Anda di halaman 1dari 5

Pembelajar lamban (slow learner) adalah anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di bawah anak

normal, tetapi tidak termasuk anak tunagrahita (biasanya memiliki IQ sekitar 80-85). Dalam beberapa
hal anak ini mengalami hambatan atau keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan kemampuan
untuk beradaptasi, tetapi lebih baik dibanding dengan yang tunagrahita. Mereka membutuhkan waktu
belajar lebih lama dibanding dengan sebayanya. Sehingga mereka memerlukan layanan pendidikan
khusus.
Anak-anak dengan kemampuan intelektual yang rendah terlihat pada kemampuan akademik yang
kurang baik biasanya disebut dengan istilah Slow Learner atau anak lambat belajar. Menurut Child
(1981) anak slow learner atau lambat belajar adalah anak yang memiliki performa pendidikan di bawah
rata-rata dari kemampuan yang diharapkan dari anak-anak seusianya. Definisi Slow Learner yang
diberikan oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI adalah anak yang di sekolah mempunyai
rata-rata di bawah enam sehingga mempunyai resiko cukup tinggi untuk tinggal kelas, hal tersebut
dikarenakan mereka mempunyai tingkat intelligensi di bawah rata-rata sekitar 75 90, dan pada
umumnya anak-anak ini mempunyai nilai yang cukup buruk untuk semua mata pelajaran karena mereka
kesulitan dalam menangkap pelajaran, mereka membutuhkan penjelasan yang berulang-ulang untuk
satu materi pengajaran.
Slow Learner tidak dapat di masukkan dalam kategori anak-anak dengan kemampuan umum (rata-rata)
karena mereka kemampuannya di bawah kemampuan anak normal seusianya, sedangkan apabila
dimasukkan dalam kategori anak-anak retardasi mental kemampuannya di atas kemampuan anak
retardasi mental, sehingga nasib dari anak-anak slow learner dalam bidang akademik belum jelas apabila
di lihat dari penggolongan kurikulum yang ada sekarang ini yaitu kurikulum Sekolah Umum dan
kurikulum Sekolah Luar Biasa.
Karakteristik anak slow learner apabila dilihat dari beberapa aspek antara lain kognitif, emosi dan
sosialnya mempunyai ciri yang khas. Kita akan membahas ciri-ciri untuk setiap aspeknya. Apabaila
ditinjau dari aspek kognitif maka anak Slow Learner mempunyai kemampuan intelligensi yang dibawah
rata-rata sesuai uraian di atas, hal ini mengakibatkan kemampuan anak dalam belajar yang rendah baik
itu belajar sendiri maupun mendapatkan pelajaran dari gurunya. Anak-anak ini sangat mudah lupa
terhadap informasi baru yang ia terima, dan kosentrasinya akan mudah terganggu apabila ada sedikit
gangguan pada saat dia belajar. Anak-anak ini juga sulit memahami suatu konsep yang abstrak, mereka
lebih mudah untuk menerima pembelajaran yang bersifat konkrit, sehingga guru mempunyai tugas
untuk membuat suatu metode yang dapat menjelaskan secara bertahap dan rinci serta konkrit.
Pembelajaran untuk anak Slow Learner haruslah berulang (remedial teaching) karena hari ini anak
mendapatkan materi, dan besoknya bila ditanyakan maka anak pasti sudah lupa dengan isi materi
kemarin. Dalam hal komunikasi Anak Slow Learner apabila diajak berkomunikasi juga agak susah
nyambungnya dan susah dalam menangkap maksud dari suatu pembicaraan. Apabila kita ingin ngajak
ngomong maka kita harus memakai kata-kata yang simpel, jelas dan tidak panjang-panjang, mereka juga
kesulitan merangkai kata-kata untuk mengungkapkan apa yang dia maksudkan dalam pembicaraannya
sehari-hari. Mereka sering terbolak balik penempatan kata-katanya sehingga membingungkan lawan
bicaranya. Anak-anak ini juga kesulitan dalam semua mata pelajaran terutama pelajaran yang
berhubungan dengan berhitung, pelajaran Pengetahuan Alam serta pelajaran yang membutuhkan
kemampuan pemahaman serta hapalan. Kemampuan belajar anak Slow learner lebih pada hal-hal yang
berkaitan dengan pengalaman konkrit dalam kehidupan sehari-hari.
Bila kita memandang karakteristik anak Slow Learner dari aspek emosi maka anak-anak ini memiliki
emosi yang kurang stabil, mereka lebih cepat marah dan mereka sering kalau marah meledak-ledak.
Mereka juga sangat peka terhadap lingkungannya maksudnya apabila orang-orang disekitarnya
berpikiran negatif dan mengolok-olok mereka serta membandingkan kemampuannya dengan
saudaranya atau orang lain yang mempunyai kemampuan normal maka mereka sangat sensitif. Hal ini
akan membuat mereka menjadi patah semangat dan menarik diri dari lingkungan. Seringkali mereka bila
mendapatkan tekanan dari keluarganya terutama orangtuanya maka mereka akan mudah marah serta
meledak-ledak, histeris atau mereka jatuh sakit ataupun pingsan terkadang juga mereka sampai ngebrok
dan pipis di celana waktu dia di sekolah. Tekanan terutama dari keluarga sangat mengganggu bagi
perkembangannya.
Kemampuan sosial anak Slow Learner tergolong kurang baik. Anak Slow Learner dalam hal bersosialisasi
dapat kita bagi menjadi dua yaitu ada yang pasif dan ada yang over aktif. Anak Slow Learner yang pasif
cenderung lebih sering menarik diri dari pergaulan, mereka apabila waktu istirahat lebih sering hanya
diam dan hanya memandangi teman-temannya yang bermain ataupun mengobrol apabila diajak
bermain atau ngobrol maka mereka hanya menjawab dengan singkat dan senyum-senyum sambil
menghindar dari teman yang mengajaknya, atau kalaupun dia mau diajak maka dia Cuma diam saja dan
ikut kemana saja temannya mengajak dia pergi tanpa ada reaksi membalas dari dirinya. Sedangkan anak
Slow Learner yang over aktif maka dia tidak akan pernag diam baik itu di dalam kelas ataupun di luar
kelas pada saat dia istirahat. Mereka sering lari-lari dan mengajak bermain temannya serta aktif bermain
bila jam istirahat. Hanya mereka kurang dapat mengontrol dirinya, semisal dalam bermain dia ringan
tangan seperti mukul, nonjok dll kepada temannya yang dianggap salah, curang atau tidak sesuai
dengan maksudnya akan tetapi terkadang dia juga melakukan itu hanya karena iseng ingin ganggu
teman-temannya. Anak-anak ini mempunyai sense of Humor yang cukup baik, mereka sering melucu
ataupun berbuat yang membuat orang lain tertawa. Anak Slow Learner lebih senang bergaul dengan
anak-anak yang lebih muda usianya karena dia tidak akan kesulitan berkomunikasi dengan anak yang
lebih kecil, karena bila dia main dengan anak yang lebih besar ataupun sepadan maka dia akan sering
disebut anak bodoh, tulalit karena dia sulit diajak ngomong.
Anak lambat belajar dalam memahami moral akan berkemabang sesuai dengan kematangan kognitif
anak, anak lambat telah memahami adanya aturan yang berlaku hanya saja tidak memahami untuk apa
aturan itu dibuat, dan anak sering melanggarnya di karenakan kemampuan memori yang pendek
sehingga sering lupa, sehingga anak harus selalu diingatkan.
Setelah kita membahas ciri dari anak-anak Slow Learner ini, timbullah satu pertanyaan apa sih yang bisa
menyebabkan anak menjadi Slow Learner ini. Penyebab dari anak-anak lambat belajar terdiri dari lima
kategori utama. Kelima kategori itu adalah sebab genetik, prenatal, perinatal, postnatal dan lingkungan.
Sebab genetik termasuk di dalamnya adalah gangguan biokimia dalam tubuh, seperti galactosemia dan
phenylketonuria (PKU). PKU adalah suatu gangguan metabolisme genetis, dimana oksidasi yang tidak
lengkap dari satu asam amino (phenylalanine) dapat menyebabkan kerusakan pada otak, atau severe
mental retardation, sedangkan galactosemia adalah suatu gangguan biokimia dimana terdapat defisiensi
enzim yang dibutuhkan untuk metabolisme galaktosa yang layak. Kemajuan di bidang kedokteran pada
saat ini memungkinkan PKU dan galactosemia dapat dideteksi lebih awal melalui tes urine. Deteksi dini
yang dilakukan dapat meminimalkan efek negatif yang ditimbulkan, dengan melakukan tindakan
pencegahan (Njiokiktjien, 1998; Payne, dkk, 1983).
Ada beberapa kondisi prenatal yang dapat menyebabkan lambat belajar yang dialami anak. Prenatal
anoxia (anoxia adalah keadaan kekurangan oksigen), yang terjadi pada bayi prematur, atau karena
kondisi jantung ibu yang kurang baik, juga karena penyakit yang diderita ibu pada waktu mengandung
bayi saat trimester pertama kehamilan. Kesalahan yang terjadi saat kelahiran, asphyxia (kondisi yang
disebabkan oleh kekurangan oksigen pada saat bayi berada pada jalan lahir) hal ini menyebabkan
kekurangan tranfer oksigen ke otak sehingga terjadi beberapa kerusakan syaraf otak. Kelahiran
prematur pada masa perinatal dapat berakibat buruk pada bayi antara lain menyebabkan lambat belajar
karena organ-organ tubuh yang belum siap untuk berfungsi maksimal sehingga terjadi kelambatan
proses perkembangan, dan juga kurang siapnya organ vital seperti jantung dan paru-paru akan
berpengaruh pada tranfer oksigen dan nutrisi makanan ke otak serta seluruh tubuh (Njiokiktjien, 1998;
Payne, dkk, 1983).
Hasil penelitian Bennett, dkk (2002) menyatakan bahwa kondisi prenatal sangat mempengaruhi kondisi
anak pada saat lahir, ibu yang menggunakan zat adiktif seperti kokain dan minum alkohol dalam jumlah
banyak berpengaruh pada berkurangnya kemampuan short term memory pada anak.
Selama masa bayi (postnatal) dan balita, kondisi yang menyebabkan kesulitan belajar pada anak dapat
terjadi karena malnutrisi, trauma fisik akibat kecelakaan, terutama trauma pada otak, dan beberapa
penyakit dan infeksi seperti encephalitis dan meningitis. Tidak adanya ransangan dini dan keadaan
lingkungan yang tidak mendukung juga dapat menyebakan keadaan anak yang mengalami lambat
belajar menjadi memburuk (Baker, 1975; Payne, dkk, 1983).
Kondisi anak lambat belajar sebagian besar tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja. Interaksi dari
beberapa faktor tersebut dapat digolongkan dalam hipotesis organik dan hipotesis nonorganik atau
psychoenvironmental hypotheses (Schwartz, 1985). Hipotesis organik menjelaskan bahwa pada
sebagian anak-anak, kerusakan sistem saraf pusat tidak meninggalkan kerusakan inteligensi secara
umum, sementara pada beberapa anak lain dapat mengakibatkan beberapa kesulitan khusus pada
kemampuan akademiknya. Hipotesis nonorganik menyatakan bahwa suatu rangkaian faktor-faktor pada
masa anak-anak dapat mempengaruhi fungsi mental. Menurut Myers dan Hammill (dalam Schwartz,
1985) deprivasi dini, baik secara emosi atau kultural, dan bertumbuh besar di lingkungan keluarga yang
kekurangan secara materi, dapat memainkan peran penting dalam munculnya anak lambat belajar
dikemudian hari. Ackerman menyatakan bahwa motivasi yang idealnya datang dari orangtua, juga
menentukan apakah anak akan mengalami masalah belajar atau tidak (Schwartz, 1985). Ketika anak
memasuki sekolah, beberapa variabel seperti harapan guru dan cara pengajaran yang buruk, juga
berpengaruh pada anak, jadi keadaan lambat belajar dapat disebabkan oleh interaksi dari banyak faktor.
1. Ciri-ciri yang dapat diamati pada anak lamban belajar:
a) Rata-rata prestasi belajarnya rendah (kurang dari 6),
b) Menyelesaikan tugas-tugas akademik sering terlambat dibandingkan teman-teman seusianya,
c) Daya tangkap terhadap pelajaran lambat,
d) Pernah tidak naik kelas.
2. Anak lamban belajar membutuhkan pembelajaran khusus antara lain:
a. Waktu yang lebih lama dibanding anak pada umumnya
b. Ketelatenan dan kesabaran guru untuk tidak terlalu cepat dalam memberikan penjelasan
c. Memperbanyak latihan dari pada hapalan dan pemahaman
d. Menuntut digunakannya media pembelajaran yang variatif oleh guru
e. Diperlukan adanya pengajaran remedial

ABK kesulitan belajar
Anak berkesulitan belajar adalah individu yang mengalami gangguan dalam suatu proses psikologis
dasar, disfungsi sistem syaraf pusat, atau gangguan neurologis yang dimanifestasikan dalam kegagalan-
kegagalan nyata dalam: pemahaman, gangguan mendengarkan, berbicara, membaca, mengeja, berpikir,
menulis, berhitung, atau keterampilan sosial. Kesulitan tersebut bukan bersumber pada sebab-sebab
keterbelakangan mental, gangguan emosi, gangguan pendengaran, gangguan penglihatan, atau karena
kemiskinan, lingkungan, budaya, ekonomi, ataupun kesalahan metode mengajar yang dilakukan oleh
guru.
Secara garis besar kelompok siswa berkesulitan belajar dapat dibagi dua. Pertama, yang berkaitan
dengan perkembangan (developmental learning disabilities), mencakup gangguan motorik dan persepsi,
bahasa dan komunikasi, memori, dan perilaku sosial. Kedua yang berkaitan dengan akademik (membaca,
menulis, dan berhitung) sesuai dengan kapasitas yang dimiliki, tetapi kedua kelompok ini tidak dapat
dipisahkan secara tegas karena ada keterkaitan di antara keduanya (Kirk dan Gallagher, 1986: Mulyono
Abdurahman, 1996: Hidayat, 1996).
Kesulitan belajar dapat dialami oleh siapa saja, mulai dari siswa yang berkecerdasan rata-rata, sampai
yang berinteligensi tinggi. Kesulitan belajar dapat berdampak negatif tidak saja dalam penguasaan
prestasi akademik, tetapi juga perkembangan kepribadiannya.
Kesulitan belajar yang dialaminya bukanlah sesuatu yang menetap, sebab intervensi dini dan
pendekatan profesional secara terpadu dapat menangani kesulitan belajar yang mereka hadapi.

Sesuai dengan fungsi, peran dan tanggung jawabnya, guru di sekolah reguler memiliki posisi strategis
dalam turut membantu siswanya yang berkesulitan belajar. Guru merupakan ujung tombak dalam
membantu mengatasi masalah-masalah yang dihadapi para siswanya, termasuk permasalahan yang
dihadapi anak kesulitan belajar. Untuk itu, sejalan dengan bervariasinya jenis dan tingkat kesulitan
belajar yang dihadapi anak, langkah pertama yang harus dilakukan guru adalah mampu melakukan
identifikasi atau penjaringan terhadap mereka melalui pengenalan ciri-ciri atau karakteristik yang
ditampilkannya. Kedua, mampu melakukan assesmen, merumuskan dan melaksanakan program
pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik, permasalahan, dan kebutuhannya. Dan, kemampuan
melakukan kerja sama secara terpadu dengan propesi lain yang terkait dengan kondisi anak.
Anak berkesulitan belajar spesifik dapat berupa kesulitan belajar membaca (disleksia), kesulitan belajar
menulis (disgrafia), atau kesulitan belajar berhitung (diskalkulia), sedangkan dalam mata pelajaran lain,
mereka tidak mengalami kesulitan yang berarti.
1. Ciri-ciri anak berkesulitan belajar spesifik:
Anak yang mengalami kesulitan membaca (disleksia)
a) Kesulitan membedakan bentuk,
b) Kemampuan memahami isi bacaan rendah,
c) Sering melakukan kesalahan dalam membaca
2. Anak yang mengalami kesulitan menulis (disgrafia)
a) Sangat lamban dalam menyalin tulisan
b) Sering salah menulis hurup b dengan p, p dengan q, v dengan u, 2 dengan 5, 6 dengan 9, dan
sebagainya,
c) Hasil tulisannya jelek dan tidak terbaca,
d) Sulit menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris.
e) Menulis huruf dengan posisi terbalik (p ditulis q atau b)
3. Anak yang mengalami kesulitan berhitung (diskalkulia)
a) Sulit membedakan tanda-tanda: +, -, x, :, >, <, =
b) Sulit mengoperasikan hitungan/bilangan,
c) Sering salah membilang secara berurutan
d) Sering salah membedakan angka 9 dengan 6; 17 dengan 71, 2 dengan 5, 3 dengan 8, dan sebagainya,
e) Sulit membedakan bangun-bangun geometri.
4. Kebutuhan Pembelajaran Anak Berkesulitan belajar khusus
Anak berkesulitan belajar khusus memiliki dimensi kelainan dalam beberapa aspek yang perlu
diperhatikan dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran, diantaranya:
a. Materi pembelajaran hendaknya disesuikan dengan hambatan dan masalah yang dihadapi anak
b. Memerlukan uratan belajar yang sistimatis yaitu dari pemahaman yang konkrit ke yang abstrak
c. Menggunakan berbagai media pembelajaran yang sesuai dengan hambatannya.
d. Pembelajaran sesuai dengan urutan dan tingkatan pemahaman anak

Anda mungkin juga menyukai