lalu sektor Kesehatan sebesar Rp 8.917 milyar dan sektor Pendidikan sebesar Rp 7.061 milyar. Jika dilihat dari persentase perbandingan antara pagu dana PNBP dan RM, perkembangan pagu BLU/PNBP yang mengalami kenaikan adalah BLU pada sektor Pendidikan, yaitu mencapai 55,44% jika dibandingkan dengan tahun 2012 yang hanya mencapai 53%. Sedangkan dari sisi pagu RM, yang mengalami kenaikan adalah BLU pada Sektor Kesehatan (mencapai 30,08% dari sebelumnya 30%) dan BLU Lainnya (mencapai 12,22% dari sebelumnya 10%) Pengelolaan aset BLU di sektor Kesehatan stabil, kecuali terjadi penurunan aset pada satker Rumah Sakit Fatmawati, Rumah Sakit Infeksi Prof. Dr Sulianti Soeroso, RS Persahabatan, RSJ Soeharto Heerdjan, RS Bhayangkara, dan RS Kanker Dharmais. Baik di sektor pendidikan maupun sektor kesehatan, sebagian besar satker BLU-nya mengalami penurunan aset yang disebabkan karena penerapan penyusutan pada aset pemerintah pada sistem akuntansi yang digunakan. Sebelum ini, sistem akuntansi pemerintah belum mengakomodir mekanisme penyusutan atas aset yang digunakan, sebagaimana yang diterapkan di sistem akuntansi komersil.
Grafik 2.7 Perkembangan Pagu PNBP dan Pagu RM BLU Pusat Sektor Pendidikan di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-2013
Sumber: https://pa.perbendaharaan.go.id/monev2012, data diolah.
Grafik di atas menunjukkan bahwa Satker yang mengalami kenaikan porsi pagu PNBP pada tahun 2013 jika dibandingkan tahun 2012 adalah: BBPPPIP (semula 54% menjadi 69%), Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (semula 31% menjadi Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 48 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
38%), UNJ (semula 36% menjadi 47%), Poltekes Jakarta III (semula 17% menjadi 28%), UI (semula 66% menjadi 70%). Sedangkan Satker yang mengalami kenaikan porsi pagu RM adalah Poltekes Jakarta II (semula 66% menjadi 70%), UIN Syarif Hidayatullah (semula 62% menjadi 73%) dan STAN (semula 78% menjadi 82%). Universitas Indonesia mempunyai persentase pagu BLU/PNBP paling besar jika dibandingkan dengan satker BLU sektor pendidikan lainnya. Selain persentase PNBP yang lebih besar, Satker Universitas Indonesia dan Satker Balai Besar Pendidikan Penyegaran dan Peningkatan Ilmu Pelayaran (BBPPPIP) mempunyai pagu PNBP lebih besar dibanding pagu Rupiah Murni (RM).
Grafik 2.8 Perkembangan Pagu PNBP dan Pagu RM BLU Pusat Sektor Kesehatan di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-2013
Sumber: https://pa.perbendaharaan.go.id/monev2012, data diolah.
Grafik di atas menunjukkan bahwa Satker yang mengalami kenaikan porsi pagu PNBP pada tahun 2013 dibandingkan dengan tahun 2012 adalah: RS Persahabatan (semula 63% menjadi 68%), RS Jantung Harapan Kita (semula 88% menjadi 89%), RS Kanker Dharmais (semula 72% menjadi 76%), RS Infeksi Prof Dr Sulianti (semula 27% menjadi 30%), RS Ketergantungan Obat (semula 24% menjadi 27%), RS Bhayangkara (semula 7% menjadi 71%). Sedangkan Satker yang mengalami kenaikan porsi pagu RM adalah RSCM (semula 29% menjadi 34%), RS Fatmawati (semula 30% menjadi 31%), RSJ Dr. Soeharto Heerdjan (semula 69% menjadi 70%) dan Balai Besar Lab. Kesehatan (semula 70% menjadi 90%). Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 49 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Selain itu, 6 dari 11 (54,54%) Satker BLU sektor Kesehatan mempunyai persentase pagu BLU/PNBP lebih besar dari pada pagu RM, bahkan terdapat satker BLU yang pagu PNBP nya mencapai 813,8% dari pada pagu RM, yaitu RS Jantung Harapan Kita.
Grafik 2.9 Perkembangan Pagu PNBP dan Pagu RM BLU Pusat Sektor Lainnya di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2012-2013
Sumber: https://pa.perbendaharaan.go.id/monev2012, data diolah
Grafik di atas menunjukkan bahwa Satker yang mengalami kenaikan porsi pagu PNBP pada tahun 2013 dibandingkan tahun 2012 adalah: Pusat Investasi Pemerintah (semula 93% menjadi 98%). Sedangkan Satker yang mengalami kenaikan porsi pagu RM adalah Lembaga Pengelola Dana Bergulir (semula 8% menjadi 9%), Lembaga Layanan Pemasaran Koperasi (semula 36% menjadi 43%), Pusat Pelayanan Teknologi/BPPT Enjinering (semula 7% menjadi 11%), Pusat Peragaan IPTEK (semula 45% menjadi 57%), dan LEMIGAS (semula 76% menjadi 78%). Selain itu, 13 dari 15 Satker memiliki pagu PNBP yang lebih besar dari pagu RM-nya, hanya ada 2 Satker yaitu Pusat Peragaan Iptek dan Lemigas yang pagu PNBP-nya lebih rendah dibandingkan dengan pagu RM-nya.
2.4.1.3 Kemandirian BLU Salah satu tujuan diberikannya status BLU kepada Satuan Kerja adalah untuk mewirausahakan pemerintah (enterprising the government). Oleh karena itu Satker BLU didorong untuk menciptakan kemandirian terhadap dirinya sendiri, yang dapat dilihat dari berkurangnya porsi alokasi pagu Rupiah Murni (RM) dan Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 50 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
bertambahnya porsi alokasi pagu PNBP. Secara lengkap tingkat kemandirian Satker BLU Pusat pada Semester II tahun 2013 dapat dilihat pada grafik berikut ini:
Grafik 2.10 Tingkat Kemandirian Satker BLU Sektor Pendidikan di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013
Sumber: https://pa.perbendaharaan.go.id/monev2012, data diolah
Berdasarkan tabel di atas, untuk BLU sektor Pendidikan, Satker yang memiliki porsi pagu PNBP di atas 65 % dari total pagunya sampai Semester II tahun 2013 adalah BBPPPIP (69%) dan Universitas Indonesia (70%). Sedangkan Satker yang mengalami penurunan porsi PNBP dibandingkan dengan tahun 2012 adalah: a. Poltekes Jakarta II dari semula porsi PNBP 34% menjadi 30%; b. UIN Syarif Hidayatullah dari semula porsi PNBP 38% menjadi 27%; c. STAN dari semula porsi PNBP 22% menjadi 18%.
Berdasarkan tren data di atas, terlihat bahwa porsi PNBP untuk BLU Sektor Pendidikan lebih banyak menurun dibandingkan yang naik. Hal ini memang sesuai dengan tugas Pemerintah yang harus lebih bertanggung jawab untuk menyediakan anggaran yang memadai di sektor pendidikan dan semaksimal mungkin pungutan biaya pendidikan kepada masyarakat diperkecil.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 51 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Grafik 2.11 Tingkat Kemandirian Satker BLU Sektor Kesehatan di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013
Sumber: https://pa.perbendaharaan.go.id/monev2012, data diolah.
Dari sektor Kesehatan, satker yang memiliki porsi pagu PNBP di atas 65 % dari total pagunya sampai Semester II tahun 2013 adalah RSCM (66%), RS Fatmawati (69% ), RS Persahabatan (68%), RS Jantung Harapan Kita (89%), dan RS Kanker Dharmais (76%). Satker yang mengalami penurunan porsi PNBP jika dibandingkan dengan tahun 2012 adalah: a. RSCM dari semula porsi PNBP 71% menjadi 66%; b. RS Fatmawati dari semula porsi PNBP 70% menjadi 69%; c. RSJ Dr. Soeharto Heerdjan dari semula porsi PNBP 31% menjadi 30%; d. Balai Besar Lab. Kesehatan dari semula porsi PNBP 30% menjadi 10%; Berdasarkan trend data di atas, terlihat bahwa porsi PNBP dan RM di sektor kesehatan cukup berimbang, di mana cukup banyak Satker yang pagu PNBP-nya di atas 65% namun masih cukup signifikan juga Satker yang porsi PNBP-nya menurun sebagai konsekuensi dari meningkatnya penyediaan anggaran RM sebagai wujud tanggung jawab Pemerintah di bidang kesehatan.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 52 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Grafik 2.12 Tingkat Kemandirian Satker BLU Sektor Lainnya di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2013
Sumber: https://pa.perbendaharaan.go.id/monev2012, data diolah
Untuk BLU sektor Lainnya, terdapat Satker BLU dengan tingkat kemandirian penuh mencapai 100% yaitu Satker Bidang Pendanaan Sekretariat Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan, Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno, Pusat Pengelolaan Komplek Kemayoran, Pusat Pembiayaan Perumahan, Pusat Pemanfaatan Teknologi Dirgantara, dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan. Sedangkan BLU Sektor lainnya yang memiliki pagu PNBP di atas 65% meliputi Pusat Investasi Pemerintah (98%), Lembaga Pengelola Dana Bergulir (91%), Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (99,9%), Pusat Pelayanan Teknologi/BPPT Enjinering (89%) dan Badan Pengusahaan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas BATAM (76%). Satker yang mengalami penurunan porsi PNBP pada tahun 2013 adalah: a. Lembaga Pengelola Dana Bergulir dari semula porsi PNBP 92% menjadi 91%; b. Lembaga Layanan Pemasaran Koperasi dari semula porsi PNBP 64% menjadi 57%; c. Pusat Pelayanan Teknologi (BPPT Enjinering) dari semula porsi PNBP 93% menjadi 89%; d. Pusat Peragaan IPTEK dari semula porsi PNBP 55% menjadi 43%; e. LEMIGAS dari semula porsi PNBP 24% menjadi 22%;
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 53 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Berdasarkan trend data di atas, terlihat bahwa tingkat kemandirian BLU sektor lainnya lebih tinggi jika dibandingkan dengan BLU Sektor Pendidikan dan Kesehatan. Hal ini dapat dimaklumi karena BLU sektor lainnya sebagian besar bergerak di bidang bisnis dan dikelola secara bisnis, meskipun tujuan utamanya bukan untuk mencari keuntungan.
2.4.1.4 Profil dan Jenis Layanan Satker PNBP Sampai dengan akhir Semester II tahun 2013 di wilayah kerja Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi DKI Jakarta terdapat 221 Satker yang mengelola dana PNBP dari total 2.134 Satker yang ada. Satker PNBP mempunyai potensi pendapatan dari PNBP tetapi belum menjadi satker BLU, sehingga seluruh penerimaan wajib disetorkan terlebih dahulu ke rekening kas Negara (tidak boleh digunakan secara langsung). Penggunaan dana PNBP tersebut dilakukan dengan pencairan anggaran di KPPN mitra kerja satker masing-masing. Total pagu dana PNBP yang dikelola 221 Satker tersebut sebesar Rp 7.326 milyar dan sampai akhir Semester I TA 2013 terealisasi sebesar Rp 4.509 milyar.
2.4.1.5 Potensi satker PNBP menjadi satker BLU Secara umum di lingkungan birokrasi pemerintahan, terdapat beberapa satuan kerja yang berpotensi untuk dikelola secara lebih efisien dan efektif melalui pola BLU. Ada yang mendapatkan imbalan dari masyarakat dalam proporsi yang signifikan terkait dengan pelayanan yang diberikan, dan ada pula yang bergantung sebagian besar pada dana APBN. Satuan kerja yang memperoleh pendapatan dari layanannya dalam porsi signifikan, dapat diberikan keleluasaan dalam mengelola sumber daya untuk meningkatkan pelayanan yang diberikan. Peluang ini secara khusus disediakan bagi satuan kerja pemerintah yang melaksanakan tugas operasional pelayanan publik. Hal ini merupakan upaya peng- agenan aktivitas yang tidak harus dilakukan oleh lembaga birokrasi murni, tetapi oleh instansi pemerintah dengan pengelolaan ala bisnis, sehingga pemberian layanan kepada masyarakat menjadi lebih efisien dan efektif. Satker pengelola PNBP dapat menjadi satker BLU apabila memenuhi persyaratan substansif, teknis dan administratif. Persyaratan substantif yaitu bila satker bersangkutan menyelenggarakan layanan umum yang berhubungan dengan penyediaan barang dan jasa layanan umum, pengelolaan wilayah/kawasan tertentu untuk tujuan meningkatkan perekonomian masyarakat atau layanan umum dan Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 54 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
pengelolaan dana khusus dalam rangka meningkatkan ekonomi dan pelayanan kepada masyarakat. Dari 221 satker pengelola PNBP, satker yang berpotensi menjadi BLU terlihat pada Tabel 5.4 di bawah ini. Sebagian besar merupakan satker yang memberi pelayanan di bidang jasa pendidikan dan kesehatan.
Tabel 2.8 Satker Pengelola PNBP yang Berpotensi Menjadi Satker BLU Tahun 2013 (juta rupiah)
No Nama Satker PNBP Pagu PNBP % Pagu RM % Total Pagu 1 Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta 454 1 73.604 99 74.058 2 Unit Pelaksana Teknis Hujan Buatan 17.889 72 6.918 28 24.807 3 Balai Teknologi Survei Kelautan 15.887 24 50.631 76 66.518 4 Balai pengujian Mutu Barang 5.951 37 9.967 63 15.918 5 Politeknik Negeri Jakarta 47.836 37 81.834 63 129.670 6 Polikteknik Negeri Media Kreatif 10.187 15 56.930 85 67.117 7 Sekolah Tinggi Manajemen Industri Jakarta 5.722 19 24.277 81 29.999 8 Akademi Pimpinan Perusahaan Jakarta 8.556 34 16.803 66 25.359 9 Balai kesehatan penerbangan 6.568 19 27.173 81 33.741 10 Politeknik kesehatan Jakarta I 4.540 11 35.203 89 39.743 Sumber: https://pa.perbendaharaan.go.id/monev2012, data diolah
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa pagu dari satker-satker yang berpotensi menjadi satker BLU sangat beragam. Selain memenuhi persyaratan substansif, teknis dan administratif, jika dilihat dari prosentase pagu PNBP yang menjadi salah satu indikator kemandirian suatu satker BLU, hanya terdapat 1 satker yang pagu PNBP tahun 2013 mempunyai prosentase di atas 50% dari pagu total, yaitu Satker UPT Hujan Buatan (72%). Sedangkan satker sisanya dibawah 40%.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 55 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Tabel 2.9 Perkembangan Pagu Satker Pengelola PNBP yang Berpotensi Menjadi Satker BLU (juta Rupiah)
No. Nama Satker PNBP RM PNBP 2012 2013 2012 2013 1 Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta 63.010 73.604 380 454 2 Unit Pelaksana Teknis Hujan Buatan 1.880 6.918 14.400 17.889 3 Balai Teknologi Survei Kelautan 14.390 50.631 15.330 15.887 4 Balai Pengujian Mutu Barang 10.040 9.967 5.880 5.951 5 Politeknik Negeri Jakarta 102.500 81.834 45.440 47.836 6 Polikteknik Negeri Media Kreatif 81.430 56.930 5.800 10.187 7 Sekolah Tinggi Manajemen Industri Jakarta 14.210 24.277 7.900 5.722 8 Akademi Pimpinan Perusahaan Jakarta 19.720 16.803 7.700 8.556 9 Balai Kesehatan Penerbangan 21.830 27.173 5.780 6.568 10 Politeknik Kesehatan Jakarta I 30.132 35.203 3.470 4.540 Sumber: https://pa.perbendaharaan.go.id/monev2012, data diolah Dari seluruh satker kandidat satker BLU tersebut, 6 (enam) satker mengalami kenaikan pagu RM dan 4 (empat) satker mengalami penurunan pagu RM. Terdapat 2 (dua) satker yang kenaikannnya cukup signifikan, yaitu UPT Hujan Buatan (kenaikan 267, 9%) dan Balai Teknologi Survei Kelautan (kenaikan 251,8%). Dari sisi pagu PNBP, 9 (Sembilan) satker mengalami peningkatan pagu PNBP. Hanya satu satker yang mengalami penurunan pagu PNBP, yaitu Sekolah Tinggi Manajemen Industri Jakarta yang mengalami penurunan sebesar 27,6%. Dibandingkan dengan tingkat kenaikan pagu RM, kenaikan pagu PNBP tidak setinggi kenaikan pagu RM. Kenaikan pagu PNBP tertinggi terjadi pada satker Politeknik Negeri Media Kreatif (75,6%), diikuti selanjutnya oleh Politeknik Kesehatan Jakarta I (30,8%). Terdapat 3 (tiga) satker yang kenaikkan pagu PNBP nya dibawah 10%, yakni Politeknik Negeri Jakarta (5,2%), Balai Teknologi Survei Kelautan (3,6%), dan Balai Pengujian Mutu Barang (1,2%).
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 56 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Tabel 2.10 Perkembangan Aset Satker Pengelola PNBP yang Berpotensi Menjadi Satker BLU (milyar rupiah)
No. Nama Satker PNBP s.d. Semester I Tahun 2012 s.d. Semester II Tahun 2012 s.d. Semester I Tahun 2013 1 Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta - - - 2 Unit Pelaksana Teknis Hujan Buatan - - - 3 Balai Teknologi Survei Kelautan - - - 4 Balai Pengujian Mutu Barang - - - 5 Politeknik Negeri Jakarta 2.31 13.20 0.70 6 Polikteknik Negeri Media Kreatif 13.15 52.88 1.00 7 Sekolah Tinggi Manajemen Industri Jakarta 157.74 160.68 108.19 8 Akademi Pimpinan Perusahaan Jakarta 54.74 66.14 55.37 9 Balai Kesehatan Penerbangan 41.79 49.81 49.90 10 Politeknik Kesehatan Jakarta I 97.03 107.30 114.52 Sumber: Data KPPN
Berdasarkan tabel di atas, terlihat bahwa Satker Sekolah Tinggi Manajemen Industri Jakarta mempunyai aset yang paling banyak, yaitu sekitar Rp 160 milyar. Nilai aset bersifat kumulatif per Tahun Anggaran. Jika dibandingkan per Tahun Anggaran untuk melihat perkembangannya, maka pembandingnya adalah periode yang sama. Perbandingan dalam periode yang sama pada tabel diatas hanya terjadi pada semester I tahun 2012 dan semester I tahun 2013. Dalam periode tersebut, prosentase tertinggi perkembangan aset terjadi pada Balai kesehatan Penerbangan yaitu sebesar 19,41%, selanjutnya diikuti oleh Politeknik Kesehatan Jakarta I sebesar 18,02%, dan yang terkecil adalah Akademi Pimpinan Perusahaan Jakarta, hanya 1,15%. Tiga satker lainnya yang memiliki aset yang bersumber dari PNBP justru mengalami penurunan aset. Tabel di atas menunjukkan bahwa terdapat satker yang tidak memiliki aset yang bersumber dari PNBP. Hal ini menjelaskan bahwa seluruh aset satker-satker tersebut seluruhnya bersumber dari dana RM. Informasi ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa meskipun satker tersebut berpotensi sebagai satker BLU karena memenuhi persyaratan yang ditentukan dan memiliki dana PNBP yang diperoleh dari pelaksanaan tupoksinya, namun satker tersebut belum menunjukkan kemandirian dan inisiatif untuk menggunakan penerimaan PNBP yang menjadi haknya kedalam kegiatan yang membentuk aset, yaitu belanja modal. Keseluruhan belanja PNBP masih terbatas pada belanja pegawai dan belanja barang yang habis pakai. Sebagai satker BLU, tentunya satker-satker tersebut diharapkan dapat Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 57 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, salah satunya adalah dengan peningkatan fasilitas sarana dan prasarana.
2.5 Manajemen Investasi
Penerusan pinjaman adalah Pinjaman Luar Negeri atau Pinjaman Dalam Negeri yang diterima oleh Pemerintah Pusat yang diteruspinjamkan kepada Pemerintah Daerah atau BUMN/BUMD yang harus dibayar kembali dengan ketentuan dan persyaratan tertentu. Penerusan Pinjaman (Subsidiary Loan Agreement) yang terdapat pada Provinsi DKI Jakarta berjumlah 8 delapan pinjaman, terdiri atas 5 pinjaman yang dikelola oleh PDAM dan 3 pinjaman yang dikelola oleh Pemda Provinsi DKI Jakarta. Jumlah pinjaman yang disalurkan oleh Direktorat Sistem Manajemen Investasi (SMI) kepada PDAM dan Pemda Provinsi DKI adalah sebesar Rp 1,438 trilyun. Sedangkan jumlah tagihan yang menjadi hak pemerintah/kewajiban debitur per 31 Desember 2013 sebesar Rp 377,6 milyar.
Tabel 2.11 Profil Penerusan Pinjaman Provinsi DKI Jakarta
No. Nomor SLA Nama SLA Penerima SLA Currency Penarikan / Plafond Tingkat Bunga 1 2077001 AMA-360/SLA- 335/DSMI PDAM DKI JAKARTA IDR 105,998,243,813.41
9.00 2 2077101 AMA-361/SLA- 336/DSMI PDAM DKI JAKARTA IDR 435,835,968,224.35
9.00 3 2077301 AMA-360/SLA- 526/DSMI PDAM DKI JAKARTA IDR 429,497,539,521.11
9.00 4 2077401 AMA-363/SLA- 607/DSMI PDAM DKI JAKARTA IDR 202,837,538,374.74
9.00 5 2117101 SLA-650/DDI/1992 PEMPROP DKI IDR 15,840,326,377.85
9.00 6 2117201 SLA-876/DP3/1996 PEMPROP DKI IDR 120,516,370,289.41
11.50 7 2219001 SLA-1247/DSMI /2012 PEMPROP DKI IDR - - 8 9078201 AMA-61/RDA-167 /DSMI PDAM DKI JAKARTA IDR 127,802,167,431.85
11.50 Sumber: Aplikasi SLIM Dit SMI Ditjen Perbendaharaan
Pemberian pinjaman kepada PDAM dalam rangka meningkatkan kemampuan PDAM untuk penyediaan fasilitas air bersih kepada masyarakat khususnya di wilayah DKI Jakarta, sesuai dengan salah satu Tujuan Pembangunan Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 58 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Milenium (MDGs) yaitu pada tahun 2015 diharapkan mengurangi setengah dari jumlah orang yang tidak memiliki akses air minum yang sehat. Hal ini sejalan dengan Pembangunan Manusia yang mencakup tiga dimensi pokok yaitu umur panjang, pengetahuan dan standar kehidupan layak. PDAM Provinsi DKI Jakarta dalam mengelola dan menyediakan air bersih di wilayah DKI Jakarta bekerja sama dengan pihak swasta, yaitu: 1. PT. Garuda Dipta Semesta, yang pada saat ini menjadi PT. PAM Lyonnaise Jaya (PT. Palyja), dan 2. PT. Kekar Pola Airindo dengan PT. Thames PAM JAYA, dan sekarang dengan nama PT. Aetra.
Dari 3 Pinjaman yang diberikan kepada Pemda Provinsi DKI Jakarta, salah satunya untuk mendanai proyek Jakarta Urgent Flood Mitigation Project (Jakarta Emergency Dredging Initiative), sejalan dengan salah satu prioritas pembangunan yang ditetapkan pada RPJMD Provinsi DKI Jakarta yaitu: Pemantapan pembangunan infrastruktur dalam rangka mewujudkan pertumbuhan perekonomian yang berkelanjutan untuk kesejahteraan masyarakat.
Grafik 2.13 Perkembangan Pembayaran Angsuran Pokok, Bunga dan Denda Tahun 2013
Terhadap pinjaman-pinjaman yang dilakukan oleh PDAM dan Pemda Provinsi DKI Jakarta, dapat dikatakan bahwa para debitur cukup kooperatif untuk melakukan pelunasan hutangnya kepada pemerintah pusat. PDAM dan Pemda Provinsi DKI Jakarta mempunyai kemampuan untuk mengembalikan pinjaman yang mereka lakukan tersebut. Sesuai dengan ketentuan yang berlaku, apabila debitur Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 59 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
tidak sanggup untuk melakukan pembayaran hutang-hutang maka akan masuk ke dalam program restrukturisasi. Sedangkan PDAM DKI Jakarta telah bekerja sama dengan pihak swasta dalam pengelolaan air bersih, sehingga apabila suatu saat tidak dapat mengembalikan/melunasi hutangnya tersebut, maka sesuai dengan ketentuan, PDAM DKI Jakarta tidak diperkenankan untuk ikut program restrukturisasi.
Pada tanggal 18 Desember 2013 bertempat di Balai Agung Pemda Provinsi DKI Jakarta telah dilaksanakan kegiatan penyerahan DIPA TA 2014 kepada satuan kerja lingkup Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi DKI Jakarta. Penyerahan DIPA tersebut dilakukan secara simbolik oleh Wakil Gubernur DKI Jakarta kepada beberapa perwakilan satuan kerja. Penyerahan DIPA oleh Kepala daeerah ini merupakan wujud kerja sama dan koordinasi antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja Negara.
BAB III PERKEMBANGAN PELAKSANAAN ANGGARAN DAERAH Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 60 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Bab III Perkembangan Pelaksanaan Anggaran Daerah
3.1. Profil APBD Provinsi DKI Jakarta
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) adalah target pendapatan dan rencana pengeluaran pemerintah dalam satu tahun. APBD digunakan untuk menggerakkan ekonomi daerah dalam rangka mensejahterakan masyarakat antara lain melalui penciptaan lapangan kerja, mengurangi kemisikinan, membangun iklim investasi yang kompetitif, pembangunan infrastruktur dan peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kualitas hidup masyarakat. Dengan kata lain APBD merupakan salah satu mesin pendorong pertumbuhan ekonomi pada satu daerah. Selain itu, APBD juga sebagai alat pendorong dan kunci utama dalam tercapainya target dan sasaran makro ekonomi daerah yang diarahkan untuk mengatasi hambatan atau kendala dalam mewujudkan masyarakat sejahtera dan madani.
3.1.1. APBD Berdasarkan Klasifikasi Ekonomi (i-account) Berdasarkan profil APBD Pemprov DKI Jakarta tahun 2012 dan 2013 pada Tabel 3.1, pendapatan pada APBD tahun 2013 ditargetkan adalah sebesar Rp 41,5 trilyun meningkat sebesar Rp 10,9 trilyun atau 35,6% dari pendapatan pada tahun 2012 sebesar Rp 30,6 trilyun. Komponen pendapatan sebesar itu, terutama diharapkan dapat terpenuhi dari penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu Pajak Daerah, Retribusi Daerah serta dari Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah.
Dalam Bab ini diuraikan mengenai Profil APBD Provinsi DKI Jakarta berdasarkan I- account, klasifikasi fungsi dan klasifikasi urusan; besarnya alokasi dana transfer yang terdiri dari DAU, DBH serta Dana Penyesuaian; dan perkembangan satker BLUD Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 61 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Tabel 3.1 Profil APBD Pemprov DKI Jakarta Berdasarkan Klasifikasi Ekonomi Tahun 2012 dan 2013 (milyar rupiah)
URAIAN Anggaran 2013 Anggaran 2012 PENDAPATAN
PENDAPATAN ASLI DAERAH 26,670.45 18,685.00 Pajak Daerah 21,918.00 15,625.00 Retribusi Daerah 1,500.00 500.00 Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan 415.24 360.00 Lain-Lain Pendapatan Asli Daerah 2,837.21 2,200.00 DANA PERIMBANGAN 9,248.95 9,111.46 Dana Bagi Hasil Pajak/Bagi Hasil Bukan Pajak 8,947.77 8,901.55 Dana Alokasi Umum 301.18 209.91 LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH YANG SAH 5,605.93 2,846.29 Pendapatan Hibah 3,789.37 1,533.14 Dana Penyesuaian dan Otonomi Khusus 1,816.56 1,313.15 Jumlah Pendapatan 41,525.34 30,642.74
BELANJA Belanja Tidak Langsung 14,582.87 11,507.41 Belanja Pegawai 10,848.79 10,043.91 Belanja Bunga 4.35 4.35 Belanja Hibah 2,023.25 1,367.25 Belanja Bantuan Sosial 1,551.67 31.19 Belanja Bantuan Keuangan Kepada Provinsi / Kabupaten / Kota Dan Pemerintahan Desa 46.35 1.35 Belanja Tidak Terduga 108.45 59.36 Belanja Langsung 30,993.46 22,319.62 Belanja Pegawai 1,960.10 1,362.03 Belanja Barang dan Jasa 13,300.73 10,013.19 Belanja Modal 15,732.63 10,944.41 Jumlah Belanja 45,576.33 33,827.03
Surplus / (Defisit) (4,050.99) (3,184.29)
PEMBIAYAAN Penerimaan Pembiayaan Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya 8,344.55 3,680.60 Penerimaan Pinjaman Daerah 110.00 1,700.00 Jumlah Penerimaan Pembiayaan 8,454.55 5,380.60 Pengeluaran Pembiayaan Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah Daerah 4,345.37 2,131.68 Pembayaran Pokok Utang 58.19 64.63 Jumlah Pengeluaran Pembiayaan 4,403.56 2,196.31
Pembiayaan Netto 4,050.99 3,184.29 Sumber: BPKD Provinsi DKI Jakarta
Anggaran pendapatan yang terdapat pada APBD Pemprov DKI Jakarta, sebagaian besar diperoleh dari Pendapatan Asli Daerah dan Dana Bagi Hasil. Berikut ini disampaikan perbandingan antara perkembangan pagu pendapatan pada APBD Pemprov DKI Jakarta dengan pagu pendapatan seluruh pemda secara nasional.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 62 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Grafik 3.1 Perkembangan Pagu Pendapatan pada Pemprov DKI Jakarta dengan Total APBD Secara Nasional (trilyun rupiah)
APBD DKI Jakarta Total APBD Secara Nasional
Dari grafik diatas dapat diketahui bahwa persentase PAD di Provinsi DKI Jakarta sebagai komponen pendapatan daerah merupakan sumber pendapatan yang sangat dominan dalam kurun waktu 2009 s.d. 2013. Hal ini sangat berbeda sekali dengan total APBD secara nasional, dimana Dana Transfer sebagai komponen pendapatan daerah menjadi sumber yang dominan secara keseluruhan pendapatan daerah kabupaten/kota dan provinsi.
3.1.1.1 Pendapatan Asli Daerah Pendapatan asli daerah merupakan pendapatan yang diperoleh oleh pemerintah daerah sehubungan dengan pelaksanaan fungsi pemerintahan dalam lingkup wilayah pemerintah daerah itu sendiri, yang diperoleh dari potensi yang dimiliki oleh daerah sendiri yang dipungut dengan peraturan daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada, terdiri dari: Pajak Daerah, Retribusi Daerah, Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah dan Lain-Lain PAD yang sah. Pada APBD tahun 2013 PAD di Provinsi DKI Jakarta ditargetkan sebesar Rp 26,6 trilyun naik sebesar Rp 8 trilyun atau 43,3% dari target APBD tahun 2012 sebesar Rp 18,6 trilyun. Peningkatan pendapatan ini terutama diharapkan dari penerimaan pajak daerah, yaitu sebesar Rp 6 trilyun. Hal ini menunjukkan bahwa potensi pajak daerah yang ada di Provinsi DKI Jakarta sangat besar dan bisa menjadi sumber pendapatan daerah yang diandalkan. Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 63 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Kemudian apabila dibandingkan dengan pendapatan secara keseluruhan maka jumlah PAD di Provinsi DKI Jakarta menunjukan persentase yang signifikan. Perbandingan total PAD dengan total Pendapatan dalam APBD secara nasional pada tahun 2012 mencapai 47%, sedangkan PAD Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2012 sebesar 60,98% dari total pendapatan dan tahun 2013 ditargetkan PAD nya mencapai 64,3% dari total pendapatan. Hal inilah yang bisa menjelaskan mengapa tingkat kemandirian APBD pada Provinsi DKI Jakarta yang tinggi.
3.1.1.2 Dana Perimbangan Dana perimbangan merupakan pendanaan pemerintahan dalam kerangka negara kesatuan, yang mencakup pembagian keuangan dan sumber-sumber pendapatan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, serta pemerataan antar daerah secara proporsional, demokratis, adil, dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, sejalan dengan kewajiban dan pembagian urusan, serta tata cara penyelenggaraan kewenangan, termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangannya. Tujuan perimbangan keuangan tersebut adalah untuk mengurangi ketimpangan fiskal antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, serta mengurangi kesenjangan kemampuan fiskal antar daerah. Pada APBD tahun 2012 dan 2013 Dana Perimbangan yang diterima oleh Provinsi DKI Jakarta terdiri dari Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Umum (DAU). Total dana perimbangan yang diterima pada tahun 2012 dan 2013 masing-masing sebesar Rp 9,1 trilyun dan Rp 9,2 trilyun, naik sebesar Rp 0,1 trilyun. Apabila dibandingkan dengan total pendapatan pada APBD tahun 2012 dan 2013, maka besarnya Dana Perimbangan yang diterima oleh Pemda Provinsi DKI Jakarta masing-masing mencapai 29,73% dan Persentase PAD Provinsi DKI Jakarta terhadap APBD (tahun 2012 dan 2013) mencapai lebih dari 60%, diatas persentase nasional yang sebesar 47%
Persentase Dana Perimbangan Provinsi DKI Jakarta terhadap APBD tahun 2012 dan 2013 masing-masing mencapai 29,73% dan 22,37%, dibawah total nasional yang sebesar 66,02 % dan 63,26% Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 64 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
22,37% dari total pendapatan. Jumlah ini lebih kecil dari total nasional Dana Perimbangan yang diterima oleh daerah lain yaitu sebesar 66,02% pada tahun 2012 dan 63,26% pada tahun 2013.
3.1.1.3 Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah. Pendapatan yang termasuk dalam lain-lain pendapatan daerah yang sah adalah pendapatan Hibah dan Dana Penyesuaian. Pendapatan Hibah pada tahun 2013 ditargetkan sebesar Rp 3,7 trilyun naik sebesar Rp 2,2 trilyun dari tahun 2012 sebesar Rp 1,5 trilyun. Sedangkan untuk Dana Penyesuaian naik sebesar Rp 0,5 trilyun yaitu dari Rp 1,3 trilyun pada tahun 2012 menjadi Rp1,8 trilyun pada tahun 2013. Lain-lain pendapatan yang sah pada APBD Provinsi DKI Jakarta tahun 2012 mencapai 9,29% dari total pendapatan, lebih kecil dari total nasional yang mencapai 14,44%. Sedangkan pada tahun 2013 sebesar 13,5% dibawah total nasional yang besarnya 16,09%.
3.1.1.4 Belanja Belanja daerah meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana, merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Belanja daerah dipergunakan dalam rangka mendanai pelaksanaan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah yang terdiri dari urusan wajib, urusan pilihan dan urusan yang penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu yang dapat dilaksanakan bersama antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah atau antar pemerintah daerah yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan. Struktur APBD diatas membagi pengeluaran belanja menjadi belanja tidak langsung dan belanja langsung. Belanja tidak langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja hibah, belanja bantuan sosial, belanja pembayaran bunga, bantuan kepada kota dan kelurahan, dan belanja tidak terduga. Sedangkan belanja langsung terdiri dari belanja pegawai, belanja barang, dan belanja modal Alokasi belanja pada tahun 2013 sebesar Rp 45,5 trilyun, terdiri dari alokasi untuk belanja langsung sebesar Rp 30,99 trilyun dan belanja tidak langsung sebesar Rp 14,58 trilyun. Alokasi belanja tersebut naik sebesar Rp 11,7 trilyun dari belanja pada tahun 2012 yang sebesar Rp 33,83 trilyun. Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 65 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Dari profil APDB diatas maka dapat diketahui bahwa APBD Provinsi DKI Jakarta merupakan APBD yang defisit dimana pendapatan yang ditargetkan lebih kecil dari belanja yang direncanakan. Defisit APBD Provinsi DKI pada tahun 2013 adalah sebesar Rp 4,05 trilyun atau naik dari defisit anggaran pada tahun 2012 yang sebesar Rp 3,2 trilyun. Defisit APBD tersebut ditutup dengan penerimaan pembiayaan yang berasal dari SILPA dan pinjaman daerah. Perhitungan besarnya SILPA tidak dapat dipisahkan dengan besarnya realisasi belanja tahun sebelumnya yang masih dibawah dari yang telah ditetapkan, sehingga pagu dana yang ada masih tersisa. SILPA juga diperoleh dari sisi pendapatan, pada APBD Provinsi DKI Jakarta menunjukkan bahwa realisasi penerimaan lebih besar dibandingkan target yang ditetapkan dalam APBD. Hal ini yang membedakan Provinsi DKI Jakarta dengan daerah lain, yaitu bahwa SILPA pada APBD Provinsi DKI Jakarta sebagian besar berasal dari jumlah penerimaan yang melebihi target yang dianggarkan dalam APBD. Sedangkan SILPA Provinsi/kabupaten/kota lain diperoleh dari realisasi belanja yang tidak mencapai target dari pagu belanja yang ada.
3.1.2 APBD Berdasarkan Klasifikasi Fungsi Klasifikasi APBD berdasarkan fungsi bertujuan untuk keselarasan dan keterpaduan dalam rangka pengelolaan keuangan negara. Klasifikasi ini dikelompokkan berdasarkan fungsi pemerintah yang dilaksanakan oleh dinas-dinas yang ada di Pemprov DKI Jakarta, sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.02/2011 tentang Klasifikasi Angggaran. Klasifikasi tersebut dibagi dalam 10 fungsi, yaitu: perlindungan sosial, pendidikan, pariwisata dan budaya, kesehatan, perumahan dan fasilitas umum, lingkungan hidup, ekonomi, pertahanan, ketertiban dan ketentraman, serta pelayanan umum. Namun demikian karena fungsi pertahanan hanya dilakukan oleh pemerintah pusat, maka fungsi ini tidak masuk dalam profil APBD Provinsi DKI Jakarta. Oleh karena itu Pemprov DKI Jakarta hanya menjalankan sembilan fungsi dalam APBD-nya. Persentase terbesar pada APBD tahun 2012 dan 2013 adalah bidang pendidikan dan pelayanan umum. Alokasi pendidikan sebesar Rp 10,12 trilyun (29,92%) pada tahun 2012 dan Rp 12,81 trilyun (28,12%) pada tahun 2013. Sedangkan untuk
SILPA pada APBD Provinsi DKI Jakarta sebagian besar merupakan realisasi penerimaan yang melebihi target yang ditetapkan
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 66 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
fungsi ketertiban dan ketentraman mendapat porsi yang paling rendah yaitu hanya sebesar Rp 89 milyar (0,19%). Alokasi belanja pendidikan yang besar ini tidak terlepas dari prioritas pendidikan yang menjadi sektor unggulan dalam pembangunan di wilayah Provinsi DKI Jakarta. Hal ini juga sesuai dengan amanat UUD 1945 yang mengatur penetapan minimal pengalokasian belanja pendidikan sebesar 20% dari total pagu belanja.
Grafik 3.2 Profil APBD Pemprov DKI Jakarta Berdasarkan Klasifikasi Fungsi Tahun 2012 dan 2013
Sumber : www.djpk.depkeu.go.id
3.1.3 APBD Berdasarkan Klasifikasi Urusan Klasifikasi anggaran berdasarkan urusan merupakan pengelolaan dan pembagian anggaran berdasarkan urusan yang harus dilaksanakan oleh Pemprov DKI Jakarta dalam menjalankan urusan pemerintah. Klasifikasi anggaran berdasarkan urusan dibagi menjadi 2 urusan, yaitu urusan yang wajib diselenggarakan oleh Pemda dan urusan pilihan yang bisa dipilih dalam penyelenggaraan pemerintahan. Hal ini diatur dalam UU Nomor 32 Tahun 2004 yang telah diubah dengan UU Nomor 12 Tahun 2008 yaitu tentang Pemerintah Daerah. Pemprov DKI Jakarta menjalankan urusan yang dituangkan dalam APBD sebanyak 26 urusan wajib dan 5 urusan pilihan. Besarnya alokasi belanja berdasarkan urusan wajib dan urusan pilihan dapat dilihat pada grafik 3.3 dan 3.4. Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 67 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Urusan wajib yang menjadi prioritas dalam pembangunan di Provinsi DKI Jakarta adalah urusan Pendidikan, Pelayanan Pemerintahan, Kesehatan dan Pekerjaan Umum, hal ini terlihat dari persentase alokasi anggarannya yang besar untuk urusan tersebut. Untuk urusan Pendidikan, Pemprov DKI Jakarta mengalokasikan dana dalam APBD-nya sebesar Rp 9,45 trilyun pada tahun 2012 dan Rp 11,66 trilyun pada tahun 2013. Sedangkan persentase terbesar kedua adalah Pelayanan Pemerintahan sebesar Rp 7,25 trilyun di tahun 2012 dan Rp 10,40 trilyun di tahun 2013.
Grafik 3.3 Profil APBD Pemprov DKI Jakarta Berdasarkan Klasifikasi Urusan Wajib Tahun 2012 dan 2013
Sumber : www.djpk.depkeu.go.id
Sedangkan untuk pelaksanaan urusan pilihan yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta, maka urusan Energi dan Sumber Daya Mineral serta urusan Kelautan dan Perikanan merupakan prioritas dalam pelaksanaan pembangunan. Untuk urusan Energi dan Sumber Daya Mineral dana yang dialokasikan dalam APBD adalah sebesar Rp 355 milyar di tahun 2012 dan Rp 520 milyar di tahun 2013. Sedangkan untuk urusan Kelautan dan Perikanan sebesar Rp 383 milyar di tahun 2012 dan Rp 356 milyar di tahun 2013, dapat dilihat pada grafik di bawah ini.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 68 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Grafik 3.4 Profil APBD Pemprov DKI Jakarta Berdasarkan Klasifikasi Urusan Pilihan Tahun 2012 dan 2013
Sumber: www.djpk.depkeu.go.id
3.1.3 Perkembangan Realisasi APBD TA 2013 Perkembangan realisasi APBD Pemprov DKI Jakarta tahun 2013 dapat disajikan sampai dengan triwulan III. Dari data tersebut realisasi pendapatan baru mencapai 65.54% dari pagu anggaran pendapatan atau sebesar Rp 27,2 trilyun yang terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum serta Lain-lain Pendapatan yang Sah. Dari sisi belanja, realisasi sampai dengan triwulan III tahun 2013 baru mencapai 40,14% dari pagu belanja atau sebesar Rp 18,29 trilyun. Belanja tersebut terdiri dari belanja langsung dan belanja tidak langsung. Realisasi pendapatan dan belanja sampai dengan triwulan III menunjukan bahwa realisasi pendapatan jauh diatas dari realisasi belanja yang ada. Hal ini menunjukkan potensi pendapatan yang bisa diperoleh oleh Pemda Provinsi DKI Jakarta dapat mencapai target atau bahkan lebih. Sedangkan realisasi belanja yang masih dibawah 70% masih menunjukkan pola pengeluaran yang besar terjadi pada triwulan IV dan cenderung terjadi pada akhir Tahun Anggaran yaitu bulan Desember. Dibawah ini disajikan pagu APBD Pemprov DKI Jakarta tahun 2013 dan realisasi sampai dengan triwulan III tahun 2013.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 69 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Tabel 3.2 Perkembangan APBD Pemprov DKI Jakarta s.d. Triwulan III TA 2013 (milyar rupiah)
Uraian APBD Realisasi % Pendapatan 41,525.34 27,214.83 65.54 Pendapatan Asli Daerah 26,670.45 19,926.62 74.71 Dana Bagi Hasil 8,947.77 6,181.21 69.08 Dana Alokasi Umum 301.18 224.39 74.50 Lain-lain pendapatan yang sah 5,605.93 882.62 15.74 Belanja 45,576.33 18,294.83 40.14 Belanja Tidak Langsung 14,582.87 8,401.05 57.61 Belanja Langsung 30,993.46 9,893.78 31.92 Pembiayaan Daerah 4,050.99 8,866.21 218.87 Penerimaan Pembiayaan 8,454.55 9,410.40 111.31 Pengeluaran Pembiayaan 4,403.56 544.19 12.36 Pendapatan + Penerimaan Pembiyaan 49,979.89 36,625.23 73.28 Belanja + Pengeluaran Pembiayaan 49,979.89 18,839.02 37.69 Saldo 17,786.21 Sumber : BPKD Provinsi DKI Jakarta
3.2. Alokasi Dana Transfer
Dana transfer merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi yang terdiri dari Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian. Dana Perimbangan terdiri atas Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus dan Dana Bagi Hasil. Sedangkan Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian merupakan dana yang dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan serta dana penyesuaian untuk daerah tertentu yang yang menerima DAU lebih kecil dari tahun anggaran sebelumnya. Transfer daerah dilaksanakan dengan cara pemindahbukuan dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) ke Rekening Kas Umum Daerah (RKUD). Pemprov DKI Jakarta hanya menerima Dana Transfer berupa DAU, DBH, Dana Otsus dan Penyesuaian. Tidak mendapatkan alokasi DAK
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 70 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
3.2.1 Dana Alokasi Umum Dana Alokasi Umum (DAU) merupakan dana yang dialokasikan kepada setiap daerah otonom (provinsi/kabupaten/kota) setiap tahun sebagai dana pembangunan. Tujuan DAU adalah sebagai pemerataan kemampuan keuangan antar daerah untuk mendanai kebutuhan daerah otonom dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DAU merupakan komponen belanja dalam APBN, tetapi merupakan komponen pendapatan dari APBD masing-masing pemda. Pemprov DKI Jakarta baru mendapatkan DAU sejak tahun 2011, hal ini dikarenakan kemampuan fiskal daerah yang tinggi yang berasal dari PAD-nya, yang sudah dapat menutup belanja langsung dan belanja wajibnya. Jumlah DAU yang diterima pada tahun 2011 adalah sebesar Rp 0,21 trilyun dan pada tahun 2012 meningkat menjadi Rp 0,27 trilyun (2%), sedangkan pada tahun 2013 sebesar Rp 0,30 trilyun dan realisasi sampai dengan semester I sebesar Rp 0,15 trilyun.
3.2.2 Dana Alokasi Khusus Dana Alokasi Khusus (DAK) merupakan alokasi dana dari APBN kepada provinsi/kabupaten/kota tertentu dengan tujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan pemerintah daerah sesuai dengan prioritas nasional. DAK juga merupakan komponen belanja dalam APBN, tetapi merupakan komponen pendapatan dari APBD masing-masing pemda. Namun demikian Pemprov DKI Jakarta tidak menerima alokasi DAK, karena PAD nya cukup besar dan mampu membiayai pembangunan di daerahnya. Beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk suatu daerah dapat memperoleh Dana Alokasi Khusus adalah: kriteria umum, kriteria khusus dan kriteria teknik. Kriteria umum dihitung dari kemampuan keuangan daerah yaitu besarnya penerimaan umum dalam APBD dikurangi dengan belanja untuk PNS Daerah. Kemampuan keuangan daerah dihitung berdasarkan Indeks Fiskal Neto (IFN) tertentu yang ditetapkan setiap tahun. Daerah yang layak diberikan DAK adalah daerah yang mempunyai kemampuan keuangan rendah, berdasarkan kebijakan yang disepakati bersama yaitu daerah yang berada dibawah rata-rata nasional atau IFN-nya kurang dari 1 (satu). Pada tahun 2012 kemampuan keuangan daerah Provinsi DKI Jakarta adalah sebesar Rp 20,6 trilyun, sedangkan pada tahun 2013 sebesar Rp 30,7 trilyun. Kriteria khusus dirumuskan melalui indeks kewilayahan oleh Menteri Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 71 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Keuangan dengan mempertimbangkan masukan dari Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional dan Menteri/Pimpinan Lembaga terkait. Kriteria khusus yang digunakan dalam perhitungan alokasi DAK memperhatikan: Peraturan- peraturan daerah yang merupakan daerah khusus; seluruh Kabupaten/Kota di Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat, dan Daerah tertinggal/terpencil; dan karakteristik daerah yang meliputi daerah pesisir dan/atau kepulauan kecil, daerah perbatasan dengan Negara lain, daerah rawan bencana, daerah masuk dalam kategori ketahananan pangan, dan daerah pariwisata. Terkait penyediaan data tentang kekhususan daerah tersebut, Menteri Keuangan berkoordinasi dengan lembaga terkait. Kriteria teknis adalah kriteria yang mencerminkan kondisi sarana dan prasarana masing-masing bidang. Daerah yang kondisi sarana dan prasarananya kurang baik akan diprioritaskan untuk mendapatkan DAK. Kriteria tersebut ditetapkan oleh kementerian teknis terkait. Dalam perhitungan alokasi DAK, besaran kriteria teknis dirumuskan sebagai indeks fiskal teknis (IFT). Berdasarkan penilaian terhadap kriteria diatas maka Provinsi DKI Jakarta tidak memperoleh DAK seperti halnya Pemda Provinsi/Kabupaten/Kota lainnya.
3.2.3 Dana Bagi Hasil Dana Bagi Hasil (DBH) merupakan dana yang bersumber dari APBN yang dialokasikan kepada daerah berdasarkan persentase tertentu untuk mendanai daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi. DBH merupakan komponen belanja dari APBN dan menjadi komponen pendapatan pada APBD masing-masing Pemda. Dana Bagi Hasil ini terdiri atas DBH Pajak dan DBH Bukan Pajak termasuk didalamnya adalah DBH Sumber Daya Alam. Di Provinsi DKI Jakarta besarnya pendapatan dari dana bagi hasil merupakan komponen utama dari dana perimbangan yang diperoleh dari pemerintah pusat. DBH yang diperoleh pada tahun 2012 adalah sebesar Rp 11,3 trilyun dari target yang dialokasikan pada APBD sebesar Rp 8,90 trilyun atau sebesar 98% dari total penerimaan dana perimbangan. Sedangkan pagu DBH tahun 2013 adalah sebesar Rp 8,95 trilyun (96,7% dari total dana perimbangan yang sebesar Rp 9,25 trilyun). Sampai dengan triwulan III, realisasi penerimaan DBH baru mencapai Rp 6,18 trilyun.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 72 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
3.2.4 Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian Dana otonomi khusus merupakan dana yang dialokasikan untuk membiayai pelaksanaan otonomi khusus suatu daerah. Sedangkan dana penyesuaian merupakan dana yang dialokasikan untuk membantu daerah dalam rangka melaksanakan kebijakan tertentu. Dana penyesuaian juga diberikan kepada daerah yang memperoleh DAU yang lebih kecil dari tahun anggaran sebelumnya. Dana otonomi khusus dan dana penyesuaian merupakan komponen dari lain-lain pendapatan yang sah. Karena dana ini diperoleh dari transfer pemerintah pusat ke daerah maka penerimaan dana ini masuk juga dalam komponen dana transfer. Dana otonomi khusus dan penyesuaian yang diterima Pemda Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2012 mencapai Rp 1,78 trilyun dari alokasi pada APBD yang sebesar Rp 1,31 trilyun. Sedangkan pada tahun 2013 pagu dana otonomi khusus dan penyesuaian adalah sebesar Rp 1,82 trilyun dan realisasi sampai dengan semester I telah mencapai Rp 0,7 trilyun.
Grafik.3.5 Alokasi Dana Transfer Provinsi DKI Jakarta
Sumber: www.djpk.depkeu.go.id
Dari ketiga komponen dana transfer yang diterima oleh Pemprov DKI Jakarta, Dana Bagi Hasil merupakan komponen dana transfer yang paling tinggi diperolah dari alokasi dana transfer tersebut. DBH diperoleh berdasarkan penerimaan pajak dan bukan pajak pada daerah tersebut yang dikalikan dengan persentase tertentu sebesar yang ditetapkan oleh Pemerintah pusat. Oleh karena itu semakin besar dana DBH yang diterima oleh suatu daerah, berarti penerimaan Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 73 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
pajak maupun bukan pajak di daerah tersebut tinggi juga. Hal ini juga terlihat pada penerimaan DBH yang diterima oleh Pemprov DKI Jakarta.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 74 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Kebijakan dan Proyeksi Pendapatan dan Belanja pada masa yang akan datang*)
Proyeksi Pendapatan Beberapa kebijakan yang akan dilaksanakan oleh Pemda Provinsi DKI Jakarta sehubungan dengan peningkatan pendapatan di masa yang akan datang antara lain yaitu: 1. Menambah sumber pendapatan baru, yang dapat berupa perluasan basis pajak daerah, juga dengan melakukan upaya-upaya lainnya yang dapat meningkatkan alternatif pendapatan lain bagi Pemda Provinsi DKI Jakarta. 2. Memaksimalkan penerimaan PBB yang sepenuhnya sudah menjadi pajak daerah. Pemda Provinsi mempunyai kewenangan penuh dalam upaya meningkatkan penerimaan PBB melalui peningkatan NJOP, hal ini seiring dengan pembangunan infrastruktur transportasi yang dapat meningkatkan NJOP disekitar daerah pembangunan tersebut. 3. Menerapkan sistem pembayaran pajak daerah secara online untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemungutan dan penyetoran pajak daerah, optimalisasi pembinaan dan pengawasan pemungutan pajak. 4. Mendorong daya tarik dan iklim investasi yang kondusif bagi investor serta menggerakkan partisipasi masyarakat dan swasta untuk berkontribusi dalam pembangunan. 5. Peningkatan pendapatan BUMD melalui perbaikan manajemen dan modal agar lingkup usaha bisnisnya bertaraf nasional bahkan internasional.
Proyeksi Pendapatan Daerah Tahun 2014-2017 (dalam milyar rupiah)
Uraian 2014 2015 2016 2017 Pendapatan 53.197,03 63.955,60 83.707,89 103.982,01 Pendapatan Asli Daerah 34.258,57 40.100,47 47.902,04 57.376,73 Dana Perimbangan 15.130,98 21.783,63 33.590,78 44.244,45 Lain-lain Pendapatan yang Sah 3.087,48 2.071,50 2.215,08 2.360,83
Proyeksi Belanja Kebijakan pembangunan daerah untuk beberapa tahun ke depan diprioritaskan pada belanja yang masuk dalam visi dan misi Gubernur DKI Jakarta, yang antara lain meliputi: a. Melaksanakan Program Unggulan yang merupakan Program Prioritas dalam pembangunan daerah selama 5 tahun dalam rangka penyelesaian permasalahan-permasalahan yang ada. b. Melaksanakan program prioritas daerah lainnya sesuai dengan urusan pemerintahan yang harus dilaksanakan. c. Melaksanakan program yang bersifat pemenuhan standar pelayanan minimal dan operasional. d. Mengakomodir semaksimal mungkin program pembangunan yang dijaring melalui Aspirasi Masyarakat dalam Musrenbang. e. Mengedepankan program-program yang menunjang pertumbuhan ekonomi, peningkatan penyediaan lapangan kerja dan upaya pengentasan kemiskinan.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 75 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
f. Melaksanakan program-program yang bersifat mengikat seperti halnya dukungan pencapaian target pembangunan nasional (Pro Poor, Pro Job, Pro Growth, Pro Environtment, MDGs dan MP3EI), pemenuhan ketentuan perundang-undangan (anggaran pendidikan lebih dari 20 persen), pendampingan program-program pemerintah pusat, serta pendampingan program-program yang didanai oleh Lembaga Keuangan Internasional. g. Meningkatkan pelayanan masyarakat dari tingkat Kelurahan, Kecamatan, Kota/Kabupaten hingga Provinsi. h. Menyesuaikan gaji pegawai sesuai dengan kebijakan pemerintah.
Proyeksi belanja daerah dialokasikan dengan mendasarkan pada prioritas kebutuhan yang dibagi dalam belanja yang bersifat mengikat dan belanja prioritas. Alokasi belanja terlebih dahulu digunakan untuk memenuhi kebutuhan belanja tidak langsung yang bersifat mengikat dan belanja prioritas I, serta untuk pengeluaran pembiayaan yang bersifat wajib. Belanja prioritas I merupakan program pembangunan daerah yang menunjang pencapaian visi dan misi gubernur. Setelah belanja bersifat mengikat dan belanja prioritas I terpenuhi, baru kemudian dialokasikan pada prioritas berikutnya.
Proyeksi Belanja Daerah Tahun 2014-2017 (dalam milyar rupiah)
Uraian 2014 2015 2016 2017 Belanja 39.878,91 53.552,72 52.909.67 44.042,40 Belanja Tidak Langsung Mengikat 10.853,15 12.236,92 13.797,13 17.539,69 Belanja Langsung Prioritas I 24.622,21 36.209,82 35.211,75 25.580,02 Pengeluaran Pembiayaan 4.403,56 5.105.98 3.900,79 922,69
*) RPJMD Provinsi DKI Jakarta 2013-2017 Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 76 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
3.3 Badan Layanan Umum Daerah (BLUD)
BLU adalah instansi di lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat, berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan, dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, dan dalam melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas. BLU juga diberikan kesempatan untuk mempekerjakan tenaga profesional non PNS serta kesempatan pemberian imbalan jasa kepada pegawai sesuai dengan kontribusinya. Di lingkungan Pemda Provinsi DKI Jakarta terdapat beberapa satker yang menerapkan pola pengelolaan keuangan sebagai BLU Satuan Kerja Perangkat Daerah yang menerapkan Pola Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) mempunyai manfaat sebagai berikut: 1. Dapat meningkatan pelayanan instasi pemerintah daerah kepada masyarakat dalam rangka memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. 2. Instasi pemerintah daerah dapat memperoleh fleksibilitas dalam pengelolaan keuangan berdasarkan prinsip ekonomi dan produktivitas dengan menerapkan praktek bisnis yang sehat. 3. Dapat dilakukan pengamanan atas aset Negara yang dikelola oleh instansi terkait.
Terdapat 63 Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang merupakan Badan Layanan Umum Daerah di wilayah Provinsi DKI Jakarta, terdiri atas Badan Layanan Umum Bidang Pendidikan sebanyak 1 satker, Badan Layanan Umum pada Bidang Kesehatan sebanyak 53 satker dan Badan Layanan Umum Bidang Pengelolaan Kawasan/Pengelolaan Dana sebanyak 9 satker. komposisinya per bidang sebagaimana terlihat pada Grafik 3.6 di bawah ini.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 77 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Grafik 3.6 Profil Pagu BLUD di Provinsi DKI Jakarta
Sumber: BPKD Provinsi DKI Jakarta
Satker BLUD bidang kesehatan mempunyai persentase terbesar yaitu mencapai 76,03%, sedangkan dari pagu dana yang ada maka satker Unit Penyelenggara Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Daerah mempunyai pagu yang paling tinggi yaitu Rp 1,6 trilyun. Hal ini sejalan dengan salah satu target urusan kesehatan yang tertuang dalam RKPD Provinsi DKI Jakarta yaitu: mewujudkan sistem Jaminan Pelayanan Kesehatan Masyarakat (JPKM) termasuk pelayanan kesehatan untuk keluarga miskin. Namun demikian pada sisi pendanaan satker BLUD DKI Jakarta pada tahun 2013, sumber pendanaan yang utama berasal dari Rupiah Murni yaitu dari APBD DKI Jakarta Besarnya dana Rupiah Murni tersebut lebih besar dari dana PNBP dari masing-masing satker tersebut.
Sebagai wujud dan implementasi pembinaan pelaksanaan anggaran daerah, Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi DKI Jakarta telah melakukan Kegiatan Sosialisasi dan Sharing Knowledge mengenai Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum Daerah. Kegiatan ini diikuti oleh satuan kerja perangkat daerah di wilayah Provinsi DKI Jakarta yang melakukan pengelolaan keuangan sebagai Badalan Layanan Umum dengan narasumber dari Direktorat Pembinaan Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum
BAB IV ANALISIS FISKAL REGIONAL Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 78 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Bab IV Analisis Fiskal Regional
4.1. Pendapatan Pusat dan Daerah 4.1.1 Rasio Pendapatan terhadap PDRB
Pertumbuhan perekonomian merupakan potensi bagi peningkatan penerimaan pemerintah melalui sumber-sumber yang ditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan. Salah satu sumber yang menjadi sektor andalan yang berkontribusi besar terhadap penerimaan adalah sektor perpajakan. Pajak masih menjadi sumber utama penerimaan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam menjalankan fungsi pemerintahan, yaitu pelayanan publik dan roda perekonomian. Sebagai pusat perekonomian, PDRB Provinsi DKI Jakarta menjadi potensi bagi penerimaan negara khususnya dari sektor perpajakan. Dengan kontribusi terbesar Jakarta terhadap PDB yaitu 16-17 %, pemerintah menargetkan penerimaan dari sektor pajak di Provinsi DKI Jakarta sebesar 72% dari target nasional. Pertumbuhan perekonomian DKI Jakarta yang menunjukkan tren meningkat juga dapat dilihat peningkatan penerimaan pajak. Hal tersebut tampak dari rasio pajak atau kontribusi PDRB terhadap penerimaan negara pada tahun 2013 dari sektor perpajakan sebesar 42,5%, naik 1% dari rasio pajak tahun 2012 sebesar 41,5%. Besarnya rasio pajak Provinsi DKI Jakarta karena pajak yang dapat dipungut adalah pajak nasional yang dipungut dan disetor di Provinsi DKI Jakarta. Sementara kontribusi PDRB terhadap penerimaan Pemprov DKI Jakarta dari sektor pajak (sebesar Rp 23 trilyun per 24 Desember 2013) sebesar 1,9%. Dalam Bab ini diuraikan mengenai beberapa analisis fiskal yaitu rasio pendapatan terhadap PDRB dan pendapatan perkapita, rasio belanja APBN, rasio belanja perkapita, rasio belanja beberapa sektor terpilih yaitu: pendidikan, kesejahteraan, dan penanggulangan kemiskinan. Kemandirian daerah juga diuraikan yang diukur dari rasio ruang fiskal serta perkembangan surplus/defisit anggaran dan Silpa Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 79 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Rasio tersebut meningkat dibanding dari rasio pajak tahun 2012 sebesar 1,6%. Peningkatan PDRB Provinsi DKI Jakarta, mampu dioptimalkan oleh Pemprov DKI Jakarta untuk meningkatkan penerimaan daerah. Rasio pajak untuk penerimaan negara yang besar dibanding dengan rasio pajak daerah, dikarenakan masih tersentralisasinya beberapa komponen pajak yang menjadi hak negara dibanding yang diserahkan kepada daerah.
Grafik 4.1 Rasio Pajak Negara, Pajak Daerah, dan PAD terhadap PDRB Tahun 2011 s.d 2013
Sumber : BPS, LKPP Kanwil DJPBN
Dari data di atas terdapat korelasi antara peningkatan PDRB Provinsi DKI Jakarta dengan potensi atas penerimaan negara yang menunjukkan tren meningkat. Berdasarkan hal tersebut, untuk meningkatkan potensi penerimaan negara, perlu dijaga pertumbuhan perekonomian Provinsi DKI Jakarta, khususnya adalah pada sektor penyumbang terbesar pertumbuhan perekonomian, yaitu konsumsi rumah tangga. Potensi penerimaan pajak di atas tidak terlepas dari kontribusi konsumsi rumah tangga terhadap pertumbuhan perekonomian. Produk yang dikonsumsi masyarakat, nilainya telah dimasukkan komponen pajak yang menjadi hak negara dan akan diserahkan oleh penyedia produk ke negara. Konsumsi rumah tangga yang tinggi berdampak pada peningkatan penyediaan produk oleh dunia usaha (penyedia produk); terutama sektor tersier (perdagangan, hotel dan restoran; keuangan, real estat dan jasa keuangan, jasa lainnya; serta engangkutan dan komunikasi) yang berkontribusi terhadap PDRB sebesar 72,21%. Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 80 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Peran pemerintah dalam mengendalikan roda perekonomian diperlukan dalam rangka menjaga potensi tersebut. Kontribusi konsumsi masyarakat yang tinggi terhadap pertumbuhan perekonomian, perlu disikapi pemerintah agar daya beli masyarakat tetap tinggi. Inflasi yang tinggi akibat meningkatnya harga-harga akan mempengaruhi daya beli masyarakat. Dampak akhirnya akan mempengaruhi potensi pajak karena produk yang berlebih sementara daya beli menurun. Langkah pemerintah untuk menjaga daya beli masyarakat tetap tinggi (konsumsi) salah satunya adalah mengendalikan tingkat inflasi dalam kondisi yang stabil. Pengawasan distribusi produk termasuk operasi pasar, pengendalian stok produk yang memicu inflasi seperti kebijakan impor (beras, daging sapi dan gula) dilakukan untuk menjaga ketersediaan produk dan kestabilan harga. Penyediaan infrastruktur agar distribusi produk lancar dan kemudahan penduduk mendapatkan produk perlu ditingkatkan. Tingginya konsumsi rumah tangga dipengaruhi oleh pendapatan per kapita penduduk Provinsi DKI Jakarta. Dalam arti semakin tinggi pendapatan penduduk, akan meningkatkan pengeluaran penduduk terhadap produk. Dengan demikian meningkatnya konsumsi rumah tangga akan meningkatkan potensi penerimaan pajak. 4.1.2 Rasio Pendapatan per kapita Pendapatan per kapita penduduk Provinsi DKI Jakarta tahun 2013 didasarkan atas PDRB dengan jumlah penduduk, adalah sebesar Rp 126 juta atau pendapatan per bulan sebesar Rp 10,5 juta. Pendapatan penduduk yang tinggi merupakan potensi penerimaan negara/daerah sebagai kontribusi penduduk melalui setoran pajak, bea cukai dan setoran lainnya. Mengukur kontribusi penduduk terhadap penerimaan negara/daerah (Rasio pendapatan per kapita) dengan membandingankan antara penerimaan pendapatan di wilayah Provinsi DKI Jakarta dengan jumlah penduduknya.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 81 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Grafik 4.2 Rasio Pendapatan Per Kapita Provinsi DKI Jakarta Terhadap Pendapatan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Tahun 2013
Sumber : data diolah dari BPS dan BPKD Provinsi DKI Jakarta Rasio pajak per kapita berdasarkan penerimaan pajak bagian Pemerintah Pusat (pajak penghasilan orang pribadi/badan), tidak termasuk pajak PPN adalah sebesar Rp 5,37 juta. Hal ini mencerminkan bahwa setiap penduduk berkontribusi membayar pajak kepada negara sebesar Rp 5,37 juta. Sementara rasio pajak per kapita terhadap penerimaan daerah, berdasarkan penerimaan pajak daerah adalah sebesar Rp 2,31 juta, dan rasio kontribusi tiap penduduk terhadap PAD adalah sebesar Rp 2,64 juta. Rata-rata rasio pajak per kapita secara nasional (agregat provinsi, kabupaten dan kota) adalah Rp 435.087,-. Provinsi DKI Jakarta memiliki rasio pajak per kapita tertinggi yaitu sebesar Rp 2,31 juta, yang berarti secara rata-rata setiap penduduk yang ada di Provinsi DKI Jakarta memberikan kontribusi sebesar Rp 2,31 juta untuk Pendapatan Daerah melalui pajak daerah. Provinsi Nusa Tenggara Timur memiliki rasio pajak per kapita sebesar Rp 91.378,- dan merupakan yang terendah dibandingkan 33 provinsi di Indonesia.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 82 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Grafik 4.3 Rasio Pajak per Kapita Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota Tahun 2013
Sumber : DJPK dalam Diskripsi analisis APBD 2013
Besarnya rasio pajak per penduduk Provinsi DKI Jakarta terhadap penerimaan daerah secara nasional, dikarenakan konsumsi masyarakat barang dan jasa yang tinggi. Empat komponen pajak daerah yang berkontribusi besar terhadap penerimaan daerah adalah pajak kendaraan bermotor, biaya balik nama kendaraan, pajak hotel dan restoran serta pajak lain-lain. Besarnya pengeluaran penduduk terhadap kendaraan bermotor di Provinsi DKI Jakarta, selain karena kebutuhan juga kemudahan mendapatkan kendaraan. Tahun 2012 jumlah kendaraan di Provinsi DKI Jakarta sebanyak 6,15 juta unit. Selain merupakan potensi terhadap penerimaan daerah dari pajak, muncul permasalahan tersendiri yaitu kemacetan yang parah di DKI akibat tidak mendukungnya panjang jalan dengan pertumbuhan kendaraan bermotor. Kondisi yang dilematis bagi Pemprov DKI Jakarta terkait pengendalian jumlah kendaraan untuk menyelesaikan kemacetan. Di satu sisi kendaraan adalah penyumbang terbesar pajak daerah, di sisi lain dampak kemacetan yang mengakibatkan ekonomi tinggi. Upaya yang dilakukan pemerintah terkait adalah penyediaan infrastruktur jalan dan membatasi operasional kendaraan di jalan raya, misalnya tree in one, rencana penerapan nomor genap ganjil dan kartu berbayar untuk jalan tertentu.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 83 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
4.2. Belanja Pusat dan Daerah Belanja pusat dan daerah merupakan salah satu alat kebijakan fiskal yang dijalankan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah untuk menggerakkan perekonomian. Untuk mengetahui fokus atau arah kebijakan fiskal pemerintah terhadap perekonomian maka diperlukan suatu analisa yang terdiri dari beberapa rasio.
4.2.1 Rasio Belanja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Alokasi APBN yang dilaksanakan atau didelegasikan kepada pemerintaah daerah oleh pemerintah pusat melalui dana dekonsentrasi, tugas pembantuaan dan urusan bersama, adalah suatu kebijakan di dalam membantu daerah dalam mencapai kemandirian untuk dapat mensejahterakan masyarakat. Alokasi APBN melalui dana dekonsentrasi, tugas pembantuan dan urusan bersama kepada daerah didasari dengan kondisi kemampuan fiskal daerah dan IPM daerah tersebut. Semakin kecil alokasi APBN atau rasio, semakin kemandirian daerah karena kemampuan fiskal dan IPM yang semakin tinggi. Alokasi APBN tahun 2013 untuk Provinsi DKI Jakarta melalui Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan dan Urusan Bersama sebesar Rp 502,42 milyar, turun sebesar Rp 156,24 milyar dibanding tahun 2012 sebesar Rp 658,95 milyar. Dengan pagu total belanja APBD tahun 2013 sebesar Rp 45,58 trilyun, rasio belanja APBN terhadap total belanja APBD sebesar 1,1%. Rasio tersebut turun dibanding tahun 2012 sebesar 1,9%. Menurunnya rasio belanja APBN, menunjukkan kemampuan fiskal dan IPM Pemprov DKI Jakarta semakin tinggi. Ruang fiskal Pemprov DKI Jakarta tahun 2013 adalah sebesar 55,6%, di atas rata-rata nasional yaitu sebesar 37,85%. Tertinggi adalah Provinsi Kalimantan Timur sebesar 61,7% dan terendah adalah Provinsi Aceh sebesar 22,2%. Untuk nilai IPM Provinsi DKI Jakarta adalah sebesar 78,33 dan tertinggi secara nasional yaitu sebesar 73,29. Kondisi ini menggambarkan bahwa Provinsi DKI Jakarta memiliki daya untuk melaksanakan pembangunan karena tersedia dana yang memadai (APBD) tanpa tergantung dari dana APBN. Kemudian mampu menggunakan dana secara efektif untuk keperluan pembangunan, sehingga mampu meningkatkan kualitas manusianya. IPM merupakan salah satu indikator kondisi pembangunan suatu wilayah dan tingkat kesejahteraan masyarakatnya, karena pada dasarnya hakekat Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 84 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
pembangunan adalah membangun kualitas manusia. Dengan nilai rasio yang semakin kecil di tahun 2013 dibanding tahun 2012, menunjukkan bahwa Pemprov DKI Jakarta semakin memiliki kemandirian dalam menjalankan fungsi pemerintahan dengan menggunakan sumber dana APBD yang lebih besar dibanding APBN untuk kesejahteraan masyarakatnya.
Grafik 4.4 Rasio Belanja APBN terhadap Belanja APBD Tahun 2012 dan 2013 Sumber : LKPP Kanwil Provinsi DKI Jakarta dan BPKD Provinsi DKI Jakarta
Sementara kebijakan alokasi APBN berdasarkan ruang fiskal dan IPM, merupakan bagian dari kebijakan fiskal pemerintah dalam pengalokasian anggaran untuk pemerataan pembangunan. Untuk daerah yang mandiri seperti Provinsi DKI Jakarta akan sedikit mendapatkan alokasi APBN, sedangkan daerah yang ruang fiskalnya rendah akan mendapatkan porsi yang lebih agar mampu meningkatkan kesejahteraan penduduknya.
4.2.2 Rasio Total Belanja Terhadap Populasi Anggaraan Belanja Daerah mempunyai peran riil dalam peningkatan kualitas layanan publik dan sekaligus menjadi stimulus bagi perekonomian daerah. Secara ideal seharusnya belanja daerah dapat berperan dalam peningkatan akses masyarakat terhadap sumber daya ekonomi yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Untuk menggambarkan seberapa besar belanja pemerintah daerah yang digunakan untuk menyejahterakan masyarakat, digunakan rasio total belanja terhadap jumlah penduduk (belanja daerah perkapita). Semakin besar nilai rasio, Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 85 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
semakin besar belanja yang dikeluarkan untuk menyejahterakan satu orang penduduk, sehingga semakin besar kemungkinan kesejahteraan tercapai. Tahun 2013 total belanja APBD Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp 45,58 trilyun. Dengan jumlah penduduk sebesar 10 juta orang, rasio belanja per kapita sebesar Rp 4,52 juta. Angka ini menunjukkan bahwa setiap penduduk di Provinsi DKI Jakarta mendapatkan alokasi belanja sebesar Rp 4,52 juta. Rasio belanja terbesar nasional adalah Provinsi Kalimantan Timur sebesar Rp 14,01 juta dan terendah adalah Provinsi Jawa Barat sebesar Rp 1,58 juta. Kalimantan Timur dalam alokasi belanja sebesar Rp 48,3 trilyun, tidak berbeda dengan Provinsi DKI Jakarta. Karena penduduk DKI yang besar, maka rasionya lebih kecil di banding Provinsi Kalimantan Timur. Demikian juga dengan Provinsi Jawa Barat, alokasi belanja terbesar kedua setelah Provinsi Jawa Timur yaitu sebesar Rp 70,3 trilyun. Namun karena penduduk Jawa Barat sangat besar yaitu 44,6 juta maka rasionya menjadi terkecil secara nasional.
Grafik 4.5 Rasio Belanja per Kapita per Provinsi
Sumber : BPS dan Ditjen Keuangan Daerah Kemendagri, data diolah
Pada periode 2009 sampai dengan 2013, rasio belanja per kapita Provinsi DKI Jakarta mempunyai tren yang meningkat. Pada tahun 2012 rasio belanja per kapita mencapai Rp 3,38 Juta per orang. Pada tahun 2013 rasio belanja perkapita Provinsi DKI Jakarta Rp 4,5 juta per orang. Peningkatan rasio belanja per kapita menunjukkan fokus kebijakan Pemprov DKI Jakarta melalui alokasi belanja adalah untuk mensejahterakan penduduknya. Pendapatan per kapita penduduk Provinsi DKI Jakarta menjadi yang tertinggi dibanding provinsi lainnya, angka melek huruf Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 86 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
penduduk yang hampir 100%, dan angka harapan hidup yang tinggi yaitu 74 tahun. Hasil capaian tersebut berdasarkan penilaian kategori UNDP (IPM sebesar 78,33), perkembangan wilayah Provinsi DKI Jakarta masuk dalam kategori daerah berkembang dengan kesejahteraan menengah ke atas.
Grafik 4.6 Rasio Total Belanja APBD terhadap Populasi
Sumber : diolah dari APBD Pemprov DKI Jakarta
4.2.3 Rasio Belanja Pegawai Menurut data Badan Kepegawaian Nasional (BKN), jumlah PNS Indonesia sampai Desember 2010 adalah 4.6 juta orang atau 1,98% dari total penduduk Indonesia yang berjumlah kurang lebih 224 jiwa. Jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga, persentase PNS Indonesia tersebut masih tergolong rata- rata. Berdasarkan data jpnn.com, persentase pegawai negara-negara tetangga adalah sebagai berikut, Malaysia 2%, Vietnam 2,9%, Filipina 1,9%, China 2,7% dan Korsel 2%. Bila mengacu rasio tersebut, dengan jumlah PNS Pemprov DKI Jakarta berdasarkan data tahun 2012 sebesar 75.646 orang, rasio jumlah PNS terhadap jumlah penduduk adalah sebesar 0,76%. Dalam arti setiap satu PNS Daerah melayani 132 orang. Rasio belanja pegawai merupakan rasio untuk mengetahui besarnya alokasi APBD yang digunakan untuk membayar belanja pegawai terhadap total belanja. Rasio belanja pegawai diperoleh dari perbandingan antara belanja pegawai dengan total belanja APBD. Dari proporsi alokasi belanja pegawai terhadap total belanja, dapat diketahui apakah total belanja lebih besar untuk memenuhi kebutuhan pegawai atau untuk kebutuhan di luar belanja pegawai. Dengan demikian dapat Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 87 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
diketahui seberapa besar fokus pemerintah dalam menjalankan fungsi pemerintahannya dalam membangun daerahnya. Pada tahun 2013 rasio belanja pegawai pada Provinsi DKI Jakarta adalah sebesar 28,1%. Rasio ini lebih kecil jika dibandingkan dengan rasio belanja pegawai rata-rata nasional yaitu sebesar 42,78%. Rasio belanja pegawai terbesar adalah Provinsi DI Yogyakarta sebesar 56,11%, dan terendah adalah Provinsi Kalimantan Timur sebesar 25,89%. Rasio belanja pegawai sebesar 28,1%, mencerminkan fokus Pemprov DKI Jakarta dalam alokasi APBD untuk keperluan pembangunan atau belanja non pegawai, dibanding belanja rutinnya. Alokasi yang besar untuk kegiatan pembangunan, dapat menggerakkan perekonomian dan pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Grafik 4.7 Rasio Belanja Pegawai terhadap Total Belanja Daerah Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota Tahun 2013
Sumber: Ditjen Perimbangan Keuangan Besarnya rasio belanja pegawai dari tahun 2009 sampai dengan 2013 menunjukan tren semakin menurun. Hal ini mengindikasikan Pemprov DKI Jakarta sangat efisien dan efektif dalam mengalokasikan belanja pegawai dan memberdayakan pegawainya, serta memberikan porsi yang lebih untuk belanja non pegawai. Namun demikian perlu dipertimbangkan bagi Pemprov DKI Jakarta, bahwa pegawai di bidang kesehatan masih memerlukan tenaga bidan. Jadi Pemprov DKI Jakarta perlu mengangkat tenaga bidan untuk mencapai pelayanan yang ideal.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 88 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
4.2.4 Rasio Belanja Modal Daerah Rasio Belanja Modal terhadap total Belanja Daerah mencerminkan porsi Belanja Daerah yang dibelanjakan untuk membiayai Belanja Modal. Belanja Modal merupakan belanja pemerintah daerah yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Rasio belanja modal daerah adalah perbandingan antara alokasi belanja modal dalam APBD dibandingkan dengan total belanja dalam APBD. Alokasi belanja modal yang dialokasikan pada APBD Provinsi DKI Jakarta menunjukkan kecenderungan yang meningkat setiap tahunnya. Pada Tahun 2009 rasio belanja modal adalah sebesar 26,85% atau sebesar Rp 5,9 trilyun. Selanjutnya rasio tersebut bertambah besar setiap tahunnya dan pada tahun 2013 rasio belanja modalnya menjadi 34,52% atau sebesar Rp 15,7 trilyun. Grafik 4.8 Rasio Belanja Modal terhadap Total APBD Tahun 2009 s.d. 2013
Sumber: data diolah dari BPKD dan DJPK
Dibandingkan dengan daerah lain, rasio belanja modal daerah Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2013 lebih besar dari rasio belanja rata-rata nasional sebesar 24,81%. Alokasi belanja modal tertinggi adalah Provinsi Kalimantan Timur sebesar 44,08% dan terendah adalah Provinsi DI Yogyakarta sebesar 12,59%.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 89 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Grafik 4.9 Rasio Belanja Modal Terhadap Total Belanja Daerah Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota Tahun 2013
Sumber : Ditjen Perimbangan Keuangan Saat beberapa daerah mengalokasikan sebagian besar total belanja untuk belanja pegawai, Pemprov DKI Jakarta dengan ketergantungan yang rendah dari Pemerintah Pusat (dana APBN sebesar 1,1%), mengalokasikan belanja modal lebih dari belanja pegawai. Kebijakan Pemprov DKI Jakarta mengalokasikan belanja modal dan terus meningkat di tiap tahunnya, menandakan fokus kebijakan pemerintah adalah prioritas untuk pembangunan. Alokasi belanja modal Pemprov DKI Jakarta sebesar Rp 15,7 trilyun merupakan stimulus pertumbuhan perekonomian bila disandingkan dengan PDRB yang dihasilkan yaitu sebesar Rp 1.226 trilyun. Ini membuktikan bahwa perekonomian Provinsi DKI Jakarta lebih banyak digerakkan oleh investasi sektor swasta. Untuk itu belanja modal yang dialokasikan lebih diprioritaskan untuk penyediaan infrastruktur pendukung perekonomian seperti jalan raya (bidang pekerjaan umum), pengadaan Busway (bidang perhubungan) dan penerangan jalan (bidang energi dan sumber daya mineral).
4.2.5 Rasio Belanja Modal Pemerintah Pusat Rasio belanja modal pemerintah pusat merupakan perbandingan antara alokasi belanja modal pada satuan kerja vertikal di wilayah DKI Jakarta dengan total pagu belanja modal APBD Pemprov DKI Jakarta. Rasio ini menunjukkan besarnya alokasi APBN dan APBD yang disusun oleh Pemerintah Pusat dan Pemprov DKI Jakarta. Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 90 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Untuk wilayah DKI Jakarta, yang merupakan ibu kota Republik Indonesia, sebagian satuan kerja yang berlokasi di Provinsi DKI Jakarta merupakan satuan kerja Kantor Pusat Kementerian/Lembaga ataupun setingkat eselon I. Hal tersebut mencerminkan bahwa sekitar 74% alokasi dana APBN, dikelola di Provinsi DKI Jakarta. Namun demikian alokasi belanja modal pada satker tersebut tidak sepenuhnya digunakan untuk pengeluaran/belanja yang berlokasi di wilayah Provinsi DKI Jakarta, tetapi tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Yang berlokasi di Provinsi DKI Jakarta hanya pencairan anggarannya saja, namun realisasi proyeknya berada diluar Provinsi DKI Jakarta. Rasio belanja modal pemerintah pusat di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2012 adalah sebesar 413% dan tahun 2013 sebesar 349%.
4.3. Ruang Fiskal dan Kemandirian Daerah 4.3.1 Ruang Fiskal Ruang fiskal (fiscal space) merupakan suatu konsep untuk mengukur fleksibilitas yang dimiliki pemerintah daerah dalam mengalokasikan APBD untuk membiayai kegiatan yang menjadi prioritas daerah untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi diwilayahnya tanpa mengganggu solvabilitas fiskal daerah (membiayai belanja wajib). Semakin besar ruang fiskal yang dimiliki suatu daerah maka akan semakin besar pula fleksibilitas yang dimiliki oleh pemerintah daerah untuk mengalokasikan belanjanya pada kegiatan yang menjadi prioritas daerah seperti pembangunan infrastruktur daerah.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 91 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Grafik 4.10 Ruang Fiskal Provinsi DKI Jakarta Tahun 2010 s.d. 2013
Sumber: diolah dari APBD Pemprov DKI Jakarta
Ruang fiskal yang tersedia bagi Pemprov DKI Jakarta meningkat secara signifikan dari tahun 2010 sebesar Rp 14,58 trilyun dan tahun 2013 sebesar Rp 30,37 trilyun atau meningkat lebih dari dua kali lipat dibanding tahun 2010. Ruang fiskal Provinsi DKI Jakarta tahun 2013, lebih tinggi dibanding dengan rata- rata nasional. Provinsi dengan ruang fiskal tertinggi adalah Provinsi Kalimantan Timur sebesar 61,7% dan terendah adalah Provinsi Aceh sebesar 22, %.
Grafik 4.11 Ruang Fiskal Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota Tahun 2013
Sumber: Ditjen Perimbangan Keuangan
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 92 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Dalam melaksanakan alokasi belanjanya, Pemprov DKI Jakarta dapat lebih menggunakan potensi pendapatan asli daerahnya, tanpa bergantung dari transfer dana pusat untuk pembiayaan wajibnya. Besarnya ruang fiskal dapat digunakan untuk belanja yang dapat dirasakan langsung oleh masyarakat dan program unggulan atau prioritas dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat. Prioritas pembangunan untuk mendukung pertumbuhan perekonomian dan kualitas penduduk Provinsi DKI Jakarta, yaitu sektor Pendidikan dengan alokasi di atas 20% melalui Program Wajib Belajar 12 tahun, sekolah gratis dan Program Kartu Pintar; sektor Kesehatan melalui program berobat gratis dan Kartu Jakarta Sehat; dan Pekerjaan Umum melalui penyediaan jalan raya non tol dalam kota. Besarnya ruang fiskal Provinsi DKI Jakarta, menjadi dasar kebijakan fiskal Pemerintah Pusat dalam menentukan alokasi dana APBN melalui Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan dan Urusan Bersama yang didelegasikan kepada daerah untuk kesejahteraan masyarakat. Semakin tinggi ruang fiskal daerah, kebijakan alokasi APBN Pemerintah Pusat semakin kecil. Alokasi APBN yang semakin sedikit dibanding porsi APBD (tahun 2013 sebesar 1,1%) menandakan tingkat kemandirian Provinsi DKI Jakarta dalam menjalankan pemerintahan.
4.3.2 Rasio Kemandirian Daerah Rasio Kemandirian Daerah adalah perbandingan antara Rasio Pendapatan Asli Daerah terhadap Total Pendapatan dan Rasio Dana Transfer terhadap Total Pendapatan. Apabila rasio PAD lebih besar dari pada rasio dana transfer berarti daerah tersebut semakin mandiri dan sebaliknya semakin besar rasio dana transfer berarti tingkat ketergantungan semakin tinggi. Tingkat Kemandirian Daerah pada Provinsi DKI Jakarta dari tahun 2009 sampai dengan 2013 menunjukkan tren peningkatan, dimana rasio PAD lebih besar dari pada rasio dana transfer. Rasio PAD tahun 2009 sebesar 0,539 dan pada tahun 2013 menjadi 0,642, sementara rasio dana transfer pada tahun 2009 sebesar 0,461 dan tahun 2013 menjadi 0,223.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 93 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Grafik 4.12 Gap Rasio PAD dan Rasio Dana Transfer
Sumber: diolah dari APBD Pemprov DKI Jakarta
Dibandingkan dengan provinsi lain, Provinsi DKI Jakarta memiliki rasio PAD yang paling tinggi, yaitu sebesar 64,2%, sekaligus rasio dana transfer terendah yaitu sebesar 26,6%. Sementara itu, Provinsi Papua Barat memiliki rasio PAD terendah sebesar 2,8% sekaligus rasio dana transfer tertinggi yaitu sebesar 97,1%. Rendahnya tingkat ketergantungan Provinsi DKI Jakarta tersebut disebabkan oleh tingginya sumber-sumber PAD khususnya dari pajak daerah dan retribusi daerah. Hal ini sejalan dengan analisis pada bagian rasio pajak yang menempatkan Provinsi DKI Jakarta pada posisi pertama dibandingkan dengan provinsi-provinsi lainnya.
Grafik 4.13 Rasio Ketergantungan Agregat Provinsi, Kabupaten dan Kota Sumber: Ditjen Perimbangan Keuangan Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 94 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
4.4. Rasio Belanja Sektoral Rasio belanja sektoral merupakan rasio belanja yang dialokasikan untuk belanja sektoral dengan belanja secara keseluruhan. Besarnya rasio ini menunjukkan prioritas dalam pembangunan di wilayah Provinsi DKI Jakarta. Hal ini dapat terlihat dari beberapa sektor terpilih yang menjadi prioritas pembangunan di Provinsi DKI Jakarta, yaitu: pendidikan, kesehatan, pelayanan publik dan birokrasi, infrastruktur, serta penanggulangan kemiskinan dan kesejahteraan.
4.4.1 Belanja Bidang Publik dan Birokrasi UU No 25 Tahun 2009 mendefinisikan pelayanan publik sebagai berikut: pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa dan/atau pelayanan administratif yang di sediakan oleh penyelenggara pelayanan publik. Lembaga Administrasi Negara (1998) mengartikan Pelayanan Umum sebagai segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi pemerintahan di pusat, di daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara/Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Untuk dapat memberikan pelayanan publik dan birokrasi yang terbaik, selain diperlukan PNS yang profesional, diperlukan jumlah ideal per orang melayani sejumlah penduduk. Asumsi ini berarti dengan PNS yang semakin profesional akan berdampak pada peningkatan pelayanan birokrasi, atau semakin sedikit jumlah penduduk yang dilayani oleh setiap PNS, maka pelayanan semakin cepat dan akurat. Profesionalisasi PNS, berarti tetap berpijak pada prioritas untuk meningkatkan kesejahteraan PNS, dengan kata lain PNS akan bekerja giat (profesional) jika dibarengi dengan reward gaji yang jauh dari cukup. Jumlah PNS di Indonesia sebesar 4.8 juta orang atau 1,98% dari penduduk Indonesia tahun 2011 yaitu sebesar 243,74 juta, hal ini berarti satu PNS melayani 57 penduduk. Kondisi ini sebanding dengan jumlah pegawai negeri di negara tetangga, seperti Malaysia 2%, dan Filipina 1,9% dari jumlah penduduknya. Jumlah PNS Pemprov DKI Jakarta berdasarkan data tahun 2012 sebesar 75.646 orang. Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 95 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Dengan jumlah penduduk sebanyak 10 juta, Rasio PNS terhadap jumlah penduduk adalah sebesar 0,76%, artinya setiap satu PNS Daerah melayani 132 orang. Bila mengacu pada jumlah ideal yang dilayani baik nasional (1 PNS : 57 penduduk) atau negara tetangga, maka jumlah pegawai Pemprov DKI Jakarta jauh dari ideal untuk melayani penduduk. Dengan demikian untuk mencapai jumlah ideal, Pemprov DKI Jakarta perlu menambah jumlah PNS sebesar 98.340 orang.
Grafik 4.14 Rasio PNS terhadap Jumlah Penduduk
Sumber: data diolah dari BPS Provinsi DKI Jakarta
Menjadikan PNS yang profesional dalam memberikan pelayanan, perlu disandingkan dengan reward seperti penghasilan yang di dapat, dan sanksi jika tidak memenuhi target kinerja. Dari sisi pendapatan, untuk mengukurnya adalah dengan menyandingkan dana alokasi pelayanan umum dengan jumlah PNS Pemprov DKI Jakarta. Alokasi belanja pelayanan umum (pelayanan publik dan birokrasi) berdasarkan klasifikasi fungsi dalam APBD Pemprov DKI Jakarta tahun 2013 sebesar Rp 10,95 trilyun atau 24,02% dari total belanja. Alokasi tersebut meningkat dibandingkan alokasi tahun 2012 sebesar 7,65 trilyun atau 22,61%. Bila alokasi belanja pelayanan umum di bagi dengan jumlah PNS, maka tiap PNS mendapat alokasi sebesar Rp 12,06 juta per bulan. Alokasi ini tidak berbeda jauh jika dibandingkan dengan alokasi belanja pegawai dalam APBD, sehingga PNS bisa fokus terhadap pelayanannya (profesional) karena sebanding dengan peningkatan kesejahteraanya. Dengan demikian kebijakan alokasi untuk pelayanan publik dan birokrasi dapat meningkatkan pelayanan terbaik kepada masyarakat.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 96 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
4.4.2 Belanja Bidang Infrastruktur Kebijakan pemerintah dalam mengalokasikan belanja di bidang infrastruktur tahun 2013 (sektor pekerjaan umum dan sektor perhubungan) sebesar Rp 8,87 trilyun adalah sebagai stimulus dalam pertumbuhan perekonomian. Hal tersebut mengingat perekonomian Provinsi DKI Jakarta digerakkan oleh sektor swasta. Investasi swasta lebih besar dibandingkan alokasi dari pemerintah dalam menghasilkan PDRB sebesar Rp 1.226 trilyun. Besarnya rasio belanja bidang infrastruktur yang dialokasikan tahun 2013 mencapai 20,2% dari total belanja, menurun dibanding dengan alokasi tahun 2012 sebesar 27,5%.
Grafik 4.15 Rasio Alokasi Infrastruktur Terhadap Total Belanja
Sumber: BPKD Provinsi DKI Jakarta
Masalah infrastruktur yang dihadapi Provinsi DKI Jakarta saat ini dan prioritas adalah panjang jalan raya yang masih kurang ideal, sehingga menimbulkan kemacetan yang parah. Hal ini disebabkan oleh jumlah kendaraan yang tidak sebanding dengan panjang jalan. Masalah kemacetan di Provinsi DKI Jakarta secara ekonomi, menyebabkan peningkatan waktu tempuh (inefisiensi waktu), biaya transportasi secara signifikan, gangguan yang serius bagi pengangkutan produk-produk ekspor-impor (logistik secara umum), penurunan tingkat produktivitas kerja, dan pemanfaatan energi yang sia-sia. Hasil Studi on Integrated Transportation Master Plan (SITRAMP) oleh JICA/Bappenas menunjukkan jika sampai tahun 2020 tidak ada perbaikan yang dilakukan dalam sistem transportasi Jabodetabek, maka estimasi kerugian ekonomi yang terjadi Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 97 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
sebesar Rp 28,1 trilyun dan kerugian nilai waktu perjalanan mencapai Rp 36,9 trilyun. Panjang jalan yang ada di Provinsi DKI Jakarta dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2012 tidak terjadi penambahan yang signifikan. Tahun 2010 panjang jalan sepanjang 6.544 km naik 66 km di tahun 2011 menjadi 6.932 km. Bahkan pada tahun 2012 tidak ada penambahan dari tahun sebelumnya. Saat ini luas jalan raya DKI Jakarta baru sekitar 42,3 km 2 atau rasio luas jalan raya terhadap luas Provinsi DKI Jakarta yaitu sebesar 6,2% atau. Rasio jalan raya yang ideal terhadap luas wilayah adalah sebesar 14% dari total luas wilayah. Dengan demikian masih terdapat ruang yang bisa dioptimalkan oleh Pemprov DKI Jakarta untuk pembangunan infrastruktur jalan raya yaitu sebesar 7,8% atau luas jalan sekitar 49,7 km 2 . Jika rata-rata lebar jalan adalah 6 m, maka panjang jalan yang diperlukan untuk mencapai ideal adalah sekitar 8.283 km.
Grafik 4.16 Panjang Jalan di Provinsi DKI Jakarta Tahun 2009 s.d. 2012
Sumber: diolah dari BPKD Provinsi DKI Jakarta
Pembangunan jalan baru hanya mengurangi tingkat kemacetan untuk mendukung beban jumlah kendaraan. Sementara permasalahan lain adalah jumlah angkutan umum yang kurang mendukung untuk aktivitas penduduk (0,02% dari total kendaraan di Provinsi DKI Jakarta), sehingga banyak penduduk yang membeli kendaraan untuk mendukung aktivitasnya. Sepeda motor menjadi moda terbesar sebesar 70,97% (4,4 juta kendaraan) diikuti sedan dan jeep sebesar 8,1% (467,5 ribu kendaraan). Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 98 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Fokus kebijakan Pemprov DKI Jakarta di bidang infrastruktur adalah peningkatan kapasitas jalan (fly over, tol dan non tol dalam kota), dan peningkatan kapasitas angkutan umum (busway dan MRT). Kebijakan tersebut selain upaya untuk mengurangi kemacetan yang berdampak pada ekonomi tinggi, yang terpenting adalah mengendalikan jumlah kendaraan yang beroperasi di jalan dengan menambah angkutan umum yang murah dan nyaman. Sehingga diharapkan masyarakat akan beralih ke angkutan umum untuk mendukung aktivitasnya.
4.4.3 Belanja Bidang Kesehatan Alokasi belanja bidang kesehatan pada tahun 2013 mencapai Rp 4,6 trilyun atau rasio sebesar 10,2% dari total belanja, meningkat dibanding tahun 2012 yang dialokasikan sebesar Rp 3,3 trilyun atau rasio sebesar 9,9%. Peningkatan belanja bidang kesehatan ini menunjukkan bahwa Pemprov DKI Jakarta menjadikan bidang kesehatan sebagai bidang yang perlu mendapat perhatian dalam rangka meningkatkan kualitas masyarakat. Hal ini juga sesuai dengan program MDGs yang pada saat ini menjadi perhatian pemerintah dan dunia.
Grafik 4.17 Rasio Bidang Kesehatan terhadap Total Belanja
Sumber : data diolah dari BPKD Provinsi DKI Jakarta
Sektor kesehatan sebagai bagian dari komponen pembentuk kualitas manusia, merupakan salah satu sektor yang sangat strategis untuk mencapai peningkatan kesejahteraan masyarakat. Tersedianya sarana kesehatan terutama rumah sakit, puskesmas; dan tenaga kesehatan khususnya dokter, perawat dan Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 99 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
bidan yang ideal dalam jumlah dan kualitas adalah suatu keharusan. Perkembangan sarana kesehatan di Provinsi DKI Jakarta sejak tahun 2009 sampai dengan 2012 tidak begitu signifikan peningkatannya, dibanding dengan tenaga kesehatan, terutama dokter, apoteker dan bidan. Rasio sarana kesehatan seperti rumah sakit dan puskesmas di Provinsi DKI Jakarta untuk melayani penduduk dirasakan sudah cukup ideal, sehingga pemerintah dalam alokasi lebih fokus pada peningkatan kualitas dan jumlah tenaga kesehatan, khususnya bidan yang masih kurang ideal jumlahnya untuk melayani penduduk dan peningkatan kesehatan masyarakat.
Grafik 4.18 Rasio Fasilitas dan Tenaga Kesehatan di Provinsi DKI Jakarta
Sumber: data diolah dari Kementerian Kesehatan
Fokus atau prioritas bidang kesehatan Pemprov DKI Jakarta, tergambar dalam program unggulan yaitu, Program Pembinaan Upaya Kesehatan dengan indikator capaian adalah umur harapan hidup; Program Bina Gizi, Kesehatan Ibu dan Anak dengan indikator capaian angka kematian ibu dan bayi; Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Daerah melalui Kartu Jakarta Sehat; dan Program Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan; serta Program Peningkatan Sarana dan Prasarana Kesehatan. Pencapaian bidang kesehatan Pemprov DKI Jakarta tampak dari peningkatan kualitas kesehatan masyarakat antara lain adalah penurunan angka kematian bayi, peningkatan angka harapan hidup serta persentase balita yang pernah diimunisasi. Angka kematian bayi penduduk di Provinsi DKI Jakarta memenuhi target MDGs, yaitu berada pada kisaran 22 per seribu kelahiran pada Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 100 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
tahun 2012. Sementara angka kematian bayi berdasarkan target sebesar 23 per seribu kelahiran. Sedangkan layanan terhadap bayi untuk mendapatkan imunisasi dasar lengkap di Provinsi DKI Jakarta mencapai 80,1%. Persentase bayi yang mendapat imunisasi tersebut masih di bawah nasional sebesar 82,5%. Untuk indikator harapan hidup, data pada tahun 2010 sebanyak 33,81% penduduk yang mengalami keluhan kesehatan, turun menjadi 32,92% di tahun 2012. Secara rata-rata, angka harapan hidup penduduk Provinsi DKI Jakarta selama kurun waktu 2010-2012 mencapai 72,1 tahun.
4.4.4 Belanja Bidang Pendidikan Rasio belanja bidang pendidikan adalah merupakan perbandingan antara pagu belanja bidang pendidikan dengan total pagu belanja APBD. Besarnya belanja pendidikan seperti yang diatur dalam UUD 1945 adalah 20% dari pagu belanja APBN/APBD. Rasio belanja pendidikan Pemprov DKI Jakarta pada tahun 2013 sebesar 27,7% atau sebesar Rp 12,6 trilyun. Alokasi belanja bidang pendidikan tersebut meningkat sebesar Rp 2,5 trilyun jika dibandingkan tahun 2012, namun jika dilihat secara persentase menurun 2,2%. Meskipun demikian alokasi anggaran untuk bidang pendidikan di Provinsi DKI Jakarta masih di atas ketentuan Undang Undang Dasar. Besarnya alokasi belanja pendidikan tersebut merupakan salah satu realisasi dari misi Pemprov DKI Jakarta untuk membangun pemerintahan yang bersih dan transparan serta berorientasi pada pelayanan publik, yaitu melalui peningkatan kualitas pendidikan masyarakatnya. Penyediaan sarana pendidikan dan tenaga pendidik yang ideal telah memenuhi kebutuhan pelayanan akan pendidikan bagi masyarakat. Hal tersebut tercermin dari jumlah sekolah yang cukup dengan indikator jumlah kelas dengan jumlah murid agar kenyamanan proses belajar terpenuhi. Jumlah murid per kelas di Provinsi DKI Jakarta sangat ideal untuk proses belajar yaitu rata-rata 30 murid per kelas. Rasio jumlah murid tersebut lebih bagus dari standar maksimal jumlah murid dalam kelas yang ditetapkan secara nasional yaitu rata-rata per kelas maksimal 40 murid.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 101 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Grafik 4.19 Jumlah Murid Per Kelas Sekolah di Provinsi DKI Jakarta
Sumber: data diolah dari BPS Provinsi DKI Jakarta
Begitu juga terkait penyediaan tenaga pendidikan, untuk wilayah DKI Jakarta tenaga pendidikan yang tersedia sangat ideal. Rata-rata satu orang guru mengajar 13 sampai dengan 14 murid. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah guru di Provinsi DKI Jakarta sudah berlebih. Apabila mengejar proses belajar yang efektif, maka dengan jumlah 13 sampai dengan 14 murid per guru, maka kondisi tersebut sangat ideal.
Grafik 4.20 Rasio Guru Per 1.000 Murid di Provinsi DKI Jakarta
Sumber: data diolah dari BPS Provinsi DKI Jakarta
Dengan tersedianya sarana pendidikan dan tenaga pendidik yang ideal, kebijakan Pemprov DKI Jakarta tidak lagi membangun sarana pendidikan baru atau menambah tenaga pendidik. Kebijakan alokasi anggaran pendidikan diarahkan Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 102 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
untuk kegiatan, pendidikan anak usia dini; program wajib belajar dua belas tahun salah satunya melalui Kartu Jakarta Pintar; dan pendidikan non formal dan informal untuk mengurangi buta aksara. Peningkatan kualitas penduduk Provinsi DKI Jakarta melalui kebijakan Pemprov DKI Jakarta telah mencapai hasil yang baik. Peningkatan angka melek huruf dan tingkat partisipasi sekolah sebagai hasil korelasi positif terhadap alokasi belanja bidang pendidikan dapat dilihat dengan persentase yang baik, yaitu untuk tingkat partisipasi sekolah adalah 98,97% (pendidikan dasar), 93,79% ( pendidikan menengah) dan 60,81% (pendidikan atas). Untuk angka melek huruf penduduk Provinsi DKI Jakarta, mencapai hampir 100%, yaitu 99,07% pada tahun 2012. Hal ini menandakan hampir seluruh penduduk Provinsi DKI Jakarta sudah dapat membaca dan menulis.
4.4.5 Belanja Bidang Kesejahteraan dan Penanggulangan Kemiskinan Rasio belanja bidang kesejahteraan dan penanggulangan kemiskinan merupakan perbandingan antara pagu belanja yang termasuk dalam peningkatan kesejahteraan dan penanggulangan kemiskinan dibandingkan dengan total pagu belanja APBD. Bidang-bidang yang termasuk dalam bidang kesejahteraan dan penanggulangan kemiskinan yaitu: perumahan, lingkungan hidup, keluarga berencana dan keluarga sejahtera, sosial, ketenagakerjaan, koperasi dan UKM, dan pemberdayaan masyarakat desa. Belanja bidang kesejahteraan ini diluar dari belanja pendidikan dan kesehatan yang juga termasuk bidang yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan menanggulangi masalah kemiskinan. Bila dilihat dari nilai Indeks Pembangunan Manusia sebesar 78,33, penduduk Provinsi DKI Jakarta termasuk kategori sejahtera. Pertumbuhan ekonomi, peningkatan pendapatan per kapita yang tinggi, serta konsumsi masyarakat yang tinggi merupakan indikasi bahwa penduduk Provinsi DKI Jakarta sejahtera. Apalagi kemudahan terhadap segala akses seperti pendidikan dan kesehatan, berdampak pada kualitas penduduk yang pada akhirnya akan menjadikan penduduk sejahtera. Namun berdasarkan data BPS, masih terdapat penduduk miskin. Jumlah penduduk miskin di Provinsi DKI Jakarta tahun 2011 sebesar 3,75% dan menurun pada tahun 2012 menjadi 3,69% (berkurang 0,06%). Pada tahun 2013 jumlahnya menjadi 3,55% (berkurang sebesar 0,14%) dari total penduduk. Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 103 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Besarnya rasio belanja bidang kesejahteraan dan penanggulangan kemiskinan DKI Jakarta tahun 2013 yaitu sebesar 12,3 % atau sebesar Rp 5,5 trilyun atau terdapat kenaikan sebesar 1,7 % atau mendekati Rp 2 trilyun, dibanding tahun 2012. Namun demikian Beberapa kegiatan yang dilakukan sehubungan dengan belanja bidang ini yaitu pembangunan rumah susun, pembangunan kampung deret, normalisasi kali dan waduk serta kegiatan prioritas lain yang menyangkut kesejahteraaan masyarakat.
4.5. SILPA dan Pembiayaan
4.5.1 Perkembangan Surplus/Defisit APBD 4.5.1.1 Rasio surplus/defisit terhadap agregat pendapatan Rasio surplus/defisit terhadap agregat pendapatan adalah rasio yang digunakan untuk mengetahui proporsi adanya surplus/defisit anggaran terhadap pendapatan. Rasio ini mencerminkan performa fiskal pemerintah daerah dalam menghimpun pendapatan atau mengcover belanja, atau penghematan belanja dengan kondisi tertentu. Adapun rasio surplus/defisit Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2012 dan 2013 adalah sebesar 10,4% dan 9,8% (Tabel 4.1). Dengan kebijakan defisit anggaran yang semakin kecil dan disisi lain target pendapatan yang meningkat, maka diharapkan defisit anggaran tersebut dapat ditutupi dengan peningkatan pendapatan tersebut.
Tabel 4.1 Rasio Surplus/Defisit Terhadap Pendapatan (milyar rupiah)
2012 2013 Surplus/Defisit -3.184,29 -4.050,99 Total Pendapatan 30.642,74 41.525,33 Rasio Surplus/Defisit terhadap pendapatan 0,104 = 10,4 % 0,098 = 9,8 % Sumber: diolah dari APBD Pemprov DKI Jakarta
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 104 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
4.5.1.2 Rasio Surplus/defisit terhadap PDRB Rasio surplus/defisit terhadap PDRB merupakan perbandingan antara jumlah surplus/defisit dengan total PDRB di wilayah DKI Jakarta. Rasio ini menggambarkan kesehatan ekonomi secara regional di wilayah DKI Jakarta, yaitu apakah daerah itu mampu untuk memproduksi barang dan jasa yang cukup baik untuk membiayai hutang akibat defisit dalam APBD. Adapun rasio surplus/defisit Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2012 adalah sebesar 0,2% dan tahun 2013 sebesar 0,3% sebagaimana terlihat pada Tabel 4.2. Defisit anggaran yang semakin tinggi akan mendorong kegiatan perekonomian dalam masyarakat karena belanja yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Dengan meningkatnya kegiatan perekonomian tersebut berdampak pada peningkatan PDRB di wilayah DKI Jakarta.
Tabel 4.2 Rasio Surplus/Defisit Terhadap PDRB (milyar rupiah)
2011 2012 Surplus/Defisit -1.796,61 -3.184,29 Total PDRB 982.520 1.103.740 Rasio Surplus/defisit terhadap PDRB 0,002 = 0,2 % 0,003 = 0,3% Sumber : diolah dari APBD Pemprov DKI Jakarta
Defisit pada APBD Provinsi DKI Jakarta sebagian atau seluruhnya akan ditutup dari SILPA yang dimiliki oleh Pemprov DKI Jakarta. Adapun tujuan penggunaan dana SILPA salah satunya adalah untuk menutup pembiayaan defisit anggaran. Dari Tabel 6.8 terlihat bahwa Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2012 memiliki SILPA sebesar Rp 3,68 trilyun dan tahun 2013 memiliki target SILPA sebesar Rp 8,34 trilyun dan dana ini nantinya akan dapat digunakan untuk menutup defisit anggaran Provinsi DKI Jakarta tersebut.
4.5.1.3 Rasio SILPA terhadap alokasi belanja Rasio SILPA terhadap alokasi belanja mencerminkan proporsi belanja atau kegiatan yang tidak digunakan secara efektif oleh pemerintah daerah. Namun demikian besarnya nilai SILPA tidak hanya berasal dari sisa belanja atau kegiatan Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 105 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
yang tidak digunakan, melainkan juga berasal dari realisasi pendapatan yang lebih besar dari target yang telah ditetapkan dalam APBD. Untuk Pemprov DKI Jakarta realisasi pendapatan melebihi dari jumlah target pendapatan yang ditetapkan dalam APBD. Mungkin hanya terdapat beberapa daerah saja yang SILPA-nya bersumber dari realisasi pendapatan yang melebihi target APBD dan bukan dari sisa belanja atau kegiatan yang belum/tidak dilaksanakan, dan salah satunya adalah Provinsi DKI Jakarta. Dari sisi pencapaian target kinerja keuangan, DKI Jakarta adalah provinsi yang efektif dalam melakukan realisasi atas alokasi belanjanya, namun dari sisi target pendapatan, perlu dilakukan analisis yang lebih mendalam, apakah hal tersebut disebabkan adanya penerimaan yang memang belum diprediksi sebelumnya, atau karena salah dalam penetapan target pendapatan. Adapun Rasio SILPA terhadap belanja Provinsi DKI Jakarta tahun 2013 adalah sebagaimana terlihat pada Tabel 4.3. Rasio tersebut meningkat pada tahun 2013 jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Tabel 4.3 Rasio SILPA Terhadap Belanja (milyar rupiah)
2012 2013 SILPA TA sebelumnya 3.680,60 8.344,55 Total Belanja 33.827,03 45.576,33 Rasio SILPA terhadap Belanja 0,109= 10,9% 0,183 = 18,3% Sumber: diolah dari APBD Pemprov DKI Jakarta
SILPA pada Provinsi DKI Jakarta dari tahun 2013 meningkat hampir 80% dari tahun 2013. Kecenderungan ini bisa diartikan bahwa pemerintah daerah di Provinsi DKI Jakarta lebih optimis dalam estimasi atas dana yang akan diterima pada tahun anggaran berjalan akan tetapi tidak berani mengalokasikannya dalam jenis belanja untuk mendanai kegiatan layanan publik di APBD-nya.
4.5.2 Perkembangan Pembiayaan 4.5.2.1 Rasio Pinjaman daerah terhadap total pembiayaan Rasio pinjaman daerah terhadap total pembiayaan adalah rasio yang dipergunakan untuk mengetahui proporsi pencairan pinjaman yang dilakukan Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 106 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
daerah untuk membiayai defisit APBD. Semakin kecil rasio yang diperoleh dari perbandingan pinjaman daerah dengan pembiayaan daerah, maka pemda tersebut dapat menutup pembiayaan hanya bersumber dari SILPA, sehingga tidak memerlukan/mencari pinjaman untuk menutup defisit APBD-nya. Adapun rasio pinjaman terhadap pembiayaan Provinsi DKI Jakarta tahun 2012 dan 2013 sebagaimana pada Tabel 4.4, terlihat bahwa rasio pada tahun 2013 lebih kecil daripada rasio pada tahun 2012.
Tabel 4.4 Rasio Pinjaman Terhadap Pembiayaan (milyar rupiah)
2012 2013 Pinjaman Daerah 5.380,60 8.454,55 Pembiayaan Daerah 2.196,31 4.403,56 Rasio Pinjaman thd Pembiayaan 2.45 1.92 Sumber : diolah dari APBD Pemprov DKI Jakarta
Data di atas menunjukkan bahwa secara angka terjadi peningkatan pinjaman daerah yang dilakukan oleh Provinsi DKI Jakarta, namun secara proporsional pencairan pinjaman daerah untuk membiayai defisit yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta tahun 2013 menurun jika dibandingkan tahun 2012, yaitu dari sebesar 2,45 menjadi 1,92. Penurunan pinjaman daerah ini dipengaruhi oleh SILPA yang dimiliki oleh Pemprov DKI Jakarta. SILPA yang ada tersebut digunakan untuk menutup defisit anggaran tahun depan dan mengurangi pinjaman daerahnya.
4.5.2.2 Rasio Keseimbangan Primer Rasio keseimbangan primer adalah mengukur total pendapatan dikurangi total bunga dan belanja dibandingkan dengan total pendapatan itu sendiri. Rasio ini menggambarkan kemampuan pemda untuk membiayai defisit belanja. Rasio keseimbangan primer Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2013 lebih tinggi daripada tahun 2012, sebagaimana terlihat pada Tabel 4.5. Jika dibandingkan dengan Provinsi Jawa Timur pada tahun 2012, maka rasio keseimbangan primer Provinsi DKI Jakarta masih lebih rendah daripada Provinsi Jawa Timur yang hanya memiliki rasio -7%. Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 107 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Tabel 4.5 Rasio Keseimbangan Primer (milyar rupiah)
2012 2013 Total Pendapatan - (Total Belanja-Belanja Bunga) (3.188,64) (4.050,99) Total Pendapatan 30.642,74 41.525,34 Rasio Keseimbangan Primer (0.104) = -10,4 % (0.098) = - 9,8 % Sumber: diolah dari APBD Pemprov DKI Jakarta
Nilai yang dihasilkan dari perhitungan ini, sebagaian besar menghasilkan angka yang negatif. Hal ini berarti pendapatan yang diperoleh belum bisa memenuhi kebutuhan belanjanya. Atau bisa dikatakan juga kebijakan anggaran yang diambil adalah kebijakan anggaran yang defisit. Anggaran defisit dilaksanakan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan cara meningkatkan belanja, yang akhirnya meningkatkan kegiatan perekonomian. Dengan meningkatnya kegiatan ekonomi diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dari pajak atau retribusi yang diperoleh dari kegiatan ekonomi tersebut. BAB V PENUTUP Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 108 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Bab V Penutup
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan dan analisis pada bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1. Tingkat inflasi di Provinsi DKI Jakarta bulan Desember 2013 sebesar 0,78%, lebih tinggi dibanding inflasi nasional pada bulan yang sama sebesar 0,55%. Namun demikian dilihat dari polanya, pola perkembangan inflasi Provinsi DKI Jakarta dan nasional memiliki pola yang sama, dikarenakan bobot inflasi Provinsi DKI Jakarta terhadap inflasi nasional secara keseluruhan sekitar 29%. Kontribusi ini membuat pergerakan harga di Provinsi DKI Jakarta bisa memberi andil yang cukup besar pada pergerakan harga pada level nasional. Dampak inflasi meskipun masih dalam kategori inflasi rendah, berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi Provinsi DKI Jakarta. Secara komulatif PDRB DKI Jakarta tahun 2013 tumbuh sebesar 6,11%, sedikit lebih lambat dibandingkan dengan tahun 2012 yang mencapai 6,53%. Inflasi yang diperkirakan berdampak pada pengeluaran per kapita penduduk, menunjukkan sebaliknya yaitu peningkatan pengeluaran atau konsumsi masyarakat. Tahun 2012 pengeluaran per kapita penduduk sebesar Rp 1.488.183,- dengan tingkat inflasi sebesar 4,52%, meningkat di tahun 2013 menjadi Rp 1.528.429,- dengan tingkat inflasi sebesar 8%. 2. Pertumbuhan ekonomi di Provinsi DKI Jakarta berdasarkan PDRB atas dasar harga berlaku tiap tahunnya menunjukkan tren peningkatan. PDRB Provinsi DKI Jakarta tahun 2010 sebesar Rp 861,99 trilyun meningkat menjadi Rp 982,52 trilyun di tahun 2011, meningkat menjadi Rp 1.103,74 trilyun tahun 2012 dan Dalam Bab ini diuraikan beberapa kesimpulan dari indikator-indikator perekonomian dan analisis yang dilakukan terhadap indikator-indikator tersebut. Kemudian dari kesimpulan tersebut dipaparkan beberapa rekomendasi yang dapat dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta atas permasalahan yang ada
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 109 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
tahun 2013 mencapai Rp 1.255,9 trilyun. Nilai PDRB Provinsi DKI Jakarta merupakan yang terbesar dibanding provinsi lain dan berkontribusi sekitar 16- 17% dari total nasional. Selama ini kontribusi terbesar pertumbuhan ekonomi di Provinsi DKI Jakarta adalah sektor konsumsi masyarakat. Konsumsi masyarakat yang besar, mencerminkan bahwa pendapatan per kapita penduduk yang besar dan hal tersebut menjadi indikator kesejahteraan masyarakatnya. Komponen konsumsi rumah tangga selama tahun 2013 memberikan kontribusi terbesar terhadap PDRB Provinsi DKI Jakarta sebesar 57,56% atau Rp 722,94 trilyun, meningkat dibanding tahun 2012 yang mencapai 56,88%. Kontribusi terbesar kedua ada pada komponen ekspor sebesar 54,57%, ketiga komponen PMTB + perubahan stok sebesar 37,81%, berikutnya adalah komponen konsumsi pemerintah sebesar 9,79%. Meningkatnya pertumbuhan ekonomi di Provinsi DKI Jakarta ternyata tidak diikuti dengan pemerataan pendapatan penduduknya. Rasio ketimpangan pendapatan (gini rasio), menunjukkan ketimpangan distribusi pendapatan yang semakin meningkat, yaitu sebesar 0,42 tahun 2012 dan meningkat menjadi sebesar 0,43 pada tahun 2013 atau kategori ketimpangan sedang. 3. Angka IPM Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2010 sebesar 77,60 lalu meningkat menjadi sebesar 77,97 di tahun 2011 dan kembali meningkat menjadi 78,33 di tahun 2012. Angka IPM Provinsi DKI Jakarta lebih tinggi dari IPM Nasional, hal tersebut menandakan tingkat kesejahteraan penduduk Provinsi DKI lebih tinggi dibanding dengan daerah lainnya. Tingginya Angka IPM Provinsi DKI Jakarta khususnya tahun 2012, didukung keberhasilan dari komponen pembentuk IPM yaitu Angka Harapan Hidup yang mencapai 73,5 tahun, Angka Melek Huruf mendekati 100% yaitu 99,21%, dan kemudian Rata-rata Lama Sekolah sebesar 10,98 tahun atau setara kelas 2 SLTA serta Pendapatan Perkapita Disesuaikan yang mencapai Rp 635.290,-. 4. Estimasi pendapatan negara baik yang berasal dari pajak maupun bukan pajak di wilayah Provinsi DKI Jakarta TA 2013 diperkirakan sebesar Rp 838,7 trilyun, sedangkan realisasi pendapatan negara dan hibah pada LKPP Kuasa BUN Tingkat Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi DKI Jakarta sampai dengan Semester II TA 2013 adalah sebesar Rp 584.56 trilyun. Hal ini berarti Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 110 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
pendapatan negara di wilayah Provinsi DKI Jakarta telah mencapai 69,7% dari estimasi pendapatan yang tercantum dalam DIPA. 5. Pagu belanja negara yang ditetapkan dalam DIPA TA 2013 untuk Kementerian Negara/Lembaga/Satker di wilayah Provinsi DKI Jakarta adalah sebesar Rp 1.272,57 trilyun. Pagu belanja Negara tersebut sampai dengan Semester II Tahun Anggaran 2013 direalisasikan mencapai Rp 1.194,54 trilyun atau mencapai 93,86%. 6. Di Provinsi DKI Jakarta terdapat 34 (tiga puluh empat) Satker BLU Pusat dari total 2.134 satker yang ada, dengan rincian 8 (delapan) Satker BLU di sektor Pendidikan , 11 (sebelas) satker BLU di sektor Kesehatan dan 15 (lima belas) Satker BLU di sektor lainnya. Seluruh BLU tersebut berstatus satker BLU penuh sehingga dapat mempergunakan langsung 100% PNBP-nya, tanpa harus disetorkan terlebih dahulu ke Rekening Kas Negara. Untuk BLU sektor Pendidikan, Satker yang memiliki porsi pagu PNBP diatas 65% dari total pagunya sampai Semester II Tahun 2013 adalah BBPPPIP (69%) dan Universitas Indonesia (70%). Dari sektor Kesehatan, satker yang memiliki porsi pagu PNBP diatas 65% dari total pagunya sampai Semester II Tahun 2013 adalah RSCM (66%), RS Fatmawati (69% ), RS Persahabatan (68%), RS Jantung Harapan Kita (89%), dan RS Kanker Dharmais (76%). Untuk BLU sektor Lainnya, terdapat Satker BLU dengan tingkat kemandirian penuh mencapai 100% yaitu Satker Bidang Pendanaan Sekretariat Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), Pusat Pembiayaan Pembangunan Hutan, Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno, Pusat Pengelolaan Komplek Kemayoran, Pusat Pembiayaan Perumahan, Pusat Pemanfaatan Teknologi Dirgantara, dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan. Sedangkan BLU Sektor lainnya yang memiliki pagu PNBP diatas 65% meliputi Pusat Investasi Pemerintah (98%), Lembaga Pengelola Dana Bergulir (91%), Balai Penyedia dan Pengelola Pembiayaan Telekomunikasi dan Informatika (99,9%), Pusat Pelayanan Teknologi/BPPT Enjinering (89%) dan Badan Pengusahaan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas BATAM (76%). 7. Sampai dengan akhir Semester II tahun 2013 di wilayah kerja Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi DKI Jakarta terdapat 221 Satker yang mengelola dana PNBP dari total 2.134 Satker yang ada. Satker PNBP mempunyai potensi pendapatan dari PNBP tetapi belum menjadi satker BLU, Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 111 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
sehingga seluruh penerimaan wajib disetorkan terlebih dahulu ke Rekening Kas Negara (tidak boleh digunakan secara langsung). Penggunaan dana PNBP tersebut dilakukan dengan pencairan anggaran di KPPN mitra kerja satker masing-masing. Total pagu dana PNBP yang dikelola 221 Satker tersebut sebesar Rp 7.326 milyar dan sampai akhir Semester II TA 2013 terealisasi sebesar Rp 4.509 milyar. 8. Penerusan Pinjaman (Subsidiary Loan Agreement) yang terdapat pada Provinsi DKI Jakarta berjumlah 8 delapan pinjaman, terdiri atas 5 pinjaman yang dikelola oleh PDAM dan 3 pinjaman yang dikelola oleh Pemprov DKI Jakarta. Jumlah pinjaman yang disalurkan oleh Direktorat SMI kepada PDAM dan Pemprov DKI adalah sebesar Rp 1,438 trilyun. Sedangkan jumlah tagihan yang menjadi hak pemerintah/kewajiban debitur per 31 Desember 2013 sebesar Rp 377,6 milyar. 9. Pendapatan pada APBD Provinsi DKI Jakarta tahun 2013 ditargetkan sebesar Rp 41,5 trilyun meningkat sebesar Rp 10,9 trilyun atau 35,6% dari pendapatan pada tahun 2012 sebesar Rp 30,6 trilyun. Komponen pendapatan sebesar itu, terutama diharapkan dapat terpenuhi dari penerimaan Pendapatan Asli Daerah (PAD) yaitu Pajak Daerah, Retribusi Daerah serta dari Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah. Apabila dibandingkan dengan pendapatan secara keseluruhan, maka jumlah PAD di Provinsi DKI Jakarta menunjukkan persentase yang signifikan. Perbandingan total PAD dengan total Pendapatan dalam APBD secara nasional pada tahun 2012 mencapai 47%, sedangkan PAD Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2012 sebesar 60,98% dari total pendapatan dan tahun 2013 ditargetkan PAD nya mencapai 64,3% dari total pendapatan. Hal inilah menunjukkan tingkat kemandirian APBD Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang tinggi. Sampai dengan akhir Triwulan III TA 2013, realisasi pendapatan Pemprov DKI Jakarta baru mencapai 65,54% dari estimasi pendapatan atau sebesar Rp 27,2 trilyun yang terdiri dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum serta Lain-lain Pendapatan yang Sah. Sedangkan dari sisi belanja, realisasi sampai dengan Triwulan III TA 2013 baru mencapai 40,14% dari pagu belanja atau sebesar Rp 18,29 trilyun. Belanja tersebut terdiri dari belanja langsung dan belanja tidak langsung. Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 112 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Pendapatan per kapita penduduk Provinsi DKI Jakarta tahun 2013 didasarkan atas PDRB dengan jumlah penduduk, adalah sebesar Rp 126 juta atau pendapatan per bulan sebesar Rp 10,5 juta. Pendapatan penduduk yang tinggi merupakan potensi penerimaan negara/daerah sebagai kontribusi penduduk melalui setoran pajak, bea cukai dan setoran lainnya. 10. Alokasi belanja Pemprov DKI Jakarta TA 2013 ditetapkan sebesar Rp 45,5 trilyun, terdiri dari alokasi untuk belanja langsung sebesar Rp 30,99 trilyun dan belanja tidak langsung sebesar Rp 14,58 trilyun. Alokasi belanja tersebut naik sebesar Rp 11,7 trilyun dari belanja pada tahun 2012 yang sebesar Rp 33,83 trilyun. Tahun 2013 total belanja APBD Provinsi DKI Jakarta sebesar Rp 45,58 trilyun. Dengan jumlah penduduk sebesar 10 juta orang, rasio belanja per kapita sebesar Rp 4,52 juta. Angka ini menunjukkan bahwa setiap penduduk di Provinsi DKI Jakarta mendapatkan alokasi belanja sebesar Rp 4,52 juta. 11. APBD Provinsi DKI Jakarta merupakan APBD yang defisit dimana pendapatan yang ditargetkan lebih kecil dari belanja yang direncanakan. Defisit APBD Provinsi DKI pada tahun 2013 adalah sebesar Rp 4,05 trilyun atau naik dari defisit anggaran pada tahun 2012 sebesar Rp 3,2 trilyun. Defisit APBD tersebut ditutup dengan penerimaan pembiayaan yang berasal dari SILPA dan/atau pinjaman daerah. 12. Alokasi APBN tahun 2013 untuk Provinsi DKI Jakarta melalui Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan dan Urusan Bersama sebesar Rp 502,42 milyar, turun sebesar Rp 156,24 milyar dibanding tahun 2012 sebesar Rp 658,95 milyar. Dengan pagu total belanja APBD tahun 2013 sebesar Rp 45,58 trilyun, rasio belanja APBN terhadap total belanja APBD sebesar 1,1%. Rasio tersebut turun dibanding tahun 2012 sebesar 1,9%. Menurunnya rasio belanja APBN, menunjukkan kemampuan fiskal dan IPM Pemprov DKI Jakarta semakin tinggi. 13. Pada tahun 2013 rasio belanja pegawai pada Provinsi DKI Jakarta adalah sebesar 28,1%. Rasio ini lebih kecil jika dibandingkan dengan rasio belanja pegawai rata-rata nasional yaitu sebesar 42,78%. Besarnya rasio belanja pegawai dari tahun 2009 sampai dengan 2013 menunjukkan tren semakin menurun. Hal ini mengindikasikan Pemprov DKI Jakarta sangat efisien dan efektif dalam mengalokasikan belanja pegawai dan memberdayakan pegawainya, serta memberikan porsi yang lebih untuk belanja non pegawai. Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 113 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
14. Alokasi belanja modal yang dialokasikan pada APBD Provinsi DKI Jakarta menunjukkan kecenderungan yang meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2009 rasio belanja modal adalah sebesar 26,85% atau sebesar Rp 5,9 trilyun. Selanjutnya rasio tersebut bertambah besar setiap tahunnya dan pada tahun 2013 rasio belanja modalnya menjadi 34,52% atau sebesar Rp 15,7 trilyun. Rasio belanja modal Pemerintah Pusat di Provinsi DKI Jakarta pada tahun 2012 adalah sebesar 413% dan tahun 2013 sebesar 349%. Namun demikian alokasi belanja modal pada satker tersebut tidak sepenuhnya digunakan untuk pengeluaran/belanja yang berlokasi di wilayah Provinsi DKI Jakarta, tetapi dapat tersebar di seluruh wilayah Indonesia. Lokasi di DKI Jakarta hanya pencairan anggarannya saja, namun lokasi proyeknya dapat berada di luar Provinsi DKI Jakarta. 15. Ruang fiskal yang tersedia bagi Pemprov DKI Jakarta meningkat secara signifikan dari tahun 2010 sebesar Rp 14,58 trilyun dan tahun 2013 sebesar Rp 30,37 trilyun atau meningkat lebih dari dua kali lipat dibanding tahun 2010. Ruang fiskal Provinsi DKI Jakarta tahun 2013, lebih tinggi dibanding dengan rata-rata nasional. 16. Tingkat Kemandirian Daerah pada Provinsi DKI Jakarta dari tahun 2009 sampai dengan 2013 menunjukkan tren peningkatan, dimana rasio PAD lebih besar dari pada rasio dana transfer. Rasio PAD tahun 2009 sebesar 0,539 dan pada tahun 2013 menjadi 0,642, sementara rasio dana transfer pada tahun 2009 sebesar 0,461 dan tahun 2013 menjadi 0,223.
5.2 Rekomendasi
1. Sehubungan dengan tren semakin meningkatnya gini rasio di Provinsi DKI Jakarta, maka diharapkan Pemprov DKI Jakarta menjalankan kebijakan- kebijakan pembangunan yang lebih berorientasi pada pemerataan atau distribusi pendapatan masyarakat yang lebih berkeadilan. Prioritas pembangunan yang lebih menyentuh pada hajat hidup rakyat banyak agar lebih ditingkatkan lagi, yaitu mengedepankan program-program yang menunjang pertumbuhan ekonomi, peningkatan penyediaan lapangan kerja dan upaya pengentasan kemiskinan. Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 114 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
2. Pemprov DKI Jakarta sudah sangat mandiri dan tingkat ketergantungannya terhadap APBN relatif kecil. Namun demikian, Pemprov DKI Jakarta hendaknya terus kreatif dan inovatif untuk menggali potensi dan sumber daya di daerahnya yang belum dikelola secara optimal. Di samping itu, akuntabiltas pemungutan, penatausahaan dan pengelolaan PAD agar terus ditingkatkan, misalnya dengan menerapkan sistem pembayaran pajak daerah secara online untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pemungutan dan penyetoran pajak daerah, optimalisasi pembinaan dan pengawasan pemungutan pajak. 3. Sebagai Ibu Kota Negara, tidak bisa dipungkiri lagi bahwa kondisi fiskal Provinsi DKI Jakarta sangat mempengaruhi kondisi fiskal nasional, dimana sebagian besar alokasi belanja APBN dan potensi penerimaan Negara/Daerah terpusat di Provinsi DKI Jakarta. Untuk itu diperlukan kerja sama dan koordinasi yang lebih intensif antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta dalam pengelolaan keuangan Negara/Daerah. 4. Terkait tingkat penyerapan anggaran belanja negara di Provinsi DKI Jakarta yang cenderung terjadi penumpukan pada akhir Tahun Anggaran, direkomendasikan agar Pemprov DKI Jakarta dapat berperan lebih aktif dalam mengedukasi SKPD di bawahnya agar penyerapan anggaran dapat berjalan secara proporsional sepanjang tahun anggaran berjalan. Untuk itu perlu dilakukan sosialisasi terus menerus kepada SKPD sehingga diharapkan pelaksanaan APBN dapat lebih dipercepat, lebih efektif, efisien dan akuntabel. 5. Kemandirian BLU dapat dilihat dari berkurangnya porsi alokasi pagu Rupiah Murni (RM) dan meningkatnya porsi alokasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Oleh karena itu diharapkan kepada Satker BLU maupun BLUD dapat meningkatkan kemandiriannya dengan mencapai porsi PNBP minimal mencapai 65% dari total pagu anggarannya. Akan tetapi untuk mencapai kemandirian tersebut tetap harus memperhatikan prinsip utama BLU yang tidak semata-mata mencari keuntungan, sehingga tidak memberatkan masyarakat. 6. Satker-satker pengelola PNBP yang berpotensi untuk ditingkatkan statusnya menjadi Satker BLU hendaknya terus dilakukan pembinaan secara intensif oleh kementerian teknis terkait dan Kementerian Keuangan agar dapat terus meningkatkan kemandiriannya dan dapat ditetapkan sebagai Satker BLU. 7. Masalah infrastruktur yang dihadapi Provinsi DKI Jakarta saat ini dan prioritas adalah panjang jalan raya yang masih kurang ideal, sehingga menimbulkan Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman 115 Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
kemacetan yang parah. Hal ini disebabkan oleh jumlah kendaraan yang tidak sebanding dengan panjang jalan. Masalah kemacetan di Provinsi DKI Jakarta secara ekonomi, menyebabkan peningkatan waktu tempuh (inefisiensi waktu), biaya transportasi secara signifikan, gangguan yang serius bagi pengangkutan produk-produk ekspor-impor (logistik secara umum), penurunan tingkat produktivitas kerja, dan pemanfaatan energi yang sia-sia. Direkomendasikan agar Pemprov DKI Jakarta bekerja sama dan berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah lainnya maupun dengan Pemerintah Pusat guna mengatasi masalah krusial tersebut. 8. Untuk mewujudkan cita-cita Jakarta Baru, kota modern yang tertata rapi, menjadi tempat hunian yang layak dan manusiawi, memiliki masyarakat yang berkebudayaan, dan dengan pemerintahan yang berorientasi pada pelayanan publik, maka diperlukan kebijakan fiskal yang selaras antara Pemerintah Pusat dan Pemprov DKI Jakarta, misalnya dalam hal melaksanakan program-program yang bersifat mengikat seperti halnya dukungan pencapaian target pembangunan nasional (Pro Poor, Pro Job, Pro Growth, Pro Environtment), pemenuhan ketentuan perundang-undangan (anggaran pendidikan lebih dari 20%), pendampingan program-program pemerintah pusat, serta pendampingan program-program yang didanai oleh Lembaga Keuangan Internasional.
Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman xix Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal/Laporan Bank Indonesia, Kajian Ekonomi Regional Jakarta Triwulan I Tahun 2013, Jakarta; Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi DKI Jakarta, Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tingkat Kuasa BUN Tahun 2012, Jakarta; Kanwil Ditjen Perbendaharaan Provinsi DKI Jakarta, Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tingkat Kuasa BUN Tahun 2013, Jakarta; BPS, Susenas September 2012, Maret dan September 2013, Jakarta; BPS Provinsi DKI Jakarta, Berita Resmi Statistik, No. 29/7/13 Th.XV, I Juli 2013, Jakarta; BPS Provinsi DKI Jakarta. Jakarta Dalam Angka 2013, Jakarta; Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Laporan Keuangan Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta Tahun Anggaran 2012 (Audited), 2013, Jakarta;
Buku Kuncoro, Mudrajad.(2013). Mudah Memahami dan Menganilsis Indikator Ekonomi. Yogyakarta.UPP STIM YKPN
Peraturan Perundang-undangan Republik Indonesia, Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 No. 130 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No.5049; Republik Indonesia, Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 2004 No.126 dan Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 4438; Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintah Daerah; Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 101/PMK.02/2011 tentang Klasifikasi Anggaran; Kajian Fiskal Regional Provinsi DKI Jakarta 2013
Halaman xx Kanwil Ditjen Perbendaharaan Prov DKI Jakarta
Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 169/PMK.02/2012 tentang Organiasai dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan Republik Indonesia, Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 051/U/2002 tentang Penerimaan Siswa Pada Taman Kanak-Kanak dan Sekolah;
Internet www.bi.go.id www.jakarta.go.id www.jakarta.bps.go.id www.djpk.depkeu.go.id www.bappedajakarta.go.id www.jppn.com www.iec.co.id www.depkes.go.id
KEMENTERIAN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL PERBENDAHARAAN KANTOR WILAYAH PROVINSI DKI JAKARTA Jl. Otto Iskkandardinata No.53-55 Jakarta 13330 Telepon (021) 8195503 Faximile (021) 8195583 www. kanwildjpbnjakarta.net