Anda di halaman 1dari 8

J. Sains & Teknologi, Desember 2003. Vol.3 No.

3: 87-94 ISSN 1411-4674

PENGARUH DONOR DAN DOSIS KELENJAR HIPOFISA


TERHADAP OVULASI DAN DAYA TETAS TELUR
IKAN BETOK (Anabas testudineus Bloch)

Muhammad, Hamzah Sunusi, dan Irfan Ambas


Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Unhas, Makassar

ABSTRAK

There were eighteen females (76 ± 4 g) and thirty-six males (35 ± 5 g) injected by Anabas
test udineus and Cyprinus carpio male pituitary extract with three level dosages 5, 10, and 15
mg kg-1 of fish body weight to find out the effect of donor and dosage of pituitary extract on
ovulation and hatchability of climbing perch egg. Nested design with two factors and three
replications used in this research. The data were analyzed by analysis of variance (anova),
Honestly Significant Difference (HSD), and regression. The result of this research has find out
the range of latency time from 09,17 to 12,17 hours, fecundity from 9497 to 16668 eggs 100-1
g, fertilization rate from 90,00 to 98,80 %, incubation time from 20,10 to 21,45 hours, and
hatching rate from 87,78 to 97,47 %. The result of anova indicate that pituitary gland extract
donors have not effect (P > 0,05) on latency time, fertilization rate, incubation time, and
hatching rate, but has effect (P < 0,05) on fecundity. The dosages of pituitary gland extract
have not different (P > 0,05) on the incubation time, but have significantly different ( P <
0,01) on latency time, fecundity, fertilization rate, and hatching rate. HSD test showed that
climbing perch pituitary extract at the level of 10 mg kg-1 body weight is the best treatment.
Regression analysis showed that the optimal dosage of climbing perch and common carp
pituitary extract on hatching rate are 11,50 mg kg-1 and 12,47 mg kg, respectively.
Keywords: ovulation and hatchability

dilakukan dengan teknik kawin suntik,


PENDAHULUAN
yaitu hipofisasi. Sumantadinata (1988)
Di dalam budidaya ikan, mengatakan teknik hipofisasi telah
ketersediaan benih merupakan unsur memberikan manfaat yang besar
yang mutlak. Usaha budidaya dipan- terhadap pembenihan, tetapi masih
dang tidak cukup bila hanya mengan- belum lepas dari berbagai masalah
dalkan benih secara alami, karena yang dihadapi seperti dosis dan sumber
bersifat musiman seperti benih ikan kelenjar hipofisa. Pada penelitian ini
betook (Anabas testudineus Bloch), perlu diketahui berapa dosis dalam
yang ditemukan hanya pada awal donor kelenjar hipofisa yang optimum
musim penghujan. Penyediaan benih terhadap tingkat keberhasilan ovolasi
tidak hanya dalam jumlah yang cukup dan daya tetas telur ikan betok.
dan kontinu, tetapi diperlukan mutu
yang baik serta tepat sasaran yang BAHAN DAN METODE
disebut dengan sapta tepat yaitu: tepat
spesies, ukuran, kualitas, kuantitas, Penelitian ini dilaksanakan di
waktu, lokasi, dan tepat harga. Laboratorium Basah Fakultas Peri-
Ikan betok sangat sukar memijah kanan Unlam Banjarbaru Kalimantan
Selatan dari Mei sampai Juli 2001. Ikan
jika tidak berada pada habitat aslinya,
meskipun telah matang gonad (Anonim betok yang telah matang gonad (fase
1995). Untuk mengatasinya dapat VII perkembangan telur menurut

87
Muhammad Hamzah Sanusi dan Irfan Ambas ISSN 1411-4674

Waynarovich dan Horvath 1988) yang jamur/penyakit ke dalam akuarium


digunakan dalam penelitian ini terdiri ditambahkan methiline blue (MB) 1
dari 18 ekor betina (76 ± 4 g) dan 36 ppm (Untergasser 1989).
ekor jantan (35 ± 5 g). Sesudah Lamanya waktu inkubasi telur
diadaptasikan ikan dipelihara secara ditentukan dengan cara menghitung
terpisah berdasarkan jenis kelaminnya waktu yang diperlukan sejak saat
selama 2 bulan dalam 2 buah bak pembuahan atau ovulasi sampai telur
semen 1 m x 1 m x 1 m diisi air 800 L, menetas. Selama inkubasi telur,
setiap minggu air bak diganti 10 % pengu-kuran suhu dilakukan sebanyak
dengan cara menyipon. Ikan diberi 4 kali sehari (pagi jam 06.00, siang jam
pakan berupa pelet dengan komposisi 12.00, sore jam 18.00 dan malam hari
gizi; protein 26 – 28 %, lemak 6 – 8 %, jam 24.00).
serat kasar 4 – 6 %, abu 5 – 8 %, dan Rancangan percobaan yang
kadar air 11- 13 % sebanyak 3 % digunakan adalah percobaan faktorial
bobot ikan hari-1 dua faktor dengan rancangan tersarang
Untuk merangsang pemijahan, dalam pola Rancangan Acak Lengkap
induk ikan betok disuntik sebanyak 2 (RAL) (Sudjana 1982). Faktor pertama
kali pada betina, interval waktu dari adalah donor kelenjar hipofisa yaitu
penyuntikan pertama ke penyuntikan kelenjar hipofisa ikan betok dan mas.
kedua adalah 6 jam dengan dosis Faktor kedua adalah dosis dalam
masing-masing setengah dari dosis kelenjar hipofisa dengan 3 taraf yaitu
yang akan disuntikkan, sedangkan 5; 10; dan 15 mg kg-1 bobot ikan.
jantan disuntik pada penyuntikan kedua Sebelum dilakukan analisis
ikan betina dengan dosis sete- ragam, semua data diuji homogenitas
ngah.secara intramuskular, yaitu pada 5 ragamnya dengan uji Barlett, kecuali
sisik ke belakang dan 2 sisik di bawah data proporsi, yaitu derajat pembuahan
bagian sirip punggung ikan. dan derajat penetasan langsung
Setelah ikan disuntik, ikan di- ditranformasi akar kuadrat. Untuk
masukkan ke dalam 18 akuarium mengetahui perbedaan nilai rata-rata
dengan ukuran 30 x 40 x 75 cm, diisi perlakuan digunakan Uji Beda Nyata
air tawar 60 L, diaerasi, dan diberi Jujur (BNJ) menurut Uji Tukey, dan
tanaman air. Setiap akuarium diisi satu responnya digunakan analisis regresi
ekor betina dan dua ekor jantan dan (Gaspersz 1991).
dibiarkan memijah secara alami.
Waktu pemijahan dicatat untuk HASIL DAN PEMBAHASAN
mengetahui masa laten pemijahan, Masa Laten Pemijahan
Jumlah telur dihitung dengan metode
jumlah sesaat setelah ikan memijah Dari waktu pemijahan yang
untuk menyatakan fekunditasnya. dari diperlukan induk untuk mencapai
sejumlah telur tersebut diambil 1000 ovulasi sejak penyuntikan pertama,
butir secara acak untuk mengetahui diperoleh rata-rata masa laten
tingkat pembuahan dan penetasannya. pemijahan ikan betok (Tabel 1). Hasil
Telur sampel dimasukan ke dalam 18 uji BNJ masa laten memperlihatkan
buah akuarium dengan ukuran 30 x 30 pemijahan ikan betok yang diberi
x 40 cm yang diisi air 27 L untuk ekstrak kelenjar hipofisa dosis 5 mg
menjaga telur dan larva dari serangan kg-1 bobot ikan resipien nyata (P <
0,05) lebih rendah daripada dosis 10
88
Hifofisasi, Ikan Betok ,Ovulasi Penetasan ISSN 1411-4674

dan 15 mg kg-1, sedangkan dosis 10 perbedaan yang nyata .


dan 15 mg kg-1 tidak memperlihatkan

Tabel 1. Nilai Rata-rata Masa Laten Pemijahan Ikan Betok (Anabas testudineus)

Dosis Kelenjar Hipofisa


Donor Kelenjar Hipofisa
5 mg kg-1 10 mgkg-1 15 mgkg-1
----------------------------- jam ------------------------------
-
Ikan betok 10,60 ± 0,16a 9,20 ± 0,22b 8,60 ± 0,49b
a b
Ikan mas 11,44 ± 0,65 9,39 ± 0,21 8,64 ± 0,21b
ab = huruf yang sama pada lajur dan baris yang sama menyatakan nilai rata-rata
perlakuan tidak berbeda nyata (P > 0,05)

Efek dosis yang lebih tinggi gesteron yang paling potensial merang-
terbukti akan menyebabkan makin sang pematangan tahap akhir. Kisaran
cepatnya masa laten pemijahan. data kualitas air media pemijahan ikan
Penelitian ini sesuai dengan yang betok masing-masing untuk suhu,
dilaporkan Indira (1997) dan Wibowo oksigen terlarut, dan pH adalah 25,0 –
(1998). Kemampuan ovulasi ikan 28 oC, 5,2 – 7,0 mg L-1, dan 6,4 – 6,9.
sangat berkaitan dengan penggunaan Kisaran tersebut berada dalam batas
dosis yang efektif untuk tiap spesies. yang layak untuk pemijahan ikan betok
Peningkatan dosis kelenjar hipofisa (Bardach et al. 1972).
mempercepat masa laten pemijahan
ikan betok. Hal ini diduga berhubungan Fekunditas
dengan meningkatnya konsentrasi 17 Rata-rata fekunditas setiap
α, 20 β dihidroksiprogesteron. Goetz perlakuan ditampilkan dalam Tabel 2.
(1983) mengemukakan bahwa 17 α, 20 Hasil uji BNJ fekunditas menun-
β dihidroksiprogesteron yang merang- jukkan bahwa dosis 5 mg kg-1 secara
sang inti bermigrasi dari tengah ke tepi nyata berbeda (P < 0,05) lebih
sel telur dan menyebabkan terjadinya rendah dari dosis 10 dan 15 mg kg-1,
GVBD. Nagahama (1987) melaporkan tetapi dosis 10 dan 15 mg kg-1 tidak
bahwa meningkatnya plasma proges- memperlihatkan perbedaan yang nyata
teron seperti 17 α, 20 β dihidroksi- (P > 0,05). Donor ekstrak kelenjar
progesteron berhubungan dengan me- hipofisa ikan betok memberikan hasil
ningkatnya plasma gonadotropin. yang lebih baik dari mas terhadap
Koldras dkk. (1990) menemukan fekunditas ikan betook
bahwa 17 α, 20 β dihidroksipro- .

89
Muhammad Hamzah Sanusi dan Irfan Ambas ISSN 1411-4674

Tabel 2. Nilai Rata-rata Fekunditas Ikan Betok (Anabas testudineus )


Dosis Kelenjar Hipofisa
Donor Kelenjar Hipofisa
5 mg kg-1 10 mg kg-1 15 mg kg-1
-1
-------------------------- butir 100 g -----------------------
--
Ikan betok 9822 ± 225a 15906 ± 746b 15768 ± 189b
c d
Ikan mas 9646 ± 197 15403 ± 198 14809 ± 506d
abcd = huruf yang sama pada lajur dan baris yang sama menyatakan nilai rata-
rata perlakuan tidak berbeda nyata (P > 0,05)

Rendahnya fekunditas pada yang telah siap diovulasikan akan


perlakuan B1 (dosis 5 mg kg-1) diduga terjadi jika telah mendapat rangsangan
dosis yang diberikan belum mencukupi hormon yang sesuai.
untuk pematangan tahap akhir semua
Tingkat Pembuahan
oosit, sehingga tidak semua oosit
mendapat tambahan gonadotropin yang Rata-rata tingkat pembuahan
sesuai untuk diovulasikan, seperti juga telur dapat dilihat pada Tabel 3. Hasil
didapatkan Pulungan (1992) pada ikan uji BNJ tingkat pembuahan telur ikan
lele semakin sedikit dosis kelenjar betok memperlihatkan bahwa dosis 5
hipofisa semakin kecil fekunditas mg kg-1 bobot ikan resipien secara
yang diovulasikan. Rendahnya hormon nyata berbeda (P < 0,05) lebih rendah
gonadotropin yang masuk dalam darah daripada dosis 10 dan 15 mg kg-1,
menyebabkan kemampuan hormon sedangkan dosis 10 dan 15 mg kg-1
gonadotropin untuk mengovulasikan tidak memperlihatkan perbedaan yang
telur sangat terbatas. Nagahama (1987) nyata (P > 0,05). Perlakuan yang
melaporkan bahwa keberhasilan terbaik adalah 10 mg kg-1 boot ikan.
ovulasi tergantung dari keberhasilan
proses pematangan akhir oosit. Oosit

Tabel 3. Nilai Rata-rata Tingkat Pembuahan Telur Ikan Betok (Anabas testudineus )
Dosis Kelenjar Hipofisa
Donor Kelenjar Hipofisa
5 mg kg-1 10 mg kg-1 15 mg kg-1
----------------------------- % ------------------------------
Ikan betok 91,17 ± 1,33a 97,50 ± 1,51b 96,63 ± 0,76b
Ikan mas 91,00 ± 1,40a 96,67 ± 1,01b 96,17 ± 0,57b
ab = huruf yang sama pada lajur dan baris yang sama menyatakan nilai rata-rata
perlakuan tidak berbeda nyata (P > 0,05)

Kisaran tingkat pembuahan hingga dosis optimal, hal ini diduga


89,70 – 98,90 % menunjukkan kualitas disebabkan terjadi peningkatan
dan jumlah sperma cukup. Tingkat volume semen hingga batas optimal,
pembuahan telur ikan betok meningkat kemudian dosis tinggi mengakibatkan

90
Hifofisasi, Ikan Betok ,Ovulasi , Penetasan ISSN 1411-4674

menurunnya volume semen seperti Waktu Inkubasi Telur


yang dikemukakan oleh Billard dkk.
(1981), dosis yang tinggi akan Rata-rata waktu inkubasi
memberikan efek negatif terhadap kerja disajikan pada Tabel 4. Hasil analisis
gonad sehingga volume semen rendah ragam waktu inkubasi telur ikan betok
dan konsentrasi sperma tinggi. memperlihatkan bahwa donor dan
Munkittrick dan Moccia (1987) dosis ekstrak kelenjar hipofisa ikan
menambahkan bahwa semakin tinggi betok dan ikan mas tidak berpengaruh
konsentrasi spermatozoa untuk nyata terhadap waktu inkubasi telur
pembuah telur, maka tingkat ikan betok. (P > 0,05).
pembuahan semakin rendah.

Tabel 4. Nilai Rata-rata Waktu Inkubasi Telur Ikan Betok (Anabas testudineus )

Dosis Kelenjar Hipofisa


Donor Kelenjar Hipofisa -1
5 mg kg 10 mg kg-1 15 mg kg-1
----------------------------- jam ------------------------------
-
Ikan betok 20,61 ± 0,45 20,51 ± 0,29 20,64 ± 0,31
Ikan mas 20,65 ± 0,38 20,65 ± 0,37 20,75 ± 0,61

Faktor yang paling berpengaruh membelah diri adalah inti sel dan
terhadap waktu inkubasi telur adalah sitoplasma di daerah kutup anima.
suhu, disamping itu juga oksigen
terlarut. Temperatur yang tidak cocok Tingkat Penetasan
selama inkubasi telur tidak hanya
menghambat penetasan tetapi juga Rata-ratanya tingkat penetasan telur
menurunkan sintasan. Kisaran suhu ikan betok diperlihatkan pada Tabel 5.
25,0 – 27,9 o C berada pada kisaran Hasil analisis ragam penetasan telur
yang layak untuk inkubasi telur ikan ikan betok menunjukkan bahwa donor
betok, dengan perbedaan yang tidak hipofisa ikan betok dan mas tidak
begitu besar, sehingga waktu inkubasi berpengaruh nyata terhadap tingkat
tidak berbeda nyata antar perlakuan. penetasan (P > 0,05), sedangkan dosis
Telur-telur ikan betok yang kelenjar hipofisa berpengaruh sangat
telah dibuahi berbentuk bulat, nyata (P < 0,01). Hasil uji BNJ tingkat
transparan dan menyebar di permukaan penetasannya memperlihatkan dosis 5
air. Perkembangan embrio ikan betok mg kg-1 berbeda nyata (P < 0,05) lebih
membelah secara meroblastik, yaitu rendah daripada dosis10 dan15 mgkg-1,
pembelahan mitosis yang tidak disertai sedangkan dosis 10 dan 15 mgkg-1
oleh pembagian kuning telur (kuning tidak memperlihatkan perbedaan yang
telur tidak ikut membelah), yang nyata (P > 0,05)
.

91
Muhammad Hamzah Sanusi dan Irfan Ambas ISSN 1411-4674

Tabel 5. Nilai Rata-rata Tmgkat Penetasan Telur Ikan Betok (Anabas testudineus
Bloch)
Dosis Kelenjar Hipofisa
Donor Kelenjar Hipofisa
5 mg kg-1 10 mg kg-1 15 mg kg-1
----------------------------- % ------------------------------
Ikan betok 89,52 ± 1,24a 96,12 ± 1,19b 94,79 ± 1,05b
Ikan mas 89,20 ± 2,26a 94,04 ± 0,81b 94,01 ± 1,02b
ab = huruf yang sama pada lajur dan baris yang sama menyatakan nilai rata-rata
perlakuan tidak berbeda nyata (P > 0,05)

Rata-rata derajat penetasan telur telur akan menurun dengan semakin


ikan betok yang disuntik dengan menurunnya derajat pembuahan telur
ekstrak kelenjar hipofisa memberikan atau sebaliknya derajat penetasan akan
tingkat penetasan yang lebih tinggi dari meningkat dengan semakin mening-
yang ditemukan Wibowo (1998), yaitu katnya derajat pembuahan.
berkisar dari 85,87 sampai 87,03 % Harimurtiadi (1999) menambahkan
yang disuntik dengan hormon ovaprim. bahwa penggunaan dosis HCG yang
Tingkat penetasan telur ber- dikombinasikan dengan CPE tidak
hubungan erat dengan tingkat pem- hanya mendorong induk untuk ovulasi
buahan telur. Penelitian ini sesuai tetapi juga berkaitan dengan keber-
dengan yang dinyatakan Oyen dkk. hasilan pembuahan, penetasan dan
(1991) bahwa daya tetas telur selalu larva yang dihasilkan.
ditentukan oleh tingkat pembuahan, Analisis regresi menunjukkan
kecuali ada faktor lingkungan yang dosis optimal untuk masing-masing
mempengaruhinya, selanjutnya donor ekstrak kelenjar hipofisa ikan
Masrizal dan Efrizal (1997) betok dan mas adalah 11,50 dan 12,47
melaporkan bahwa derajat penetasan mg kg-1 bobot ikan.

y = 74.967 + 3.7043x - 0.1589x2 y = 79.51 + 2.4247x - 0.0972x 2


R2 = 0.9003 R2 = 0.7737
99.00 99.00
Penetasan Telur (%)

97.00 97.00
Penetasan Telur (%)

95.00 95.00
93.00 93.00
91.00
91.00
89.00
89.00
87.00
85.00 87.00
0 5 10 15 20 85.00
0 5 10 15 20
Dosis Kelenjar Hipofisa Ikan Betok (mg/kg)
Dosis Kelenjar Hipofisa Ikan M as (mg/ kg)

Gambar 1. Regresi antara Dosis Ekstrak Kelenjar Hipofisa dan Derajat


Penetasan Telur Ikan Betok (Anabas testudineus)

93
Muhammad Hamzah Sanusi dan Irfan Ambas ISSN 1411-4674

KESIMPULAN Reproduction Part B. Behavior


and Fertility Control. Academic
¾ Donor ekstrak kelenjar hipofisa
Press. Inc., New York.
ikan betok memberikan hasil yang
lebih baik terhadap fekunditas ikan Harimurtiadi, C. 1999. Pengaruh
betok (Anabas testudineus). kombinasi HCG dan ekstrak
¾ Dosis 10 mg kg-1 bobot ikan kelenjar hipofisa ikan mas
merupakan perlakuan terbaik, dan terhadap proses ovulasi ikan
optimal tingkat penetasannya baung (Mystus nemurus C.V).
masing-masing untuk kelenjar Tesis. Program Pascasarjana
hipofisa ikan betok dan mas adalah IPB Bogor. 57 hal.
11,50 mg kg-1 dan 12,47 mg kg-1 Indira, F. 1997. Variasi Pemberian
bobot ikan. jenis dan dosis hormon terhadap
waktu laten pemijahan ikan betok
DAFTAR PUSTAKA (Anabas testudineus Bloch).
Skripsi. Fakultas Perikanan
Anonim. 1995. Budidaya beberapa ikan Unlam, Banjarbaru. 73 hal.
lokal. Pusat Perpustakaan
Koldras, M., K. Bieniarz and D.E.
Pertanian dan Komunikasi.
Kime. 1990. Sperm production
Kerjasama Penelitian Bogor dan
and steroidogenesis in testes of
Balai Informasi Pertanian
common carp, Cyprinus carpio
Kalimantan Selatan, Banjarbaru.
L., at different stage of
28 hal.
maturation. Journal of Fish
Bardach, J.E., J.H. Ryther; and W.O. Biology 37, 635-645
McLarney. 1972. Aquaculture.
Masrizal dan Efrizal. 1997. Pengaruh
The Farming and Husbandry of
rasio pengenceran mani terhadap
Freshwater and Marine
fertilitas sperma dan daya tetas
Organisms. John Willey & Sons.,
telur ikan mas (Cyprinus carpio).
New York. 868 pp
Fish J. Garing 6 (1) : 1 – 9
Billard, R., B. Breton and R. Richard.
Munkittrick, K.R. and R.D. Moccia.
1981. On the inhibitory effect of
1987. Seasonal change in the
same steroid on spermatogenesis
quality of rainbow trout Salmon
in adult rainbow trout Salmon
gairneri semen. Effect of delay
gairdneri. Zoology: 1479 – 1487
in stripping on spermatocrit,
Gaspersz, V. 1991. Metode motility, volume and seminal
Perancangan Percobaan. Armico, plasma contituents. Aquaculture,
Bandung. 472 hal. 64: 147 – 156
Goetz, F.E. 1983. Hormon control of Nagahama, Y. 1987. Gonadotropin
oocyte final maturation and action on gametogenesis and
ovulation in fishes. Pages 117 – steroidogenesis in teleost gonads.
163 in W.S. Hoar, D.J. Randall, Zoological Science, 4: 209 - 222
and E.M. Donaldson (Eds). Fish
Physiology. Volume IX
93
Muhammad Hamzah Sanusi dan Irfan Ambas ISSN 1411-4674

Oyen, F.G.F., L.F.C.M.M. Camps and


E.S.W. Bongo. 1991. Effect on
acid stress on embrionic
development of common carp
(Cyprinus carpio). Aquaculture,
19: 1-12
Pulungan, C.P. 1992. Lama
penyimpanan kelenjar hipofisa
terhadap daya kerja hormon yang
terkandung untuk
mengovulasikan ikan lele
(Clarias batrachus L.). Tesis.
Program Pascasarjana IPB,
Bogor. 63 hal.
Sudjana. 1982. Disain dan Analisis
Ekspremen. Tarsito, Bandung.
285 hal.
Sumantadinata, K. 1988. Aplikasi
bioteknologi dalam pembenihan
ikan. Bulletin Perikanan Darat,
Bogor. 4 (1) : 28 – 43
Untergasser, D. 1989. Handbook of
Fish Diseases. T.F.H.
Publication, Inc., United States of
America. 160 pp.
Waynarovich, E. and L. Horvath.
1988. The Artificial Propagation
of Warmwater Finfishes A
Manual for Extention. FAO Fish.
Tech. Pap., Rome. 183 pp.
Wibowo, B. 1998. Pemberian variasi
dosis hormon ovaprim terhadap
keberhasilan pemijahan ikan
betok (Anabas testudineus
Bloch). Fakultas Perikanan
Unlam, Banjarbaru. 62 hal.

94

Anda mungkin juga menyukai