Anda di halaman 1dari 28

0

Author :
Tania Nugrah Utami, S. Ked




Faculty of Medicine University of Riau
Pekanbaru, Riau
2010





Belibis A-17.(http://www.Belibis17.blogspot.com
Belibis A-17.((http://www.Belibis17.tk

1

PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG
Pada beberapa dekade terakhir demam tifoid sudah jarang terjadi di negara-
negara industri, namun tetap menjadi masalah kesehatan yang serius di sebagian
wilayah dunia, seperti bekas negara Uni Soviet, anak benua India, Asia Tenggara,
Amerika Selatan dan Afrika. Menurut WHO, diperkirakan terjadi 16 juta kasus per
tahun dan 600 ribu diantaranya berakhir dengan kematian. Sekitar 70 % dari seluruh
kasus kematian itu menimpa penderita demam tifoid di Asia.
Demam tifoid merupakan masalah global terutama di negara dengan higiene
buruk. Etiologi utama di Indonesia adalah Salmonella enterika subspesies enterika
serovar Typhi (S.Typhi) dan Salmonella enterika subspesies enterika serovar Paratyphi
A (S. Paratyphi A). CDC Indonesia melaporkan prevalensi demam tifoid mencapai 358-
810/100.000 populasi pada tahun 2007 dengan 64% penyakit ditemukan pada usia 3-19
tahun, dan angka mortalitas bervariasiantara 3,1 10,4 % pada pasien rawat inap
1
.
Dua dekade belakangan ini, dunia digemparkan dengan adanya laporan Multi
Drug Resistant (MDR) strains S.Typhi. strain ini resisten dengan kloramfenikol,
trimetropim-sulfametoksazol, dan ampicillin. Selain itu strain ressisten asam nalidixat
juga menunjakan penurunan pengaruh ciprofloksasin yang menjadi endemik di India.
United State, United Kingdom dan juga beberapa negara berkembang pada tahun 1997
menunjukan kedaruratan masalah globat akibat MDR
1
.
Morbiditas di seluruh dunia, setidaknya 17 juta kasus baru dan hingga 600.000
kematian dilaporkan tiap tahunnya. Di negara berkembang, diperkirakan sekitar 150
kasus/ juta populasi/ tahun di Amerika Latin. Hingga 1.000 kasus/ juta populasi/ tahun
di beberapa negara Asia
2
.
Penyakit ini jarang dijumpai di Amerika Utara, yaitu sekitar 400 kasus
dilaporkan tiap tahun di United State, 70% terjadi pada turis yang berkunjung ke negara
endemis. Di United Kingdom, insiden dilaporkan hanya 1 dalam 100.000 populasi
2
.
Perlu penanganan yang tepat dan komprehensif agar dapat memberikan
pelayanan yang tepat terhadap pasien. Tidak hanya dengan pemberian antibiotika,
namun perlu juga asuhan keperawatan yang baik dan benar serta pengaturan diet yang
tepat agar dapat mempercepat proses penyembuhan pasien dengan demam tifoid.

2


BATASAN MASALAH
Referat ini membahas definisi, etiologi, patogenesis, gejala klinis, diagnosis, dan
penatalaksanaan demam tifoid

METODE PENULISAN
Penulisan ini menggunakan metode tinjauan pustaka dengan mengacu pada
beberapa literatur.

3

TUNJAUAN PUSTAKA TUNJAUAN PUSTAKA TUNJAUAN PUSTAKA TUNJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Demam tifoid (tifus abdominalis, enteric fever) adalah penyakit infeksi akut
yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 7
hari, gangguan pada saluran pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran.
3,4,5


ETIOLOGI
Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi (S. typhi), basil gram negatif,
berflagel, dan tidak berspora. S. typhi memiliki 3 macam antigen yaitu antigen O
(somatik berupa kompleks polisakarida), antigen H (flagel), dan antigen Vi. Dalam
serum penderita demam tifoid akan terbentuk antibodi terhadap ketiga macam antigen
tersebut.

PATOGENESIS
Infeksi S.typhi terjadi pada saluran pencernaan. Basil diserap di usus halus
kemudian melalui pembuluh limfe masuk ke peredaran darah sampai di organ-organ
terutama hati dan limpa. Basil yang tidak dihancurkan berkembang biak dalam hati dan
limpa sehingga organ-organ tersebut akan membesar disertai nyeri pada perabaan.
Kemudian basil masuk kembali ke dalam darah (bakteremia) dan menyebar ke seluruh
tubuh terutama ke dalam kelenjar limfoid usus halus, menimbulkan tukak pada mukosa
diatas plaque peyeri. Tukak tersebut dapat mengakibatkan perdarahan dan perforasi
usus. Gejala demam disebabkan oleh endotoksin yang dieksresikan oleh basil S.typhi
sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus.
1,4


GEJALA KLINIS GEJALA KLINIS GEJALA KLINIS GEJALA KLINIS
Masa inkubasi Demam tifoid 10-14 hari, rata rata 2 minggu. Gejala timbul tiba
tiba atau berangsur angsur. Penderita Demam tifoid merasa cepat lelah, malaise,
anoreksia, sakit kepala, rasa tak enak di perut dan nyeri seluruh tubuh. Minggu ! :
demam (suhu berkisar 39-40
0
C), nyeri kepala, pusing, nteri otot, anoreksia, mual
muntah, konstipasi, diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epiktasis. Minggu 2 :
demam, bradikardi, lidah khas berwarna putih, hepatomegali, splenomegali, gangguan
kesadaran.
4

Demam pada Demam tifoid umumnya berangsur angsur naik selama minggu
pertama, demam terutama pada sore hari dan malam hari (bersifat febris reminent).
Pada minggu kedua dan ketiga demam terus menerus tinggi (febris kontinua).
Kemudian turun secara lisis. Demam ini tidak hilang dengan pemberian antipiretik,
tidak ada menggigil dan tidak berkeringat. Kadang kadang disertai epiktasis. Gangguan
gastrointestinal : bibir kering dan pecah pecah, lidah kotor, berselaput putih dan
pinggirnya hiperemis. Perut agak kembung dan mungkin nyeri tekan. Limpa membesar
dan lunak dan nyeri pada penekanan. Pada permulaan penyakit umumnya terjadi diare,
kemudian menjadi obstipasi.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM PEMERIKSAAN LABORATORIUM PEMERIKSAAN LABORATORIUM PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan Laboratorium meliputi pemeriksaan hematologi, urinalis, kimia
klinik, imunoserologi, mikrobiologi, dan biologi molekular. Pemeriksaan ini ditujukan
untuk membantu menegakkan diagnosis (adakalanya bahkan menjadi penentu
diagnosis), menetapkan prognosis, memantau perjalanan penyakit dan hasil pengobatan
serta timbulnya penyulit
7,8
.
1. Hematologi
Kadar hemoglobin dapat normal atau menurun bila terjadi penyulit perdarahan
usus atau perforasi.
Hitung leukosit sering rendah (leukopenia), tetapi dapat pula normal atau tinggi.
Hitung jenis leukosit: sering neutropenia dengan limfositosis relatif.
LED ( Laju Endap Darah ) : Meningkat
Jumlah trombosit normal atau menurun (trombositopenia).
2. Urinalis
Protein: bervariasi dari negatif sampai positif (akibat demam)
Leukosit dan eritrosit normal; bila meningkat kemungkinan terjadi penyulit.
3. Kimia Klinik
Enzim hati (SGOT, SGPT) sering meningkat dengan gambaran peradangan
sampai hepatitis Akut.
4. Imunologi
Widal
Pemeriksaan serologi ini ditujukan untuk mendeteksi adanya antibodi
(didalam darah) terhadap antigen kuman Samonella typhi / paratyphi (reagen).
Uji ini merupakan test kuno yang masih amat popular dan paling sering diminta
5

terutama di negara dimana penyakit ini endemis seperti di Indonesia. Sebagai uji
cepat (rapitd test) hasilnya dapat segera diketahui. Hasil positif dinyatakan
dengan adanya aglutinasi. Karena itu antibodi jenis ini dikenal sebagai Febrile
agglutinin.
Hasil uji ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga dapat memberikan
hasil positif palsu atau negatif palsu. Hasil positif palsu dapat disebabkan oleh
faktor-faktor, antara lain pernah mendapatkan vaksinasi, reaksi silang dengan
spesies lain (Enterobacteriaceae sp), reaksi anamnestik (pernah sakit), dan
adanya faktor rheumatoid (RF). Hasil negatif palsu dapat disebabkan oleh
karena antara lain penderita sudah mendapatkan terapi antibiotika, waktu
pengambilan darah kurang dari 1 minggu sakit, keadaan umum pasien yang
buruk, dan adanya penyakit imunologik lain.
Diagnosis Demam Tifoid / Paratifoid dinyatakan bila a/titer O = 1/160 ,
bahkan mungkin sekali nilai batas tersebut harus lebih tinggi mengingat
penyakit demam tifoid ini endemis di Indonesia. Titer O meningkat setelah akhir
minggu. Melihat hal-hal di atas maka permintaan tes widal ini pada penderita
yang baru menderita demam beberapa hari kurang tepat. Bila hasil reaktif
(positif) maka kemungkinan besar bukan disebabkan oleh penyakit saat itu
tetapi dari kontrak sebelumnya.
Elisa Salmonella typhi/ paratyphi lgG dan lgM
Pemeriksaan ini merupakan uji imunologik yang lebih baru, yang
dianggap lebih sensitif dan spesifik dibandingkan uji Widal untuk mendeteksi
Demam Tifoid/ Paratifoid. Sebagai tes cepat (Rapid Test) hasilnya juga dapat
segera di ketahui. Diagnosis Demam Typhoid/ Paratyphoid dinyatakan 1/ bila
lgM positif menandakan infeksi akut; 2/ jika lgG positif menandakan pernah
kontak/ pernah terinfeksi/ reinfeksi/ daerah endemik.
5. Mikrobiologi
Kultur (Gall culture/ Biakan empedu)
Uji ini merupakan baku emas (gold standard) untuk pemeriksaan
Demam Typhoid/ paratyphoid. Interpretasi hasil: jika hasil positif maka
diagnosis pasti untuk Demam Tifoid/ Paratifoid. Sebalikanya jika hasil negatif,
belum tentu bukan Demam Tifoid/ Paratifoid, karena hasil biakan negatif palsu
dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu antara lain jumlah darah terlalu
sedikit kurang dari 2mL), darah tidak segera dimasukan ke dalam medial Gall
6

(darah dibiarkan membeku dalam spuit sehingga kuman terperangkap di dalam
bekuan), saat pengambilan darah masih dalam minggu- 1 sakit, sudah
mendapatkan terapi antibiotika, dan sudah mendapat vaksinasi.
Kekurangan uji ini adalah hasilnya tidak dapat segera diketahui karena
perlu waktu untuk pertumbuhan kuman (biasanya positif antara 2-7hari, bila
belum ada pertumbuhan koloni ditunggu sampai 7 hari). Pilihan bahan spesimen
yang digunakan pada awal sakit adalah darah, kemudian untuk stadium
lanjut/ carrier digunakan urin dan tinja.



6. Biologi molekular.
PCR (Polymerase Chain Reaction) Metode ini mulai banyak dipergunakan.
Pada cara ini di lakukan perbanyakan DNA kuman yang kemudian
diindentifikasi dengan DNA probe yang spesifik. Kelebihan uji ini dapat
mendeteksi kuman yang terdapat dalam jumlah sedikit (sensitifitas tinggi) serta
7

kekhasan (spesifitas) yang tinggi pula. Spesimen yang digunakan dapat berupa
darah, urin, cairan tubuh lainnya serta jaringan biopsi.

DIAGNOSIS
Diagnosis pasti ditegakkan dengan cara menguji sampel feses atau darah untuk
mendeteksi adanya bakteri Salmonella spp dalam darah penderita, dengan membiakkan
darah pada 14 hari pertama setelah terinfeksi
9
.
Selain itu tes widal (O dah H agglutinin) mulai positif pada hari kesepuluh dan
titer akan semakin meningkat sampai berakhirnya penyakit. Pengulangan tes widal
selang 2 hari menunjukkan peningkatan progresif dari titer agglutinin (diatas 1:200)
menunjukkkan diagnosis positif dari infeksi aktif demam tifoid
8,9
. Biakan tinja
dilakukan pada minggu kedua dan ketiga serta biakan urin pada minggu ketiga dan
keempat dapat mendukung diagnosis dengan ditemukannya Salmonella
8
.
Gambaran darah juga dapat membantu menentukan diagnosis. Jika terdapat
leukopeni polimorfonuklear dengan limfositosis yang relatif pada hari kesepuluh dari
demam, maka arah demam tifoid menjadi jelas. Sebaliknya jika terjadi lekositosis
polimorfonuklear, maka berarti terdapat infeksi sekunder bakteri di dalam lesi usus.
Peningkatan yang cepat dari lekositosis polimorfonuklear ini mengharuskan kita
waspada akan terjadinya perforasi dari usus penderita. Tidak selalu mudah
mendiagnosis karena gejala yang ditimbulkan oleh penyakit itu tidak selalu khas seperti
di atas. Bisa ditemukan gejala- gejala yang tidak khas. Ada orang yang setelah terpapar
dengan kuman S.typhi, hanya mengalami demam sedikit kemudian sembuh tanpa diberi
obat. Hal itu bisa terjadi karena tidak semua penderita yang secara tidak sengaja
menelan kuman ini langsung menjadi sakit. Tergantung banyaknya jumlah kuman dan
tingkat kekebalan seseorang dan daya tahannya, termasuk apakah sudah imun atau
kebal. Bila jumlah kuman hanya sedikit yang masuk ke saluran cerna, bisa saja
langsung dimatikan oleh sistem pelindung tubuh manusia. Namun demikian, penyakit
ini tidak bisa dianggap enteng, misalnya nanti juga sembuh sendiri
3,8,9,10
.


PENATALAKSANAAN
Management atau penatalaksanaan secara umum, asuhan keperawatan yang baik
serta asupan gizi yang baik merupakan aspek penting dalam pengobatan demam tifoid
selain pemberian antibiotik. Sampai saat ini masih dianut trilogi penatalaksanaan
demam tifoid, yaitu:
7

8


1. Istirahat dan Perawatan
Titah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk mencegah komplikasi.
Tirah baring dengan perawatan sepenuhnya di tempat tidur, seperti makan, minum,
mandi, buang air kecil dan buang air besar akan membantu dan mempercepat masa
penyembuhan. Dalam perawatan perlu sekali dijaga kebersihan tempat tidur, pakaian,
dan perlengkapan yang dipakai
7
.
Pasien demam tifoid perlu dirawat dirumah sakit untuk isolasi, observasi dan
pengobatan. Pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau
kurang lebih selama 14 hari. Maksud tirah baring adalah untuk mencegah terjadinya
komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. Mobilisasi pesien harus dilakukan
secara bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien
7
.
Pasien dengan kesadaran menurun, posisi tubuhnya harus diubah-ubah pada
waktu-waktu tertentu untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan
dekubitus. Defekasi dan buang air kecil harus diperhatikan karena kadang-kadang
terjadi obstipasi dan retensi air kemih.
7,9

Asuhan keperawatan pada demam tifoid didasarkan pada gangguan akibat
proses patofisiologi. Yaitu:
11

a. Mempertahankan suhu dalam batas normal
Kaji pengetahuan klien dan keluarga tentang hipertermia
Observasi suhu, nadi, tekanan darah, pernafasan
Beri minum yang cukup
Berikan kompres air biasa
Lakukan seka keringat
Pakaian (baju) yang tipis dan menyerap keringat
Pemberian obat antipireksia
Pemberian cairan parenteral (IV) yang adekuat

b. Meningkatkan kebutuhan nutrisi dan cairan
Menilai status nutrisi pasien
Ijinkan pasien untuk memakan makanan yang dapat ditoleransi pasien,
rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan
meningkat.
9

Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk
meningkatkan kualitas intake nutrisi
Menganjurkan kepada orang tua/ penunggu pasien untuk memberikan
makanan dengan teknik porsi kecil tetapi sering
Mempertahankan kebersihan mulut
Menjelaskan pentingnya intake nutrisi yang adekuat untuk penyembuhan
penyakit
Kolaborasi untuk pemberian makanan melalui parenteral jika pemberian
makanan melalui oral tidak memenuhi kebutuhan gizi anak

c. Mencegah berkurangnya volume cairan
Mengobservasi tanda-tanda vital (suhu tubuh) paling sedikit setiap 4 jam
Monitor tanda-tanda meningkatnya kekurangan cairan: turgor tidak
elastis, ubun-ubun cekung, produksi urin menurun, memberan mukosa
kering, bibir pecah-pecah
Mengobservasi dan mencatat berat badan pada waktu yang sama dan
dengan skala yang sama
Memonitor pemberian cairan melalui intravena setiap jam
Mengurangi kehilangan cairan yang tidak terlihat (Insensible Water
Loss/IWL) dengan memberikan kompres dingin.
Memberikan antibiotik sesuai program

d. Discharge planning
Penderita harus dapat diyakinkan cuci tangan dengan sabun setelah
defekasi
Mereka yang diketahui sebagai karier dihindari untuk mengelola
makanan
Lalat perlu dicegah menghinggapi makanan dan minuman.
Penderita memerlukan istirahat
Diit lunak yang tidak merangsang dan rendah serat
Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktivitas sesuai dengan
tingkat perkembangan dan kondisi fisik anak
Jelaskan terapi yang diberikan: dosis, dan efek samping
10

Menjelaskan gejala-gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus
dilakukan untuk mengatasi gejala tersebut
Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan.

2. Managemen Nutrisi
Penderita penyakit demam Tifoid selama menjalani perawatan haruslah
mengikuti petunjuk diet yang dianjurkan oleh dokter untuk di konsumsi, antara lain :
7,11

a. Makanan yang cukup cairan, kalori, vitamin & protein.
b. Tidak mengandung banyak serat.
c. Tidak merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas.
d. Makanan lunak diberikan selama istirahat.
Makanan dengan rendah serat dan rendah sisa bertujuan untuk memberikan
makanan sesuai kebutuhan gizi yang sedikit mungkin meninggalkan sisa sehingga dapat
membatasi volume feses, dan tidak merangsang saluran cerna. Pemberian bubur saring,
juga ditujukan untuk menghindari terjadinya komplikasi perdarahan saluran cerna atau
perforasi usus. Syarat-syarat diet sisa rendah adalah :
12

Energi cukup sesuai dengan umur, jenis kelamin dan aktivitas
Protein cukup, yaitu 10-15% dari kebutuhan energi total
Lemak sedang, yaitu 10-25% dari kebutuhan energi total
Karbohidrat cukup, yaitu sisa kebutuhan energi total
Menghindari makanan berserat tinggi dan sedang sehingga asupan serat
maksimal 8 gr/hari. Pembatasan ini disesuaikan dengan toleransi perorangan
Menghindari susu, produk susu, daging berserat kasar (liat) sesuai dengan
toleransi perorangan.
Menghindari makanan yang terlalu berlemak, terlalu manis, terlalu asam dan
berbumbu tajam.
Makanan dimasak hingga lunak dan dihidangkan pada suhu tidak terlalu
panas dan dingin
Makanan sering diberikan dalam porsi kecil
Bila diberikan untuk jangka waktu lama atau dalam keadaan khusus, diet
perlu disertai suplemen vitamin dan mineral, makanan formula, atau
makanan parenteral.


11

Diet sisa rendah terbagi dua , yaitu:
12

a. diet sisa rendah I
diet sisa rendah I adalah makanan yang diberikan dalam bentuk disaring atau
diblender. Makanan ini menghindari makanan berserat tinggi dan sedang,
bumbu yang tajam, susu, daging berserat kasar (liat), dan membatasi
penggunaan gula dan lemak. Kandungan serat maksimal 4 gram. Diet ini rendah
energi dan sebagian zat gizi.
12


Tabel 1. Bahan Makanan yang Dianjurkan dan tidak Dianjurkan pada diet sisa rendah 1
Bahan makanan Dianjurkan Tidak Dianjurkan
Sumber karbohidrat Bubur saring, roti bakar,
kentang dipure, makaroni,
bihun rebus, biskuit,
krakers, tepung-tepungan
dipuding atau dibubur
Beras tumbuk, beras ketan,
roti whole wheat, jagung,
ubi, singkong, talas, cake,
tarcis, dodol, tepung-
tepungan yang dibuat kue
manis.
Sumber protein hewani

Daging empuk, hati, ayam,
ikan giling halus, telur
direbus, ditim, diceplok air
atau sebagai campuran
dalam makanan dan
minuman
Daging berserat kasar,
ayam, dan ikan yang
diawet, di goreng kering,
telur diceplok, udang dan
kerang, susu dan produk
susu.
Sumber protein nabati Tahu ditim dan direbus,
susu kedelai

Kacang-kacangan seperti
kacang tanah, kacang
merah, kacang tolo, kacang
hijau, kacang kedelai,
tempe dan oncom.
Sayuran Sari sayuran Sayuran dalam keadaan
utuh
Buah-buahan Sari buah Buah dalam keadaan utuh
Minuman

Teh, sirup, kopi encer Teh dan kopi kental,
minuman beralkohol dan
mengandung soda
12

bumbu Garam, vetsin, gula Bawang, cabe, jahe,
merica, ketumbar, cuka dan
bumbu lain yang tajam

b. diet sisa rendah II
Diet sisa rendah II merupakan makanan peralihan dari diet sisa rendah I ke
Makanan biasa. Diet ini diberikan bila penyakit mulai membaik atau bila
penyakit bersifat kronis. Makanan diberikan dalam bentuk cincang atau lunak.
Makanan berserat sedang diperbolehkan dalam jumlah terbatas, sedangkan
makanan berserat tinggi tidak diperebolehkan. Susu diberikan maksimal 2 gelas
sehari. Lemak dan gula diberikan dalam bentuk mudah cerna. Bumbu kecuali
cabe, merica dan cuka, boleh diberikan dalam jumlah terbatas. Kandungan serat
diet ini adalah 4-8 gram.
12


Tabel 2. Bahan Makanan yang Dianjurkan dan tidak Dianjurkan pada diet sisa rendah II
Bahan makanan Dianjurkan Tidak Dianjurkan
Sumber karbohidrat Beras dibubur/ditim, roti
bakar, kentang rebus,
krakers, tepung-tepungan di
bubur atau dipuding
Beras tumbuk, beras ketan,
roti whole wheat, jagung,
ubi, singkong, talas, cake,
tarcis, dodol, tepung-
tepungan yang dibuat kue
manis.
Sumber protein hewani

Daging empuk, hati, ayam,
ikan direbus, ditumis,
dikukus, diungkep dan di
panggang, telur direbus,
ditim, diceplok air atau
sebagai campuran dalam
makanan dan minuman,
susu maksimal 2 gelas
perhari.
Daging berserat kasar,
ayam, dan ikan yang
diawet, telur diceplok dan
dadar, daging babi.
Sumber protein nabati Tahu ditim direbus,
ditumis, pindakan, susu
Kacang-kacangan seperti
kacang tanah, kacang
13

kedelai

merah, kacang tolo, kacang
hijau, kacang kedelai,
tempe dan oncom.
Sayuran

Sayuran yang berserat
rendah dan sedang, seperti
kacang panjang, buncis
muda, bayam, labu siam,
tomat masak, wortel
direbus, dikukus dan
ditumis.
Sayuran yang berserat
tinggi seperti daun
singkong, daun katuk, daun
pepaya, daun dan buah
melinjo, oyong, pare serta
semua sayur yang dimakan
mentah
Buah-buahan

Sari buah; buah segar yang
matang (tanpa kulit dan
biji) dan tidak banyak
menimbulkan gas seperti
pepaya, pisang, jeruk,
avokad, nenas
Buah yang dimakan dengan
kulit, seperti apel, jambu
biji, dan pir serta jeruk
yang dimakan dengan kulit
ari; buah yang
menimbulkan gas seperti
durian dan nangka.
Lemak Margaris, mentega dan
minyak dalam jumlah
terbatas untuk menumis,
mengoles dan setup
Minyak untuk menggoreng,
lemak hewani, kelapa dan
santan
Minuman

Teh, kopi encer, sirup Teh dan kopi kental,
minuman beralkohol dan
mengandung soda
bumbu Garam, vetsin, gula, cuka,
salam, laos, kunyit, kunci
dalam jumlah terbatas.
cabe, merica
Untuk kembali ke makanan "normal", lakukan secara bertahap bersamaan
dengan mobilisasi. Misalnya hari pertama dan kedua makanan lunak, hari ke-3
makanan biasa, dan seterusnya.

3. Managemen Medik
Pengobatan simtomatik diberikan untuk menekan gejala-gejala simtomatik yang
dijumpai seperti demam, diare, sembelit, mual, muntah, dan meteorismus. Sembelit bila
14

lebih dari 3 hari perlu dibantu dengan paraffin atau lavase dengan glistering. Obat
bentuk laksan ataupun enema tidak dianjurkan karena dapat memberikan akibat
perdarahan maupun perforasi intestinal.
7

Pengobatan suportif dimaksudkan untuk memperbaiki keadaan penderita,
misalnya pemberian cairan, elektrolit, bila terjadi gangguan keseimbangan cairan,
vitamin, dan mineral yang dibutuhkan oleh tubuh dan kortikosteroid untuk
mempercepat penurunan demam.
7


A. Pemberian antimikroba
Pemberian antimikroba dengan tujuan menghentikan dan mencegah penyebaran
kuman.
a. Kloramfenikol
Di era pre-antibiotik, angka mortalitas dari demam tifoid masih tinggi
sekitar 15%. Terapi dengan kloramfenikol diperkenalkan pada 1948, mengubah
perjalanan penyakit, menurunkan angka mortalitas hingga <1% dan durasi demam
dari 14-28 hari menjadi 3-5 hari. . Dosis untuk orang dewasa adalah 4 kali 500 mg
perhari oral atau intravena, sampai 7 hari bebas demam. Penyuntikan
intramuskular tidak dianjurkan karena hidrolisis ester tidak dapat diramalkan dan
tempat suntikan terasa nyeri. Kloramfenikol menjadi obat pilihan untuk demam
enterik hingga munculnya resistensi pada tahun 1970. Tingginya angka
kekambuhan (10-25%), masa penyakit yang memanjang dan karier kronik,
toksisitas terhadap sumsum tulang (anemia aplastik), angka mortalitas yang tinggi
di beberapa negara berkembang merupakan perhatian terhadap kloramfenikol.
Kekambuhan dapat diobati dengan obat yang sama. Penurunan demam terjadi
rata-rata pada hari ke-5.
6,7,13

b. Tiamfenikol
Dosis dan efektifitas tiamfenikol pada demam tifoid hampir sama dengan
kloramfenikol, akan tetapi komplikasi hematologi seperti kemungkinan
terjadinya anemia aplastik lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol.
Dosis tiamfenikol adalah 4 x 500 mg, demam rata-rata menurun pada hari ke-6
sampai ke-6.
6,7

c. Ampisilin dan Kotrimoksazol
Diberikan karena meningkatnya angka mortalitas akibat resistensi
kloramfenikol. Ampicilin dan Trimetoprim-Sulfametoksazol (TPM-SMZ)
15

menjadi pengobatan yang utama. Munculnya strain MDR S.typhi, dengan resisten
terhadap ampicillin dan kotrimoksazol telah mengurangi kemanjuran obat ini.
Pada tahun 1989, muncul MDR S. Typhi. Bakteri ini resisten terhadap
kloramfenikol, ampicilin, Trimetoprim-Sulfametoksazol (TPM-SMZ),
streptomycin, sulfonamid dan tertacyklin. Di daerah dengan prevalensi tinggi
infeksi S.typhi MDR (India, Asia tenggara dan Afrika), seluruh pasien diduga
demam tifoid dan diterapi dengan quinolon atau sefalosporin generasi III hingga
hasil kultur dan tes sensitivitas tersedia.
13

d. Quinolon
Quinolon memiliki aktivitas tinggi terhadap Salmonellae invitro, dengan
efektif penetrasi terhadap makrofag, mencapai konsentrasi tinggi di usus dan
lumen empedu, dan memiliki potensi yang tinggi diantara antibiotik lain dalam
terapi demam tifoid. Ciprofloksasin terbukti memiliki efektivitas yang tingi, tidak
ada karier S. Typhi yang muncul, faktanya, pada studi lainnya, indikasi utama
untuk menggunakan antibiotik quinolon. Ciprofloksasin juga telah ditemukan
memiliki efek terapi terhadap strain S.typhi dan S.paratyphi MDR. Resistensi
terhadap ciprofloksasin mulai muncul khususnya di daerah India. Quinolon
lainnya, seperti ofloxacin, norfloxacin dan pefloxacin, terbukti efektif dalam
perrcobaan klinis skala kecil. Terapi singkat dengan ofloxacin (10-15 mg/kg
dibagi dua selama 2-3 hari) muncul lebih simpel, aman dan efektif dalam terapi
inkomplit MDR demam tifoid. Demam pada umumnya turun pada hari ke-3 atau
menjelang hari ke-4.
7,13

e. Sefalosporin Generasi 1
Cefotaxim, ceftriaxon, dan cefoperazon telah digunakan untuk mengobati
demam tifoid, dengan pemberian selama 3 hari memberikan efek terapi sama
dengan regimen obat yang diberikan 10-14 hari. Respon yang baik juga
dilaporkan dengan pemberian ceftriaxon selama 5-7 hari, tetapi laporan angka
kekambuhan ditemukan tidak lengkap. Obat-obat ini sebaiknya diberikan untuk
kasus resisten quinolon. Direkomendasikan diberikan untuk 10-14 hari.
13

f. Antibiotik lainnya
Beberapa studi kecil telah melaporkan kesuksesan pengobatan demam
tifoid dengan aztreonam, antibiotik monobaktam. Antibiotik ini menunjukan lebih
efektif daripada kloramfenikol dalam membasmi organisme dalam darah.
Penelitian prospektif di Malaysia terhenti akibat tingginya kegagalan dengan
16

aztreonam. Azitromycin, antibiotik makrolida baru diberikan dengan dosis 1 gr
sekali sehari selama 5 hari juga bermanfaat untuk pengobatan demam tifoid.
Keuntungan lainnya penggunaan aztreonam dan azitromycin adalah kedua obat
ini dapat digunakan pada anak-anak, ibu hamil dan menyusui.
13


Tabel 3. Obat dan Dosis Antibiotik untuk Demam Tifoid
13

Obat Dosis Rute
First-line antibiotics Kloramfenikol 500 mg 4x sehari Oral, IV
Trimetoprim-
Sulfametoksazol
160/800 mg 2 x
sehari, 4-20 mg/kg,
bagi 2 dosis.
Oral, IV
Ampicillin/Amoxycillin 1000-2000 mg 4x
sehari; 50-100
mg/kg, bagi 4 dosis
Oral, IM, IV
Second-line
antibiotics
(fluoroquinolon)
Ciprofloxacin 500 mg 2x sehari/200
mg 2x sehari selama
10-14 hari
Oral, IV
Norfloxacin 400 mg, 2x sehari
selama 10 hari
Oral
Pefloxacin 400 mg , 2x sehari
selama 10 hari
Oral, IV
Ofloxacin 400 mg, 2 x sehari
selama 14 hari
Oral
Levofloxacin 500 mg, 2 x sehari
selama 14 hari

Cephalosporin Ceftriaxon 1-2 gr 2x sehari; 50-
75 mg/kg: dibagi 1-2
dosis selama 7-10
hari
IM, IV
Cefotaxim 1-2 gr 2 x sehari 40-
80 mg/kg: dibagi 2-3
dosis selama 14 hari
IM, IV
Cefoperazon 1-2 gr 2 x sehari 50- IM, IV
17

100 mg/kg: dibagi 2
dosis selama 14 hari
Cefixim 200-400 mg sehari
sekali/2 x sehari 10
mg/kg bagi 1-2 dosis
selama 14 hari
Oral
Antibiotik lainnya Aztreonam 1 gr/2-4 x sehari; 50-
70 mg/kg:
IM
Azithromycin 1 gr sekali sehari; 5-
10 mg/kg
Oral


Tabel 4. Rekomendasi DOC pengobatan antibiotik untuk demam tifoid
14

Demam Tifoid tanpa
komplikasi
Sensitif- Fluoroquinolon (ofloxacin, ciprofloxacin) 5-7 hari
MDR fluoroquinolon 5-7 hari atau Cefixime 7-14 hari
Resisten Quinolon- Azitromycin 7 hari atau Cefriaxone 10-14
hari
Demam Tifoid Berat
Sensitif- Fluoroquinolon (ofloxacin) 10-14 hari
MDR fluoroquinolon (ofloxacin) 10-14 hari
Resisten Quinolon- Azitromycin 7 hari atau Cefriaxone 10-14
hari


Tabel 5. Pilihan Antibiotik untuk Demam Tifoid menurut Harrisons
6

Antibiotik Dosis
First Line
Ciprofloksasin
Ceftriakson

500 mg peroral 2 kali sehari selama 10 hari
1-2 gr IV/IM selama 10-14 hari
Alternativ (NSRST*)
Azitromicin
Ciprofloksasin

1 gr peroral sekali sehari selama 5 hari
10 mg/kg peroral 2 kali sehari selama 10 hari
*NARST Nalidixic acid Resistant S.typhi

18

Menurut Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia dalam buku ajar IPD
Fakultas Kedokteran FKUI, pilihan utama antibiotik pada demam tifoid adalah
golongan kuinolon.
Tabel 6. Pilihan Utama Antibiotik untuk Demam Tifoid
7

Antibiotik Dosis
Norfloksasin
Ciprofloksasin
Ofloksasin
Perfloksasin
Fleroksasin
400 mg 2 kali sehari selama 14 hari
500 mg 2 kali sehari selama 6 hari
400 mg 2 kali sehari selama 7 hari
400 mg/hari selama 7 hari
400 mg/hari selama 7 hari

Pada penelitian yang dilakukan di Jakarta pada tahun 2002-2008 didapatkan
hasil bahwa beberapa antibiotika yang biasa digunakan para klinisi di Indonesia masih
memiliki efek terapi diatas 90 terhadap S.typhi dan S.paratyphi.
1


Tabel 7. Persentase pengaruh antibiotik terhadap S.typhi
1

Antibiotik %
Ceftriaxon 92,6
Kloramfenikol 94,1
Tetrasiklin 100
Trimetoprim-Sulfametoksazol 100
Ciprofloksasin 100
Levofloksasin 100

B. Penggunaan Glukokortikosteroid
Kortikosteroid diberikan pada pasien demam tifoid berat dengan gangguan
kesadaran (delirium, stupor, koma, shok). Dexametason diberikan dengan dosis awal
3mg/kg IV, selanjutnya 1mg/kg tiap 6 jam sebanyak delapan kali pemberian
13
. selain
itu, juga diberikan kepada pasien dengan demam yang tidak turun-turun.
o Hari ke 1: Kortison 3 X 100 mg im atau Prednison 3 X 10 mg oral
o Hari ke 2: Kortison 2 X 100 mg im atau Prednison 2 X 10 mg oral
o Hari ke 3: Kortison 3 X 50 mg im atau Prednison 3 X 5 mg oral
o Hari ke 4: Kortison 2 X 50 mg im atau Prednison 2 X 5 mg oral
o Hari ke 5: Kortison 1 X 50 mg im atau Prednison 1 X 5 mg oral
19


C. Antipiretik
Pireksia dapat di atasi dengan kompres. Salisilat dan antipiretik lainnya
sebaiknya tidak diberikan karena dapat menyebabkan keringat yang banyak dan
penurunan tekanan darah (bradikardi relatif).
13


PENGOBATAN DEMAM TIFOID PADA WANITA HAMIL
Kloramfenikol tidak dianjurkan pada trimester ke-3 kehamilan karena
dikhawatirkan dapat terkadi partus prematur, kematian fetus intrauterin, dan grey
syndrome pada neonatus. Tiamfenikol tidak dianjurkan digunakan pada trimester
pertama kehamilan karena kemungkinan efek teratogenik terhadap fetus pada manusia
belum dapat disingkirkan. Pada kehamilan lebih lanjut tiamfenikol dapat digunakan.
Demikian juga obat golongan fluoroquinolon maupun kotrimoksazol tidak boleh
digunakan untuk mengobati demam tifoid pada ibu hamil. Obat yang dianjurkan adalah
ampisilin, amoksisilin dan ceftriakson.
7


TATALAKSANA KOMPLIKASI DEMAM TIFOID
Sebagai suatu penyakit sistemik, maka hampir semua organ utama tubuh dapat
diserang dan berbagai komplikasi serius dapat terjadi. Beberapa komplikasi yang dapat
terjadi pada demam tifoid yaitu :
7

1. Komplikasi Intestinal
Komplikasi intestinal yang dapat terjadi, yaitu perdarahan intestinal perforasi
usus, ileus paralitik, pankreatitis.
Perdarahan intestinal
Pada plak peyeri usus yang terinfeksi (terutama ileum terminalis) dapat
terbentuk tukan/luka berbentuk lonjong dan memanjang terhadap sumbu usus.
Bila luka menembus lumen usus dan mengenai pembuluh darah maka terjadi
perdarahan. Selanjutnya bila tukak menembus dinding usus maka perforasi
dapat terjadi. Selain karena faktor luka, perdarahan juga dapat terjadi karena
gangguan koagulasi darah (KID) atau gabungan kedua faktor. Sekitar 25%
penderita demam tifoid dapat mengalami perdarahan minor yang tidak
membutuhkan transfusi darah. Perdarahan hebat dapat terjadi hingga penderita
mengalami syok. Secara klinis perdarahan akut darurat bedah ditegakan bila
terdapat perdarahan sebanyak 5ml/kgBB/jam dengan faktor hemostasis dalam
20

batas normal. Jika penanganan terlambat, mortalitas cukup tinggi sekitar 10-
32%, bahkan ada yang melaporkan sampai 80 %. Bila transfusi yang diberikan
tidak dapat mengimbangi perdarahan yang terjadi, maka tindakan bedah perlu
dipertimbangkan.
Perforasi usus
Terjadi pada sekitar 3% dari penderita yang dirawat. Biasanya timbul
pada minggu ketiga namun dapat pula terjadi pada minggu pertama. Selain
gejala umum demam tifoid yang biasa terjadi maka penderita demam tifoid
dengan perforasi mengeluh nyeri perut yang hebat terutama di daerah kuadran
kanan bawah yang kemudian menyebar ke seluruh perut dan disertai dengan
tanda-tanda ileus. Bising usus melemah pada 50% penderita dan pekak hati
terkadang tidak ditemukan karena adanya udara bebas diabdomen. Tanda-tanda
perforasi lainnya adalah nadi cepat, tekanan darah turun, dan bahkan dapat syok.
Leukositosis dengan pergeseran ke kiri dapat menyokong adanya perforasi.
Bila pada gambaran foto polos abdomen (BNO/3 posisi) ditemukan
udara pada rongga peritoneum atau subdiafragma kanan, maka hal ini
merupakan nilai yang cukup menentukan terdapatnya perforasi usus pada
demam tifoid. Beberapa faktor yang dapat meningkatkan kejadian perforasi
adalah umur (biasanya 20-30 tahun), lama demam, modalitas pengobatan,
beratnya penyakit, dan mobilitas penderita.
Antibiotik diberikan secara selektif bukan hanya untuk mengobati
kuman S. Typhi tetapi juga untuk mengatasi kuman yang bersifat fakultatif dan
aerobik pada flora usus. Umumnya diberikan antibiotik spektrum luas dengan
kombinasi kloramfenikol dan ampisilin intravena. Untuk kontaminasi usus dapat
diberikan gentamisin/metronidazol. Cairan harus diberikan dalam jumlah yang
cukup serta penderita dipuasakan dan dipasang nasogastric tube. Transfusi
darah dapat diberikan bila terdapat kehilangan darah akibat perdarahan
intestinal.
2. Komplikasi ekstra intestinal
a. Komplikasi hematologi
Komplikasi hematologik berupa trombositopenia, hipofibrino-genemia,
peningkatan protombin time, peningkatan partial thromboplastin time,
peningkatan fibrin degradation product sampai koagulasi intravaskular
diseminata (KID) dapatditemukan pada kebanyakan pasien demam tifoid.
21

Trombositopenia sering dijumpai, hal ini mungkin terjadi karena menurunnya
produksi trombosit di sum-sum tulang selama proses infeksi atau meningkatnya
destruksi trombosit di sistem retikuloendotelial. Obat-obatan juga memiliki
peranan.
Penyebab KID pada demam tifoid belumlah jelas. Hal-hal yang sering
dikemukakan adalah endotoksinmengaktifkan beberapa sistem biologik,
koagulasi dan fibrinolisis. Pelepasan kinin, prostaglandin dan histamin
menyebabkan vasokontriksi dan kerusakan endotel pembuluh darah dan
selanjutnya mengakibatkan perangsangan mekanisme koagulasi; baik KID
kompensata maupun dekompensata.
Bila terjadi KID dekompensata dapat diberikan transfusi darah,
substitusi trombosit dan/atau faktor-faktor koagulasi bahkan heparin, meskipun
ada pula yang tidak sependapat tentang manfaat pemberian heparin pada demam
tifoid.
b. Hepatitis tifosa
Pembengkakan hati ringan sampai sedang dijumpai pada 50% kasus
dengan demam tifoid dan lebih banyak dijumpai karena S.typhi daripada
S.paratyphi. untuk membedakan apakah hepatitis ini oleh karena tifoid, virus,
malaria, atau amuba maka perlu diperhatikan kelainan fisik, parameter
laboratorium, dan bila perlu histopatologik hatti. Pada demam tifoid kenaikan
enzim transaminase tidak relevan dengan kenaikan serum bilirubin (untuk
membedakan dengan hepatitis oleh karena virus). Hepatitis tifosa dapat terjadi
pada pasien dengan malnutrisi dan sistem imun yang kurang. Meskipun sangat
jarang, komplikasi hepatoensefalopati dapat terjadi.
c. Pankreatitis tifosa
Merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada demam tifoid.
Pankreatitis sendiri dapat disebabkan oleh mediator proinflamasi, virus, bakteri,
cacing, maupun zat-zat farmakologi. Pemeriksaan enzim amilase dan lipase
serta USG/CT scan dapat membantu diagnosis penyakit ini dengan akurat.
Penatalaksanaan pankreatitis tifosa sama seperti penanganan pankreatitis
pada umumnya; antibiotik yang diberikan adalah antibiotik intravena seperti
ceftriakson atau quinolon.


22

d. Miokarditis
Miokarditis terjadi pada 1-5% penderita demam tifoid sedangkan
kelainan elektrokardiografi (EKG) dapat terjadi pada 10-15% penderita. Pasien
dengan miokarditis biasanya tanpa gejala kardiovaskuler atau dapat berupa
keluhan sakit dada, gagal jantung kongestif, aritmia, atau syok kardiogenik.
Sedangkan perikarditis sangat jarang terjadi. Perubahan EKG yang menetap
disertai aritmia mempunyai prognosis yang buruk. Kelainan ini disebabkan
kerusakan miokardium oleh kuman S.typhi dan miokarditis sering sebagai
penyebab kematian. Biasanya pada pasien yang sakit berat, keadaan akut dan
fulminan.
e. Manifestasi neuropsikiatrik/tifoid toksik
Manifestasi neuropsikiatrik dapat berupa delirium dengan atau tanpa
kejang, semi-koma atau koma, parkinson rigidity/transient parkinsonism,
sindroma otak akut, mioklonus generalisata, meningismus, skizofrenia
sitotoksik, mania akut, hipomania, ensefalomielitis, meningitis, polineuritis
perifer, sindroma Guillen-Bare, dan psikosis.
Terkadang gejala demam tifoid diikuti suatu sindrom klinis berupa
gangguan atau penurunan kesadaran akut (kesadaran berkabut, aatis, delirium,
somnolen, sopor atau koma) dengan atau tanpa disertai kelainan neurologis
lainnya dan dalam pemeriksaancairan otak masih dalam batas normal. Sindrom
klinik seperti ini oleh beberapa peneliti disebut sebagai tifoid toksik, sedangkan
penulis lainnya menyebutkan dengan demam tifoid berat, demam tifoid
ensefalopati, atau demam tifoid dengan toksemia. Diduga faktor-faktor sosial
ekonomi yang buruk, tingkat pendidikan yang rendah, ras, kebangsaan, iklim,
nutrisi, kebudayaan dan kepercayaan (adat) yang masih terbelakang ikut
mempermudah terjadinya hal tersebut dan akibatnya meningkatkan angka
kematian.
Semua kasus tifoid toksik, atas pertimbangan klinis sebagai demam
tifoid berat, langsung diberikan pengobatan kombinasi kloramfenikol 4 x 400
mg ditambah ampisilin 4 x 1 gram dan deksametason 3 x 5 mg.




23

PENATALAKSANAAN PADA PENGIDAP TIFOID (KARIER)
Kasus demam tifoid karier merupakan faktor risiko terjadinya outbreak demam
tifoid. Pada daerah endemik dan hiperendemik penyandang kuman S.typhi ini jauh lebih
banyak serta sanitasi lingkungan dan sosial ekonomi rendah semakin mempersulit usaha
penanggulangannya. Angka kejadian demam tifoid di Indonesia sebesar 1.000/100.0000
populasi pertahun, insiden rata-rata 62% di Asia, dan 35 % di Afrika dengan mortalitas
rendah 2-5% dan sekitar 3% menjadi karier. Di antara demam tifoid yang sembuh
klinis, pada 20 % diantaranya masih ditemukan kuman S.typhi setelah 2 bulan dan 10%
masih ditemukan pada bulan ketiga serta 3 % masih ditemukan setelah 1 tahun. Kasus
karier meningkat seiring peningkatan usia dan adanya penyakit kandung empedu, serta
gangguan traktus urinarius.
7


Definisi dan Manifestasi Tifoid Karier
Definisi pengidap tifoid (karier) adalah seseorang yang kotorannya (feses atau
urin) mengandung S.typhi setelah satu tahun pasca-demam tifoid, tanpa disertai gejala
klinis. Kasus tifoid dengan kuman S.typhi masih dapat ditemukan di feses atau urin
selama 2-3 bulan disebut karier pasca penyembuhan. Pada penelitian di Jakarta
dilaporkan bahwa 16,18% (N=68) kasus demam tifoid masih didapatkan kuman S.typhi
pada kultur fesesnya
7
.
Tifoid karier tidak menimbulkan gejala klinis (asimptomatis) dan 25%kasus
menyangkal adanya riwayat sakit demam tifoid akut. Pada beberapa penelitian
dilaporkan pada tifoid karier sering disertai infeksi kronik traktus urinarius serta
terdapat peningkatan resiko terjadinya karsinoma kandung empedu, karsinoma
kolorektal, karsinoma pankreas, karsinoma paru, dan keganasan di bagian organ atau
jaringan lain. Peningkatan faktor risiko tersebut berbeda bila dibandingkan dengan
populasi pasca-ledakan kasus luar biasa demam tifoid, hal ini di duga faktor infeksi
kronis sebagai faktor risiko terjadinya karsinoma dan bukan akibat infeksi tifoid akut
7
.
Proses patofisiologis dan patogenesis kasus tifoid karier belum jelas.
Mekanisme pertahanan tubuh terhadap Salmonella typhi belum jelas. Imunitas selular
diduga punya peran sangat penting. Hal ini dibuktikan bahwa pada penderita sickle cell
disease dan sistemic lupus eritematosus (SLE) maupun penderita AIDS bila terinfeksi
Salmonella maka akan terjadi bakteremia yang berat. Pada pemeriksaan inhibisi migrasi
leukosit (LMI) dilaporkan terdapat penurunan respons reaktifitas selular terhadap
Salmonella typhi, meskipun tidak ditemukan penurunan imunitas seluler dan humoral.
24

Penelitian lainnya menyatakan bahwa tidak ada perbedaan bermakna pada sistem
imunitas humoral dan selular serta respons limfosit terhadap S.typhi antara pengidap
tifoid dengan kontrol. Pemeriksaan respons imun berdasarkan serologi antibodi IgG dan
IgM terhadap S.typhi antara tifoid karier dibanding tifoid akut tidak berbeda bermakna
7
.

Diagnosis Tifoid Karier
Diagnosis tofoid karier ditegakan atas dasar ditemukannya kuman S.typhi pada
biakan feses maupun urin pada seseorang tanpa gejala klinis infeksi atau pada seseorang
setelah 1 tahun paca-demam tifoid. Dinyatakan kemungkinan besar bukan sebagai tifoid
karier bila setelah dilakukan biakan secara acak serial minimal 6 kali pemeriksaan tidak
ditemukan kuman S.typhi
7
.
Sarana lain untuk menegakan diagnosis adalah pemeriksaan serologi Vi,
dilaporkan bahwa sensitivitas 75% dan spesifisitas 92% bila ditemukan kadar titer
antibodi Vi sebesar 160. Nolan CM dkk (1981) meneliti pengidap tifoid (karier) beserta
keluarganya, ditemukan titer 1:40 sampai 1;2560 pada 7 kasus biakan positif S.typhi,
sedangkan pada 37 kasus dengan kultur S.typhi negatif, 36 tidak ditemukan antibodi Vi,
1 kasus dengan antibodi Vi positif 1:10.
7


Penatalaksanaan tifoid karier
Kesulitan eradikasi kasus karier berhubungan dengan ada tidaknya batu empedu
dan sikatrik kronik pada saluran empedu. Kasus karier ini juga meningkat pada
seserorang yang terkena infeksi saluran kencing secara kronis, batu, striktur,
hidronefrosis, dan tuberkulosis maupun tumor di traktus urinarius. Oleh karena itulah
insidens tifoid karier meningkat pada wanita maupun pada usia lanjut karena adanya
faktor tersebut di atas. Penatalaksanaan tifoid karier dibedakan berdasarkan ada
tidaknya penyulit yang dapat dilihat pada tabel berikut
7
.

Tabel 8. Terapi Antibiotik Pada Kasus Demam Tifoid Karier
7

Tanpa disertai kasus kolelitiasis
Pilihan regimen terapi selama 3 bulan
1. ampisilin 100mg/kgBB/hari + probenesid 30 mg/kgBB/hari
2. amoksisilin 100mg/kgBB/hari + probenesid 30 mg/kgBB/hari
3. kotrimoksazol 2 tablet/2kali/hari
25

Disertai kasus Kolelitiasis
Kolesistektomi + regimen tersebut diatas selama 28 hari, kesembuhan 80% atau
kolesistektomi + salah satu regimen terapi di bawah ini:
1. Ciprofloksasin 750 mg/2kali/hari
2. Norfloksasin 400 mg/2kali/hari
Disertai Infeksi Schistoma Haematobium pada Traktus urinarius
Pengobatan kasus ini harus dilakkan eradikasi Schistoma Haematobium
1. prazikuantel 40 mg/kgBB dosis tunggal
2. metrifonat 7,5-10 mg/kgBB bila perlu diberikan 3 dosis, interval 2 minggu.
Setelah eradikasi S.Haematobium tersebut batu diberikan regimen terapi untuk
tifoid karier seperti di atas.

Pengobatan Infeksi Campuran Tifoid
a. Tifoid dengan infeksi sendi
Peradangan sendi sering terjadi pada pasien demam tifoid. Meskipun basil
tifoid pada cairan sendi ditemukan pada sedikit kasus, karena hanya sedikit
pencatatan pemeriksaan bakteriologis pada cairan sendi. Penelitian yang dilakukan
Orloff, yaitu menyuntikan S.typhi pada anjing dan kelinci, menimbulkan
pembengkakan sendi dalam 24 jam, dengan perdarahan pada membran sinovial.
Cairan yang keruh, dan keras terbentuk pada sendi yang selanjutnya menjadi
purulen. Terapi yang dapat diberikan pada antara lain kompres dingin, untuk
peradangan masive dapat dilakukan aspirasi cairan sendi. Bila peradangan sudah
berkurang dapat dilakukan terapi pergerakan pasif (Pasive motion), massage, dan
frictions. Eradikasi tifoid dilakukan dengan pemberian antibiotik seperti dibahas
diatas.
15


b. Tifoid dengan Malaria
Infeksi campuran ini ditegakan bila dari gejala klinis dan laboratorium
didapat khas tifoid dan klinis malaria bersamaan. Juga dari laboratorium didapat
widal reaktif dan ditemukan Plasmodium. Terapi yang diberikan sesuai dengan
terapi masing-masing infeksi. Malaria dapat diobati dengan Primakuin 45 mg (3
tablet) dosis tunggal untuk P.falciparum, sedangkan untuk P.vivax dengan dosis 15
mg/hari selama 14 hari. Kina dosis yang dianjurkan 3 x 10mg/kgBB selama 7 hari
26

(1 tablet 220 mg), atau dengan preparat kina ataupun artemisin. Sedangkan untuk
tifoid dapat diberikan Ciprofloksasin 500 mg selama 7 10 hari.
16,17


c. Tifoid dengan Dengue
Pada kasus dengan tifoid disertai dengan trombositopenia dan IgG dan IgM
dengue positif, diberikan terapi antibiotik untuk tifoid. Untuk infeksi dengue,
diberikan cairan yang adekuat dan pemantauan perdarahan yang terjadi.
18,19


Pencegahan
Vaksinasi dengan menggunakan vaksin T.A.B (mengandung basil tifoid dan
paratifoid A dan B yang dimatikan ) yang diberikan subkutan 2 atau 3 kali pemberian
dengan interval 10 hari merupakan tindakan yang praktis untuk mencegah penularan
demam tifoid Jumlah kasus penyakit itu di Indonesia cukup tinggi, yaitu sekitar 358-
810 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Suntikan imunisasi tifoid boleh dilakukan
setiap dua tahun sedangkan vaksin oral diambil setiap lima tahun. Bagaimanapun,
vaksinasi tidak memberikan jaminan perlindungan 100%.
7

Mengkonsumsi air yang telah dimasak. Masak air sekurang-kurangnya lima menit
penuh (apabila air sudah masak, biarkan ia selama lima menit lagi).
7

Bila sedang dalam perjalanan usahakan menggunakan air botol atau minuman
yang telah terjamin kebersihannya. Makan makanan yang baru dimasak. Jika terpaksa
makan di kedai, pastikan makanan yang dipesan khas dan berada dalam keadaan
`berasap kerana baru diangkat dari dapur. Tudung semua makanan dan minuman agar
tidak dihinggapi lalat. Letakkan makanan di tempat tinggi.
7

Buah-buahan hendaklah dikupas dan dibilas sebelum dimakan. Cuci tangan
dengan sabun dan air bersih sebelum menyediakan atau memakan makanan, membuang
sampah, memegang bahan mentah atau setelah buang air besar.
7

27

SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN DAN SARAN

SIMPULAN
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada
saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran
pencernaan dengan atau tanpa gangguan kesadaran. Di era Multi Drug Resisten seperti
saat sekarang ini, pilihan pengobatan haruslah lebih cermat. Penggunaan antibiotik
golongan Quinolon merupakan pilihan utama pengobatan demam tifoid untuk saat ini.
Tak hanya dengan obat-obatan, asuhan keperawatan yang baik dan benar serta
penanganan nutrisi yang tepat juga memiliki peranan penting dalam penatalaksanaan
demam tifoid.

SARAN
Diperlukan ketepatan dalam mendiagnosa demam tifoid agar tidak terjadi
pemakaian antibiotik yang tidak seharusnya. Pemilihan antibiotik yang adekuat dapat
mengurangi angka terjadinya resistensi. Perlunya kerjasama antara dokter dan
paramedis lain untuk bersama-sama membantu mengobati pasien serta memberikan
edukasi yang tepat kepada pasien dan keluarganya agar dapat membantu proses
penyembuhan.
Pencegahan sangat penting yaitu dengan menjaga higiene lingkungan tempat
tinggal dan sekitarnya, higiene makanan serta tidak buang air besar sembarangan. Tutup
rapat makanan agar tidak dihinggapi lalat.




Belibis A-17.(http://www.Belibis17.blogspot.com
Belibis A-17.((http://www.Belibis17.tk

Anda mungkin juga menyukai