Anda di halaman 1dari 12

MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH

Oleh :
Raynaldi Agil Hikmatillah
14502247002




PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK ELEKTRONIKA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2014

BAB I
PENDAHULUAN




A. Latar Belakang

Sekolah adalah salah satu dari Tripusat pendidikan yang dituntut untuk
mampu menjadikan output yang unggul, mengutip pendapat Gorton tentang sekolah
ia mengemukakan, bahwa sekolah adalah suatu sistem organisasi, di mana terdapat
sejumlah orang yang bekerja sama dalam rangka mencapai tujuan sekolah yang
dikenal sebagai tujuan instruksional.
Desain organisasi sekolah adalah di dalamnya terdapat tim administrasi
sekolah yang terdiri dari sekelompok orang yang bekerja sama dalam rangka
mencapai tujuan oranisasi.
MBS terlahir dengan beberapa nama yang berbeda, yaitu tata kelola berbasis
sekolah (school-based governance), manajemen mandiri sekolah (school self-
manegement), dan bahkan juga dikenal dengan school site management atau
manajemen yang bermarkas di sekolah.
Istilah-istilah tersebut memang mempunyai pengertian dengan penekanan
yang sedikit berbeda. Namun, nama-nama tersebut memiliki roh yang sama, yakni
sekolah diharapkan dapat menjadi lebih otonom dalam pelaksanaan manajemen
sekolahnya, khususnya dalam penggunakaan 3M-nya, yakni man, money, dan
material.
Penyerahan otonomi dalam pengelolaan sekolah ini diberikan tidak lain dan
tidak bukan adalah dalam rangka peningkatan mutu pendidikan. Oleh karena itu,
maka Direktorat Pembinaan SMP menamakan MBS sebagai Manajemen Peningkatan
Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS). Tujuan utama adalah untuk mengembangkan
rosedur kebijakan sekolah, memecahkan masalah-masalah umum, memanfaatkan
semua potensi individu yang tergabung dalam tim tersebut. Sehingga sekolah selain
dapat mencetak orang yang cerdas serta emosional tinggi, juga dapat
mempersiapkan tenaga-tenaga pembangunan. Oleh karena itu perlu diketahui
pandangan filosofis tentang hakekat sekolah dan masyarakat dalam kehidupan kita.
sekolah adalah bagian yang integral dari masyarakat, ia bukan merupakan lembaga
yang terpisah dari masyarakat, hak hidup dan kelangsungan hidup sekolah
bergantung pada masyarakat, sekolah adlah lembaga sosial yang berfungsi untuk
melayani anggota2 masyarakat dalam bidang pendidikan, kemajuan sekolah dan
masyarkat saling berkolerasi, keduanya saling membutuhkan, Masyarakat adalah
pemilik sekolah, sekolah ada karena masyarakat memerlukannya.




B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian MBS ?
2. Bagaimana sejarah munculnya MBS ?
3. Apa saja alasan diterapkannya MBS ?
4. Apa saja tujuan MBS?
5. Apa saja syarat penerapan MBS ?
6. Apa saja karakter manajemen berbasis sekolah (MBS) ?
7. Apa saja ciri-ciri manajemen berbasis sekolah ?
8. Apa saja hambatan dalam penerapan MBS?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian MBS.
2. Untuk mengetahui sejarah munculnya MBS.
3. Untuk mengetahui alasan diterapkannya MBS.
4. Untuk mengetahui tujuan MBS.
5. Untuk mengetahui syarat penerapan MBS.
6. Untuk mengetahui karakter manajemen berbasis sekolah (MBS)
7. Untuk mengetahui ciri-ciri manajemen berbasis sekolah.
8. Untuk mengetahui hambatan dalam penerapan MBS.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)
Istilah manajemen berbasis sekolah merupakan terjemahan dari school-
based management. MBS merupakan paradigma baru pendidikan, yang memberikan
otonomi luas pada tingkat sekolah ( pelibatan masyarakat ) dalam kerangka
kebijakan pendidikan nasional. Menurut Edmond yang dikutip Suryosubroto
merupakan alternatif baru dalam pengelolaan pendidikan yang lebih menekankan
kepada kemandirian dan kreatifitas sekolah. Nurcholis mengatakan Manajemen
berbasis sekolah (MBS) adalah bentuk alternatif sekolah sebagai hasil dari
desentralisasi pendidikan. Secara umum, manajemen peningkatan mutu berbasis
sekolah (MPMBS) dapat diartikan sebagai model manajemen yang memberikan
otonomi lebih besar kepada sekolah dan mendorong pengambilan keputusan
partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah (guru, siswa,
kepala sekolah, karyawan, orang tua siswa, dan masyarakat) untuk meningkatkan
mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional.
Dapat juga dikatakan bahwa manajemen berbasis sekolah (MBS) pada
hakekatnya adalah penyerasian sumberdaya yang dilakukan secara mandiri oleh
sekolah dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan
sekolah secara langsung dalam proses pengambilan keputusan untuk memenuhi
kebutuhan peningkatan mutu sekolah atau untuk mencapai tujuan pendidikan.
Pengertian MBS suatu konsep yang menempatkan kekuasaan pengambilan
keputusan yang berkaitan dengan pendidikan diletakkan pada tempat yang paling
dekat dengan proses belajar mengajar.

B. Sejarah Munculnya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Secara factual, telah banyak usaha yang dilakukan untuk meningkatkan mutu
pendidikan di tingkat pendidikan dasar. Namun hasilnya kurang menggembirakan.
Secara garis besar factor-faktor penyebabnya adalah :
1. Kebijakan penyelenggaraan pendidikan nasional yang berorientasi pada output
pendidikan terlalu memusatkan pada input, sehingga proses pendidikan kurang
diperhatikan.
2. Penyelenggaraan pendidikan dilakukan secara sentralistik. Hal ini menyebabkan
tingginya ketergantungan kepada putusan birokrasi. Oleh sebab itu sekolah
menjadi tidak mandiri, kurang inisiatif dan miskin kreatifitas, sehingga usaha
untuk mengembangkan dan meningkatkan mutu layanan pendidikan menjadi
kurang termotifasi.
3. Peran serta masyarakat, terutama orang tua siswa dalam penyelenggaraan
pendidikan, selama ini hanya terbatas pada dukungan dana, padahal mereka
sangat penting dalam proses-proses pendidikan seperti pengambilan keputusan,
monitoring, evaluasi akuntabilitas. Oleh sebab itu perlu di sentralisasi
pendidikan sebagai factor pendorong MBS ini.
Berdasarkan hasil kajian yang dilakukan di Amerika Serikat, konsep Site
Based Management merupakan strategi penting untuk meningkatkan kualitas
pembuatan keputusan-keputusan pendidikan dalam anggaran pendidikan,
sumberdaya pendidik, kurikulum dan evaluasi pendidikan (penilaian). Demikian
juga studi yang dilakukan di El Salvador, Nepal dan Pakistan. Rata-rata informasi
menunjukkan pemberian otonomi pada sekolah telah meningkatkan motivasi dan
kehadiran guru.
Sementara di Australia, School Based Management merupakan refleksi
pengelolaan desentralisasi pendidikan yang menempatkan sekolah sebagai lembaga
yang memiliki kewenangan untuk menetapkan kebijakan yang menyangkut visi,
misi, dan tujuan atau sasaran sekolah yang membawa implikasi terhadap
pengembangan kurikulum sekolah dan program-program operatif sekolah yang lain.
MBS di Australia dibangun dengan memperhatikan kebijakan dan panduan dari
pemerintah negara bagian di satu pihak, dan di pihak lain dari partisipasi
masyarakat melalui school council dan parent and community association.
Perpaduan keduanya melahirkan dokumen penting penyelenggaraan MBS yaity
school policy yang memuat visi, misi, sasaran, pengembangan kurikulum, dan
prioritas program, school planning review serta school annual planning quality
assurance. Akuntabilitas dilakukan melalui external and internal monitoring.
Dengan belajar keberhasilan di negara lain seiring dengan diberlakukannnya
Undang-undang Otonomi Daerah yaitu UU.No.22 Tahun 1999 tentang Otonomi
Daerah dan Undang-undang N0.25 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan
Daerah, maka semakin membuka peluang kebijakan pendidikan di Indonesia
mengalami desentralisasi pula yang salah satu bentuknya berupa Manajemen
Berbasis Sekolah. Sejarah baru pengelolaan pendidikan di Indonesia melalui MBS
menjadikan pengelolaan pendidikan di Indonesia berpola desentralisasi, otonomi,
pengambilan keputusan secara partisipatif. Pendekatan birokratik tidak ada lagi,
yang ada adalah pendekatan profesional.
Dalam Pasal 11 UU No.25 Tahun 1999, kewenangan daerah kabupaten dan
kota, mencakup semua bidang pemerintahan termasuk di dalamnya pendidikan dan
kebudayaan, maka terdapat otonomi dalam upaya peningkatan mutu pendidikan,
peningkatan efisiensi pengelolaan pendidikan, peningkatan relevansi pendidikan
yang mengarah kepada pendidikan berbasis masyarakat, dan pemerataan pelayanan
pendidikan yang berkeadilan.

C. Alasan Diterapkannya Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Ada beberapa alasan yang yang mendasari penerapan Manajemen Berbasis
Sekolah yaitu:
1. Dengan pemberian otonomi yang lebih besar kepada sekolah, maka sekolah akan
lebih inisiatif/kreatif dalam meningkatkan mutu sekolah.
2. Dengan pemberian fleksibilitas yang lebih besar kepada sekolah untuk
mengelola sumber dayanya, maka sekolah akan lebih luwes dan lincah dalam
mengadakan dan memanfaatkan sumber daya sekolah secara optimal untuk
meningkatkan mutu sekolah.
3. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi
dirinya sehingga dia dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang
tersedia untuk memajukan sekolahnya.
4. Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input pendidikan
yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai
dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
5. Pengembangan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk
memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolah yang paling tahu apa yang
paling terbaik bagi sekolahnya
6. Penggunaan sumber daya pendidikan lebih efisien dan efektif bilamana
dikontrol oleh masyarakat setempat.
7. Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan
keputusan sekolah menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat.
8. Sekolah dapat bertanggung jawab tentang mutu pendidikan masing-masing
kepada pemerintah, orangtua peserta didik, dan masyarakat pada umumnya,
sehingga dia akan berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan
mencapai sasaran mutu pendidikan yang telah direncanakan.
9. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain
untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan
dukungan orangtua peserta didik, masyarakat, dan pemerintah daerah setempat.
10. Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan lingkungan yang
berubah dengan cepat.

D. Tujuan Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Tujuan penerapan manajemen berbasis sekolah secara umum adalah untuk
memandirikan atau memberdayakan sekolah melalui pemberian kewenangan
(otonomi) kepada sekolah, pemberian fleksibilitas yang lebih besar kepada sekolah
untuk mengelola sumberdaya sekolah, dan mendorong partisipasi warga sekolah
dan masyarakat untuk meningkatkan mutu pendidikan.
Secara terperinci MBS bertujuan untuk :
1. Meningkatkan mutu pendidikan melalui peningkatan kemandirian,
fleksibilitas, partisipasi, keterbukaan, kerjasama, akuntabilitas,
sustainabilitas, dan inisiatif sekolah dalam mengelola, memanfaatkan, dan
memberdayakan sumberdaya yang tersedia.
2. Meningkatkan kepedulian warga sekolah dan masyarakat dalam
penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama
3. Meningkatkan tanggungjawab sekolah kepada orangtua, masyarakat, dan
pemerintah tentang mutu sekolahnya dan
4. meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang mutu pendidikan
yang akan dicapai.

E. Syarat Penerapan manajemen berbasis sekolah (MBS)

Sejak awal, pemerintah (pusat dan daerah) haruslah suportif atas gagasan
MBS. Mereka harus mempercayai kepala sekolah dan dewan sekolah untuk
menentukan cara mencapai sasaran pendidikan di masing-masing sekolah. Penting
artinya memiliki kesepakatan tertulis yang memuat secara rinci peran dan
tanggung jawab dewan pendidikan daerah, dinas pendidikan daerah, kepala
sekolah, dan dewan sekolah. Kesepakatan itu harus dengan jelas menyatakan
standar yang akan dipakai sebagai dasar penilaian akuntabilitas sekolah. Setiap
sekolah perlu menyusun laporan kinerja tahunan yang mencakup seberapa baik
kinerja sekolah dalam upayanya mencapai tujuan dan sasaran, bagaimana sekolah
menggunakan sumber dayanya, dan apa rencana selanjutnya.
Perlu diadakan pelatihan dalam bidang-bidang seperti dinamika kelompok,
pemecahan masalah dan pengambilan keputusan, penanganan konflik, teknik
presentasi, manajemen stress, serta komunikasi antarpribadi dalam kelompok.
Pelatihan ini ditujukan bagi semua pihak yang terlibat di sekolah dan anggota
masyarakat, khususnya pada tahap awal penerapan MBS. Untuk memenuhi
tantangan pekerjaan, kepala sekolah kemungkinan besar memerlukan tambahan
pelatihan kepemimpinan.
Dengan kata lain, penerapan MBS mensyaratkan yang berikut:
1. MBS harus mendapat dukungan staf sekolah.
2. MBS lebih mungkin berhasil jika diterapkan secara bertahap.Kemungkinan
diperlukan lima tahun atau lebih untuk menerapkan MBS secara berhasil.
3. Staf sekolah dan kantor dinas harus memperoleh pelatihan penerapannya, pada
saat yang sama juga harus belajar menyesuaikan diri dengan peran dan saluran
komunikasi yang baru.
4. Harus disediakan dukungan anggaran untuk pelatihan dan penyediaan waktu
bagi staf untuk bertemu secara teratur.
5. Pemerintah pusat dan daerah harus mendelegasikan wewenang kepada kepala
sekolah, dan kepala sekolah selanjutnya berbagi kewenangan ini dengan para
guru dan orang tua murid.

F. Karakter Manajemen Berbasis Sekolah (MBS)

Karakteristik bisa diketahui dari bagaimana sekolah dapat
mengoptimalkan kinerja organisasi sekolah, proses belajar mengajar,
pengelolaan sumber daya manusia dan pengelolaan administrasi.
(Mulyasa,2002)
Nurkolis (2006) MBS memiliki karakteristik yang bertolak belakang
dengan karakteristik MKE, yaitu dalam hal misi sekolah hakikat aktifitas sekolah,
strategi-strategi manajemen, penggunaan sumber-suber daya, peran warga
sekolah, hubungan interpersonal, kualitas para administrator dan indikator-
indikator evektifitas.
Departemen Pendidikan Nasional (2007) karekteristik MBS memuat
secara inklusif elemen-elemen sekolah secara efektif, yang dikatagorikan
menjadi input, proses dan output.
Menurut Umaedi dalam Suryosubroto (2010: 197-198) karakter MBS antara lain:
a. Lingkungan sekolah yang aman dan tertib
b. Sekolah memiliki visi dan target yang ingin dicapai
c. Sekolah memiliki kepemimpinan yang kuat
d. Adanya harapan yang tinggi dari personel sekolah
e. Adanya pengembangan staf sesuai kemajuan iptek
f. Adanya evaluasi yang terus menerus guna perbaikan mutupendidikan
g. Adanya komunikasi dan dukungan intensif dari orang tua murid dan
masyarakat.
Jadi, MBS adalah kumpulan dari elemen-elemen manajemen pendidikan yang
saling mempengaruhi dan melengkapi. Keberhasilan sekolah juga dari adanya
keterlibatan elemen-elemen lain yang melilitnya. Pengoptimalan kinerja
organisasi sekolah diharapkan mampu mewujudkan visi dan misi sekolah yang
sesuai dengan tujuan pendidikan.

G. Ciri-ciri Manajemen Berbasis Sekolah



H. Hambatan Dalam Penerapan manajemen berbasis sekolah (MBS)

Beberapa hambatan yang mungkin dihadapi pihak-pihak berkepentingan
dalam penerapan MBS adalah sebagai berikut :
1) Tidak Berminat
Untuk Terlibat Sebagian orang tidak menginginkan kerja tambahan selain
pekerjaan yang sekarang mereka lakukan. Mereka tidak berminat untuk ikut
serta dalam kegiatan yang menurut mereka hanya menambah beban. Anggota
dewan sekolah harus lebih banyak menggunakan waktunya dalam hal-hal yang
menyangkut perencanaan dan anggaran. Akibatnya kepala sekolah dan guru
tidak memiliki banyak waktu lagi yang tersisa untuk memikirkan aspek-aspek
lain dari pekerjaan mereka. Tidak semua guru akan berminat dalam proses
penyusunan anggaran atau tidak ingin menyediakan waktunya untuk urusan itu.
2). Tidak Efisien
Pengambilan keputusan yang dilakukan secara partisipatif adakalanya
menimbulkan frustrasi dan seringkali lebih lamban dibandingkan dengan cara-
cara yang otokratis. Para anggota dewan sekolah harus dapat bekerja sama dan
memusatkan perhatian pada tugas, bukan pada hal-hal lain di luar itu.
3). Pikiran Kelompok
Setelah beberapa saat bersama, para anggota dewan sekolah
kemungkinan besar akan semakin kohesif. Di satu sisi hal ini berdampak positif
karena mereka akan saling mendukung satu sama lain. Di sisi lain, kohesivitas itu
menyebabkan anggota terlalu kompromis hanya karena tidak merasa enak
berlainan pendapat dengan anggota lainnya. Pada saat inilah dewan sekolah
mulai terjangkit pikiran kelompok. Ini berbahaya karena keputusan yang
diambil kemungkinan besar tidak lagi realistis.
4). Memerlukan Pelatihan
Pihak-pihak yang berkepentingan kemungkinan besar sama sekali tidak
atau belum berpengalaman menerapkan model yang rumit dan partisipatif ini.
Mereka kemungkinan besar tidak memiliki pengetahuan dan keterampilan
tentang hakikat MBS sebenarnya dan bagaimana cara kerjanya, pengambilan
keputusan, komunikasi, dan sebagainya.
5). Kebingungan Atas Peran dan Tanggung Jawab
Baru Pihak-pihak yang terlibat kemungkinan besar telah sangat
terkondisi dengan iklim kerja yang selama ini mereka geluti. Penerapan MBS
mengubah peran dan tanggung jawab pihak-pihak yang berkepentingan.
Perubahan yang mendadak kemungkinan besar akan menimbulkan kejutan dan
kebingungan sehingga mereka ragu untuk memikul tanggung jawab
pengambilan keputusan.
6). Kesulitan Koordinasi
Setiap penerapan model yang rumit dan mencakup kegiatan yang
beragam mengharuskan adanya koordinasi yang efektif dan efisien. Tanpa itu,
kegiatan yang beragam akan berjalan sendiri ke tujuannya masing-masing yang
kemungkinan besar sama sekali menjauh dari tujuan sekolah.
Apabila pihak-pihak yang berkepentingan telah dilibatkan sejak awal,
mereka dapat memastikan bahwa setiap hambatan telah ditangani sebelum
penerapan MBS. Dua unsur penting adalah pelatihan yang cukup tentang MBS
dan klarifikasi peran dan tanggung jawab serta hasil yang diharapkan kepada
semua pihak yang berkepentingan. Selain itu, semua yang terlibat harus
memahami apa saja tanggung jawab pengambilan keputusan yang dapat dibagi,
oleh siapa, dan pada level mana dalam organisasi.
Anggota masyarakat sekolah harus menyadari bahwa adakalanya
harapan yang dibebankan kepada sekolah terlalu tinggi. Pengalaman
penerapannya di tempat lain menunjukkan bahwa daerah yang paling berhasil
menerapkan MBS telah memfokuskan harapan mereka pada dua maslahat:
meningkatkan keterlibatan dalam pengambilan keputusan dan menghasilkan
keputusan lebih baik.



BAB III
SIMPULAN



1. MBS adaah model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar kepada
sekolah dan mendorong pengambilan keputusan partisipatif yang melibatkan
secara langsung semua warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan,
orang tua siswa, dan masyarakat) untuk meningkatkan mutu sekolah
berdasarkan kebijakan pendidikan nasional.
2. Terdapat beberapa alasan diterapkannya MBS.
3. MBS memiliki tujuan.
4. Penerapan MBS mensyaratkan :
a. MBS harus mendapat dukungan staf sekolah.
b. MBS lebih mungkin berhasil jika diterapkan secara bertahap.
c. Kemungkinan diperlukan lima tahun atau lebih untuk menerapkan MBS
secara berhasil.
d. Staf sekolah dan kantor dinas harus memperoleh pelatihan penerapannya,
pada saat yang sama juga harus belajar menyesuaikan diri dengan peran dan
saluran komunikasi yang baru.
e. Harus disediakan dukungan anggaran untuk pelatihan dan penyediaan waktu
bagi staf untuk bertemu secara teratur.
f. Pemerintah pusat dan daerah harus mendelegasikan wewenang kepada
kepala sekolah, dan kepala sekolah selanjutnya berbagi kewenangan ini
dengan para guru dan orang tua murid.
5. Hambatan dalam penerapan MBS:
a. Tidak berminat untuk terlibat
b. Tidak efisien
c. Pikiran kelompok
d. Memerlukan pelatihan
e. Kebingungan atas peran dan tanggung jawab baru
f. Kesulitan koordinasi

DAFTAR PUSTAKA



Depdiknas, 2001. Konsep dan Pelaksanaan dalam Manajemen Peningkatan Mutu
Berbasis Sekolah. Jakarta: Dikmenum.
Depdiknas, 2001. Panduan Monitoring dan Evaluasi dalam Manajemen Peningkatan
Mutu Berbasis Sekolah. Jakarta: Dikmenum.
Hasibuan, Malayu. 2003. Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah. Jakarta: Bumi
Aksara.
Mansoer, Hamdan. 1989. Pengantar Manajemen. Jakarta: P2LPTK.
Mulyasa, E. 2002. Manajemen Berbasis Sekolah Konsep, Strategi dan
Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Suprihatin dkk, 2004. Manajemen Sekolah. Semarang: UPT UNNES Press.
Nurkolis, 2003. Manajemen Berbasis sekolah Teori, Model dan Aplikasi. Jakarta:
Grasindo.
Umaedi,dkk.2011.Manajemen Berbasis Sekolah Jakarta: Universitas Terbuka

Anda mungkin juga menyukai