A. Pengertian Gizi buruk adalah keadaan kekurangan energi dan protein (KEP) tingkat berat akibat kurang mengkonsumsi makanan yang bergizi dan atau menderita sakit dalam waktu lama. Ditandai dengan status gizi sangat kurus (menurut BB terhadap TB) dan atau hasil pemeriksaan klinis menunjukkan gejala marasmus, kwashiorkor atau marasmik kwashiorkor.
Marasmus berasal dari kata Yunani yang berarti wasting merusak. Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori protein.
Kwashiorkor ialah suatu keadaan kekurangan gizi ( protein ). Walaupun sebab utama penyakit ini adalah defisiensi protein, tetapi karena bahan makanan yang dimakan kurang mengandung nutrisi lainnya ditambah dengan konsumsi setempat yang berlainan, maka akan terdapat perbedaan gambaran kwashiorkor di berbagai negara.
Anak/bayi yang menderita marasmic-kwashiorkor mempunyai gejala (sindroma) gabungan kedua hal di atas. Seorang bayi yang menderita marasmus lalu berlanjut menjadi kwashiorkor atau sebaliknya tergantung dari makanan/gizinya dan sejauh mana cadangan energi dari lemak dan protein akan berkurang/habis terpakai.
B. Tanda Tanda Marasmus a. Penampilan Muka seorang penderita marasmus menunjukkan wajah seorang tua. Anak terlihat sangat kurus (vel over been) karena hilangnya sebagian lemak dan otot-ototnya. b. Perubahan Mental Anak menangis, rewel dan lesu, setelah mendapat makan oleh sebab masih merasa lapar. Kesadaran yang menurun (apati) terdapat pada penderita marasmus yang berat. c. Kelainan Pada Kulit Tubuh Kulit keriput, kering, dingin dan mengendor disebabkan kehilangan banyak lemak dibawah kulit serta otot-ototnya. d. Kelainan Pada Rambut Kepala Walaupun tidak seperti pada penderita kwarshiorkor rambut berubah warna kemerahan, marasmus adakalanya tampak rambut kering, tipis dan mudah rontok. e. Lemak Dibawah Kulit Lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit mengurang. f. Otot-Otot Otot-otot atrofis, hingga tulang-tulang terlihat lebih jelas Kwarshiorkor a. Mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran nafas dan diare. b. Edema (pembengkakan), umumnya seluruh tubuh (terutama punggung kaki dan wajah) membulat dan lembab c. Pandangan mata sayu d. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut tanpa rasa sakit dan mudah rontok e. Terjadi perubahan status mental menjadi apatis dan rewel f. Terjadi pembesaran hati g. Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk h. Terdapat kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi coklat kehitaman lalu terkelupas (crazy pavement dermatosis) i. Sering disertai penyakit infeksi yang umumnya akut
Marasmus - Kwarshiorkor Marasmus-kwashiorkor mempunyai gejala (sindroma) gabungan kedua hal di atas. Seorang bayi yang menderita marasmus lalu berlanjut menjadi kwashiorkor atau sebaliknya tergantung dari makanan/gizinya dan sejauh mana cadangan energi dari lemak dan protein akan berkurang/habis terpakai. Apabila masukan energi kurang dan cadangan lemak terpakai, bayi/anak akan jatuh menjadi marasmus. Sebaliknya bila cadangan protein dipakai untuk energi, gejala kwashiorkor akan menyertai. C. Penyebab Marasmus 1. Masukan makanan yang kurang Marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit,pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan, akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak; misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer. 2. Infeksi Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephritis dan sifilis kongenital. 3. Kelainan struktur bawaan Misalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschprung, deformitas palatum, palatoschizis, micrognathia, stenosispilorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pancreas. 4. Prematuritas dan penyakit pada masa neonates Pada keadaan- keadaan tersebut pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat. 5. Pemberian ASI Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup. 6. Gangguan metabolic Misalnya: renal asidosis, idiopathic hypercalcemia, galactosemia, lactose intolerance. 7. Tumor hypothalamus Jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila penyebab marasmus yang lain telah disingkirkan. 8. Penyapihan Penyapihan yang terlalu dini disertai dengan pemberian makanan yang kurang akan menimbulkan marasmus. 9. Urbanisasi Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya marasmus meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan susu yang terlalu encer akibat dari tidak mampu membeli susu dan bila disertai dengan infeksi berulang, terutama gastro enteritis akan menyebabkan anak jatuh dalam marasmus.
Kwarshiorkor 1. Pola makan Protein (dan asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang cukup, tidak semua makanan mengandung protein/ asam amino yang memadai. Bayi yang masih menyusui umumnya mendapatkan protein dari ASI yang diberikan ibunya, namun bagi yang tidak memperoleh ASI protein adri sumber- sumber lain (susu, telur, keju, tahu dan lain-lain) sangatlah dibutuhkan. Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak berperan penting terhadap terjadi kwashiorkhor, terutama pada masa peralihan ASI ke makanan pengganti ASI. 2. Faktor sosial Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan sosial dan politik tidak stabil, ataupun adanya pantangan untuk menggunakan makanan tertentu dan sudah berlansung turun-turun dapat menjadi hal yang menyebabkan terjadinya kwashiorkor. 3. Faktor ekonomi Kemiskinan keluarga/ penghasilan yang rendah yang tidak dapat memenuhi kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidak dapat mencukupi kebutuhan proteinnya.
4. Faktor infeksi dan penyakit lain Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Dan sebaliknya MEP, walaupun dalam derajat ringan akan menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi.
Sifat-sifat yang membedakan Marasmus Kwashiorkor Faktor penyebab utama Penurunan kalori (terutama) Penurunan protein dan stres (misalnya luka, pembedahan dan infeksi) Lama perkembangan Beberapa bulan sampai Beberapa minggu beberapa tahun Tanda fisik yang ditemukan Gambaran umum Kurus/kurang makan Biasa/cukup makan Penurunan berat badan* Ada Tidak ada atau sedikit sekali (dapat tertutup oleh edema) Edema Tidak ada Ada Rambut Normal Mudah dicabut, hilangnya pigmen rambut (rambut jagung) Albumin serum, transferin, atau pre albumin Normal Menurun Mortalitas Rendah (kecuali jika disebabkan oleh penyakit yang mendasari) Tinggi (daya penyembuhan luka rendah, immunokompeten, tinggi infeksi)
Epidemiologi kwashiorkor
Kata kwarshiorkor berasal dari bahasa Ghana-Afrika yang berati anak yang kekurangan kasih sayang ibu . Kwashiorkor adalah salah satu bentuk malnutrisi protein berat yang disebabkan oleh intake protein yang inadekuat dengan intake karbohidrat yang normal atau tinggi . Dibedakan dengan Marasmus yang disebabkan oleh intake dengan kualitas yang normal namun kurang dalam jumlah .
Etiologi Penyebab terjadinya kwashiorkor adalah inadekuatnya intake protein yang berlansung kronis. Faktor yang dapat menyebabkan hal tersbut diatas antara lain : 1. Pola makan Protein (dan asam amino) adalah zat yang sangat dibutuhkan anak untuk tumbuh dan berkembang. Meskipun intake makanan mengandung kalori yang cukup, tidak semua makanan mengandung protein/ asam amino yang memadai. Bayi yang masih menyusui umumnya mendapatkan protein dari ASI yang diberikan ibunya, namun bagi yang tidak memperoleh ASI protein adri sumber-sumber lain (susu, telur, keju, tahu dan lain-lain) sangatlah dibutuhkan . Kurangnya pengetahuan ibu mengenai keseimbangan nutrisi anak berperan penting terhadap terjadi kwashiorkhor, terutama pada masa peralihan ASI ke makanan pengganti ASI . 2. Faktor sosial Hidup di negara dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi, keadaan sosial dan politik tidak stabil, ataupun adanya pantangan untuk menggunakan makanan tertentu dan sudah berlansung turun-turun dapat menjadi hal yang menyebabkan terjadinya kwashiorkor . 3. Faktor ekonomi Kemiskinan keluarga/ penghasilan yang rendah yang tidak dapat memenuhi kebutuhan berakibat pada keseimbangan nutrisi anak tidak terpenuhi, saat dimana ibunya pun tidak dapat mencukupi kebutuhan proteinnya . 4. Faktor infeksi dan penyakit lain Telah lama diketahui bahwa adanya interaksi sinergis antara MEP dan infeksi. Infeksi derajat apapun dapat memperburuk keadaan gizi. Dan sebaliknya MEP, walaupun dalam derajat ringan akan menurunkan imunitas tubuh terhadap infeksi.
Epidemiologi Kasus ini sering dijumpai di daerah miskin, persediaan makanan yang terbatas, dan tingkat pendidikan yang rendah. Penyakit ini menjadi masalah di negara-negara miskin dan berkembang di Afrika, Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Asia Selatan. Di negara maju sepeti Amerika Serikat kwashiorkor merupakan kasus yang langka . Berdasarkan SUSENAS (2002), 26% balita di Indonesia menderita gizi kurang dan 8% balita menderita gizi buruk (marasmus, kwashiorkor, marasmus-kwashiorkor) .
Gejala Klinis Tanda atau gejala yang dapat dilihat pada anak dengan Malnutrisi protein berat-Kwashiorkor, antara lain : Gagal untuk menambah berat badan Pertumbuhan linear terhenti. Edema gerenal (muka sembab, punggung kaki, perut yang membuncit) Diare yang tidak membaik Dermatitis, perubahan pigmen kulit (deskuamasi dan vitiligo). Perubahan warna rambut menjadi kemerahan dan mudah dicabut. Penurunan masa otot Perubahan mental seperti lethargia, iritabilitas dan apatis dapat terjadi. Perubahan lain yang dapat terjadi adala perlemakan hati, gangguan fungsi ginjal, dan anemia. Pada keadaan berat/ akhir (final stages) dapat mengakibatkan shock, coma dan berakhir dengan kematian .
Diagnosis Diagnosis ditegakkan dengan anamesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. 1. Anamesis Keluhan yang sering ditemukan adalah pertumbuhan anak yang kurang, seperti berat badan yang kurang dibandingkan anak lain (yang sehat). Bisa juga didapatkan keluhan anak yang tidak mau makan (anoreksia), anak tampak lemas serta menjadi lebih pendiam, dan sering menderita sakit yang berulang . 2. Pemeriksaan Fisik Yang dapat dijumpai pada pemeriksaan fisik antara lain : Perubahan mental sampai apatis Edema (terutama pada muka, punggung kaki dan perut) Atrofi otot Ganguan sistem gastrointestinal Perubahan rambut (warna menjadi kemerahan dan mudah dicabut) Perubahan kulit (perubahan pigmentasi kulit) Pembesaran hati Tanda-tanda anemia 3. Pemeriksaan penunjang Darah lengkap, urin lengkap, feses lengkap, protein serum (albumin, globulin), elektrolit serum, transferin, feritin, profil lemak. Foto thorak, dan EKG .
Komplikasi Anak dengan kwashiorkor akan lebih mudah untuk terkena infeksi dikarenakan lemahnya sistem imun . Tinggi maksimal dan kempuan potensial untuk tumbuh tidak akan pernah dapat dicapai oleh anak dengan riwayat kwashiorkor. Bukti secara statistik mengemukakan bahwa kwashiorkor yang terjadi pada awal kehidupan (bayi dan anak-anak) dapat menurunkan IQ secara permanen .
Penatalaksanaan/ terapi Penatalaksanaan kwashiorkor bervariasi tergantung pada beratnya kondisi anak. Keadaan shock memerlukan tindakan secepat mungkin dengan restorasi volume darah dan mengkontrol tekanan darah. Pada tahap awal, kalori diberikan dalam bentuk karbohidrat, gula sederhana, dan lemak. Protein diberikan setelah semua sumber kalori lain telah dapat menberikan tambahan energi. Vitamin dan mineral dapat juga diberikan . Dikarenan anak telah tidak mendapatkan makanan dalam jangka waktu yang lama, memberikan makanan per oral dapat menimbulkan masalah, khususnya apabila pemberian makanan dengan densitas kalori yang tinggi. Makanan harus diberikan secara bertahap/ perlahan. Banyak dari anak penderita malnutrisi menjadi intoleran terhadap susu (lactose intolerance) dan diperlukan untuk memberikan suplemen yang mengandung enzim lactase . Penatalaksaan gizi buruk menurut standar pelayanan medis kesehatan anak IDAI (ikatan dokter anak Indonesia) :
Prognosis Penanganan dini pada kasus-kasus kwashiorkor umumnya memberikan hasil yang baik. Penanganan yang terlambat (late stages) mungkin dapat memperbaiki status kesehatan anak secara umum, namun anak dapat mengalami gangguan fisik yang permanen dan gangguan intelektualnya. Kasus-kasus kwashiorkor yang tidak dilakukan penanganan atau penanganannya yang terlambat, akanmemberikan akibta yang fatal .
Marasmus Diposkan oleh TMC di 05.58 Label: Kesehatan Anak
A. Definisi Marasmus adalah suatu bentuk malnutrisi protein-energi yang berat yang terdiri dari kekurangan kalori dan kekurangan energi. Malnutrisi protein-energi yang lainnya adalah kwashiokor dan kaheksia (salah satu yang paling sering ditemukan di negara berkembang). Anak dengan marasmus kelihatan kurus dan berat badan turun sampai dengan 80% dari berat normal berdasarkan dari tinggi badannya
Marasmus - berasal dari kata marasmos (Bahasa Jerman) yang artinya sekarat- salah satu bentuk mal nutrisi dengan ciri utama kelambatan pertumbuhan dan kehilangan lemak di bawah kulit dan mengecilnya otot yang disertai dengan menurunnya selera makan dan keterbelakangan mental. Marasmus biasanya terjadi pada awal-awal tahun pertama kehidupan dari seorang anak. Karena itu, Marasmus juga dikenal dengan nama infantile atrophy, athrepsia, pedatrophy yang bermakna mengecilnya anak. Sekadar tambahan info saja, marasmus juga bisa terjadi pada ternak besar seperti kerbau atau lembu jika dalam pakannya kekurangan unsur cobalt dan tembaga.
Apapun kondisinya, apakah itu Marsmus maupun Kwashiorkor atau kombinasi keduanya, penyebab utamanya adalah karena pengabaian terhadap intake gizi. Pengabaian ini umumnya disebabkan karena ketidaktahuan akan gizi, bahan gizi dan perannya dalam pertumbuhan dan kehidupan manusia. Dan dapat dipahami, jika anak-anak yang mengalami kurang energi dan protein itu, akan mudah terserang infeksi seperti diare, ISPA (infeksi saluran pernapasan atas), TBC, polio, danlain-lain. Gejala awal KEP dimulai dengan anak yang tidak mengalami pertambahan tinggi maupun berat badan. Bila keadaan lebih lanjut, anak menjadi kurus dan berat badan justru menurun. Gejala yang ada adalah anak akan lesu, apatis, selalu gelisah, dan cengeng. Anak juga akan mudah terserang penyakit infeksi. A. Klasifikasi Klasifikasi Kurang Energi Protein sebagai berikut: 1. KEP ringan : > 80-90% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC) 2. KEP sedang : > 70-80% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC) 3. KEP berat : 70% BB ideal terhadap TB (WHO-CDC)
B. Epidemiologi Kurang Energi Protein paling sering ditemukan di negara-negara sedang berkembang.Hal ini dapat dipahami karena marasmus sering berhubungan dengan keadaan kepadatan penduduk dan higiene yang kurang di daerah perkotaan yang sedang membangun dan serta terjadinya krisis ekonomi. Selama 2 tahun ini, lebih banyak ditemukan balita penderita KEP berjenis kelamin perempuan daripada laki-laki (60,20% vs. 39,80%). Dengan perbandingan 1,5:1. Hasil ini sesuai dengan penelitian Nazir HZ.M, dkk di RSUP Palembang. Sedangkan Agustina Lubis dkk. (1997) menemukan prevalensi laki-laki : perempuan adalah 1 : 4.; menurutnya hal ini disebabkan karena perbedaan nilai anak, anak laki-laki dianggap lebih berharga daripada anak perempuan sehingga anak laki-laki akan mendapatkan perawatan kesehatan dan pemberian makanan yang lebih baik.
Dari segi golongan umur, balita penderita KEP lebih banyak ditemukan pada usia 12 s/d 23 bulan, yaitu sebesar 50,00%. Balita pada usia ini, baru memasuki suatu tahapan baru dalam proses tumbuh kembangnya. Di antaranya tahapan untuk mulai beralih dari ketergantungan yang besar pada ASI atau susu formula ke makanan semi adat. Sebagian balita mengalami masa ini tanpa kesulitan, namun sebagian lagi menderita kesulitan makan yang berat. C. Etiologi Marasmus ialah suatu bentuk kurang kalori protein yang berat. Faktor terbesar yang menyebabkan kurang kelori protein yaitu: transisi dari pemberian ASI ke makanan dengan nutrisi rendah, infeksi akut dari traktus gastrointestinal, infeksi kronis seperti HIV atau TBC. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor ling-kungan, ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. Ketidakseimbangan antara penurunan energi intake dan peningkatan energi yang dibutuhkan menghasilkan keseimbangan energi yang negatif. Secara garis besar sebab-sebab marasmus ialah sebagai berikut: 1. Masukan makanan yang kurang Marasmus terjadi akibat masukan kalori yang sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak; misalnya pemakaian secara luas susu kaleng yang terlalu encer. 2. Infeksi Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral misalnya infantil gastroenteritis, bronkhopneumonia, pielonephritis dan sifilis kongenital. 3. Kelainan struktur bawaan Misalnya: penyakit jantung bawaan, penyakit Hirschprung, deformitas palatum, palatoschizis, micrognathia, stenosis pilorus, hiatus hernia, hidrosefalus, cystic fibrosis pancreas. 4. Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus Pada keadaan-keadaan tersebut pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat. 5. Pemberian ASI Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang cukup. 6. Gangguan metabolik Misalnya: renal asidosis, idiopathic hypercalcemia, galactosemia, lactose intolerance. 7. Tumor hypothalamus Jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila penyebab marasmus yang lain telah disingkirkan. 8. Penyapihan Penyapihan yang terlalu dini disertai dengan pemberian makanan yang kurang akan menimbulkan marasmus. 9. Urbanisasi Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya marasmus; meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan susu yang terlalu encer akibat dari tidak mampu membeli susu; dan bila disertai dengan infeksi berulang, terutama gastro enteritis akan menyebabkan anak jatuh dalam marasmus. D. Patogenesis dan Patofisiologi Sebenarnya malnutrisi merupakan suatu sindrom yang terjadi akibat banyak faktor. Faktor-faktor ini dapat digolongkan atas tiga faktor penting yaitu : tubuh sendiri (host), agent (kuman penyebab), environment (lingkungan). Memang faktor diet (makanan) memegang peranan penting tetapi faktor lain ikut menentukan. Gopalan menyebutkan marasmus adalah compensated malnutrition. Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan; karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan di ginjal. Selama puasa jaringan lemak dipecah jadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi setelah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh. Pada keadaan ini yang menyolok ialah pertumbuhan yang kurang atau terhenti disertai atrofi otot dan menghilangnya lemak di bawa kulit. Pada mulanya kelainan demikian merupakan proses fisiologis. Untuk kelangsungan hidup jaringan, tubuh memerlukan energi yang dapat dipenuhi oleh makanan yang diberikan, sehingga harus didapat dari tubuh sendiri, sehingga cadangan protein digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut. Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak saja membantu memenuhi kebutuhan energi, akan tetapi juga untuk memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit esensial lainnya seperti asam amino untuk komponen homeostatik. Oleh karena itu pada marasmus berat, kadang-kadang masih ditemukan asam amino yang normal, sehingga hati masih dapat membentuk cukup albumin. Proses metabolic anak pada dasarnya sama, akan tetapi relative lebih aktif dibandingkan dengan orang dewasa. Anak membutuhkan lebih banyak makanan untuk tiap kilogram berat badannya, karena sebagian dari makanan tersebut harus disediakan untuk pertumbuhan dan pertukaran energi yang lebih aktif. Tubuh yang hidup seperti halnya dengan mesin memerlukan bahan bakar dan bahan untuk pengganti maupun perbaikan. Anak yang sedang tumbuh memerlukan makanan tambahan untuk pertumbuhan. Keperluan ini dapat dipenuhi dengan pemberian makanan yang mengandung cukup kalori. Dalam makanan tersebut harus cukup tersedia protein, karbohidrat, mineral, air, vitamin dan beberapa macam asam lemak dalam jumlah tertentu. Pada keadaan permulaan biasanya tidak ditemukan kelainan biokimia, tetapi pada keadaan lanjut akan didapatkan kadar albumin yang rendah, sedangkan globulin akan meninggi. Bila kebutuhan akan kalori telah dipenuhi akan tetapi makanan yang diberikan tidak mengandung semua nutrient yang esensial untuk manusia, maka lambat laun kesehatan orang tersebut akan terganggu. Gejala yang timbul tergantung kepada kekurangan jenis nutrient dalam dietnya. Defisiensi protein akan mengakibatkan timbulnya gejala defisiensi protein atau lebih dikenal dengan nama Kwashiorkor. Defisiensi vitamin A yang berlangsung lama menimbulkan penyakit defisiensi vitamin A atau Xeropthalmia. Defisiensi vitamin D mengakibatkan penyakit yang disebut Rikets dan sebagainya.
E. Manifestasi Klinis Pada kebanyakan kasus, marasmus berhubungan dengan intake kalori yang tidak adekuat, tetapi mungkin juga karena metabolisme abnormal atau malformasi kongenital. Secara klinis, tampak kehilangan berat badan sehingga akhirnya sampai kurus. Perut tampak rata atau menggembung, dimana otot-ototnya atrofi dan hipotoni. Terjadi penurunan nilai metabolik basal. Anak mungkin disertai dengan konstipasi atau diare dengan mukous hingga anak tersebut bisa mati karena kelaparan. Malnutrisi berat pada bayi sering ada didaerah dengan makanan tidak cukup, informasi teknik pemberian makan yang tidak cukup atau hygiene jelek. Gambaran klinik marasmus berasal dari masukan kalori yang tidak cukup karena diet yang tidak cukup, karena kebiasaan makan yang tidak tepat seperti mereka yang hubungan orang tua-anak yang terganggu, atau karena kelainan metabolic atau malformasi congenital. Gangguan berat setiap system tubuh dapat mengakibatkan malnutrisi. Pada mulanya, ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan berat sampai berakibat kurus, dengan kehilangan berat sampai berakibat kurus, dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang. Karena lemak terakhir hilang dari bantalan pengisap pipi, muka bayi dapat tetap tampak relative normal selama beberapa waktu sebelum menjadi menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat kembung atau datar, dan gambaran usus dapat dengan mudah dilihat. Terjadi atrofi otot, dengan akibat hipotoni. Suhu biasanya subnormal, nadi mungkin lambat, dan angka metabolisme basal cenderung menurun. Mula-mula bayi mungkin cerewet (rewel), tetapi kemudian menjadi lesu dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul apa yang disebut diare tipe kelaparan, dengan buang air besar sering, tinja berisi mucus dan sedikit. Marasmus sering dijumpai pada usia 0 - 2 tahun. Keadaan yang terlihat mencolok adalah hilangnya lemak subkutan, terutama pada wajah. Akibatnya ialah wajah si anak lonjong, berkeriput dan tampak lebih tua (old man face). Otot-otot lemah dan atropi, bersamaan dengan hilangnya lemak subkutan maka anggota gerak terlihat seperti kulit dengan tulang. Tulang rusuk tampak lebih jelas. Dinding perut hipotonus dan kulitnya longgar. Berat badan turun menjadi kurang dari 60% berat badan menurut usianya. Suhu tubuh bisa rendah karena lapisan penahan panas hilang. Gambaran anak dengan KEP berat tipe marasmus: a. Tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit b. Wajah seperti orang tua c. Cengeng, rewel d. Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada e. Perut cekung f. Sering disertai penyakit kronik, diare kronik Pertumbuhan berkurang atau terhenti, anak masih menangis walaupun telah mendapat minum atau disusui, sering bangun pada waktu malam, konstipasi atau diare. Bila anak menderita diare maka akan terlihat berupa bercak hijau tua yang terdiri dari lendir dan sedikit tinja. Jaringan lemak dibawah kulit akan menghilang, sehingga kulit kehilangan turgornya dan keriput. Pada keadaan yang berat, lemak pipi pun menghilang sehingga wajah penderita seperti wajah seorang tua. Vena superfisialis tampak lebih jelas, ubun-ubun besar cekung, tulang pipi dan dagu kelihatan menonjol, mata tampak besar dan dalam. Ujung tangan dan kaki terasa dingin dan tampak sianosis, perut membuncit atau cekung dengan gambaran usus yang jelas, otot atropi, mula-mula anak tampak penakut, akan tetapi pada keadaan yang lebih lanjut menjadi apatis. F. Diagnosis Diagnosis marasmus dibuat berdasarkan gambaran klinis, tetapi untuk mengetahui penyebab harus dilakukan anamnesis makanan dan kebiasaan makan serta riwayat penyakit yang lalu. 1. Klinik: anamnesis (terutama anamnesis makanan, tumbuh kembang, serta penyakit yang pernah diderita) dan pemeriksaan fisik (tanda-tanda malnutrisi dan berbagai defisiensi vitamin) 2. Laboratorik: terutama Hb, albumin, serum ferritin 3. Anthropometrik: BB/U (berat badan menurut umur), TB/U (tinggi badan menurut umur), LLA/U (lingkar lengan atas menurut umur), BB/TB (berat badan menurut tinggi badan), LLA/TB (lingkar lengan atas menurut tinggi badan) 4. Analisis diet. G. Diagnosis Banding Adanya edema serta ascites pada bentuk kwashiorkor maupun marasmik-kwashiorkor perlu dibedakan dengan : a. Sindroma nefrotik b. Pellagra infantil c. Sirosis hepatis d. Payah jantung kongestif .
H. Penatalaksanaan Penatalaksanaan penanganan penyakit kurang energi protein (KEP) terdapat 10 langkah Utama : 1. Obati/cegah hipoglikemia 2. Obati/cegah hipotermia 3. Obati/cegah dehidrasi 4. Koreksi keseimbangan elektrolit 5. Obati/cegah infeksi 6. Koreksi defisiensi mikro nutrient 7. Pemberian makanan awal 8. Mempermudah pencapaian pertumbuhan (catch up growth) 9. Pemberian ransangan sensori dan dukungan emosional 10. Persiapan untuk tindak lanjut setelah sembuh.
Pasien KEP berat dirawat inap dengan pengobatan rutin sebagai berikut : 1. Atasi/cegah hipoglikemia Periksa kadar gula darah bila asa hipotermia (suhu aksila <35 o C, suhu rectal 35,5 o C). Pemberian makanan yang lebih sering penting untukmencegah kedua kondisi tersebut. Bila kadar gula darah dibawah 50 mg/dl, berikan: a. 50 ml bolus glukosa 10% atau larutan sukrosa 10% (1 sdt gula dalam 5 sdm air) secara oral atau sonde/pipa nasogastrik b. Selanjutnya berikan larutan tersebut setiap 30 menit selama 2 jam (setiap kali berikan dari jatah untuk 2 jam) c. Berikan antibiotic d. Secepatnya berikan makan setiap 2 jam. 2. Atasi/cegah hipotermia Bila suhu rectal <35,5 o C : a. Segera beri makanan cair/formula khusus (mulai dengan rehidrasi bila perlu) b. Hangatkan anak dengan pakaian atau selimut sampai menutup kepala, letakkan dekat lampu atau pemanas (jangan gunakan botol air panas) atau peluk anak di dada ibu, selimuti c. Berikan antibiotic d. Suhu diperiksa sampai mencapai >36 o C. 3. Atasi/cegah dehidrasi Jangan menggunakan jalur intravena untuk rehidrasi kecuali keadaan syok/renjtan. Lakukan pemberian cairan infuse dengan hati-hati, tetesan pelan-pelan untuk menghindari beban sirkulasi dan jantung. Gunakan larutan garam khusus yaitu Resomal (Rehydration Solution for malnutrition atau penggantinya). Anggap semua anak KEP berat dengan diare encer mengalami dehidrasi sehingga harus diberi : a. Cairan Resomal/pengganti sebanyak 5 ml/kgBB setiap 30 menit selama 2 jam secara oral atau lewat pipa nasogastrik b. Selanjutnya beri 5-10 ml/kgBB/jam selama 4-10 jam berikutnya : jumlah yang tepat yang harus diberikan tergantung berapa banyak anak menginginkannya dan banyaknya kehilangan cairan melalui tinja dan muntah c. Ganti Resomal/pengganti pada jam ke-6 dan ke-10 dengan formula khusus sejumlah yang sama, bila keadaan rehidrasi menetap/stabil d. Selanjutnya mulai beri formula khusus. 4. Koreksi gangguan keseimbangan elektrolit Pada semua KEP berat terjadi kelebihan natrium tubuh, walaupun kadar Na plasma rendah. Defisiensi kalium (K) dan magnesium (Mg) sering terjadi dan paling sedikit perlu 2 minggu untuk pemulihan. Ketidakseimbangan ini ikut andil pada terjadinya edema (jangan obati dengan pemberian diuretic). Berikan : a. Tambahan K 2-4 mEq/kgBB/hari (=150-300 mg KCl/kgBB/hari) b. Tambahan Mg 0,3-0,6 mEq/kgBB/hari (=7,5-15 mg KCl/kgBB/hari) c. Siapkan makanan tanpa diberi garam Tambahan K dan Mg dapat disiapkan dalam bentuk cairan dan ditambahkan langsung pada makanan. Penambahan 20 ml larutan pada 1 liter formula.
5. Obati/cegah infeksi Antibiotik spectrum luas dengan pilihan : a. Bila tanpa komplikasi, beri kotrimoksazol 5 ml 2 x sehari selama 5 hari (2,5 ml bila BB<4 kg) b. Bila anak sakit berat (apatis, letargi) atau ada komplikasi (hipoglikemia, hipotermia, infeksi kulit, saluran napas atau saluran kencing), beri ampisilin 50 mg/kgBB/IM/IV setiap 6 jam selama 2 hari, kemudian secara oral amoksisilin 15 mg/kgBB setiap 8 jam selama 5 hari. Bila amoksisilin tidak ada, teruskan ampisilin 50 mg/kgBB setiap 6 jam secara oral. Pemberian Gentamisin 7,5 mg/kgBB IM/IV sekali sehari selama 7 hari. Bila dalam 48 jam tidak ada kemajuan klinis, tambahkan kloramfenikol 25 mg/kgBB IM/IV setiap 6 jam selama 15 hari. Bila terdeteksi kuman yang spesifik, beri pengobatan spesifik. 6. Koreksi defisiensi nutrient mikro Berikan setiap hari : a. Tambahan multivitamin b. Asam folat 1 mg/hari (5 mg hari pertama) c. Seng (Zn) 2 mg/kgBB/hari d. Tembaga (Cu) 0,2 mg/kgBB/hari e. Bila BB mulai naik : Fe 3 mg/kgBB/hari atau sulfat ferrous 10 mg/kgBB/hari f. Vitamin A oral pada hari 1,2, dan 14 : * Umur >1 tahun : 200.000 SI * Umur 6-12 bulan : 100.000 SI * Umur 0-5 bulan : 50.000 SI Bila ada ulserasi pada mata, beri tambahan perawatan mata untuk mencegah prolaps lensa: a. Beri kloramfenikol atau tetrasiklin tetes mata, setiap 2-3 jam selama 7-10 hari b. Teteskan atropine tetes mata 3 kali 1 tetes sehari selama 3-5 hari c. Tutup mata dengan kasa yang dibasahi larutan garam faali. 7. Mulai pemberian makan Pada awal fase stabilisasi perlu pendekatan yang sangat hati-hati karena faal anak sangat lemah dan kapasitas homeostatic berkurang. Pemberian nutrisi harus dimulai segera setelah anak dirawat dan harus dirancang sedemikian rupa sehingga cukup energi dan protein untuk memenuhi metabolisme basal. Prinsip pemberian nutrisi pada fase inisial/stabilisasi, adalah : a. Porsi kecil, sering, rendah serat dan rendah laktosa b. Oral atau nasogastrik (jangan mulai dengan nutrisi parenteral) c. Energi : 100 kkal/kgBB/hari d. Protein : 1-1,5 g/kgBB/hari e. Cairan : 130 ml/kgBB/hari (100 ml/kgBB bila da edema berat) f. Bila anak mendapat ASI, teruskan tetapi beri formula khusus lebih dulu. Berikan formula dengan cangkir/gelas. Bila anak terlalu lemah, berikan dengan sendok/pipet. Jadwal dan cara pemberian yang dianjurkan adalah volume makanan ditambah bertahap disertai pengurangan frekuensi pemberian makanan. Pada anak dengan selera makan baik dan tidak edema, jadwal dapat diselesaikan dalam 2-3 hari saja (1 hari untuk setiap tahap). Bila asupan makanan kurang dari 80 kkal/kgBB/hari, berikan sisa formula melalui pipa nasogastrik. Jangan beri makanan lebih dari 100 kkal/kgBB/hari pada fase stabilisasi ini. 8. Fasilitas tumbuh kejar Pada masa pemulihan dibutuhkan berbagai pendekatan secara gencar agar tercapai asupan makanan yang tinggi dan pertambahan berat badan >10 g/kgBB/hari. Awal fase rehabilitasi ditandai dengan timbulnya selera makan, biasanya 1-2 minggu setelah dirawat. Transisi secara perlahan dianjurkan untuk menghindari resiko gagal jantung yang dapat terjadi bila anak mengkonsumsi makanan dalam jumlah banyak secara mendadak. Pada periode transisi dianjurkan untuk merubah secara perlahan-lahan dari formula khusus awal ke formula khusus lanjutan : a. Ganti formula khusus awal (energi 75 kkal dan protein 0,9-1 g per 100 ml) dengan formula khusus lanjutan (energi 100 kkal dan protein 2,9 g per 100 ml) dalam jangka waktu 48 jam. Modifikasi bubur makanan keluarga dapat digunakan asalkan dengan kandungan energi dan protein yang sama. b. Kemudian naikkan dengan 10 ml setiap kali, sampai ada sedikit formula tersisa, biasanya pada saat tercapainya jumlah 30 ml/kgBB/kali (=200 ml/kgBB/hari). c. Bila terjadi peningkatan frekuensi napas >5x/menit dan denyaut nadi >25x/menit dalam pemantauan setiap 4 jam berturutan, kurangi volume pemberian formula. Setelah normal kembali, ulangi menaikkan volume seprti diatas. d. Setelah periode transisi dilampaui, anak diberi : e. Makanan/formula dengan jumlah tidak terbatas dan sering. f. Energi : 150-220 kal/kgBB/hari g. Protein : 4-6 g/kgBB/hari h. Bila anak masih mendapat ASI, teruskan, tetapi beri formula lebih dulu karena energi dan protein ASI tidak akan mencukupi untuk tumbuh kejar. i. Kemajuan dinilai berdasarkan kecepatan pertambahan berat badan : j. Timbang anak setiap pagi sebelum diberi makan k. Setiap minggu, kenaikan BB dihitung (g/kgBB/hari). 9. Sediakan stimulasi sensorik dan dukungan emosi/mental Pada KEP berat terjadi keterlambatan perkembangan mental dan perilaku, karenanya berikan : a. Kasih sayang b. Lingkungan yang ceria c. Terapi bermain terstruktur selama 15-30 menit/hari d. Aktivitas fisik segera setelah sembuh e. Keterlibatan ibu (memberi makan, memandikan, bermain, dsb). 10. Siapkan follow up setelah sembuh Bila berat anak sudah mencapai 80% BB/U, dapat dikatakan anak sembuh. Pola pemberian makan yang baik dan stimulasi harus tetap dilanjutkan di rumah setelah penderita dipulangkan. Tunjukkan kepada orang tua : a. Pemberian makan yang sering dan kandungan energi dan nutrien yang padat b. Terapi bermain terstruktur Sarankan : a. Membawa anaknya kembali untuk control secara teratur b. Pemberian suntikan/imunisasi ulang (booster) c. Pemberian vitamin A setiap 6 bulan Selain itu atasi penyakit penyerta, yaitu : a. Defisiensi vitamin A, seperti koreksi defisiensi nutrient mokro b. Dermatosis Umumnya defisiensi Zn terdapat pada keadaan ini dan dermatosis membaik dengan pemberian suplementasi Zn. Selain itu : Kompres bagian kulit yang terkena dengan KMnO (K-permanganat) 1% selama 10 menit Eri salep/krim (Zn dengan minyak kastor) Jaga daerah perineum agar tetap kering c. Parasit/cacing, beri mebendazol 100 mg oral, 2 kali sehari selama 3 hari d. Diare melanjut Diare bisa menyertai dan berkurang dengan sendirinya pada pemberian makanan secara berhati-hati. Bila ada toleransi laktosa (jarang), obati hanya bila diare berlanjut dan tidak ada perbaikan keadaan umum. Berikan formula bebas/rendah laktosa. Kerusakan mukosa usus dan giardiasis merupakan penyebab lain melanjutnya diare. Bila mungkin lakukan pemeriksaaan tinja mikroskopik. Beri metronidazol 7,5 mg/kgBB setiap 8 jam selama 7 hari e. Tuberkulosis, obati sesuai pedoman TB.
Pada setiap penderita KEP berat, selalu periksa adanya gejala defisiensi nutrient mikro yang sering menyertai seperti Xerophthalmia (defisiensi vitamin A), anemia (defisiensi Fe, vitamin B 12 , asam folat), stomatitis(vitamin B, C), dll. Bila pasien pulang sebelum rehabilitasi tuntas (BB/U 80% atau BB/TB 90%), dirumah harus sering diberi makanan tinggi energi (150 kkal/kgBB/hari) dan tinggi protein (4 g/kgBB/hari) : a. Beri anak makanan yang sesuai (energi dan protein) paling sedikit 5 kali sehari b. Beri makanan selingan diantara makanan Utama c. Upayakan makanan selalu dihabiskan d. Beri suplemen vitamin dan mineral/elektrolit e. Teruskan ASI. I. Pengobatan Terhadap Komplikasi Penderita marasmus tanpa komplikasi dapat berobat jalan asal diberi penyuluhan mengenai pemberian makanan yang baik; sedangkan penderita yang mengalami komplikasi serta dehidrasi, syok, asidosis dan lain-lain perlu mendapat perawatan di rumah sakit. Penatalaksanaan penderita yang dirawat di RS dibagi dalam beberapa tahap. Tahap awal yaitu 24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk menyelamatkan jiwa, antara lain mengkoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan pemberian cairan intravena. Cairan yang diberikan ialah larutan Darrow-Glucosa atau Ringer Lactat Dextrose 5%. Cairan diberikan sebanyak 200 ml/kg BB/hari. Mula-mula diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama. Kemudian 140 ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya. Tahap kedua yaitu penyesuaian. Sebagian besar penderita tidak memerlukan koreksi cairan dan elektrolit, sehingga dapat langsung dimulai dengan penyesuaian terhadap pemberian makanan. Pada hari-hari pertama jumlah kalori yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/kg BB/hari atau rata- rata 50 kalori/kg BB/hari, dengan protein 1-1,5 g/kg BB/hari. Jumlah ini dinaikkan secara berangsur-angsur tiap 1-2 hari sehingga mencapai 150-175 kalori/kg BB/hari dengan protein 3-5 g/kg BB/hari. Waktu yang diperlukan untuk mencapai diet tinggi Cermin Dunia Kedokteran No. 134, 2002 11 kalori tinggi protein ini lebih kurang 7-10 hari. Cairan diberikan sebanyak 150 ml/kg BB/hari. Pemberian vitamin dan mineral yaitu vitamin A diberikan sebanyak 200.000. i.u peroral atau 100.000 i.u im pada hari pertama kemudian pada hari ke dua diberikan 200.000 i.u. oral. Vitamin A diberikan tanpa melihat ada/tidaknya gejala defisiensi Vitamin A. Mineral yang perlu ditambahkan ialah K, sebanyak 1-2 Meq/kg BB/hari/IV atau dalam bentuk preparat oral 75-100 mg/kg BB/hari dan Mg, berupa MgS04 50% 0,25 ml/kg BB/hari atau megnesium oral 30 mg/kg BB/hari. Dapat diberikan 1 ml vit Bc dan 1 ml vit. C im, selanjutnya diberikan preparat oral atau dengan diet. Jenis makanan yang memenuhi syarat untuk penderita malnutrisi berat ialah susu. Dalam pemilihan jenis makanan perlu diperhatikan berat badan penderita. Dianjurkan untuk memakai pedoman BB kurang dari 7 kg diberikan makanan untuk bayi dengan makanan utama ialah susu formula atau susu yang dimodifikasi, secara bertahap ditambahkan makanan lumat dan makanan lunak. Penderita dengan BB di atas 7 kg diberikan makanan untuk anak di atas 1 tahun, dalam bentuk makanan cair kemudian makanan lunak dan makanan padat. Antibiotik perlu diberikan, karena penderita marasmus sering disertai infeksi. Pilihan obat yang dipakai ialah procain penicillin atau gabungan penicilin dan streptomycin. J. Langkah Promotif dan Preventif Tindakan pencegahan terhadap marasmus dapat dilaksanakan dengan baik bila penyebab diketahui. Usaha-usaha tersebut memerlukan sarana dan prasarana kesehatan yang baik untuk pelayanan kesehatan dan penyuluhan gizi. Tindakan pencegahan bertujuan untuk mengurangi insidensi dan menurunkan angka kematian. Oleh karena ada beberapa faktor yang menjadi penyebab timbulnya masalah tersebut, maka untuk mencegahnya bisa dilakukan beberapa langkah, antara lain: 1. Pemberian air susu ibu (ASI) sampai umur 2 tahun merupakan sumber energi yang paling baik untuk bayi. 2. Ditambah dengan pemberian makanan tambahan yang bergizi pada umur 6 tahun ke atas. 3. Pencegahan penyakit infeksi, dengan meningkatkan kebersihan lingkungan dan kebersihan perorangan. 4. Pemberian imunisasi. 5. Mengikuti program keluarga berencana untuk mencegah kehamilan terlalu kerap. 6. Penyuluhan/pendidikan gizi tentang pemberian makanan yang adekuat merupakan usaha pencegahan jangka panjang. Penyuluhan pada masyarakat mengenai gizi seimbang (perbandingan jumlah karbohidrat, lemak, protein, vitamin dan mineral berdasarkan umur dan berat badan) 7. Pemantauan (surveillance) yang teratur pada anak balita di daerah yang endemis kurang gizi, dengan cara penimbangan berat badan tiap bulan. 8. Faktor ekonomi,dalam world food conference di Roma tahun 1974 telah dikemukakan bahwa meningkatnya jumlah penduduk yang cepat tanpa diimbangi dengan bertambahnya persediaan bahan makanan setempat yang memadai merupakan sebab utama krisis pangan, sedangkan kemiskinan pendudukan merupakan akibat lanjutannya. Ditekankan pula perlunya bahan makanan yang bergizi baik di samping kuantitasnya. Merencanakan pengaturan makan untuk seorang bayi atau anak. Jika kita hendak menentukan makanan yang tepat untuk seorang bayi atau anak, maka perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1. Menentukan jumlah kebutuhan dari setiap nutrien dengan menggunakan data tentang kebutuhan nutrien. 2. Menentukan jenis bahan makanan yang dipilih untuk menterjemahkan nutrien yang diperlukan dengan menggunakan daftar komposisi nutrien dari berbagai macam bahan makanan. 3. Menentukan jenis makanan yang akan diolah sesuai dengan hidangan (menu) yang dikehendaki. K. Prognosis Malnutrisi yang hebat mempunyai angka kematian yang tinggi, kematian sering disebabkan oleh karena infeksi; sering tidak dapat dibedakan antara kematian karena infeksi atau karena malnutrisi sendiri. Prognosis tergantung dari stadium saat pengobatan mulai dilaksanakan. Dalam beberapa hal walaupun kelihatannya pengobatan adekuat, bila penyakitnya progesif kematian tidak dapat dihindari, mungkin disebabkan perubahan yang irreversibel dari set-sel tubuh akibat under nutrition. L. Kriteria Pemulangan Pasien Kriteria Pemulangan Anak Gizi Buruk Dari Ruang Rawat Inap 1) Anak a. Selera makan sudah bagus, makanan yang diberikan dapat dihabiskan b. Ada perbaikan kondisi mental c. Anak sudah dapat tersenyum, duduk, merangkak, berdiri atau berjalan, sesuai dengan umurnya d. Suhu tubuh berkisar antara 36,5 37,5 o C e. Tidak ada muntah dan diare f. Tidak ada edema g. Terdapat kenaikan berat badan 5 g/kgBB/hari selama 3 hari berturut-turut atau kenaikan sekitar 50 g/kgBB/minggu selama 2 minggu berturut-turut h. Sudah berada di kondisi gizi kurang (BB/TB -3 SD) dan tidak ada gejala klinis gizi buruk 2) Ibu/Pengasuh a. Sudah dapat membuat makanan yang diperlukan untuk tumbuh kejar di rumah b. Ibu sudah mampu merawat serta memberikan makan dengan benar kepada anak 3) Institusi Lapangan Puskesmas/Pos Pemulihan Gizi telah siap untuk menerima rujukan paska perawatan.
MARASMUS A. Definisi Marasmus adalah bentuk malnutrisi kalori protein yang terutama akibat kekurangan kalori yang berat dan kronis terutama terjadi selama tahun pertama kehidupan dan mengurusnya lemak bawah kulit dan otot. (Dorland, 1998:649). Marasmus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kekurangan kalori protein. (Suriadi, 2001:196). Marasmus adalah malnutrisi berat pada bayi sering ada di daerah dengan makanan tidak cukup atau higiene kurang. Sinonim marasmus diterapkan pada pola penyakit klinis yang menekankan satu ayau lebih tanda defisiensi protein dan kalori. (Nelson, 1999:212). Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun, dan juga pada gangguan saraf pusat.
B. Etiologi Penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan yang tidak tepat seperti yang hubungan dengan orang tua-anak terganggu,karena kelainan metabolik, atau malformasi kongenital. (Nelson,1999). Marasmus dapat terjadi pada segala umur, akan tetapi yang sering dijumpai pada bayi yang tidak mendapat cukup ASI dan tidak diberi makanan penggantinya atau sering diserang diare. Marasmus juga dapat terjadi akibat berbagai penyakit lain seperti infeksi, kelainan bawaan saluran pencernaan atau jantung, malabsorpsi, gangguan metabolik, penyakit ginjal menahun dan juga gangguan pada saraf pusat. (Dr. Solihin, 1990:116). Perhatian ibu dan pengasuh yang berlebihan hingga anak dipaksa menghabiskan makanan yang disediakan, walaupun jumlahnya jauh melampaui kebutuhnannya, dapat menyebabkan anak kehilangan nafsu makannya, atau muntah begitu melihat makanan atau formula yang akan diberikannya. Adakalanya anak demikian menolak segala macam makanan hingga pertumbuhannya terganggu. (Dr. Solihin, 1990:116).
C. Patologi Pada keadaan ini yang menyolok ialah pertumbuhan yang kurang atau terhenti diserati atrofi otot dan menghilangnya lemak dibawah kulit. Pada mulanya kelainan demikian merupakan proses fisiologis. Untuk kelangsungan hidup jaringan, tubuh memerlukan energi yang dapat dipenuhi oleh makanan yang diberikan, sehingga harus didapat dari tubuh sendiri, sehingga cadangan protein digunakan juga untuk memenuhi kebutuhan energi tersebut. Penghancuran jaringan pada defisiensi kalori tidak saja membantu memenuhi kebutuhan energi, akan tetapi juga untuk memungkinkan sintesis glukosa dan metabolit esensial lainnya seperti asam amino untuk komponen homeostatik. Oleh karena itu pada marasmus berat, kadang-kadang masih ditemukan asam amino yang normal, sehingga hati masih dapat membentuk cukup albumin.
D. Patofisiologi Kurang kalori protein akan terjadi manakala kebutuhan tubuh akan kalori, protein, atau keduanya tidak tercukupi oleh diet. (Arisman, 2004:92). Dalam keadaan kekurangan makanan, tubuh selalu berusaha untuk mempertahankan hidup dengan memenuhi kebutuhan pokok atau energi. Kemampuan tubuh untuk mempergunakan karbohidrat, protein dan lemak merupakan hal yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan, karbohidrat (glukosa) dapat dipakai oleh seluruh jaringan tubuh sebagai bahan bakar, sayangnya kemampuan tubuh untuk menyimpan karbohidrat sangat sedikit, sehingga setelah 25 jam sudah dapat terjadi kekurangan. Akibatnya katabolisme protein terjadi setelah beberapa jam dengan menghasilkan asam amino yang segera diubah jadi karbohidrat di hepar dan ginjal. Selama puasa jaringan lemak dipecah menjadi asam lemak, gliserol dan keton bodies. Otot dapat mempergunakan asam lemak dan keton bodies sebagai sumber energi kalau kekurangan makanan ini berjalan menahun. Tubuh akan mempertahankan diri jangan sampai memecah protein lagi seteah kira-kira kehilangan separuh dari tubuh. (Nuuhchsan Lubis an Arlina Mursada, 2002:11).
E. Manifestasi Klinik Pada mulanya ada kegagalan menaikkan berat badan, disertai dengan kehilangan berat badan sampai berakibat kurus,dengan kehilangan turgor pada kulit sehingga menjadi berkerut dan longgar karena lemak subkutan hilang dari bantalan pipi, muka bayi dapat tetap tampak relatif normal selama beberaba waktu sebelum menjadi menyusut dan berkeriput. Abdomen dapat kembung dan datar. Terjadi atropi otot dengan akibat hipotoni. Suhu biasanya normal, nadi mungkin melambat, mula-mula bayi mungkin rewel, tetapi kemudian lesu dan nafsu makan hilang. Bayi biasanya konstipasi, tetapi dapat muncul apa yang disebut diare tipe kelaparan, dengan buang air besar sering, tinja berisi mukus dan sedikit. (Nelson,1999). Manifestasi marasmus (Dr. Solihin, 1990:117) adalah sebagai berikut : - Penampilan Muka seorang penderita marasmus menunjukan wajah seorang tua. Anak terlihat sangat kurus (vel over been) karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot-ototnya. - Perubahan mental Anak menangis, juga setelah mendapat makan oleh sebab masih merasa lapar. Kesadaran yang menurun (apati) terdapat pada penderita marasmus yang berat. - Kelainan pada kulit tubuh Kulit biasanya kering, dingin, dan mengendor disebabkan kehilangan banyak lemak dibawah kulit serta otot-ototnya. - Kelainan pada rambut kepala Walaupun tidak sering seperti pada penderita kwashiorkor, adakalanya tampak rambut yang kering, tipis dan mudah rontok. - Lemak dibawah kulit Lemak subkutan menghilang hingga turgor kulit mengurang. - Otot-otot Otot-otot atrofis, hingga tulang-tulang terlihat lebih jelas - Saluran pencernaan Penderita marasmus lebih sering menderita diare atau konstipasi - Jantung Tidak jarang terdapat bradikardi - Tekanan darah Pada umumnya tekanan darah penderita lebih rendah dibandingkan dengan anak sehat seumur - Saluran nafas Terdapat pula frekuensi pernafasan yang mengurang - Sistem darah Pada umumnya ditemukan kadar hemoglobin yang agak rendah Gambaran klinis akan jelas memperlihatkan penampilan seorang anak yang kurus kering. Semula anak rewel, cengeng walaupun telah diberi minum, dan sering bangun malam. Pada tahap berikutnya anak bersifat penakut, apatik, dan nafsu makan menghilang. Sebagai akibat kegagalan tumbuh kembang akan terlihat berat badan menurun, jaringan subkutan menghilang sehingga turgor menjadi jelek dan kulit berkeriput. Pada keadaan yang lebih berat jaringan lemak pipi pun menghilang, sehingga wajah anak menyerupai wajah orang usia lanjut. Vena superfisialis kepala lebih nyata, fontanel cekung, tulang pipi dan dagu terlihat menonjol, mata nampak lebih besar dan cekung. Perut dapat membuncit atau mencekung dengan gambaran usus yang nyata. Atrofi otot akan menimbulkan hipotonia. Kadang-kadang terdapat edema ringan pada tungkai, tetapi tidak pada muka. Suhu tubuh umumnya subnormal, nadi lambat dan metabolisme basal menurun, sehingga ujung tangan dan kaki terasa dingin dan nampak sianosis. (A.H Markum,1991;166)
F. Penatalaksanaan 1. Keadaan ini memerlukan diet yang berisi jumlah cukup protein yang kualitas biologiknya baik. Diit tinggi kalori, protein, mineral dan vitamin. 2. Pemberian terapi cairan dan elektrolit. 3. Penatalaksanaan segera setiap masalah akut seperti masalah diare berat. 4. Pengkajian riwayat status sosial ekonomi, kaji riwayat pola makan, pengkajian antropometri, kaji manifestasi klinis, monitor hasil laboratorium, timbang berat badan, kaji tanda-tanda vital. Penanganan KKP berat Secara garis besar, penanganan KKP berat dikelompokkan menjadi pengobatan awal dan rehabilitasi. Pengobatan awal ditujukan untuk mengatasi keadaan yang mengancam jiwa, sementara fase rehabilitasi diarahkan untuk memulihkan keadaan gizi. Upaya pengobatan, meliputi : - Pengobatan/pencegahan terhadap hipoglikemi, hipotermi, dehidrasi. - Pencegahan jika ada ancamanperkembangan renjatan septik - Pengobatan infeksi - Pemberian makanan - Pengidentifikasian dan pengobatan masalah lain, seperti kekurangan vitamin, anemia berat dan payah jantung. Menurut Arisman, 2004:105 - Komposisi ppemberian CRO (Cairan Rehidrasi Oral) sebanyak 70-100 cc/kg BB biasanya cukup untuk mengoreksi dehidrasi. - Cara pemberian dimulai sebanyak 5 cc/kg BB setiap 30 menit selama 2 jam pertama peroral atau NGT kemudian tingkatkan menjadi 5-10 cc/kg BB/ jam. - Cairan sebanyak itu harus habis dalam 12 jam. - Pemberian ASI sebaiknya tidak dihentikan ketika pemberian CRO/intravena diberikan dalam kegiatan rehidrasi. - Berika makanan cair yang mengandung 75-100 kkal/cc, masing-masing disebut sebagai F-75 dan F-100. Menurut Nuchsan Lubis Penatalaksanaan penderita marasmus yang dirawat di RS dibagi dalam beberapa tahap, yaitu : 1. Tahap awal :24-48 jam pertama merupakan masa kritis, yaitu tindakan untuk menyelamatkan jiwa, antara lain mengoreksi keadaan dehidrasi atau asidosis dengan pemberian cairan IV. - cairan yang diberikan adalah larutan Darrow-Glukosa atau Ringer Laktat Dextrose 5%. - Mula-mula diberikan 60 ml/kg BB pada 4-8 jam pertama. - Kemudian 140ml sisanya diberikan dalam 16-20 jam berikutnya. - Cairan diberikan 200ml/kg BB/ hari. 2. Tahap penyesuaian terhadap pemberian makanan - Pada hari-hari pertama jumlah kalori yang diberikan sebanyak 30-60 kalori/ kg BB/ hari atau rata-rata 50 kalori/ kg BB/ hari, dengan protein 1-1,5 gr/ kg BB/ hari. - Kemudian dinaikkan bertahap 1-2 hari hingga mencapai 150-175 kalori/ kg BB/ hari, dengan protein 3-5 gr/ kg BB/ hari. - Waktu yang diperlukan untuk mencapai diet TKTP ini lebih kurang 7-10 hari.
G. Pemeriksaan Diagnostik 1. Pemeriksaan Fisik a. Mengukur TB dan BB b. Menghitung indeks massa tubuh, yaitu BB (dalam kilogram) dibagi dengan TB (dalam meter) c. Mengukur ketebalan lipatan kulit dilengan atas sebelah belakang (lipatan trisep) ditarik menjauhi lengan, sehingga lapisan lemak dibawah kulitnya dapat diukur, biasanya dangan menggunakan jangka lengkung (kaliper). Lemak dibawah kulit banyaknya adalah 50% dari lemak tubuh. Lipatan lemak normal sekitar 1,25 cm pada laki-laki dan sekitar 2,5 cm pada wanita. d. Status gizi juga dapat diperoleh dengan mengukur LLA untuk memperkirakan jumlah otot rangka dalam tubuh (lean body massa, massa tubuh yang tidak berlemak). 2. Pemeriksaan laboratorium : albumin, kreatinin, nitrogen, elektrolit, Hb, Ht, transferin.
H. Penyakit Penyerta Penyakit penyerta yang sering dijumpai adalah : - Enteritis - Infestasi cacing - Tuberkulosis - Defisiensi vitamin A
2.3 KWASHIORKOR A. Definisi Definisi kwashiorkor adalah satu bentuk malnutrisi yang disebabkan oleh defisiensi protein yang berat bisa dengan konsumsi energi dan kalori tubuh yang tidak mencukupi kebutuhan. Kwashiorkor atau busung lapar adalah salah satu bentuk sindroma dari gangguan yang dikenali sebagai Malnutrisi Energi Protein (MEP) dengan beberapa karakteristik berupa edema dan kegagalan pertumbuhan, depigmentasi, hyperkeratosis. Penyakit ini merupakan bentuk malnutrisi paling banyak didapatkan di dunia ini, pada dewasa ini,terutama sekali pada wilayah-wilayah yang masih terkebelakangan bidang industrinya. Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh Cicely D. Williams pada rangkaian saintifik internasional melalui artikelnya Lancet 1935. Beliau pada tahun 1933 melukiskan suatu sindrom tersebut berhubungan dengan defisiensi dari nutrien apa. Akhirnya baru diketahui defisiensi protein menjadi penyebabnya. Walaupun sebab utama penyakit ini ialah defisiensi protein, tetapi karena biasanya bahan makanan yang dimakan itu juga kurang mengandung nutrien lainnya, maka defisiensi protein disertai defisiensi kalori sehingga sering penderita menunjukkan baik gejala kwashiorkor maupun marasmus.
B. Etiologi Kwashiorkor paling seringnya terjadi pada usia antara 1-4 tahun ,namun dapat pula terjadi pada bayi. Kwashiorkor yang mungkin terjadi pada orang dewasa adalah sebagai komplikasi dari parasit atau infeksi lain. Banyak hal yang menjadi penyebab kwashiorkor, namun faktor paling mayor adalah menyusui, yaitu ketika ASI digantikan oleh asupan yang tidak adekuat atau tidak seimbang. Setelah usia 1 tahun atau lebih ,kwashiorkor dapat muncul bahkan ketika kekurangan bahan pangan bukanlah menjadi masalahnya, tetapi kebiasaan adat atau ketidak tahuan (kurang nya edukasi) yang menyebabkan penyimpangan keseimbangan nutrisi yang baik. Walaupun kekurangan kalori dan bahan-bahan makanan yang lain memepersulit pola- pola klinik dan kimiawinya, gejala-gejala utama malnutrisi protein disebabkan oleh kekurangan pemasukan protein yang mempunyai nilai biologik yang baik.Bisa juga terdapat gangguan penyerapan protein,misalnya yang dijumpai pada keadaan diare kronik,kehilangan protein secara tidak normal pada proteinuria (nefrosis), infeksi,perdarahan atau luka-luka bakar serta kegagalan melakukan sintesis protein , seperti yanga didapatkan pula pada penyakit hati yang kronis.
C. Patofisiologi Pada kwashiorokor yang klasik, gangguan metabolik dan perubahan sel menyebabkan edema dan perlemakan hati. Kelainan ini merupakan gejala yang menyolok. Pada penderita defisiensi protein, tidak terjadi katabolisme jaringan yang sangat berlebihan, karena persediaan energi dapat dipenuhi oleh jumlah kalori yang cukup dalam dietnya. Namun kekurangan protein dalam diet akan menimbulkan kekurangan berbagai asam amino essensial yang dibutuhkan untuk sintesis. Oleh karena dalam diet terdapat cukup karbohidrat, maka produksi insulin akan meningkat dan sebagian asam amino dari dalam serum yang jumlahnya sudah kurang tersebut akan disalurkan ke otot. Berkurangnya asam amino dalam serum merupakan penyebab kurangnya pembentukan albumin oleh hepar, sehingga kemudian timbul edema. Perlemakan hati terjadi karena gangguan pembentukan lipoprotein beta sehingga transport lemak dari hati ke depot lemak juga terganggu dan akibatnya terjadi akumulasi lemak dalam hepar.
D. Manifestasi Klinik 1. Wujud Umum Secara umumnya penderita kwashiorkor tampak pucat, kurus, atrofi pada ekstremitas, adanya edema pedis dan pretibial serta asites. Muka penderita ada tanda moon face dari akibat terjadinya edema. 1. Retardasi Pertumbuhan Gejala penting ialah pertumbuhan yang terganggu. Selain berat badan, tinggi badan juga kurang dibandingkan dengan anak sehat. 3. Perubahan Mental Biasanya penderita cengeng, hilang nafsu makan dan rewel. Pada stadium lanjut bisa menjadi apatis. Kesadarannya juga bisa menurun, dan anak menjadi pasif. 4. Edema Pada sebagian besar penderita ditemukan edema baik ringan maupun berat. Edemanya bersifat pitting. Edema terjadi bisa disebabkan hipoalbuminemia, gangguan dinding kapiler, dan hormonal akibat dari gangguan eliminasi ADH. 5. Kelainan Rambut Perubahan rambut sering dijumpai, baik mengenai bangunnya (texture), maupun warnanya. Sangat khas untuk penderita kwashiorkor ialah rambut kepala yang mudah tercabut tanpa rasa sakit. Pada penderita kwashiorkor lanjut, rambut akan tampak kusam, halus, kering, jarang dan berubah warna menjadi putih. Sering bulu mata menjadi panjang. 6. Kelainan Kulit Kulit penderita biasanya kering dengan menunjukkan garis-garis kulit yang lebih mendalam dan lebar. Sering ditemukan hiperpigmentasi dan persisikan kulit. Pada sebagian besar penderita dtemukan perubahan kulit yang khas untuk penyakit kwashiorkor, yaitu crazy pavement dermatosis yang merupakan bercak-bercak putih atau merah muda dengan tepi hitam ditemukan pada bagian tubuh yang sering mendapat tekanan. Terutama bila tekanan itu terus-menerus dan disertai kelembapan oleh keringat atau ekskreta, seperti pada bokong, fosa politea, lutut, buku kaki, paha, lipat paha, dan sebagainya. Perubahan kulit demikian dimulai dengan bercak-bercak kecil merah yang dalam waktu singkat bertambah dan berpadu untuk menjadi hitam. Pada suatu saat mengelupas dan memperlihatkan bagian-bagian yang tidak mengandung pigmen, dibatasi oleh tepi yang masih hitam oleh hiperpigmentasi. 7. Kelainan Gigi dan Tulang Pada tulang penderita kwashiorkor didapatkan dekalsifikasi, osteoporosis, dan hambatan pertumbuhan. Sering juga ditemukan caries pada gigi penderita. 8. Kelainan Hati Pada biopsi hati ditemukan perlemakan, bisa juga ditemukan biopsi hati yang hampir semua sela hati mengandung vakuol lemak besar. Sering juga ditemukan tanda fibrosis, nekrosis, da infiltrasi sel mononukleus. Perlemakan hati terjadi akibat defisiensi faktor lipotropik. 9. Kelainan Darah dan Sumsum Tulang Anemia ringan selalu ditemukan pada penderita kwashiorkor. Bila disertai penyakit lain, terutama infestasi parasit (ankilostomiasis, amoebiasis) maka dapat dijumpai anemia berat. Anemia juga terjadi disebabkan kurangnya nutrien yang penting untuk pembentukan darah seperti Ferum, vitamin B kompleks (B12, folat, B6). Kelainan dari pembentukan darah dari hipoplasia atau aplasia sumsum tulang disebabkan defisiensi protein dan infeksi menahun. Defisiensi protein juga menyebabkan gangguan pembentukan sistem kekebalan tubuh. Akibatnya terjadi defek umunitas seluler, dan gangguan sistem komplimen. 10. Kelainan Pankreas dan Kelenjar Lain Di pankreas dan kebanyakan kelenjar lain seperti parotis, lakrimal, saliva dan usus halus terjadi perlemakan. 11. Kelainan Jantung Bisa terjadi miodegenerasi jantung dan gangguan fungsi jantung disebabkan hipokalemi dan hipmagnesemia. 12. Kelainan Gastrointestinal Gejala gastrointestinal merupakan gejala yang penting. Anoreksia kadang-kadang demikian hebatnya, sehingga segala pemberian makanan ditolak dan makanan hanya dapat diberikan dengan sonde lambung. Diare terdapat pada sebagian besar penderita. Hal ini terjadi karena 3 masalah utama yaitu berupa infeksi atau infestasi usus, intoleransi laktosa, dan malabsorbsi lemak. Intoleransi laktosa disebabkan defisiensi laktase. Malabsorbsi lemak terjadi akibat defisiensi garam empedu, konyugasi hati, defisiensi lipase pankreas, dan atrofi villi mukosa usus halus. Dermatitis juga lazim ditemukan. Penggelapan kulit terjadi pada tempat-tempat yang mengalami iritasi,namun tidak pada daerah-daerah yang terkena sinar matahari.. Rambutnya biasanya jarang dan halu-halus serta kehilangan elastisitasnya. Pada anak-anak yang berambut gelap dapat terlihat jalur-jalur rambut berwarna merah atau abu-abu.Otot-otonya tampak lemah dan atrofi,tetapi sesekali dapat ditemukan lemak dibawah kulit yang berlebihan.
E. Pemeriksaan Laboratorium o Hampir semua kasus kwasiokor memperlihatkan penurunan kadar albumin, kolesterol, dan glukosa dalam serum. o Kadar globulin dapat normal atau meningkat, sehingga perbandingan albumin dan globulin serum dapat terbalik, yaitu kurang dari satu. o Kadar asam amino esensial dalam plasma relatif lebih rendah daripada asam amino non esensial. o Umumnya kadar imunoglobulin serum normal, bahkan dapat meningkat. Meskipun kadar IgA serum normal, namun kadar IgA sekretori merendah. o Gangguan imunitas selular, khususnya jumlah populasi sel T, merupakan kelianan imunologik yang paling sering dijumpai pada MEP berat. Penetapan komplemen menunjukkan penuruna kadar beberapa jenis komplemen dalam serum. o Uji toleransi glukosa menunjukkan gambaran tipe diabetik. o Begitu pula terdapat penurunan kadar berbagai enzim dalam serum, seperti amilase, esterase, kolin esterase, transaminase, dan fosfatase alkali; aktivitas enzim pankreas dan xantin oksidase juga berkurang karena seringkali disertai defisiensi vitamin dan mineral, maka kadar vitamin dan mineral dalam serum merendah, diantaranya vitamin A, asam folat, riboflavin, fosfor, magnesium, besi dan kalium. o Anemia yang timbul dapat disebabkan oleh defisiensi besi, protein, atau asam folat dengan jenis yang paling sering ditemukan adalah anemia normokromik normositik. o Pertumbuhan tulang juga mengalami hambatan, sedangkan sekresi hormon pertumbuhan meningkat. o Pemeriksaan air kemih menunjukkan peningkatan ekskresi hidroksiprolin dan adanya amino asidulia. o Pada biopsi hati ditemukan perlemakan ringan sampai berat, fibrosis, nekrosis, dan infiltrasi sel mononuklear. Pada perlemakan berat hampir semua sel hati mengandung vakuol lemak yang besar. o Pemeriksaan autopsi penderita kwashiorkor menunjukkan kelainan pada hampir semua organ tubuh, seperti degenerasi otot jantung, osteoporosis tulang, atrofi vilus usus, atrofi sistem limfoid, dan atrofi kelenjar timus.
F. Pencegahan Pencegahannya dapat berupa diet adekuat dengan jumlah-jumlah yang tepat dari karbohidrat, lemak (minimal 10% dari total kalori), dan protein (12 % dari total kalori). Sentiasa mengamalkan konsumsi diet yang seimbang dengan cukup karbohidrat, cukup lemak dan protein bisa mencegah terjadinya kwashiorkor. Protein terutamanya harus disediakan dalam makanan. Untuk mendapatkan sumber protein yang bernilai tinggi bisa didapatkan dari protein hewan seperti susu, keju, daging, telur dan ikan. Bisa juga mendapatkan protein dari protein nabati seperti kacang ijo dan kacang kedelei.
G. Komplikasi Kwashiorkor Anak dengan kwashiorkor akan lebih mudah untuk terkena infeksi dikarenakan lemahnya system imun. Tinggi maksimal dan kemampuan potensial untuk tumbuh tidak akan pernah dapat dicapai oleh anak dengan riwayat kwashiorkor. Bukti secara statistic emngemukakan bahwa kwashiorkor yang terjadi pada awal kehidupan (bayi dan anank-anak) dapat menurunkun IQ secara permenen. Komplikasi jangka pendek : - Hipoglikemia - Hipotermi - Dehidrasi - Gangguan funfsi vital - Gangguan keseimbangan elektrolit asam-basa - Infeksi berat - Hambatan penyembuhan penyakit penyerta Komplikasi jangka panjang : - Tubuh pendek - Berkurangnya potensi tumbuh kembang