Anda di halaman 1dari 25

1

UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN SEPEDA


MOTOR
(STUDI KASUS DI POLSEK TANJUNG GADANG KABUPATEN
SIJUNJUNG)
A. Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia adalah Negara hukum. Hal ini berdasarkan pasal 1
ayat 3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
(selanjutnya di tulis UUD 1945). Secara sederhana negara hukum diartikan
sebagai negara yang menyelenggarakan kekuasaan pemerintahannya
didasarkan atas hukum. Dalam negara hukum kekuasaan menjalankan
pemerintahan berdasarkan kedaulatan hukum (supremasi hukum) dan
bertujuan untuk menjalankan ketertiban hukum.
1

Untuk menjalankan ketertiban hukum tersebut, perlu adanya lembaga-
lembaga yang memiliki fungsi untuk menegakkan hukum. Di Indonesia,
lembaga-lembaga tersebut antara lain adalah Kepolisian, Kejaksaan,
Kehakiman, dan Lembaga Pemasyarakatan. Sejak Indonesia merdeka sampai
terjadinya reformasi berbagai hal telah dilakukan oleh para petinggi bangsa
Indonesia. Mulai dengan melakukan amandemen Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya ditulis UUD 1945) yang
selama ini telah mengalami kebuntuan konstitusi (constitutional cul de sac)

1
Dwi Winarno, 2006, Paradigma Baru Pendidikan Kewarganegaraan, Jakarta, Bumi
Aksara, hal. 17.
2

terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
sebagai konstitusi Republik Indonesia sampai dengan membentuk komisi atau
badan tertentu yang bersifat independen. Tetapi sebenarnya, itu bukanlah
salah satu solusi yang baik.
2
Karena sebenarnya inti permasalahan tersebut
akan dapat diselesaikan apabila tertib hukum sebagai unsur utamanya telah
dilaksanakan dengan sebagaimana mestinya.
Masalah penegakan hukum pidana dan upaya penanggulangan suatu
tindak pidana merupakan hal yang cukup penting bagi negara yang
menginginkan adanya suatu ketertiban hukum. Tindak pidana merupakan
suatu masalah yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia dan
merupakan masalah yang cukup kompleks yang setiap waktu dihadapi oleh
aparat penegak hukum. Penduduk sering mengalami tekanan psikis dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya, terutama karena tajamnya persaingan dalam
memenuhi kebutuhan hidup.
3

Pengaruh dari perkembangan teknologi yang semakin canggih,
pergeseran budaya serta pembangunan fisik yang semakin menjadi-jadi telah
membuat setiap orang menjadi egois dan matrealitis. Pembangunan tersebut
diharapkan dapat membawa perubahan-perubahan demi terciptanya hal yang

2
Suharizal, 2002, Reformasi Konstitusi 1998-2002 Pergulatan Konsep dan Pemikiran
Amandemen UUD 1945, Padang, Anggrek Law Firm, hal. 1.
3
Soerjono Soekanto, 1993, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta, Universitas Indonesia, hal.
287 (selanjutnya ditulis Soerjono Soekanto 1)
3

baik dari keadaan yang sebelumnya, tetapi seringkali malah berujung dengan
munculnya pola-pola baru kejahatan.
4

Salah satu bukti perkembangan teknologi adalah kemajuan alat
transportasi darat, baik dari jumlah kualitas maupun kuantitas, contohnya
sepeda motor yang dari tahun ke tahun semakin berkembang baik dari jenis,
bentuk dan jumlah. Menurut Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Nomor 22
Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) yang
dimaksud dengan sepeda motor adalah kendaraan bermotor beroda dua
dengan atau tanpa rumah-rumah dan dengan atau tanpa kereta samping atau
kendaraan bermotor beroda tiga tanpa rumah-rumah.
Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Barat mencatat jumlah
pengguna sepeda motor yang membayar pajak pada tahun 2010 adalah
695.991 (enam ratus sembilan puluh lima ribu sembilan ratus sembilan puluh
satu) unit, Tahun 2011 jumlahnya adalah 798.492 ( tujuh ratus sembilan puluh
delapan ribu empat ratus sembilan puluh dua) unit , Tahun 2012 jumlahnya
adalah 769.735 ( tujuh ratus enam puluh sembilan ribu tujuh ratus tiga puluh
lima ) unit dan Tahun 2013 jumlahnya adalah 759.009 (tujuh ratus lima puluh
sembilan ribu sembilan).
5


4
Koesparmono Irsan, 1996, Kejahatan Dimensi Baru (Kejahatan Terorganisir), disampaikan
panel Forum kejahatan terorganisir yang diselenggarakan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa
Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.
5
Diakses dari http://sumbar.bps.go.id/sumbar/publikasi/arc/23-
Statistik%20Daerah%202013.pub/files/assets/basic-html/page54 pada Rabu, 28 Mei 2014 pukul 03.04
WIB.
4

Data di atas bukanlah gambaran pasti mengenai jumlah sepeda motor
yang ada di Provinsi Sumatera Barat, namun data tersebut menunjukkan
bahwa sepeda motor merupakan kendaraan favorit yang dipilih oleh
masyarakat. Hal inilah yang menjadi alasan mengapa para pelaku pencurian
lebih memilih mencuri sepeda motor dari pada kendaraan bermotor lainnya.
Rangkaian tindak pidana pencurian sepeda motor dimulai dari pelaku
yang beraksi mengambil kendaraan, melakukan penadahan, pihak yang
mempreteli kendaraan dan menukarnya dengan kendaraan yang lain sampai
dengan memalsukan surat-surat ataupun identitas sepeda motor tersebut.
Dengan modal surat-surat palsu tersebut, kendaraan tersebut dijual kembali
agar memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi ketimbang dengan kendaraan
bermotor yang tanpa surat-surat, walaupun surat tersebut aspal (asli tapi
palsu).
Selain itu, tindak pidana terhadap sepeda motor merupakan kejahatan
terhadap harta benda dengan hasil cukup bernilai dan mudah dilakukan.
Pencurian sepeda motor juga dapat dikatakan memiliki resiko yang cukup
kecil untuk diketahui masyatakat, apalagi pihak Kepolisian. Karena pencurian
sepeda motor, cenderung merupakan pencurian yang dilakukan semata-mata
tidak hanya karena ada niat dari pelaku, tetapi karena adanya kesempatan
untuk melakukan tindak pidana pencurian tersebut. Terkadang kelalaian
pemilikpun dapat membuat orang yang tidak berniat mencuri akhirnya
menjadi pencuri, apalagi memang kesempatannya terbuka lebar. Tetapi untuk
5

sepeda motor yang akhirnya ditemukan dikemudian hari, biasanya identitas
atau pemiliknya pun telah berubah.
Bentuk-bentuk tindak pidana pencurian yang terjadi dalam
masyarakatpun beragam, ada yang dilakukan seperti pencurian biasanya
maupun dilakukan dengan kekerasan. Bentuk-bentuk tindak pidana pencurian
sepeda motor tersebut sesuai dengan tindak pidana pencurian yang diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Buku Kedua Bab XXII
tentang Pencurian Pasal 362-365.

Pasal 362 (pencurian biasa) menyatakan:
Barang siapa mengambil sesuatu, yang seluruhnya atau sebagai
kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum,
diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau
denda paling banya enam puluh rupiah.
Pasal 365 ayat (1) (pencurian dengan kekerasan) :
: Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, pencurain yang
didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan,
terhadap orang dengan maksud untuk mempersiap atau mempermudah
pencurian, atau dalam hal tertangkap tangan, untuk memungkinkan melarikan
diri sendiri atau peserta lainnya, atau untuk tetap menguasai barang yang
dicurinya.



6

Pasal 365 ayat (2) (pencurian dengan pemberatan):
Diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun:

Ke-1.jika perbuatan dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah
atau perkarangan tertutup yang ada rumahnya, dijalan umum,atau
dalam kereta api atau trem yag sedang berjalan

Ke-2.jika perbuatan dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan
bersekutu;

Ke-3.jika masuknya ke tempat melakukan kejahatan,dengan merusak
atau memanjat atau dengan memakai anak kunci palsu, perintah palsu
atau pakaian jabatan palsu;
Ke-4.jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat.
Pasal 365 ayat (3):
Jika perbuatan mengakibatkan mati, maka dikenakan pidana penjara
paling lama lima belas tahun.
Pasal 365 ayat (4):
Diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau
selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun, jika perbuatan
mengakibatkan luka berat atau mati dan dilakukan oleh dua orang atau
lebih dengan bersekutu, pula disertai oleh salah satu hal yang
diterangkan dalam no 1 dan 2.

Dalam penegakan hukum tindak pencurian ini, peran pihak penyidik
memegang posisi sangat sentral. Hal ini sesuai dengan wewenang pihak
penyidik sebagai mana diatur dalam Pasal 7 ayat (1) KUHAP yang berbunyi :
Penyidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf a karena
kewajibannya mempunyai wewenang :
a. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya tindak
pidana,
7

b. Melakukan tindakan pertama pada saat di tempat kejadian;
c. Menyuruh berhenti seorang tersangka dan memeriksa tanda pengenal diri
tersangka;
d. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan;
e. Melakukan pemeriksaaan dan penyitaan surat;
f. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang,
g. Memanggil orang untuk didengar dan diperiksa sebagai tersangka atau
saksi;
h. Mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam hubungannya dengan
pemeriksaan perkara;
i. Mengadakan penghentian penyidik;
j. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

Berdasarkan catatan tahunan Polsek Tanjung Gadang Kabupaten
Sijunjung, sejak awal Tahun 2010 sampai 2013 jumlah pencurian kendaraan
bermotor adalah 16 (enam belas) kasus laporan kehilangan, dengan rincian
pada Tahun 2010 terjadi 1 kasus, Tahun 2011 terjadi 2 kasus, Tahun 2012
terjadi 5 kasus, dan Tahun 2013 terjadi 8 kasus.
6
Data ini menunjukan bahwa
terjadi peningkatan tindak pidana pencurian sepeda motor di wilayah hukum
Polsek Tanjung Gadang Kabupaten Sijunjung dari tahun ke tahun.
Oleh karena terjadi peningkatan tersebut dirasa perlu adanya suatu
upaya penanggulangan yang dilakukan secara konsisten dan terus menerus
untuk menanggulangi angka tindak pidana pencurian sepeda motor di wilayah
hukum Polsek Tanjung Gadang. Bentuk upaya ini bisa berupa preventif dan
juga represif. Upaya Preventif adalah pencegahan terjadinya atau timbulnya
kejahatan pertama kali.
7
Sedangkan Upaya Represif adalah suatu upaya

6
Catatan tahunan Polsek Tanjung Gadang Kabupaten Sijunjung.
7
Diakses dari http://http://raypratama.blogspot.com/2012/02/upaya-penanggulangan-
kejahatan.html pada Kamis, 17 April 2014 pukul 17.42 WIB.
8

penanggulangan kejahatan secara konsepsional yang ditempuh setelah
terjadinya kejahatan.
8

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merasa tertarik untuk
melakukan penelitian dan penulisan skripsi dengan judul UPAYA
PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENCURIAN SEPEDA
MOTOR (STUDI KASUS DI POLSEK TANJUNG GADANG
KABUPATEN SIJUNJUNG).
B. Rumusan Masalah
Dengan uraian latar belakang di atas dan untuk menghindari kajian
yang terlalu luas dan menyimpang dari objek penulisan ini, maka peneliti
memilih rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah upaya penanggulangan tindak pidana pencurian sepeda motor
di Polsek Tanjung Gadang Kabupaten Sijunjung?
2. Apa kendala yang dialami pihak Polsek Tanjung Gadang Kabupaten
Sijunjung dalam menanggulangi tindak pidana pencurian sepeda motor?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pembahasan masalah tersebut, maka tujuan yang akan
dicapai dalam rangka penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui upaya penanggulangan tindak pidana pencurian sepeda
motor yang dilakukan oleh pihak Polsek Tanjung Gadang Kabupaten
Sijunjung.

8
Ibid.
9

2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dialami oleh pihak Polsek Tanjung
Gadang Kabupaten Sijunjung dalam menanggulangi tindak pidana pencurian
sepeda motor.
D. Manfaat Penelitian
Dengan penelitian ini , ada beberapa manfaat yang diperoleh antara
lain :
1. Manfaat Teoritis
a) Melatih kemampuan dalam membuat karya ilmiah;
b) Dapat mengimplementasikan ilmu pengetahuan yang diperoleh di
bangku perkuliahan;
c) Memperluas khasanah ilmu pengetahuan di bidang hukum;
d) Dapat memperluas pengetahuan hukum masyarakat tentang hukum
pidana.
2. Manfaat praktis
a) Dapat menjadi bahan masukan bagi aparat/petugas hukum dalam
melakukan upaya-upaya preventif guna menyikapi terjadinya tindak
pidana pencurian sepeda motor di Polsek Tanjung Gadang Kabupaten
Sijunjung.
b) Dapat menjadi bahan masukan bagi tokoh-tokoh masyarakat, dan seluruh
masyarakat secara umum sebagai pihak-pihak yang ikut bertanggung
jawab terhadap meningkatnya tindak pencurian sepeda motor.
E. Kerangka Teoritis dan Kerangka Konseptual
10

1. Kerangka Teoritis
Kerangka teoritis adalah kerangka pemikiran atau butir-butir
pendapat ataupun teori mengenai suatu permasalahan yang terjadi bahan
perbandingan dan menjadi pegangan teoritis.
9
Dalam penelitian ini, teori
yang akan digunakan adalah teori kebijakan kriminal dan teori
penanggulangan.
a) Kebijakan kriminal dalam penanggulangan kejahatan.
Upaya penanggulangan kejahatan merupakan kebijakan
integral yang terkait satu sana lain, yaitu kebijakan sosial,
kebijakan kriminal dan kebijakan hukum pidana, untuk
mencapai kesejahteraan masyarakat.
Kebijakan kriminal (criminal policy) atau politik
kriminal adalah suatu usaha raisonal untuk menanggulangi
kejahatan. Politik kriminal ini merupakan bagian dari politik
penegakan hukum yang arti luas (law enforcement policy)
yang merupakan bagian politik sosial (social policy) yakni
usaha dari masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan
warganya.
10


9
M.Solly Lubis, 1994, Filsafat Ilmu Dan Penelitian, Bandung, CV Mandar Maju, hal. 27.
10
Barda Nawawi Arief, 2005, Beberapa Aspek Pengembangan Ilmu Hukum Pidana,
Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung , hal. 1 (selanjutnya ditulis Barda Nawawi Arief 1).
11

Usaha mencegah kejahatan adalah bagian dari politik
kriminal, politik kriminal ini dapat diartikan dalam arti sempit,
lebih luas dan penting luas. Sudarto menjelaskan:
1) Dalam arti sempit politik kriminal itu digambarkan sebagai
keseluruhan asas dan metode, yang menjadi dasar dari
reaksi terhadap pelanggaran hukum yang berupa pidana.
2) Dalam arti luas ia merupakan keseluruhan fungsi dari
aparatur penegak hukum, termasuk di dalamnya cara kerja
dari pengadilan dan polisi.
3) Sedangkan dalam arti yang paling luas ia merupakan
keseluruhan kebijakan, yang dilakukan melalui perundang-
undangan dan badan-badan resmi yang bertujuan untuk
menegakan norma-norma sentral dari masyarakat.
11

Penegakan norma sentral ini dapat diartikan sebagai
penanggulangan kejahatan. Melaksanakan politik kriminal
berarti mengadakan pemilihan dari sekian banyak alternatif,
mana yang paling efektif dalam usaha penanggulangan
tersebut.
12


11
Sudarto, 2006, Kapita Selekta Hukum Pidana, Bandung, PT. Alumni, hal. 113-114.
12
Ibid, hal. 114.
12

Sudarto juga mengemukakan definisi singkat mengenai
politik kriminal yang berarti:
Suatu usaha yang rasional dari masyarakat dalam
menanggulangi kejahatan. Definisi ini diambil dari Marc
Ancel yang merumuskan sebagai the rational organization of
the control of crime by society.
Hal tersebut hampir senada dengan pengertian yang
dikemukakan oleh G. Peter Hoefnagels bahwa: Criminal
policy is the rational organization of the social reaction to
crime.
13

Mengaji politik hukum pidana akan terkait dengan politik
hukum. Politik hukum terdiri atas rangkaian kata politik dan
hukum. Menurut Sudarto, istilah politik dipakai dalam
berbagai arti yaitu:
a) Perkataan politiek dalam bahasa belanda berarti sesuatu
yang berhubungan dengan negara;

13
Barda Nawawi Arief 1, Op. Cit, hal. 1-2.
13

b) Berarti membicarakan masalah kenegaraan atau
berhubungan dengan negara.
14

Lebih lanjut Sudarto menegaskan, makna lain dari politik
adalah merupakan sinonim dari policy. Dalam pengertian ini,
dijumpai kata-kata seperti politik ekonomi, politik kriminal,
politik hukum pidana.
15

Mahfud MD dalam buku Politik Hukum di Indonesia
yang dikutip oleh moempoeni mengatakan:
Politik hukum merupakan legal policy yang akan atau
telah dilaksanakan secara nasional oleh pemerintah indonesia
yang meliputi: pertama pembangunan hukum yang berintikan
pembuatan dan pembaruan terhadap materi-materi hukum agar
dapat disesuaikan dengan kebutuhan, kedua pelaksanaan
ketentuan hukum yang telah ada termasuk penegasan fungsi
lembaga dan pembinaan para penegak hukum.
16

Kebijakan hukum pidana merupakan salah satu komponen
penting dari ilmu hukum pidana modern, demikian menurut


14
Teguh Prasetyo & Abdul Halim Baraktullah, 2005, Politik Hukum Pidana: Kajian
Kebijakan Kriminalisasi dan Dekriminalisasi, Yogyakarta , Pustaka Pelajar, hal. 11.
15
Ibid.
16
Moempoeni Martojo, 2000, Politik Hukum Dalam Sketsa: Bahan Materi Kuliah Magister
Ilmu Hukum Universitas Diponegoro, Semarang, Falkutas Ilmu Hukum UNDIP, hal. 2-3.
14

Marc Ancel dalam bukunya yang berjudul Social Defence, A
Modern Approach to Criminal Problem, kebijakan hukum
pidana ini diistilahkan olehnya dengan nama Penal Policy,
sejajar dengan komponen penting lainnya yaitu Crimonology
dan Criminal Law.
17

Kebijakan hukum pidana (penal policy) merupakan bagian
dari politik kriminal, politik hukum pidana adalah suatu ilmu
sekaligus seni yang akhirnya mempunyai tujuang praktis untuk
memungkinkan peraturan hukum positif dirumuskan secara
lebih baik dan untuk memberikan pedoman tidak hanya kepada
pembuat Undang-Undang tetapi juga kepada para
penyelenggara/ pelaksana putusan pengadilan.
18

Berdasarkan makna di atas, kebijakan hukum pidana
memiliki jelajah yang cukup luas dalam mengimplementasikan
kerjanya, karena semua tujuan yang diarahkan untuk membuat
hukum positif menjadi lebih baik termasuk ruang lingkup
kebijakan hukum pidana ini.
Untuk merumuskan atau membuat hukum pidana positif
lebih baik, tentunya bukan suatu pekerjaan yang mudah,

17
Barda Nawawi Arief, 2002, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana: Edisi Revisi,
Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, hal. 21 (selanjutnya ditulis Barda Nawawi Arief 2).
18
Ibid.
15

apabila ilmu hukum pidana merupakan bagian dari ilmu
pengetahuan sosial yang senantiasa terus berkembang bahkan
berubah sesuai dengan kondisi zaman. Hukum itu sendiri pada
kenyataannya memang masih merupakan gejala sosial budaya
yang berfungsi untuk menerapkan kaidah-kaidah dan pola
perlakuan terhadap individu-individu dalam masyarakat. Ilmu
hukum mempelajari gejala-gejala tersebut serta menerangkan
arti dan maksud kaidah-kaidah itu.
19

Dalam kebijakan hukum pidana, pemberian pidana untuk
menanggulangi kejahatan merupakan salah satu upaya di
samping upaya-upaya lain. Penanganan kejahatan melalui
sistem peradilan pidana merupakan sebagian kecil dari
penangganan kejahatan secara keseluruhan.
Upaya melalui sistem peradilan pidana dikenal dengan
istilah upaya penal yaitu dengan menggunakan peraturan
perundang-undangan pidana, di samping upaya non penal
yang penekanannya ditunjukkan pada faktor penyebab
terjadinya kejahatan. Keseluruhan penanggulangan kejahatan

19
Soerjono Soekanto, 1983, Pokok-Pokok Sosiologi Hukum, Jakarta, Rajawali, hal. 17
(selanjutnya ditulis Soerjono Soekanto 2)
16

ini merupakan politik kriminal (kebijakan penanggulangan
kejahatan).
2. Kerangka Konseptual.
Kerangka konseptual menggambarkan hubungan antara konsep-
konsep khusus yang diteliti, suatu konsep bukan merupakan gejala yang
akan diteliti, akan tetapi merupakan suatu abstraksi dari gejala tersebut,
gejala itu sendiri biasanya dinamakan fakta, sedangkan konsep merupakan
suatu uraian mengenai hubungan-hubungan dalam fakta tersebut.
20

Untuk menghindari multitafsir dan kerancuan dalam penggunaan
istilah, maka rumusan konsep peneliti meliputi hal-hal sebagai berikut :
a) Pengertian Penanggulangan
Upaya penanggulangan itu terdiri dari upaya preventif dan upaya
repsetif, Upaya Preventif adalah pencegahan terjadinya atau timbulnya
kejahatan pertama kali.
21
Mencegah kejahatan lebih baik dari pada
mencoba mendidik penjahat menjadi lebih baik kembali, sebagaimana
semboyan dari kriminologi yaitu usaha-usaha memperbaiki penjahat
perlu diperhatikan dan diarahkan agar tidak terjadi lagi kejahatan
ulangan.
22
Sedangkan Upaya Represif adalah suatu upaya

20
Soerjono Soekanto, 2010, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Ui-Press, hal.132
(selanjutnya ditulis Soerjono Soekanto 3).
21
Diakses dari http://http://raypratama.blogspot.com/2012/02/upaya-penanggulangan-
kejahatan.html pada Kamis, 17 April 2014 pukul 17.42 WIB;
22
Ibid;
17

penanggulangan kejahatan secara konsepsional yang ditempuh setelah
terjadinya kejahatan.
23
Penanggulangan dengan upaya represif
dimaksudkan untuk menindak para pelaku kejahatan sesuai dengan
perbuatannya serta memperbaiki kembali agar mereka sadar bahwa
perbuatan yang dilakukannya merupakan perbuatan yang melanggar
hukum dan merugikan masyarakat, sehingga tidak akan mengulangi
dan orang lain juga tidak akan melakukannya mengingat yang
ditanggungnya sangat berat.
24

b) Pengertian Tindak Pidana
Tindak pidana adalah perbuatan yang oleh aturan hukum dilarang dan
diancam dengan pidana.
25
Moelyatno menggunakan istilah perbuatan
pidana yang didefenisikan sebagai perbuatan yang dilarang oleh suatu
aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa
pidana tertentu, bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut.
26


c) Pengertian Tindak Pidana Pencurian dan Unsurnya
1) Pengertian tindak pencurian
Berdasarkan Pasal 362 KHUP yang dimaksudkan dengan
pencurian adalah

23
Ibid;
24
Ibid;
25
Teguh Prasetyo, 2010, Hukum Pidana, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, hal. 48.
26
Adami Chazawi, 2002, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1, Jakarta, Pt. Raja Grafindo
Persada, hal.71.
18

Barangsiapa mengambil barang sesuatu, yang seluruhnya
atau sebagian punya orang lain, dengan maksud untuk
dimiliki secara melawan hukum, diancam karena
pencurian, dengan pidana penjara paling lama lima tahun
atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.

Sementara itu, menurut Poerwardarminta :
Pencuri berasal dari kata dasar curi yang berarti
sembunyi-sembunyi atau diam-diam dan pencuri adalah
orang yang melakukan kejahatan pencurian. Dengan
demikian pengertian pencurian adalah orang yang
mengambil milik orang lain secara sembunyi-sembunyi
atau diam-diam dengan jalan yang tidak sah.
27

Pencurian termasuk kejahatan terhadap harta benda yang
diatur dalam Pasal 362 sampai dengan Pasal 367 KUHP.
Adapun jenis-jenis pencurian yang diatur dalam KUHP
adalah sebagai berikut:
(a) Pasal 362 KUHP adalah delik pencurian biasa.
(b) Pasal 363 KUHP adalah delik pencurian berkualitas
atau dengan pemberatan.
(c) Pasal 364 KUHP adalah delik pencurian ringan.
(d) Pasal 365 KUHP adalah delik pencurian dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan.
(e) Pasal 367 KUHP adalah delik pencurian dalam
kalangan keluarga.

27
Poerwadaminta, 1984, Kamus Umum Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, hal. 217.
19

Pasal 362 KUHP merupakan pokok delik pencurian, sebab
semua unsur dari delik pencurian tersebut di atas dirumuskan
secara tegas dan jelas, sedangkan pada pasal-pasal KUHP
lainnya tidak disebutkan lagi unsur tindak pidana atau delik
pencurian akan tetapi cukup disebutkan lagi nama kejahatan
pencurian tersebut disertai dengan unsur pemberatan dan
keringanan.
28

2) Unsur Pencurian
Unsur-unsur tindak pidana pencurian yang dirumuskan dalam
Pasal 362 KUHP adalah sebagai berikut:
(a) Perbuatan mengambil;
(b) Yang diambil harus sesuatu barang;
(c) Barang itu harus seluruhnya atau sebagian kepunyaan
orang lain;
(d) Pengambilan itu harus dilakukan dengan maksud untuk
dimiliki;
(e) Secara melawan hukum;




28
Diakses dari http://naharalvian.wordpress.com pada Kamis, 17 April 2014 pukul 19. 30
WIB;
20

d) Pengertian Sepeda Motor
Pengertian sepeda motor , menurut Pasal 1 angka 20 Undang-
Undang No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
(UULLAJ) adalah:
Kendaraan bermotor beroda dua dengan atau tanpa rumah-rumah dan
dengan atau tanpa kereta samping atau kendaraan bermotor beroda tiga
tanpa rumah-rumah..

F. Metode Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini digunakan beberapa metode untuk
memudahkan dalam mencari data dan informasi yang diperlukan. Metode
yang digunakan dalam penelitian ini mencakup :
1. Pendekatan Masalah
Sesuai dengan permasalahan yang diteliti, penelitian ini merupakan
penelitian hukum (Legal Research). F. Sugeng Istanto mendefenisikan
penelitian hukum sebagai penelitian yang diterapkan atau diberlakukan
khusus pada ilmu hukum.
29
Pendekatan masalah yang akan dipakai dalam
penelitian ini adalah bersifat yuridis sosiologis yakni pendekatan yang
menekankan pada praktek di lapangan terkait dengan aspek hukum atau

29
F. Sugeng Istanto,2005, Penelitian Hukum, Yogyakarta, CV. Granda, hal. 29;
21

perundang-undangan yang berlaku berkenaan dengan pokok masalah yang
dibahas yaitu upaya penanggulangan tindak pencurian sepeda motor.
30

2. Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian
Penelitian lapangan dilaksanakan di Polsek Tanjung Gadang
Kabupaten Sijunjung, Penelitian kepustakaan dilakukan di
perpustakaan Falkutas Hukum Universitas Andalas, perpustakaan
pusat Universitas Andalas, dan di perpustakaan-perpustakaan yang ada
di Wilayah Sumatera Barat.
3. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu suatu metode penelitian dengan
mengumpulkan data-data yang tertuju pada masa sekarang, disusun,
dijelaskan, dianalisa, diinterpretasikan, dan kemudian disimpulkan.
31

Ronny Hanitijo Soemitro menyatakan deskriptif adalah suatu
penelitian yang berusaha memberikan gambaran secara menyeluruh
dan mendalam tentang suatu keadaan atau gejala yang diteliti.
32

4. Sumber dan Jenis Data
a) Sumber Data Primer
Data yang diperoleh langsung dari penelitian di lapangan pada Polsek
Tanjung Gadang kabupaten Sijunjung. Data ini diperoleh dengan

30
Zainuddin Ali, 2009, Metode Penelitian Hukum, Jakarta Sinar Grafika, hal. 23.
31
Hadari Nawawi, 1993, MetodePenelitian Bidang Sosial, Yogyakarta, Gajah Mada
University, hal. 30.
32
Ronny Hanitijo Soemitro, 1990, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, Jakarta,
Ghalia Indonesia, hal. 58.
22

mengadakan penelitian langsung kelapangan melalui wawancara yang
dilakukan dengan aparat kepolisian di Polsek Tanjung Gadang kabupaten
Sijunjung.
b) Sumber Data Sekunder
Data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan dengan
mengumpulkan bahan kepustakaan berupa :
1) Bahan Hukum Primer
Yaitu bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum yang
mengikat, seperti :
(a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945
(b) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(c) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(d) Undang-Undang No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan (UULLAJ).
2) Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan-bahan yang erat
hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat
membantu dalam menganalisa dan memahami peraturan
perundang-undangan seperti : buku-buku, makalah-makalah,
dokumen-dokumen, majalah, atau tulisan lainnya.


23

3) Bahan Hukum Tersier
Bahan hukum tersier yaitu bahan yaqng memberi petunjuk dan
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder seperti
kamus, ensiklopedia, indeks kumulatif, dan sebagainya.
33

5. Metode Pengumpulan Data
Untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini maka metode
pengumpulan data yang digunakan adalah :
a) Wawancara
Teknik pengumpulan data dengan cara tanya jawab secara langsung
dengan pihak terkait yaitu pihak Kepolisian Tanjung Gadang
kabupaten Sijunjung. Metode wawancara yang digunakan adalah
wawancara semi struktur yang mana pertanyaan-pertanyaan yang
telah disusun terlebih dahulu lalu dikembangkan sesuai dengan
masalah yang diteliti.
b) Studi Dokumen
Mempelajari buku-buku dan berkas-berkas perkara dari penelitian
dilapangan yang dapat mendukung permasalahan yang berhubungan
dengan tindak pidana pencurian sepeda motor.

33
Ibid, hal . 24.
24

6. Sampel
Penarikan sampel dilakukan dengan cara purposive sampling yakni
penarikan sampel dilakukan dengan pertimbangan peneliti sesuai dengan
tujuan penelitian.
7. Pengolahan dan Analisis Data
Pengolahan data berupa analisis data di dalam penelitian ini
menggunakan metode analisa kualitatif, yakni menganalisa data menurut
aspek-aspek yang diteliti serta menjabarkannya dalam bentuk-bentuk kalimat
yang diuraikan secara deskriptif tanpa menggunakan rumus statistik.
8. Sistematika Penulisan
Struktur penulisan yang akan dibuat ialah dengan menguraikan pokok-
pokok uraian dengan sistematikanya sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Sebagai pendahuluan memuat latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penulisan, kerangka teoritis, kerangka
konseptual, serta metode penelitian dan sistematika penulisan.
.BAB II : TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Memuat tentang pengertian upaya penanggulangan, pengertian Pidana
dan Pemidanaan, pengertian tindak pidana pencurian, pengertian sepeda
motor.
25

BAB III : HASIL DAN PEMBAHASAN
Menguraikan tentang upaya-upaya penanggulangan tindak pidana
pencurian sepeda motor di Polsek Tanjung Gadang Kabupaten
Sijunjung, serta kendala yang dialami oleh pihak Polsek Tanjung
Gadang Kabupaten Sijunjung dalam menanggulangi tindak pidana
pencurian sepeda motor.
BAB IV : PENUTUP
Menguraikan kesimpulan atas uraian pada bab-bab sebelumnya serta
saran-saran yang dianggap relevan dan penting terkait dengan
pembahasan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai