Anda di halaman 1dari 30

1

BAB I
PENDAHULUAN


Proses persalinan dipengaruhi oleh bekerjanya 3 faktor yang berperan yaitu kekuatan
untuk mendorong janin keluar (power), yang meliputi his (kekuatan uterus), kontraksi otot
dinding perut, kontraksi diafragma dan ligamentum action, faktor lain adalah faktor janin
(passenger), faktor jalan lahir (passage) dan faktor provider maupun faktor psikis. Apabila semua
faktor ini dalam keadaan baik, sehat, dan seimbang, naka proses persalinan akan berlangsung
secara spontan/normal. Namun apabila salah satu dari faktor tersebut mengalami kelainan,
misalnya keadaan yang menyebabkan his tidak adekuat, kelainan pada bayi, kelainan jalan lahir,
kelainan provider, ataupun gangguan psikis maka persalinan tidak dapat berjalan secara normal.



















2

BAB II
LAPORAN KASUS


A. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara auto-anammesis dan allo-anamnesis dengan bidan di kamar
bersalin RSUD Karawang pada tanggal 6 Mei 2014 pukul 04.00 WIB.

Identitas
I. Identitas Pasien
Nama : Ny. SM
Usia : 22 tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Alamat : Pisangsambo
Tanggal masuk RS : 6 Mei 2014
Tanggal keluar RS : 9 Mei 2014
No. RM : 540199
Dokter penanggung jawab : dr. Unggul, Sp.OG

II. Identitas Suami
Nama : Tn. B
Usia : 25 tahun
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Buruh
Agama : Islam
Alamat : Pisangsambo
Suku : Sunda
ANAMNESIS (AUTO dan ALLOANAMNESIS dengan bidan)

3

Keluhan utama
Pasien datang dirujuk oleh bidan dengan G1P0A0 hamil aterm dengan PK II lama.

Riwayat Penyakit Sekarang
Os G1P0A0 mengaku hamil 9 bulan, dengan HPHT tanggal 28 Agustus 2013, taksiran
partus 5 Juni 2014, usia kehamilan 37 minggu. Pasien mengeluh merasa mulas sejak 1 hari
SMRS mulas semakin lama semakin sering disertai lendir dan flek-flek darah. Keluar air-air (+)
berwarna jernih dan tidak berbau sejak 6 jam SMRS. Pasien dikatakan oleh bidan pembukaan 4
cm pukul 19.30, lalu 4 jam kemudian diperiksa pukul 23.30 mencapai pembukaan 8, lalu 2 jam
kemudian diperiksa pukul 01.30 pembukaan lengkap. Gerakan janin masih dirasakan oleh
pasien. Pasien dipimpin meneran oleh bidan selama 2 jam hingga pukul 3.30, namun tidak
kunjung lahir, lalu pasien dianjurkan untuk di bawa ke Rumah Sakit. Pasien juga mengaku
merasa lemas (+). Selama kehamilan pasien hanya memeriksakan kandungan 2x di Bidan. USG
1X usia kehamilan 7 bulan, dikatakan janin sehat. Riwayat imunisasi TT 2X.

Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat darah tinggi, kencing manis, asma dan alergi disangkal pasien

Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat darah tinggi, kencing manis, asma dan alergi juga disangkal ada dalam keluarga pasien.

Riwayat Menarche
Pasien mengalami menstruasi pertama kali diusia 14 tahun, dengan siklus teratur dan lama
menstruasi biasanya kurang lebih 7 hari. Ganti pembalut sekitar 2-3x/hari. Nyeri haid (-)

Riwayat Pernikahan
Pasien menikah 1x, diusia 21 tahun. Lama menikah 1 tahun.

Riwayat Obstetri
Anak I Kehamilan ini

4

Riwayat KB
Tidak pernah

B. PEMERIKSAAN FISIK
I. Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
BB/TB : 58 kg / 153 cm
Tanda Vital :
Tekanan darah : 110/70mmHg
Nadi : 90x/ menit
Suhu : 36,9 derajat Celcius
Pernafasan : 20x/ menit
Kepala : Normocephali, deformitas (-)
Mata : Konjungtiva pucat (-/-), Sklera ikhterik (-/-)
Leher : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar
Kelenjar Tiroid tidak teraba membesar
Thorax :
Paru : Suara nafas vesikuler (+/+), Rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Jantung : S1-S2 reguler, mumur (-), gallop (-)
Abdomen : Sesuai dengan usia kehamilan
Ekstremitas : Akral Hangat (++/++), Oedem (--/--)

II. Status Obstetri
Leopold
Leopold I : Bulat, tidak melentik (bokong)
Leopold II : keras seperti papan disebelah kanan ibu (punggung kanan)
Teraba bagian-bagian kecil disebelah kiri
Leopold III : Bulat, melenting (kepala)
Leopold IV : Masuk PAP 1/5

5

TFU : 33 cm
TBJ : 3100 gram
DJJ : 140 dpm
His : 1-2x/10 menit/ 25 detik
Genitalia
Inspeksi : V/U tenang, perdarahan aktif (-)
Inspekulo : Tidak dilakukan
VT : Pembukaan lengkap, ketuban (-), kepala di Hodge III-IV, UUK kanan
depan, molage (-), caput (-)

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Hb : 10,6 g/dL
Leukosit : 18.160/mm3
Trombosit : 301.000/mm3
Hematokrit : 31,9%
Masa perdarahan : 2
Masa pembekuaan : 13
Gula darah sewaktu : 171 mg/dl
Serologi:
- HBSAg : Non reaktif
- Golongan darah : A rhesus (+)

Ultrasonografi:
- Janin presentasi kepala tunggal hidup, DJJ (+)
- Tidak ada kelainan torakoabdominal

D. DIAGNOSIS
PK II lama pada G1 hamil 37 minggu , JPKTH


6

E. PENATALAKSANAAN
- Observasi TTV, KU, DJJ/5 menit
- Lahirkan Janin Percepat kala II Ekstraksi Vakum

Pukul 04.20, dengan ekstraksi vakum lahir bayi laki-laki dengan berat 3200 gram,
panjang 47 cm, Apgar score 8/9. Ibu disuntik Oxytocin 10 IU IM, tali pusat di klem dan
dipotong. Lahir plasenta lengkap, kontraksi uterus baik. Dilakukan eksplorasi dan didapat
Ruptur Perineum grade II - Episiotomi dilakukan Perineorafi.

F. PROGNOSIS
Ad vitam : Dubia ad bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia ad bonam

Follow Up
Tanggal 7 Mei 2014, oleh koass Obsgyn
S : Os merasa nyeri pada kemaluan, BAB (-), BAK (+), Kentut (+), ASI (-), mobilitas aktif
O : CM/TSS
TD : 110/60 ; S : 36,6 derajat Celcius
N :92x/menit ; RR : 20x/menit
Status Generalis
Mata : KA -/- ; SI -/-
Paru : Suara nafas vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Jantung : S1-S2 Reguler, murmur -, gallop
Abdomen : Supel, nyeri tekan -, BU + normal
Ekstremitas : Hangat (+), Oedem (-)
Status Obstetri
TFU : 2 jari dibawah pusat, kontraksi baik
Inspeksi V/P : Tenang, perdarahan aktif (-), lochia rubra (+)
A : P1 Post Ekstraksi Vakum ai PKII lama NH-1
P : Mobilisasi aktif
7

Cek DPL post partum
Foley catheter 1x24 jam
Cefadroxil 2 x 500mg
Asam Mefenamat 3x 500mg
SF 1x1

Tanggal 8 Mei 2014, oleh koass Obsgyn
S : Os merasa nyeri pada kemaluan <<, BAB (-), BAK (+), Kentut (+), ASI (+), mobilitas
aktif
O : CM/TSS
TD : 110/70 mmHg ; S : 36,8 derajat Celcius
N :88x/menit ; RR : 20x/menit
Status Generalis
Mata : KA -/- ; SI -/-
Paru : Suara nafas vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Jantung : S1-S2 Reguler, murmur -, gallop
Abdomen : Supel, nyeri tekan -, BU + normal
Ekstremitas : Hangat (+), Oedem (-)
Status Obstetri
TFU : 2 jari dibawah pusat, kontraksi baik
Inspeksi V/P : Tenang, perdarahan aktif (-), lochia rubra (+)
A : P1 Post Ekstraksi Vakum ai PKII lama NH-2
P : Observasi TTV, kontraksi, perdarahan
Mobilisasi aktif
Cefadroxil 2 x 500mg
Asam Mefenamat 3x 500mg
SF 1x1
Laboratorium darah post Partum
Hb : 10,1 g/dl
Leukosit : 19.220 /UL

8

Tanggal 9 Mei 2014, oleh koass Obsgyn
S : Os merasa tidak ada keluhan, BAB (-), BAK (+), Kentut (+), ASI (+), mobilitas aktif
O : CM/TSS
TD : 110/70 mmHg ; S : 36,8 derajat Celcius
N :92x/menit ; RR : 20x/menit
Status Generalis
Mata : KA -/- ; SI -/-
Paru : Suara nafas vesikuler, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Jantung : S1-S2 Reguler, murmur -, gallop
Abdomen : Supel, nyeri tekan -, BU + normal
Ekstremitas : Hangat (+), Oedem (-)
Status Obstetri
TFU : 2 jari dibawah pusat, kontraksi baik
Inspeksi V/P : Tenang, perdarahan aktif (-), lochia rubra (+)
A : P1 post partus dengan ekstraksi vakum + Perineoraphy NH-3
P : Observasi TTV, KU, perdarahan, kontraksi
Mobilisasi aktif
Cefadroxil 2 x 500mg
Asam Mefenamat 3x 500mg
SF 1x1
Pasien diperbolehkan pulang.










9

BAB III
ANALISA KASUS


Berdasarkan anamnesis didapatkan bahwa saat pasien di rumah mengalami mulas-mulsa
sejak 1 hari, pasien memasuki persalinan kala I fase laten, kemudian saat pasien datang ke bidan,
dan diperiksa oleh bidan didapatkan ada pembukaan 4 cm menandakan pasien mulai memasuki
persalinan kala I fase aktif. Kemudian di bidan di observasi oleh bidan selama 4 jam didapatkan
pembukaan 8 cm kemudian 2 jam kemudian didapatkan pembukaan lengkap (10 cm) hal ini
kemungkinan persalinan kala I baik fase laten maupun fase aktif berjalan dengan normal, tidak
ada perpanjangan. Observasi pada pasien sebaiknya dicantumkan dalam partograf agar penilaian
kemajuan persalinan dapat terpantau dengan baik, namun pada pasien sayangnya tidak terdapat
partograf.
Kemudian setelah pembukaan lengkap pasien dipimpin meneran oleh bidan, proses
tersebut dilakukan selama kurang lebih 2 jam namun tidak kunjung lahir, hal ini menandakan
pasien mengalami persalinan kala II lama, dimana berdasarkan teori, persalinan kala II pada
primigravida berlangsung kurang lebih 1 jam yang diperpanjang sampai 2 jam bayi harus lahir.
Dalam persalinan kala II lama terdapat beberapa faktor yang dapat menyebabkan
terjadinya hal tersebut antara lain 3P yaitu Passage, Passenger, dan Power. Passage atau adanya
kelainan jalan lahir seperti CPD, pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan jalan lahir, namun
hal ini dapat disingkirkan karena pada pasien dari hasil pemeriksaan dalam kepala bayi sudah
turun di Hodge III-IV, berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pada ibu tidak terdapat
kelainan jalan lahir seperti CPD karena bagian terbesar janin dapat melewati pintu atas panggul
sampai di Hodge III-IV.
Kemudian dilihat dari faktor Passenger atau janin itu sendiri hal-hal yang memungkinkan
terjadinya PK II lama antara lain bayi besar atau malposisi. Bayi besar atau makrosomia dapat
disingkirkan karena berdasarkan pemeriksaan TBJ klinis didapatkan TBJ klinis janin adalah
3100 gram. Kemudian malpresentasi dapat disingkirkan karena pada pemeriksaan obstetri
didapatkan presentasi kepala. Malposisi dapat disingkirkan karena dari hasil pemeriksaan dalam
atau VT didapatkan UUK berada di kanan depan.
10

Kemudian Power atau tenaga, pada pasien didapatkan kekuatan his 1-2x/10 menit/ 25
detik, hal ini bisa terjadi karena pada saat dipimpin meneran bayi tidak kunjung lahir sampai 2
jam menyebabkan ibu menjadi lelah dalam meneran. Pada kasus ini kemungkinan penyebab dari
PK II lama adalah kelainan power.
Di Rumah Sakit penatalaksanaan yang dilakukan adalah melahirkan janin dengan
mempercepat persalinan kala II menggunakan ekstraksi vakum. Indikasi ekstrkasi vakum yang
terpenuhi adalah:
1. Kepala sudah turun sampai station > +2
2. Presentasi belakang kepala atau presentasi muka dengan dagu didepan
3. Pembukaan lengkap
4. Ketuban telah pecah atau dipecahkan
5. Tidak ada disporporsi kepala panggul
6. Ibu tidak gelisah / kooperatif
7. Kepala dapat dipegang oleh cup vakum

















11

BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA

4.1 DEFINISI
Persalinan lama, disebut juga distosia, didefinisikan sebagai persalinan yang
abnormal/sulit.
1,2
Persalinan ini ditandai dengan adanya hambatan kemajuan dalam
persalinan. Persalinan yang normal (Eutocia) ialah persalinan dengan belakang kepala
yang berlangsung spontan dalam18 jam.
2



4.2 EPIDEMIOLOGI
Persalinan lama masih merupakan suatu masalah kesehatan yang penting.
Persalinan lama merupakan penyebab kematian pada 8% kematian ibu di negara-negara
berkembang termasuk di Indonesia. Pada tahun 2007, di Amerika Serikat (Hamilton
2009) tercatat angka pasien yang melahirkan dengan seksio sesaria sebesar 31,8%.
Menurut American College of Obstetricians and Gynecologist, tercatat distosia atau
persalinan lama menjadi 60% penyebab dilakukannya persalinan dengan seksio sesaria
primer.
3,4


4.3 ETIOLOGI
Sebab-sebab terjadinya distosia dapat dibagi dalam 3 golongan berikut ini:
1. Kelainan tenaga (kelainan His) atau power. His yang tidak normal dalam kekuatan atau
sifatnya menyebabkan kerintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap
persalinan, tidak dapat diatasi sehingga persalinan mengalami hambatan atau kemacetan.
1

2. Kelainan janin atau passenger. Persalinan dapat mengalami gangguan atau kemacetan
karena kelainan pada janin. Kelainan tersebut dapat berupa kelainan letak, presentasi,
posisi, kehamilan ganda, bayi besar, dan cacat bawaan. Kelainan-kelainan ini akan
menyulitkan bayi melalui jalan lahir atau bahkan sama sekali tidak memungkinkan bayi
melalui jalan lahir, sehingga tidak jarang persalinan harus diselesaikan dengan seksio
sesarea.
1

3. Kelainan jalan lahir atau passage. Kelainan dalam ukuran atau bentuk jalan lahir bisa
menghalangi kemajuan persalinan atau menyebabkan kemacetan.
1
Kelainan jalan lahir ini
12

terbagi atas jaringan tulang pelvis dan jaringan lunak di sekitar jalan lahir yang
menghalangi penurunan kepala janin.
4


1. Kelainan His (Power)
His merupakan salah satu tenaga yang digunakan dalam persalinan selain
kekuatan meneran ibu. Penilaian terhadap his dapat dilakukan melalui pemeriksaan fisik,
yakni menilai secara manual sifat-sifat his dengan palpasi atau bantuan CTG (Cardio
tocography). Suatu his dapat dikatakan baik dinilai dari:
Kemajuan persalinan
Sifat-sifat his, frekuensi, kekuatan dan lamanya his. Kekuatan his dinilai dengan
cara menekan dinding Rahim pada puncak kontraksi.
Besarnya caput succedaneum.
2

Dalam pemantauan kemajuan persalinan, his harus dinilai secara objektif dengan
melakukan penilaian manual, yakni palpasi abdomen sekurang-kurangnya selama 10
menit. Menurut WHO (The Partograph, WHO, 1988) his dinyatakan memadai bila
terdapat his yang kuat sekurang-kurangnya 3 kali dalam kurun waktu10 menit dan
masing-masing lamanya >40 detik. Interval his yang terlampau pendek dan atau lamanya
>50 detik dapat membahayakan kesejahteraan janin. His yang terjadi terus-menerus tanpa
istirahat di antara 2 his berturut-turut disebut tetania uteri.
2


Jenis-jenis kelainan His :
Inersia uteri
Di sini His bersifat biasa dalam arti bahwa fundus berkontraksi lebih kuat dan
lebih dahulu daripada bagian-bagian lain, peranan fundus tetap menonjol. Kelainannya
terletak dalam hal kontraksi uterus lebih aman, singkat dan jarang daripada biasa.
Keadaan umu penderita biasanya baik dan rasa nyeri tidak seberapa. Selama ketuban
masih utuh umumnya tidak berbahaya, baik bagi ibu maupun janin, kecuali persalinan
berlangsung terlalu lama. Keadaan ini dinamakan inersia uteri primer atau hypotonic
uterine contraction. Kalau timbul setelah berlangsung his kuat untuk waktu yang lama,
dan hal itu dinamakan inersia uteri sekunder.
1
Pada inertia uteri hipotonis terjadi
kontraksi yang terkoordinasi tetapi lemah. Dengan palpasi, his jarang dan puncak
13

kontraksi dinding Rahim masih dapat ditekan ke dalam. Biasanya terjadi pada fase aktif
atau kala II. Penyebab inertia yang paling sering antara lain akibat penggunaan analgetik
yang terlalu cepat, panggul yang sempit, kelaian posisi, regangan dinding rahim
(hidramnion, kehamilan ganda) dan perasaan takut ibu.
2


His terlampau kuat
His terlampau kuat atau disebut juga hypertonic uterine contraction. His yang
terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan selesai dalam waktu yang sangat
singkat. Partus yang sudah selesai kurang dari 3 jam dinamakan partus presipitatus yang
ditandai oleh sifat his yang normal, tonus otot di luar his juga biasa, kelainannya terletak
pada kekuatan his. Bahaya partus presipitatus pada ibu ialah terjadinya perlukaan luas
pada jalan lahir, khususnya vagina dan perineum. Bayi bisa mengalami perdarahan dalam
tengkorak karena bagian tersebut mengalami tekanan kuat dalam waktu yang singkat.

HIPOTONIS HIPERTONIS
Kejadian 4% dari persalinan 1% dari persalinan
Saat terjadinya Fase aktif, kala II Fase laten
Nyeri Tidak nyeri Nyeri berlebihan
Fetal distress Lambat terjadi Cepat
Reaksi terhadap oksitosin Baik Tidak baik

I ncoordinate uterine action
Di sini sifat his berubah. Tonus otot uters meningkat, juga di luar his, dan
kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronisasi kontraksi
bagian-bagiannya. Tidak adanya koordinasi antara kontraksi bagian atas, tengah dan
bawah menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan pembukaan. Di samping itu,
tonus otot uterus yang menaik akan menyebabkan rasa nyeri yang keras dan lama bagi
ibu dapat pula menyebabkan hipoksia pada janin. His jenis ini juga disebut sebagai
incoordinated hypertonic uterine contraction.


14

2. Kelainan Janin (Passenger)
A. Kelainan Posisi
Dalam kebanyakan persalinan dengan posisi oksipito poterior, kepala akan
mengalami putaran paksi, sehingga anak lahir dengan oksiput di bawah simfisis.
Namu karena sudut pemutaran besar (umumnya 135), kala II biasanya sedikit lebih
lama. Putaran ini baru terjadi di Hodge III (+) bahkan kadang-kadang beru terjadi di
Hodge IV. Bila pada posisi oksipito posterior ubun-ubun kecil berputar ke belakang
kita menyebutnya sebagai posisi oksipito posterior persisten. Peyebab tidak terjadinya
putaran paksi ialah panggul antropoid, panggul android, kesempitan bidag tengah
panggul, ketuban pecah sebelum waktunya, fleksi kepala kurang, inersia uteri. Hanya
sebagian kecil (4%) posisi oksipito posterior yang memerlukan pertolongan
pembedahan.
2


B. Kelainan Presentasi
Letak defleksi terdiri dari presentasi muka dan presentasi dahi.
15

- Presentasi muka : Merupakan presentasi kepala dengan defleksi maksimal sehingga
oksiput menyentuh punggung dan muka terarah ke bawah (kaudal terhadap ibu).
Punggung dalam posisi lordosis dan biasanya terdapat di belakang. Penyebab yang
terpenting ialah panggu sempit dan anak yang besar.
2

- Presentasi dahi : Merupakan presentasi kepala dengan defleksi sedang, sehingga dahi
menjadi bagian terendah. Biasanya presentasi dahi bersifat sementara, dengan
majunya persalinan, presentasi ini berubah menjadi presentasi muka atau belakang
kepala. Presentasi dahi menetap agak jarang terjadi. Sebab-sebab presentasi dahi kira-
kira sama dengan sebab-sebab presentasi muka.
2








C. Kelainan Letak
- Letak Sungsang : Letak sungsang adalah letak memanjang dengan bokong sebagai
bagian yang terendah (presentasi bokong). Angka kejadiannya sekitar 3% dari
kehamilan.











16


- Letak Lintang (presentasi bahu) : Pada letak lintang, sumbu panjang anak tegak lurus
atau hampir tegak lurus sumbu panjang ibu. Pada presentasi bahu, bahu menjadi
bagian terendah dan disebut juga presentasi akromion; bila punggung terdapat di sisi
depan, disebut dorsoanterior; dan bila punggung terdapat di sisi belakang, disebut
dorsoposterior. Penyebab letak lintang yang terpenting ialah, dinding perut kendur,
kesempitan panggul, plasenta previa, prematuritas, kelainan bentuk rahim seperti
uterus arkuatus, mioma uteri dan kehamilan ganda.










D. Janin Besar (Makrosomia)
Anak dikatakan berukuran besar bila berbobot lebih dari 4000gr. Berbagai
penyebab anak besar antara lain diabetes mellitus, keturunan dan multiparitas.
Kesukaran yang timbul dalam persalinan disebabkan oleh besarnya kepala/bahu. Oleh
sebab regangan dinding rahim oleh anak yang sangat besar, dapat timbul inersia uteri.
Resiko perdarahan pascasalin akibat atonia uteri juga lebih besar.
2,4


E. Hidrosefalus
Hidrosefalus berarti terjadi pertambahan cairan otak di dalam ventrikel,
sehingga ukuran kepala menjadi besar. Hidrosefalus sering menimbulkan distosia,
bahkan ruptur uteri, dan anak sering dilahirkan dalam letak sungsang karena kepala
terlalu besar untuk masuk ke dalam pintu atas panggul.
2,4

17













3. Kelainan Jalan Lahir (Passage)
Dalam obstetri, makna panggul sempit secara anatomis tidak sepenting makna
panggul sempit secara fungsional, yang menunjukkan ketidakserasian perbandingan
antara kepala dan panggul. Kesempitan panggul dibagi sebagai berikut :
1. Kesempitan pintu atas panggul
2. Kesempitan bidang tengah panggul
3. Kesempitan pintu bawah panggul
4. Kombinasi kesempitan pintu atas panggul, bidang tengah dan pintu bawah panggul

a. Kesempitan pintu atas panggul
Pintu atas panggul dianggap sempit bila konjugata vera <10cm atau bila
diameter transversa <12 cm. Konjugata vera dilalui diameter biparietalis yang
panjangnya sekitar 9.5cm dan terkadang mencpai 10cm. oleh sebab itu, sudah jelas
bahwa konjugata vera <10cm dapat menimbulkan kesulitan. Kesukaran bertambah
lagi bila kedua ukuran pintu atas panggul, yakni diameter anterioposterior maupun
diameter transversa, sempit.
2




18





b. Kesempitan bidang tengah panggul
Bidang tengah panggul terbentang di antara pinggir bawah simfisis dan spina
os ischii serta momotong sakrum kira-kira di pertemuan ruas sakral ke-4 dan ke-5.
Ukuran-ukuran yang terpenting di bidang ini ialah :
1. Diameter transversa (antara kedua spina)--- 10,5cm
2. Diameter anteroposterior mulai dari pinggir bawah simfisis ke pertemuan ruas sakral
ke-4 dan ke-511,5cm
3. Diameter sagitalis posterior mulai dari pertengahan garis di antara kedua spina ke
pertemuan ruas sakral ke-4 dan ke-55cm

Bidang tengah panggul dikatakan sempit bila :
1. Jumlah diameter transversa dan sagitalis posterior <13,5cm (normal :
10,5+5cm=15,5cm)
2. Diameter antarspina <9cm
Ukuran-ukuran bidang tengah panggul tidak dapat diperoleh secara klinis, harus
diukur secara Rontgenologis. Akan tetapi, kita dapat juga menduga adanya
kesempitan bidang tengah panggul bila:
- Spina iskiadika sangat menonjol
- Dinding samping panggul konvergen
19

- Bila diameter antara tuber ischii 8.5 cm.
2


c. Kesempitan pintu bawah panggul
Pintu bawah panggul terdiri atas 2 segitiga dengan jarak antara kedua tuber
iskiadika sebagai dasar bersama. Ukuran-ukuran yang penting ialah :
1. Diameter Transversa (antartuber iskiadika)- 11cm
2. Diameter anteroposterior mulai dari pinggir bawah simfisis hingga ke ujung os
sakrum- 11.5cm
3. Diameter sagitalis posterior mulai dari pertengahan diameter antartuber iskiadika ke
ujung os sakrum-7.5cm
Pintu bawah panggul dikatakan sempit bila jarak antara tuber os iscii <8cm.
bila jarak ini berkurang, arkus pubis sengan sendirinya akan meruncing. Dengan
demikian, besar arkus puis dapat dipergunakan untuk menentukan kesempitan pintu
bawah panggul.
2


4.4 GAMBARAN KLINIS
Kelainan Kala Satu
1) Fase Laten Memanjang
Awitan persalinan laten didefinisikan sebagai saat ketika ibu mulai merasakan
kontraksi yang teratur. Selama fase ini orientasi kontraksi uterus berlangsung bersama
perlunakan dan pendataran serviks. Kriteria minimum Friedman untuk fase laten ke
dalam fase aktif adalah kecepatan pembukaan serviks 1,2cm/jam bagi nulipara dan
1,5cm/jam untuk ibu multipara. Friedman dan Sachtleben mendefinisikan fase laten
berkepanjangan apabila lama fase ini lebih dari 20 jam pada nulipara dan 14 jam pada ibu
multipara. Faktor-faktor yang mempengaruhi durasi fase aten antara lain adalah anestesia
regional atau sedasi yang berlebihan, keadaan serviks yang buruk (misal tebal, tidak
mengalami pendataran, atau tidak membuka), dan persalinan palsu.

2) Fase Aktif Memanjang
Dalam hal ini, fase aktif persalinan, dari segi kecepatan pembukaan serviks
tertinggi secara konsistensi berawal saat serviks mengalami pembukaan 3 sampai 4 cm.
20

Kemiripan yang agak luar biasa ini digunakan untuk menentukan fase aktif dan memberi
petunjuk bagi penatalaksanaan. Dengan demikian pembukaan serviks 3-4cm atau lebih,
disertai adanya kontraksi uterus, dapat secara meyakinkan digunakan sebagai batas awal
persalinan aktif. Kecepatan penurunan janin diperhitungkan selain kecepatan pembukaan
serviks, dan keduanya berlangsung bersamaan. Penurunan dimulai pada saat akhir dilatasi
aktif, dimulai pada sekitar 7 sampai 8cm pada nuliparada paling cepat setelah 8cm.
masalah pada fase aktif dibagi lagi menjadi gangguan protraction
(berkepanjangan/berlarut-larut) dan arrest (macet, tidak maju). Protraksi merupakaan
kecepatan pembukaan atau penurunan yang lambat, yang untuk nulipara kecepatan
pembukaan kurang dari 1,2cm/jam atau penurunan kurang dari 1cm/jam. Untuk
multipara, protraksi didefinisikan sebagai kecepatan pembukaan kurang dari 1,5cm/jam
atau penurunan kurang dari 2cm/jam. Kemacetan pembukaan (arrest of dilatation)
didefinisikan sebagai tidak adanya perubahan serviks dalam 2 jam, dan kemacetan
penurunan (arrest of descent) sebagai tidak adanya penurunan janin dalam 1 jam.
Prognosis persalinan yang berkepanjangan dan macet cukup berbeda. 30% ibu dengan
persalinan berkepanjangan mengalami disporposi sefalopelvik, sedangkan kelainan ini
didiagnosis pada 45% ib yang mengalami gangguan kemacetan persalinan.

3) Penurunan Kepala Janin pada Persalinan Aktif
Penurunan diameter biparietal janin sampai setinggi spina ischiadica panggul ibu
(station 0) disebut sebagai engagement. Terdapat keterkaitan yang bermakna antara station
(penurunan) yang tinggi saat awitan persalinan dengan distosia pada tahap selanjutnya.
Menurut penelitian, terjadinya partus lama dan partus macet pada ibu dengan station kepala
janin di atas +1cm dan bahwa semakin tinggi station saat persalinan dimulai pada nulipara
semakin lama persalinan berlangsung. Penurunan janin saat persalinan macet juga
merupakan faktor resiko distosia. Namun, prognosis untuk distosia tidak berkaitan dengan
penurunan kepala janin yang lebih tinggi di atas bidang tengah panggul (station 0).

Kelainan Kala Dua
1) Kala Dua Memanjang
21

Tahap ini berawal saat pembukaan serviks telah lengkap dan berakhir dengan
keluarnya janin. Media durasinya adalah 50menit untuk nulipara dan 20menit untuk
multipara, tetapi angka ini juga sangat bervariasi. Selama ini terdapat aturan-aturan yang
membatasi durasi kala II. Kala II persalinan pada nulipara dibatasi 2 jam dan diperpanjang
sampai 3 jam apabila digunakan analgesia regional. Untuk multipara satu jam adalah
batasnya, diperpanjang menjadi 2 jam pada penggunaan analgesia regional. Pada ibu dengan
paritas tinggi yang vagina dan perineumnya sudah lebar, dua atau tiga kali usaha mengejan
seteah pembukaan lengkap mungkin cukup untuk mengeluarkan janin. Sebaliknya pada
seorang ibu dengan panggul sempit atu janin besar, atau dengan kelainan gaya ekspulsif
akibat anestesia regional atau sedasi yang berat, maka kala dua dapat sangat memanjang.

2) Penyebab Kurang Adekuatnya Gaya Ekspulsif
Kekuatan gaya yang dihasilkan oleh kontraksi otot abdomen dapat terganggu secara
bermakna sehingga bayi tidak dapat lahir secara spontan melalui vagina. Sedasi berat atau
anestesia regional (epidural lumbal, kaudal, atau intratekal) kemungkinan besar mengurangi
dorongan refleks untuk mengejan, dan pada saat yang sama mungkin mengurangi
kemampuan pasien mengontraksikan otot-otot abdomen. Pada beberapa kasus, keinginan
alami untuk mengejan dikalahkan oleh menghebatnya nyeri yang timbul akibat mengejan.
Pada ibu yang kurang dapat mengejan dengan benar setiap kontraksi karena nyeri hebat,
analgesia mungkin akan memberikan banyak manfaat.

4.5 KRITERIA DIAGNOSIS
Pada prinsipnya persalinan lama dapat disebabkan oleh beberapa factor dan diantara
beberapa factor-faktor tersebut saling berhubungan:
His tidak efisien/adekuat
Faktor janin (malpresentasi, malposisi, janin besar)
Faktor jalan lahir (panggul sempit, kelainan serviks, vagina, tumor)
Adapun kriteria diagnosa dari tiap klasifikasi persalinan lama dan terapi yang
disarankan ditampilkan pada tabel dibawah ini.
4

22



Tabel diagnosis kelainan partus lama
Tanda dan gejala klinis Diagnosis
Pembukaan serviks tidak membuka (kurang
dari 3 cm). Tidak didapatkan kontraksi
uterus.
Belum in partu, false labour
Pembukaan serviks tidak melewati 3 cm
sesudah 8 jam in partu
Prolonged latent phase
Pembukaan serviks melewati garis waspada
partograf:
Frekuensi dan lamanya kontraksi
kurang dari 3 kontraksi per 10 menit
dan kurang dari 40 detik
Secondary arrest of dilatation atau
arrest of decent
Secondary arrest of dilatation dan
Inertia uteri
Disproporsi sefalopelvik
Obstruksi
Malpresentasi
23

bagian terendah dengan kaput,
terdapat moulase hebat, edema
serviks, tanda rupture uteri
imminens, fetal dan maternal distress
Kelainan presentasi (selain verteks)
Pembukaan serviks lengkap, ibu ingin
mengedan, tetapi taka da kemajuan
penurunan
Kala II lama (prolonged second stage).
5


4.6 PENATALAKSANAAN
Prinsip utama dalam penatalaksanaan pada pasien dengan persalinan lama adalah
mengetahui penyebab kondisi persalinan lama itu sendiri. Persalinan lama adalah sebuah
akibat dari suatu kondisi patologis. Pada akhirnya, setelah kondisi patologis penyebab
persalinan lama telah ditemukan, dapat ditentukan metode yang tepat dalam mengakhiri
persalinan. Apakah persalinan tetap dilakukan pervaginam, atau mnggunakan modalitas
seperti ekstraksi vakum, ekstraksi forceps atau akan dilakukan per abdominam melalui
seksio sesarea.
a. False labor (persalinan palsu/belum inpartu)
Bila his belum teratur dan portio masih tertutup, pasien boleh pulang. Bila sudah
didapati adanya pecah ketuban atau infeksi saluran kemih maka infeksi diobati. Bila tidak
pasien boleh rawat jalan.

b. Prolonged latent phase
Diagnosis fase laten dibuat ketika kontraksi makin teratur dan pembukaan
bertambah sampai 3 cm. Apabila ibu berada di dalam fase laten lebih dari 8 jam dan tidak
ada kemajuan, maka lakukan pemeriksaan serviks.
Bila tidak ada perubahan penipisan dan pembukaan serviks serta tidak didapatkan tanda
gawat janin kaji ulang diagnosis. Kemungkinan ibu belum dalam keadaan in partu.
Bila didapatkan perubahan dalam penipisan dan pembukaan serviks, lakukan drip
oksitosin dengan 5 unit dalam 500 cc dekstrose (atau NaCl) mulai dengan 8 tetes per
menit, setiap 30 menit ditambah 4 tetes sampai his adekuat (maksimum 40 tetes per
24

menit) atau diberikan preparat prostaglandin. Lakukan penilaian ulang setiap 4 jam. Bila
ibu tetap tidak masuk ke fase aktif setelah pemberian oksitosin maka dilakukan seksio
sesaria.
Pada daerah yang prevalensi HIV tinggi, dianjurkan membiarkan ketuban tetap utuh
selama pemberian oksitosin untuk mengurangi kemungkinan terjadinya penularan HIV.
Bila didapatkan tanda adanya amnionitis, berikan induksi dengan oksitosin 5 U dalam
500cc dekstrose (atau NaCl) mulai dengan 8 tetes per menit, setiap 15 menit ditambah 4
tetes sampai his adekuat (maksimum 40 tetes/ menit) atau diberi preparat prostaglandin;
serta obati infeksi dengan ampisilin 2g IV sebagai dosis awal dan 1 g IV setiap 6 jam dan
gentamisin 2 x 80 mg.

c. Prolonged active phase (fase aktif memanjang)
Bila tidak didapatkan tanda adanya CPD (Cephalo Pelvic disproportion) atau
adanya obstruksi:
Berikan penanganan umum yang kemungkinan akan memperbaiki kontraksi dan
mempercepat kemajuan persalinan
Bila ketuban intak, pecahkan ketuban.
Bila kecepatan pembukaan serviks pada waktu fase aktif kurang dari 1 cm per
jam, lakukan penilaian ulang kontraksi uterus.

i. Kontraksi uterus adekuat
Bila kontraksi uterus adekuat (3 dalam 10 menit dan lamanya lebih dari 40 detik)
pertimbangkan adanya kemungkinan CPD, obstruksi, malposisi atau malpresentasi.

ii. Disproporsi sefalopelvik (CPD)
CPD terjadi karena bayi terlalu besar atau pelvis kecil. Bila dalam persalinan
terjadi CPD akan kita dapatkan persalinan yang macet. Cara penilaian pelvis yang baik
adalah dengan melakukan partus percobaan (trial of labor). Kegunaan pelvimetri klinis
terbatas.
Bila diagnosis CPD ditegakkan, lahirkan bayi dengan seksio sesarea. Disproporsi
sefalopelvik dicurigai bila dari pemeriksaan fisik diketahui ibu memiliki faktor risiko
25

panggul sempit (misal: tinggi badan < 145 cm, konjugata diagonalis < 13 cm) atau janin
diperkirakan berukuran besar (TBBJ > 4000gram, bayi dengan hidrosefalus, riwayat berat
badan bayi sebelumnya yang > 4000 gram).
Bila bayi mati lakukan kraniotomi atau embriotomi (bila tidak mungkin lakukan seksio
sesarea)

iii. Obstruksi
Bila ditemukan tanda-tanda obstruksi:
Bayi hidup lahirkan dengan seksio sesarea
Bayi mati lahirkan dengan kraniotomi/amniotomi.

iv. Malposisi dan malpresentasi
Bila didapatkan adanya malposisi atau malpresentasi sebaiknya dilakukan
penatalaksanaan sesuai dengan penyebab dan jenis malposisi atau malpresentasinya.

v. Kontraksi uterus tidak adekuat
Bila kontraksi uterus tidak adekuat dan disproporsi atau obstruksi bisa disingkirkan,
penyebab paling banyak partus lama adalah kontraksi uterus yang tidak adekuat.
Lakukan induksi dengan oksitosin 5 unit dalam 500 cc dekstrosa (atau NaCl) atau
prostaglandin.
Evaluasi ulang dengan pemeriksaan vaginal setiap 4 jam
Bila garis tindakan dilewati (memotong) lakukan seksio sesarea.
Bila ada kemajuan evaluasi setiap 2 jam.

d. Kala II memanjang
Upaya mengedan ibu menambah resiko pada bayi karena mengurangi jumlah
oksigen ke plasenta. Maka dari itu sebaiknya dianjurkan mengedan secara spontan.
Perhatikan denyut jantung janin; bradikardia yang lama mungkin terjadi akibat lilitan tali
pusa. Dalam hal ini lakukan tindakan ekstraksi vakum/forceps bila syarat terpenuhi.
Bila malpresentasi dan tanda obstruksi telah disingkirkan, berikan oksitosin drip.
26

Bila pemberian oksitosin drip tidak ada kemajuan dalam 1 jam, lahirkan dengan
bantuan vakum atau forceps bila persyaratan terpenuhi. Lahirkan dengan seksio sesarea bila
persyaratan vakum dan forceps tidak terpenuhi.
5


Ekstraksi vakum
Merupakan usaha untuk mengeluarkan janin dengan tarikan pada kepala, dengan
membuat tarikan negatif melalui suatu hub pada kepala janin sehingga terbentuk kaput
buatan. Indikasi melakukan ekstraksi vakum adalah terjadi pemanjangan persalinan kala II
dan indikasi profilaksis (waktu). Kontraindikasi ekstraksi vakum adalah presentasi muka,
disporporsi kepalapanggul, persalinan kurang bulan. Syarat:
8. Kepala sudah turun sampai station > +2
9. Presentasi belakang kepala atau presentasi muka dengan dagu didepan
10. Pembukaan lengkap
11. Ketuban telah pecah atau dipecahkan
12. Tidak ada disporporsi kepala panggul
13. Kontraksi uterus baik
14. Ibu tidak gelisah / kooperatif
15. Kepala dapat dipegang oleh cup vakum
Kriteria ekstraksi vakum gagal apabila tarikan dirasakan berat ataupun bila
pemasangan benar, cup terlepas. Bila ekstraksi vakum gagal, persalinan diakhiri dengan
secsio sessaria.
6


4.7 KOMPLIKASI
Persalinan lama dapat menimbulkan konsekuensi serius bagi salah satu atau keduanya
sekaligus.
- Infeksi Intrapartum
Infeksi adalah bahaya yang serius yang mengancam ibu dan janinnya pada partus
lama,terutama bila disertai pecahnya ketuban. Bakteri di dalam cairan amnion menembusi
amnion dan menginvasi desidua serta pembuluh korion sehingga terjadi bakteremia dan
sepsis pada ibu dan janin. Pneumonia pada janin akibat aspirasi cairan amnion yang
terinfeksi, adalah konsekuensi serius lainnya. Pemeriksaan serviks dengan jari tangan akan
27

memasukkan bakteri vagina ke dalam uterus. Pemeriksaan ini harus dibatasi selama
persalinan, terutama apabila dicuragai terjadi persalinan lama.
1,2,4,7


- Ruptura uteri
Penipisan abdominal segmen bawah uterus menimbulkan bahaya serius selama
partus lama, terutama pada ibu dengan paritas tinggi dan pada mereka dengan riwayat
seksio-sesarea. Apabila disporposi antara kepala janin dan panggul sedemikian besar
sehingga kepala tidak cakap (engaged) dan tidak terjadi penurunan, segmen bawah uterus
enjadi sangat teregang kemudian dapat menyebabkan ruptura. Pada kasus ini, mungkin
terbentuk cincin retraksi patologis yang dapat diraba sebagai sebuah krista transversal atau
oblik yang berjalan melintang di uterus antara simfisi dan umbilikus. Apabila dijumpai
keadaan ini, diindikasikan persalinan perabdominan segera.
1,2,4,7


- Cincin Retraksi Patologis
Walaupun sangat jarang, dapat timbul kontraksi atau cincin lokal uterus pada
peraslinan yang berkepanjangan. Cincin ini sering timbul akibat persalinan yang terhambat,
disertai peregangan dan penipisan berlebihan segmen bawah uterus. Pada situasi semacam
ini cincin dapat terlihat jelas sebagai suatu indentasi abdomen dan menandakan amcaman
akan rupturnya segmen bawah uterus.
1,2,4,7


- Pembentukan Fistula
Apabila bagian terbawah janin menekan kuat ke pintu atas panggul, tetapi tidak maju
untuk jangka waktu yng cukup lama, bagian jalan lahir yang terletak di antaranya dan
dinding panggul dapat mengalami tekanan yang berlebihan. Karena gangguan sirkulasi,
dapat terjadi nekrosis yang akan jelas dalam beberapa hari setelah melahirkan dengan
munculnya fistula vesikovaginal, vesikoservikal, atau retrovaginal.
1,2,4,7


- Cedera Otot-otot Dasar Panggul
Saat kelahiran bayi, dasar panggul mendapat tekana langsung dari kepala janin serta
tekanan ke bawah akibat upaya mengejan ibu. Gaya-gaya ini meregangkan dan melebarkan
28

dasar panggul sehingga terjadi perubahan fungsional dan anatomik otot, saraf dan jaringan
ikat.
1,2,4,7


Efek pada Janin
Partus lama itu sendiri dapat merugikan. Apabila panggul sempit dan juga terjadi
ketubn pecah lama serta infeksi intra uterin, resiko janin dan ibu akan muncul. Infeksi
intrapartum bukan saja merupakan penyulit yang serius pada ibu, tetapi juga merupakan
penyebab penting kematian janin dan neonatus.

- Kaput Suksedaneum
Apabila panggul sempit, sewaktu persalinan sering terjadi kaput suksedaneum yang
besar di bagian terbawah kepala janin. Kaput ini dapat berukuran cukup besar dan
menyebabkan kesalahan diagnostik yang serius. Kaput dapat hampir mencapai dasar
panggul sementara kepala sendiri belum cakap. Biasanya kaput suksedaneum, bahkan yang
besar sekalipun, akan menghilang dalam beberapa hari.
1,2,4,7


- Molase Kepala Janin
Akibat tekanan his yang kuat, lempeng-lempeng tulang tengkorak saling bertumpang
tindih satu sama lain di sutura-sutura besar, suatu proses yang disebut molase
(molding,moulage). Biasanya batas median tulang parietal yang berkontak dengan
promomtorium bertumpang tindih dengan tulang di sebelahnya; hal yang sama terjadi pada
tulang-tulang frontal. Namun tulang oksipital terdorong ke bawah tulang parietal. Perubahan-
perubahan ini sering terjadi tanpa menimbulkan kerugian yang nyata. Di lain pihak, apabila
distorsi yang terjadi mencolok, molase dapat menyebabkan robekan tentorium, laserasi
pembuluh darah janin, dan perdarahan intrakranial pada janin.
1,2,4,7


4.8 PROGNOSIS
Friedman melaporkan bahwa memanjangnya fase laten tidak memperburuk mortalitas
dan morbiditas janin atau ibu, namun Chelmow dkk membantah anggapan bahwa
pemanjangan fase laten tidak berbahaya.

29

BAB V
KESIMPULAN


Persalinan lama, disebut juga distosia, didefinisikan sebagai persalinan yang
abnormal/sulit.

Disebabkan oleh ketidakserasian antara 3 komponen penting, yaitu power,
passage, dan passenger sehingga menimbulkan kesulitan jalannya persalinan.

Partus lama
merupakan persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam pada primigravida, dan lebih dari 18
jam pada multigravida.
Pada kasus didapatkan seorang wanita datang dirujuk bidan dengan persalinan kala II
memanjang. Pada pasien berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
tidak didapatkan malposisi, malpresentasi janin ataupun kelainan letak. Selain itu juga tidak
didapatkan tanda-tanda bayi besar ataupun kelainan bawaan seperti hidrosefalus. Sehingga
kemungkinan distosia akibat kelainan dari janin dapat disingkirkan. Selain itu janin yang sudah
sampai di Hodge III-IV menyingkirkan kemungkinan terjadinya kelainan jalan lahir yang dapat
menyebabkan macetnya persalinan. Sehingga kemungkinan distosia yang terjadi pada pasien
adalah distosia akibat his yang kurang adekuat. Pada pasien akhirnya dilakukan penatalaksanaan
berupa ekstraksi dengan vakum setelah syarat vakum ekstraksi terpenuhi.
Persalinan lama dapat berdampak buruk bagi ibu maupun janin, Berbagai komplikasi
yang mungkin terjadi pada ibu seperti infeksi intrapartum, ruptura uteri, cincin retraksi patologis,
pembentukan fistula, cedera otot-otot dasar panggul. Sedangkan komplikasi pada janin seperti
kaput suksedaneum dan molase kepala janin.









30

DAFTAR PUSTAKA


1. Mose JC, Alamsyah M. Persalinan lama. Dalam: Saifuddin AB, Rachimhadhi T,
Wiknjosastro GH (editor). Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Edisi keempat. Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo: p. 562-79
2. Bratakoesoema DS. Distosia. Dalam: Sastrawinata S, Martaadisoebrata D, Wirakusumah FF
(editor). Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2005. p. 121-
70.
3. Joy S. Abnormal Labor. Updated May 30,2013. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/273053-overview#showall. Accessed May 17, 2014
4. Abnormal Labor. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, Hauth JC, Rouse DJ, Spong CY
(et al)(editors). Williams Obstetrics. 23
th
Ed. United States: McGraw-Hill Companies; 2010
5. Persalinan lama. Dalam: Saifuddin AB, Adriaansz G, Wiknjosastro GH, Waspodo D
(editor). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan maternal dan Neonatal. Edisi pertama.
Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2009. p. 184- 90
6. O'Grady J. Vacuum Extraction. Updated Sep 12, 2012. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article/271175-overview#showall. Accessed May 17, 2014
7. Prolonged Labor. http://www.webmd.com/baby/guide/prolonged-labor-causes-treatments .
Accessed on 16
th
January 2013.

Anda mungkin juga menyukai