Anda di halaman 1dari 8

A.

Prosedur Permohonan Pailit ke Pengadilan Niaga


Undang-Undang Kepailitan membentuk suatu peradilan khusus yang berwenang menangani perkara
kepailitan, yaitu Pengadilan Niaga. Kedudukan Pengadilan Niaga berada di lingkungan Peradilan
Umum. Pembentukan peradilan khusus ini diharapkan dapat menyelesaikan masalah kepailitan
secara cepat dan efektif. Proses permohonan putusan pernyataan pailit diatur dalam Pasal 6 sampai
dengan Pasal 11 Undang-Undang Kepailitan. Prosesnya dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Pendaftaran Permohonan Kepailitan
Permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan atas permintaan seorang atau lebih para subjek
pemohon yang berwenang sebagaimana diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Kepailitan.
Permohonan ini ditujukan kepada Ketua Pengadilan Niaga yang daerah hukumnya meliputi daerah
tempat kedudukan hukum Debitor. Hal ini diatur dalam Pasal 3 Undang-Undang Kepailitan tentang
kompetensi relatif Pengadilan Niaga, yaitu
a. Dalam hal Debitor telah meninggalkan wilayah Negara Republik Indonesia, Pengadilan yang
berwenang menjatuhkan putusan atas permohonan pernyataan pailit adalah Pengadilan yang
daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan hukum terakhir Debitor.
b. Apabila Debitor adalah pesero suatu firma, Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat
kedudukan hukum firma tersebut juga berwenang memutuskan.
c. Bagi debitur yang tidak berkedudukan di wilayah negara Republik Indonesia tetapi menjalankan
profesi atau usahanya di wilayah negara Republik Indonesia, Pengadilan yang berwenang
memutuskan adalah Pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat kedudukan atau kantor
pusat Debitor menjalankan profesi atau usahanya di wilayah Negara Republik Indonesia.
d. Dalam hal Debitor merupakan badan hukum, tempat kedudukan hukumnya adalah sebagaimana
dimaksud dalam anggaran dasarnya.
Pemohon juga harus menyertakan berkas-berkas yang menjadi syarat-syarat pengajuan, antara lain :
a. Surat permohonan bermaterai yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan Niaga.
b. Kartu Advokat.
c. Bukti yang menunjukkan adanya perikatan (perjanjian jual beli, hutang piutang, putusan
pengadilan, commercial paper, faktur, kwitansi, dan lainlain.
d. Surat Kuasa Khusus.
e. Tanda Daftar Perusahaan yang dilegalisir oleh kantor perdagangan.
f. Perincian hutang yang tidak dibayar.
g. Terjemahan dalam bahasa Indonesia oleh penterjemah resmi (disumpah), jika menyangkut bahasa
asing.
h. Nama dan alamat masingmasing kreditur / debitur.
Sistematika surat permohonan pernyataan pailit pada dasarnya sama dengan surat gugatan biasa,
hanya saja dalam kepailitan perlu ditambahkan pengangkatan kurator dan hakim pengawas. Surat
permohonan setidaknya memuat hal-hal sebagai berikut :
a Tempat dan tanggal permohonan
b Alamat Pengadilan Niaga yang berwenang
c Identitas Pemohon dan kuasanya
d Identitas Termohon
e Posita (uraian alasan permohonan), berisi :
i). uraian fakta , selain mengemukakan urutan peristiwa yang mendasar sebisa mungkin juga
diuraikan secara jelas unsur-unsur yang memenuhi kepailitan seperti yang tertuang dalam Pasal 2
UUK, misalnya :
tentang adanya utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih
kedudukan pemohon sebagai kreditor, debitor, atau pihak yang berwenang.
tentang adanya kreditor lain.
ii). perlunya sita jaminan, bila ada
iii). perlunya pengangkatan kurator
iv). perlunya pengangkatan Hakim Pengawas
f Petitum (tututan hukum), berisi permohonan sbb:
i). mengabulkan permohonan pemohon;
ii). menyatakan termohon dalam keadaan pailit dengan segala akibat hukumnya;
iii). menyatakan sah dan berharga sita jaminan, bila dimohonkan
iv). mengangkat dan menunjuk kurator
v). menunjuk hakim pengawas
vi). menghukum termohon untuk membayar biaya perkara
g Tanda tangan kuasa hukum pemohon.

Setelah menerima pendafaran tersebut Panitera Pengadilan kemudian mendaftarkan permohonan
pernyataan kepailitan pada tanggal permohonan dan kepada pemohon diberikan tanda terima
tertulis yang ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dengan tanggal yang sama dengan
tanggal pendaftaran. Hal yang perlu diingat oleh pemohon ialah bahwa Permohonan pernyataan
pailit yang diajukan sendiri oleh kreditor ataupun debitor sendiri wajib memakai advokat yang
memiliki izin praktik beracara. Namun, apabila permohonan pernyataan pailit diajukan oleh Bank
Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, dan Menteri Keuangan, tidak diperlukan advokat. Adapun
dasar yang menjadi pertimbangan ketentuan tersebut adalah bahwa di dalam suatu proses
kepailitan dimana memerlukan pengetahuan tentang hukum dan kecakapan teknis, perlu kedua
pihak yang bersengketa dibantu oleh seorang atau beberapa ahli yang memiliki kemampuan teknis,
agar segala sesuatunya berjalan dengan layak dan wajar.

2. Penyampaian kepada Ketua Pengadilan
Berkas permohonan yang diterima oleh Panitera Muda Perdata dapat dibuatkan tanda terima
sementara, berupa formulir yang diisi nomor permohonan, tanggal penyerahan permohonan, nama
Penasehat Hukum yang menyerahkan, nama pemohon, tanggal kembali ke Pengadilan, dalam hal
berkas perkara belum selesai diteliti. Pemeriksaan persyaratan serta kelengkapan permohonan
dilakukan dengan cara memberikan tanda pada formulir (check-list) sehingga apabila ada
kekurangan langsung dapat terlihat. Berkas permohonan yang belum lengkap dikembalikan pada
penasehat hukum, dengan dijelaskan supaya melengkapi surat-surat sesuai dengan kekurangan yang
tercantum dalam formulir kelengkapan berkas permohonan (check-list). Berkas perkara yang telah
lengkap dibuatkan SKUM (Surat Kuasa Untuk Membayar) dalam rangkap tiga :
a. lembar pertama untuk pemohon;
b. lembar kedua untuk dilampirkan dalam berkas permohonan;
c. lembar ketiga untuk kasir.
Biaya perkara di Pengadilan Niaga besarnya ditentukan sesuai dengan Surat Keputusan Ketua
Pengadilan Niaga. Panjar biaya perkara dibayar kepada kasir; Kasir setelah menerima pembayaran
menandatangani, membubuhkan cap stempel lunas pada SKUM dan sekaligus mencantumkan
nomor perkara baik pada SKUM maupun pada lembar pertama surat permohonan; Setelah proses
pembayaran panjar biaya perkara selesai, petugas mencatat datadata dan memberi nomor
perkara. Cara menentukan nomor perkara didasarkan pada tata urutan penerimaan panjar biaya
perkara. Untuk menentukan nomor perkara kasasi dan perkara Peninjauankembali, digunakan
nomor perkara awal (nomor pendaftaran pada saat diajukan pada Pengadilan Niaga); Panitera
selanjutnya paling lambat 2 (dua) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan harus
menyampaikan permohonan tersebut kepada Ketua Pengadilan sebagaimana diatur dalam Pasal 6
ayat (4) UUK.
3. Penetapan hari sidang
Berdasarkan Pasal 6 ayat (5) UUK, Pengadilan paling lambat 3 (tiga) hari setelah tanggal permohonan
pernyataan pailit didaftarkan wajib mempelajari permohonan dan menetapkan hari sidang.
4. Sidang Pemeriksaan
Sidang pertama pemeriksaan atas permohonan pernyataan pailit diselenggarakan dalam jangka
waktu paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan. Menurut Pasal 6
ayat (7) UUK, Pengadilan dapat menunda penyelenggaraan sidang tersebut sampai dengan paling
lambat 25 (dua puluh lima) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan. Penundaan ini atas
permohonan debitor dan harus disertai alasan yang cukup. Pada sidang pemeriksaan tersebut
pengadilan wajib memanggil Debitor, dalam hal permohonan pernyataan pailit diajukan oleh
Kreditor, Kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas Pasar Modal, atau Menteri Keuangan,
sedangkan apabila permohonan diajukan oleh debitor pengadilan dapat memanggil kreditor. Hal ini
dilakukan jika terdapat keraguan bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) telah terpenuhi atau tidak. Pemanggilan oleh pengadilan ini dilakukan paling
paling lambat 7 (tujuh) hari sebelum sidang pertama pemeriksaan dilaksanakan. Sidang ini
selanjutnya berjalan sebagaimana proses beracara perdata biasa, hanya saja proses beracara di
Pengadilan Niaga hanya berlaku dengan tulisan atau surat (schiftelijke procedure). Acara dengan
surat berarti bahwa pemeriksaan perkara pada pokoknya berjalan dengan tulisan. Akan tetapi,
kedua belah pihak mendapat kesempatan juga untuk menerangkan kedudukannya dengan lisan.
Dalam persidangan ini pemohon harus hadir, Apabila dalam sidang pertama Pemohon tidak hadir,
padahal panggilan telah disampaikan secara sah (patut), maka perkara dinyatakan gugur. Apabila
Pemohon menghendaki, dapat mengajukan-nya lagi sebagai perkara baru. Jika Termohon tidak
datang dan tidak ada bukti bahwa panggilan telah disampaikan kepada Termohon maka sidang harus
diundur dan Pengadilan harus melakukan panggilan lagi kepada Termohon. Selama putusan atas
permohonan pernyataan pailit belum diucapkan, setiap kreditor, kejaksaan, Bank Indonesia,
Bapepam, atau Menteri Keuangan dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk :
a. meletakkan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh kekayaan debitor ; atau
b. menunjuk kurator sementara untuk mengawasi :
1) pengelolaan usaha debitor; dan
2) pembayaran kepada debitor, pengalihan, atau pengagunan kekayaan debitor yang dalam
kepailitan merupakan wewenang kurator
Pengadilan hanya dapat mengabulkan permohonan tersebut apabila hal tersebut diperlukan guna
melindungi kepentingan kreditor. Ratio legis (logika ketentuan) dari norma ini adalah agar dalam
proses kepailitan sebelum putusan dijatuhkan harta yang dimiliki debitor pailit tidak dialihkan atau
ditransaksikan, sehingga kemungkinan jika dialihkan atau ditransaksikan bisa merugikan kreditor
nantinya. Dalam hukum kepailitan memang dikenal instrumen hukum yang namanya actio pauliana,
yakni suatu gugatan pembatalan atas transaksi yang dilakukan oleh debitor pailit yang merugikan
kreditor. Namun, instrumen actio pauliana ini jauh lebih rumit dan dalam praktik belum pernah ada
gugatan actio pauliana yang dikabulkan hakim. Pengadilan Niaga dalam permohonan kepailitan
menganut sistem pembuktian sederhana sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (4)UUK,
Pemeriksaan perkara kepailitan di Pengadilan Niaga berlangsung lebih cepat, hal ini dikarenakan
Undang-Undang Kepailitan memberikan batasan waktu proses kepailitan. Selain itu, lebih cepatnya
waktu pemeriksaan perkara di Pengadilan Niaga antara lain dipengaruhi oleh sistem pembuktian
yang dianut, yaitu bersifat sederhana atau pembuktian secara sumir, ini dapat dilihat dalam
ketentuan Pasal 8 ayat (4) Undang-Undang Kepailitan. Permohonan pernyataan pailit harus
dikabulkan apabila terdapat fakta yang terbukti secara sederhana bahwa pernyataan untuk
dinyatakan pailit telah terpenuhi. Pembuktian hanya meliputi syarat untuk dapat dipailitkan yaitu,
adanya utang yang telah jatuh tempo dan dapat ditagih, adanya kreditor yang lebih dari satu serta
adanya fakta bahwa debitor atau termohon pailit telah tidak membayar utangnya. Sifat pembuktian
yang sederhana dapat digunakan hakim niaga sebagai alasan untuk menolak permohonan pailit yang
diajukan kepadanya. Hakim dapat menyatakan bahwa perkara yang diajukan itu adalah perkara
perdata biasa. Jika suatu perkara dikategorikan hakim niaga sebagai perkara yang pembuktiannya
berbelit-belit, maka hakim dapat menyatakan bahwa kasus itu bukan kewenangan Pengadilan Niaga.
5. Putusan Hakim
Menurut Pasal 8 ayat (5), putusan pengadilan atas permohonan pernyataan pailit harus diucapkan
paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan. Inilah
yang membedakan antara Pengadilan Niaga dan Peradilan umum dimana Hakim diberi batasan
waktu untuk menyelesaikan perkara. Putusan atas permohonan pernyataan pailit diucapkan dalam
sidang yang terbuka untuk umum. Majelis hakim dalam menjatuhkan putusan harus memuat pasal
tertentu dari peraturan perundang-undangan yang bersangkutan dan/atau sumber hukum tak
tertulis yang dijadikan dasar untuk mengadili; dan pertimbangan hukum dan pendapat yang berbeda
dari hakim anggota atau ketua majelis (dissenting opinion). Secara umum isi dan sistematika putusan
juga sama dengan putusan pada perkara perdata yang meliputi :

a. Nomor putusan
b. Kepala putusan Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
c. Identitas pemohon pailit dan kuasa hukumnya, serta termohon pailit dan kuasa hukumnya
d. Tentang duduk perkaranya
e. Tentang Pertimbangan Hukumnya
f. Amar Putusan
g. Tanda tangan Majelis Hakim dan Panitera
Perlu diketahui bahwa menurut Pasal 8 ayat (7) Undang-Undang Kepailitan, putusan atas
permohonan pernyataan pailit di Pengadilan Niaga dapat dilaksanakan lebih dahulu, meskipun
terhadap putusan tersebut masih diajukan upaya hukum atau putusan tersebut bersifat serta merta.
Undang-Undang Kepailitan mewajibkan kurator untuk melaksanakan segala tugas dan
kewenangannya untuk mengurus dan atau membereskan harta pailit terhitung sejak putusan
pernyataan pailit ditetapkan. Meskipun putusan pailit tersebut di kemudian hari dibatalkan oleh
suatu putusan yang secara hierarkhi lebih tinggi. Semua kegiatan pengurusan dan pemberesan oleh
kurator yang telah dilakukan terhitung sejak putusan kepailitan dijatuhkan hingga putusan tersebut
dibatalkan, tetap dinyatakan sah oleh undang-undang. Salinan putusan Pengadilan selanjutnya wajib
disampaikan oleh juru sita dengan surat kilat tercatat kepada Debitor, pihak yang mengajukan
permohonan pernyataan pailit, Kurator, dan Hakim Pengawas paling lambat 3 (tiga) hari setelah
tanggal putusan atas permohonan pernyataan pailit diucapkan.

B. Akibat Hukum Pernyataan Pailit
Suatu Putusan Pernyataan pailit mengubah status hukum debitor menjadi tidak cakap untuk
melakukan perbuatan hukum, menguasai, dan mengurus harta kekayaannya sejak putusan
pernyataan pailit diucapkan. Akibat lain dari putusan pernyataan pailit antara lain:
1. Debitor demi hukum kehilangan haknya untuk menguasai dan mengurus kekayaannya yang
termasuk dalam harta pailit.
2. Kepailitan hanya mengenai harta pailit dan tidak mengenai diri pribadi debitor pailit.
3. Harta pailit diurus dan dikuasai kurator untuk kepentingan semua para kreditor dan debitor
dengan pengawasan dari Hakim pengawas
4. Tuntutan dan gugatan mengenai hak dan kewajiban harta pailit harus diajukan oleh atau terhadap
kurator.
5. Segala perbuatan debitor yang dilakukan sebelum dinyatakan pailit, apabila dapat dibuktikan
bahwa perbuatan tersebut secara sadar dilakukan debitor untuk merugikan kreditor, maka dapat
dibatalkan oleh kurator atau kreditor. Istilah ini disebut dengan actio pauliana
6. Hibah yang dilakukan Debitor dapat dimintakan pembatalan kepada Pengadilan, apabila Kurator
dapat membuktikan bahwa pada saat hibah tersebut dilakukan Debitor mengetahui atau patut
mengetahui bahwa tindakan tersebut akan mengakibatkan kerugian bagi Kreditor.
7. Perikatan selama kepailitan yang dilakukan debitor, apabila perikatan tersebut menguntungkan
bisa diteruskan. Namun apabila perikatan itu merugikan,maka kerugian sepenuhnya ditanggung oleh
debitor secara pribadi,atau perikatan itu dapat dimintakan pembatalan.
8. Hak eksekusi kreditor dan pihak ketiga untuk menuntut yang berada dalam penguasaan debitor
pailit atau kurator, ditangguhkan dalam jangka waktu paling lama 90 (sembilan puluh) hari.
9. Hak untuk menahan benda milik debitor (hak retensi) tidak hilang
10. Kepailitan suami atau istri yang kawin dalam suatu persatuan harta, diperlakukan sebagai
kepailitan persatuan harta tersebut.
Harta pailit ini meliputi seluruh kekayaan Debitor pada saat putusan pernyataan pailit diucapkan
serta segala sesuatu yang diperoleh selama kepailitan. Harta tersebut pengurusannya beralih ke
tangan kurator. Namun, tidak semua harta kekayaan debitor dalam disita dalam kepailitan. Pasal 22
UUK menyebutkan, ada tiga jenis kekayaan debitor yang tidak termasuk ke dalam harta pailit, yaitu :
1. benda, termasuk hewan yang benar-benar dibutuhkan oleh Debitor sehubungan dengan
pekerjaannya, perlengkapannya, alat-alat medis yang dipergunakan untuk kesehatan, tempat tidur
dan perlengkapannya yang dipergunakan oleh Debitor dan keluarganya, dan bahan makanan untuk
30 (tiga puluh) hari bagi Debitor dan keluarganya, yang terdapat di tempat itu;
2. segala sesuatu yang diperoleh Debitor dari pekerjaannya sendiri sebagai penggajian dari suatu
jabatan atau jasa, sebagai upah, pensiun, uang tunggu atau uang tunjangan, sejauh yang ditentukan
oleh Hakim Pengawas; atau
3. uang yang diberikan kepada Debitor untuk memenuhi suatu kewajiban memberi nafkah menurut
undang-undang.
Sebagaimana telah disebutkan di atas tadi bahwa dengan dikeluarkannya putusan pernyataan pailit
tersebut, debitor terhitung sejak pukul 00.00 waktu setempat demi hukum kehilangan haknya untuk
menguasai dan mengurus kekayaannya yang termasuk dalam harta pailit. Namun, perlu diketahui
juga bahwasannya putusan pernyataan pailit tidak mengakibatkan debitor kehilangan kecakapannya
untuk melakukan perbuatan hukum (volkomen handelingsbevoegd) pada umumnya, tetapi hanya
kehilangan kewenangannya untuk mengurus dan mengalihkan harta kekayaannya saja. Kewenangan
debitor itu selanjutnya diambil alih oleh kurator yang diangkat oleh pengadilan, dengan diawasi oleh
seorang Hakim Pengawas. Pengangkatan tersebut harus ditetapkan dalam putusan pernyataan pailit.
Pelaksanaan pengurusan harta pailit oleh kurator bersifat seketika, dan berlaku saat itu pula
terhitung sejak tanggal putusan ditetapkan meskipun terhadap putusan itu kemudian diajukan kasasi
atau peninjauan kembali.
Sesudah pernyataan pailit tersebut maka segala perikatan yang dibuat debitor dengan pihak ketiga
tidak dapat dibayar dari harta pailit, kecuali bila perikatan-perikatan tersebut mendatangkan
kuntungan bagi harta pailit atau dapat menambah harta pailit. Oleh karena itu, gugatan-gugatan
yang diajukan dengan tujuan untuk memperoleh pemenuhan perikatan dari harta pailit, selama
dalam kepailitan, yang secara langsung diajukan kepada debitor pailit, hanya dapat diajukan dalam
bentuk laporan untuk pencocokan atau rapat verifikasi. Segala tuntutan mengenai hak atau
kewajiban yang menyangkut harta pailit harus diajukan oleh atau terhadap kurator. Begitu pula
mengenai segala eksekusi pengadilan terhadap harta pailit. Eksekusi pengadilan terhadap setiap
bagian dari kekayaan debitor yang telah dimulai sebelum kepailitan harus dihentikan, kecuali
eksekusi itu sudah sedemikian jauh hingga hari pelelangan sudah ditentukan, dengan izin hakim
pengawas kurator dapat meneruskan pelelangan tersebut.
Lalu, tentang perkara yang sedang berjalan atau suatu tuntutan hukum yang sedang berjalan dimana
debitor menjadi Penggugat dimana ia sudah tidak cakap lagi, maka di sini pihak tergugat dapat
memohon agar perkara tersebut ditanguhkan terlebih dahulu untuk memanggil kurator guna
mengambil alih perkara. Namun, bila kurator tidak mengindahkan panggilan tersebut, maka tergugat
berhak memohon agar perkara itu digugurkan saja. Pada dasarnya dengan diucapkannya putusan
pailit terhadap debitor, semua tuntutan hukum yang diajukan terhadapnya yang bertujuan untuk
memperoleh pemenuhan kewajiban dari harta pailit dan perkara yang sedang berjalan menjadi
gugur demi hukum. Dalam hal perkara tersebut dilanjutkan oleh kurator, maka kurator dapat
mengajukan pembatalan atas segala perbuatan yang dilakukan oleh debitor sebelum debitor
dinyatakan pailit.
Terhadap perjanjian timbal balik yang dilakukan oleh debitor dimana debitor sendiri belum
memenuhi perjanjian atau baru dipenuhi sebagian, maka pihak pihak yang mengadakan perjanjian
dengan debitor dapat meminta kepada kurator untuk memberikan kepastian tentang kelanjutan
pelaksanaan perjanjian tersebut dalam jangka waktu yang disepakati oleh kurator dan pihak yang
bersangkutan. Bila kesepakatan tentang jangka waktu itu tidak tercapai, maka Hakim Pengawaslah
yang menetapkan jangka waktu yang dimaksud. Kurator yang sangup melanjutkan perjanjian itu
harus memberikan kepastian dengan memberi jaminan untuk melaksanakan perjanjian tersebut.
Bila yang terjadi sebaliknya, dimana kurator tidak mau melanjutkan perjanjian itu, maka perjanjian
tersebut berakhir, untuk menuntut haknya, pihak yang bersangkutan dapat menjadi kreditor
konkuren.
Mengenai perjanjian sewa menyewa yang dilakukan oleh debitor pailit, dimana debitor menjadi
pihak yang menyewa maupun pihak yang menyewakan, maka perjanjian sewa menyewa itu dapat
dihentikan tentu dengan syarat harus ada pemberitahuan terlebih dahulu menurut adat kebiasaan
setempat. Bila ternyata uang sewa telah dibayar di muka, maka perjanjian sewa ini tidak dapat
dihentikan lebih awal sebelum berakhirnya jangka watu yang telah dibayar dan sejak putusan pailit
itu diucapkan maka uang sewa masuk ke dalam harta pailit.
Hal lain yang patut menjadi perhatian ialah tentang nasib pekerjan yang bekerja untuk debitor. Kita
ketahui dengan putusan pailit itu dapat dipastikan akan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
secara besar-besaran. Di Indonesia sendiri masalah ketenagakerjaan diatur dalam Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Undang-Undang memberikan jaminan hak hak
dasar pekerja/buruh dan menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas
dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya dengan tetap
memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha karena dalam pelaksanaan pembangunan
nasional, tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat penting sebagai pelaku dan
tujuan pembangunan. Dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan sendiri juga diatur mengenai
masalah Pemutusan Hubungan Kerja yang terjadi karena perusahaan mengalami pailit. Dalam Pasal
165 Undang-Undang Ketenagakerjaan menyatakan bahwa Pengusaha dapat melakukan pemutusan
hubungan kerja terhadap pekerja/ buruh karena perusahaan pailit, dengan ketentuan pekerja/buruh
berhak atas uang pesangon sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (2), uang penghargaan
masa kerja sebesar 1 (satu) kali ketentuan Pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian hak sesuai
ketentuan Pasal 156 ayat (4). Itu artinya uang menjadi hak para pekerja yang PHK karena
perusahaan pailit sebesar sebagai berikut :
1. Uang Pesangon, paling sedikit sebagai berikut :
a. masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun , 1 (satu) bulan upah;
b. masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 2 (dua) tahun, 2 (dua) bulan upah;
c. masa kerja 2 (dua) tahun atau lebih tetapi kurang dari 3 (tiga) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
d. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 4 (empat) tahun, 4 (empat) bulan upah;
e. masa kerja 4 (empat) tahun atau lebih tetapi kurang dari 5 (lima) tahun, 5 (lima) bulan upah;
f. masa kerja 5 (lima) tahun atau lebih, tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 6 (enam) bulan upah;
g. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 7 (tujuh) tahun, 7 (tujuh) bulan upah.
h. masa kerja 7 (tujuh) tahun atau lebih tetapi kurang dari 8 (delapan) tahun, 8 (delapan) bulan
upah;
i. masa kerja 8 (delapan) tahun atau lebih, 9 (sembilan) bulan upah.
2. Uang Penghargaan masa kerja, ditetapkan sebagai berikut :
a. masa kerja 3 (tiga) tahun atau lebih tetapi kurang dari 6 (enam) tahun, 2 (dua) bulan upah;
b. masa kerja 6 (enam) tahun atau lebih tetapi kurang dari 9 (sembilan) tahun, 3 (tiga) bulan upah;
c. masa kerja 9 (sembilan) tahun atau lebih tetapi kurang dari 12 (dua belas) tahun, 4 (empat) bulan
upah;
d. masa kerja 12 (dua belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 15 (lima belas) tahun, 5 (lima) bulan
upah;
e. masa kerja 15 (lima belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 18 (delapan belas) tahun, 6 (enam)
bulan upah;
f. masa kerja 18 (delapan belas) tahun atau lebih tetapi kurang dari 21 (dua puluh satu) tahun, 7
(tujuh) bulan upah;
g. masa kerja 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih tetapi kurang dari 24 (dua puluh empat) tahun, 8
(delapan) bulan upah;
h. masa kerja 24 (dua puluh empat) tahun atau lebih, 10 (sepuluh ) bulan upah.

3. Uang Penggantian hak yang seharusnya diterima
a. cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur;
b. biaya atau ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana pekerja/buruh
diterima bekerja;
c. penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% (lima belas perseratus)
dari uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat;
d. hal-hal lain yang ditetapkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja
bersama.
Menurut Pasal 39 UUK, pekerja dapat memutuskan hubungan kerja dengan debitor atau justru ia
dapat diberhentikanoleh kurator, pemberhentian tersebut setelah ada pemberitahuan paling singkat
45 (empat puluh lima) hari sebelumnya. Sejak putusan pailit itu pula upah yang terutang baik
sebelum maupun sesudah putusan pailit menjadi utang harta pailit.
Bagaimana jika debitor pailit itu seorang suami atau istri, Pasal 62 Undang-Undang Kepailian
menyatakan bahwa dalam hal suami atau istri dinyatakan pailit maka istri atau suaminya berhak
mengambil kembali semua benda bergerak dan tidak bergerak yang merupakan harta bawaan dari
istri atau suami dan harta yang diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan. Jika benda
milik istri atau suami telah dijual oleh suami atau istri dan harganya belum dibayar atau uang hasil
penjualan belum tercampur dalam harta pailit maka istri atau suami berhak mengambil kembali
uang hasil penjualan tersebut. Untuk tagihan yang bersifat pribadi terhadap istri atau suami maka
kreditor terhadap harta pailit adalah suami.
Istri atau suami tidak berhak menuntut atas keuntungan yang diperjanjiakan dalam perjanjian
perkawinan kepada harta pailit suami atau istri yang dinyatakan pailit , demikian juga kreditor suami
atau istri yang dinyatakan pailit tidak berhak menuntut keuntungan yang diperjanjikan dalam
perjanjian perkawinan kepada istri atau suami yang dinyatakan pailit. Kepailitan suami atau istri yang
dalam suatu persatuan harta, diperlakukan sebagai kepailitan persatuan harta tersebut. Kepailitan
meliputi semua benda yang termasuk dalam persatuan, sedangkan kepailitan tersebut adalah untuk
kepentingan semua kreditor yang berhak meminta pembayaran dari harta persatuan. Dalam hal
suami atau istri yang dinyatakan pailit mempunyai benda yang tidak termasuk persatuan harta maka
benda tersebut termasuk harta pailit, akan tetapi hanya dapat digunakan untuk membayar utang
pribadi suami atau istri yang dinyatakan pailit.
Menurut Munir Fuady, akibat yuridis kepailitan tersebut berlaku kepada debitor dengan dua metode
pemberlakuan, yaitu :
1. Berlaku Demi Hukum
Ada beberapa akibat yuridis yang berlaku demi hukum (by the operation of law) segera setelah
pernyataan pailit mempunyai kekuatan hukum tetap ataupun setelah berakhirnya kepailitan. Dalam
hal seperti ini, Pengadilan Niaga, hakim pengawas, kurator, kreditor, dan siapa pun yang terlibat
dalam proses kepailitan tidak dapat memberikan andil secara langsung untuk terjadinya akibat
yuridis tersebut. Misalnya, larangan bagi debitor pailit untuk meninggalkan tempat tinggalnya.
2. Berlaku Rule of Reason
Untuk akibat-akibat hukum tertentu dari kepailitan berlaku Rule of Reason. Maksudnya adalah
bahwa akibat hukum tersebut tidak otomatis berlaku, akan tetapi baru berlaku jika diberlakukan
oleh pihak-pihak tertentu, setelah mempunyai alasan yang wajar untuk diberlakukan. Pihak-pihak
yang mesti mempertimbangkan berlakunya akibat-akibat hukum tertentu tersebut misalnya kurator,
Pengadilan Niaga, Hakim Pengawas, dan lain-lain.
Perlu juga diperhatikan bahwa berlakunya akibat hukum di atas tersebut tidaklah semuanya sama.
Ada yang perlu dimintakan oleh pihak pihak tertentu dan ada pula persetujuan institusi tertentu,
tetapi ada juga yang berlaku karena hukum (by operation of law) begitu putusan pailti dikabulkan
oleh pengadilan.

Anda mungkin juga menyukai