Anda di halaman 1dari 9

PBB Sebagai Alat Untuk Melegalkan Segala Kebijakan

Dan Kepentingan Amerika Serikat

A. Sejarah Dan Penjelasan Singkat Tentang PBB


Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) didirikan setelah usainya Perang Dunia II
setelah Liga Bangsa-Bangsa dianggap gagal mencegah meletusnya Perang Dunia
II (1939-1945). Untuk mencegah meletusnya Perang Dunia Ketiga, yang mana
tidak diinginkan oleh seluruh umat manusia, pada tahun 1945 PBB didirikan
untuk menggantikan Liga Bangsa-Bangsa yang gagal dalam rangka untuk
memelihara perdamaian internasional dan meningkatkan kerjasama dalam
memecahkan masalah ekonomi, sosial dan kemanusiaan internasional. 1
Rencana konkrit awal untuk organisasi dunia baru ini dimulai di bawah
naungan Departemen Luar Negeri Amerika Serikat pada tahun 1939. Franklin D.
Roosevelt dipercaya sebagai seorang yang pertama menciptakan istilah "United
Nations" atau Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai istilah untuk menggambarkan
negara-negara Sekutu. Istilah ini pertama kali secara resmi digunakan pada 1
Januari 1942, ketika 26 pemerintah menandatangani Piagam Atlantik, dimana
masing-masing negara berjanji untuk melanjutkan usaha perang.
Pada tanggal 25 April 1945, Konferensi PBB tentang Organisasi
Internasional dimulai di San Francisco, dihadiri oleh 50 pemerintah dan sejumlah
organisasi non-pemerintah yang terlibat dalam penyusunan Piagam Perserikatan
Bangsa-Bangsa. PBB resmi dibentuk pada 24 Oktober 1945 atas ratifikasi Piagam
oleh lima anggota tetap Dewan Keamanan-Perancis, Republik Tiongkok, Uni
Soviet, Inggris dan Amerika Serikat-dan mayoritas dari 46 anggota lainnya.
Sidang Umum pertama, dengan 51 wakil negara, dan Dewan Keamanan, diadakan
di Westminster Central Hall di London pada Januari 1946.

http://www.un.org/aboutun/history.htm

Kedudukan organisasi ini awalnya menggunakan bangunan milik Sperry


Gyroscope Corporation di Lake Success, New York, mulai dari 1946 hingga
1952. Sampai gedung Markas Besar PBB di Manhattan telah selesai dibangun.
Sejak pendiriannya, banyak kontroversi dan kritik tertuju pada PBB. Di
Amerika Serikat, saingan awal PBB adalah John Birch Society, yang memulai
kampanye "get US out of the UN" pada tahun 1959, dan menuduh bahwa tujuan
PBB adalah mendirikan "One World Government" atau Pemerintah Seluruh
Dunia.
Setelah Perang Dunia Kedua berakhir, Komite Kemerdekaan Perancis
terlambat diakui oleh Amerika Serikat sebagai pemerintah resmi Perancis,
sehingga Perancis awalnya tidak diikutsertakan dalam konferensi yang membahas
pembentukan PBB. Charles de Gaulle menyindir PBB dengan menyebutnya le
machin (dalam bahasa Indonesia: "Si Itu"), dan merasa tidak yakin bahwa aliansi
keamanan global akan membantu menjaga perdamaian dunia, dia lebih percaya
pada perjanjian/pakta pertahanan antar negara secara langsung.
Perserikatan Bangsa-Bangsa atau biasa disingkat PBB (bahasa Inggris:
United Nations atau disingkat UN) adalah sebuah organisasi internasional yang
anggotanya hampir seluruh negara di dunia. Lembaga ini dibentuk untuk
memfasilitasi dalam hukum internasional, keamanan internasional, pengembangan
ekonomi, perlindungan sosial, hak asasi dan pencapaian perdamaian dunia.
Perserikatan Bangsa-bangsa didirikan di San Francisco pada 24 Oktober 1945
setelah Konferensi Dumbarton Oaks di Washington DC, namun Sidang Umum
yang pertama - dihadiri wakil dari 51 negara - baru berlangsung pada 10 Januari
1946 (di Church House, London). Dari 1919 hingga 1946, terdapat sebuah
organisasi yang mirip, bernama Liga Bangsa-Bangsa, yang bisa dianggap sebagai
pendahulu PBB.
Sejak didirikan pada tahun 1945 hingga 2011, sudah ada 193 negara yang
bergabung menjadi anggota PBB, termasuk semua negara yang menyatakan
kemerdekaannya masing-masing dan diakui kedaulatannya secara internasional,

kecuali Vatikan. Selain negara anggota, beberapa organisasi internasional dan


organisasi antar-negara mendapat tempat sebagai pengamat permanen yang
mempunyai kantor di Markas Besar PBB, dan ada juga yang hanya berstatus
sebagai pengamat. Palestina dan Vatikan adalah negara bukan anggota (nonmember states) dan termasuk pengamat permanen (Tahta Suci mempunyai wakil
permanen di PBB, sedangkan Palestina mempunyai kantor permanen di PBB).
Sekretaris Jenderal PBB saat ini adalah Ban Ki-moon asal Korea Selatan
yang menjabat sejak 1 Januari 2007 , menggantikan Sekretaris Jendral terdahulu,
yaitu Kofi Annan dari Ghana.
Organisasi ini memiliki enam organ utama: Majelis Umum (majelis
musyawarah utama), Dewan Keamanan (untuk memutuskan resolusi tertentu
untuk perdamaian dan keamanan), Dewan Ekonomi dan Sosial (untuk membantu
dalam

mempromosikan

pembangunan),

kerjasama

ekonomi,

sosial

internasional

dan

Sekretariat (untuk menyediakan studi, informasi dan fasilitas

yang diperlukan oleh PBB), Mahkamah Internasional (organ peradilan primer),


Dewan Perwalian (yang saat ini tidak aktif).
Instansi Sistem PBB lainnya yang menonjol termasuk Organisasi Kesehatan
Dunia (WHO), Program Pangan Dunia (WFP) dan Dana Anak-anak Perserikatan
Bangsa-Bangsa (UNICEF). Tokoh masyrakat PBB yang paling terkenal mungkin
adalah Sekretaris Jenderal PBB, saat ini Ban Ki-moon dari Korea Selatan, yang
mengambil jabatan itu pada tahun 2007, menggantikan Kofi Annan. Organisasi
ini didanai dari sumbangan yang ditaksir dan sukarela dari negara-negara
anggotanya, dan memiliki enam bahasa resmi: Arab, Tionghoa, Inggris, Perancis,
Rusia, dan Spanyol.
Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah sebuah organisasi yang menaungi hampir
seluruh Negara di dunia. Akan tetapi tidak semua Negara memiliki suara dan
pengaruh yang cukup dalam organisasi tersebut. Ada lima Negara yang memiliki
hak khusus dalam keorganisasian PBB. Hak khusus ini biasa kita kenal dengan
nama Hak Veto. Definisi Hak Veto adalah hak untuk tidak menyetujui rancangan
resolusi Dewan Keamanan yang diusulkan. Secara garis besar, Vak Veto dimiliki

oleh lima negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB, yaitu Inggris, Amerika
Serikat, Perancis, Cina, dan Rusia. Pada awalnya, Hak Veto ini merupakan
konsensus yang ingin menjaga agar tidak ada kekuatan lain yang muncul pascaPerang Dunia II.
Sehingga, keberadaan Hak Veto merupakan konsensus dari lima negara
pemenang perang dunia II untuk memegang kontrol atas dunia. Adanya Hak Veto
tidak didasarkan atas pertimbangan keadilan, tetapi lebih kepada balance of power
yang merupakan ciri khas realisme politik. Perimbangan kekuasaan ini kemudian
memberi hak bagi The Big Five untuk memainkan peran politik dalam pembuatan
resolusi PBB.
Jika kita analisis, penggunaan Hak Veto ini memiliki dua dimensi yang
problematis. Problem pertama adalah soal power yang tidak terbatas. karena Hak
Veto memberi porsi begitu besar pada power, penggunaan power oleh negaranegara besar kerap terabaikan dari sanksi. Problem kedua adalah soal keadilan.
Hak Veto mengabaikan dimensi keadilan dan demokrasi. Padahal, secara
struktural. asas keadilan merupakan aspek terpenting dalam decision-making pada
diplomasi multilateral. Banyak kasus yang menunjukkan bahwa Hak Veto sering
disalahgunakan oleh negara pemiliknya untuk kepentingan-kepentingan tertentu.
Dalam kasus agresi militer Israel ke Jalur Gaza, misalnya, adanya Veto atas
rancangan resolusi yang memberi sanksi atas Israel mengakibatkan adanya korban
jiwa begitu besar. Padahal, serangan tersebut bertentangan dengan Konvensi
Jenewa IV tahun 1949.2
Dengan adanya Hak Veto yang berbasis power pada negara-negara besar
akan sangat problematis karena adanya subordinasi terhadap hukum internasional.
Kacamata realisme memandang hukum internasional sangat penting dalam
menegakkan perdamaian dan keamanan. Ketika politik dibasiskan hanya pada
power dan meniadakan hukum internasional, Hak Veto menjadi problematis
secara konseptual. Sehingga, eksistensi PBB dalam kacamata struktural akan
tergantung pada nasib dari Hak Veto ini. Negara-negara besar akan menghadapi
2

http://www.washingtonpost.com/wp-dyn/content/article/2011/02/18/AR2011021805442.html

tantangan untuk menerapakan asas keadilan, sehingga hegemoni yang menjadi


sebuah kekuatan unipolar pasca-perang dingin dapat dikurangi, Penghapusan Hak
Veto serta persamaan hak dan kedudukan negara di PBB akan memungkinkan
kontrol atas negara-negara besar yang tidak berkomitmen terhadap perdamaian
dan keamanan internasional.
Dari tulisan di atas dapat kita lihat seberapa besar pengaruh Amerika Serikat
dalam keorganisasian dunia tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa Negara-negara
lain selain Negara pemilik Hak Veto hanya berperan sebagai penonton dan
pengikut dalam setiap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh PBB.
A. Pengambilan kebijakan luar negeri Amerika Serikat dan respon PBB
Sebelum kita melangkah lebih jauh, perlu kita ketahui sumber-sumber serta
asal pengambilan kebijakan luar negeri Amerika Serikat.
Sumber sumber dalam kebijakan luar negeri Amerika Serikat adalah :
1. External Sources
Sumber-sumber eksternal merupakan perangkat dari sistem internasional
untuk mempengaruhi karakteristik dan tingkah laku negara dan non negara. Ini
termasuk semua aspek bentuk eksternal Amerika atau suatu tindakan ke luar
negara. Kebijakan luar negeri Amerika dipengaruhi oleh kondisi dari lingkungan
internasional.
2. Societal Sources
Sumber-sumber kemasyarakatan merupakan aspek dari non pemerintah dari
suatu system politik yang mempengaruhi tingkah laku eksternal negaranya.
3. Governmental Sources
Sumber-sumber dari pemerintahan merupakan aspek-aspek dari struktur
pemerintah yang membatasi atau menambah suara-suara dalam pembuatan
kebijakan luar negeri Amerika.

4. Role Sources
Sumber-sumber peran merupakan hal yang penting karena pembuat
keputusan dipengaruhi oleh tingkah laku social dan norma-norma yang legal
dalam peran yang dipegang oleh seseorang. Posisi pembuat keputusan memegang
tingkah laku mereka dan masukan bagi kebijakan luar negeri.
5. Individual Sources
Sumber-sumber

individu

merupakan

karakteristik

seseorang

yang

mempengaruhi tingkah laku dan pembuatan kebijakan luar negeri. Seperti


karakteristik seorang presiden yang berpengaruh terhadap tingkah laku politik luar
negerinya.
Sedangkan komponen utama dalam pengambilan keputusan luar negerinya
ada lima komponen, yaitu:
1. Preemption : dimana Amerika Serikat harus mengambil tindakan
mendahului menyerang sebelum diserang terhadap segala bentuk potensi ancaman
terhadap warga negaranya.
2. Unilateralisme : tindakan yang diambil tidak harus meminta atau
tergantung pada persetujuan badan internasional ataupun negara (sekutu) lain.
3. Hegemoni : Amerika Serikat harus mempertahankan tingkat kesiapan
militer yang mampu mengalahkan segala macam kombinasi kekuatan dimana
saja.
4. Demokratisasi : tiga komponen di atas digunakan untuk menyebarluaskan
demokrtasi ke seluruh dunia.
5. Demonstrasi : kemenangan mutlak yang dicapai merupakan alat
demonstrasi atas kekuatan Amerika Serikat dan memaksa negara lain bekerjasama
dalam hegemoni Amerika Serikat.
Pandangan Amerika terhadap perang dan penggunaan senjata dalam
politik luar negeri Amerika dianggap sebagai pertahanan ideologi, politik, dan
ekonomi serta merupakan cara terakhir apabila cara cara lain tidak
memungkinkan.

Dengan demikian, bisa kita ambil kesimpulan bahwa Amerika Serikat tidak
segan-segan untuk menggunakan senjata dan militer untuk melancarkan semua
tujuannya.
Bisa kita ambil contoh, misalnya, campur tangan Amerika Serikat di Timur
Tengah yang sudah lebih dari satu dekade ini kita saksikan. Seperti invasi
Amerika Serikat di Afganistan, Irak, dan Libya yang mengandalkan dalih
kemanusiaan, senjata pemusnah masal, terorisme, serta senjata kimia yang sampai
saat ini masih dipertanyakan tentang kebenarannya.
Sejak tahun 1992, Amerika Serikat menjadi satu-satunya negara super power
setelah kehancuran Uni Sovyet, maka secara mutlak, Amerika Serikat adalah satusatunya negara yang mengangkat dirinya sendiri sebagai polisi dunia, negara yang
memperjuangkan penegakan Hak Asasi Manusia,, negara yang mempunyai hak
untuk mencap suatu negara atau pemimpin sebagai penjahat atas nama
kemanusiaan, negara yang berhak menahan, memenjarakan warga negara lain
tanpa melalui proses peradilan yang seimbang, negara yang berhak menginvasi,
menyerang negara lain atas nama kemanusiaan, negara yang berhak untuk
meluncurkan, menjatuhkan nuklir ke negara lain atas nama kemanusiaan, negara
yang berhak menghancurkan property pribadi milik masyarakat sipil.
Invasi Amerika Serikat atas Afghanistan, Irak, Libya dan negara-negara
lainnya di dasarkan atas pelanggaran HAM yang dilakukan oleh para pemimpin
negara kepada rakyatnya, namun di satu sisi lainnya membiarkan warga palestina
di bantai oleh tentara zionis Israel. Politik standar ganda yang selama ini
diterapkan oleh Amerika Serikat membuat berang negara-negara yang selama ini
di tuduh melakukan pelanggaran HAM kepada warga negaranya, seperti China,
Rusia, Korea Utara, Kuba, Indonesia, Myanmar dan negara-negara lainnya.
Sementara pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh pemerintah Amerika
Serikat tidak pernah di angkat dalam dunia internasional, karena yang melakukan
penilaian terhadap pelanggaran HAM adalah Amerika Serikat , sehingga
pelanggaran HAM yang di lakukan oleh Amerika Serikat tidak di angkat dalam
isu pelanggaran HAM. Amerika Serikat selalu melupakan jejak sejarahnya
sebagai negara yang paling bertanggung jawab di dunia yang melakukan

pelanggaran terhadap hak asasi manusia. Sudah jutaan nyawa melayang, kerugian
materil dan immaterial yang tidak terhitung jumlahnya telah di ciptakan oleh
pemerintah

Amerika

Serikat,

kegoncangan

negara,

pembataian

etnis,

penghancuran property, penghancuran sumber ekonomi, penghancuran ekosistem


semua, penghancuran masa depan masyarakat dan lain-lainnya adalah buah
kejahatan dari penerapam politik aggressor, politik ikut campur, politik standar
ganda, politik isu teroris yang dicetuskan oleh Amerika Serikat.

Kritik pedas muncul dari Presiden Belarusia Alexander Lukashenko tentang


ketidakmampuan Amerika Serikat membuktikan kepemilikan senjata pemusnah
massal Irak. Ia juga menyoroti persoalan Afganistan dimana Amerika Serikat
memimpin agresi ke negara itu atas alasan Osama bin Laden sebagai dalang
serangan teroris tahun 2001 yang hingga kini tak mampu dibuktikan. Karena itu,
Amerika Serikat dalam versi Lukashenko adalah pembuat keonaran di dunia dan
pemerintahan Bush sebagai diktator terakhir di Eropa.
Kritik lainnya muncul dari Presiden Venezuela Hugo Chavez yang dengan
berani menyebut negara Paman Syam ini sebagai negara teroris. Statement ini
didasarkan atas alasan bahwa tindakan Amerika Serikat menabuh genderang
perang terhadap Irak adalah tindakan kriminal. Bahkan dalam pidatonya Chaves
menuduh pemerintah Amerika Serikat telah menyembunyikan pelaku teroris
yakni Luis Posada Carriles yang diburu di Vebezuela karena terlibat pengeboman
pesawat Kuba 1976 yang menewaskan sebanyak 76 orang penumpang. Buntut
dari kritikan yang dialamatkan kepada pemerintah Amerika Serikat ini, adalah
pernyataan agar markas PBB dipindahkan ke kota internasional yang berada di
luar kadaulatan negara manapun seperti Jurusalem. Ditambahkan pula bahwa
seharusnya markas PBB berada di Selatan menjadi rumah bagi negara-negara
sedang berkembang.
Memperhatikan secara saksama kedua kritikan yang dialamatkan kepada
Amerika Serikat tersebut, secara fundamental merupakan bukti empirik tentang
ketidakefektifan fungsi PBB sebagai wadah yang menghimpun berbagai bangsa di
dunia. Katakanlah agresi militer ke Irak yang dipimpin oleh Amerika Serikat,
bukankah merupakan tindakan yang mengabaikan resolusi PBB. Kemudian

kegagalan membuktikan kepemilikan senjata pemusnah massal milik Irak setelah


diporakporandakan, lalu sanksi apa yang diberikan oleh PBB atas negeri Paman
Syam ini. Demikian pula tindakan agresi ke Afganistan dengan roket dan bom,
bukankah itu justru memusnahkan massal dan lagi-lagi PBB tak mampu
memberikan hukuman kepada Amerika Serikat atas perbuatannya. Vacum of
system tanpa berbuat yang menjustice tindakan Amerika Serikat, merupakan bukti
ketidakberdayaan PBB sehingga independensinya sebagai perserikatan bangsabangsa tidak salah jika dipertanyakan sekarang.
Ketidakberdayaan PBB sebagai wadah aspirasi bangsa-bangsa untuk
menunjukkan independensinya tersebut, mengundang pertanyaan baru yakni
Amerika Serikat itu siapa dalam PBB. Pertanyaan ini perlu dijawab untuk
menghindari adanya sejumlah titipan kepentingan Amerika Serikat dalam
organisasi ini, sehingga ketidakmampuan berbuat dalam setiap kasus raksasa yang
melibatkan negara super power ini dapat dihindari.

Anda mungkin juga menyukai