Bab I
Bab I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dengan berubahnya tingkat kesejahteraan di Indonesia, pola penyakit
saat ini telah mengalami transisi epidemiologi yang ditandai dengan
beralihnya penyebab kematian yang semula didominasi oleh penyakit
menular bergeser ke penyakit tidak menular (non-communicable disease).
Perubahan ini dapat dilihat pada hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) tahun 1997 dan Survei Kesehatan Nasional Tahun 2000, dimana
penyebab kematian tertinggi diantara Orang Dewasa adalah Penyakit Kardiovaskuler (Depkes RI, 1997 dan 2000). Perubahan pola penyakit tersebut
sangat dipengaruhi oleh keadaan demografi, sosial ekonomi, dan sosial
budaya. Kecenderungan perubahan ini menjadi salah satu tantangan dalam
pembangunan bidang kesehatan.
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan salah satu dari
kelompok penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan
masyarakat di Indonesia. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya usia harapan
hidup dan semakin tingginya pajanan faktor risiko, seperti faktor pejamu yang
diduga berhubungan dengan kejadian PPOK, semakin banyaknya jumlah
perokok khususnya pada kelompok usia muda, serta pencemaran udara di
dalam ruangan maupun di luar ruangan dan di tempat kerja.
Data Badan Kesehatan Dunia (WHO), menunjukkan bahwa pada tahun
1990 PPOK menempati urutan ke-6 sebagai penyebab utama kematian di
dunia, sedangkan pada tahun 2002 telah menempati urutan ke-3 setelah
penyakit kardiovaskuler dan kanker (WHO,2002). Di Amerika Serikat
dibutuhkan dana sekitar 32 juta US$ dalam setahun untuk menanggulangi
penyakit ini, dengan jumlah pasien sebanyak 16 juta orang dan lebih dari 100
ribu orang meninggal. Hasil survei penyakit tidak menular oleh Direktorat
Jenderal PPM & PL di 5 rumah sakit propinsi di Indonesia (Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur, Lampung, dan Sumatera Selatan) pada tahun 2004,
menunjukkan PPOK menempati urutan pertama penyumbang angka
Analisa Jurnal Stase KMB Kelompok 35 NERS UNRIYO 2014
kesakaitan (35%), diikuti asma bronkial bronkial (33%), kanker paru (30%)
dan lainnya (2%) (Depkes RI, 2004).
Kecemasaan, depresi dan keletihan sering terjadi pada pasien PPOK,
bukti kuat menunjukkan bahwa partisipasi dalam program rehabilitasi dengan
edukasi, olahraga, dan teknik relaksasi lebih efektif dalam mengurangi
kecemasaan dibandingkan psikoterapi (Valentina, 2008).
Kecemasan adalah sesuatu yang menimpa hampir setiap orang pada
waktu tertentu dalam kehidupannya. Kecemasan merupakan reaksi normal
terhadap situasi yang sangat menekan kehidupan seseorang. Kecemasan bisa
muncul sendiri atau bergabung dengan gejala-gejala lain dari berbagai
gangguan emosi (Savitri Ramaiah, 2003). Orang-orang yang mengalami
kecemasaan akan mengalami depresi.
Depresi adalah gangguan mental yang setiap orang berpeluang
mengalaminya. Banyak dari kita kebingungan untuk membedakan antara
depresi, stress dan kesedihan. Belum lagi membedakan beberapa jenis dari
depresi, misalnya unipolar depression, biological depression, manic
depression, seasonal affective disorder, dysthymia, dan lainnya. Ada begitu
banyak istilah yang digunakan untuk menggambarkan tentang depresi.
Sekarang saatnya kita mengetahui apa itu depresi, dengan tujuan
memudahkahkan seseorang atau diri anda ketika mengalami depresi.
Menurut Kartono (2002) depresi adalah kemuraman hati (kepedihan,
kesenduan, keburaman perasaan) yang patologis sifatnya. Biasanya timbul
oleh; rasa inferior, sakit hati yang dalam, penyalahan diri sendiri dan trauma
psikis. Jika depresi itu psikotis sifatnya, maka ia disebut melankholi.
Cognitive Behavioural Theraphy (CBT) atau Terapi Perilaku Kognitif
adalah suatu terapi yang digunakan untuk masalah kesehatan mental yang
luas, seperti depresi, fobia, hingga Obsessive-Compusive Disorder (OCD).
Terapi ini menganjurkan seseorang untuk melihat diri sendiri dengan cara
yang berbeda, yang nantinya akan berguna bagi kehidupannya sehari-hari
(Anandita, 2013).
termasuk
penyalahgunaan
zat,
suasana
hati,
dan
gangguan
kecemasan,
psikotik.
kepribadian,
Perawatan
makan,
seringkali
manualized, dengan teknik khusus berbasis singkat, langsung, dan waktuterbatas perawatan untuk gangguan psikologis tertentu. CBT digunakan
dalam terapi individual maupun pengaturan grup, dan teknik yang sering
diadaptasi untuk aplikasi swadaya. Beberapa dokter dan peneliti yang lebih
berorientasi kognitif (misalnya restrukturisasi kognitif), sementara yang lain
lebih perilaku berorientasi (in vivo paparan terapi). Intervensi lain
menggabungkan keduanya (misalnya paparan imaginal terapi) (Setayu, 2011).
2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Mampu menganalisis jurnal terkait Efektivitas Intervensi Terapi Perilaku
Kognitif pada Pasien Cemas dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronik
serta mengaitkannya antara teori yang ada dengan kondisi klinis.
b. Tujuan Khusus
1) Mengetahui nama peneliti, tempat dan tanggal penelitian dari jurnal
terkait.
2) Mengetahui tujuan penelitian dari jurnal terkait.
3) Menganalisa metode penelitian dan hasil penelitian jurnal terkait.
4) Menganalisa kelebihan dan kekurangan jurnal terkait.
5) Menganalisa korelasi antara isi jurnal terkait dengan realita klinis.
6) Menganalisa manfaat jurnal untuk dapat diterapkan di lahan praktik.
3. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam analisa jurnal ini terdiri atas 4 BAB, yang
terdiri atas:
a. Bab I : Pendahuluan, yang terdiri atas ; (1) Latar Belakang, (2)Tujuan
Penulisan ; (a) Tujuan Umum dan (b) Tujuan Khusus, dan (3)
Sistematika Penulisan.
b. Bab II : Jurnal terkait.
c. Bab III : Pembahasan, yang berisi tentang ; (1) Nama peneliti, (2)
Tempat dan Waktu penelitian, (3) Tujuan Penelitian, (4) Metode
Penelitian, (5) Hasil Penelitian, (6) Kelebihan dan Kekurangan Jurnal, (7)
Korelasi antara Isi Jurnal dengan Realita Klinis, dan (8) Kemanfaatan
Jurnal untuk dapat Diterapkan di lahan Praktik.
d. Bab IV : Penutup, terdiri atas ; (1) Kesimpulan dan (2) Saran.
BAB II
JURNAL
BAB III
PEMBAHASAN
1. Nama Peneliti
Nama peneliti dalam jurnal ini adalah Karen Heslop, Julia Newton,
Graham Burns, Debbie Carrick-Sen, dan Anthony De Soyza
3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi apakah Cognitive
Behavioural Therapy yang disampaikan perawat respiratori, dapat
mengurangi gejala kecemasan pada pasien dengan PPOK.
4. Metode Penelitian
a. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah prospektif terbuka
percobaan acak
1. Kriteria Inklusi
a. Pasien dengan diagnosis PPOK (FEV1/ Rasio FVC < 70%
b. Semua tingkat keparahan penyakit PPOK yang akan
memenuhi syarat termasuk ringan sampai sedang (prediksi FE
V1>50%)
dan
berat
sampai
sangat
parah
(prediksi
FEV1<50%)
c. Pasien dengan skor HADS (Hospital Anxiety & Depression
Scale/ Skala kecemasan dan depresi rumah sakit), skala
kecemasan 8
d. Bersedia
untuk
berpartisipasi
dalam
penelitian
dan
5. Hasil Penelitian
Penelitian ini menjelasakan terapi CBT efektif dalam menurunkan
kecemasan pada pasien COPD. Pada penelitian ini tidak dijelaskan dengan
pasti jumlah pasien yang berhasil dalam mencegah kecemasan dan depresi
ketika mengalami penyakit COPD. Terapi ini kan dilakukan pengarahan
kembali dan diselesaikan pada bulan februari 2014.
lakukan
Opportunity/peluang
Memeprcepat kesembuhan dana mencegah peneurunan kesehatan : ketika
perawat dapat menerapkan intervensi keperawatan secara komprehensif
maka tujuan dapat tercapai salah satunya adalah mencegah penurunan
kesehtan. Selain menompang tindakan medis pemenuhan kebutuhan
psikologis tercapai dengan baik maka secara tidak langsung itu dapat
mempercepat kesembuhan klien bahkan dapat mencegah penurunan
kesehatan.
Threats/ancaman
faktor budaya, suku, agama, ras, pendidikan, ekonomi : beberapa faktor
merupakan suatu hambatan dalam perawat menerapkan jurnal ini
dikarenakan tidak semua masyarakat dapat menerima penkes yang
diberikan dengan baik.
8. Analisa PICO
P: ini adalah penduduk perkotaan di timur laut inggris yaitu pasien yang
menghadiri klinik respiratori di Tyne Hospitals NHS Newcastle dengan
diagnosis PPOK.
I: percobaan acak terkontrol dengan membandingkan CBT dengan
bantuan swadaya selebaran yang berisikan tentang efektifitas terapi prilaku
kognitif.
C: tanpa tindakan pembanding
O: pasien melaporkan setelah diberikan terapi prilaku kognitif efektif
dalam menurunkan kecemasan pada pasien COPD
10
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Terapi perilaku kognitif (atau terapi perilaku kognitif, CBT) adalah
sebuah pendekatan psikoterap, yang intervensi yang diberikan berupa
antara lain: strategi koping yang mengarah pada tujuan, identifikasi
masalah, menghilangkaan pikiran negatif, distraksi, relaksasi kontrol
pernapsan, membantu dalam pemecahan masala dan terakhir adalah pasien
dapat mengontrol gejala dan emosi dan perasaan. Oleh karena itu keluhan
dari pasien yang mengalami kecemasan tidak boleh diabaikan karena dapat
mengidikasikan peningkatan resiko keparaharan dari penyakit COPD.
Penelitian ini merupakan suatu konstribusi penting dalam dunia kesehatan
khususnya dunia keperawatan, karena tenaga keperawatan adalah orang
yang selama 24 jam berada di rumah sakit berhubungan langsung dengan
pasien sehingga aspek psikologis tidak boleh di abaikan terutama pada
pasien COPD.
B. Saran
a. Diharapkan masyarakat dapat mencegah peningkatan kecemasan
terutama yang memiliki gangguan pada pernafasan.
b. Diharapkan tenaga kesehatan dapat melakukan pengkajian yang
komprehensif dan tidak melupakan intervensi mengenai aspek
psikologi pasien sehungga penurunan kesehatan klien dapat dicegah
dan tidak terjadi kecemasana yang berkepanjangan
11
12