Anda di halaman 1dari 26

1

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN


CATATAN RIWAYAT PENYAKIT

Nama Penderita : Tn. M
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tgl lahir : 10-04-1964
Alamat : Liang Banggai
No. Rekam Medis : 677570
Tanggal Pemeriksaan : 08/09/2014
Dokter muda : Ahmed Abrizan

I. SUBJEKTIF
a. Anamnesis : Autoanamnesis
b. Keluhan Utama : Perut membesar
c. Anamnesis Terpimpin :
Perut membesar dialami sejak 6 bulan sebelum masuk rumah sakit,
hilang timbul, bertambah besar dalam 1 bulan terakhir, dirasakan tidak nyaman.
Perut terasa penuh dan kadang pasien mengeluh mual tetapi tidak muntah. Selain
perut membesar pasien mengeluh cepat lelah, nafsu makan berkurang (+), jika
makan pasien cepat kenyang, merasa kembung (+) dan sesak napas yang mulai
timbul seiring perut pasien yang semakin hari semakin membesar. Pasien juga
mengeluh bengkak (+) pada kedua kaki dan buah zakar. Pada awalnya kaki pasien
yang pertama mulai bengkak, namun pasien cuma menganggap bengkak biasa.
Pasien pernah dirawat di rumah sakit Labuang Baji 6 bulan lalu dengan keluhan
kulit menjadi kuning. Pasien dirawat selama selama 14 hari. Saat itu pasien
dikatakan terdapat gangguan pada fungsi hati. Demam (-), riwayat demam (-),
sakit kepala (-), mata kuning (+), namun pasien tidak menyadarinya, batuk (-),
nyeri ulu hati (-), sulit tidur (+).
BAB : biasa, kuning, riwayat BAB hitam tidak ada.
BAK : lancar, kuning.

2

Riwayat penyakit sebelumnya :
- Riwayat menderita penyakit kuning (+)
- Riwayat hipertensi disangkal
- Riwayat DM disangkal
Riwayat pribadi dan keluarga :
- Merokok (+), sejak 20 tahun yang lalu sampai saat ini dan berhenti sejak
masuk rumah sakit dengan jumlah 1 bungkus per hari
- Riwayat minum alkohol (+), sejak 20 tahun lalu sampai saat ini dan berhenti
sejak masuk rumah sakit dengan frekuensi 1 botol per hari

II. OBJEKTIF
- Status Pasien :
- Sakit sedang/gizi cukup/composmentis
- BB : 60 kg
- TB : 165 cm
- IMT :

= 22,0 kg/m
2
(Normal)

- Tanda vital :
- Tekanan darah : 120/80 mmHg, reguler, kuat angkat.
- Nadi : 68 x /menit
- Pernapasan : 20 x/menit
- Suhu : 36,5
o
C

- Pemeriksaan Fisik :
Kepala
- Ekspresi : Biasa
- Simetris muka : Simetris kiri dan kanan
- Deformitas : Tidak ada
- Rambut : Hitam, lurus, sukar dicabut


3

Mata
- Eksoptalmus/Enoptalmus : (-)
- Gerakan : Dalam batas normal
- Tekanan bola mata : Dalam batas normal
- Kelopak mata : Edema palpebral (-)
- Konjungtiva : Anemis (+/+)
- Sklera : Ikterus (+/+)
- Kornea : Jernih
- Pupil : Bulat, isokor 2,5mm/2,5mm
Telinga
- Tophi : (-)
- Pendengaran : Dalam batas normal
- Nyeri tekan di prosesus mastoideus : (-)
Hidung
- Perdarahan : (-)
- Sekret : (-)
Mulut
- Bibir : Pucat (-), Kering (-)
- Gigi geligi : Caries (-)
- Gusi : Perdarahan gusi (-)
- Tonsil : T
1
T
1,
hiperemis (-)
- Faring : Hiperemis (-)
- Lidah : Kotor (-), tremor (-), hiperemis (-)
Leher
- Kelenjar getah bening : Tidak ada pembesaran
- Kelenjar gondok : Tidak ada pembesaran
- DVS : R+2 cm H
2
O
- Pembuluh darah : Dalam batas normal
- Kaku kuduk : Tidak ada (-)
- Tumor : Tidak ada (-)
4

Thoraks
Inspeksi
- Bentuk : Normochest, simetris kiri dan
kanan
- Pembuluh darah : Tidak ada kelainan
- Buah dada : Tidak ada kelainan
- Sela iga : Dalam batas normal
- Lain-lain : Tidak ada (-)
Punggung
Palpasi : Nyeri tekan (-), Massa tumor (-)
Nyeri ketok : Tidak ada (-)
Auskultasi : Bunyi pernapasan: Vesikuler
Ronchi -/- , Wheezing -/-
Gerakan : Dalam batas normal

Paru
Palpasi
- Fremitus raba : Simetris kiri dan kanan.
- Nyeri tekan : Tidak ada
Perkusi
- Paru kiri : Sonor
- Paru kanan : Sonor
- Batas paru-hepar : ICS VI dekstra anterior
- Batas paru belakang kanan : setinggi columna vertebra
thorakal IX dekstra
- Batas paru belakang kiri : setinggi columna vertebra
thorakal X sinistra
Auskultasi
- Bunyi pernapasan :Vesikuler
- Bunyi tambahan : Ronchi -/- , Wheezing -/-
5

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Pekak, batas jantung kesan normal (batas jantung
kanan di linea parasternalis dextra, batas jantung kiri di linea
midclavicularis sinistra ICS V, batas jantung atas ICS II)
Auskultasi: Bunyi jantung I/II murni regular, bunyi tambahan (-)

Abdomen
Inspeksi : Cembung, ikut gerak napas, dinding abdomen
nampak distended.
Palpasi : Nyeri tekan (+) MT (-)
Hepar / Lien tidak teraba
Perkusi : Timpani dengan batas redup, setelah dilakukan tes
pekak beralih ditemukan (+) ascites, undulasi (+)
Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal.

Alat Kelamin
Edema skrotum (+)

Anus dan Rektum
Hemoroid (-), sphincter ani mencekik, mukosa licin, pembesaran
prostat (-), massa tumor (-), feses kesan normal, darah (-), lender (-).

Ekstremitas
Superior : Akral hangat
Edema : Edema (+) ektremitas inferior bilateral



6

Laboratorium
Jenis Pemerikaan Hasil Nilai Rujukan



DARAH
RUTIN

WBC 11,9x10
3
/uL 4 - 10 x 10
3
/uL
RBC 3,49x10
6
/uL 46 x 10
6
/uL
HGB 11,1 g/dL 12 - 16 g/dL
HCT 31,7 % 37 48 %
MCV 91 fl 76 - 92 pl
MCH 31,8 pg 22 - 31 pg
MCHC 35,1 g/dl 32 - 36 g/dl
PLT 265x10
3
/uL 150 - 400 x 10
3
/uL
NEUT 66,4 % 52.0 - 75,0
LYMPH 18,5 % 20,0 40,0
MONO 8,8 % 2,00 8,00
EOS 5,6 % 1,00 3,00
BASO 0,7 % 0,00 0,10

Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
FAAL
HEMOSTATIS
Ureum 97 mg/dL 10-50 mg/dL
Kreatinin 3,40 mg/dL < 1,1 mg/dL
SGOT 23 U/L < 35 U/L
SGPT 13 U/L < 45 U/L
HbsAg Non reactive Non reactive
Anti HCV Non reactive Non reactive
Protein Total 7,4 g/dl 6,6 - 8,7 gr/dL
Albumin 1,1 gr/dl 3,5 - 5,0 gr/dL
Bilirubin total 0,09 mg % <1,1 mg %
Bilirubin direk 0,02 mg % <0,2 mg %
PT
INR
12,8 control 10,9
1,10
10 - 14
7

APTT 27,6 control 26,4
22,0 30,0
ELEKTROLIT
DARAH
Natrium 141 mmol/L
136-145
mmol/L
Kalium 2,9 mmol/L 3.5-5.1 mmol/L
Klorida 109 97-111 mmol/L

Jenis Pemerikaan Hasil Nilai Rujukan



URIN
RUTIN

Warna Kuning Kuning muda
pH 6,5 4,5 8,0
Protein +++/300 Negatif
Glucose +++/500 Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen Normal Negatif
Keton Negatif Negatif
Nitrit Negatif Negatif
Darah ++/80 Negatif
Lekosit Negatif Negatif
Vit C Negatif Negatif
Sedimen
lekosit
2 <5
Sedimen
eritrosit
9 <5
Sedimen
torak
- -
Sedimen
Kristal
- -
Sedimen
epitel sel
1 -


8

Hasil USG Abdomen:
o Sirosis hepatis
o Ascites grade III

III. ASSESSMENT
- Sirosis Hepatis Dekompensata e.c. alkoholism
- Ascites grade III
- Hipoalbuminemia

IV. PLANNING
Pengobatan :
- Spironolactone 100 mg 1-0-0
- Furosemid 40 mg 1-0-0
- Infus plasbumin 25 % 100 ml 1 botol per hari
- Maxiliv 1x1 tab
- VIP albumin 2 caps per 8 jam per oral

V. PROGNOSIS
Ad Functionam : Dubia
Ad Sanationam : Dubia
Ad Vitam : Dubia










9


V. FOLLOW UP
TANGGAL PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI DOKTER
08/09/2014 Perawatan hari-1

S : Perut membesar dialami sejak 6 bulan
yang lalu sebelum masuk rumah sakit, hilang
timbul, bertambah besar dalam 1 bulan
terakhir, dirasakan tidak nyaman. Perut terasa
penuh dan kadang pasien mengeluh mual
tetapi tidak muntah. Selain perut membesar
pasien mengeluh cepat lelah, nafsu makan
berkurang (+), jika makan pasien cepat
kenyang, merasa kembung (+) dan sesak
napas yang mulai timbul seiring perut pasien
yang semakin hari semakin membesar. Pasien
juga mengeluh bengkak (+) pada kedua kaki
dan buah zakar. Pada awalnya kaki pasien
yang pertama mulai bengkak, namun pasien
cuma menganggap bengkak biasa. Demam (-),
riwayat demam (-), sakit kepala (-), mata
kuning (+), namun pasien tidak menyadarinya,
batuk (-), muntah (-), nyeri ulu hati (-), sulit
tidur (+).
BAB : biasa, kuning, riwayat BAB hitam
tidak ada.
BAK : lancar, kuning.

O : SS/GC/CM
TD : 120/80 mmHg
P :
Diet hepar II, rendah garam,
rendah purin, rendah urea,
rendah protein
Spironolacton 100 mg 1-0-0
Furosemid 40 mg 1-0-0
Plasbumin 25 % 100 ml 1
botol per hari
VIP albumin 3x2 caps
Maxiliv 1x1 tab
Transfusi PRC 1 bag per hari


Rencana Pemeriksaan
Periksa PT/APTT, INH
10

N : 64x/menit
P : 28x/menit
S : 36,5 C
An (+), Ik (+)
DVS R+2 cmH
2
O
BP : Vesikuler, BT : Rh -/- , wh -/-
BJ : I/II regular, BT (-)
Abd : Peristaltik (+) kesan normal, H/L
tidak teraba, Asites (+), undulasi (+)
Eks : Akral hangat, edema (+/+)
pretibial
A :
Sirosis Hepatis Dekompensata e.c
alkoholism
Ascites grade III
Hipoalbuminemia
09/09/2014


Perawatan hari-2

S : Nyeri ulu hati (+), nyeri tekan abdomen
(+). Demam (-), menggigil (-), batuk (-), sesak
(-), mual (+), muntah (-).
BAB: biasa, kuning
BAK: lancer, kuning

O : SS / GC / CM
TD: 120/80 mmHg
N: 68 x/i
P: 20 x/I
S: 36,7 C
Anemis (+) , ikterus (+),
P :
Diet hepar II, rendah garam,
rendah purin, rendah urea,
rendah protein
Spironolacton 100 mg 1-0-0
Furosemid 40 mg 1-0-0
VIP albumin 3x2 caps
Maxiliv 1x1 tab

Rencana Pemeriksaan
- Cek albumin, ureum, kreatinin

11

DVS R+2cmH
2
O
BP : Vesikuler, BT : Rh -/- , wh -/-
BJ : I/II regular, BT (-)
Cor / pulmo : dalam batas normal
Abd : Peristaltik (+) kesan normal
Distended (+), ascites (+), undulasi (+),
H/L : tidak teraba.
Ext : Akral hangat (+), edema (+/+)
pretibial
A :
Sirosis Hepatis Dekompensata e.c
alkoholism
Ascites grade III
Hipoalbuminemia
10/09/2014








Perawatan hari-3

S : Nyeri ulu hati (+), nyeri tekan abdomen
(+). Demam (-), menggigil (-), batuk (-), sesak
(-), mual (+), muntah (-).
BAB: biasa, kuning
BAK: lancer, kuning

O : SS / GC / CM
TD: 100/70 mmHg
N: 84 x/i
P: 24 x/I
S: 36,5 C
Anemis (+) , ikterus (+),
DVS R+2cmH
2
O
BP : Vesikuler, BT : Rh -/- , wh -/-
P :
Diet hepar II, rendah garam,
rendah purin, rendah urea,
rendah protein
Spironolacton 100 mg 1-0-0
Furosemid 40 mg 1-0-0
Plasbumin 25 % 100 ml 1
botol per hari
Maxiliv 1x1 tab

12

BJ : I/II regular, BT (-)
Cor / pulmo : dalam batas normal
Abd : Peristaltik (+) kesan normal
Distended (+), ascites (+), undulasi (+),
H/L : tidak teraba.
Ext : Akral hangat (+), edema (+/+)
pretibial
A :
Sirosis Hepatis Dekompensata e.c
alkoholism
Ascites grade III
Hipoalbuminemia
11/09/2014






Perawatan hari-4

S : Nyeri ulu hati (+), nyeri tekan abdomen
(+). Demam (-), menggigil (-), batuk (-), sesak
(-), mual (+), muntah (-).
BAB: biasa, kuning
BAK: lancar, kuning

O : SS / GC / CM
TD: 110/70 mmHg
N: 88 x/i
P: 24 x/I
S: 36,8 C
Anemis (+) , ikterus (+),
DVS R+2cmH
2
O
BP : Vesikuler, BT : Rh -/- , wh -/-
BJ : I/II regular, BT (-)
Cor / pulmo : dalam batas normal
P :
Diet hepar II, rendah garam,
rendah purin, rendah urea,
rendah protein
Spironolacton 100 mg 1-0-0
Furosemid 40 mg 1-0-0
Plasbumin 25 % 100 ml 1
botol per hari
Maxiliv 1x1 tab

Rencana Pemeriksaan
- Cek albumin (target
albumin = 2 gr/dl
13

Abd : Peristaltik (+) kesan normal
Distended (+), ascites (+), undulasi (+),
H/L : tidak teraba.
Ext : Akral hangat (+), edema (+/+)
pretibial
A :
Sirosis Hepatis Dekompensata e.c
alkoholism
Ascites grade III
Hipoalbuminemia
12/09/2014 Perawatan hari-5

S : Nyeri ulu hati (+). Demam (-), menggigil (-
), batuk (-), sesak (-), mual (+), muntah (-).
BAB: biasa, kuning
BAK: lancer, kuning

O : SS / GC / CM
TD: 100/70 mmHg
N: 84 x/i
P: 20 x/I
S: 36,6 C
Anemis (+) , ikterus (+),
DVS R+2cmH
2
O
BP : Vesikuler, BT : Rh -/- , wh -/-
BJ : I/II regular, BT (-)
Cor / pulmo : dalam batas normal
Abd : Peristaltik (+) kesan normal
Distended (+), ascites (+), undulasi (+),
H/L : tidak teraba.
P :
Diet hepar II, rendah garam,
rendah purin, rendah urea,
rendah protein
Spironolacton 100 mg 1-0-0
Furosemid 40 mg 1-0-0
Plasbumin 25 % 100 ml 1
botol per hari
Maxiliv 1x1 tab


14

Ext : Akral hangat (+), edema (+/+)
pretibial
A :
Sirosis Hepatis Dekompensata e.c
alkoholism
Ascites grade III
Hipoalbuminemia
























15

RESUME
Seorang laki-laki usia 50 tahun masuk rumah sakit dengan keluhan perut
membesar dialami sejak 6 bulan yang lalu sebelum masuk rumah sakit, hilang
timbul, memberat dalam 1 bulan terakhir, kadang-kadang dirasakan nyeri. Perut
terasa penuh dan kadang pasien mengeluh mual tetapi tidak muntah. Selain perut
membesar pasien mengeluh cepat lelah, nafsu makan berkurang (+), jika makan
pasien cepat kenyang, merasa kembung (+) dan sesak napas yang mulai timbul
seiring perut pasien yang semakin hari semakin membesar. Pasien juga mengeluh
bengkak (+) pada kedua kaki dan buah zakar. Pada awalnya kaki pasien yang
pertama mulai bengkak, namun pasien cuma menganggap bengkak biasa. Pasien
pernah dirawat di rumah sakit Labuang Baji 6 bulan lalu dengan keluhan kulit
menjadi kuning. Pasien dirawat selama selama 14 hari. Saat itu pasien dikatakan
terdapat gangguan pada fungsi hati. Demam (-), riwayat demam (-), sakit kepala (-
), mata kuning (+), namun pasien tidak menyadarinya, batuk (-), nyeri ulu hati (-),
sulit tidur (+).
BAB : biasa, kuning, riwayat BAB hitam tidak ada.
BAK : lancar, kuning.
Pasien mempunyai riwayat merokok (+), sejak 20 tahun yang lalu
sehingga sebelum masuk rumah sakit dengan jumlah 1 bungkus per hari dan
konsumsi minuman alkohol (+), sejak 20 tahun lalu sehingga sebelum masuk
rumah sakit dengan frekuensi 1 botol per hari.
Dari pemeriksaan fisik diperoleh tekanan darah 120/80, nadi 68 x/menit,
pernapasan 20 x/menit, suhu 36,5
o
C. Sklera ikterus (+), anemis (+), pembesaran
getah bening (-), DVS R+2 cmH
2
O, thorax dalam batas normal, abdomen pada
inspeksi ditemukan bentuknya yang cembung ikut gerak nafas, hepar dan lien
tidak teraba, perkusi timpani dengan batas redup, ditemukan ascites (+) undulasi
(+), auskultasi ditemukan peristaltik (+) kesan normal. Skrotum edema (+) dan
pretibial edema (+) bilateral.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang,
maka pasien ini didiagnosis sebagai sirosis hepatis dekompensata e.c. alkoholism,
ascites grade III dan hipoalbuminemia.
16

DISKUSI
SIROSIS HEPATIS

I. Definisi
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium
akhir fibrosis yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari
arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenerative. Gambaran ini terjadi
akibat nekrosis hepatoseluler. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit
jaringan ikat, distorsi jaringan vaskuler, dan regenerasi nodularis parenkim hati.
1
Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang
berarti belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang
ditandai gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata
merupakan kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak
terlihat perbedaannya secara klinis. Hal ini hanya dapat dibedakan melalui
pemeriksaan biopsi hati.
1,2

II. Etiologi
Penyebab dari sirosis hepatis sangat beraneka ragam, namun mayoritas
penderita sirosis awalnya merupakan penderita penyakit hati kronis yang
disebabkan oleh virus hepatitis atau penderita steatohepatitis yang berkaitan
dengan kebiasaan minum alkohol ataupun obesitas. Beberapa etiologi lain dari
penyakit hati kronis diantaranya adalah infestasi parasit (schistosomiasis),
penyakit autoimun yang menyerang hepatosit atau epitel bilier, penyakit hati
bawaan, penyakit metabolic seperti Wilsons disease, kondisi inflamasi kronis
(sarcoidosis), efek toksisitas obat (methotrexate dan hipervitaminosis A), dan
kelainan vaskular, baik yang didapat ataupun bawaan. Berdasarkan hasil
penelitian di Indonesia, virus hepatitis B merupakan penyebab tersering dari
sirosis hepatis yaitu sebesar 40-50% kasus, diikuti oleh virus hepatitis C dengan
30-40% kasus, sedangkan 10-20% sisanya tidak diketahui penyebabnya dan
termasuk kelompok virus bukan B dan C.
1,2

17

Sementara itu, alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia mungkin
kecil sekali frekuensinya karena belum ada penelitian yang mendata kasus sirosis
akibat alkohol. Pada kasus ini, kemungkinan yang menjadi penyebab sirosis
adalah perkembangan dari penyakit hati kronis yang diakibatkan oleh alkoholik.
Pasien mengaku gemar mengkonsumsi arak tradisional sejak muda, 2-3 kali tiap
minggu, tiap kali minum biasanya 1-2 gelas. Alkohol merupakan salah satu faktor
risiko terjadinya sirosis hepatis karena menyebabkan hepatitis alkoholik yang
kemudian dapat berkembang menjadi sirosis hepatis.
1,3

III. Manifestasi Klinis
Pada stadium awal (kompensata), dimana kompensasi tubuh terhadap
kerusakan hati masih baik, sirosis seringkali muncul tanpa gejala sehingga sering
ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin. Gejala-
gejala awal sirosis meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan
berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki
dapat timbul impotensi, testis mengecil dan dada membesar, serta hilangnya
dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut, (berkembang menjadi sirosis
dekompensata) gejala gejala akan menjadi lebih menonjol terutama bila timbul
komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi kerontokan rambut
badan, gangguan tidur, dan demam yang tidak begitu tinggi. Selain itu, dapat pula
disertai dengan gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis,
gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat,
hematemesis, melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar
konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.
1,3,4

Pada kasus ini, berdasarkan hasil anamnesis yang telah dilakukan,
didapatkan beberapa gejala yang dapat mengarah pada keluhan yang sering
didapat pada sirosis hati yaitu lemas pada seluruh tubuh, mual dan muntah yang
disertai penurunan nafsu makan. Selain itu, ditemukan juga beberapa keluhan
yang terkait dengan kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta, diantaranya perut
yang membesar dan bengkak pada kedua kaki, gangguan tidur, air kencing yang
18

berwarna seperti teh, ikterus pada kedua mata dan kulit, nyeri perut dan gangguan
tidur juga dialami pasien.

Akibat dari sirosis hati, maka akan terjadi 2 kelainan yang fundamental
yaitu kegagalan fungsi hati dan hipertensi porta. Manifestasi dari gejala dan tanda
tanda klinis ini pada penderita sirosis hati ditentukan oleh seberapa berat kelainan
fundamental tersebut. Gejala dan tanda dari kelainan fundamental ini dapat dilihat
di tabel 2.
2,3

Gejala Kegagalan Fungsi Hati Gejala Hipertensi Porta
- Ikterus
- Spider naevi
- Ginekomasti
- Hipoalbumin
- Kerontokan bulu ketiak
- ascites
- Eritema Palmaris
- White nail
- Varises esophagus / cardia
- Splenomegali
- Pelebaran vena kolateral
- Ascites
- Hemorroid
- Caput medusa
Tabel 2. Gejala Kegagalan Fungsi Hati dan Hipertensi Porta
2

Kegagalan fungsi hati akan ditemukan dikarenakan terjadinya perubahan
pada jaringan parenkim hati menjadi jaringan fibrotik dan penurunan perfusi
jaringan hati sehingga mengakibatkan nekrosis pada hati. Hipertensi porta
merupakan gabungan hasil peningkatan resistensi vaskular intra hepatik dan
peningkatan aliran darah melalui sistem porta. Resistensi intra hepatik meningkat
melalui 2 cara yaitu secara mekanik dan dinamik. Secara mekanik resistensi
berasal dari fibrosis yang terjadi pada sirosis, sedangkan secara dinamik berasal
dari vasokontriksi vena portal sebagai efek sekunder dari kontraksi aktif vena
portal dan septa myofibroblast, untuk mengaktifkan sel stelata dan sel-sel otot
polos. Tonus vaskular intra hepatik diatur oleh vasokonstriktor (norepineprin,
angiotensin II, leukotrin dan trombioksan A) dan diperparah oleh penurunan
produksi vasodilator (seperti nitrat oksida).
1,3,4

19

Pada sirosis peningkatan resistensi vaskular intra hepatik disebabkan juga
oleh ketidakseimbangan antara vasokonstriktor dan vasodilator yang merupakan
akibat dari keadaan sirkulasi yang hiperdinamik dengan vasodilatasi arteri
splanknik dan arteri sistemik. Hipertensi porta ditandai dengan peningkatan
cardiac output dan penurunan resistensi vaskular sistemik. Pada pemeriksaan
fisik, didapatkan penderita yang tampak kesakitan dengan nyeri tekan pada regio
epigastrium. Terlihat juga tanda-tanda anemis pada kedua konjungtiva mata dan
ikterus pada kedua sklera. Tanda-tanda kerontokan rambut pada ketiak tidak
terlalu signifikan.
2,3

Pada pemeriksaan jantung dan paru, masih dalam batas normal, tidak
ditemukan tanda-tanda efusi pleura seperti penurunan vokal fremitus, perkusi
yang redup, dan suara nafas vesikuler yang menurun pada kedua lapangan paru.
2,3
Pada daerah abdomen, ditemukan perut yang membesar pada seluruh regio
abdomen dengan tanda-tanda ascites seperti pemeriksaan shifting dullness dan
gelombang undulasi yang positif. Hati, lien, dan ginjal sulit untuk dievaluasi
karena besarnya ascites dan nyeri yang dirasakan oleh pasien. Pada ekstremitas
juga ditemukan adanya edema pada kedua tungkai bawah.
2,3

IV. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium dapat diperiksa tes fungsi hati yang
meliputi aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil transpeptidase,
bilirubin, albumin, dan waktu protombin. Nilai aspartat aminotransferase (AST)
atau serum glutamil oksaloasetat transaminase (SGOT) dan alanin
aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase (SGPT) dapat
menunjukan peningkatan. AST biasanya lebih meningkat dibandingkan dengan
ALT, namun bila nilai transaminase normal tetap tidak menyingkirkan kecurigaan
adanya sirosis. Alkali fosfatase mengalami peningkatan kurang dari 2 sampai 3
kali batas normal atas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien
kolangitis sklerosis primer dan sirosis bilier primer. Gammaglutamil
transpeptidase (GGT) juga mengalami peningkatan, dengan konsentrasi yang
tinggi ditemukan pada penyakit hati alkoholik kronik. Konsentrasi bilirubin dapat
20

normal pada sirosis hati kompensata, tetapi bisa meningkat pada sirosis hati yang
lanjut.
1,4,5
Konsentrasi albumin, yang sintesisnya terjadi di jaringan parenkim hati,
akan mengalami penurunan sesuai dengan derajat perburukan sirosis. Sementara
itu, konsentrasi globulin akan cenderung meningkat yang merupakan akibat
sekunder dari pintasan antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid yang
selanjutnya akan menginduksi produksi imunoglobulin.
1,2
Pemeriksaan waktu protrombin akan memanjang karena penurunan
produksi faktor pembekuan pada hati yang berkorelasi dengan derajat kerusakan
jaringan hati. Konsentrasi natrium serum akan menurun terutama pada sirosis
dengan ascites, dimana hal ini dikaitkan dengan ketidakmampuan ekskresi air
bebas. Selain dari pemeriksaan fungsi hati, pada pemeriksaan hematologi juga
biasanya akan ditemukan kelainan seperti anemia, dengan berbagai macam
penyebab, dan gambaran apusan darah yang bervariasi, baik anemia normokrom
normositer, hipokrom mikrositer, maupun hipokrom makrositer. Selain anemia
biasanya akan ditemukan pula trombositopenia, leukopenia, dan neutropenia
akibat splenomegali kongestif yang berkaitan dengan adanya hipertensi porta.
1,2,6
Pada kasus ini, pada pemeriksaan fungsi hati ditemukan peningkatan kadar
SGOT dan SGPT pada serum pasien dengan peningkatan SGOT yang lebih tinggi
dibanding dengan peningkatan SGPT. Selain itu, ditemukan juga peningkatan
bilirubin total, bilirubin indirek, dan bilirubin direk. Gamma-glutamil
transpeptidase (GGT) juga mengalami peningkatan pada pasien ini. Kadar alkali
phosphatase masih dalam batas normal. Pada pemeriksaan protein, didapatkan
penurunan kadar albumin dan peningkatan kadar globulin dalam darah. Sementara
dari pemeriksaan elektrolit darah ditemukan penurunan kadar natrium dan kalium.
Pemeriksaan hematologi pada pasien ini menunjukkan penurunan kadar
hemoglobin dengan nilai MCV yang meningkat dan MCHC yang masih dalam
batas normal. Dimana hal ini menunjukkan adanya anemia ringan normokromik
makrositer, yang kemungkinan disebabkan oleh adanya perdarahan pada saluran
cerna. Selain anemia, ditemukan juga penurunan kadar trombosit atau
trombositopenia pada pasien.
2,5,6
21

Terdapat beberapa pemeriksaan radiologis yang dapat dilakukan pada
penderita sirosis hati. Ultrasonografi (USG) abdomen merupakan pemeriksaan
rutin yang paling sering dilakukan untuk mengevaluasi pasien sirosis hepatis,
dikarenakan pemeriksaannya yang non invasif dan mudah dikerjakan, walaupun
memiliki kelemahan yaitu sensitivitasnya yang kurang dan sangat bergantung
pada operator. Melalui pemeriksaan USG abdomen, dapat dilakukan evaluasi
ukuran hati, sudut hati, permukaan, homogenitas dan ada tidaknya massa. Pada
penderita sirosis lanjut, hati akan mengecil dan nodular, dengan permukaan yang
tidak rata dan ada peningkatan ekogenitas parenkim hati. Selain itu, melalui
pemeriksaan USG juga bisa di lihat ada tidaknya ascites, splenomegali,
thrombosis dan pelebaran vena porta, serta skrining ada tidaknya karsinoma hati.
Berdasarkan pemeriksaan USG abdomen pada pasien ini didapatkan kesan berupa
adanya hepatosplenomegali dengan tanda-tanda penyakit hati kronis yang disertai
ascites yang merupakan salah satu tanda dari kegagalan fungsi hati dan hipertensi
porta.
1,2,4
Pemeriksaan endoskopi dengan menggunakan
esophagogastroduodenoscopy (EGD) untuk menegakkan diagnosa dari varises
esophagus dan varises gaster sangat direkomendasikan ketika diagnosis sirosis
hepatis dibuat. Melalui pemeriksaan ini, dapat diketahui tingkat keparahan atau
grading dari varises yang terjadi serta ada tidaknya red sign dari varises, selain itu
dapat juga mendeteksi lokasi perdarahan spesifik pada saluran cerna bagian
atas.
2,4

V. Diagnosis
Pada stadium kompensasi sempurna sulit menegakkan diagnosis sirosis
hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa ditegakkan
diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium
biokimia/serologi, dan pemeriksaan penunjang lain. Pada saat ini penegakan
diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis,laboratorium,dan USG.
1,2,4
Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau peritoneoskopi
karena sulit membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati dini.
22

Diagnosis pasti sirosis hati ditegakkan dengan biopsi hati. Pada stadium
dekompensata diagnosis kadang kala tidak sulit ditegakkan karena gejala dan
tanda-tanda klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi.
1,2
Pada pasien ini, melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik didapatkan
keluhan dan tanda-tanda yang mengarah pada sirosis hati. Pemeriksaan penunjang
yang dilakukan berupa pemeriksaan laboratorium, USG abdomen dan juga
mendukung diagnosis sirosis hati dekompensata dengan tanda-tanda hipertensi
porta berupa varises esophagus dan gastropati hipertensi porta. Pemeriksaan
biopsi hati sebagai gold standar penegakan diagnosis sirosis hati tidak perlu
dilakukan karena tanda-tanda klinis dari kegagalan fungsi hati dan hipertensi
porta sudah terlihat jelas. Selain itu, pemeriksaan biopsi yang invasif juga dapat
menimbulkan resiko perdarahan dan infeksi peritoneal pada pasien ini.

VI. Komplikasi
Terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada penderita sirosis
hati, akibat kegagalan dari fungsi hati dan hipertensi porta, diantaranya:
1-6
1. Ensepalopati Hepatikum
Ensepalopati hepatikum merupakan suatu kelainan neuropsikiatri yang
bersifat reversibel dan umumnya didapat pada pasien dengan sirosis
hati setelah mengeksklusi kelainan neurologis dan metabolik. Derajat
keparahan dari kelainan ini terdiri dari derajat 0 (subklinis) dengan
fungsi kognitif yang masih bagus sampai ke derajat 4 dimana pasien
sudah jatuh ke keadaan koma. Patogenesis terjadinya ensefalopati
hepatik diduga oleh karena adanya gangguan metabolism energi pada
otak dan peningkatan permeabelitas sawar darah otak. Peningkayan
permeabelitas sawar darah otak ini akan memudahkan masuknya
neurotoxin ke dalam otak. Neurotoxin tersebut diantaranya, asam
lemak rantai pendek, mercaptans, neurotransmitter palsu (tyramine,
octopamine, dan betaphenylethanolamine), amonia, dan gamma-
aminobutyric acid (GABA). Kelainan laboratoris pada pasien dengan
ensefalopati hepatik adalah berupa peningkatan kadar amonia serum.
23

2. Varises Esophagus
Varises esophagus merupakan komplikasi yang diakibatkan oleh
hipertensi porta yang biasanya akan ditemukan pada kira-kira 50%
pasien saat diagnosis sirosis dibuat. Varises ini memiliki kemungkinan
pecah dalam 1 tahun pertama sebesar 5-15% dengan angka kematian
dalam 6 minggu sebesar 15-20% untuk setiap episodenya.
3. Peritonitis Bakterial Spontan (PBS)
Peritonitis bakterial spontan merupakan komplikasi yang sering
dijumpai yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa adanya
bukti infeksi sekunder intra abdominal. Biasanya pasien tanpa gejala,
namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen. PBS sering timbul
pada pasien dengan cairan asites yang kandungan proteinnya rendah (
< 1 g/dL ) yang juga memiliki kandungan komplemen yang rendah,
yang pada akhirnya menyebabkan rendahnya aktivitas opsonisasi. PBS
disebabkan oleh karena adanya translokasi bakteri menembus dinding
usus dan juga oleh karena penyebaran bakteri secara hematogen.
Bakteri penyebabnya antara lain escherechia coli, streptococcus
pneumoniae, spesies klebsiella, dan organisme enterik gram negatif
lainnya. Diagnose SBP berdasarkan pemeriksaan pada cairan asites,
dimana ditemukan sel polimorfonuklear lebih dari 250 sel / mm
3
dengan kultur cairan asites yang positif.
4. Sindrom Hepatorenal
Sindrom hepatorenal merepresentasikan disfungsi dari ginjal yang
dapat diamati pada pasien yang mengalami sirosis dengan komplikasi
ascites. Sindrom ini diakibatkan oleh vasokonstriksi dari arteri ginjal
besar dan kecil sehingga menyebabkan menurunnya perfusi ginjal
yang selanjutnya akan menyebabkan penurunan laju filtrasi
glomerulus. Diagnose sindrom hepatorenal ditegakkan ketika
ditemukan cretinine clearance kurang dari 40 ml/menit atau saat
serum creatinine lebih dari 1,5 mg/dl, volume urin kurang dari 500
mL/d, dan sodium urin kurang dari 10 mEq/L.5
24

5. Sindrom Hepatopulmonal
Pada sindrom ini dapat timbul hidrotoraks dan hipertensi
portopulmonal. Pada kasus ini, pasien mengalami komplikasi berupa
perdarahan pada saluran cerna akibat pecahnya varises esophagus dan
gastropati hipertensi porta yang dibuktikan melalui pemeriksaan
esofagogastroduodenoskopi. Selain itu, pasien juga diduga mengalami
ensepalopati hepatikum karena mengalami berbagai gangguan tidur
selama menderita sakit ini.

VII. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kasus sirosis hepatis dipengaruhi oleh etiologi dari sirosis
hepatis. Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi progresifitas dari
penyakit. Menghindarkan bahan-bahan yang dapat menambah kerusakaan hati,
pencegahan dan penanganan komplikasi merupakan prinsip dasar penanganan
kasus sirosis.
2,5
Pada kasus ini, pasien diberikan diet hepar, rendah garam, serta pembatasan
jumlah cairan kurang lebih 1 liter per hari. Jumlah kalori harian dapat diberikan
sebanyak 2000-3000 kkal/hari. Pembatasan pemberian garam juga dilakukan agar
gejala ascites yang dialami pasien tidak memberat. Pada asites pasien harus
melakukan tirah baring dan terapi diawali dengan diet rendah garam. Konsumsi
garam sebaiknya sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam juga
disertai dengan pemberian diuretik. Diuretik yang diberikan awalnya dapat dipilih
spironolakton dengan dosis 100- 200 mg sekali perhari. Respon diuretik dapat
dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari tanpa edema kaki atau 1
kg/hari dengan edema kaki. Apabila pemberian spironolakton tidak adekuat dapat
diberikan kombinasi berupa furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian
furosemid dapat ditambah hingga dosis maksimal 160 mg/hari. Parasintesis asites
dilakukan apabila ascites sangat besar. Biasanya pengeluarannya mencapai 4-6
liter dan dilindungi dengan pemberian albumin. Pada pasien ini diberikan terapi
kombinasi spironolakton 100 mg dan furosemide 40 mg pada pagi hari. Selain itu,
pemberian tranfusi albumin juga dilakukan sebanyak 1 kolf setiap harinya.

25


VIII. Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh sejumlah faktor,
diantaranya etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit yang
menyertai.
1
Klasifikasi Child-Pugh (tabel 3), juga untuk menilai prognosis pasien
sirosis yang akan menjalani operasi, variabelnya meliputi kadar bilirubin,
albumin, ada tidak nya asites dan ensefalopati juga status nutrisi. Klasifikasi ini
terdiri dari Child A, B dan C. klasifikasi Child-Pugh berkaitan dengan
kelangsungan hiduo. Angka kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien
dengan Child A, B dan C berturut-turut 100, 80 dan 45 %.
1

Parameter
Skor
1 2 3
Ascites tidak ada minimal sedang-berat
Ensefalopati tidak ada minimal-sedang sedang-berat
bilirubin (mg/dl) <2,0 2-3 >3,0
Albumin (g/dl) >3,5 2,8-3,5 <2,8
Waktu
Protrombin
INR (detik)
1-3 atau
INR <1.7

4-6 atau
INR 1.7-2.3

>6 atau
INR >2.3
Tabel 3. Sistem Klasifikasi Child-Turcotte-Pugh
1









26

Daftar Pustaka

1. Siti Nurdjanah. Sirosis Hepatis. In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alvi I,
Simadibrata MK, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 5th ed.
Jakarta; Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Indonesia.
2009. Page 668-673.
2. Caroline R Taylor. 2014. Cirrhosis Imaging.
http://www.medicinenet.com/cirrhosis/article.htm. Diakses pada tanggal
30 September 2014.
3. Riley TR, Taheri M, Schreibman IR. Does weight history affect fibrosis in
the setting of chronic liver disease?. J Gastrointestin Liver Dis. 2009.
18(3):299- 302.
4. Don C. Rockey, Scott L. Friedman. 2010. Hepatic Fibrosis And Cirrhosis.
http://www.eu.elsevierhealth.com/media/us/samplechapters/97814160325
88/9781416032588.pdf .Diakses pada tanggal 30 September 2014
5. 4. Setiawan, Poernomo Budi. Sirosis hati. In: Askandar Tjokroprawiro,
Poernomo Boedi Setiawan, et al. Buku Ajar Penyakit Dalam, Fakultas
Kedokteran Universitas Airlangga. 2007. Page 129-136
6. David C Wolf. 2012. Cirrhosis.
http://emedicine.medscape.com/article/185856-overview#showall.
Diakses pada tanggal 30 September 2014.

Anda mungkin juga menyukai