Anda di halaman 1dari 11

Perencanaan strategis adalah proses yang dilakukan suatu organisasi untuk menentukan strategi

atau arahan, serta mengambil keputusan untuk mengalokasikan sumber dayanya (termasuk
modal dan sumber daya manusia) untuk mencapai strategi ini. Berbagai teknik analisis bisnis
dapat dgunakan dalam proses ini, termasuk analisis SWOT (Strengths, Weaknesses,
Opportunities, Threats), PEST (Political, Economic, Social, Technological), atau STEER (Sociocultural, Technological, Economic, Ecological, Regulatory).
Perencanaan Strategis ( Strategic Planning ) adalah sebuah alat manajemen yang digunakan
untuk mengelola kondisi saat ini untuk melakukan proyeksi kondisi pada masa depan, sehingga
rencana strategis adalah sebuah petunjuk yang dapat digunakan organisasi dari kondisi saat ini
untuk mereka bekerja menuju 5 sampai 10 tahun ke depan ( Kerzner , 2001 )
Untuk mencapai sebuah strategy yang telah ditetapkan oleh organisasi dalam rangka mempunyai
keunggulan kompetitif, maka para pimpinan perusahaan, manajer operasi, haruslah bekerja
dalam sebuah sistem yang ada pada proses perencanaan strategis / strategic planning ( Brown ,
2005 ). Kemampuan manufaktur, harus dipergunakan secara tepat, sehingga dapat menjadi
sebuah senjata yang unggul dalam sebuah perencanaan stategi ( Skinner, 1969 ).Untuk mencapai
sebuah strategy yang telah ditetapkan oleh organisasi dalam rangka mempunyai keunggulan
kompetitif, maka para pimpinan perusahaan, manajer operasi, haruslah bekerja dalam sebuah
sistem yang ada pada proses perencanaan strategis Brown , 2005 ). Kemampuan manufaktur,
harus dipergunakan secara tepat, sehingga dapat menjadi sebuah senjata yang unggul dalam
sebuah perencanaan stategi ( Skinner, 1969 ).
Perencanaan strategis secara eksplisit berhubungan dengan manajemen perubahan, hal ini telah
menjadi hasil penelitian beberapa ahli (e.g., Ansoff, 1965; Anthony,1965; Lorange, 1980;
Steiner, 1979). Lorange (1980), menuliskan, bahwa strategic planning adalah kegiatan yang
mencakup serangkaian proses dari inovasi dan mengubah perusahaan, sehingga apabila strategic
planning tidak mendukung inovasi dan perubahan, maka itu adalah kegagalan

Langkah-Langkah Penyusunan Perencanaan Strategis


1. Penentuan Tujuan
Manajer atas memilih tujuan strategis. Pemilihan ini dipengaruhi oleh nilai-nilai yang dianut
manajer, disamping kekuatan dan kelemahan organisasi. Sedangkan tujuan itu mencakup
pernyataan umum tentang, misi, maksud dan tujuan organisasi.
2. Analisa Lingkungan
Tujuan yang dipilih harus disesuaikan faktor-faktor yang membatasi yaitu faktor ekstern.
Oleh karena itu dibutuhkan analisa faktor ekstern dan faktor internal (kekuatan dan
kelemahan perusahaan).
3. Menetapkan Ukuran
Tujuan spesifik dengan ukuran tertentu dapat :
a. Memudahkan cara mencapai
b. Menjadi pendorong efektif
c. Membantu manajemen bawah menyusun rencana
d. Memudahkan pengukuran keberhasilan dan kegagalan
4. Membuat Rencana Unit
Setelah manajer atas secara tentatif merumuskan tujuan umum jangka panjang, maka manajer
bawah menentukan tujuan unit untuk menyumbangkan tercapainya tujuan umum.
5. Pembandingkan Rencana Unit dengan Rencana Strategis
Apabila ada perbedaan atau ketidakcocokan antara rencana/tujuan unit dengan tujuan dan
rencana strategis.
6. Menutup Perbedaan
Apabila ada perbedaan antara tujuan unit dengan tujuan strategis harus diadakan
penyesuaian.
7. Memilih Alternatif
Manajer mengadakan inventarisasi berbagai alternatif yang bisa ditempuh untuk mencapai
tujuan, dan kemudian memilih salah satu alternatif yang terbaik.

8. Implementasi Rencana
Alternatif yang terbaik akan menjadi rencana-rencana dan harus dirumuskan dengan jelas dan
diperinci menjadi rencana kegiatan operasional untuk dilaksanakan.
9. Mengukur dan Mengawasi Kemajuan
Untuk itu diperlukan:
a. Standar sebagai tolok ukur untuk mengetahui kemajuan.
b. Umpan balik dari pelaksana untuk mengetahui hasil-hasilnya.
c. Berdasar standar melakukan penilaian terhadap hasil-hasil yang dicapai.
d. Melakukan koreksi jika terjadi penyimpangan.

Fasilitator Perencanaan Strategis (Renstra)


Posted on 25 November 2011 by riadjohani
Standar

Salah satu jenis perencanaan yang pernah populer di kalangan Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) adalah perencanaan strategis (renstra) untuk menyusun program 3 atau 5 tahun.
Sedangkan untuk tahunan biasanya dilakukan evaluasi dan perencanaan (evaperca) tahunan.
Tapi, itu dulu, saat funding masih bermurah hati memberi dana program kepada LSM dengan
komitmen jangka panjang. Sekarang Indonesia asudah dianggap lebih maju, sehingga funding
pun banyak berkurang.
Dulu, kalangan LSM seringkali mencari fasilitator resntra dari LSM lainnya karena biasanya
forum seperti itu membutuhkan orang luar agar bisa obyektif, berjarak, dan netral. Kalau
fasilitatornya dari dalam lembaga sendiri, maka ybs. tidak luput dari keterlibatan dalam masalah
dan perdebatan gagasan yang biasa muncul hangat di dalam forum renstra.
Maklum, renstra adalah forum yang sering dilakukan dengan melakukan analisis SWOT dan
kemudian penentuan isu strategis ke depan serta perumusan ulang visi/misi lembaga bila
dianggap perlu. Buat orang LSM yang gemar berdebat ideologi tentunya ini forum yang
sengit.
Fasilitator renstra ini pekerjaan yang lumayan prestise, menantang tapi menyenangkan. Sebab
kita memfasilitasi sebuah proses yang dihadiri oleh Direktur sampai seluruh jajaran petugas
lapangan (fasilitator masyarakat) termasuk kader-kader. Bahkan kalau di lembaga saya, mitramitra inti pun diundang di dalam forum renstra.
Rasa-rasanya sih sekarang ini sudah jarang mendengar LSM mengadakan renstra. Apalagi
dengan banyaknya LSM berbentuk Perkumpulan, lebih sering digunakan kata Kongres sebagai
forum pertemuan.
***
Istilah renstra saat ini mengemuka di kalangan pemerintah dengan adanya regulasi perencanaan
(musrenbang) yang mewajibkan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) menyusun rencana
program 5 tahun (renstra) dan rencana kerja (renja) tahunan.
Awal bergulirnya otonomi daerah, istilah renstra ini digunakan untuk pemerintah daerah.
Sehingga muncul dokumen renstra kabupaten/kota. Belakangan, terjadi perbaikan. Untuk
kabupaten/kota dokumen rencana dibagi dalam dokumen 20 tahunan yang disebut Rencana
Jangka Panjang Daerah (RPJPD), dokumen 5 tahunan yang disebut Rencana Pembangunan
Jangka Menengah (RPJMD) dan dokumen tahunan yang disebut Rencana Kerja Pembangunan
Daerah (RKPD). Sedangkan dokumen renstra adalah istilah untuk dokumen rencana 5 tahun di
SKPD-SKPD yang menjabarkan RPJMD menjadi dokumen rencana lembaganya masingmasing.

Mengapa istilah untuk dokumen rencana itu berbeda? Mengapa dokumen renstra digunakan
untuk SKPD, sedangkan RPJMD digunakan untuk pemerintah daerah, padahal keduanya samasama program 5 tahun?
Renstra merupakan istilah perencanaan yang dilakukan oleh lembaga dan bersifar internal
lembaga itu, meskipun prosesnya juga partisipatif (melibatkan stakeholders pentingnya). Dalam
renstra, stakeholder (publik) dianggap eksternal, yaitu pihak luar yang merupakan klien atau
penerima pelayanan dari lembaga. Klien dilibatkan karena pengguna layanan akan
menyampaikan kebutuhan-kebutuhannya apa. Sesuai namanya, SKPD merupakan perangkat
pemerintah daerah untuk melakukan pelayanan.
Sementara, perencanaan RPJMD oleh pemerintah daerah merupakan perencanaan publik yang
dilakukan dengan melibatkan masyarakat yang ada di wilayah pemerintahan yang menyusun
rencana tersebut. Dalam perencanaan RPJMD, masyarakat dianggap internal dan bagian dari
pemerintahan yang menyusun rencana tersebut. Hal ini berlaku juga dengan desa sebagai unit
pemerintahan otonom. Desa memiliki dokumen RPJM desa (5 tahun) dan RKP Desa (tahunan).
Begitulah perbedaan konsep renstra (5 tahun) SKPD dengan perencanaan jangka menengah (juga
5 tahun) pemerintah daerah.
LSM sebagai lembaga juga menyebut perencanaan 5 tahunnya dengan istilah renstra. Ada juga
yang melakukan renstra per 3 tahun.
***
Seperti apakah metodologi renstra yang diterapkan oleh lembaga pemerintah? Nampaknya masih
perlu pengembangan.
Kalau kalangan LSM sih biasanya kreatif mengembangkan metodologi renstranya.
Kalaumengundang fasilitator dari luar, rancangan metodologi renstra itu biasanya
dinegosiasikan. Berbagai sumber rujukan tentang metodologi renstra, dikembangkan sendiri jadi
metodologi yang dibutuhkan oleh lembaganya. Campur-campur.
Seorang fasilitator renstra harus mengakomodir kebutuhan organisasi/lembaga sehingga harus
mempelajari dahulu dokumen-dokumen renstra terdahulu, laporan program, struktur organisasi
dan budaya lembaga tersebut. Mewawancarai pimpinan lembaga dan manajer (koordinator)
program mengenai dilakukan dalam rangka mengembangkan proses dan metode renstra yang
tepat. Secara umum metodologi renstra itu biasanya terdiri dari:

Mereview mandat dan misi organisasi


Analisis Lingkungan Internal Eksternal
Analisis Pemangku Kepentingan (Stakeholder)
Analisis SWOT kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman.
Mengidentifikasi isu stretegis organisasi.
Menciptakan Visi Masa depan.
Menyusun kerangka logis 5 tahun.
Menyusun rencana kerja tahunan.

Perkembangan selanjutnya, muncul metodologi yang lebih futuristik seperti Future Search
Conference dan Appreciative Inquiry dengan hasil berupa Skenario Masa Depan dan Impian
Masa Depan yang ingin dibangun organisasi. Weee, tapi metodologi seperti ini biasanya
dipatenkan di Amerika sana. Fasilitatornya harus bersertifikat. Hanya saja, kita sering
memodifikasinya jadi metodologi campur-campur saat merancang metode renstra yang
dibutuhkan.
***
Apa perbedaan renstra yang dilakukan oleh LSM dengan yang sekarang ini menjadi praktek di
pemerintah? Setahu saya sih renstra itu diterapkan oleh LSM dengan ideologi dan pendekatan
partisipatif. Lembaga membangun bersama visi/misi, prinsip organisasi dan program yang akan
dikembangkan 5 tahun ke depan. Bukan seorang direktur sendiri di belakang meja yang
menyusunnya.
Sedangkan pemerintah menyusun renstra karena amanah regulasi yang menyebutkan bahwa
pendekatan perencanaannya merupakan kombinasi dari pendekatan partisipatif, bottom-up, topdown, teknokratis, dan politis. Pendekatan politis, artinya renstra SKPD (misalnya Dinas
Kesehatan) tidak boleh keluar dari visi/misi Bupati yang ada di dalam dokumen RPJMD.
Sedangkan pendekatan bottom-up, berarti harus mengakomodir persoalan dari bawah melalui
mekanisme musrenbang desa/kelurahan dan kecamatan. Pendekatan top-down karena SKPD
harus bisa menjabarkan RPJMD. Sedangkan pendekatan partisipatif adalah diselenggarakannya
Forum SKPD yang membahas draft rencana program SKPD bersama stakeholdernya.
Siapa fasilitator renstra pemerintah (SKPD-SKPD)? Kalau tidak dari internal SKPD itu sendiri,
biasanya pemerintah menggunakan fasilitator independen dari kalangan perguruan tinggi
maupun LSM.
Tapiiii. masih banyak daerah yang belum menyusun dokumen renstra ini dengan proses dan
hasil yang bagus. Masih menggunakan konsultan individu untuk mengerjakan (membuat)
dokumen tersebut.
Metodologi renstra yang sangat partisipatif ala LSM sekarang perlu dikembangkan oleh
pemerintah yang seringkali masih menyusun dokumen renstra dan renjanya dengan proses
kurang partisipatif. Tentunya partisipatif ala pemerintah berbeda karena dikombinasikan dengan
pendekatan-pendekatan lain seperti yang disebutkan di atas.

STRATEGI PENYUSUNAN RENCANA KERJA YANG EFEKTIF


Ada pepatah yang berbunyi, dengan perencanaan yang
baik berarti 70% pekerjaan telah
dilaksanakan. Pepatah lain mengatakan,
failing to plan means planning to fail
(gagal merencanakan
berarti merencanakan kegagalan). Jelas kedua pepat
ah ini mengisyaratkan pentingnya suatu
perencanaan. Jika berhasil dalam membuat perencanaa
n dengan baik, maka hampir dapat dipastikan
kesuksesan berada dalam genggaman. Sebaliknya, gagal
dalam menyusun perencanaan sama artinya
dengan merencanakan kegagalan itu sendiri.
Perencanaan merupakan awal dari suatu aktifitas. Dis
inilah titik tolak setiap program maupun
kegiatan yang akan menentukan masa depan. Namun kata
kunci untuk persolaan ini bukan hanya
terletak pada merencanakan, lebih dari itu adalah m
erencanakan dengan baik. Artinya, menyusun
perencanaan saja belum cukup, tetapi harus membuatnya
dengan baik sehingga dapat membawa
kesuksesan dalam implementasinya.
Pertanyaan yang muncul selanjutnya adalah bagaimana
membuat perencanaan dengan baik? Artikel
ini dibuat dalam rangka menyambut kegiatan penyusun
an rencana diklat Balai Diklat Keuangan Medan
di awal tahun 2011. Penulis mengajukan beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam penyusunan
rencana kerja (maupun anggaran), yaitu:
1.
Rencana harus didokumentasikan
Dalam dunia bisnis, Yusra Amin, Coach dan CEO iCOACH,
(seperti dimuat dalam kompas
female.com) mengatakan bahwa
business blue print
harus ditulis secara jelas dan terarah. Cetak biru
bisnis diumpamakan seperti piramida yang terdiri dari:

Visi; terletak di sisi paling atas piramida, dirumus


kan oleh pemilik.

Misi; berada di level kedua, menjadi wewenang dan t


anggung jawab level CEO atau presiden
direktur.

Tujuan usaha; terletak di bawah misi, dijalankan den


gan arahan dari manajer.

Rencana kerja; di sisi paling bawah piramida, yang


tersusun baik kemudian dijalankan tim.
Bagaimana dengan dunia pemerintahan?
Undang-Undang nomor 25 tahun 2004 mengamanahkan kep
ada pemerintah untuk menyusun
Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM),
Rencana Strategis Kementrian/Lembaga (renstra KL), R
encana Kerja Pemerintah (RKP) dan Rencana
Kerja Kementrian/Lembaga (renja KL). Secara ringkas,
dokumen perencanaan pemerintah (baca:
pemerintah pusat) terdiri atas:

RPJP, yaitu dokumen perencanaan untuk periode 20 (d


ua puluh) tahun yang memuat Visi, Misi,
dan Arah Pembangunan.

RPJM, yaitu dokumen perencanaan untuk periode 5 (li


ma) tahun yang merupakan penjabaran
dari visi, misi, dan program Presiden/Kepala Daerah
dan memuat strategi pembangunan
nasional, kebijakan umum, kerangka ekonomi makro, pr
ogram-program dan kegiatan
pembangunan.

Renstra KL, yaitu dokumen perencanaan kementerian/le


mbaga untuk periode 5 (lima)tahun.

RKP, yaitu dokumen perencanaan nasional untuk period


e 1 (satu) tahun.

Renja KL, yaitu dokumen perencanaan kementerian/ le


mbaga untuk periode 1 (satu) tahun.
Dengan dibuat dan ditulisnya rencana kerja/anggaran
secara jelas, maka tim kerja akan memiliki
arahan yang jelas sesuai tugas, fungsi dan tanggung jaw
abnya masing-masing. Diharapkan pekerjaan
akan dapat terlaksana seperti yang telah ditargetkan
. Selanjutnya, dengan didokumentasikannya
rencana kerja maupun rencana anggaran, akan memudah
kan menelusuri akar masalah serta personil
yang bertanggung jawab ketika organisasi mengalami p
ersoalan.
2.
Pilih tim perumus
Dalam sebuah diskusi, James Gwee mengatakan bahwa tida
k perlu mengikutsertakan semua
employees
dalam sebuah rapat. Jika terlalu banyak orang yang
dilibatkan, maka kemungkinan akan
banyak menghabiskan waktu untuk membicarakan hal-hal
yang kurang penting. Barangkali ini
disebabkan karena semua orang yang hadir ingin menge

mukakan pendapat dan ingin didengar. Lebih


bahaya lagi jika hal ini mengakibatkan terjadinya d
ebat kusir.
Agar proses perumusan rencana berjalan efektif dan mem
buahkan hasil yang maksimal, perlu
dibentuk tim khusus perumus rencana tersebut. Tidak se
mua pegawai perlu terlibat dalam penyusunan,
namun terbatas pada orang-orang yang dianggap ahli
dan memiliki peranan besar dalam pelaksanaan
rencana tersebut. Sebaiknya tim ini mewakili semua b
agian/bidang yang ada di dalam organisasi.
Mereka adalah orang-orang yang banyak mengetahui si
tuasi di dalam organisasi dan harapan
user
terhadap organisasi serta peta persaingan. Pemilihan
tim perumus rencana pada orang-orang yang
benar-benar
capable
akan membuat proses menjadi efektif dan efisien.
Bab 1 Pasal ayat (3) UU no. 25 tahun 2004 mengisyarat
kan bahwa Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (SPPN) yang akan menghasilkan r
encana-rencana pembangunan dalam jangka
panjang, jangka menengah, dan tahunan dilaksanakan o
leh unsur penyelenggara negara dan masyarakat
di tingkat Pusat dan Daerah.
Pasal tersebut menghendaki bahwa proses perumusan renca
na melibatkan para pemangku
kepentingan (
stakeholders
) di lingkungan organisasi maupun masyarakat. Masyara
kat dapat
diumpamakan sebagai mereka yang akan menggunakan pr
oduk yang dihasilkan oleh masing-masing
organisasi. Mengapa para pengguna ini perlu terlibat
dalam penyusunan rencana? Tentu saja karena
mereka yang paling tahu apa yang mereka butuhkan da
n apa yang tidak mereka inginkan. Suatu produk
akan dinilai berhasil jika memenuhi kebutuhan dan k
einginan pasar. Oleh karena itu, rumusan rencana
yang mengakomodir kepentingan para
stakeholders
akan lebih mengena sehingga produk yang akan
dikeluarkan akan diminati pasar.
3.
Hindarkan jurus
copy-paste
Copy-paste
berarti mengambil rencana atau kegiatan tahun-tahu
n sebelumnya untuk digunakan
kembali pada tahun berikutnya. Tidak ingin bersusah p
ayah memikirkan apa yang akan dilakukan dan
dicapai di masa datang, sebagian orang memilih meng

copy-paste
kegiatan yang sudah pernah
dilaksanakan. Kemudian (mungkin) menambahkan sedikit
kegiatan lain serta menaikkan anggaran pada
setiap kegiatan tersebut. Hasilnya tentu saja tidak ma
ksimal. Namun kadang-kadang ini menjadi jurus
andalan untuk segera mendapat rumusan rencana kerja b
aru, apalagi jika sudah
deadline
. Bahkan ini
dapat diperparah dengan terbukanya kesempatan melaku
kan revisi di tengah jalan nanti.
Untuk jangka pendek, cara ini terlihat berhasil, di
mana sebuah rumusan rencana kerja dapat tersaji
dengan cepat dan mudah tanpa membutuhkan banyak bia
ya dan tenaga. Namun untuk jangka panjang,
copy-paste
dapat membahayakan kehidupan organisasi. Apa yang d
ibutuhkan organisasi saat ini tentu
saja berbeda dari tahun lalu. Demikian pula kebutuha
n dan ekspektasi dari
user/customer
maupun
stakeholder
yang berbeda dari waktu ke waktu. Ditambah lagi de
ngan hal-hal yang berkaitan dengan
faktor eksternal seperti persaingan dan ancaman lainn
ya. Di samping itu, revisi yang dilakukan berkalikali juga akan menimbulkan kesan kurang profesionaln
ya tim perumus. Oleh karena itu, rencana kerja
hendaknya dirumuskan dengan serius dan sungguh-sungguh
berdasarkan pertimbangan yang
komprehensif.
Daftar Pustaka
1.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Per
ecanaan Pembangunan Nasional.
2.
Agus Harto Wibowo. Analisis Perencanaan Partisipatif.
Semarang. 2009.
3.
www.female.kompas.com
. Buat Cetak Biru untuk Rencana Kerja. 2010.

RENCANA STRATEGI PENCAPAIAN TUJUAN DAN SASARAN


Perumusan tujuan Lembaga Kajian dan Pemberdayaan Masyarakat LSM Nur Hikmah Madani
bersifat strategis dan memperhatikan batasan waktu. Rencana strategi dijabarkan dalam
kebijakan, program dan kegiatan jangka pendek. Adapun penyusunan rencana strategis LSM
NUR HIKMAH MADANI adalah dengan mempergunakan analisis SWOT yaitu dengan
memperhatikan Kekuatan (Strength), Kelemahan (Weakness), Peluang (Opportunity) dan
Ancaman (Threat).
Adapun rencana strategi dalam pencapaian tujuan dan sasaran ini secara garis besarnya adalah
sebagai berikut :
Mengurangi ketimpangan sumber daya ekonomi yang mencakup :
Sumber Daya Manusia, teknologi, dana, market, sarana dan prasarana.
a. Optimalisasi dan peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) untuk memberikan dan
memantapkan citra yang positif dalam bidang terkait.
b. Meningkatkan keterkaitan bidang usaha untuk menata struktur perkonomian lokal dan
Nasional.
c. Memperkuat jaringan kerja (networking) untuk meningkatkan daya saing dan
mengembangkan kerjasama dengan pihak pihak lain.
d. Meningkatkan koordinasi dengan lembaga / Asosiasi Pengusaha / Industri untuk harmonisasi.
e. Mengoptimalkan pemanfaatan Sumber daya Manusia (SDM) dalam rangka meningkatkan
kinerja internal dan eksternal .
Pelaksanaan rencana strategis ini sangat ditentukan oleh komitmen dari semua pihak yang
terkait.

Anda mungkin juga menyukai