Anda di halaman 1dari 7

Islam di Amerika serikat

Di Amerika, studi-studi islam pada umumnya memang menekankan pada


studi sejarah pendidikan islam, Bahasa islam selain Bahasa Arab, sartra dan ilmu-
ilmu sosial, yang berada di pusat studi Timur Tengah atau timur Dekat.
Di Chicago, kajian islam diselenggarakan di Chicago university, secara
organisatoris, studi islam berada dibawah pusat studi timur tengah dan pusat Bahasa
dan Kebudayaan timur Dekat. Di lembaga ini, kajian Islam lebih mengutamakan
tentang pemikiran Islam, Bahasa Arab, naskah-naskah kalasik, dan Bahasa- Bahasa
non-Arab.
Di UCLA, studi islam dibagi menjadi beberapa komponen, pertama,
mengenai doktrin agama islam, termasuk sejarah pemikiran islam. Kedua, Bahasa
arab, termasuk teks-teks klasik mengenai sejarah, hokum dan lain-lain. Ketiga,
Bahasa-bahasa non-Arab yang muslim, seperti Turki, Urdu, Persia, dan sebagainya,
sebagai Bahasa yang dianggap telah ikut melahirkan kebudayaan islam. Keempat,
ilmu-ilmu sosial, sejarah, Bahasa Arab, dan sosiologi. Selain itu, ada kewajiban
menguasai secara pasif, satu atau dua Bahasa Eropa.
(Prof. DR. Rosihon Anwar, M.Ag, H. Badruzzaman M. Yunus, M.A,
Saehudin, S. Th.I, (2009), Pengantar Studi Islam, bandung: pustaka setia) halaman
:45
Islam Datang Ke Amerika
Para pengamat kemunculan islam di amerika utara kebanyakan memeandang
bahwa kedatangan yang pertama yang sesungguhnya orang-orang muslim di amerika
serikat terjadi pada pertengahan abad ke-19. Dan memang, pada saat itulah para
imigran muslim pertama, terutama dari timur tengah, muli dating ke amerika utara
dengan memperoleh peruntungan, besar ataupun kecil, dan kemudian kembali ke
tanah air mereka. Kita akan segera kembali ke kisah mereka namun sebelumnya kita
menegok lebih jauh kebelakang. Sebagian akademisi kini berpendapat bahwa selama
hampir dua abad sebelum perjalanan Chirtopher Colombus di tahun 1492, orang-
orang muslim telah melakukan pelayaran dari spanyol dan ssebagian pesisir barat laut
afrika ke amerika selatan dan amerika utara dan sebagian bahkan ikut menjadi awak
colombus. Para pernjelajah muslim konon telah menembus sebagian sebagian besar
wilayah amerika selatan dan utara, bergaul dan sebagian menikah dengan penduduk
asli amerika. Sebagian menduga orang-orang muslim mendirikan pos-pos
perdagangan (trading post) dan bahkan bahkan memperkenalkan sejumblah benda-
benda seni dan kerajinan di amerika selatan dan utara. Bukti-bukti yang mendukung
pernyataan tersebut di ambil dari benda-benda peninggalan sejarah (artifak), tulisan-
tulisan, dan laporan dari kisah-kisah para saksi mata namun masih agak meragukan
sehingga teori semacam itu masih agak meragukan sehingga teori semacam itu masih
berupa dugaan-dugaan belaka.
Tahun 1492 memiliki arti bersejarah tak hanya karna perjalanan Colombus,
melaikan karna tahun tersebut juga mendandakan bahwa berahirnya secara resmi
kehadiran islam di semenanjung Iberia, yang kini dikenal sebgai spanyol dan
Portugal. Setelah menikmati pemerintahan yang gemilang pada abad ke-9 dan ke-10
di Kordoba, dan menguasai kabilah-kabilah di Afrika utara pada abad-abad
berikutnya, kaum muslim melihat kejayaan mereka yang semakin merosot. Pada
tahun 1474 pasangan suami istri Fernando dari Aragon dan Isabella dari Seville
berhasil menyatukan dua kerajaan yang terpisah. Mereka dikenal sebagai raja dan
ratu Katolik berkat jasa-jasa mereka menyatukan kembali seluruh spanyol di bawah
agama Kristiani. Mereka merampas wilayah kekuasaan muslim terahir di Granada
pada tahun 1492. Semenjak berakhirnya abad ke-15, orang-orang muslim (sering
disebut orang Moor) di seluruh semenanjung Iberia dipaksa memilih satu diantara
pilihan-pilihan yang tak menguntungkan, yakni berpindah ke agama Kristiani,
imigrasi, atau hukuman mati. Orang-orang yang memilih pilihan pertama terus
menjalankan menjalankan agama mereka secara diam-diam dan tetap melakukan
pertemuan rahasia umat islam selama ber abad-abad. Sebagian lainya mencoba
memberontak secara terang-terangan dan akibatnya mereka di usir yang beberapa
abad sebelumnya merupakan satu dari sedikit contoh bersejarah keharmonisan
budaya Kristiani dan Islam (dan Yahudi).
Semakin banyak bukti bermunculan yang menunjukan bahwa sebagian orang-
orang Moor yang dipaksa pergi tersebut berhasil menuju kepulauan Karibia, dan
bahkan sebagian lagi berhasil mencapai bagian selatan Negara Amerika Serikat masa
kini. Para akademisi dari berbagai disiplin ilmu terus berupaya membuktikan teori-
teori tersebut, yang dipandang sebagian muslim di Amerika sebagai bukti bahwa
islam berperan dalam sejarah awal Amerika Serikat. Kemungkinan adanya hubungan
dengan kebudayaan spanyol semacam itu terutama menarik hati warga Amerika
Serikat keturunan amerika serikat keturunan Amerika Latin yang tertarik dengan
ajaran islam.
(Smith, Jane I. (2005), Islam Di Amerika, Jakarta; yayasan obor Indonesia)
halaman : 74-75
Islam Di Asia Tenggara
Sebagai wilayah kajian maupun sebagai salah satu area kajian, islam di Asia
Tenggara khususnya Indonesia, pada awalnya tidak menarik perhatian. Meskipun
demikian, dalam perkembanganya, dengan memakai ukuran apapun, islam di asia
tenggara merupakan suatu komunitas yang penting. Tidak hanya karna penduduk
muslim yang hamper separuh dari penduduk dunia islam, dengan Indonesia yang
mencapai 80% dari 200 juta- tetapi juga karena perkembangan islam di asia tenggara
termasuk paling mengesankan. Jika pada decade 1980-an dan sebelumnya, islam di
asia tenggara tidak dilirik sama sekali, sebagaimana diungkapkan oleh Denys
Lombard, ataupun dianggap sebagai komunitas marginal Jhon L.Espositi, ataupun
dianggap sebagai bukan islam sebenarnya karena ciri sinkretik yang begitu menonjol,
sekarang islam di Asia Tenggara menjadi perhatian yang khusus.
Ada beberapa alasan mengapa islam di Asia Tenggara mendapat perhatian.
Pertama, perkembangan islam di asia tenggara mengesankan, terutama jika dikaitkan
dengan wacana global dunia. Dalam menyikapai perubahan dunia akibat globalisasi,
islam di Asia Tenggara bisa dikatakan sebagai salah satu yang paling maju, selain
tentu saja Pakistan dengan ahli-ahlinya yang berpengaruh di Amerika. Pergumulan
intelektual muslim asia tenggara dengan ide-ide gender, demokrasi, civil society,
maupun human rights menempatkan islam di asia tenggara sebagai pelopor, atau
paling tidak, paling inten mengikuti perkembangan ide-ide tersebut.
Kedua, corak pendidikan para intelektual muslim di Asia Tenggara yang lebih
menerima ide-ide ilmu sosial yang berkembang dibarat, seperti Nurcholish Majid,
Kuntowijoyo, Anwar Ibrahim, Chandra Muzaffar, dan sebagainya, dalam
menterjemahkan maupun mengartikulasikan nilai-nilai normative islam, menjadikan
perkembangan islam di asia tenggara tidak teralineasi dari perkembangan global.
Tidak mengherankan jika kajian-kajian islam di wilayah asia tenggara tersebut
diwarnai semangat penerjemahan islam kedalam konteks yang empiris. Semaraknya
kajian kajian sosial budaya dikalangan muslim asia tenggara, utamanya diindonesia
telah mengangkat harkat, atau setidaknya, membawa orang muslim ikut aktif terlihat
dalam perdebatan intelektual masa kini.
Ketiga, islam di asia tenggara memberikan gambaran real terhadap apa yang
disebut sebagai islam lokal, yang mencerminkan suatu pertemuan budaya, sosial, dan
intelektual antara budaya islam dan lokal. Beragamnya suku budaya dan etnis di asia
tenggara memberikan gambaran nyata bagaimana islam dapat bertahan sekaligus
membentuk suatu komunitas religious. Memang, keunikan islam di asia tenggara
memberikan citra yang kurang jika dibandingkan dengan islam yang ada di
masyarakat arab. Antonhy Reid misalnya mengatakan bahwa posisi islam di asia
tenggara yang lebih menonjol warna lokalnya, bahkan hingga lingua franca bagi
komunikasi islam di komuniasi islam di Asia Tenggara, tidak menggunakan Bahasa
arab, melaikan Jawi Melayu membuat islam Asia Tenggara termarginalkan dari
wacana islam secara menyeluruh.
Namun, semakin menguatnya konsep-konsep posmodernisme yang
memberikan peranan besar terhadap local knowledge membuat islam di Asia
Tenggara menjadi perbincangan yang hangat. Disamping itu, tentu tanggapan
intelektual muslim di asia tenggara yang toleran menerima, bahkan tidak jarang
menjadi pembela ilmu-ilmu sosial barat menempatkan islam di Asia Tenggara
sebagai pusat pertemuan antara islam, budaya lokal, dan dapat disebut modernism.
Oleh karena itu, kajian yang mendalam tentang perkembangan islam di Asia
Tenggara, khususnya Indonesia dan Malaysia, yang menjadi mayoritas utama
komunitas muslim di Asia Tenggara menjadi sangat penting.
Ada beberapa pilihan kajian yang dapat dikembangkan untuk mengetahui
lebih lanjut tentang islam di asia tenggara. Pertama, kajian tentang pertemuan budaya
lokal dan islam yang telah sekian lama berproses. Anthony Reid dan Kuntowijoyo
menyebutkan bahwa tidak berlebihan jika keberadaan agama islam di Asia Tenggara
telah menjadi wacana agama rakyat (popular religion). Konversi agama ke islam
sering disebut, terutama didaerah suku Melayu sebagai menjadi Melayu. Kedua,
beragamnya corak suku etnis dan Bahasa yang ada di Asia Tenggara dapat dijadikan
contoh untuk mengetahui corak lokal, atau lahirnya islam lokal di Asia Tenggara.
Dale F.Eickelman, seorang antropolog yang meneliti secara serius terhadap
pembentukan islam lokal di maroko, kemudian menulis buku yang bagus tentang
muslim politik diberbagai wilayah sosial, mengatakan bahwa perkembangan islam
dalam wilayah itu dipengaruhi oleh dua kondisi sosial; historical experience dan
gerational location (yang kedua ini dia pijam dari Karl Manheim). Seperti halnya
Michel Faucault yang melihat bahwa wujud suatu wacana tidak dapat dipisahkan dari
suatu kondisi sejarah lingkunganya, Eickeman menyatakan hal yang sama. Namun, ia
menambahkan perlunya memahami suatu realitas sosial dari sudut experience
(pengalaman) dimana orang tersebut merasa, memahami dan mengamalkan suatu
agama. Jadi, memahami suatu lokal islam disuatu tempat harus mempertumbangkan
sejarah maupun penglaman subjek yang mengalaminya. Sementara itu corak berfikir
serta pengalaman sosial juga sangat dipengaruhi oleh seuatu generasi dimana dia
hidup. Eickelman mencontohkan bahwa ketika orang maroko dikuasai oleh wacana
Sufi (dalam istilah lokal mereka dinamakan Marabout), seluruh keagamaan dimaroko
dipengaruhi oleh wacana Sufi. Keberadaan islam lokal di asia tengara sangat
dipengaruhi oleh kedua unsur tersebut.
Ketiga, sebagaimana Marshal Hodgon dalam bukunya the venture of islam
yang begitu banyak dikutip, terutama kritik tajam ia terhadap Clifford Geertz,
mengusulkan suatu kajian islam lintas wilayah dan budaya. Artinya bahwa
keberadaan islam yang menyebar dari maroko sampai Mindanao adalah suatu
tantangan bagi para pemerhati tentang islam untuk menjelaskan fenomena tersebut.
Tidak saja dari sudut penyebaranya, melaikan dari sudut lokal islam yang menjadi ciri
khas dari tiap-tiap daerah. Misalnya, ia mengatakan bahwa islam di spanyol telah
mewariskan suatu etika reliigius yang kental dalam proses pemunculan karya seni,
sementara di Persia, islam telah menghilhami lahirnya puisi-puisi indah tentang cinta
ketuhanan. Hodgson berekeyakinan bahwa dari terbentangnya islam itu tersembunyi
suatu benang merah yang menyatukan islam.
Kajian tentang budaya dan agama di Indonesia tentunya dapat
mengembangkan konsep-konsep diatas. Sebab, bukan hanya Indonesia menawarkan
suatu kekayaan realitas keagamaan, tetapi lebih dari itu, islam di Indonesia dapat
dijadikan model dalam menghadapi dua hal. Pertama, model untuk menjembatani
antara budaya lokal dan islam, mengingat Indonesia terdiri atas beberapa etnis
budaya. Perbedaan-perbedaan manifestasi islam disetiap wilayah akan memberikan
model bagi penjelajahan teori. Kedua, islam lokal di Indonesia mungkin bisa
dijadikan model untuk melihat hubungan antara islam dan dunia modern. Situasi
pluralitas budaya Indonesia yang islam dapat diajdikan suatu model bagaimana
Negara islam menerima menerima ide-ide global. Misalnya saja pengalaman
Indonesia dalam berdemokrasi akan sangat berarti bagi dunia muslim lainya.
(Prof. DR. Rosihon Anwar, M.Ag, H. Badruzzaman M. Yunus, M.A,
Saehudin, S. Th.I, (2009), Pengantar Studi Islam, bandung: pustaka setia) halaman:
54-57.

Anda mungkin juga menyukai