Oleh:
BAABULLAH, S.H.I.
NPM. 2009101009
Dosen Pembimbing:
Prof. Syafiq A. Mughni, MA. Ph.D.
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER STUDI ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
2009
APA DAN BAGAIMANA
PENELITIAN AGAMA DAN KEAGAMAAN
A. PENDAHULUAN
Sejak era 70-an, para pemerhati agama dan keagamaan di Indonesia gelisah
atas metodologi dalam meneliti agama dan keagamaan. Kala itu, penelitian agama
dan keagamaan dengan ilmiah untuk keperluan akademis, masih dianggap tabu.
Indikasi ini ditangkap oleh Daniel L. Pals dengan pernyataannya bahwa ilmu
tidak dapat sejalan dengan agama atau nilai-nilai2. Ungkapan pesimis lain juga
muncul seperti berikut: “bila pangkal penelitian adalah kebenaran, bukankah
agama itu sendiri adalah kebenaran?”
Kemudian pada dewasa ini, sebagian dari para ahli menyadari bahwa
penelitian terhadap agama yang terjadi selama ini seringkali kurang tepat3. Oleh
karena itu maka perlunya ada inisiasi untuk mengenalkan metode-metode tersendiri
dalam meneliti agama ini, yang kadangkala perlu diwarnai dengan ilmu-ilmu sosial.
Bila menilik sejarah, penelitian agama, dalam konteks ini agama Islam secara
khusus, sesungguhnya telah terlaksana dan berhasil secara gemilang dan sangat
berguna bagi kepentingan umat Islam hingga masa kini. Beberapa peneliti sangat
dikenal di kalangan umat Islam, diantaranya Imam Bukhâri dan Imam Muslim di
bidang hadîts, Imam Syâfi'i di bidang fiqh dan Imam Ghâzali di bidang filsafat4.
2
cendikiawan Indonesia, diantaranya adalah “Metodologi Penelitian Agama: Sebuah
Pengantar” karya Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim, “Pendekatan Studi Islam
dalam Teori dan Praktek” karya Atho Mudzhar, “Studi Agama: Normativitas dan
Historisitas” karya Amin Abdullah.
Dalam tulisan ini, penulis akan mengulas secara khusus rangkaian tulisan
lepas yang terkumpul menjadi sebuah buku dan dieditori oleh Taufik Abdullah dan
M. Rusli Karim dengan judul “Metode Penelitian Agama: Sebuah Pengantar”.
B. PEMBAHASAN
Istilah agama secara khusus akan ditujukan pada agama Islam. Bila istilah
agama ditujukan pada arti lain, maka konteks kalimat akan menjelaskan hal itu.
Dalam buku dengan tebal 151+xvi halaman ini, terkandung 11 (sebelas) tulisan.
Sebagaimana diakui oleh editornya, semua tulisan tersebut berasal dari makalah
seminar. Kesemuanya menawarkan corak pendekatan yang berbeda-beda8. Berikut
akan dipaparkan pendapat-pendapat yang terangkum dalam buku tersebut:
1. Mattulada
Ia menyatakan bahwa menurut disiplin ilmu sosial, agama terbagi menjadi dua
macam; pertama adalah agama duniawi, misalnya hindu dan budha; dan kedua
agama samawi, misalnya islam, yahudi, dan nasrani.
Selain itu, ia memisahkan antara pengkajian agama Islam dengan studi Islam.
5
Mulyanto Sumardi, “Penelitian Agama: Masalah dan Pemikiran”, Sinar Harapan: Jakarta, 1982,
hal. 18
6
Mattulada dalam Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim, Op.cit., hal. 4
7
A. Ludjito dalam Mulyanto Sumardi, Op.cit., hal. 16
8
Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim, Op.cit., hal. xvi
3
Wilayah pengkajian agama Islam hanyalah satu segi dari studi Islam, yakni upaya
pendidikan keimanan dalam Islam bagi umat Islam. Adapun studi Islam, meliputi
pengkajian ilmu ukhrawi dan ilmu duniawi.
Masih menurutnya, ilmu ukhrawi seperti teologi dan etika tidak memerlukan
metode ilmu sosial. Sangat berbeda dengan ilmu duniawi seperti ekonomi dan
politik, metode ilmiah yang lazim dalam ilmu sosial masih relevan untuk digunakan9.
Metode yang bisa dikenal digunakan antara lain melalui telaah sejarah, antropologi,
sosiologi, dan seterusnya. Metode-metode tersebut perlu untuk digunakan,
mengingat dalam rangka studi Islam perlu adanya semangat totalitas dalam
melaksanakannya10.
2. Dawam Raharjo
Ia menaruh harapan atas studi agama dan ilmu-ilmu sosial. Pertama; naiknya
tingkat pemahaman bahwa fenomena keagamaan adalah bagian kehidupan umat
Islam. Kedua; pemahaman yang tepat mengenai pendekatan ilmiah atas ajaran
agama agar memaju reaktualisasi atasnya serta memberi solusi atas perkara sosial
kemanusiaan. Ketiga; mendekatkan agama dan ilmu pengetahuan yang selama ini
terdikotomi agar dapat bermanfaat bagi kehidupan masyarakat.
Menurutnya, ada tiga hal yang harus dipersiapkan dalam reaktualiasi agama.
Pertama; harus digembangkan teori-teori kemasyarakatan perubahan sosial yang
mengacu pada ajaran Islam itu sendiri. Dengan meminjam istilah Mills, ia
menyebutnya grand theory. Kemudian teori-teori itu dilanjutkan dengan middle
range theory dengan perumusan berbagai hipotesa melalui beberapa pendekatan.
Kedua; perlu pandangan dan daya kritis yang tinggi untuk merumuskan teori-teori
tersebut. Ketiga; perlu dibangun body of knowledge yang berangkat dari
pengalaman teori dan praktek. Dalam misal, tentang sistem ekonomi Islam. Pada
awal mulanya, sistem ekonomi Islam dibicarakan pada tingkat yang abstrak dan
9
Ibid., hal. 11
10
Ibid., hal. 13
4
normatif, hingga pada perjalanannya muncul praktek sistem ekonomi Islam di
berbagai negara dan membuahkan pengalaman dan menjadi basis pemikiran dan
pengembangan Ilmu Ekonomi Islam atau Sistem Ekonomi Islam11.
3. Taufik Abdullah
Melalui jalan ini maka agama dapat dikategorikan menjadi tiga hal, yakni
agama sebagai doktrin, agama sebagai pembentuk dinamika dan struktur
masyarakat, dan sikap pemeluk agama terhadap doktrinnya. Maka penelitian agama
sebagai usaha akademis sesungguhnya bersifat majemuk12.
4. Mukti Ali
Menurutnya, Islam bukan agama monodimensi dan vertikal antara hamba dan
Tuhan saja. Maka dalam meneliti Islam tidak cukup dengan menggunakan satu
metode saja. Maka perlu metode-metode lain semacam metode filsafat, sosiologi,
11
Ibid., hal. 15-28
12
Ibid., hal. xiii
13
Ibid., hal. 35
5
dan sejarah. Karena Islam adalah sebuah agama, maka metode-metode tersebut
harus disertai dengan metode doktriner. Jadi untuk memahami Islam dan segala
aspeknya, pendekatan ilmiah dan doktriner harus berjalan seiringan. Ia
menyebutnya sebagai metode sintesis. Dengan begitu maka baik umat Islam ataupun
kaum orientalis dapat meneliti secara utuh, tidak hanya doktriner atau ilmiah saja.
Masih menurutnya, terdapat dua metode dasar untuk memahami agama Islam
secara tepat. Pertama; mempelajari Al-Qur'an sebagai himpunan ide yang diakui
Islam, dan kedua; mempelajari sejarah Islam.
Sedangkan metode lain yang ia tawarkan adalah metode tipologi. Metode ini
dianggap obyektif oleh sosiolog, yang berupa klasifikasi topik yang sesuai dengan
tipenya, lalu dibandingkan dengan topik yang semisal.
Selain itu, ia memberikan syarat bagi calon peneliti agama, yaitu: pertama;
mengenal Allah, kedua; mempelajari Al-Quran, ketiga; mempelajari perjalanan
hidup dan pribadi nabi Muhammad, keempat; mempelajari sejarah dan
latarbelakang kenabian Muhammad, kelima; mempelajari orang-orang terkemuka
yang mewarnai sejarah Islam14.
Konsep yang ia usung, terutama sinergi antara metode doktriner dan ilmiah
yang beriringan sangat bagus sekali. Konsep ini menjamin kehati-hatian dalam
meneliti agama. Begitu juga dengan syarat-syarat calon peneliti. Karena dengan
syarat-syarat tersebut, maka akan terjaga kualitas peneliti sekaligus hasil penelitian
agama itu sendiri.
5. Noeng Muhadjir
14
Ibid., hal. 55
15
Ibid., hal. 64
6
6. Nouruzzaman Shiddiqi
Teori sejarah berdiri atas dua pilar, yakni keberadaan fakta dan metode ilmiah
untuk memilahnya. Tugas sejarawan di sini adalah memilah fakta dan mengungkap
penyebabnya.
Sejarah, bila dianalisis akan menghasilkan dua unsur utama, pertama; untuk
dasar penyusunan periodisasi dan derivasinya, dan kedua; untuk dasar rekonstruksi
perubahan atau perkembangan sebuah peristiwa.
Sebagai contoh, pendapat bahwa pintu ijtihâd telah tertutup. Sejak itu pula,
pengkajian hukum dengan pendekatan sejarah hampir tidak terpakai. Hukum dikaji
dengan pendekatan nash dan pendapat fuqahâ' dan hasilnya diterima secara final,
tanpa menelaah sejarah yang ikut mengambil peran sebagai faktor kelahiran hukum
tersebut16.
7. Abdullah Fadjar
16
Lihat, hlm. 69-87
7
Ia mencontohkan karya Larry Blackwood dalam Social Change and
Commitment to the Work Ethic. Dalam tulisan itu, dijelaskan bagaimana hubungan
antara agama dengan komitmen serta etika kerja, dengan rentang waktu antara
tahun 1958-1971.
Menurutnya, studi Islam klasik ada berbagai macam, diantaranya: Ilmu Tafsîr,
Ilmu Hadîts, Ilmu Fiqh, Ilmu Kalâm, Ilmu Bahasa Arab, Ilmu Tasawuf, dan Ilmu
Filsafat. Namun, penulis memfokuskan bahasannya atas tiga bidang keilmuan saja
yakni, ilmu Kalâm, ilmu Fiqh, dan ilmu Filsafat.
Setiap bidang keilmuan dapat didekati dengan pendekatan tertentu saja seperti
metode jadal (debat) untuk ilmu Kalam dan ijtihâd untuk ilmu Fiqh. Sedangkan
untuk ilmu Filsafat, yang digunakan adalah filsafat (bukan filsafat ala angkatan awal
umat Islam, tetapi filsafat hasil cerapan dari pemikiran Yunani).
17
Ibid., hal. 109
18
Ibid., hal. 120
8
Berangkat dari dua realitas dan dihubungkan dengan kehidupan modern,
maka ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, antropologi dan sejarah mempunyai peran
yang sangat signifikan untuk memahami doktrin Al-Qur'an.
Ia mengakui pula bahwa tidak ada yang dapat memastikan makna suatu ayat
selain Rasulullah sendiri. Sedangkan penafsiran yang ada selama ini hanyalah
bersifat “kemungkinan”. Walaupun begitu, masing-masing membawa argumentasi-
argumentasi, baik kuat maupun lemah. Beranjak dari sini, maka ia menyatakan
perlu dan pentingnya kehadiran ilmu-ilmu bantu untuk memahaminya, dan tidak
selalu terbatas pada ilmu-ilmu agama Islam saja. Dan ia menyimpulkan bahwa perlu
dibangun kerjasama antar disiplin ilmu dalam rangka memahami dan memberi
tafsiran atas Al-Qur'an yang mulia itu20.
9
Ia menggambarkan aplikasinya sebagai berikut: dalam perspektif al-Qur'an,
paradigma akliah dapat mengungkap tentang sejarah umat manusia. Pada
paradigma ilmiah, dapat diungkap keotentikan teks hadîts yang terdapat pada Sahîh
Bukhâri. Sedangkan dalam paradigma irfaniah, dapat ditangkap aspek esoteris dari
makna ayat-ayat Al-Qur'an dan matan Hadîts.
C. Kesimpulan
Lalu penulis juga menyimpulkan bahwa agama dapat dan bisa diteliti selama
metode dan pendekatan yang digunakan sesuai dan proporsional, serta disertai
dengan pemahaman dasar atas doktrin yang bersifat normatif dan perlu kehati-
hatian dalam menyikapinya. Selain itu, penulis melihat bahwa dalam agama Islam,
masih terjadi dikotomi antara ilmu duniawi dan ilmu ukhrawi. Dan perlu dibedakan
secara sistematis metode yang digunakan antara penelitian agama dan penelitian
22
Ibid., hal. 96
10
keagamaan, karena keduanya mengusung paradigma yang berbeda.
BIBLIOGRAFI
Abdullah, Taufik dan Karim, Rusli, 1991, Metodologi Penelitian Agama: Sebuah
Pengantar, Yogyakarta: Tiara Wacana
Mudzhar, Atho, 1998, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Pals, Daniel L., 1996, Seven Theories of Religion, New York: Oxford University Press
11