Anda di halaman 1dari 27

BAB I

LATAR BELAKANG
A. Latar Belakang Masalah
Pneumonia adalah infeksi saluran pernapasan akut bagian bawah
yang mengenai parenkim paru. Menurut anatomi, pneumonia pada anak
dibedakan menjadi pneumonia lobaris, pneumonia interstisialis dan
bronkopneumonia.
12
Sebagian besar penyebab Pneumonia adalah mikroorganisme
(virus, bakteri). Dan sebagian kecil oleh penyebab lain seperti hidrokarbon
(minyak tanah, bensin, atau sejenisnya) dan masuknya makanan,
minuman, susu, isi lambung ke dalam saluran pernapasan (aspirasi),
15
sedangkan dari sudut pandang sosial penyebab pneumonia menurut
Depkes RI (2004) antara lain : Status gizi bayi, riwayat persalinan, kondisi
sosial ekonomi orang tua, lingkungan tumbuh bayi, konsumsi Air Susu Ibu
(ASI).
13
Program Pengembangan Imunisasi (PPI) yang meliputi imunisasi
DPT dan campak yang telah dilaksanakan pemerintah selama ini dapat
menurunkan proporsi kematian BALITA akibat pneumonia. Campak,
pertusis dan juga difteri bisa juga menyebabkan pneumonia atau
merupakan penyakit penyerta pada pneumonia balita. Selain itu, sekarang
telah tersedia vaksin Hib dan vaksin pneumokokus konjugat untuk
pencegahan terhadap infeksi bakteri penyebab pneumonia dan penyakit
berat lain seperti meningitis. Namun vaksin ini belum masuk dalam
Program Pengembangan Imunisasi (PPI) Pemerintah.
13
Yang tidak kalah
penting sebenarnya adalah upaya pencegahan non-imunisasi yang meliputi
pemberian ASI eksklusif, pemberian nutrisi yang baik, penghindaran
pajanan asap rokok, asap dapur, status imunisasi dan lain-lain; perbaikan
lingkungan hidup dan sikap hidup sehat; yang semuanya itu dapat
menghindarkan terhadap risiko terinfeksi penyakit menular termasuk
penghindaran terhadap pneumonia.
15
Pneumonia masih menjadi penyakit terbesar penyebab kematian
anak dan juga penyebab kematian pada banyak kaum lanjut usia di dunia.
WorldHealth organization (WHO) tahun 2005 memperkirakan kematian
balita akibat pneumonia di seluruh dunia sekitar 19 persen atau berkisar
1,6 2,2 juta, dimana sekitar 70 persennya terjadi di negara-negara
berkembang,
14
sedangkan menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) 2001 urutan penyakit menular penyebab kematian pada bayi
adalah pneumonia, diare, tetanus, Insfeksi Saluran Napas Akut (ISPA).
Sementara proporsi penyakit menular penyebab kematian pada BALITA
yaitu pneumonia (22,5%), diare (19,2%), ISPA (7,5%), malaria (7%), serta
campak (5,2%).
3
Menurut Departemen Kesehatan Republik Indoneisa (Depkes, RI),
angka kejadian pneumonia di Indonesia pada tahun 2006 sebanyak146.437
kasus dengan Angka Insiden (AI) 6,7.
19
Di Propinsi Jawa Tengah, sebesar
80% - 90% dari seluruh kasus kematian ISPA disebabkan pneumonia.
Angka kejadian pneumonia balita di Jawa Tengah pada tahun 2006
sebanyak 3.624 dengan AI 11,0,
18
sedangkan menurut Riset kesehatan
Dasar (riskesdas), Jawa Tengah 2007 di Kota Semarang terdapat 0.2%
yang dinyatakan menderita pneumonia oleh petugas kesehatan dengan
2.1% yang memiliki gejala dan tanda yang mengarah pada pneumonia,
sedangkan di kota demak memiliki angka kejadian sebanyak 0.4% yang
dinyatakan menderita pneumonia oleh petugas kesehatan dengan 0.4%
yang memiliki gejala dan tanda yang mengarah pada pneumonia.
22
Pada
Puskesmas Sayung sendiri terdapat.....
Faktor risiko kejadian pneumonia balita dipengaruhi oleh faktor
intrinsik (umur, jenis kelamin, statusgizi, status imunisasi) dan faktor
ekstrinsik (biologis, fisik dan sosial). Faktorbiologis adalah kuman atau
mikroorganisme. Faktor fisik misalnya adalahlingkungan rumah yang
tidak sehat dan faktor sosial menyangkut perilakuhidup yang tidak sehat.
7


B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang identifikasi masalah di atas, maka
rumusan masalah pada karya tulis ilmiah ini yaitu apakah ada hubungan
antara lingkungan tempat tinggal dengan angka kesakitan pneumonia pada
Balita di wiayah kerja Puskesmas Sayung Tahun 2012.
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Menganalisis hubungan tempat tinggal fisik dengan angka kesakitan
pneumonia pada BALITA di Puskesmas Sayung Tahun 2012.
2. Tujuan Khusus
2.1 Menganalisis antara keadaan lantai tempat tinggal dengan kejadian
pneumonia pada BALITA di Puskesmas Sayung Tahun 2012.
2.2 Menganalisis antara kondisi atap rumah dengan angka kesakitan
pneumonia pada balita di puskesmas Sayung Tahun 2012.
2.3 Menganalisis antara luas ventilasi kamar dengan angka kesakitan
pneumonia pada balita di puskesmas Sayung Tahun 2012.
2.4 Menganalisis antara luas kamar anak dengan angka kesakitan
pneumonia di puskesmas Sayung Tahun 2012.
2.5 Menganalisis antara kondisi dinding tempat tinggal dengan angka
kesakitan pneumonia pada balita di puskesmas Sayung Tahun
2012.
3. Manfaat Penelitian
3.1 Bagi penulis: penelitian ini dapat menambah dan memperluas
pengetahuan tentang hubungan tempat tinggal fisik terhadap angka
kesakitan pneumoniadi Puskesmas Sayung Tahun 2012.
3.2 Bagi pembaca : sebagai informasi pada masyarakat akan
pentingnya menjaga kebersihan tempat tinggal fisik untuk
mencegah pneumonia.
3.3 Bagi dinas kesehatan kabupaten demak : sebagai acuan untuk
menurunkan angka kesakitan pneumonia pada BALITA di
Puskesmas Sayung Tahun 2012.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pneumonia
1. Pengertian Pneumonia
Pneumonia adalah infeksi akut yang mengenai jaringan paru-
paru (alveoli). Terjadinya pneumonia pada anak seringkali bersamaan
dengan terjadinya proses infeksi akut pada bronkus yang disebut
bronchopneumonia. Gejala penyakit pneumonia ini berupa nafas cepat
dan nafas sesak, karena paru meradang secara mendadak. Batas nafas
cepat adalah frekuensi pernafasan sebanyak 50 kali per menit atau
lebih pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 1 tahun, dan 40 kali
per menit atau lebih pada anak usia 1 tahun sampai kurang dari 5
tahun.
9
2. Pengertian ISPA
ISPA merupakan padanan istilah Inggris Acute Respiratory
Infectionsdisingkat ARI yang mengandung tiga unsur yaitu infeksi,
saluran pernapasan akut. Yang dimaksudkan dengan infeksi adalah
masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan
berkembangbiak sehingga menimbulkan gejalapenyakit. Saluran
pernapasan adalah organ yang mulai dari hidung hingga alveoli beserta
organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan
pleura. Dengan demikian ISPA secara otomatis mencakup saluran
pernapasan bagian atas dan saluran pernafasan bagian bawah
(termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan.
Dimaksud dengan infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai
dengan 14 hari.
23

Menutut Depkes RI (2002),
4
secara anatomis ISPA
digolongkan kedalam dua golongan yaitu Infeksi Saluran Pernafasan
atas Akut (ISPaA) dan Infeksi Saluran Pernafasan bawah Akut
(ISPbA). Infeksi Saluran Pernafasan atas Akut adalah infeksi akut
yang menyerang saluran pernafasan atas yaitu batuk, pilek, sinusitis,
otitis media (infeksi pada telinga tengah), dan faringitis (infeksi pada
tenggorokan). ISPaA biasa disebut ISPA ringan atau bukan
pneumonia. Sedangkan ISPbA adalah infeksi yang menyerang saluran
pernafasan bawah yang biasa dalam bentuk pneumonia. ISPbA dibagi
dalam tiga kelompok yaitu Pneumonia sangat berat, Pneumonia berat,
dan Pneumonia.
3. Etiologi
Sebagian besar penyebab Pneumonia adalah mikroorganisme
(virus, bakteri). Dan sebagian kecil oleh penyebab lain seperti
hidrokarbon (minyak tanah, bensin, atau sejenisnya) dan masuknya
makanan, minuman, susu, isi lambung ke dalam saluran pernapasan
(aspirasi).
Berbagai penyebab Pneumonia tersebut dikelompokkan
berdasarkan golongan umur, berat ringannya penyakit dan penyulit
yang menyertainya (komplikasi). Mikroorganisme tersering sebagai
penyebab Pneumonia adalah virus, terutama Respiratory Syncial Virus
(RSV) yang mencapai 40%. Sedangkan golongan bakteri yang ikut
berperan terutama Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus
influenzae type b (Hib).
Awalnya, mikroorganisme masuk melalui percikan ludah
(droplet), kemudian terjadi penyebaran mikroorganisme dari saluran
napas bagian atas ke jaringan (parenkim) paru dan sebagian kecil
karena penyebaran melalui aliran darah.
15,21
Sedangkan dari sudut pandang sosial penyebab pneumonia
menurut Depkes RI (2004) antara lain:
21
a. Status gizi bayi
Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan
nutrisi untuk anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi
badan anak. Status gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan
yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan
nutrisi. Penelitian status gizi merupakan pengukuran yang
didasarkan pada data antropometri serta biokimia dan riwayat diet.
1
Klasifikasi status gizi pada bayi berdasarkan Kartu Menuju
Sehat (KMS) adalah :
1. Gizi Lebih
2. Gizi Baik
3. Gizi kurang
4. Gizi buruk
b. Riwayat persalinan
Riwayat persalinan yang mempengaruhi terjadinya
pneumonia adalah ketuban pecah dini dan persalinan preterm.
12
c. Kondisi sosial ekonomi orang tua
Kemampuan orang tua dalam menyediakan lingkungan
tumbuh yang sehat pada bayi juga sangat mempengaruhi terhadap
terjadinya pneumonia. Klasifikasi kesejahteraan keluarga adalah :
1. Keluarga sejahtera yaitu keluarga yang dibentuk berdasarkan
perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup
spiritual dan material yang layak, bertaqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras. dan
seimbang antar anggota, serta antara keluarga dengan
masyarakat dan lingkungannya.
2. Keluarga sejahtera satu yaitu keluarga yang kondisi
ekonominya baru bisa memenuhi kebutuhan dasarnya secara
minimal, tetapi belum mampu memenuhi kebutuhan sosial
psikologisnya.
3. Keluarga pra sejahtera yaitu keluarga yang belum dapat
memenuhi kebutuhan dasarnya, belum mampu melaksanakan
ibadah berdasarkan agamanya masing-masing, memenuhi
kebutuhan makan minimal dua kali sehari, pakaian yang
berbeda untuk di rumah, bekerja, sekolah, dan bepergian,
memiliki rumah yang bagian lantainya bukan dari tanah, dan
belum mampu untuk berobat di sarana kesehatan modern.
26

d. Lingkungan tumbuh bayi
Lingkunngan tumbuh bayi yang mempengaruhi terhadap
terjadinya pneumonia adalah kondisi sirkulasi udara dirumah, adanya
pencemaran udara di sekitar rumah dan lingkungan perumahan yang
padat.
e. Konsumsi ASI
Jumlah konsumsi ASI bayi akan sangat mempengaruhi imunitas
bayi, bayi yang diberi ASI secara eksklusif akan memiliki daya tahan
tubuh yang lebih baik dibandingkan dengan bayi yang tidak diberi ASI
secara eksklusif.
1
4. Epidemiologi
Pneumonia dapat menyerang semua orang, semua umur, jenis
kelamin serta tingkat sosial ekonomi. Menurut Depkes RI (2002).
Kejadian kematian pneumonia pada anak balita berd asarkan SKRT
2001, urutan penyakit menular penyebab kematian pada bayi adalah
pneumonia, diare, tetanus, infeksi saluran pernafasan akut sementara
proporsi penyakit menular penyebab kematian pada balita yaitu
pneumonia (22,5%), diare (19,2%) infeksi saluran pernafasan akut
(7,5%), malaria (7%), serta campak (5,2%).
3
Menurut Biddulph (1999) di pedesaaan, pneumonia merupakan
penyebab tersering rawat inap dan kematian pada anak maupun
dewasa. Biasanya pneumonia disebabkan oleh bakteri, tapi pada
beberapa kasus dapat disebabkan oleh virus. Pneumonia merupakan
penyebab kematian nomor satu, tapi berkat perbaikan dalam bidang
kesehatan seperti meningkatnya kualitas pelayanan kesehatan,
imunisasi, perbaikan gizi, meningkatnya kesadaran masyarakat akan
hidup sehat dan lain-lain, angka kematian ini menurut SKRT tahun
1992 turun menjadi nomor empat.
26
5. Manifestasi Klinik
Tanda-tanda Pneumonia sangat bervariasi, tergantung golongan
umur, mikroorganisme penyebab, kekebalan tubuh (imunologis) dan
berat ringannya penyakit.
Pada umumnya, diawali dengan panas, batuk, pilek, suara serak,
nyeri tenggorokan. Selanjutnya panas makin tinggi, batuk makin hebat,
pernapasan cepat (takipnea), tarikan otot rusuk (retraksi), sesak napas
dan penderita menjadi kebiruan (sianosis). Adakalanya disertai tanda
lain seperti nyeri kepala, nyeri perut dan muntah (pada anak di atas 5
tahun). Pada bayi (usia di bawah 1 tahun) tanda-tanda pnemonia tidak
spesifik, tidak selalu ditemukan demam dan batuk.
12
6. Klasifikasi
Program pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasikan
pneumonia sebagai berikut :
21
a. Pneumonia berat: ditandai secara klinis oleh adanya tarikan dinding
dada kedalam (chest indrawing).
b. Pneumonia: ditandai secara klinis oleh adanya napas cepat.
c. Bukan pneumonia: ditandai secara klinis oleh batuk pilek, bisa
disertai demam, tanpa tarikan dinding dada kedalam, tanpa napas
cepat. Rinofaringitis, faringitis dan tonsilitis tergolong bukan
pneumonia.
7. Faktor resiko
Faktor yang meningkatkan morbiditas dan mortalitas. Berbagai
publikasi melaporkan tentang faktor risiko yang meningkatkan
morbiditas dan mortalitas pneumonia. Jika dibuat daftar faktor
risiko tersebut adalah seperti berikut :
3
a. Faktor risiko yang meningkatkan insidens pneumonia :
- Umur < 2 bulan.
- Laki-laki.
- Gizi kurang.
- Berat badan lahir rendah.
- Tidak mendapat ASI memadai.
- Polusi udara.
- Menempatkan kandang ternak dalam rumah.
- Kepadatan tempat tinggal.
- Imunisasi yang tidak memadai.
- Membedung anak (menyelimuti berlebihan).
- Defisiensi vitamin A.
b. Faktor yang meningkatkan angka kematian pneumonia :
- Umur < 2 tahun.
- Tingkat sosio ekonomi rendah.
- Gizi kurang.
- Berat badan lahir rendah.
- Tingkat pendidikan ibu yang rendah.
- Tingkat jangkauan pelayanan kesehatan yang rendah.
- Kepadatan tempat tinggal.
- Imunisasi yang tidak memadai.
- Menderita penyakit.
8. Diagnosis
Diagnosis pneunonia didapatkan dari anamnesis, gejala klinis,
pemeriksaan fisis, foto toraks dan laborataritim (Priyanti ZS, 2001).
Menurut WHO (1999), klasifikasi pnemonia adalah penderita
dengan gejala batuk atau sukar bernafas dengan tanda-tanda nafas
cepat. Untuk anak umur 1-5 tahun, dikatakan mempunyai nafas
cepatapabila frekuensi nafasnya lebih dari 40 kali per menit. Gejala
umumpnemonia adalah batuk atau sukar bernafas dan beberapa tanda
bahayaumum atau tarikan dinding dada kedalam atau stridor pada anak
dalam keadaan tenang.
25
9. Penatalaksanaan
Pengobatan ditujukan kepada pemberantasan mikroorganisme
penyebabnya. Walaupun adakalanya tidak diperlukan antibiotika jika
penyebabnya adalah virus, namun untuk daerah yang belum memiliki
fasilitas biakan mikroorganisme akan menjadi masalah tersendiri
mengingat perjalanan penyakit berlangsung cepat, sedangkan di sisi
lain ada kesulitan membedakan penyebab antara virus dan bakteri.
Selain itu, masih dimungkinkan adanya keterlibatan infeksi sekunder
oleh bakteri.
Oleh karena itu, antibiotika diberikan jika penderita telah
ditetapkan sebagai Pneumonia. Ini sejalan dengan kebijakan Depkes
RI (sejak tahun 1995, melalui program Quality Assurance ) yang
memberlakukan pedoman penatalaksaan Pneumonia bagi Puskesmas
di seluruh Indonesia.
Masalah lain dalam hal perawatan penderita Pneumonia adalah
terbatasnya akses pelayanan karena faktor geografis. Lokasi yang
berjauhan dan belum meratanya akses tranportasi tentu menyulitkan
perawatan manakala penderita pneumonia memerlukan perawatan
lanjutan (rujukan).
12
Perawatan di rumah yang dapat dilakukan pada bayi atau anak
yang menderita pneumonia antara lain :
11
a. Mengatasi demam
Untuk anak usia 2 bulan samapi 5 tahun demam diatasi
dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi
dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk.
Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari.
Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya,
kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres,
dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak
perlu air es).
b. Mengatasi batuk
Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan
tradisional yaitu jeruk nipis sendok teh dicampur dengan
kecap atau madu sendok teh , diberikan tiga kali sehari.
c. Pemberian makanan
Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi
berulang-ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih
jika muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap
diteruskan.
d. Pemberian minuman
Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan
sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu
mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah
parah sakit yang diderita.
e. Lain-lain
Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang
terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam.
Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk
mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi
yang lebih parah. Usahakan lingkungan tempat tinggal yang
sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap.
Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk
maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas
kesehatan. Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik,
selain tindakan diatas usahakan agar obat yang diperoleh
tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh. Dan
untuk penderita yang mendapatkan antibiotik, usahakan agar
setelah 2 hari anak dibawa kembali kepetugas kesehatan
untuk pemeriksaan ulang.
10. Pencegahan
a. Pencegahan prime :
Pencegahan primer bertujuan untuk menghilangkan faktor
risiko terhadap kejadian pneumonia. Upaya yang dapat dilakukan
antara lain :
2
- Memberikan imunisasi campak pada usia 9 bulan dan
imunisasi DPT (Diphteri, Pertusis, Tetanus) sebanyak 3 kali
yaitu pada usia 2, 3, dan 4 bulan.
- Menjaga daya tahan tubuh anak dengan cara memberikan
ASI pada bayi neonatal sampai berumur 2 tahun dan
makanan yang bergizi pada balita.Di samping itu, zat-zat
gizi yang dikonsumsi bayi dan anak-anak juga perlu
mendapat perhatian.
- Mengurangi polusi lingkungan seperti polusi udara dalam
ruangan dan polusi di luar ruangan.
- Mengurangi kepadatan hunian rumah.
b. Pencegahan sekuder :
Tingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia
untuk mencegah orang yang telah sakit agar sembuh,
menghambat progresifitas penyakit, menghindari komplikasi, dan
mengurangi ketidakmampuan. Pencegahan sekunder meliputi
diagnosis dini dan pengobatan yang tepat sehingga dapat
mencegah meluasnya penyakit dan terjadinya komplikasi. Upaya
yang dapat dilakukan antara lain :
- Pneumonia berat : dirawat di rumah sakit, diberikan
antibiotik parenteral dan penambahan oksigen.
- Pneumonia : diberikan antibiotik kotrimoksasol oral,
ampisilin atau amoksilin.
- Bukan Pneumonia : perawatan di rumah saja. Tidak
diberikan terapi antibiotik. Bila demam tinggi diberikan
parasetamol. Bersihkan hidung pada anak yang mengalami
pilek dengan menggunakan lintingan kapas yang diolesi air
garam. Jika anak mengalami nyeri tenggorokan, beri
penisilin dan dipantau selama 10 hari ke depan.
c. Pencegahan tersier :
Tujuan utama dari pencegahan tertier adalah mencegah agar
tidak munculnya penyakit lain atau kondisi lain yang akan
memperburuk kondisi balita, mengurangi kematian serta usaha
rehabilitasinya. Pada pencegahan tingkat ini dilakukan upaya
untuk mencegah proses penyakit lebih lanjut seperti perawatan
dan pengobatan. Upaya yang dilakukan dapat berupa :
- Melakukan perawatan yang ekstra pada balita di rumah, beri
antibiotik selama 5 hari, anjurkan ibu untuk tetap kontrol
bila keadaan anak memburuk.
- Bila anak bertambah parah, maka segera bawa ke sarana
kesehatan terdekat agar penyakit tidak bertambah berat dan
tidak menimbulkan kematian.
20

B. Tempat Tinggal Fisik (rumah)
1. Penegertian Rumah
Rumah adalah struktur fisik terdiri dari ruangan, halaman dan
area sekitarnya yang digunakan sebagai tempat tinggal dan sarana
pembinaan keluarga (UU RI No. 4 Tahun 1992).
4
Menurut WHO,
rumah adalah struktur fisik atau bangunan untuk tempat berlindung,
dimana lingkungan berguna untuk kesehatan jasmani dan rohani serta
keadaan sosialnya baik demi kesehatan keluarga dan individu.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa rumah sehat adalah
bangunan tempat berlindung dan beristirahat serta sebagai sarana
pembinaan keluarga yang menumbuhkan kehidupan sehat secara fisik,
mental dan sosial, sehingga seluruh anggota keluarga dapat bekerja
secara produktif. Oleh karena itu, keberadaan perumahan yang sehat,
aman, serasi, teratur sangat diperlukan agar fungsi dan kegunaan
rumah dapat terpenuhi dengan baik.
24
Menurut penulisan Aswar, dalam buku Pengawasan Penyehatan
Lingkungan Pemukiman oleh Djasio Sanropie, rumah bagi manusia
mempunyai arti :
6
a. Sebagai tempat untuk melepaskan lelah, beristirahat setelah penat
melaksanakan kewajiban sehari-hari.
b. Sebagai tempat untuk bergaul dengan keluarga atau membina rasa
kekeluargaan bagi segenap anggota keluarga yang ada.
c. Sebagai tempat untuk melindungi diri dari bahaya yang datang
mengancam.
d. Sebagai lambang status sosial yang dimiliki, yang masih dirasakan
sampai saat ini.
e. Sebagai tempat untuk meletakkan atau menyimpan barang-barang
yang dimiliki yang terutama masih ditemui pada masyarakat
pedesaan.
2. Persyaratan Rumah Sehat
Rumah disamping merupakan lingkungan fisik manusia sebagai
tempat tinggal, juga dapat merupakan tempat yang menyebabkan
penyakit, hal ini akan terjadi bila kriteria rumah sehat belum
terpenuhi. Menurut angka statistik kematian dan kesakitan paling
tinggi terjadi pada orang- orang yang menempati rumah yang tidak
memenuhi syarat dan terletak pada tempat yang tidak sanitar. Bila
kondisi lingkungan buruk, derajat kesehatan akan rendah demikian
sebaliknya. Oleh karena itu kondisi lingkungan pemukiman harus
mampu mendukung tingkat kesehatan penghuninya.
8
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor :
829/Menkes/SK/VII/1999 adalah sebagai berikut:
10
1. Bahan Bangunan
a. Tidak terbuat dari bahan yang dapat melepaskan zat-zat yang
dapat membahayakan kesehatan, antara lain sebagai berikut :
- Debu Total tidak lebih dari 150 g m
3
.
- Asbes bebas tidak melebihi 0,5 fiber/m
3
/4jam.
- Timah hitam tidak melebihi 300 mg/kg.
b. Tidak terbuat dari bahan yang dapat menjadi tumbuh dan
berkembangnya mikroorganisme patogen.
2. Komponen dan penataan ruang rumah
Komponen rumah harus memenuhi persyaratan fisik dan
biologis sebagai berikut:
a. Lantai kedap air dan mudah dibersihkan.
b. Dinding
- Di ruang tidur, ruang keluarga dilengkapi dengan sarana
ventilasi untuk pengaturan sirkulasi udara dengan ukuran
minimal 10%-20% dari luas lantai.
- Di kamar mandi dan tempat cuci harus kedap air dan mudah
dibersihkan.
c. Langit-langit harus mudah dibersihkan dan tidak rawan
kecelakaan.
d. Bumbung rumah yang memiliki tinggi 10 meter atau lebih
harus dilengkapi dengan penangkal petir.
e. Ruang di dalam rumah harus ditata agar berfungsi sebagai
ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, ruang tidur, ruang
dapur, ruang mandi dan ruang bermain anak.
f. Ruang dapur harus dilengkapi dengan sarana pembuangan
asap.
3. Pencahayaan
Pencahayaan alam atau buatan langsung atau tidak
langsung dapat menerangi seluruh bagian ruangan minimal
intensitasnya 60 lux dan tidak menyilaukan.

4. Kualitas Udara
Kualitas udara di dalam rumah tidak melebihi ketentuan
sebagai berikut :
a. Suhu udara nyaman berkisar antara l8C sampai 30C.
b. Kelembaban udara berkisar antara 40% sampai 70% .
c. Konsentrasi gas SO
2
tidak melebihi 0,10 ppm/24 jam.
d. Pertukaran udara.
e. Konsentrasi gas CO tidak melebihi 100 ppm/8jam.
f. Konsentrasi gas formaldehide tidak melebihi 120 mg/m
3.

5. Ventilasi
Luas penghawaan atau ventilasi alamiah yang permanen
minimal 10% - 20 % dari luas lantai.
6. Binatang penular penyakit
Tidak ada tikus bersarang di rumah.
7. Air
a. Tersedia air bersih dengan kapasitas minmal 60 lt/hari/orang
b. Kualitas air harus memenuhi persyaratan kesehatan air bersih
dan air minum sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
8. Tersediannya sarana penyimpanan makanan yang aman dan
hygiene.
9. Limbah
a. Limbah cair berasal dari rumah, tidak mencemari sumber air,
tidak menimbulkan bau dan tidak mencemari permukaan tanah.
b. Limbah padat harus dikelola agar tidak menimbulkan bau,
tidak menyebabkan pencemaran terhadap permukaan tanah dan
air tanah.
10. Kepadatan hunian ruang tidur
Luas ruang tidur minimal 8m
2
dan tidak dianjurkan
digunakan lebih dari dua orang tidur dalam satu ruang tidur,
kecuali anak dibawah umur 5 tahun.
Kepadatan hunian ditentukan dengan jumlah kamar tidur dibagi
jumlah penghuni (sleeping density), yaitu :
- Baik, bila kepadatan lebih atau sama dengan 0,7
- Cukup, bila kepadatan antara 0,5 - 0,7
- Kurang, bila kepadatan kurang dari 0,5.

Sedangkan menurut Dinas Cipta Karya syarat-syarat rumah
sehatantara lain :
5
a. Mempunyai segi kesehatan
Bagian-bagian rumah yang mempengaruhi kesehatan
hendaknya dipersiapkan dengan baik, yaitu :
1. Penerangan dan peranginan dalam setiap ruangan harus cukup.
2. Penyediaan air bersih.
3. Pengaturan pembuangan air limbah dan sampah sehingga tidak
menimbulkan pencemaran.
4. Bagian-bagian ruangan seperti lantai dan dinding tidak
lembam.
5. Tidak terpengaruh pencemaran seperti bau, rembesan air
kotor,udara kotor.
6. Memiliki ruang dapur tersendiri. Luas dapur yang baik minimal
4m
2
dengan lebar 1,5m.
b. Memenuhi segi kekuatan bangunan
Bagian-bagian dari bangunan rumah mempunyai
kontruksidan bahan bangunan yang dapat dijamin keamanannya
seperti :
1. Kontruksi bangunan cukup kuat, baik untuk menahan beratnya
sendiri maupun pengaruh luar seperti angin hujan, gempa dan
lainnya.
2. Pemakaian bahan bangunan yang dapat di jamin keawetannya
dan kemudahan dalam pemeliharaannya.
3. Menggunakan bahan yang tahan api untuk bagian-bagian yang
mudah terbakar dan bahan-bahan air untuk bagian yang selalu
basah.
c. Memperhatikan segi kenyamanan
Keluarga dapat tinggal dengan nyaman dan dapat
melakukan kegiatan dengan mudah, yaitu :

1. Penyediaan ruangan yang mencukupi.
2. Ukuran ruangan yang sesuai dengan kegiatan penghuni
didalamnya.
3. Penataan ruangan yang cukup baik.
4. Dekorasi dan warna yang serasi.
5. Penghijauan halaman diatur sesuai dengan kebutuhan.


























C. Kerangka teori





























Sosial
ekonomi dan
pendidikan
KeadaanTempattin
ggalfisik
Luas kamar anak Mikroorganisme(resp
iratory syncial
virus,streptococcus
pneumonie dan
hemophylus
influenza)
- Status gizi anak
- Status imunisasi
- Umur
- Riwayat penyakit
sebelumnya

Infeksi pada tubuh
manusia
Angka
kesakitan
Pneumonia
Jenis lantai rumah

Luas ventilasi kamar

Kondisi dinding rumah
Kondisi atap rumah
Daya
tahan
tubuh
D. Kerangka Konsep











E. Hipotesis
Ada hubungan antara lingkugan tempat tiggal fisik dengan angka
kesakitan pneumonia pada BALITAdi Puskesmas Sayung Tahun 2012.











Angka
kesakitan
pneumonia
Umur
Riwayat penyakit
sebelumnya
Status imunisasi
Status gizi
Tempat tinggal fisik :
- Jenis lantai rumah
- Kondisi atap rumah
- Luas ventilasi kamar
- Luas kamar anak
- Kondisi dinsing rumah
BAB III
METODE PENELITIAN

A. RuangLingkupPenelitian
1. Ruang lingkup Keilmuan
Ruang lingkup keilmuan pada penelitian ini adalah ilmu
kesehatan anak terutama pada penyakit pneumonia.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan oktober 2012
sampai selesai.
3. Tempat Penelitian
Tempat penelitian dilaksanakan di Lingkungan kerja
Puskesmas Sayung di Kabupaten Demak.
B. JenisPenelitian
Penelitian ini berupa Non-Eksperimental dengan metode yang
digunakan berupa obervasi dengan pendekatan cross sectional dimana
variabel bebas dan variabel terikat yang terjadi pada obyek penelitian
diobservasi dan diukur dalam waktu yang bersamaan untuk mengetahui
ada tidaknya hubungan dari keduanya.
C. PopulasiPenelitian
1. Populasi
Semua pasien yang datang saat dilakukannya penelitian serta
yang terdiagnosis pneumonia pada usia 1 bulan 5 tahun dari Bulan
Januari - Desember 2012.
2. Sampel
Semua pasien dari usia 1 tahun -5 tahun yang datang dengan
diagnosis pneumonia selama waktu penelitian.
Besar sampel dalam penelitian ini dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut : ..........
Kriteria inklusi sampel kasus meliputi:
a. Balita yang berumur 1 - 5 tahun.
b. Dinyatakan menderita pneumonia oleh dokter atau petugas
paramedis terlatih.
c. Bertempat tinggal di wilayah kerja Puskesmas Sayung
Kabupaten Demak.
Sedangkan kriteria eksklusi sampel kasus adalah
a. Balita yang berumur lebih dari 5 tahun yang menderita
pneumonia disertai TBC, bronkopneumonia, Asma dan
kelainan jantung.
b. Tidak menetap di Sayung.
D. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
Variabel independen atau variable bebas dalam penelitian ini
adalah Jenis lantai rumah, kondisi atap rumah, luas ventilasi kamar,
luas kamar anak dan kondisi dinding rumah.
2. Variabel terikat
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah angka kesakitan
pneumonia.
E. Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
1. Alat tulis.
2. Lembar chek list.
3. Alat meteran.
F. Data yang Dikumpulkan
Data yang dikumpulkan berasal dari:
1. Data primer
Pada penelitian ini menggunakan data primer, dimana data
primer ini di dapat dari pengisian lembar check list yang dilakukan
peneliti dari hasil wawancara dan dilakukan observasi langsung pada
tempat tinggal responden.

2. Data sekunder
Data sekunder yang didapat dalam penelitian ini adalah data
catatan medik dari Puskesmas Sayung.
G. Prosedur Pengambilan Data
1. Melakukan pengambilan data dari catatan medik penderita pneumonia
pada BALITA dari Puskesmas Sayung.
2. Melakukan observasi dan wawancara untuk pengisian lembar chek list.
H. AlurPenelitian














I.
J.
K.





Survey
pendahuluan ke
puskesmas
Menyusun
proposal
Melakukan
penelitian
Menjelaskan tujuan
dan manfaat
kepada responden
Lembar chek list
yang sudah di isi
kemudian diteliti
Melakukan
wawancara dan
observasi
Pengolahan data
Menyimpulkan
hasil penelitian
Pengajuan surat
permohonan
penelitian

L. DefinisiOperasional

Variabel Definisi operasional Alat ukur skala
Variabel bebas
Jenis lantai
rumah

Bahan yang digunakan
untuk membuat lantai
rumah.
Chek list Nominal
Variabel bebas
Kondisi atap
rumah
Bahan yang digunakan
untuk membuat atap
rumah.
Chek list Nominal
Variabel bebas
Luas ventilasi
kamar
Lubang angin atau jendela
yang ada pada kamar
dengan luas minimal 10
% dari luas bangunan
kamar.
Alat meteran Rasio
Variabel bebas
Luas kamar anak
Luas tempat tidur anak
minimal 8m
2
untuk anak
usia di bawah 5 tahun.
Alat meteran Rasio
Variabel bebas
Kondisi dinding
rumah
Bahan yang digunakan
untuk membuat dinding
rumah.
Chek list Nominal
Variabel terikat
Angka kesakita
pneumonia
proses infeksi akut yang
mengenai jaringan paru-
paru (alveoli). Terjadinya
pneumonia pada anak
seringkali bersamaan
dengan proses infeksi
akut pada bronkus (biasa
disebut
Catatan
medik
Nominal
bronchopneumonia).
Gejala penyakit ini berupa
napas cepat dan napas
sesak, karena paru
meradang secara
mendadak. Batas napas
cepat

M. Pengelolaan Data
Pengolahan data dalam penelitian ini meliputi :Editing, Coding,
Entry data, dan Tabulasi data atau penyusunan data. Pengolahan data
menggunakan spss version 17.0 for windows.Uji beda dilakukan dengan
menggunakan chi-square test. Hubungan antar variabel dianalisis dengan
menggunakan uji korelasi Spearman.
Analisis data dalam penelitian ini terdiri dari :
16
1. Analisis Univariat
Analisis univariat adalah analisis yang dilakukan terhadap tiap
variabel dari hasil penelitian. Analisis ini hanya menghasilkan
distribusi dan persentase dari tiap variabel
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang dilakukan terhadap dua
variabel yang diduga berhubungan atau berkorelasi.








DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim. 2010.Makalah Gizi: Analisis Situasi Gizi dan Kesehatan
Masyarakat. http://astaqauliyah.com/2010/05/makalah-gizi-analisis-situasi-
gizi-dan-kesehatan-masyarakat/. 10 Mei 2012
2. Depkes RI. 2002. Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
http://www.ppmplp.depkes.go.id/informasi@ppmplp.depkes.go.id. 11 April
2012
3. Depkes RI. 2002. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (Ispa) Salah Satu
Pembunuh Utama Anak-Anak. http://www.lin.go.id.11 April 2012.
4. Depkes RI, Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Jakarta.
Ditjen PPM PLP. Depkes RI. 2001.
5. Dinas Cipta Karya. Rumah Sehat Dalam Lingkungan Sehat. Departemen
Pekerjaan Umum RI. Jakarta. 1985.
6. Djasio Sanropie. Pengawasan Penyehatan Lingkungan Pemukiman, Proyek
Pengembangan Pendidikan Tenaga Sanitasi Pusat, Pusdiknakes, Depkes RI.
Jakarta. 1985.
7. Hidayat. Hubungan Kondisi Fisik Rumah Dan Perilaku Hidup Terhadap
Kejadian Sakit ISPA Di Kecamatan Cilacap Tengah Kabupaten Cilacap.
Tesis. Program Pascasarjana. Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
2005.
8. Indah Entjang. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Aditya Bakti. Bandung. 1991
9. Kartasasmita CRSP, 2002. 4 Juta Anak Meninggal Karena Penyakit ISPA.
Pikiran Rakyat. Bandung. Sabtu 10 Januari 2002.
10. Kepmenkes RI Nomor : 829/MENKES/SK/VII/1999 tentang Persyaratan
Kesehatan Perumahan.
11. Lichenstein R, Suggs AH, Campbell J. Pediatric Pneumonia. Emerd Med Clin
N AM. 2003.
12. Mansjoer, Arif dkk, editor. Kapita Selekta kedokteran Jilid 2. Media
Aesculapius. Jakarta. 2000
13. Mardjanis Said. 2007. Pneumonia Penyebab Utama Mortalitas Anak Balita di
Indonesia. http://www.idai.or.id. 11 Februari 2012
14. Mardjanis Said. Sayang Si Buah Hati, Kenali Pneumonia. Universitaria-
(Vol.5 No.11). http://www.majalah-farmacia.com. Edisi Juni 2006
15. Misnadiarly. Penyakit Infeksi saluran Napas PNEUMONIA Pada Anak
BALITA, Orang Dewasa, Usia Lanjut. Pustaka Obor Populer. Jakarta. 2008
16. Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta,
Jakarta Ong G, Met al. 2005. Impact of working status on breastfeeding in
Singapore. European Journal of Public Health 15(4):424-430.
17. Priyanti ZS. Pneumonia di Masyarakat dan Pengobatan Kuinolon pada
Beberapa Rumah Sakit di Jakarta. Jurnal Respirologi Indonesia. Volume 21
Nomor 2. Jakarta. 2001.
18. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun 2005.
19. Profil Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (PPM &
PL). Depkes RI Dirjen PPM & PL. Jakarta. 2004.
20. Ragu Harming Kristina. Analisis Faktor Risiko Terjadinya Pneumonia pada
Anak Balita di Kabupaten Dati II Boyolali. Tesis. UGM. Yogyakarta. 2000.
21. Rasmaliah., 2004. Infeksi Saluran Akut (ISPA) dan penanggulangan.
Universitas Sumatera Utara. http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm-
rasmaliah9.pdf. 10 Oktober 2010
22. Riset Kesehatan Dasar Provinsi Jawa Tengah Tahun 2007
23. Silalahi, L. ISPA dan Pneumonia. http://www.tempointeraktif.com. 2004.
24. Suharmadi. Perumahan Sehat. Proyek Pengembangan dan Pendidikan Tenaga
Sanitasi Pusat, Pusdiknakes. Depkes RI. Jakarta. 1985.
25. WHO. Recommended Surveilance Standards Second Edition. Departemen of
Communicable Desease Surveilance and Response. 1999.
26. Zuraidah Siti. 2002. Risiko Kejadian Pneumonia pada Balita Kaitannya
Dengan Tipe Rumah di Wilayah Kerja Puskesmas Sidorejo Lor dan
Cebongan Kota Salatiga. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia Volume I
No. 2. Oktober 2002.

Anda mungkin juga menyukai