Anda di halaman 1dari 2

Indeks Kepuasan Masyarakat (Pelayanan Publik)

Terbentuknya Undang-Undang No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik


merupakan sebuah langkah nyata pada tataran kebijakan untuk mewujudkan good
governance dalam sebuah area baru melalui new public government. Sebagaimana
termuat dalam kebijakan negara tersebut, pelayanan publik didefinisikan sebagai
kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara atas
barang, jasa, dan/ atau pelayanan administratif.
Undang-undang ini pun menegaskan bahwa masyarakatlah sebagai pelanggan, dan
penyelenggara pelayanan publik adalah setiap institusi penyelenggara negara,
korporasi, dan lembaga independen. Tentu saja yang dibentuk berdasarkan undang-
undang untuk kegiatan pelayanan publik, dan badan hukum lain yang dibentuk untuk
pelayanan publik. Dengan demikian, konsep yang salah kaprah tidak akan muncul
lagi.
Sudah saatnya masyarakat yang dilayani, bukan sebaliknya. Sebenarnya jauh
sebelum undang-undang tersebut diterbitkan tahun 2009, pada tahun 2007
pemerintah melalui Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. PER/04/
M.PAN/4/2007 telah mengeluarkan kebijakan tentang pedoman umum penyusunan
formulasi, implementasi, evaluasi kinerja, dan revisi kebijakan publik di lingkungan
lembaga pemerintah pusat dan daerah. Kebijakan ini menjadi dasar dalam melahirkan
kebijakan-kebijakan yang seharusnya memihak kepada masyarakat.
Tahun 2004 pun telah dikeluarkan kebijakan yang tidak kalah penting, yaitu KEP/25/
M.PAN/2/2004 tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat.
Kebijakan yang ada kemudian diperkuat dengan UU Pelayanan Publik.
Jika dicermati, layak sudah kebijakan ini diimplementasikan dengan sungguh-
sungguh, dan bukan hanya baik dalam tataran naskah saja. Kita selaku masyarakat
penerima layanan publik pun dituntut untuk proaktif dalam memberikan penilaian.
Sebab, indeks kepuasan masyarakat adalah penilaian kita selaku masyarakat
terhadap aktivitas dan pelayanan yang diberikan kepada kita.
Dua belas asas pelayanan publik telah diatur dalam undang-undang dan harus
diterapkan oleh setiap abdi negara dalam memberikan pelayanan prima kepada
masyarakat. Kedua belas asas pelayanan publik itu, antara lain, kepastian hukum,
kesamaan hak, keseimbangan hak dan kewajiban, persamaan perlakuan/tidak
diskriminatif, keterbukaan, dan akuntabilitas.
Selain kedua belas asas itu, indeks kepuasan masyarakat sangat ditentukan oleh lima
belas faktor lainnya, di mana kesemuanya dapat diukur dan mudah dipahami oleh
masyarakat penerima layanan. Prosedur pelayanan menempati urutan pertama dalam
indeks kepuasan masyarakat. Prosedur pelayanan akan dilihat dari kemudahan
tahapan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Konsep ini lahir dari
kenyataan masih banyaknya prosedur dari meja satu ke meja yang lain, sehingga alur
pelayanan menjadi lama dan rawan praktik-praktik penyuapan untuk memuluskan
prosedur.
Persyaratan pelayanan menjadi tolok ukur yang ikut diperhatikan juga. Kejelasan
mulai dari persyaratan teknis hingga administrasi yang diperlukan untuk memperoleh
pelayanan harus sesuai dengan jenis pelayanannya. Tidak hanya itu, kejelasan
petugas pelayanan juga dituntut untuk bisa dan siap melayani. Hal ini terkait dengan
keberadaan dan kepastian petugas yang memberikan pelayanan, berikut dengan
nama, jabatan dan kewenangan serta tanggung jawab. Kedisiplinan terhadap waktu
pun menjadi ukuran yang bisa diberikan dalam pelayanan. Jika pengurusan surat-
menyurat dijanjikan selesai dalam tiga puluh menit, maka tiga puluh menit kemudian
surat yang dijanjikan sudah bisa diterima oleh masyarakat.
Cerita sukses dari Pemerintah Kota (Pemkot) Jakarta Pusat bisa menjadi contoh di
mana pemberian pelayanan juga dilakukan pada malam hari sekitar pukul 19.30 WIB-
22.30 WIB. Pelayanan yang diberikan lebih bersifat penangaanan administrasi
kependudukan. Hal ini merupakan semangat untuk bisa memberikan pelayanan
secara maksimal kepada masyarakat Kota Jakarta yang banyak menghabiskan waktu
siang di pusat-pusat perkantoran untuk bekerja.
Indeks kepuasan masyarakat menuntut kemampuan petugas untuk lebih mahir dan
terampil dalam proses pemberian dan penyelesaian pelayanan. Berikut dengan
kecepatan, yaitu dengan penyelesaian sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Faktor keadilan, kesopanan, dan keramahan petugas juga menjadi bagian yang ikut
dinilai. Tidak kalah penting lagi adalah kewajaran dan kepastian biaya menjadi bagian
yang tidak dapat dipisahkan. Sebab, keterjangkauan masyarakat terhadap besaran
biaya menjadi penting. Hal ini juga perlu diinformasikan kepada masyarakat secara
jelas, sehingga masyarakat memiliki kepastian untuk membayar yang menjadi
kewajiban dalam memperoleh pelayanan tersebut.
Kepastian jadwal, kenyamanan lingkungan, dan keamanan dalam pelayanan menjadi
bagian yang ikut menjadi penilaian dalam mengukur indeks kepuasan pelanggan.
Dalam rangka memperoleh indeks kepuasan masyarakat dengan kategori baik,
banyak daerah menerapkan sistem pelayanan satu atap, maklumat pelayanan,
pelayanan pengaduan informasi masyarakat, dan sistem informasi manajemen.
Hasil penelitian USAID (2009) menunjukkan bahwa pelayanan publik yang dilakukan
di tingkat daerah ditandai inisiatif reformasi dari tindakan inovatif yang sederhana, di
mana komitmen dan sumber relatif mudah didapat. Dan, hal tersebut akan
membangkitkan rasa percaya diri dan pengalaman sebelum dilakukan pengembangan
dan perluasan. ***
Penulis adalah peneliti muda bidang kebijakan danadministrasi Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Anda mungkin juga menyukai