Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Osteoarthritis
Arthritis secara umum berarti inflamasi pada sendi, sedangkan Osteoarthritis
(OA) merupakan penyakit degeneratif yang menyerang kartilago sendi. OA muncul
sehubungan dengan menurunnya fungsi kartilago sendi yang ditandai dengan adanya
perubahan biomekanik, diikuti dengan hilangnya ketebalan kartilago sendi yang
progresif. Hilangnya kartilago sendi ditambah dengan adanya penekanan beban tubuh
mengakibatkan peningkatan mineralisasi subkondral sehingga terjadi penonjolan
sebagian permukaan sendi menjadi asimetris.
1

Proses degenerasi pada OA mempengaruhi semua struktur sendi. Hal ini
ditandai dengan penipisan dan fibrilasi kartilago, pengurangan ruang sendi,
pembentukan osteofit, sklerosis tulang subkondral, dan deformitas. Secara klinis
kelainan-kelainan tersebut dapat disertai rasa nyeri pada penggunaan sendi, kekakuan
sendi yang terutama dirasakan setelah tidak beraktivitas, body enlargement, hipertrofi
sinovial dan efusi, keterbatasan gerak, dan penurunan fungsi sendi.
2


2.2 Epidemiologi
OA adalah salah satu tipe yang paling sering terjadi. OA mempengaruhi sekitar
27 juta populasi dewasa di Amerika Serikat pada tahun 2005. Bersamaan dengan
meningkatnya harapan hidup dan epidemik obesitas maka prevalensi OA pun
memiliki kecenderungan untuk terus-menerus meningkat dalam 20 tahun kedepan.
1,2

OA merupakan penyakit yang sangat berhubungan dengan usia. Penyakit ini
jarang ditemukan pada usia sebelum 40 tahun. Prevalensi terjadinya OA pada
populasi Indonesia mencapai 15,5% pada pria dan 12,7% pada wanita yang berumur
sekitar 40-60 tahun. Diperkirakan sekitar 1-2 juta orang lanjut usia di Indonesia
menderita kecatatan karena OA.
1


2.3 Klasifikasi Osteoarthritis
Osteoarthritis dapat dibagi atas 2 jenis, yaitu:
4

a. Osteoarthritis primer
Osteoarthritis primer tidak diketahui dengan jelas penyebabnya dapat
mengenai satu atau beberapa sendi. OA jenis ini terutama ditemukan pada wanita
kulit putih, usia pertengahan dan umumnya bersifat poli-artikuler dengan nyeri
yang akut disertai pembengkakan tulang yang disebut nodus herbenden.
b. Osteoarthritis Sekunder
Osteoarthritis sekunder tidak diketahui dengan jelas penyebabnya, dapat
mengenai satu atau beberapa sendi. OA jenis ini terutama ditemukan pada wanita
kulit putih, usia pertengahan dan umumnya bersifat poli-artikuler dengan nyeri
yang akut disertai pembengkakan tulang yang disebut nodus herbenden.
Osteoarthritis sekunder dapat disebabkan oleh penyakit yang menyebabkan
kerusakan pada synovial sehingga menimbulkan osteoarthritis sekunder.
Beberapa keadaan yang dapat menimbulkan osteartrhitis sekunder adalah:
1. Trauma / instabilitas
Osteoarthritis sekunder terutama terjadi karena trauma akibat fraktur pada
daerah sendi, setelah mengisektomi, tungkai bawah yang tidak sama panjang,
adanya hipermobilitas dan instabilitas sendi, ketidaksejajaran dan ketidakserasian
permukaan sendi.
2. Faktor genetik / perkembangan
Adanya kelainan genetik dan kelainan perkembangan tubuh seperti displasia
epifisial, displasia acetabular, penyakit Legg-Calve-Perthes, dislokasi sendi
panggul bawaan, tergelincirnya epifisis (slipped epifisis) dapat menyebabkan
osteoarthritis.
3. Penyakit metabolik / endokrin
Osteoarthritis sekunder dapat pula disebabkan oleh penyakit metabolic /
endokrin seperti penyakit okronosis, akromegali, mukopolisakaridosis, deposisi
kristal atau setelah suatu inflamasi pada sendi misalnya arthritis reumatik atau
atropati oleh inflamasi.

2.4 Etiopatogenesis Osteoarthritis
Terdapat dua perubahan morfologi utama yang mewarnai OA yaitu kerusakan
tulang rawan sendi yang progresif dan pembentukan tulang baru pada dasar lesi
tulang rawan sendi dan tepi sendi (osteofit). Perubahan yang lebih dulu timbul,
sampai sekarang belum dimengerti. Penelitian-penelitian menunjukkan bahwa
perubahan-perubahan metabolisme tulang rawan sendi telah timbul sejak proses
patologis OA. Perubahan tersebut berupa peningkatan aktivitas enzim-enzim yang
merusak makromolekul matriks tulang rawan sendi (proteoglikan dan kolagen). Hal
ini menyebabkan penurunan kadar proteoglikan, perubahan sifat-sifat kolagen dan
berkurangnya kadar air tulang rawan sendi. Saat ini OA tidak dipandang hanya
sebagai proses degeneratif saja, tetapi juga merupakan suatu penyakit dengan proses
aktif.
Dengan adanya perubahan-perubahan pada makromolekul tulang rawan tersebut,
sifat-sifat biomekanis tulang rawan sendi akan berubah. Hal ini akan menyebabkan
tulang rawan sendi rentan terhadap beban biasa. Permukaan tulang rawan sendi
menjadi tidak homogen, terpecah belah, terdapat robekan-robekan dan timbul
ulserasi. Dengan berkembangnya penyakit OA, tulang rawan sendi dapat hilang
seluruhnya sehingga tulang dibawahnya menjadi terbuka. Pembentukan tulang baru
(osteofit) dipandang oleh beberapa ahli sebagai suatu proses perbaikan untuk
membentuk kembali persendian atau tepi sendi. Dengan menambah luas permukaan
sendi yang dapat menerima beban, osteofit mungkin dapat memperbaiki perubahan-
perubahan awal tulang rawan sendi pada osteoarthritis, akan tetapi kaitan yang
sebenarnya antara osteofit dengan kerusakan tulang rawan sendi belum jelas, oleh
karena osteofit dapat timbul pada saat tulang rawan sendi masih kelihatan normal.
4




2.5 Faktor Risiko
Faktor risiko tertinggi untuk OA adalah usia. Peningkatan progresif prevalensi
OA sering dijumpai seiring dengan peningkatan usia. Trauma besar dan penggunaan
sendi berulang juga merupakan salah satu faktor risiko untuk OA. Pada manusia dan
model hewan, insufisiensi ligamentum krusiatum anterior dan kerusakan meniskus
menimbulkan OA lutut. Kerusakan tulang sendi dapat terjadi pada saat cedera atau
saat sesudahnya, bahkan tulang rawan yang normal akan mengalami degenerasi bila
sendi tidak stabil.
3

Faktor herediter juga berperan pada timbulnya OA, misalnya pada seorang ibu
dengan OA pada interfalang distal terdapat 2 kali lebih sering OA pada sendi-sendi
tersebut pada anaknya.
4

Berat badan yang berlebih nyata berkaitan dengan meningkatnya risiko untuk
timbulnya OA baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan ternyata tidak hanya
berkaitan dengan OA pada sendi yang menanggung beban, tetapi juga dengan OA
sendi lain, misalnya tangan ataupun sternoclavicula. Peran metabolik dan hormonal
pada kaitan antara OA dan kegemukan juga disokong oleh adanya kaitan antara OA
dengan penyakit-penyakit seperti jantung koroner, diabetes mellitus, dan hipertensi.
4

Pola keterlibatan sendi dipengaruhi oleh beban yang berkaitan dengan pekerjaan
(vokasional) atau avokasional sebelumnya. Demikian juga cedera sendi dan olahraga
yang sering mengakibatkan cedera sendi berkaitan dengan risiko OA yang lebih
tinggi.
3

Tingginya kepadatan tulang juga dikatakan dapat meningkatkan risiko timbulnya
OA. Hal ini mungkin timbul karena tulang yang lebih padat dan lebih keras tidak
membantu mengurangi benturan beban yang diterima oleh tulang rawan sendi.
Akibatnya tulang rawan sendi menjadi lebih mudah sobek.
4


2.6 Manifestasi Klinis
Nyeri sendi pada OA sering dikeluhkan sebagai nyeri dalam dan terlokalisasi di
sendi yang terkena. Biasanya nyeri OA diperberat oleh pemakaian sendi dan
menghilang dengan istirahat, tetapi seiring dengan perkembangannya, nyeri tersebut
menjadi menetap. Kekakuan sendi yang terkena pada saat bangun pagi hari atau
setelah periode inaktivitas mungkin menonjol tetapi biasanya menetap kurang dari 20
menit.
3

Pemeriksaan fisik pada sendi OA mungkin memperlihatkan nyeri lokal dan
pembengkakan tulang atau jaringan lunak. Krepitus tulang adalah tanda khas dari
OA. Efusi sinosium apabila ada biasanya tidak besar. Pada palpasi mungkin sendi
terasa hangat. Atrofi otot periartikularis mungkin disebabkan oleh tidak
digunakannya otot atau oleh inhibisi reflex kontraksi otot. Pada OA tahap lanjut,
dapat terjadi kecacatan, hipertrofi tulang, subluksasi, dan berkurangnya gerakan sendi
yang mencolok.
3

Pemeriksaan diagnostik biasanya didasarkan pada gambaran klinis dan radiografi.
Pada sebagian besar kasus, radiografi pada sendi yang terkena OA memberikan
gambaran seperti penyempitan celah sendi yang seringkali asimetris, peningkatan
densitas (sklerosis) tulang subkondral, kista tulang, osteofit pinggir sendi dan
perubahan struktur anatomi sendi. Berdasarkan perubahan-perubahan radiografi
tersebut, OA dapat digradasi menjadi ringan sampai berat (kriteria Kellgrendan
Lawrence).
4


Tabel 1. Radiographic Grading System fo OA.
Grade Beratnya OA Temuan Radiologis
Grade 0 Tidak ada Tidak ada gambaran OA
Grade 1 Diragukan Osteofit kecil, signifikansi diragukan
Grade 2 Minimal Osteofit definitive, ruang sendi tidak terganggu
Grade 3 Sedang Pengurangan moderate dari ruang sendi
Grade 4 Berat Ruang sendi amat terganggu dengan adanya
sklerosis tulang subkondral

Pemeriksaan laboratorium pada OA biasanya tidak terlalu banyak berguna. Darah
tepi (hemoglobin, leukosit, laju endap darah) dalam batas normal, kecuali OA
generalisata yang harus dibedakan dengan Arthritis peradangan. Pemeriksaan
imunologi (ANA, faktor Reumatoid dan komplemen) juga normal. Pada OA yang
disertai peradangan, mungkin didapatkan penurunan viskositas, pleusitosis ringan
sampai sedang, peningkatan ringan sel peradangan (<8000/m) dan peningkatan
protein.
4


2.7 Penatalaksanaan
Terapi OA umumnya bersifat simptomatik, misalnya dengan pengendalian faktor
risiko, latihan, intervensi fisioterapi dan farmakologis. Pada OA fase lanjut sering
memerlukan pembedahan. Untuk mengurangi rasa nyeri dapat digunakan analgetik
atau obat-obatan anti inflamasi non steroid (OAINS). Keluhan OA biasanya
berlangsung lama, maka memerlukan analgetik dalam jangka lama sehingga perlu
diperhatikan efek samping OAINS terutama tukak lambung.
2

Penatalaksanaan OA didasarkan atas sendi mana yang terkena, berat ringannya
sendi yang terlibat. Secara umum penatalaksanaan terdiri dari 3 hal pokok yaitu terapi
non farmakologis, farmakologis, dan terapi pembedahan.
5

a. Terapi non farmakologis
Terapi non farmakologis dibagi menjadi dua jenis, yaitu konvensional dan
non-konvensional.
- Konvensional
1. Edukasi
Edukasi pasien sangat penting saat akan memulai terapi OA. OA
merupakan penyakit yang terjadi perlahan-lahan dan penanganannya pun
melalui tahapan-tahapan yang begitu panjang. Kadang-kadang pasien
mengobati sendiri sakitnya dengan obat-obatan yang telah diberi
sebelumnya dan membeli lagi tanpa sepengetahuan dokter, sehingga bila
terjadi efek samping pasien tidak tahu apa yang harus dilakukan.
5

2. Penurunan berat badan.
Penurunan berat badan sangat penting diperhatikan, karena obesitas
merupakan salah satu risiko penting terjadinya OA, baik pengaruh secara
fisik langsung pada sendi akibat beban yang berat tertumpu pada sendi,
maupun secara histokimiawi dimana molekul sistemik pada obesitas dapat
mempengaruhi rawan sendi penderita.
5

3. Olahraga
Olahraga yang dilakukan oleh penderita OA dengan latar belakang air
merupakan pilihan yang penting pada penderita OA misalnya berenang.
Jalan kaki juga dapat membantu tetapi dilakukan dengan santai dan tidak
dipaksakan untuk terus berjalan apabila sudah dirasa kelelahan. Jalan kaki
juga membantu memperbaiki kelemahan sendi lutut dan membantu
perbaikan kerusakan sendi. Untuk mencegah risiko terjadinya kecacatan
pada sendi, sebaiknya dilakukan olah raga peregangan otot seperti m.
Quadrisep femoris, dengan peregangan dapat membantu dalam
peningkatan fungsi sendi secara keseluruhan dan mengurangi nyeri. Pada
pasien ini kami sarankan untuk senam aerobic low impact / intensitas
rendah tanpa membebani tubuh selama 30 menit sehari tiga kali seminggu.
Hal ini bisa dilakukan dengan olahraga naik sepeda atau dengan
melakukan senam lantai. Senam lantai bisa dilakukan dimana pasien
mengambil posisi terlentang sambil meregangkan lututnya, dengan cara
mengangkat kaki dan secara perlahan menekuk dan meluruskan lututnya.
5





- Non konvensional
Pada terapi non konvensional yang dapat dilakukan diantaranya adalah
fisioterapi, stimulasi saraf elektrik perkutaneus, gelombang elektromagnetik,
magnet stasis, akupuntur, spa, yoga dan lain-lain.
5

b. Terapi Farmakologik
1. Analgesik topikal
Agen topikal untuk managemen OA secara luas mudah didapatkan
dipasaran tanpa harus dengan resep dokter. Obat yang paling sering dipakai
adalah yang berisi capsaicin dan NSAIDs .
5

2. Analgesik sistemik (Acetaminofen)
Paracetamol atau nama lain dari acetaminophen merupakan analgesik dan
anti piretik, digunakan pada tingkatan awal untuk mengurangi rasa sakit pada
OA sebagaimana direkomendasikan oleh American College of
Rheumathology (ACR), Europhean League Against Rheumatism (EULAR),
dan Osteoarthritis Research Society International (OARSI) dengan dosis bisa
sampai 4 gram sehari.
6

Pada metaanalisis tentang perbandingan acetaminophen dengan non-
selektif NSAIDs (ibuprofen, nafroxen, diclofenac) dan Selective Inhibitor
Cyclilooxygenase (celeocib, rofexacib) dalam mengurang rasa nyeri pada OA
memang acetaminophen kurang dibandingkan NSAIDs maupun COX 2
inhibitor.
6

3. Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS)/ Non Steroid Anti Inflamation
Drugs (NSAIDs)
Apabila cara-cara tersebut diatas tidak berhasil, pada umumnya pasien
mulai datang kepada dokter. Dalam hal ini kita pikirkan untuk pemberian
OAINS, oleh karena golongan obat ini disamping mempunyai efek analgetik
juga memiliki efek anti inflamasi. Oleh karena pasien OA kebanyakan
merupakan usia lanjut, maka pemberian obat-obatan jenis ini harus sangat
berhati-hati. Jadi pilihlah obat yang efek sampingnya minimal dan dengan
cara pemakaian yang sederhana, disamping itu pengawasan terhadap
timbulnya efek samping selalu dilakukan.
4

Daftar NSAIDs yang sering digunakan dalam mengatasi nyeri pada OA:
a. NSAIDs konvensional :
- Diklofenac,
- Etodolac,
- Ibuprofen,
- Indometachin,
- Ketoprofen,
- Meloxicam,
- Nabumetone,
- Naproxen,
- Piroxicam.

b. Cox 2-Inhibitor
- Celecoxib
c. Salisilat
- Salsalate.
4. Agen Kondroprotektif
Kondroprotektif agen adalah obat-obatan yang dapat menjaga atau
merangsang perbaikan (repair) tulang rawan sendi pada pasien OA. Sebagian
peneliti menggolongkan obat-obatan tersebut dalam Slow Acting Anti
Osteoarthritis Drugs (SAAODs) dan Disease Modifying Anti Ostoarthritis
Drugs (DMAODs). Sampai saat ini yang termasuk kedalam golongan obat ini
adalah : tetrasikilin, asamhialuronat, kondroitin sulfat,glikosaminoglikan,
Vitamin-C, superoxide desmutate dan sebagainya.
4

c. Terapi Bedah
Terapi pembedahan dilakukan apabila terapi farmakologis tidak berhasil
mengurangi rasa sakit dan juga untuk melakukan koreksi apabila terjadi
deformitas sendi yang mengganggu aktivitas sehari-hari.
2

Terapi bedah yang biasanya dilakukan diantaranya osteotomi dan
perbaikan sendi (Joint Replacement). Pada pasien-pasien tertentu, osteotomi
dapat mengurangi rasa sakit dan dapat menunda operasi reparasi sendi yang
lebih luas dan biasanya pada pasien dengan usia yang lebih muda. Tindakan
bedah lain diantaranya pengangkatan tulang yang nekrosis, stabilisasi sendi,
mengurangi gesekan saraf (spinal stenosis dan herniasi).
5








































DAFTAR PUSTAKA

1. Biundo JJ. Musculoskeletal sign and symptoms: Regional Reumathics pain
syndromes. In : Primer on the rheumathic disease,13
th
ed 2008 : 68-86.
2. ZENG Qing-yu., ZANG Chang-hai., LIN ling. Epidemiologic study of soft
tissue rheumatism in Shantou an Taiyuan, China. Chin Med J 2010;123(15) :
2058-2062
3. Fauci, A.S., Kasper, D.L., Braunwald, E., Isselbacher, K.J.,Wilson, J.D.,
Martin, J.B. 2000. Harrisons Principal of Internal Medicine. 13
th
ed. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
4. Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadribata, M., Setiati, S. 2009.
Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu
Penyakit Dalam.
5. Husni EM, Donohue JP. Painful shoulder and reflex symphatethic dystrophy
syndrome. In: Arthritis and allied conditions, a textbook of rheumatology 15
th
ed.2005 : 2133-2151
6. Hadler NM. Occupationa usculoskeletal disorders,13
th
ed.2005 : 146-201

Anda mungkin juga menyukai